Anda di halaman 1dari 105

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang memerlukan hubungan
dengan manusia lainnya. Interaksi sosial antar manusia ditandai dengan
hubungan–hubungan antara individu dengan individu, maupun individu dengan
kelompok. Manusia sebagai makhluk yang berpikir dan sebagai individu
memerlukan cara mengaktualisasikan pikirannya agar dapat dipahami oleh
manusia lainnya yang disebut dengan komunikasi. Dalam berkomunikasi ini
memerlukan bahasa baik secara tulisan ataupun lisan sebagai alat perantara untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain (Sofyan Sauri, 2006: 48).
Komunikasi pada dasarnya adalah hubungan yang saling dipahami antara
subjek dengan objek yang berkomunikasi. Komunikasi adalah proses interaksi
antara orang atau kelompok ke kelompok yang ditujukan untuk mempengaruhi
sikap dan perilaku orang-orang dan kelompok-kelompok dalam suatu interaksi.
Dalam berkomunikasi dan menggambarkan pikirannya kepada orang lain,
manusia memerlukan simbol-simbol yang dipahami dalam suatu kelompok
masyarakat. Salah satu simbol itu adalah bahasa, baik lisan maupun tulisan
(Sofyan Sauri, 2006: 49).
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi antar manusia. Dalam ruang
lingkup sosial budaya, komunikasi antar manusia dibatasi oleh nilai nilai yang
disepakati bersama dalam komunikasi, bahasa tidak hanya saja menjadi alat
komunikasi, tetapi juga menjadi ciri dari derajat pengguna bahasa tersebut di
antara sesamanya. Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang atau
manusia memberikan tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud
pembicaraan melalui bahasa, gerak-gerak badaniah, sikap, perasaan-perasaan apa
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian
memberikan reaksi atau tanggapan terhadap perasaan yang ingin disampaikan
oleh orang lain tersebut (Sofyan Sauri, 2006: 34).

1
Menurut Ahmad Tafsir (2013: 64), tujuan pendidikan islami adalah:
mewujudkan manusia sebagai hamba Allah. Tujuan ini berlaku untuk
semua manusia. Jadi menurut islam, tujuan pendidikan haruslah
mewujudkan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan
dirinya kepada Allah dengan senantiasa beribadah hanya kepada Allah
swt.

Islam juga menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu


merealisaikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah.
Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalah beribadah kepada-Nya. Ini
diketahui dari firman Allah swt:

ِ ‫س ِإ ََّّل ِليَ ْعبُد‬


‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخ َل ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل ْن‬
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”. (QS. Az-Dzariyat, (51): 56)

Sedangkan pendidikan agama islam adalah pendidikan yang mengajarkan


kepada manusia yang dilahirkan dalam keadaan kosong, dalam arti tidak memiliki
pengetahuan apa pun tentang agama atau nilai-nilai yang terkandung dalam
ajaran agama islam yang berfungsi untuk menanamkan pengetahuan dan
keyakinan terhadap ajaran islam itu sendiri serta bertujuan untuk membentuk
manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, beramal sholeh dengan
adanya komunikasi, sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia dapat
diketahui oleh kelompok yang lain. Hal itu kemudian menjadikan bekal-bekal
berupa potensi untuk mengembangkan diri menjadi pemegang sebagai khalifah di
muka bumi serta merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan
dilakukannya (Muhibin Syah, 2014: 22).
Al-Qur’an diturunkan kepada manusia yang dijadikan pedoman yang sangat
penting baginya yang dapat dipahaminya dengan melakukan komunikasi. Karena
itu, Al-Qur’an memberikan tuntunan tata cara berkomunikasi diantaranya dengan
berbahasa santun. Berbahasa santun dalam Al-Qur’an berkaitan dengan cara
pengucapan, perilaku, dan kosakata yang santun serta disesuaikan dengan situasi
dan kondisi (lingkungan) penutur, sebagaimana dalam ayat berikut:
    
    
 
2
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (QS. Luqman,
(31): 19).

Dari ayat di atas Allah mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an mendorong


manusia untuk berbahasa santun dalam menyampaikan pikirannya kepada orang
lain. Kesantunan tersebut merupakan gambaran dari manusia yang memiliki
akhlakul karimah, sedangkan orang yang tidak berbahasa santun Allah swt
mengumpamakan dan dipadankan dengan binatang. Dalam ayat lain Allah swt
berfirman:
   
  
   
  
    
   
  
dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "Ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
(QS. Al-Israa’, (17): 23).

Dalam ayat di atas kesantunan berkaitan dengan orang yang diajak bicara.
Pembicaraan yang santun adalah pembicaraan yang disesuaikan dengan orang,
situasi, dan kondisi lingkungan yang diajak bicara. Bicara dengan orang tua
dilakukan dengan menempatkan mereka pada posisi yang tinggi dan terhormat,
karena pemilihan kata dan cara mengatakan disesuaikan dengan kehormatan yang
dimilikinya. Jadi kata “ah” saja dalam berbicara dengan orang tua merupakan
perkataan terlarang atau tidak santun. Oleh karena itu, dalam konteks ini tutur
kata yang dianjurkan adalah kata-kata yang berkonotasi memuliakan orang tua.
Upaya untuk menciptakan lingkungan madrasah/sekolah agar siswa-siswi
mampu bertutur kata yang santun merupakan hal yang sangat penting, karena
madrasah/sekolah sekarang ini tengah bergerak ke arah yang semakin maju dan
modern. Setiap perubahan yang terjadi di madrasah/sekolah melahirkan

3
konsekuensi-konsekuensi tertentu yang berkaitan dengan masalah nilai dan moral,
misalnya kemajuan bidang komunikasi melahirkan pergeseran budaya belajar
anak-anak dan benturan antara tradisi barat yang bebas dengan tradisi timur yang
penuh dengan keterbatasan norma. Demikian dampaknya pada nilai-nilai budaya
termasuk berbahasa santun di kalangan generasi muda termasuk pelajar. Dalam
kondisi ini, pendidikan khususnya madrasah/sekolah dituntut untuk memiliki
kemampuan mendidik dan mengembangkan etika berbahasa santun agar siswa
dapat berkomunikasi dengan lebih baik.
Melalui pendidikan dan pengajaran agama islam yang disampaikan oleh
semua guru mata pelajaran yang mana merupakan aspek terpenting dalam sebuah
pendidikan dan yang sangat mendapat perhatian khusus dari para orang tua,
maka pendidikan dan pengajaran agama islam pada anak masa usia sekolah,
seharusnya dilakukan oleh orang tua yang dibantu oleh guru selama berada di
lingkungan madrasah/sekolah, yaitu dengan membiasakan kepada akhlakul
karimah yang diajarkan oleh semua guru. Untuk menumbuhkan kebiasaan
berakhlakul karimah seperti berbahasa santun, kejujuran, keadilan dan
sebagainya, orang tua dan para guru harus memberikan teladan, karena anak
pada usia ini sangat mudah untuk menirunya. Apabila siswa-siswi telah terbiasa
berbahasa santun dan dibiasakan pula berbuat kebaikan, maka akan tertanamlah
dalam jiwanya dan menjadi salah satu unsur kepribadian pada dirinya, akhirnya
sedikit demi sedikit masuk dalam pembinaan mental siswa-siswi tersebut.
Penulis menyadari bahwa akhlakul karimah merupakan pedoman bagi
manusia untuk menjalani kehidupannya dengan berperilaku baik dengan tidak
meninggikan dirinya sendiri maupun orang lain, sebagai manusia yang
mempunyai fitrah untuk berakhlak mulia dan dengan berakhlakul karimah
tersebut dapat membawa manusia selamat dalam sebuah kehidupan baik di dunia
maupun di akherat. Kebahagiaan tersebut dapat dicapai dengan dasar iman yang
kuat, bulat, teguh, dan dilakukanya dengan benar. Allah berfirman dalam Al-
Qur’an:
  
  
 
4
“Orang-Orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka
kebahagiaan di dunia dan di akherat tempat mereka kembali yang baik”.
(QS. Ar-Ra’d, (13): 29).
Bagaimanapun juga berbahasa yang baik merupakan cermin kepribadian
yang baik. Fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan antara lain :
1. Banyak siswa-siswi menggunakan lidahnya secara bebas tanpa disadari
dengan pertimbangan moral, nilai, maupun agama. Akibat kebebasan
tanpa nilai itu mengakibatkan berbagai pertentangan dan perselisihan di
kalangan siswa.
2. Berbahasa tidak santun dapat melahirkan kesenjangan komunikasi
sehingga menimbulkan situasi yang buruk dalam berbagai lingkungan
baik keluarga, madrasah/sekolah, maupun masyarakat seperti tawuran,
pencurian, penyalahgunaan obat terlarang dan tindakan kriminal dan
lain-lain.
3. Sering kali ucapan para siswa dalam berkomunikasi antara siswa
dengan siwa masih ada yang menggunakan bahasa yang tidak santun
seperti kata anjing, siak, maneuh, aing dan sebagainya.
4. Perilaku santun terlihat dari sikap siswa saat bertemu guru, karyawan,
dan dengan siswa sendiri seperti salam, jabatan tangan, dan cium
tangan. Namun kenyataannya jauh dari apa yang diharapkan.

Penulis juga telah melihat serta mendengar dengan nyata bahwa terdapat
dari para siswa dan beberapa guru yang lainnya bahwa di Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 7 Baleendah yang berlokasi di Jln. Siliwangi KM 15 Kelurahan
Manggahang Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung masih terdapat sebagian
dari warga sekolah khususnya siswa-siswinya dan sebagian kecil dari guru-
gurunya, pegawainya dan tata laksananya yang belum sadar untuk menggunakan
bahasa santun dengan maksimal dalam berkomunikasi dengan temannya misalnya
masih terdapat di antara mereka yang menggunakan bahasa yang kasar, bahasa
preman, bahasa terminal bahkan masih ada yang menggunakan bahasa binatang
seperti kata anjing, siak, maneuh, aing dan sebagainya tanpa memperdulikan
dampak negatif dari pembicaraan tersebut.

5
Penulis juga merasa berkewajiban untuk mengadakan sebuah perubahan
atau perbaikan dalam penggunaan bahasa untuk berkomunikasi sehingga sangat
diharapkan agar seluruh warga sekolah dapat mengubah atau memperbaiki
bahasanya dari bahasa yang tidak santun menjadi bahasa yang santun tentunya
dimulai dari keteladanan guru dalam penggunaan bahasa santun dalam kehidupan
sehari-hari khususnya di lingkungan madrasah/sekolah.
Berdasarkan dari kenyataaan diatas penulis merasa tertarik dan terpikirkan
untuk mengadakan penelitian dari sebuah studi kasus yang akan dituangkan dalam
sebuah tesis yang berjudul “PENGARUH STRATEGI GURU AGAMA
ISLAM DALAM MENANAMKAN AKHLAK PADA SISWA“ (Uji banding
di SMKN 7 Baleendah Kabupaten Bandung).

B. PERUMUSAN DAN PEMBATASAN MASALAH


1. Perumusan Masalah
Penulis menyadari benar bahwa perkembangan pembiasaan akhlakul
karimah siswa di lingkungan sekolah masih sangat memprihatinkan dan
jauh dari nilai kesopanan yang kita harapkan. Tentunya masih terdengarnya
bahasa yang kasar, bahasa preman, bahasa terminal bahkan masih banyak
pula yang menggunakan bahasa binatang yang sudah tidak aneh lagi di
lingkungan sekolah. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya:
a. Pengaruh bahasa yang digunakan orang tua,
b. Pengaruh bahasa yang digunakan oleh guru agama islam,
c. Pengaruh bahasa pergaulan dengan teman sebayanya,
d. Pengaruh lingkungan/masyarakat tempat tinggal siswa,
e. Pengaruh dari tekanan psikologis siswa,
f. Dan pengaruh dari makanan dan minuman yang dimakannya.
2. Pembatasan Masalah
Mengingat sangat luasnya faktor dalam penelitian masalah ini dan
untuk lebih terarahnya pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis
membatasi permasalahan yaitu tentang pengaruh strategi guru agama islam
melalui peneladanan, pengajaran, bahada santun, pembiasaan, pemotivasian,

6
dan penegakan aturan dalam menanamkan akhlak pada siswa di SMKN 7
Baleendah Kabupaten Bandung.
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang
bahasa yang sering digunakan oleh guru agama islam dalam berkomuniksi
dengan siswa sangat memberikan dampak yang signifikan terhadap akhlak
siswanya.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengaruh strategi guru agama islam melalui peneladanan,
pengajaran, bahada santun, pembiasaan, pemotivasian, dan penegakan
aturan dalam menanamkan akhlak pada siswa di SMKN 7 Baleendah
Kabupaten Bandung.

