Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

EVALUASI PEMBELAJARAN

-- Langkah-langkah Pengembangan Alat Evaluasi Aspek Keterampilan--


Dosen Pembimbing : Dr. Arif Rahman, M.Pd.

Disusun oleh :

KELOMPOK 3
Nama Kelompok : 1. Ardian Maulana 5173151005

2. Dhea Putri Pratiwi Br Ginting 5171151003

3. Dian Ramadani 5171151004

4. Husnul Rizal Pohan 5171151008

Kelas : PTIK

Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran

FAKULTAS TEKNIK

PRODI PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMATIKA KOMPUTER

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT/Tuhan yang Maha Esa
yang telah melimpahkan cucuran rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini dengan baik. Shalawat beserta salam tidak lupa pula penulis panjatkan,
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat-sahabatnya.

Makalah ini dibuat oleh penulis dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi tugas
matakuliah Evaluasi Pembelajaran tentang “Langkah-langkah Pengembangan Alat Evaluasi
Aspek Keterampilan” yang diamanahkan oleh dosen penulis yaitu bapak Dr. Arif Rahman,
M.Pd. Makalah ini merupakan tugas yang yang akan diberikan oleh dosen penulis.Maka, jika
ada kesalahan dalam bentuk apapun itu, penulis memohon maaf dan sekiranya dapat dimaklumi
kesalahannya.

Mudah-mudahan makalah ini dapat diterima dengan baik dan bermanfaat, khususnya
bagi penulis sendiri yang membuat dan umumnya bagi siapapun yang membaca makalah ini.

Medan,7 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii


BAB. I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2

BAB. II PEMBAHASAN ................................................................................... 3

2.1 Keterampilan Teknis ........................................................................ 3


2.2 Menyusun Alat Penilaian Hasil Belajar ............................................ 3
2.3 Menyusun Strategi Intruksional ........................................................ 6
2.4 Mengembangkan Bahan Intruksional ................................................ 9
2.5 Menyusun Desain dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif dan Formatif. ........ 11

BAB. III PENUTUP ........................................................................................... 23

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 23


3.2 Saran ............................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini perkembangan ilmu psikologi berperan penting dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Berbagai macam landasan pada psikologi ini menunjang pembelajaran
ini menjadikan peserta didik merasa menyenangkan ketika di dalam kelas dan materi
pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Tercapainya tujuan atau kompetensi yang
menunjukkan peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan. Hal ini berpengaruh langsung
pada peserta didik akan malasnya berangkat ke sekolah, kurang memperhatikan penyampaian
materi yang disampaikan pendidik dan kurang berminatnya peserta didik dalam mengerjakan
tugas yang diberikan oleh pendidik. Hal ini menyebabkan adanya teori – teori belajar
menjadikan bekal sebagai arahan pada pendidik dalam menjalani proses belajar mengajar
dengan karater siswa yang beraneka ragam, unik dan berbagai ciri.
Teori sebagai sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan
kaitan sebab akibat diantara variabel yang saling bergantung. Sedang Belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.
Perubahan ini harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu sangat dibutuhkan teori-teori belajar. Kebutuhan akan teori menjadi hal yang
penting. Snelbecter dalam Ratna Wilis (1991:1), berpendapat bahwa perumusan teori itu
bukan hanya penting, melainkan vital bagian psikologi dan pendidikan untuk dapat maju,
berkembang dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang. Untuk
itu pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis dan telah
diuji kebenarannya melalui ekspreimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan hal tersebut
melahirkan teori belajar dan teori instruksional. Teori belajar bersifat deskriptif dalam
membicarakan proses belajar, sedangkan teori instruksional lebih bersifat preskriptif dan
menerangkan apa yang harus dilaksanakan untuk membicarakan masalah-masalah praktis
didunia pendidikan (Snelbecker, 1974 dalam teori, 1997), sedangkan teori instruksional
adalah preskriptif. Artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses belajar, sedangkan
teori instruksional mendeskripsikan strategi atau metode pembelajaran yang optimal untuk
memudahkan proses belajar.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang sudah penulis uraikan tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan keterampilan teknis?
2. Bagaimana cara menyusun alat penilaian hasil belajar?
3. Bagaimana cara menyusun strategi instruksional?
4. Bagaimana mengembangkan bahan instraksional?
5. Bagaimana menyusun desain dan melaksanakan evaluasi sumatif dan formatif?

1.3 Tujuan.
1. Untuk mengetahui keterampilan teknis.
2. Untuk mengetahui cara menyusun alat penilaian.
3. Untuk mengetahui cara menyusun strategi instruksional.
4. Untuk mengembangkan bahan instraksional.
5. Untuk menyusun desain dan melaksanakan evaluasi sumatif dan formatif.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keterampilan Teknis.


Keterampilan teknis adalah kemampuan seseorang melaksanakan bidang tugas yang
dihadapi. Kemampuan ini memungkinkan seseorang disebut tukang, ahli atau pakar di
bidangnya. Sebagai misal, kemampuan pelajar menguasai mata pelajaran dan mengerjakan
soal ujian, tukang kebersihan membersihkan halaman, seorang pakar menganalisis masalah,
dokter menangani pasien, sopir menjalankan kendaraan dan sebagainya.
Kemampuan ini memiliki tingkatan-tingkatan, dan tingkatan tersebut menentukan
nilai keahlian seseorang. Keterampilan teknis menentukan nilai keterpercayaan seseorang di
hadapan orang lain yang membutuhkan. Kemampuan tukang kayu membuat mebeler dan
teknisi mereparasi kendaraan memungkinkannya dibutuhkan dan dihargai oleh mereka yang
mempekerjakan. Kemampuan siswa mengerjakan soal ujian akan menentukan nilai yang
diberikan oleh guru atau dosen kepadanya.
Sekolah dan lembaga-lembaga pelatihan pada dasarnya hanya menekankan
pembinaan keterampilan teknis. Siswa dilatih untuk mampu mengerjakan soal melalui proses
pembelajaran, Pelajaran seni dan keterampilan mengajarkan kemampuan menerapkan bidang
tersebut. Semakin tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran menentukan level keberhasilan
seseorang.