2. Manfaat Penelitian
Sedangkan secara substansial diharapkan agar peneliti dapat
mengetahui teori tentang pendidikan akhlak dan mendapatkan data-data
tentang sikap guru agama islam dalam memberikan teladan terhadap siswa
serta mengetahui bagaimana pengaruh strategi guru agama islam melalui
peneladanan, pengajaran, pembiasaan, pemotivasian, bahada santun dan
penegakan aturan dalam menanamkan akhlak pada siswa di SMKN 7
Baleendah Kabupaten Bandung.

D. ASUMSI DAN PERTANYAAN PENELITIAN


1. Asumsi Penelitian
Pendidikan akhlak berkaitan erat dengan pendidikan agama, hampir
para filosof pendidikan islam sepakat bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa
pendidikan islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan islam adalah mendidik
jiwa dan pendidikan akhlak.

7
Berbahasa santun dan lemah lembut dalam ajaran agama islam sangat
dianjurkan sekali sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
    
    
 
“dan sederhanalah kamu dalam berjalandan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (QS.
Luqman, (31): 19).

2. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengadakan penelitian di SMKN 7
Baleendah untuk dapat menjawab pertanyaan dari masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh strategi guru agama islam dalam upaya
menanamkan akhlak pada siswa di SMKN 7 Baleendah?
2. Bagaimana penerapan program sekolah dalam upaya
menanamkan akhlak pada siswa di SMKN 7 Baleendah?
3. Apakah faktor pendukung dan penghambat dalam upaya
menanamkan akhlak siswa di SMKN 7 Baleendah?

E. METODOLOGI PENELITIAN.

1. Metodologi Penelitian
Dalam tesis ini penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif
disesuaikan dengan masalah yang akan di bahas dan cara mengumpulan data
yang akan dijadikan data dalam penelitian ini.
Metodologi adalah ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk memperoleh
kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam
menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.
Penelitian adalah riset. Riset berasal dari bahasa inggris research, research
yang berasal dari kata re (kembali) dan search (mencari). Secara etimologi
penelitian berarti "mencari kembali" yaitu mencari fakta-fakta baru yang
kemudian dikembangkan menjadi sebuah teori untuk memperdalam dan
memperluas ilmu tertentu. Setiap ilmuwan baik eksakta maupun sosial
dalam melakukan penelitian harus didasari dengan adanya rasa
keingintahuan. Rasa ingin tahu itu dapat menimbulkan keinginan mereka
8
dalam melakukan penelitian untuk memperdalam dan memperluas ilmu
yang ditekuni.

Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan


prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Penelitian
merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan
sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan
terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan
jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai
aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian. Setiap orang
mempunyai motivasi yang berbeda, di antaranya dipengaruhi oleh tujuan
dan profesi masing-masing. Motivasi dan tujuan penelitian secara umum
pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian merupakan refleksi dari
keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui sesuatu.
Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi untuk
melakukan penelitian.
Sementara itu, menurut Sugiono (2009: 15), metode penelitian
kualitatif adalah:
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifsime,
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument
kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara purposive
dan snowbaal, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi
(gabungan) analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.
2. Tempat Penelitian
Peneliti dalam penelitiannya memilih tempat di Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 7 Baleendah yang berlokasi di Jln. Siliwangi KM 15
Kelurahan Manggahang Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Telp
(022)-87799654, dengan menggunakan kurikulum KTSP dan K 2013 dan
program keahliannya antara lain:
a. Program keahlian tehnik mesin otomotif,
9
b. Program keahlian tehnik audio video,
c. Program keahlian tehnik sepeda motor,
d. Program keahlian tehnik gambar bangunan.
3. Sumber Data
Sumber data adalah sumber informasi. Dalam penelitian lapangan di
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Baleendah, yang dijadikan sumber
data atau sumber informasi ada dua macam yaitu data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer
Nina Nurmila (2/27/2015) menjelaskan data primer adalah data
yang dapat diperoleh lansung dari lapangan atau tempat penelitian.
Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi lansung
tentang keteladanan guru agama islam dalam berbahasa santun di
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Baleendah yaitu dengan cara
wawancara terhadap kepala sekolah, wakil kepala bidang kurikulum
dan kesiswaan, guru BK, guru agama islam dan siswanya.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan
dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat
pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-
dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Data sekunder juga
dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi,
lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementerian-
kementerian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories, dan
sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk
memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah
dikumpulkan melalui wawancara lansung dengan kepala sekolah,
wakil kepala bidang kurikulum dan kesiswaan, guru BK, guru agama
islam dan siswanya.

4. Teknik Pengumpulan Data

10
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting
dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam
mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan
data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh
data yang diperlukan.Teknik pengumpulan data yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi langsung dan studi
dokumentasi.
5. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif
interpretatif. Analisis data dilakukan secara terus menerus sejak awal
hingga akhir penelitian. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu
data yang berupa kalimat atau pernyataan/wawancara, catatan-catatan,
alat perekam audio video yang diinterpretasikan untuk mengetahui
makna serta untuk memahami keterkaitan dengan permasalahan yang
sedang diteliti.

F. SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika yang digunakan dalam proposal penelitian tentang efektivitas
keteladanan guru agama islam dalam berbahasa santun terhadap pendidikan
akhlak siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Baleendah Kabupaten
Bandung adalah sebagai berikut :
Bab 1. Bab ini berisi tentang pendahuluan yang mengandung latar
belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, asumsi dan pertanyaan penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penelitian.
Bab II. Bab ini berisi tentang kajian teori, yang memuat 2 teori yaitu
teori utama yang terdiri dari teori peneladanan, pengajaran, bahada santun,
pembiasaan, pemotivasian, dan penegakan aturan dan teori tentang pendidikan
akhlak. serta teori pendukung yang terdiri dari implementasi pendidikan akhlak di
SMKN7 Baleendah, aspek-aspek perkembangan, faktor pendukung, faktor

11
penghambat dan keberhasilan penanaman pendidikan akhlak pada siswa di
SMKN7 Baleendah.
Bab III. Bab ini berisi tentang pendekatan dan metode penelitian, lokasi
dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, sumber dan jenis data dan
analisis data.
Bab IV. Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan, profil
sekolah, riwayat singkat dan geografis, visi dan misi, keadaan guru dan siswa,
sarana dan prasarana, program sekolah dalam pendidikan akhlak, pelaksanaan
program sekolah terhadap pendidikan akhlak, faktor pendukung dan penghambat
serta keberhasilan keteladanan guru agama islam dalam berbahasa santun
terhadap pendidikan akhlak dan pembahasannya.
Bab V. Bab ini berisi tentang penutup yang memuat simpulan dan saran.
Untuk halaman terakhir memuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

12
BAB : II
LANDASAN TEORI

A. Teori Pentingnya Menanamkan Pendidikan Akhlak Pada Siswa


1. Teori Keteladanan
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang
berarti cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu
peperangan ( Abu Ahmadi, 2005: 37). Menurut Eti Rochaety ( 2005: 27),
strategi adalah suatu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu yang
menghubungkan kesatuan strategi organisasi dengan lingkungan yang
dihadapi agar tujuan organisasi tercapai. Strategi yang dilakukan guru
agama islam dalam upaya menanamkan pendidikan akhlak pada siswa,
terdapat beberapa cara diantaranya dengan keteladanan, berbahasa santun
dalam berkomunikasi serta penenggakan aturan.
Sedangkan kata teladan dalam Al-Qur’an disebut dengan uswah yang
diberi sifat dengan hazanah artinya baik. Sehingga ada ungkapan uswatun
hazanah artinya teladan yang baik. Menurut Al-Ashfahani, sebagaimana
dikutip oleh Arief Armai bahwa uswah berarti suatu keadaan ketika
seorang manusia mengikuti manusia lain baik dalam kejelekan maupun
dalam kebaikan (Arief Armai, 2002: 17). Sehingga keteladanan yang di
maksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat
pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik.
Menurut Ahmad Tafsir (2005: 112), peneladanan itu ada dua macam;
sengaja dan tidak sengaja. Peneladanan yang disengaja yaitu seorang guru
memberikan contoh yang baik kepada siswanya supaya dapat menirunya.
Seperti membaca yang baik, mengerjakan sholat yang benar, cara
melaksanakan haji yang benar dan sebagainya. Sedangkan peneladanan
yang tidak disengaja yaitu keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan,
sifat keikhlasan, sifat tawadhu, dan yang harus dikembangkan dan
direalisasikan dalam peneladanan di lingkungan sekolah, diantaranya;

13
a. Jujur
Jujur atau benar adalah “memberitahukan, memutuskan sesuatu
dengan sebenarnya”. Jujur termasuk golongan ahlak mahmudah/terpuji.
Benar artinya sesuatu yang sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya,
dan tidak hanya perkataan tetapi juga perbuatan. Dalam bahasa Arab,
benar/jujur disebut shidiq (al-Shidqu), lawan dari al-kidzbu (bohong dan
dusta). Kebenaran atau kejujuran adalah sendi-sendi yang terpenting bagi
berdiri tegaknya masyarakat. Tanpa kebenaran akan hancurlah masyarakat
sebab hanya dengan kebenaran maka dapat tercipta adanya saling pengertian
dan kepercayaan. Maka ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil agar
mereka terbiasa melakukan kejujuran. Kita tidak akan merasa tentram bila
melakukan kebohongan, dengan demikian kita akan selalu dapat
mengembalikan diri dari ketidak jujuran sehingga orang lain akan merasa
senang kepada kita. Sebagaimana firman Allah SWT:
  
   

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang orang yang benar”. (QS. At-Taubah, (9): 119).
b. Sabar
Sabar adalah tindakan yang tidak tergesa-gesa atau tindakan ngotot
dalam mencapai suatu tujuan, tetapi bukan berarti malas berusaha. Sabar
adalah salah satu sifat keutamaan yang sangat dibutuhkan oleh seorang
muslim, baik dalam kehidupan dunia maupun dalam kehidupan agamanya.
Seorang muslim harus membiasakan diri menanggung segala yang
dibencinya tanpa mengenal bosan, menantikan hasilnya berapapun jauhnya
dan menghadapi bebannya betapapun beratnya. Manusia sebagai khalifah di
muka bumi ini, maka Allah akan memberikan ujian dan cobaan kepada umat
manusia sebagaimana frman Allah dalam surah Muhammad (47) ayat 31:
  
 
 


14
“Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar kami
mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan
agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu”.
Sabar terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1) Sabar karena taat kepada Allah, artinya sabar untuk tetap
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
dengan senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada-Nya. Allah SWT
berfirman dalam surah Ali-Imran (3) ayat 200:
 
 
 
  

“Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)
dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”.
2) Sabar menjauhi maksiat, artinya bersabar diri untuk tidak melakukan
perbuatan yang dilarang agama. Untuk itu, sangat dibutuhkan
kesabaran dan kekuatan dalam menahan hawa nafsu, sebagaimana
firman Allah berfirman dalam surah Yusuf (12) ayat 53:
    
  
      
 
Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena
Sesungguhnya nafsz’ itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
3) Sabar karena musibah, artinya sabar pada saat ditimpa kemalangan,
serta cobaan dari Allah. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah (2)
ayat 155-157:
  
  
  
  
  
  
   
  
15
  
   
 
 
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan
Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. Mereka itulah yang mendapat
keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

c. Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia W.J.S.
Poerwadarminta (1993: 137), adalah “keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya” artinya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dan sebagainya. Tanggung jawab ini pula memiliki arti yang
lebih jauh bila memakai imbuhan, contohnya ber-, bertanggung jawab
dalam kamus tersebut diartikan dengan “suatu sikap seseorang yang secara
sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani
memikul segala resikonya”.
Dalam arti lain Purwanto Ngalim (1995: 112), dalam bukunya
Psikologi Pendidikan menjelaskan bahwa tanggung jawab adalah “integritas
individual”. Perlu menjadi perhatian yang utama, adalah bagaimana
membentuk pola pikir anak agar pada suatu saatnya nanti mampu memiliki
integritas-tanggung jawab baik itu secara pribadi maupun dalam kehidupan
kolektif, sebagaimana hal itu tercantum dalam definisi diatas. Dengan kata
lain, tanggung jawab yang dimaksudkan di sini adalah suatu investasi yang
tak ternilai harganya, yang ditanamkan pada seorang anak demi masa
depannya kelak. Dan penanaman tanggung jawab itu sendiri hanya dapat
tercapai jika dijalani lewat proses pendidikan.
Setiap manusia tentu memiliki tanggung jawab baik terhadap dirinya,
keluarga maupun lingkungannya. Untuk itu maka sekolah sebagai lembaga

16
pendidikan dapat melakukan merancang dan menanamkan pendidikan
akhlak tersebut yang diterapkan dalam kehidupan di lingkungan sekolah.

d. Bergaya hidup sehat


Berkaitan dengan gaya hidup sehat, jelas bahwa islam mengajarkan
tentang kebersihan bahkan dalam kitab-kitab fiqih tepatnya pada bab awal
dapat dipastikan membahas tentang thaharah (bersuci). Hal ini sebagai
berlandaskan pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 222:
    
   
     
     
      
  
mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: Haidh itu
adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, Maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang menyucikan diri.