2.2 Menyusun Alat Penilaian Hasil Belajar.

Evaluasi atau penilaian adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan efisiensi suatu program. Jadi, pada dasarnya yang dinilai adalah program,
yaitu suau kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengan tujuan dari
kegiatan tersebut. Aspek yang dinilai dari program itu ada dua macam, yaitu tingkat
keberhasilan dan tingkat efisiensi pelaksanaan program.

Dalam suatu proses belajar mengajar, yang melaksanakan evaluasi adalah guru, yaitu
orang yang merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Guru sebagai figur
yang selalu berinteraksi dengan murid memerlukan evaluasi formatif secara teratur agar dapat
memperbaiki atau menyempurnakan proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Selain itu,
gurulah yang paling menghayati permasalahan yangdihadapi oleh murid-muridnya sehingga
dapat mencari upaya cara menanganinya.

3
Evaluasi atau penilaian adalah kegiatan untuk mengetahui apakah tindakan yang telah
dikerjakan cukup berhasil atau tidak. Jadi, yang dinilai atau dievaluasi adalah program, yaitu
suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengna tujuan dari kegiatan
tersebut.Ada tiga istilah yang sering digunakan, yaitu berikut ini :

1) Pengukuran
2) Penilaian atau evaluasi
3) Pengambilan keputusan

Ketiga istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda karena tingkat penggunaannya
yang berbeda. Pada pengukuran adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi atau
data secara kuantitatif, sedangkan penilaian adalah kegiatan untuk mengetahui apakah suatu
program telah berhasil dan efisien. Jadi, untuk melakukan penilaian diperlukan data yang
baik mutunya dan salah satu sumber datanya adalah hasil pengukuran.
Pengambilan keputusan atau kebijaksanaan adalah tindakan yang diambil oleh
seseorang atau lembaga berdasarkan data atau informasi yang telah diperoleh, atas dasar
pengukuran dan penilaian.
Untuk mengukur prestasi belajar diperlukan alat ukur yang disebut tes. Tes adalah
himpunan pertanyaan yang harus dijawab oleh orang yang dites (testee). Dalam hal ini oleh
siswa. Dalam tes prestasi belajar, yang hendak diukur adalah tingkat kkemampuan siswa
dalam menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan oleh guru.

1. Syarat-syarat tes yang baik


Tes yang baik mempunyai beberapa syarat-syarat penting sebagai berikut ini :
a. Harus valid (sahih) atau hanya mengukur apa yang hendak diukur.
Misal, tes untuk bidang studi IPS, setiap buitir soalnya harus mengukur hanya
pengetahuan IPS saja. Namun, kandang-kadang tidak semua soal yang ada hanya
mengukur pengetahuan IPS. Ada beberapa soal yang sebetulnya mengukur
pengetahuan agama atau bahasa. Jika ada tes yang mengukur lebih dari satu aspek
(misalnya, IPS, agama dan bahasa) maka tes yang demikian disebut tes yang kurang
valid (kurang sahih).

4
b. Harus andal (reliable)
Keandalan, dalam hal ini meliputi kecermatan atau ketetapan (prescision) dan
keajegan (consistency) dari hasil pengukuran yang dilakukan. Sebuah tes dengan
jumlah butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran sedang tentu akan memberi
informasi yang lebih teliti, dibandingkan tes yagn soalnya sedikit dan tingkat
kesukaraannya rendah (mudah) atau berat sukar (di luar target). Dengan akta lain,
soal-soal sebuah tes tidak boleh terlalu jauh di atas atau di bawah kemampuan siswa
dan tingakt kesukaran butir-butir soal sebaiknya homogen. Tidak boleh terlalu mudah
atau terlalu sukar.

2. Merancang Alat Evaluasi atau Tes.


Sebelum menyusun sebuah tes, terlebih dahulu harus memperhatikan hal-hal berikut.
a. Tujuan tes
Dalam bidang pendidikan, tujuan tes dapat dipakai untuk mengetahui penguasaan
peserta didik dalam pokok bahasan atau subpokok bahasan tertentu setelah materi
diajarkan. Selain itu, dapat pula untuk mengethaui kesulitan belajar peserta didik atau
siswa (diagnostik tes). Oleh karena tu, tujuan tes harus dibuat berdasarkan pokok
bahasan/subpokok bahasan yang diajarkan.
b. Penyusunan kisi-kisi tes
Kisi-kisi tes atau tabel spesifikasi (test blue print), harus dibuat sebelum seseorang
membuat atau menyusun tes. Kisi-kisi tes merupakan rambu-rambu ruang lingkup
dan isi soal yang akan diajukan. Sebelum membuat kisi-kisi tes, terlebih dahulu harus
melihat kurikulum sekolah yang berlaku.

3. Menyusun Alat Evaluasi atau Tes


a. Dalam menyusun soal atau tes pertama-tama harus dibuat indikator tes atau TIK,
seperti telah disebutkan, yang langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Memilih Kompetensi Dasar (KD)
2) Memilih materi pokok, hasil belajar dan indikator materi
3) Membuat indikator tes atau TIK
4) Menulis soal berdasrakan indikator tes yang telah dibuat
b. Kriteria indikator tes yang baik :
1) Membuat ciri-ciri dari TIU yang hendak diukur
2) Membuat satu kata kerja operasional yang dapat diukur

5
3) Berkaitan erat dengan materi pokk hasil belajar beserta indikator materi
4) Dapat dibuat soal
c. Kriteria pokok penulisan soal :
1) Harus sesuai dengan indikator tes
2) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas
3) Pernyataan yang ada pada pokok soal atau pada pilihan jawaban harus
singkat, padat dan jelas
4) Pokok soal jangan memberi petunjukke arah jawaban yangbenar
5) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi
6) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama
7) Pilihan jawaban jangan menggunakan pernyataan, semua pilihan jawaban
salah atau semua pilihan jawaban benar
8) Pilihan jawaban yang menggunakan angka, harus diurutkan dari kecil ke
besar
9) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar
10) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal-soal sebelumnya.

2.3 Menyusun Strategi Instraksional


Strategi intruksional adalah suatu komponen sistem intruksional yang masih
terbelakang. Ia masih belum berkembang seperti komponen- komponen yang lain. Menurut
Dick dan Carey (1985) mengatakan bahwa strategi intruksional menjelaskan komponen-
komponen umum dari suatu set bahan intruksional dan prosedur prosedur yang akan
digunakan bersama bahan- bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada
siswa.
Penyusunan strategi instruksional haruslah didasarkan atas tujuan instruksional yang
akan dicapai sebagai kriteria utama. Di samping itu, penyusunan tersebut didasarkan pula atas
pertimbangan lain, yaitu hambatan yang mungkin di hadapi pengembang instruksional atau
pengajar seperti waktu, biaya, dan fasilitas. Tidak ada strategi yang tepat untuk mencapai
semua tujuan misalnya pada urutan kegiatan instruksional pada penyajian, belum tentu selalu
UCL (uraian, contoh, dan latihan) mungkin dapat berbentuk CUL. Sedangkan urutan kegiatan
instruksional pada pendahuluan yang tersusun DRT (deskripsi singkat, relevansi, dan TIK)
dan penutup yang terdiri dari TUT (tes formatif, umpan balik, dan tindak lanjut) tampaknya
tidak perlu mengalami perubahan. Setiap urutan kegiatan seperti DRT-UCL-TUT atau urutan
yang lain, selalu diikuti pemilihan metode dan media serta penentuan waktu untuk mencapai

6
tujuan instruksional khusus. Khusus penentuan waktu bagi setiap kegiatan, di samping
menggunakan kegiatan sebagai suatu kriteria, pengembang instruksional juga menggunakan
jenis metode dan media sebagai kriteria lain. Ini berarti penentuan waktu setiap kegiatan
tersebut dilakukan atas pertimbangan langkah dalam urutan kegiatan seperti
D,R,T,U,C,L,T,U dan komponen metode dan media yang digunakan. Perubahan pada metode
dan media tersebut memungkinkan perubahan waktu yang dibutuhkan pengajar dan siswa.
Oleh karena itu, penyusunan strategi instruksional harus dilakukan dengan mengintegrasikan
keempat komponen yang tergabung di dalamnya, yaitu urutan kegiatan instruksional, metode,
media dan waktu.
Berikut ini diuraikan bagaimana mengisi tabel untuk menyusun strategi instruksional
Menurut Ihwanadani:
1. Mengisi nomor TIK yang strategi instruksionalnya akan disusun. Ini berarti bahwa
pengembang instruksional akan menyusun satu strategi instruksional untuk satu TIK.
2. Kolom satu telah di isi dengan pendahuluan, penyajian, dan penutup. Urutan ini tidak
perlu di rubah. Pada kolom dua anda mulai memikirkan urutan kegiatan instruksional
yang sesuai untukmenghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tercantum
dalam TIK.
a. Kolom pendahuluan ada tiga kegiatan yang harus anda isikan, yaitu: D (Deskripsi
Singkat), R (Relevansi), dan T(Tujuan Instruksional Khusus). Urutan mana yang
ingin anda gunakan? DRT, RTD, TDR, RDT, DTR atau TRD. Mengapa anda
memilihnya, mengapa tidak urutan yang lain? Rasional pemilihan urutan ini penting
untuk anda jawab sendiri agar anda lebih menyelami kebaikan urutan kegiatan yang
anda lakukan. Urutan mana pun yang anda pilih, ketiga kegiatan tersebut haruslah
lengkap.
b. Dalam penyajian anda kegiatan yang harus anda isikan dalam tabel, yaitu: U
(Uraian), C (Contoh), dan L (Latihan). Urutan mana yang akan anda pilih? UCL,
CLU, LUC, CUL, ULC atau LCU? Pemilihan tersebut sangat penting untuk anda
jawab sendiri. Beberapa pedoman yang dapat dijadikan pertimbangan dalam
menentukan urutan kegiatan dalam penyajian adalah sebagai berikut:
1) UCL adalah penyajian yang konservatif dimulai dengan memberikan uraian
tentang pengertian suatu konsep, prinsip atau prosedur, diikuti dengan contoh
penerapannya dalam kehidupan sehri-hari dan diakhiri dengan latihan untuk
menguasainya. Dalam metode instruksional urutan kegiatan dalam penyajian ini
disebut metode deduktif. Secara logis siswa akan bergerak dari hal yang bersifat

7
umum kepada yang khusus. Strategi ini sesuai untuk kebanyakan siswa dan
kebanyakan tujuan instruksional, khususnya untuk mengajarkan terminology
dan teknik melaksankan sesuatu yang sebelumnya masih belum dikenal siswa.
2) CLU adalah penyajian yang dimulai dari pemberian contoh atau kasus diikuti
oleh latihan memecahkannya dan diakhiri dengan uraian atau generalisasi dari
isi pelajaran. Secara logis siswa akan bergerak dari yang khusus menuju yang
umum. Metode instruksional urutan ini dikenal dengan metode induktif. Strategi
ini sesuai untuk mengajarkan sikap, pemecahan masalah, dan pengambilan
keputusan untuk siswa yang telah mempunyai latar belakang atau pengalaman
cukup dalam bidang yang dipelajari.
3) LUC adalah penyajian yang dimulai dari pemberian latihan atau percobaan
diikuti dengan uraian dan diakhiri dengan contoh. Urutan penyajian ini tepat
digunakan untuk menimbulkan dinamika siswa dalam belajar melalui coba-
coba. Tetapi, latihan tersebut tidak boleh diberikan terlalu lama agar tidak
menimbulkan frustasi. Siswa harus segera diberi uraian tentang isi pelajaran dan
contoh penerpannya. Urutan kegiatan ini sangat sesuai untuk mengajarkan
sesuatu yang tidak mudah menimbulkan bahaya bagi siswa yang telah
mempunyai latar belakang pengetahuan dalam bidang yang sedang dipelajari.
4) CUL adalah penyajian yang dimulai dari pemberian contoh diikuti dengan
uraian tentang konsep, prinsip, atau prosedur yang terkandung di dalamnya dan
diakhiri dengan latihan menerapkannya. Strategi ini sama dengan CLU,
bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus menuju umum. Urutan penyajian ini
lebih tepat untuk siswa yang baru mempunyai pengalaman sedikit dalam bidang
tersebut.
5) ULC adalah penyajian yang dimulai dari pemberian uraian diikuti dengan
uaraian tentang konsep, prinsip, atau prosedur yang dipelajari diikuti dengan
latihan untuk menguasainya dan akhirnya ditutup dengan contoh penerapan apa
yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari- hari. Urutan penyajian ini sesuai
untuk mengajarkan keteampilan gerak melalui penjelasan, kemudian percobaan
melakukan gerak. Selanjutnya baru di susul dengan contoh untuk
mambandingkan apa yang dilakukannya dengan yang seharusnya.
6) LCU adalah penyajian yang memberikan kesempatan mencoba terlebih dahulu
kemudian diikuti dengan contoh untuk perbandingan dan diakhiri dengan uraian
atau kesimpulan. Urutan penyajian ini tepat digunakan untuk mengembangkan