Makna dari ayat di atas jelas bahwa menjaga kebersihan merupakan


bagian dari iman kita yang kemudian dipertegas oleh sabda Rasul SAW
dalam hadits riwayat Imam Baihaqi:

)‫اْلسالم نظيف فتنظفوا فإنه َّل يد خل الجنة إَّل نظيف (رواه البيهقي‬
”Agama islam itu (agama) yang bersih, maka hendaklah kamu menjaga
kebersihan, karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-
orang yang bersih”. (Sayyid Sabiq, 1990: 61).

2. Teori Pengajaran
Pengajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada internalisasi, dan pengalaman nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pendidikan ke arah terbentuknya
akhlak para siswa merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu,
pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat
jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki akhlak hanya
dibebankan pada guru mata pelajaran tertentu, seperti guru pendidikan dan

17
kewarganegaraan atau guru pendidikan agama islam. Walaupun dapat
dipahami bahwa porsi yang domain untuk mengajarkan pendidikan akhlak
adalah para guru yang relevan dengan pendidikan akhlak. Tanpa terkecuali,
semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang
berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun
bila seorang guru pendidikan dan kewarganegaraan mengajarkan
menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi,
sementara guru lain dengan cara otoriter, atau seorang guru agama dalam
menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan
memberikan contoh perilaku para nabi dan sahabat, sementara guru lain
hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab.
Setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh
pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran
yang dikemas dalam kompetensi dasar (KD). Rumusan tujuan yang
berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghapal saja sudah tidak dapat
dipertahankan lagi, para guru harus dapat membuka diri dalam
mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas
manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hapalan tertentu. Oleh karena
itu, menurut (Hasan, 2000: 22) pemaksaan suatu pengembangan tujuan di
dalam kompetensi dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu
pada hapalan semata.
Adapun ruang lingkup bahan pelajaran agama islam, meliputi tujuh
unsur pokok, yaitu; 1) Keimanan. 2) Ibadah. 3) Al-Qur’an. 4) Ahklak. 5)
Muamalah. 6) Syariah. 7) Tarikh. Selain itu pendidikan agama islam di
sekolah terdiri dari beberapa aspek di atas memiliki karakteristik tersendiri,
yaitu:
1. Aspek Al-Qur’an–Hadist, menekankan pada kemampuan baca
tulis yang benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual
serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.

18
2. Aspek Akidah, menekankan pada kemampuan memahami dan
mempertahankan keyakinan/keimanan yang benar serta menghayati
dan mengamalkan nilai–nilai al-asma’ al-husna.
3. Aspek Akhlak, menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan
akhlak terpuji dan menjauhi Akhlak tercela dalam kehidupan
sehari-hari
4. Aspek Fiqih, menekankan pada kemampuan cara melaksanakan
ibadah dan muamalah yang baik dan benar.
5. Aspek Tarikh & Kebudayaan Islam, menekankan pada kemampuan
mengambil ibrah (contoh/hikmah) dari peristiwa-peristiwa
bersejarah (islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan
mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, ekonomi, iptek
dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan peradaban islam.
(Muhaimin, 2009: 330).

3. Teori Komunikasi Dan Bahasa Santun


a. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah pertukaran verbal dari sebuah pemikiran atau
gagasan. Komunikasi adalah proses yang dengan melaluinya kita dapat
memahami orang lain, dan pada gilirannya berusaha untuk dapat dipahami
orang lain. Proses itu dinamis, berubah dan berganti secara konstan dalam
merespon setiap situasi secara keseluruhan.
Sofyan Sauri (2006: 55) dalam bukunya pendidikan berbahasa santun
menyatakan, kemampuan berfikir dan berkomunikasi hakikatnya berangkat
dari fitrah manusia dan dikembangkan melalui proses pendidikan. Berfikir
dan berkomunikasi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisah-pisahkan.
Karena komunikasi merupakan produk berfikir mengaktualisasikan
pikirannya dalam bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal, baik
dalam lisan maupun tulisan.
Komunikasi yang dipraktikan dan dipahami selama ini, awal mulanya
bersumber dari bahasa latin communicatio, artinya pemberitahuan atau

19
pertukaran pikiran. Istilah itu diadopsi dalam bahasa inggris communication
dan diartikan “hubungan” selanjutnya dalam bahasa Indonesia disebut
dalam istilah komunikasi.
Bertolak dari Pengertian dan batasan komunikasi sebagaimana telah
diuraikan diatas, tentunya mendapat gambaran mengenai sejumlah
komponen atau unsur yang terlibat dalam komunikasi, dimana semua
menjadi persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan,
b) Komunikan : Orang yang menerima pesan
c) Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang
atau aksesoris lainnya
d) Media : Saran atau aturan yang mendukung pesan
bila komunika jauh dari tempatnya, atau
jumlahnya banyak
e) Efek : Dampak, sebagai pengaruh dari pesan
(Effendi, 1992: 6).

Komunikasi dapat di definisikan sebagai proses pengiriman informasi


dari satu orang kepada orang lainnya. Definisi ini meminta perhatian
terhadap tiga hal penting: (1) Komunikasi melibatkan orang dan oleh karena
itu, pemahaman komunikasi mencakup upaya memahami bagaimana
berhubungan satu sama lain; (2) komunikasi melibatkan pengertian yang
sama, artinya agar orang dapat berkomunikasi mereka harus sepakat
mengenai definisi dari istilah yang mereka gunakan; dan (3) komunikasi
bersifat simbolik: gerak-isyarat, bunyi, huruf, angka, dan kata-kata hanya
dapat mewakili atau mengira-ngirakan gagasan yang hendak mereka
komunikasikan.
Komunikasi tidak terbatas dengan hanya menyampaikan informasi,
tetapi lebih lanjut dapat menimbulkan pembentukan pendapat dan sikap.
Selanjutnya Uchyana (1993: 27), mendefinisikan komunikasi sebagai satu
proses yang terdiri dari pengirim mengirimkan pesan melalui sarana kepada
20
penerima yang menanggapi. Model ini menunjukan tiga unsur pokok
komunikasi, yaitu: (1) Pengirim, (2) Pesan, (3) Penerima. Jelasnya, jika
salah satu unsur tidak ada, maka tidak akan mungkin terjadi komunikasi.

Pengirim Pesan Penerima

Dalam sebuah organisai, pengirim adalah seorang yang mempunyai


informasi, kebutuhan atau keinginan, dan sebuah maksud untuk
disampaikan kepada satu orang atau lebih. Guru juga dapat menyampaikan
informasi kepada para peserta didik, dan peserta didikpun dapat
menyampaikan informasi yang diterimanya kepada teman-temannya yang
lain ataupun orang tua/wali mereka.
Pesan adalah bentuk fisik dalam salah satu bentuk yang dapat dialami
dan ditangkap oleh satu atau lebih indra penerima. Saluran adalah media
pengirim dari satu orang ke orang lainnya. Saluran sering tidak dapat
dipisahkan dari pesan. Agar komunikasi efektif dan efisien, saluran harus
sesuai dengan pesan.
Walaupun mempunyai banyak saluran yang tersedia, pemimpin
mungkin tidak selalu menggunakan salah satu saluran yang paling efektif.
Saluran komunikasi pilihannya mungkin dituntun oleh kebiasaan atau
preferensi pribadi. Komunikasi tertulis dan komunikasi grafik, seperti:
memo, surat, laporan, dan cetak biru dapat memberikan keuntungan umpan
balik dengan segera. Maka dalam memilih saluran yang tepat, komunikator
hendaknya memutuskan apakah kejelasan atau umpan balik yang lebih
dipentingkan.
Penerima adalah seorang yang indranya menangkap pesan pengirim.
Pesan hendaknya di sesuaikan dengan latar belakang penerima, karena jika
pesan tidak sampai pada penerima maka komunikasi tidak akan terjadi.
Situasi tersebut tidak berbeda dengan situasi dimana pesan sampai pada
penerima, namun si penerima tidak memahaminya.