8
kreativitas dan keberanian siswa mencobakan ide yang ada pada dirinya. Karena
proses ini melalui kegiatan mempelajari coba-coba, sesuatu yang tepat
digunakan untuk tidak berbahaya, tidak mengandung resiko tinggi atau
digunakan untuk siswa yang telah memiliki latar belakang cukup dalam bidang
tertentu.
3. Seluruh kolom 2 diisi dengan pertimbngan di atas. Dengan selesainya pengisian seluruh
kolom 2 yang menunjukkan urutan kegiatan instuksional. Selanjutnya memasuki kolom
3 dengan rosedur pengisian yang berbeda. Bila anda perhatikan akan tampak bahwa
kolom 3 masih berada di awah urutan kegiatan instruksional. Kolom tersebiut diisi
dengan garis-garis besar materi yang akan iberikan pengajar dalam setiap urutan
kegiatan. Dalam kolom 3 ini pendesain instruksional enuliskan materi atau isi pelajaran
secara singkat untuk setiap TIK dimulai dari pendahuluan sampai ada penutup. Dengan
demikian isi pelajaran tersebut tidak saja mencerminkan apa (what) tetapi juga ara atau
langkah-langkah (how).
4. Sebelum meneruskan pada berisi R atau T, isilah lebih dahulu kolom 4, 5, dan 6 yang
sehubungan dengan baris D. kolom 4 tentang metode yang akan digunakan ntuk
kegiatan D, dan kolom 5 tentang media yang dipilih untuk digunakan, sedangkan kolom
6 entang waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan D tersebut. Demikian pula pengisian R,
T, dan elanjutnya, diselesaikan baris demi baris.

2.4 Mengembangkan Bahan Instruksional.


Dalam desain sistem pembelajaran, model biasanya menggambarkan langkah-langkah
atau prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif,
efisien, dan menarik. Jadi suatu model dalam pengembangan pembelajaran adalah suatu
proses yang sistematik dalam desain, konstruksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi
sistem pembelajaran.
Berdasarkan pada pengertian pengembangan pembelajaran, maka diperlukan
sekurang-kurangnya lima kriteria yang harus dipenuhi dalam model pembelajaran yaitu: 1)
mempunyai tujuan; 2) keserasian dengan tujuan; 3) sistematik; 4) mempunyai kegiatan
evaluasi; dan 5) menyenangkan. Oleh karena itu, sistem pembelajaran dapat diibaratkan
sebagai proses produksi yang terdiri dari bagian input-proses-output, yang saling terintegrasi.

9
Secara rinci tahap MPI (Model Pengembangan Instruksional dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional dan Menulis Tujuan Instruksional Umum.
Mengidentifikasi kebutuhan instruksional adalah suatu proses untuk: a) menentukan
kesenjangan penampilan siswa yang disebabkan kekurangan kesempatan
mendapatkan pendidikan dan pelatihan pada masa lalu; b) mengidentifikasi bentuk
kegiatan instruksional yang paling tepat; c) menentukan populasi sasaran yang dapat
mengikuti kegiatan instrusional tersebut. Dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan
instruksional diperoleh jenis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tidak pernah
dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh siswa. Jenis pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tersebut masih bersifat umum atau garis besar saja, yang
merupakan hasil belajar yang diharapkan dikuasai siswa setelah pembelajaran. Hasil
belajar ini disebut Tujuan Instruksional Umum (TIU), karena sifatnya yang masih
umum.
2. Melakukan analisis intruksional
Analisis instruksional adalah proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku
khusus yang tersusun secara logis dan sistematis. Kegiatan tersebut dilakukan untuk
mengidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku
umum secara terperinci. Perilaku-perilaku khusus disusun sesuai dengan
kedudukannya, misalnya kedudukannya sebagai perilaku prasyarat, perilaku yang
menurut urutan gerakan fisik berlangsung lebih dulu, perilaku yang menurut proses
psikologi muncul lebih dulu atau secara kronologis terjadi lebih awal.
3. Mengidentifikas Perilaku dan Karakteristik Siswa\
Mengidentifikasi perilaku awal siswa dimaksudkan untuk mengetahui siapa kelompok
sasaran, populasi sasaran, serta sasaran didik dari kegiatan instruksional. Istilah
tersebut digunakan untuk menanyakan siswa yang mana atau siswa sekolah apa, serta
sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat
mengikuti pelajaran tersebut.
4. Menulis Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) terjemahan dari specific instructional
objective. Literature asing menyebutkan pula sebagai objective atau enabling
objective untuk membedakannya dari general instructional objective,
goal, atau terminal objective, yang berarti tujuan instructional umum (TIU) atau
tujuan instruktional akhir. TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat

10
oleh mata (observable). TIK merupakan satu-satunya dasar untuk menyusun kisi-kisi
tes, karena itu TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk
kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar-benar dapat
mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya.
5. Menulis Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap siswa
terhadap perilaku yang tercantum dalam TIK. Adapun langkah-langkah dalam
menyusun tes acuan patokan adalah sebagai berikut: a) menentukan tujuan tes; b)
membuat table spesifikasi untuk setiap tes yaitu daftar perilaku, bobot perilaku,
persentase jenis tes, dan jumlah butir tes; c) menulis butir tes; d) merakit tes; e)
menulis petunjuk; f) menulis kunci jawaban; g) mengujicobakan tes; h) menganalisis
hasil ujicoba; i) merevisi tes.