21
b. Macam-Macam Komunikasi
Selanjutnya Alwasilah (1996: 19), telah mengemukakan bahwa
karakteristik dalam berkomunikasi ada dua sifat, yaitu komunikasi yang
bersifat satu arah (one way communication) atau komunikasi yang bersifat
dua arah (two way communication). Dalam Komunikasi satu arah, pengirim
berkomunikasi tanpa mengharapkan atau memperoleh umpan balik
penerima. Komunikasi dua arah terjadi apabila penerima memberi umpan
balik kepada pengirim. Salah satu contonya adalah dalam rapat dengan
dewan guru, dimana pemimpin menyampaikan saran dan menerima
pernyataan atau asal usul balasan. Cara komunikasi yang mana yang akan
digunakan tergantung pada alasan serta situasinya untuk berkomunikasi.
Komunikasi didalam lingkungan sekolah/madrasah dapat dilakukan
dengan menggunakan komunikasi oral, tulisan, maupun non verbal. Yang
termasuk dalam komunikasi oral yaitu: percakapan secara langsung (face to
face conversation), diskusi-diskusi kelompok, pembicaraan telepon, dan
situasi lainnya dimana pengirim pesan menggunakan kata-kata yang
diucapkan untuk berkomunikasi. Namun, komunikasi oral ini memiliki
kekurangan, seperti: masalah ketidaktepatan saat pengirim pesan memilih
kalimat yang akan diutarakan atau kesalahan dalam menyatakan penjelasan
dengan tepat, gaduh yang mengganggu proses, atau penerima pesan lupa
salah satu bagian dari keseluruhan pesan. Dalam komunikasi dua arah
seperti ini pengirim dan penerima pesan memiliki sedikit waktu berfikir,
mempertimbangkan respon, atau untuk mengenalkan banyak fakta-fakta
baru. Selain itu juga bentuk komunikasi seperti ini tidak memiliki catatan
permanen atas apa yang telah diucapkan.
Komunikasi tertulis dapat memecahkan banyak masalah permasalahan
yang timbul dalam komunikasi oral. Komunikasi tertulis mempunyai
keuntungan tersendiri. Dua keuntungan tersebut adalah komunikasi tertulis
cukup akurat dan meninggalkan catatan atau bukti dari sebuah komunikasi.
Salain itu, pengirim dapat menggunakan waktunya untuk mengumpulkan
dan menyelaraskan informasi dan kemudian merancang serta
22
memperbaikinya sebelum dikirimkan. Pihak penerima surat juga dapat
menggunakan waktunya untuk membaca secara seksama dan berulang-
ulang sesuai kebutuhan. Karena alasan-alasan tersebut, komunikasi lebih
dipilih ketika ada informasi yang perlu diuraikan lebih rinci.
Walaupun demikian, ternyata komunikasi tertulis tidak terjadi seiring
yang dibayangkan dan bukan juga model komunikasi yang diharapkan
seorang guru. Hal yang kurang menguntungkan dari komunikasi tertulis
adalah umpan baliknya yang lambat karena ketika seseorang mengirimkan
surat kepada pihak lain, surat tersebut harus ditulis atau didikte, diketik,
dikirim, diposting, diterima (dicatat), dan dibaca. Jika terjadi
kesalahpahaman pada isi surat, mungkin perlu beberapa hari untuk diketahui
dan diperbaiki. Sedangkan komunikasi melalui telepon misalnya, dapat
menyelesaikan semua masalah dalam hitungan menit.
Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang disampaikan dengan
tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi ini menggunakan ekspresi
wajah, gerakan tubuh, kontak fisik, atau bahasa tubuh lainnya.
Ketiga cara komunikasi diatas tentu saja harus digunakan oleh seorang
guru saat berkomunikasi. Meskipun pada saat pelaksanaannya penggunaan
cara komunikasi tersebut tidak harus digunakan semuanya dalam waktu
yang bersamaan. Cara berkomunikasi dapat disesuaikan dengan kepentingan
dan seberapa cepat respon ingin diterima. Dan agar komunikasi maksimal,
seorang guru seharusnya tidak memberikan informasi yang tumpang tindih
atau terlalu banyak sehingga informasi yang tumpang tindih tersebut akan
membingungkan penerima pesan.
c. Berkomunikasi Dengan Bahasa Santun
Bahasa adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Bahasa merupakan hal yang hakiki yang membedakan manusia dengan
binatang. Bahasa tidak hanya berfungsi untuk mengkomunikasikan pikiran,
perasaan dan emosi. Bahasa juga dipakai untuk mencari informasi,
mengungkapkan penalaran individu, memberi jalan keluar bagi perasaan
dan emosi, membangkitkan perbuatan pada orang lain.
23
Berbahasa santun merupakan suatu tingkah laku yang membantu
membentuk akhlak anak, yang membawanya dari dunia egosentris kepada
dunia sosiosentris. Belajar berbahasa santun atau berbicara sopan
merupakan suatu proses yang panjang dan rumit. Anak belajar berbicara
sopan sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan utama baginya untuk belajar
berbicara sopan merupakan sebuah keinginan untuk memperoleh informasi
tentang lingkungannya, dan kemudian mengenal dirinya sendiri sebagai
anak yang berakhlaqul karimah.
Dalam lingkungan sekolah seringkali anak mengalami kesukaran
untuk mengatakan apa yang ingin dikatakannya dengan bahasa yang santun.
Kebanyakan anak-anak menjadi kurang percaya diri apabila menggunakan
bahasa santun dalam kesehariannya karena pengaruh atau ejekan teman
sebayanya. Berbahasa santun itu merupakan pencerminan ketenangan
emosional yang menunjukan tanda-tanda keserasian dalam perkembangan
jiwanya.
Standarisasi berkomunikasi dengan bahasa santun dijelaskan dalam
Al-Qur’an diantaranya sebagai berikut:
1. Qaulan Sadida Al-Ahzab [33]: 70
  
   

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah
dan Katakanlah Perkataan yang benar”.

Sedangkan ketika Hamka (1987: 274), menafsirkan qaulan


sadida pada (QS Al-Ahzab [33]: 70), adalah ucapan yang tepat
yang timbul dari hati yang bersih, sebab ucapan adalah gambaran dari
apa yang di dalam hati. Orang yang mengucapkan kata-kata yang
dapat menyakiti orang lain menunjukkan orang itu memiliki jiwa yang
tidak jujur. (Sofyan Sauri, 2006: 80).
2. Qaulan Ma’rufa QS. An-Nisa [4]: 5, disebut dalam Al-Qur’an di
empat tempat, QS. Al-Baqarah [2]: 235, An-Nisa [4]: 5 dan 8, QS.
Al-Anfal [23]: 32
24
  
  
  
 
  
 
dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan, berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka kata-kata yang baik. (QS. An-Nisa [4]: 5).

Muhammad Amir (1999: 85) menyebut arti qaulan ma’rufa


sebagai perkataan yang baik dan pantas. Baik artinya sesuai dengan
norma dan nilai, sedangkan pantas sesuai dengan latar belakang dan
setatus orang yang mengucapkannya. Qaulan ma’rufa juga
mengandung arti ucapan yang halus sebagaimana ucapan yang disukai
perempuan dan anak-anak; pantas untuk diucapkan oleh pembicara
maupun untuk orang yang diajak bicara. (Sofyan Sauri, 2006: 81).
3. Qaulan Baligha (QS. An-Nisa, [4]: 63)
  
   
  
   
 
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di
dalam hati mereka, karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan
berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan
yang berbekas pada jiwa mereka.
Qaulan baligha diartikan sebagai pembicaraan yang fasih, jelas
maknanya, dan terang, serta tepat mengungkapkan apa yang di
kehendakinya. Lebih lanjut Hamka (1987: 142), menyebutkan makna
qaulan baligha sebagai ucapan yang sampai pada lubuk hati orang
yang diajak bicara, yaitu kata-kata yang fashahat dan balaghat (fasih
dan tepat ); kata-kata yang membekas dalam hati sanubari. Kata-kata
semacam itu, tentu saja adalah kata-kata yang keluar dari lubuk hati
sanubari orang yang mengucapkannya. (Sofyan Sauri, 2006: 82).

25
4. Qaulan Maysura (QS Al-Isra, [17]: 28)
  
  
  
  
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat
dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada
mereka Ucapan yang pantas”.

Ibnu Katsir (2000: 50 julid 3), menyebutkan makna qaulan


maysura dengan ucapan yang pantas, yakni ucapan janji yang
menyenangkan, misalnya ucapan: “jika aku mendapat rezeki dari
Allah, aku akan mengantarkannya ke rumahmu“. Al-Maraghi (1943:
190 jilid 2), mengartikan dalam konteks ayat ini, yaitu ucapan lunak
dan baik atau ucapan janji yang tidak mengecewakan. (Sofyan Sauri,
2006: 84).

5. Qaulan Layyina (QS Thaha, [20]: 44)


    
  
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".

Qaulan layyina dari segi bahasa berarti perkataan yang lemah


atau lembut. Berkata layyina adalah berkata lemah lembut. Lemah
lembut mengandung makna strategi sebagaimana diungakapkan oleh
Al-Maraghi, (1943: 156 jilid 2), bahwa ayat ini berbicara dalam
konteks pembicaraan antara Nabi Musa menghadapi Firaun. Allah
mengajarkan agar Nabi Musa berkata lemah lembut supaya Fir’aun
tertarik dan tersentuh hatinya sehingga dapat menerima dakwahnya
dengan baik (Sofyan Sauri, 2006: 85).

6. Qaulan Karima (QS Al-Isra, [17]: 23)


   
  
   
  
    

26
   
  
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Al-Maraghi (1943: 162 jilid 2), menafsirkan qaulan karima


dengan merujuk kepada pernyataan Ibn Musyayyab, yaitu ucapan
mulia itu bagaikan ucapan seorang budak yang bersalah di hadapan
majikannya yang galak. Ibnu Katsir (2000: 43 jilid 3), menjelaskan
makna qaulan karima dengan arti lembut, baik dan sopan disertai tata
krama, penghormatan dan pengagungan (Sofyan Sauri, 2006: 86).

4. Teori Pembiasaan
Inti pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan akhlak
yang baik. Akhlak yang baik itu dicapai dengan keberagaman yang
baik, keberagaman yang baik dapat tercipta antara lain dengan
pembiasaan (Ahmad Tafsir, 2012: 231). Selanjutnya menurut Aan
Hasanah (2011: 129), pembiasaan merupakan upaya untuk melakukan
stabilitas dan pelembagaan nilai-nilai keimanan dalam peserta didik
yang diawali dengan aksi rohani (sholat, shaum) dan aksi jasmani.
Sikap dan perilaku manusia yang menjadi akhlak sangat erat
hubungannya dengan kebiasaan. Banyak sebab-sebab yang
menjadikan adat kebiasaan antara lain karena kebiasaan yang sudah
ada sejak nenek moyangnya, sehingga dia menerima sebagai sesuatau
yang sudah ada kemudian melanjutkannya karena peninggalan orang
tuanya, mungkin karena juga tempat tinggal dia dan bergaul yang
membawa dan memberi pengaruh yang kuat dalam kehidupannya
sehari-hari.
Pembiasaan dapat dilakukan dalam pembelajaran dengan
perencanaan khusus dalam waktu tertentu seperti:

27
1. Biasakan siswa untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam pembelajaran.
2. Biasakan siswa untuk bertanya dalam setiap pembelajaran.
3. Biasakan siswa belajar dengan kelompok supaya tercipta
masyarakat belajar.
4. Guru harus membiasakan diri menjadi model dalam setiap
pembelajaran
5. Biasakan melakukan refleksi pada akhir pembelajaran.

Selain itu ada beberapa pembiasaan yang dapat dilakukan di


lingkungan sekolah diantaranya; membaca doa dan asmaul husna,
membaca Al-Qur’an pada jam pertama serta senyum, sapa dan salam.

5. Teori Pemotivasian
Motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan
individu. (Mujib, 2012: 122). Sedangkan motivasi kegiatan belajar
adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan
belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat dicapai. (Sardiman, 2001:
100). Diantara teknik untuk menimbulkan motivasi siswa adalah
pemberian hadiah dan hukuman. Dalam penanaman pendidikan
akhlak pemotivasian dapat dilakukan dengan cara targhib dan tarhib,
perumpamaan, mau’idhah dan kisah. Targhib adalah janji yang
disertai bujukan untuk menunda kemashlahatan, kelezatan dan nikmat.
Sedangkan tarhib adalah ancaman melalui hukuman disebabkan oleh
terlaksananya sebuah kesalahan. (An-Nahlawi, 1995: 296).

6. Teori Penegakan Aturan


Penegakan aturan merupakan aspek yang harus diperhatikan
dalam pendidikan akhlak. Peraturan yang dikeluarkan oleh sekolah
merupakan aspek pertama yang harus ada dalam upaya pengembangan
suasana sekolah yang kondusif. Salah satu dari peraturan adalah tata
tertib sekolah yang memuat hak, kewajiban, sanksi dan perhargaan
28
bagi siswa, kepala sekolah, guru dan karyawan. Tata tertib ini
hendaknya mencerminkan nilai-nilai ketaqwaan. ( Ahmad Tafsir,
2008: 115).
Menurut Ahmad Tafsir (2008: 150), ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam tata tertib sekolah dalam rangka
peningkatan iman dan takwa antara lain:
1) Kewajiban mengucapkan salam antar teman, kepala sekolah dan
guru serta karyawan pada pagi hari hari dan sore hari.
2) Berdoa sebelum guru akan memulai mengajar ketika akan diakhiri
di siang hari.
3) Kewajiban untuk melakukan ibadah bersama.
4) Kewajiban untuk mengikuti hari besar islam.
5) Kewajiban menghindari rasa dan sikap permusuhan, perselisihan,
serta mengembangkan sikap disiplin, ikhlas, tawaqal.
6) Siswa berpakaian sesuai dengan nilai-nilai islam.

Pendidikan akhlak harus melibatkan seluruh komponen


lingkungan secara komprehensip. Lingkungan harus didesain
sedemikian rupa agar memperoleh hasil yang maksimal dalam
mencapai tujuan. Komponen-komponen tersebut meliputi keluarga,
pemerintah dan institusi pendidikan. Dengan demikian penegakan
aturan bisa dijalankan secara konsisten dan berkesinambungan
sehingga segala kebiasaan baik dari adanya penegakan aturan akan
membentuk karakter berperilaku (Aan Hasanah, 2011: 131)

B. Penerapan Program Sekolah Dalam Pendidikan Akhlak


1. Pengertian Pendidikan
Kata “Pendidikan” dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama
paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi
dikenal dengan nama educare yang artinya membawa keluar.
Sedangkan dalam bahasa Belanda istilah pendidikan disebut dengan
nama opvoeden yang berarti adalah membesarkan atau

29
mendewasakan, dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
educate/education yang berarti to give and intellectual training yang
artinya menambahkan moral dan melatih intelektual. (Noeng
Muhadjir, 1993: 15).
Pendidikan dalam pengertian umum yaitu proses transmisi
pengetahuan dari satu orang kepada orang lainnya atau dari satu
generasi ke generasi lainnya, dan berlangsung seumur hidup, selama
manusia masih ada di muka bumi maka pendidikan akan terus
berlangsung.
Menurut Ahmad Tafsir (2005: 47), karakter itu sama dengan
akhlak. Pendapat beliau ini didasari dari Ibn Miskawaih yang
memberikan pengertian akhlak sebagai berikut :

‫حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر ورؤية‬


“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.