2.5 Menyusun Desain dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif dan Formatif.


Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design (Bahasa Inggris) yang
berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Di
dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut
dengan istilah planning yaitu “Persiapan menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah
penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian
tujuan tertentu”. Desain pembelajaran menurut istilah dapat didefinisikan: “Proses untuk
menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik dilaksanakan agar timbul perubahan
pengetahuan dan keterampilan pada diri pembelajar ke arah yang dikehendaki (Reigeluth).”
Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi komponen tujuan, metode dan penilaian
untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan (Briggs). Proses untuk merinci
kondisi untuk belajar, dengan tujuan makro untuk menciptakan strategi dan produk, dan
tujuan mikro untuk menghasilkan program pelajaran atau modul atau suatu prosedur yang
terdiri dari langkah-langkah, dimana langkah-langkah tersebut di dalamnya terdiri dari
analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar (Seels & Richey
AECT 1994).
Suatu proses desain dan sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif
dan efisien, serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada apa
yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika
analisis, penelitian dalam bidang pendidikan, dan metode-metode manajemen (Morisson,
Ross & Kemp 2007).

11
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system development) dan
desain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak
dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan
antara “desain” dan “pengembangan”. Kata “desain” berarti membuat sketsa atau pola atau
outline atau rencana pendahuluan. Sedang “Pengembangan” berarti membuat tumbuh secara
teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya.
1. Tujuan Desain Pembelajaran
Tujuan desain pembelajaran adalah mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah
dengan memanfaatkan sejumlah informasi. Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) terdapat
empat komponen dasar dalam perencanaan desain pembelajaran, yaitu :
 Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau
peserta ajar)
 Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)
 Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik dipelajari? (strategi pembelajaran)
 Bagaiamanakan cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai?
(prosedur evaluasi).
2. Peran Desain Pembelajaran
 Agar belajar dapat bermakna dan efektif.
 Agar tersedia atau termanfaatkan sumber belajar
 Agar dapat dikembangkan kesempatan atau pola belajar
 Agar belajar dapat dilakukan siapa saja secara berkelanjutan.
3. Fungsi desain pembelajaran
 Meningkatkan kemampuan pembelajaran (instruktur, guru, widyaiswara, dosen,
dll)
 Menghasilkan sumber belajar.
 Mengembangkan sistem belajar mengajar.
 Mengembangkan organisasi menjadi organisasi belajar.
 Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
 Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang
terlibat dalam kegiatan
 Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun murid.
 Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui
ketetapan dan kelambatan kerja.

12
 Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
 Menghemat waktu, tenaga, alat dan biaya.
4. Model Desain Pembelajaran
Model desain pembelajaran sangat diperlukan, karena dapat :
 Pengembangan kemampuan guru atau dosen
 Pengembangan sumber belajar.
 Pengembangan sistem pembelajaran.
 Pengembangan organisasi.
5. Evaluasi sumatif dan formatif

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,


pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan,
organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi,
maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan,
pelaksanaan serta hasilnya. Pemahaman terhadap dasar-dasar evaluasi dapat membantu para
pengembang kurikulum untuk merancang evaluasi yang sesuai kajian-kajian teoritis yang
relevan. Evaluasi dalam pengajaran tidak semata-mata dilakukan terhadap hasil belajar, tetapi
juga harus dilakukan revisi desain pengajaran itu sendiri.

a. Evaluasi Formatif

Maksud dari evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan di tengah-tengah


atau pada saat berlangsungnya proses pembelajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali
satuan pembelajaran atau subpokok bahasan dapat diselesaikan dengan tujuan untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik “telah terbentuk” sesuai dengan tujuan pengajaran
yang telah ditentukan. (Sudijono, 2007: 23) Untuk membahas evaluasi formatif ini, seperti
yang Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi katakan dalam bukunya “Pengelolaan Pengajaran”,
(Rohani dan Ahmadi, 1991: 173-175) perlu meninjau dari berbagai segi sehingga akan
mudah memahami bagaimana sebenarnya evaluasi ini. di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Formatif


Fungsi dari evaluasi formatif adalah untuk memperbaiki proses belajar-mengajar.
2. Manfaat Evaluasi

13
Dalam evaluasi formatif ini, ada beberapa manfaat yang dingkap oleh Suharsimi
Arikunto yaitu manfaat bagi siswa, guru dan program sekolah yang penjabarannya sebagai
berikut:
1) Manfaat bagi siswa:
a. Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program
secara menyeluruh atau belum
b. Merupakan penguatan bagi siswa dan memperbesar motivasi siswa untuk belajar
giat
c. Untuk perbaikan belajar siswa
d. Sebagai diagnosa kekurangan dan kelebihan siswa
2) Manfaat bagi guru:
a. Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh
siswa
b. Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum dikuasai siswa
3) Manfaat bagi program sekolah:
a. Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat atau tidak
b. Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat
yang belum diperhitungkan
c. Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang
akan dicapai atau tidak
d. Apakah metode, pendekatan dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat atau
tidak (Arikunto, 1996: 34-36)
3. Waktu Pelaksanaan
Sesuai dengan fungsi dan tujuan evaluasi formatif, maka evaluasi ini dilakukan untuk
menilai hasil belajar jangka pendek dari suatu proses belajar mengajar atau pada akhir unit
pelajaran yang singkat yaitu satuan pelajaran. Sebab perbaikan belajar mengajar itu hanya
mungkin jika dilakukan secara sistematis dan bertahap.
4. Aspek Tingkah Laku Yang Dinilai
Aspek tingkah laku yang dinilai dari evaluasi formatif ini cenderung terbatas pada segi
kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (ketrampilan) yang terkandung dalam tujuan khusus
pelajaran. Untuk menilai segi afektif (sikap dan nilai), maka penggunaan penilaian formatif
tidaklah tepat. Sebab untuk menilai perkembangan segi afektif ini diperlukan periode
pengajaran yang cukup panjang.
5. Cara Menyusun Soal