Hal di atas terlepas dari pendapat Al-Ghazali yang memberikan


pengertian akhlak sebagai berikut:

‫عبارة عن هيئة في نفس راسخة عنها تصدر األفعال بسهولة ويسر من غير‬
‫حاجة الي فكر ورؤية‬
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan”. (Abuddin Nata, 1996: 3)

Menurut Abuddin Nata (1996: 1), akhlak itu Al-sajiyah (Perangai),


Ath-Thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), Al-Adat (Kebiasaan,
kelaziman), Al-Maru’ah (Peradaban yang baik), dan Ad-Din (Agama).
Adapun konsep akhlak Ibn Miskawaih, dalam pengertian di atas
mengandung 2 macam; Pertama, Akhlak yang bersifat alamiah dan asli
yang tampak dalam temperamen yang dengannya manusia dapat berbuat
marah atau yang lainnya. Kedua, akhlak yang tumbuh karena hasil
pembebasan dan pemikiran tetapi hal selanjutnya secara bertahap dapat
berlangsung secara kontinyu dan menjadi kepribadian atau watak seseorang
(Muhaimin, 2002: 45).
30
Selanjutnya menurut Ibn Miskawaih akhlak tidak bersifat natural
atau pembawaan, tetapi hal itu perlu diusahakan. Perubahan pada akhlak
dapat dilakukan secara bertahap. Oleh sebab itu manusia yang
menginginkan mencapai akhlak yang baik harus mengikuti cara latihan.
Sebuah ilustrasi digambarkan, bahwa seorang anak memiliki sifat
kesederhanaan sehingga ia tidak menginginkan untuk berbuat jahat. Seorang
anak juga memiliki rasa menghormati dirinya. Dengan demikian ia menolak
perbuatan yang jahat. Semua itu harus dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam membina akhlak. Manusia membutuhkan kebaikan,
melalui usaha, ia memilih karakter yang dapat dicapai melalui belajar dan
senantiasa bersifat peduli terhadapnya. Jika pembawaan yang bersifat halus
diabaikan dan tidak dirancang untuk dibina atau diperbaiki, maka setiap
orang dapat tumbuh dalam kesesuaian dengan naturalnya, dan ia akan tetap
dalam hidupnya dalam kondisi dimana ia selalu berada dalam kekanak-
kanakan. (Koesoema, 2007: 49).

2. Pentingnya Pendidikan Akhlak


Kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter sudah lama
disarankan oleh pendidik, orang tua dan masyarakat pada umumnya.
Berbagai studi sudah dilakukan akan pentingnya menanamkan kejujuran,
ketelitian, disiplin, menghargai orang lain, sopan dan santun dalam
perilaku, menghormati yang lebih tua. Hasil penelitian Chicago Tribune US
Dept of Healt & Human Services tentang faktor-faktor resiko gagal sekolah
pada anak-anak, justru bukan pada kemampuan kognitif, melainkan
psikososial (kecerdasaan emosi dan sosial) rasa percaya diri (confidence),
ingin tahu (curiosity), motivasi, control diri (self-control), bekerja sama
(cooperation), mudah bergaul, konsentrasi, empati, dan kemampuan
berkomunikasi (Ratna Megawangi, 2004: 37).
Kecenderungan akhir-akhir ini bangsa Indonesia sedang dilanda
permasalahan krisis karakter yang berakibat pada kurangnya kemampuan
masyarakat untuk bekerja sama mencapai cita-cita yang diharapkan. Selain
itu sebagian masyarakat pada era globalisasi ini lebih bersikap pragmatis
31
dibandingkan dengan idealis, jalan menerobos yang menghalalkan berbagai
cara seperti korupsi, memperoleh ijazah palsu semakin meningkat sehingga
merusak mental dan budaya bangsa.
Lebih lanjut Thomas Lickona (2003: 42), ahli pendidikan dari
Cortland University mencatat 10 tanda karakter generasi muda yang harus
diwaspadai yang akan membawa suatu negara menuju jurang kehancuran
antara lain: (1) Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2)
Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) Pengaruh per group
yang kuat dalam tindakan kekerasan, (4) Meningkatnya perilaku merusak
diri, seperti pengguaan narkoba, alkohol dan sex bebas, (5) Semakin
kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) Menurunnya etos kerja, (7)
Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) Rendahnya
rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) Membudidayanya
ketidak jujuran, (10) Adanya rasa saling curiga & kebencian diantara
sesama (Ratna Megawangi, 2004: 22).
Pendidikan akhlak adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan kesadaraan
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. (Aan
Hasanah, 2011: 39). Terdapat beberapa alasan perlunya pendidikan akhlak,
diantaranya: (1) Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya
kesadaran pada nilai-nilai moral, (2) Memberikan nilai-nilai moral pada
generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama,
(3) Peran sekolah sebagai tempat mendidik karakter menjadi semakin
penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari
orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan, (4) Masih adanya nilai-
nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian,
kepercayaan, rasa hormat, dan tanggung jawab, (5) Demokrasi memiliki
kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan
peraturan dari, untuk dan oleh masyarakat, (6) Tidak ada sebuah pendidikan
yang bebas nilai, (7) Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala
kita mau dan terus menjadi guru yang baik, dan (8) Pendidikan karakter
32
yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan
mengacu pada reformansi akademik yang meningkat. (Arif S. Santoso:
2014: 27).

3. Landasan Pendidikan Akhlak


Pendidikan akhlak merupakan sebuah istilah yang semakin hari
semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini.
Pendidikan akhlak adalah suatu upaya untuk membantu perkembangan jiwa
anak-anak baik lahir maupun bathin, dengan tujuan mengantarkan manusia
menuju insan yang lebih baik. Sebuah ilustrasi misalnya: anjuran atau
suruhan terhadap anak-anak untuk duduk baik, tidak teriak-teriak, agar tidak
mengganggu orang lain, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orang
tua, menyayangi yang muda, menghormati yang tua, menolong teman, dan
seterusnya itu merupakan bagian dari pendidikan karakter.
Begitu pentingnya pendidikan akhlak, maka para tokoh memberikan
sebuah pengertian dan syarat budaya yang berkembang, Seperti Dewantara
menurutnya yang harus dilaksanakan dalam pendidikan akhlak, yaitu
ngerti-ngeroso-ngalakoni artinya menyadari-menginsyafi-melakukan.
Dalam istilah orang Sunda, tekad-ucap-lampah artinya niat, ucapan dan
perbuatan. (E. Mulyasa, 2013: 1).
Sedangkan menurut Ratna Megawangi (2004: 95), ia berpendapat
bahwa pendidikan akhlak adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang
positif kepada lingkungannya. Berbeda dengan Fakry Gaffar (2005: 76),
menurutnya pendidikan akhlak adalah sebuah proses transformasi nilai-
nilai kehidupan untuk ditumbuh-kembangkan dalam kepribadian seseorang
sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Dalam definisi
Koesoema (2007: 5), menyebutkan 3 ide pikiran penting terkait hal di atas
yaitu: (1), Proses transformasi nilai-nilai (2), Ditumbuh kembangkan dalam
kepribadian (3), Menjadi satu dalam fikiran.

33
4. Tujuan Pendidikan Akhlak
Teori pendidikan Ibn Miskawaih didasarkan pada teori pendidikan
aristoteles yang menekankan segi intelektual, kejiwaan dan pendidikan
moral yang ditujukan pada upaya melahirkan manusia baik menurut
pandangan masyarakat dan agar mencapai kebahagiaan hidup yang abadi
dan mengamalkannya dangan dirinya sendiri (Muhaimin, 2005: 51)
Untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang
mengarah pada pembentukan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada
setiap satuan pendidikan. (E. Mulyasa, 2013: 9). Adapun tujuan pendidikan
akhlak di lingkungan sekolah sebagai berikut:

1. Mengutamakan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang


diangap penting dan perlu sehingga menjadi
kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan.
2. Mengoleksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-
nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan akhlak
secara bersama. (Koesoema, 2013: 9)
Adapun tujuan pendidikan akhlak dapat dicapai jika pendidikan
akhlak dilakukan secara benar dan menggunakan media yang tepat.
Pendidikan akhlak dilakukan setidaknya melalui berbagai media
diantaranya mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,
masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha dan media masa. Hal ini
mengandung pengertian bahwa sesungguhnya pendidikan akhlak bukan
semata-mata tugas sekolah, melainkan tugas dari semua institusi yang ada.

5. Prinsip Dasar Pendidikan Agama Islam


Dirjen Pendidikan Agama Islam Kementrian Agama Republik
Indonesia (2010: 33), telah mengemukakan bahwa akhlak/karakter dapat
34
diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat
diidentifikasikan pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti
secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dan bersifat
unik, maka karakter/akhlak sangat dekat dengan kepribadian individu.
Pendidikan akhlak memerlukan juga aspek perasaan (emosi), yang oleh
Lickona (1992: 25) disebut “desiring the good” atau keinginan untuk
melakukan kebajikan.
Pada kondisi ini menurut E. Mulyasa, (2013: 4) bahwa pendidikan
karakter/akhlak melibatkan bukan hanya aspek “knowing the good” tetapi
juga “desiring the good” atau “loving the good” dan “acting the good”,
sehingga manusia tidak berperilaku seperti robot yang diindikatori oleh
paham tertentu.
Pendidikan akhlak merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen; kesadaran,
pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan,
sehingga menjadi manusia sempurna sesuai kodratnya.
Hasyim Asy’ari dalam kitab “Adab Al-‘Alim Wa Al-Muta’allim”
juga menekankan konsep pendidikan akhlak, bahkan belajar diartikan
sebagai ibadah untuk mendapat ridho Allah, dalam rangka mengantarkan
manusia memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, serta untuk
melestarikan nilai-nilai (budaya) islam, dan tidak sekadar menghilangkan
kebodohan. Lebih lanjut, dalam sejarah pesantren Tebuireng Jombang yang
didirikannya, sejak awal berdirinya telah diselaraskan dengan tujuan
membentuk akhlak dan kemandirian santri. (E. Mulyasa, 2013: 7)
Secara history pendidikan akhlak telah ada sejak zaman Rasul SAW,
di mana beliau selaku seorang Nabi dan Rasul memberikan pengajaran
dengan menggunakan metode tauladan (uswah hasanah) yang didasari
sifat dasar insani nabi yakni sidik, amanah, fathonah dan tabligh. Untuk itu
kita sebagai umatnya tentu harus memiliki keempat sifat tersebut yang
35
selanjutnya diwujudkan dalam kehidupan keseharian, sebagaimana Allah
berfirman dalam Al-Qur’an:
     
   
  
   

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-
Ahzab, (33): 21).