14
Sesuai dengan fungsi evaluasi formatif, maka evaluasi ini harus disusun dengan
sedemikian rupa sehingga benar-benar mengukur tujuan khusus pengajaran yang dicapai.
Oleh karena itu, soal harus dibuat secara langsung dengan menjabarkantujuan khusus
pengajaran ke dalam bentuk pertanyaan. Pada evaluasi formatif ini, masalah tingkat
kesukaran dan daya pembeda tiap-tiap soal tes tidak begitu penting.
6. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan
Sesuai dengan fungsi evaluasi formatif, maka sasaran penilaian adalah kecakapan nyata
setiap peserta didik. Oleh karena itu, pendekatan dalam penilaian evaluasi formatif adalah
penilaian yang bersumber pada kriteria mutlak.
7. Cara Pengolahan Hasil Evaluasi
Ada beberapa cara pengolahan hasil evaluasi formatif. Cara-cara tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Menghitung presentase peserta didik yang gagal dalam setiap soal. Dengan melihat
hasil presentase ini, guru akan dapat mengetahui sejauh mana tujuan khusus
pengajaran (TKP) yang bersangkutan dengan soal telah dicapai atau dikuasai oleh
kelas.
b. Menghitung presentase penguasaan kelas atas bahan yang telah disajikan. Dengan
kata lain, berapa persen kah dari bahan yang telah disajikan itu dikuasai kelas. Cara
pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan keterangan, apakah keterangan apakah
kriteria keberhasilan belajar yang diharapkan telah tercapai.
c. Menghitung presentase jawaban yang benar yang dicapai setiap peserta didik dalam
tes secara keseluruhan. Dengan angka presentase ini, guru akan dapat mengetahui
sampai berapa jauh penguasaan setiap peserta didik atas bahan yang telah diajarkan.
Dengan kata lain, sejauh mana tingkat keberhasilan setiap peserta didik atas unit
pengajaran yang telah diajarkan ditinjau dari sudut kriteria keberhasilan belajar yang
diharapkan atau yang telah ditetapkan.
8. Penggunaan Hasil Evaluasi
Hasil pengolahan evaluasi formatif sebagaimana disebutkan di atas, dapat digunakan
untuk keperluan-keperluan sebagai berikut:
a. Atas dasar angka presentase peserta didik yang gagal dalam setiap soal. Guru dapat
mempertimbangkan apakah bahan pelajaran yang bersangkutan dengan soal tes perlu
dibicarakan lagi secara umum atau tidak.
b. Atas dasar angka presentase penguasaan kelas atas bahan yang telah disajikan, guru
dapat menilai dirinya sendiri mengenai kemampuannya dalam mengajar. Jika angka

15
itu belum mencapai kriteria keberhasilan umpamanya, maka guru akan mencari
sebabnya dan kemudian ia akan memikirkan perbaikan-perbaikan apa yang perlu
diadakan agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara efisien dan efektif
sehingga kriteria keberhasilan itu dapat tercapai.
c. Dengan mengetahui presentase jawaban yang benar dari setiap peserta didik dalam tes
secara keseluruhan, guru dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada pada
setiap peserta didik sehingga guru mendapat bahan yang dapat dijadikan sebagai dasar
pertimbangan apakah peserta didik perlu dapat bantuan atau pelayanan khusus dari
guru untuk mengatasi kesulitan dalam belajar. (Rohani dan Ahmadi, 1991: 173-175)
9. Contoh Evaluasi Formatif
Berikut ini akan disajikan bentuk-bentuk contoh evaluasi formatif dengan berbagai
pengolahan:
a. Mengolah hasil setiap tujuan khusus pengajaran (TKP)
TKP merupakan penjabaran dari pokok bahasan dalam satuan pengajaran. Dalam
pengelolaan ini, kita mencari presentase gagal pada setiap soal dari keseluruhan peserta didik
pengikut tes. Misalnya: pada satuan pelajaran IPA untuk SD kelas V berdasarkan TKP-TKP
yang ada disusun soal-soal tes sebagai alat evaluasi. Setelah tes dilakukan, kita periksa dan
kita hitung berapa persen peserta didik yang gagal pada setiap soal.
Bidang pengajaran : IPA
Catur wulan I
Kelas V
Jumlah peseta didik : 40 orang
Pokok bahasan :
- tumbuh tumbuhan dan peristiwa alam
-hewan dan peristiwa alam
Soal-soal tes Presentase peserta didik yang gagal
- Sebutkan manfaat hutan bagi manusia ? 25 %
- Apakah yang terjadi ketika terjadi penebangan hutan secara liar ? 10 %

Soal no
1. Dari 40 orang pengikut tes terdapat 30 orang peserta didik yang menjawab dengan tepat.
Ini berarti ada 10 orang peserta didik yang gagal.
Jadi: 10 x 100 % = 25 % peserta didik yang gagal.
40

16
2. Mengolah hasil evaluasi sebagai nilai harian
Pada pengolahan evaluasi ini, pengolahan didasarkan atas “ukuran mutlak” dengan
mempergunakan rumus:
s.a = s.r x 10
s.i
s.a: skor akhir
s.r: skor real
s.i: skor ideal
10: skor 1-10
Skor akhir yang diperoleh peserta didik ialah skor ideal atau skor yang berupa raw score
(skor mentah) yang dicapainya, dibagi dengan skor ideal (skor tertinggi yang mungkin
dicapai bila semua soal dikerjakan benar), kemudian hasil baginya dikalikan 10 (bila
menggunakan skala 10 atau dikalikan dengan 100 (bila menggunakan skala 100). Kalau
peserta didik (Abdullah) memperoleh dari 20 soal tersebut skor realnya 86, maka nilai akhir
peserta didik tersebut adalah:
86 x 10 = 8.6 (dalam skala 10)
100

b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setelah sekumpulan progrm
pelajaran selesai diberikan. Dengan kata lain evaluasi yang dilaksanakan setelah seluruh unit
pelajaran selesai diajarkan. Adapun tujuan utama dari evaluasi sumatif ini adalah untuk
menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh
program pengajaran dalam jangka waktu tertentu. (Sudijono, 2007: 23) Seperti halnya
evaluasi formatif yang dikatakan Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi dalam bukunya
“Pengelolaan Pengajaran”, (Rohani dan Ahmadi, 1991: 176-179), untuk membahas evaluasi
sumatif ini, perlu meninjau dari berbagai segi sehingga akan mudah memahami bagaimana
sebenarnya evaluasi ini. di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Evaluasi Sumatif


Fungsi evaluasi sumatif ini adalah untuk menentukan angka kemajuan atau hasil
belajar peserta didik.
b. Manfaat Evaluasi Sumatif
Berikut ini merupakan beberapa manfaat yang didapat dari evaluasi sumatif:

17
1) Untuk menentukan nilai
2) Untuk menentukan seseorang anak dapat atau tidak mengikuti kelompok dalam
menerima program berikutnya
3) Untuk mengisi catatan kemampuan siswa (Arikunto, 1996: 36)
c. Waktu Pelaksanaan
Sesuai dengan fungsi evaluasi, maka evaluasi sumatif ini dilakukan untuk menilai
hasil belajar jangka panjang dari suatu proses belajar mengajar seperti pada akhir program
pengajaran.
d. Aspek Tingkah Laku Yang Dinilai
Karena evaluasi sumatif merupakan untuk menilai hasil jangka panjang, maka aspek
tingkah laku yang dinilai harus meliputi segi kognitif (pengetahuan), psikomotor
(ketrampilan) dan afektif (sikap dan nilai).
e. Cara Menyusun Soal
Penilaian sumatif ini merupakan evaluasi yang dilakukan pada akhir program
pengajaran. Ini berarti bahan pengajaran yang menjadi sasaran penilaian cukup luas dan
banyak. Oleh karena itu, tidak efisien jika soal-soalnya disusun atas dasar tujuan khusus
pengajaran (TKP) seperti pada evaluasi formatif. Akan tetapi penyusunan soal-soalnya harus
didasarkan pada tujuan umum pengajaran (TUP) yang ada di dalam program pengajaran
tersebut.
Selanjutnya, karena tujuan evaluasi sumatif itu untuk menentukan angka kemajuan
setiap peserta didik yang di antaranya untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus tidaknya,
maka masalah tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Artinya, soal-soal itu harus disusun
sedemikian rupa sehingga mencakup yang mudah, sedang dan sukar yang jumlahnya
perbandingannya sekitar 3 : 5 : 2, perbandingan ini tidak harus mutlak demikian. Masalah
tingkat kesukaran soal ini dimaksudkan agar hasil penilaian dapat memberi gambaran
mengenai tingkat kecerdasan atau kemampuan atau kepandaian tiap-tiap peserta didik atas
dasar klasifikasi kurang, sedang dan pandai.

Di samping masalah tingkat kesukaran soal, pada evaluasi sumatif ini diperhatikan daya
pembeda dari setiap soal. Artinya setiap soal harus mempunyai daya untuk membedakan
peserta didik yang pandai dengan yang kurang atau tidak pandai. Tapi tingkat kesukaran dan
daya pembeda suatu soal itu hanya dapat diketahui melalui analisis soal setelah tes itu
dicobakan. Untuk itu perlu diperhatikan pengetahuan lebih lanjut mengenai teknik penilaian
pendidikan yang menyangkut masalah “analisis soal”.

18
f. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan
Pada evaluasi sumatif, ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menilai: 1)
penilaian yang bersumber pada kriteria mutlak dan 2) penilaian yang bersumber pada norma
relatif (kelompok)
g. Cara Pengolahan Hasil Evaluasi
Karena pada evaluasi sumatif ini ada dua pendekatan dalam mengevaluasi, maka
pengolahan hasilnya pun ada dua cara:
1) Pengolahan hasil evaluasi berdasarkan ukuran mutlak. Jika pengolahan hasil
evaluasi itu berdasarkan ukuran atau kriteria mutlak, maka yang harus dicari
adalah presentase jawaban benar yang dicapai oleh setiap peserta didik.
2) Pengolahan hasil evaluasi berdasarkan norma relatif (kelompok). Untuk mengolah
hasil evaluasi yang berdasarkan norma relatif, digunakan nilai-nilai yang standar
seperti skala nilai 0 – 10 atau skala nilai 0 – 100. Untuk merubah nilai atau skor
mentah ke dalam skor terjabar berdasarkan skala penilaian tertentu, maka
prosedur atau langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyusun distribusi atau frekwensi skor yang diperoleh peserta didik
b. Menghitung angka rata-rata
c. Menghitung standar devisi
d. Mengubah skor ke dalam skala penilaian yang dikehendaki
e. Penggunaan Hasil Evaluasi
h. Pada evaluasi sumatif, hasilnya digunakan antara lain sebagai berikut:
a. Menentukan kenaikan kelas
b. Menentukan angka raport
c. Mengadakan seleksi
d. Menentukan lulus tidaknya peserta didik
e. Mengetahui status setiap peserta didik dibandingkan dengan peserta didik
lainnya dalam kelompok yang sama

i. Contoh Evaluasi Sumatif


Berikut ini akan disajikan bentuk-bentuk contoh evaluasi sumatif dengan berbagai
pengolahan: (Rohani dan Ahmadi, 1991: 192-194)
a. Pengolahan berdasarkan “ukuran mutlak”
Pengolahan skor mentah (raw score) dengan ukuran mutlak dalam standar atau skala
10 dengan mempergunakan ketentuan rumus