Menurut Achmad Sanusi (2014: 84), bahwasanya sistem nilai terdiri


dari 6 hal yakni; Nilai Teologik, Nilai Fisiologik, Nilai Etik & Hukum, Nilai
Estetik, Nilai Rasional, Nilai Teologik. Dari keenam hal diatas, menurutnya
dapat bersifat kombinasi antara sistem nilai tersebut. Pada akhirnya dapat
terlihat apakah yang dilakukan diri pribadi itu hanya sekedar gaya, laga,
atau sudah menjadi karakter, kepribadian, bahkan menjadi jati diri bagi
individu, keluarga maupun organisasi.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pendidikan Akhlak


1. Implementasi Pendidikan Akhlak di Sekolah
Sebelum membahas lebih dalam mengenai karakteristik anak usia
SMK, penulis akan mengungkapkan pendapat Budiningsih (2004 : 16)
tentang pengertian karakteristik siswa, yaitu bagian-bagian pengalaman
siswa yang berpengaruh pada keefektifan proses belajar.
Anak usia SMK/SMA memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan
berbeda satu sama lain, tergantung dari faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangannya. Informasi mengenai karakteristik
remaja dan budayanya di daerah-daerah lain amat penting dipahami para
guru dan pendidik di bidang keagamaan. Mereka perlu memahami berbagai
aspek , diantaranya: pada tahap penalaran moral dimana remaja berada pada
tahap kepercayaan atau iman yakni posisi mereka berada, bagaimana
empati dan peran sosial mereka. Ini semua harus dijadikan pijakan dalam
mengerjakan program-program pembelajaran dan pembinaan moral/akhlak

36
bagi remaja. Pembahasan di dalam sub ini akan lebih di tekankan mengenai
karakteristik perkembangan anak usia SMK/SMA.
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan secara kuantitatif
pada material sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan (Ahmadi dan
Sholeh, 2005 : 5). Hasil dari sebuah pertumbuhan secara bertahap tersebut
dapat dilihat pada perubahan fisik anak, seperti badan tumbuh menjadi lebih
besar, tambah tinggi, pada anak perempuan biasanya ditandai dengan
payudara menjadi lebih besar, pinggul yang melebar, menyenagi teman
yang berlawanan jenisnya . Sedangkan pada anak laki-laki biasanya dimulai
dengan tumbuh kumis dan bulu-bulu halus di bagian badan, dan lain
sebagainya. Sedangkan arti perkembangan pada anak usia ini adalah suatu
proses secara perlahan menuju sebuah perubahan yang lebih dapat
mencerminkan sifat-sifat mengenai gejala psikologis yang tampak (Ahmad
dan Sholeh, 2005: 7). Contoh dari perkembangan yaitu perubahan perhatian,
ingatan ,pikiran, peasaan, kemauan dll.
Dari definisi diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang bersifat kualitatif
mengenai gejala psikologis yang tampak. Sedangkan pertumbuhan adalah
suatu proses perubahan yang bersifat kuantitatif, karena dapat diukur dan
ditimbang.
Masa remaja sedang berada dipersimpangan jalan antara dunia anak-
anak dan dunia dewasa. Oleh sebab itu, pada masa ini merupakan masa yang
penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi remaja itu sendiri, tetapi
juga bagi orang tua, guru dan masyarakat di sekitarnya (Tohirin, 2008: 42).
Dengan demikian, seorang remaja harus dibina dan diarahkan agar dalam
kehidupannya tidak terjadi perilaku yang menyimpang. Masa remaja terbagi
menjadi dua, yakni masa prapubertas (12-14 tahun), dan masa pubertas (14-
18 tahun). Sehingga dapat diketahui bahwa anak usia sekolah menengah
atas telah memasuki masa pubertas (14-18 tahun) di mana seorang anak
tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga mulai aktif. Keaktifan anak ini
dalam rangka menemukan jati dirinya, mencari pedoman hidup untuk bekal
37
kehidupannya mendatang, serta memasuki diri pada kegiatan
kemasyarakatan. Kegiatan tersebut dilakukannya dengan semangat yang
tinggi tetapi ia sendiri belum memahami akan hakikat dari sesuatu yang
dicarinya itu (Ahmad dan Sholeh, 2005: 124). Dengan demikian remaja
berjuang mencari keseimbangan antara tuntutan menciptakan identitas diri
berdasarkan dayanya sendiri dan identitas sebagaimana diharapkan dan
didukung oleh orang lain yang dipercayainya.
Pada masa pubertas, sikap hidup antara anak laki-laki dan perempuan
nampak berbeda. Anak laki-laki lebih aktif memberi, cenderung untuk
memberikan perlindungan, minatnya tertuju pada hal-hal yang bersifat
intelektual dan abstrak, berusaha memutuskan sendiri dan ikut berbicara,
serta bersifat objektif. Sedangkan anak perempuan lebih pasif dan
menerima, cenderung untuk menerima perlindungan, minat tertuju pada
yang bersifat emosional dan konkret, berusaha untuk mengikuti dan
menyenangkan kepada orang tua, serta sikap subjektif (Ahmad dan Sholeh,
2005: 125).
Menurut Tohirin (2008: 42-43), tugas-tugas perkembangan masa
remaja umumnya berkenaan dengan pencapaian dan persiapan memasuki
kehidupan (fase) berikutnya (dewasa), yaitu :
a. Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman
sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan
etika moral yang berlaku dalam masyarakat.
b. Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria atau wanita selaras
dengan tuntutan sosial dan kultural masyarakat.
c. Menerima kesatuan organ-organ tubuh sebagai pria atau wanita dan
menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-
masing.
d. Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu
yang bertanggungjawab di tengah-tengah masyarakatnya.

38
e. Mencapai kemerdekaan atau kebebasan emosional dari orang tua
dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi seorang
“person” (menjadi dirinya sendiri).
f. Mempersiapkan diri untuk mencapai karier tertentu dalam bidang
ekonomi.
g. Mempersiapjkan diri untuk memasuki dunia perkawinan atau
kehidupan berkeluarga (sebagai suami istri )
h. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman
bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk keperluan
kehidupan kewarganegaraannya.

2. Aspek-aspek perkembangan
Aspek perkembangan remaja menurut H. Syamsun Yusuf LN dalam
Syafaat (2008: 103-104);
a. Perkembangan fisik
Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa rentangan
kehidupan, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat.
Perubahan tubuhnya tidak serentak dan kadang-kadang tidak
seimbang, sehingga keserasian gerak hilang. Perubahan yang pesat ini
bila tidak dipahami oleh remaja bisa mengakibatkan kecemasan dan
menggoncangkan jiwanya. Kegoncangan jiwa remaja jika tidak
dikendalikan oleh dirinya sendiri dan diberi arahan orang tua atau
gurunya maka bisa mengakibatkan terjadinya perilaku yang
menyimpang.
b. Perkembangan intelektual
Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang berbagai
gagasan yang abstrak. Karena itu mereka telah mampu mengkritik
orang tuanya, guru, pemimpin yang menurut penilaian objektifnya
39
kurang baik. Seyogyanya orang tua dan guru bisa memberikan teladan
yang baik pada anak atau siswanya. Jika sedang dinasehati, remaja
cenderung melihat figur orang yang menasehatinya. Jika orang yang
menasehatinya berkelakuan buruk tapi memberikan nasihat yang baik,
maka remaja akan menyepelekan isi nasehat tersebut. Hal tersebut
berlaku sebaliknya.
c. Perkembangan emosi
Aspek ini remaja mencapai puncak emosional. Pertumbuhan
fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi perkembangan
emosi atau perasaan dan dorangan baru yang dialami sebelumnya,
seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan dengan
lawan jenis.

d. Perkembangan sosial
Pada masa ini remaja sudah mempunyai kemampuan untuk
memahami orang lain, sebagai individu yang unik, baik menyangkut
sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. Pada aspek ini
remaja cenderung menilai orang-orang disekitarnya. Remaja yang
baik akan memberikan penilaian yang baik pada suatu hal yang
benar-benar baik dan akan menirunya. Sesuatu hal yang buruk akan
dinilainya buruk pula dan berusaha untuk menjauhinya.
e. Perkembangan moral
Masa ini muncul dorangan untuk melakukan perbuatan-
perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku
bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga
psikologisnya. Menurut penulis, aspek perkembangan moral erat
kaitannya dengan perkembangan sosial. Karena pada perkembangan
sosial, remaja cenderung menilai orang lain, sedangkan pada
perkembangan moral remaja melakukan perbuatan-perbuatan yang
dapat dinilai baik oleh orang lain. Hal ini bisa saja karena remaja telah
40
melihat atau menilai perbuatan orang lain yang telah dikerjakan dan
dianggapnya baik.
f. Perkembangan kepribadian
Kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari fisik, sikap
kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon individu
yang beragam.
g. Perkembangan kesadaran agama
Pada masa ini kemampuan berfikir abstrak memungkinannya
dan mentransformasikan keyakinan beragamanya. Peserta didik dapat
mengapresiasi kualitas keabstrakan Tuhan Yang Maha Adil dan Maha
Kasih Sayang. Dengan demikian, guru pendidikan agama islam perlu
memahami perkembangan perasaan remaja yang tak menentu tersebut.
Dia juga perlu memberikan penjelasan tentang pertumbuhan dan
perkembangan remaja yang sedang dalam masa pubertas, mengenai
apa saja yang wajib dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Selain
itu, dia juga harus berperan dalam mengatasi kesulitan siswanya.

3. Faktor Pendukung
a. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama dalam pembinaan generasi muda.
Pendidikan akhlak sebenarnya dimulai sejak dalam kandungan.
Orang tua, terutama ibu yang mendidik buah hatinya sejak
didalam kandungan. Sang ibu selalu berusaha merangsang
perkembangan buah hatinya. Apapun ia lakukan agar buah
hatinya tumbuh berkembang menjadi orang yang sholeh.
Namun, upaya ibu tidak akan berhasil maksimal jika tidak
didukung oleh seluruh anggota itu. Oleh karena itu, orang
tuanya lah yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap
pendidikan buah hatinya. Sesuai dengan hadits Nabi
Muhammad SAW:
‫ع‬

41
‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ أَنَّهُ َكانَ َيقُو ُل قَا َل َر‬ َ
َ ْ ْ
‫علَى ال ِفط َرةِ فَأبَ َواهُ يُ َه ِودَانِ ِه‬ َّ ُ
َ ُ ‫سل َم َما ِم ْن َم ْولو ٍد ِإَّل يُولَد‬ َّ َ ‫َو‬
‫سانِ ِه‬
َ ‫َص َرانِ ِه َويُ َم ِج‬ِ ‫َويُن‬
Dari Abi Hurairah ra, berkata: Rasullullah saw bersabda:
Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua
orangtuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi,
seorang Nasrani maupun seorang Majusi. (HR.Muslim, 1993:
230; jilid 6).

Diantara faktor terpenting dalam lingkungan keluarga


dalam pendidikan akhlak anaknya adalah pengertian orang tua
akan kebutuhan kejiwaan anak yang pokok, antara lain rasa
kasih saying, rasa aman, harga diri, rasa bebas dan rasa sukses.
Selain perhatian, orang tua juga memberikan teladan yang baik
bagi anak-anaknya, ketenangan dan kebahagiaan merupakan
faktor positif yang penting dalam pembinaan remaja.

b. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang secara
teratur dan terencana melakukan pembinaan terhadap generasi
muda. Sekolah dengan semua tenaga dan alat pengajaran
merupakn unsur pembina bagi generasi muda. Artinya, bahwa
guru tidak hanya merupakan pengajar yang memberikan bagi
anak didik, akan tetapi guru adalah teladan dalam pembinaan
anak didik. Sikap guru, kepribadiannya, agamanya, cara bergaul
sesama guru, dengan keluarga dan masyarakat, cara berpakaian
dan penampilam adalah unsur penting dalam pembinaan anak
didik. Bagi siswa sekolah menengah atas, cara menghadapi
mereka perlu dengan pengertian dan keramahtamahan. Mereka
memerlukan orang yang memahaminya dan membantunya
untuk mendapatkan keseimbangan jiwa. Mereka mau menerima
nasehat dan bimbingan serta mau patuh, akan tetapi mereka
jangan dianggap remeh, dicela, dan diperintah secara kasar dan

42
keras. Oleh karena itu guru harus hati-hati dalam tindakan dan
ucapan, sebab siswanya selalu memperhatikan dan mencontoh
gurunya.
c. Lingkungan Masyarakat
Pada masa pubertas, pengaruh lingkungan masyarakat
kadang-kadang lebih besar daripada lingkungan keluarga dan
sekolah. Sebab remaja sedang mengembangkan kepribadiannya
yang sangat memerlukan pengakuan lingkungan teman-teman
dan masyarakat. Mereka sangat memperhatikan persoalan
masyarakat atau nasib orang banyak dan mereka berjuang untuk
membela yang lemah dan menderita. Karena mereka pada masa
ini ingin idealis, ingin yang sempurna, baik, dan sebagainya.
Remaja masa pubertas juga harus pintar memilih teman bergaul
yang baik, film, bacaan, tempat rekreasi dan berbagai kegiatan
yang disenangi dan mendukung bagi pembinaan akhlak. Apabila
semuanya baik, sesuai dengan nilai-nilai dan akhlak, maka akan
berguna bagi perkembangan jiwa generasi muda sehingga
menjadi generasi muda yang berakhlakul karimah.
d. Lingkungan Keagamaan
Lingkungan keagamaan, baik lembaga pendidikan, rumah-
rumah ibadah, maupun kegiatan keagamaan adalah sangat
penting peranannya dalam pembinaan akhlak generasi muda.
Pengaruh agama akan sangat besar terhadap remaja, terutama
bagi mereka yang mengalami kegoncangan dan ketidaktenangan
dalam keluarga. Apabila remaja tidak meyakini suatu agama,
atau tidak mendapatkan pendidikan agama sejak kecil, maka
setelah remaja ia akan bimbang menghadapi kesukaran
pribadinya.
e. Lingkungan Adat
Adat merupakan lembaga tersendiri yang juga mempunyai
pengaruh dalam pembinaan pembinaan akhlak remaja, terutama
43
dalam lingkungan masyarakat yang masih kuat adatnya. Karena
setiap anggota masyarakat itu terikat oleh ketentuan-ketentuan
adatnya. Remaja yang patuh dengan adat didaerahnya, akan bisa
membentengi dari pengaruh luar yang kurang baik (Daradjat,
1976: 140-147).

D. Faktor Penghambat
Menurut Syafaat (2008: 61-62), di dalam pendidikan akhlak
yang dilaksanakan saat pengajaran agama islam, ada beberapa hal
yang masih perlu mendapat perhatian karena hasilnya belum optimal:
a. Terlalu kognitif, pendekatan yang dilakukan terlalu
berorientasi pengisian otak, memberitahu mana yang baik
dan mana yang jelek, yang sepatutnya dilakukan, dan yang
tidak sepatunya. Aspek afektif dan psikimotornya hanya
sedikit disinggung.
b. Problema yang bersumber dari anak didik sendiri yang
berasal dari latar belakang keluarga yang beraneka ragam,
yang sebagiannya ada yang sudah tertata dengan baik
akhlaknya di rumah tangga masing-masing dan ada yang
belum.
c. Terkesan bahwa tanggung jawab pendidikan agama tersebut
berada dipundak guru agama islam saja.
d. Keterbatasan waktu, ketidakseimbangan antara waktu yang
tersedia dengan bobot materi pendidikan agama yang sudah
dirancangkan.
Menurut Daradjat (1996: 132), di antara faktor yang
menghambat pendidikan akhlak remaja adalah:
a. Kaburnya nilai-nilai di mata generasi muda. Meraka
dihadapkan kepada berbagai kontradiksi dan aneka ragam
pengalaman moral, yang menyebabkan mereka bingung
untuk memilih mana yang baik untuk mereka. Hal itu

44
nampak jelas pada mereka yang sedang berada pada masa
remaja, terutama yang hidup di kota-kota besar, yang
mencoba mengembangkan diri ke arah kehidupan yang maju
dan modern, dimana berkecamuk beraneka ragam budaya
asing yang masuk seolah-olah tanpa disaring.
b. Kontradiksi yang terdapat dalam kehidupan generasi muda
itu bisa menghambat pendidikan akhlaknya. Karena
pendidikan akhlak apabila faktor-faktor dan unsur-unsur yang
membina itu bertentangan satu sama lain, maka akan
goncanglah jiwa yang akan dibina

E. Keberhasilan Penanaman Pendidikan Akhlak di Sekolah


Penilaian seringkali disamakan dengan istilah ‘Evaluasi’, yaitu
suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisa, dan
menginterprestasikan informasi yang umumnya diperoleh melalui
pengukuran untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu
program pendidikan. Penilaian cenderung bersifat kualitatif.
Secara umum, penilaian pendidikan karakter bertujuan untuk
memperoleh informasi yang akurat tentang efektifitas pendidikan
akhlak, yang dapat digunakan untuk membuat keputusan-keputusan
yang menyangkut siswa, memberikan umpan balik kepada siswa
mengenai kemajuan akhlaknya, kelemahan, dan keunggulannya,
menentukan kesesuaian materi, serta memberikan informasi untuk
pembuatan kebijakan. Dilihat dari subyek atau sasarannya, penilaian
pendidikan akhlak mencakup penilaian akhlak pada siswa, pimpinan,
guru dan karyawan, serta sekolah sebagai institusi yang mengarah
pada budaya sekolah (Abu Ahmadi, 2001: 12).
Keberhasilan program pendidikan akhlak dapat diketahui
melalui pencapaian indikator oleh peserta didik menurut (Abdullah
Munir, 2001: 27) antara lain meliputi sebagai berikut:

45
a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
tahap perkembangan remaja;
b. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
c. Menunjukkan sikap percaya diri;
d. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam
lingkungan yang lebih luas:
e. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan
golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
f. Menerapkan informasi dan lingkungan sekitar dan sumber-
sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
g. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan
inovatif;
h. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai
dengan potensi yang dimilikinya;
i. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari;
j. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
k. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
l. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demi
terwujudnya persatuan dalam negera kesatuan Republik
Indonesia;
m. Menghargai karya seni dan budaya Nasional;
n. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan
untuk berkarya;
o. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan
memanfaatkan waktu luang dengan baik;
p. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
q. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam
pergaulan di masyarakat;
r. Menghargai adanya perbedaan pendapat;
46
s. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah
pendek dan sederhana;
t. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca
dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
sederhana;
u. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti
pendidikan menengah;
v. Memiliki jiwa kewirausahaan;

Dapat disimpulkan bahwa pada tataran sekolah, kriteria


pencapaian pendidikan akhlak adalah terbentuknya budaya sekolah,
yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktekkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar
sekolah harus berlandasankan nilai-nilai tersebut.

47
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan
dalam melakukan penelitian yang beroriantasi pada gejala-gejala yang
bersifat alamiah karena orientasinya demikian, maka sifatnya naturalistik
dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di
laboratorium melainkan harus terjun di lapangan. Oleh sebab itu, penelitian
semacam ini disebut dengan field study. (Muhammad Nasir, 1986: 159).
Sehubungan dengan masalah penelitian ini, maka peneliti mempunyai
rencana kerja atau pedoman pelaksanaan penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif, di mana yang dikumpulkan berupa pendapat,
tanggapan, informasi, konsep-konsep dan keterangan yang berbentuk uraian
dalam mengungkapkan masalah. Penelitian kualitatif adalah rangkaian
kegiatan atau proses penyaringan data atau informasi yang bersifat
sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi, aspek atau bidang
tertentu dalam kehidupan objeknya. (Hadari Nawawi, 1994: 176).
Metodologi penelitian kualitatif ini disesuaikan dengan masalah yang
akan di bahas dan cara mengumpulan data yang akan dijadikan data dalam
penelitian ini. Sedangkan difinisi dari metodologi penelitian kualitatif
adalah sebagai berikut :
Metodologi berasal dari bahasa Yunani “metodos” dan "logos". Kata
"metodos" terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau
melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu
jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. "Logos" artinya ilmu (Poppy
Yaniawati, 2014: 51).
Metodologi adalah ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk memperoleh
kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam

48
menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji ( Poppy
Yaniawati, 2014: 133).
Penelitian adalah riset. Riset berasal dari bahasa inggris research,
research yang berasal dari kata re (kembali) dan search (mencari). Secara
etimologi penelitian berarti "mencari kembali" yaitu mencari fakta-fakta
baru yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah teori untuk
memperdalam dan memperluas ilmu tertentu. Setiap ilmuwan baik eksakta
maupun sosial dalam melakukan penelitian harus didasari dengan adanya
rasa keingintahuan. Rasa ingin tahu itu dapat menimbulkan keinginan
mereka dalam melakukan penelitian untuk memperdalam dan memperluas
ilmu yang ditekuni.
Beberapa pengertian tentang konsep penelitian secara teoritis menurut
para ahli, antara lain sebagai berikut
1. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
analisis dan konstruksi yang dilakukan
secara sistematis, metodologis dan konsisten dan bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi
keinginan manusia untuk mengetahui apa yang sedang dihadapinya
(Suyanto, 1997: 161).
2. Penelitian merupakan suatu aktivitas dalam menelaah suatu
problem dengan menggunakan metode ilmiah secara tertata dan
sistematis untuk menemukan pengetahuan baru yang dapat
diandalkan kebenarannya mengenai dunia alam dan dunia social
(Rochiati, 2012: 11).
3. Penelitian ialah usaha dalam menemukan segala sesuatu untuk
mengisi kekosongan atau kekurangan yang ada, menggali lebih
dalam apa yang telah ada, mengembangkan
dan memperluas, serta menguji kebenaran dari apa yang telah ada
namun kebenarannya masih diragukan ( Dedi Supriadi, 1998: 82).

49
Berdasarkan berbagai definisi tersebut, maka kesimpulan dari
penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan untuk menemukan
dan mengembangkan serta menguji kebenaran suatu masalah
atau pengetahuan guna mencari solusi atau pemecahan masalah tersebut.
Adapun ciri-ciri penelitian secara umum adalah sebagai berikut:
1. Bersifat ilmiah, maksudnya ialah selalu mengikuti prosedur dan
menggunakan bukti yang meyakinkan dalam bentuk fakta yang
diperoleh secara objektif.
2. Penelitian merupakan proses yang berjalan terus-menerus dan
berkesinambungan, karena hasil dari suatu penelitian selalu dapat
disempurnakan.
3. Memberikan kontribusi, maksudnya adalah penelitian harus
memiliki unsur kontribusi atau nilai tambah. Sehingga harus ada
hal baru yang ditambahkan dalam sebuah penelitian ilmu
pengetahuan yang ada.
4. Analisis, yaitu suatu penelitian yang dilakukan harus
dapat dibuktikan dan diuraikan dengan menggunakan metode
ilmiah dan ada hubungan sebab akibat antar variabel-variabelnya.
Ada tiga syarat yang dijadikan dasar terpenting dalam melakukan
sebuah penelitian, antara lain:
1. Sistematis, dilaksanakan berdasarkan pola tertentu, dari hal yang
paling sederhana hingga yang kompleks dengan tatanan yang tepat
hingga tercapai tujuan secara efektif dan efisien.
2. Terencana, dilaksanakan karena adanya unsur kesengajaan dan
sebelumnya sudah terkonsep langkah-langkah pelaksanaannya.
3. Mengikuti konsep ilmiah, maksudnya yaitu mulai awal hingga
akhir kegiatan penelitian megikuti langkah-langkah yang sudah
ditentukan atau ditetapkan yaitu dengan prinsip yang digunakan
untuk memperoleh ilmu pengetahuan (Poppy Yaniawati, 2014: 8).
Kualitatif dari kata dasar “kualitas”, atau “mutu”, memberi sifat
atau karakter pada konsep “metodologi penelitian”, yang bermakna
50
metode kerja yang ilmiah di dalam proses pencermatan dan penelusuran
sesuatu dengan berpegang pada kriteria-kriteria kualitas atau mutu.
Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur
yang digunakan oleh pelaku yang merupakan disiplin ilmu. Metodologi juga
merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian
merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan
sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan
terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan
jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai
aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian. Setiap orang
mempunyai motivasi yang berbeda, diantaranya dipengaruhi oleh tujuan dan
profesi masing-masing. Motivasi dan tujuan penelitian secara umum pada
dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian merupakan refleksi dari
keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui sesuatu.
Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi untuk
melakukan penelitian.
Meleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu
penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam
konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi
komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti
(Herdiansyah, 2010: 9)
Sementara itu menurut (Sugiyono, 2012: 15), metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositifisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara
purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dilakukan dengan
triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.