19
s.a = s.r x 10
s.i
s.a: skor akhir
s.r: skor real
s.i: skor ideal
10: skor 1-10
Contoh:
Di dalam evaluasi sumatif dari suatu bidang pengajaran dibuat soal-soal sebagai
berikut:
a) Tes bentuk B – S : 30 soal, skor 1 untuk setiap soal yang benar
b) Tes bentuk pilihan jamak : 50 soal, n = 3 skor 1 per soal yang benar
c) Tes bentuk uraian : 4 soal, skor 5 untuk setiap soal yang benar dan memakai bobot
2 soal mudah berbobot 1 masing-masingnya.
- 1 soal sedang berbobot 2
- 1 soal sukar berbobot 3
Skor tertinggi yang mungkin dicapai peserta (disebut juga skor ideal) dari tes tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Tes benar – salah : 30 x 1 = 30
b) Tes pilihan jamak : 50 x 2 = 100
c) Tes bentuk uraian : 2 mudah : 2 x 5 x 1 = 10
1 sedang : 1 x 5 x 2 = 10
1 sukar : 1 x5 x 3 = 15
Jumlah skor ideal = 165
Di antara peserta didik suatu kelas yaitu kelas A, B dab C berhasil mengerjakan soal-
soal tes sebagai berikut:
nama Benar-salah Pilihan jamak Bentuk uraian
dibuat benar Dibuat benar Skor no 1 2 3 4
A 30 21 49 31 5 5 3 2
B 25 21 40 31 5 5 3 2
C 25 25 35 30 5 4 5 4
Skor mentah (raw score) mereka masing-masing, bila dengan “rumus tebakan” (untuk
B-S dan pilihan jamak) adalah sebagai berikut:
Si A = (21 – 9) x 1 + (31 – 18 ) x 2 + (10 x 1) + (3 x 2) + (2 x 3) = 78
3–1

20
Si B = (21 – 4) x 1 + (31 – 9 ) x 2 + (10 x 1) + (3 x 2) + (3 x 3) = 95
3–1
Si C = (25 – 0) x 1 + (30 – 5 ) x 2 + (9 x 1) + (5 x 2) + (5 x 3) = 111
3–1
Skor akhir A = 78 x 10 = 4,72 (atau 5)
165
Skor akhir B = 95 x 10 = 5,75 (atau 6)
165
Skor akhir C = 111 x 10 = 6,72 (atau 7)
165
b. Pengolahan berdasarkan “ukuran relatif (kelompok)”
Pengolahan yang berdasarkan ukuran relatif ini ditujukan untuk menilai / mengukur
prestasi seseorang dibandingkan dengan nilai prestasi rata-rata dari kelompoknya. Dengan
kata lain, pengolahan yang berdasarkan ukuran relatif menentukan kedudukan peserta didik
masing-masing di dalam kelasnya. Karena pengukuran “prestasi seseorang” dalam
pengolahan berdasarkan ukuran relatif ini dibandingkan dengan hasil rata-rata kelompok
dalam bilangan, maka kita pergunakan teknik-teknik statistik yang sederhana yaitu teknik
menyusun distribusi frekuensi.
Teknik Menyusun Distribusi Frekuensi
Distribusi: penyebaran
Frekuensi: berapa kali datang yang sejenis pada suatu saat tertentu, atau berapa banyaknya
yang sejenis pada suatu kelompok atau berapa kali suatu kelompok muncul dalam kelompok
angka atau skor tertentu.
(1) Data yang mempunyai frekuensi sama
Hasil tes 8 orang peserta didik adalah sebagai berikut:
Pada data sebelah kiri ini kita lihat, bahwa setiap angka hanya diperoleh seorang
peserta didik. Frekuensi setiap angka sama yaitu satu.
(2) teknik menyusun distribusi frekuensi tidak sama
pada suatu tes, 10 orang peserta didik memperoleh skor sebagai berikut:
dari data hasil tes seperti contoh di samping, ternyata:
yang memperoleh angka 75 = 1 orang
yang memperoleh angka 65 = 2 orang
yang memperoleh angka 60 = 4 orang
yang memperoleh angka 56 = 2 orang

21
yang memperoleh angka 55 = 1 orang
Perbedaan Evaluasi Formatif Dan Sumatif
Seperti yang dikatakan Rusman mengutip pendapatnya Scriven, dia (Scriven) telah
membuat perbedaan antara evaluasi sumatif dan formatif. Dalam evaluasi sumatif, evaluasi
berfungsi untuk menetapkan keseluruhan penilaian program. Termasuk menilai keseluruhan
manfaat program tertentu dalam hubungannya dengan kontribusi terhadap kurikulum sekolah
secara total. Dalam evaluasi formatif meliputi pembuatan penilaian dan usaha untuk
menentukan sebab-sebab khusus. Informasi yang diperoleh dalam evaluasi formatif memberi
kontribusi terhadap revisi program. Ini memungkinkan pengembang kurikulum untuk
mengubah dan mengembangkan kurikulum sebelum menetapkan bentuk final.

22
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Desain pembelajaran merupakan rancangan atas proses pembelajaran berdasarkan


kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya sehingga menjadi acuan dalam
pelaksanaannya untuk menciptakan pembelajaran yang efektif. Dengan tujuan menciptakan
pembelajaran yang efektif dan efisien dengan meminimalisir kesukaran siswa dalam
memahami pembelajaran. Untuk menciptakan pembelajaran yang efektif penyusunan strategi
instruksional haruslah didasarkan atas tujuan instruksional yang akan dicapai sebagai kriteria
utama. Di samping itu, penyusunan tersebut didasarkan pula atas pertimbangan lain, yaitu
hambatan yang mungkin di hadapi pengembang instruksional atau pengajar seperti waktu,
biaya, dan fasilitas.

3.2 SARAN
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

23
DAFTAR PUSTAKA
https://amirulbahri.wordpress.com/2011/07/22/evaluasi-sumatif-dan-evaluasi-formatif/.

https://isnaizakiya29.wordpress.com/2014/05/24/desain-pembelajaran-perencanaan-
pembelajaran-dan-kurikulum/
http://kampuspendidikan.blogspot.co.id/2014/02/2-ketrampilan-hidup-yang-fundamental.html

24

Anda mungkin juga menyukai