51
Nina Nurmila (2/27/2015), menurutnya karakteristik dari metodologi
penelitian kualitatif ini adalah subjektif artinya peneliti merupakan
instrument yang sangat berperan penting dalam pengumpulan data. Selain
itu pada penelitiannya peneliti juga bisa secara langsung melakukan analisis
data di lapangan pada saat mengumpulkan data, sehingga data yang
diperolehnya lansung dari sumber yang dapat dipercaya.
Peneliti memilih metodologi penelitian kualitatif dengan jenis
metode penelitian yaitu case study dan deskriptif. Pengertian dari jenis
penelitian ini adalah :
a. Case Study menurut Poppy Yaniawati, (2014: 72), studi kasus
merupakan pengujian secara rinci terhadap satu masalah atau satu
orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu
peristiwa tertentu. Surachmad (1982: 33), membatasi pendekatan
studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan
perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.
b. Menurut Rully Indrawan, (2014: 44), metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara
yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan kegiatan, sikap, pandangan, serta
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu
fenomena. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang
berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai
dengan apa adanya (Nelson Siregar, 1998: 119).

B. Lokasi dan Subjek Penelitian


1. Lokasi Sekolah
Peneliti dalam penelitiannya memilih tempat di Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 7 Baleendah yang berlokasi di Jln. Siliwangi KM 15
Kelurahan Manggahang Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Telp
(022)-87799654, dengan menggunakan kurikulum KTSP untuk mata

52
pelajaran umum dan K 2013 untuk mata pelajaran agama islam dan program
keahliannya, antara lain:
a. Program keahlian tehnik mesin otomotif
b. Program keahlian tehnik audio video
c. Program keahlian tehnik sepeda motor
d. Program keahlian tehnik gambar bangunan
Peneliti memilih tempat tersebut dengan alasan sebagai berkut :
a. Lokasi sekolah tersebut yang relatif dekat dengan rumah yang
berjarak sekitar 2 KM
b. Sarana transportasi yang mudah dijangkau oleh peneliti, sehingga
memudahkan dalam penelitiannya
c. Kondisi sekolah yang jumlah siswanya relatif banyak sehingga
mudah dalam pengumpulan datanya
d. Kepala yang mudah dibubungi dan guru-gurunya yang sebagian
adalah teman peneliti
e. Sumber informasi dan sarana ICT yang cukup memadahi untuk
penunjang penelitian
f. Sekoalah tersebut berada di bawah naungan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan yang siswanya sebagaian besar mempunyai aturan
disiplin yang terprogram
a. Muatan pelajaran agama dan pelajaran umum yang seimbang
karena menggunakan kurikulum KTSP untuk mata pelajaran umum
dan K 2013 untuk mata pelajaran agama islam.
2. Subjek Penelitian
Peneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif
disesuaikan akan kebutuhan data karena peneliti ingin mengetahui
tentang strategi guru agama islam dalam menanamkan pendidikan
akhlak pada siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7
Baleendah, maka yang menjadi subjek penelitiannya adalah kepala
sekolah, pembantu kepala sekolah, guru agama islam dan siswa siswi

53
di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Baleendah yang merupakan
subjek dalam penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan
data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur
yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan
(Sugiyono, 2014: 206). Teknik pengumpulan data yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi langsung dan studi
dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si
penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara). Wawancara juga
merupakan salah satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan
informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Menurut
Masri Singarimbun (1989: 192) interview atau wawancara adalah
suatu proses tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung
berhadapan atau melalui media.
Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh
data secara jelas dan kongkret tentang strategi guru agama islam
dalam menanamkan pendidikan akhlak pada siswa di Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri 7 Baleendah. Dalam penelitian ini,
peneliti akan mengadakan wawancara dengan kepala sekolah,
pembantu kepala sekolah bagian kurikulum, pembantu kepala sekolah
bagian kesiswaan, guru agama islam dan siswa siswinya. Keduanya
berkomunikasi secara langsung baik terstruktur maupun tidak
terstruktur atau dilakukan dengan persiapan maupun tanpa persiapan
terlebih dahulu. Sehingga antara pertanyaan dengan jawaban dapat

54
diperoleh secara langsung dalam suatu konteks kejadian secara timbal
balik.
Dengan demikian wawancara dalam penelitian merupakan
proses interaksi komunikasi antara peneliti dengan subjek penelitian,
informan, maupun informan dengan cara melakukan tanya jawab
secara langsung untuk memperoleh data atau informasi.
Wawancara mendalam dilakukan secara bebas terkontrol artinya
wawancara dilakukan secara bebas. Sehingga data yang diperoleh
adalah data yang luas dan mendalam, tetapi masih memperhatikan
unsur terpimpin yang memungkinkan masih terpenuhinya prinsip-
prinsip komparabilitas dan reliabilitas secara langsung dapat
diarahkan dan memihak pada persoalan-persoalan yang diteliti.
Walaupun ada draft wawancara digunakan dalam wawancara ini,
akan tetapi dalam pelaksanaannya wawancara dibuat bervariasi dan
disesuaikan dengan situasi yang ada, sehingga tidak kaku. Seperti
halnya dalam teknik pengumpulan data dengan observasi, maka dalam
wawancara inipun hasilnya dicatat dan direkam untuk menghindari
terjadinya kesesatan, kekeliruan atau kesalahan dalam recording. Di
samping itu peneliti juga menggunakan teknik recall (ulangan) yaitu
menggunakan pertanyaan yang sama tentang suatu hal. Ini
dimaksudkan untuk memperoleh kepastian jawaban dari responden.
Apabila hasil jawaban pertama dan selanjutnya sama, maka data dapat
disebut sudah final
Macam-macam wawancara, antara lain:
a. Wawancara terstruktur
Pada wawancara ini, pengumpul data telah menyiapkan
instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
alternatif jawaban telah disiapkan, responden diberi pertanyaan yang
sama kemudian pengumpul data mencatatnya, alat bantu yang
digunakan biasanya tape recorder, gambar, brosur, dan material lain
yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.
55
b. Wawancara semi terstruktur
Pelaksanaan wawancara menggunakan model ini lebih bebas
daripada wawancara terstruktur yaitu narasumber diminta pendapat
dan ide-idenya karana tujuan wawancara ini untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka,
c. Wawancara tidak berstruktur
Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang bebas,
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data-datanya.
Pedoman wawancara hanya menggunakan garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan. Dalam wawancara ini, peneliti
belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh sehingga
peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh
responden (Sugiyono, 2009: 319-321).
Hasil wawancara harus segera dicatat setelah selesai melakukan
wawancara agar tidak lupa bahkan hilang. Jika menggunakan
wawancara terbuka dan tidak berstruktur, peneliti perlu membuat
rangkuman yang lebih sistematis terhadap hasil wawwancara. Dari
berbagai sumber data, perlu dicatat mana data yang dianggap penting,
tidak penting, dan data yang sama dikelompokkan. Hubungan satu
data dengan data yang lain perlu dikonstruksikan sehingga
menghasilkan pola dan makna tertentu. Data yang masih diragukan
perlu ditanyakan kembali kepada sumber data lama atau yang baru
agar memperoleh ketuntasan dan kepastian (Sugiyono, 2009: 329).
Adapun wawancara yang dilakukan pada penelitian
sebagaimana terlampir pada tabel sebagai berikut:
NO SUMBER
LOKASI PERTANYAAN
INFORMASI
1 Ruang Kepala Kepala 1. Visi dan Misi sekolah
Sekolah Sekolah 2. Program sekolah dalam
pendidikan akhlak

56
2 Ruang PKS Waka. Bid. 1. Implementasi
Kurikulum dan kurikulum 2013 dan
Kesiswaan metode yang
digunakan.
2. Program bea siswa bagi
yang berprestasi
3. Penegakan aturan
sekolah
3 Ruang BK Guru BK 1. Aturan dan bagi siswa
yang melanggar
2. Tindak lanjut bagi
siswa yang melanggar
4 Ruang Guru Guru agama 1. Metode yang
islam digunakan dalam
pembelajaran
2. Keteladanan yang
diterapkan dalam
pendidikan akhlak
5 Masjid Guru agama 1. Penerapan sekolah
islam berbasis lingkungan
2. Kegiatan pembiasaan
dalam pendidikan
akhlak
6 Ruang OSIS Pengurus OSIS 1. Kegiatan ekskul
kerohanian
2. Program OSIS setiap
hari dan pada hari besar
islam
7 Ruang Kelas Siswa 1. Kegiatan kelas tentang
pendidikan akhlak
8 Masjid Siswa 1. Kegiatan di masjid
yang mendukung
dalam pendidikan
akhlak
9 Perpustakaan Pustakawan 1. Sumber buku bacaan
dalam menambah
wawasan islam
10 Lapangan Olah Siswa 1. Berdoa sebelum dan
Raga sesudah kegiatan olah
raga

57
2. Observasi Langsung
a. Pengertian Observasi Langsung
Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk
keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu
menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini
digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik
tentang bagimana strategi guru agama islam dalam menanamkan
pendidikan akhlak pada siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
7 Baleendah.
Menurut Sugiyono (2009: 310), mengklasifikasikan observasi
menjadi observasi berpartisipasi, observasi secara terang-terangan,
dan observasi tak berstruktur. Selanjutnya Sugiyono, 2009: 310)
membagi observasi berpartisipasi menjadi empat, yaitu pasive
participation, moderate participation, active participation, dan
complete participation.
Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal,
perilaku, perkembangan tentang strategi guru agama islam dalam
menanamkan pendidikan akhlak pada siswa di Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 7 Baleendah. Observasi lansung juga dapat
memperoleh data dari subjek baik yang tidak dapat berkomunikasi
secara verbal atau yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal.
Berikut ini akan dijelaskan macam-macam observasi tersebut,
yaitu;
1. Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber
data dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan
ini, data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai

58
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.
Bagian dari observasi ini meliputi;
a. Partisipasi pasif ialah peneliti datang di tempat kegiatan
orang yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut,
b. Partisipasi moderat ialah peneliti dalam mengumpulkan data
ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan tetapi
tidak semuanya (ada keseimbangan antara peneliti menjadi
orang dalam dan menjadi orang luar)
c. Partisipasi aktif ialah peneliti ikut melakukan apa yang
dilakukan oleh narasumber tetapi belum sepenuhnya lengkap,
d. Partisipasi lengkap ialah peneliti sudah terlibat sepenuhnya
terhadap apa yang dilakukan sumber data. Dengan kata lain,
pada observasi ini memerlukan suasana yang natural
sehingga peneliti tidak terlihat melakukan penelitian.
Observasi ini memerlukan keterlibatan peneliti tertinggi
terhadap aktivitas kehidupan yang diteliti.
2. Observasi secara terang-terangan atau tersamar
Pada saat melakukan pengumpulan data, peneliti menyatakan
terus terang kepada sumber data bahwa ia sedang melakukan
penelitian. Pada suatu saat, peneliti juga tidak terus-terang atau
tersamar dalam observasi untuk mencari data yang bersifat rahasia.
3. Observasi tak berstruktur
Observasi ini tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa
yang akan diobservasi. Observasi ini dipakai karena peneliti tidak
tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan
pengamatan, peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku
tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan (Sugiyono,2009: 310-
313).

59
b. Manfaat Observasi
Menurut Patton dalam Nasution (1988: 133), menyatakan
manfaat observasi adalah:
1. peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam
keseluruhan situasi sosial dan dapat diperoleh pandangan
yang holistik atau menyeluruh,
2. peneliti akan memperoleh pengalaman langsung sehingga
memungkinkan menggunakan pendekatan induktif dan tidak
dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya karena
pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan
penemuan,
3. peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati
oleh orang lain, khususnya orang yang berada dalam
lingkungan itu, karena telah dianggap biasa sehingga tidak
terungkap dalam wawancara,
4. peneliti dapat menemukan hal-hal yang tidak akan pernah
diungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat
sensitif, ingin ditutupi karena dapat merugikan nama
lembaga,
5. peneliti dapat menemukan hal-hal yang diluar persepsi
responden sehingga diperoleh gambaran yang lebih
komprehensif,
6. peneliti dapat mengumpulkan data yang kaya, kesan-kesan
pribadi, dan merasakan situasi sosial yang diteliti (Sugiyono,
2009: 313-314).
c. Objek Observasi
Objek penelitian yang diobservasi dinamakan situasi sosial yang
meliputi;
1. tempat berlangsungnya interaksi, misalnya; di ruang kelas,
bengkel kerja, instansi dll.,

60
2. pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran
tertentu untuk diobservasi, contohnya; orang tua murid, guru,
narasumber, dsb.,
3. kegiatan yang dilakukan oleh pelaku, misalnya; KBM,
upacara adat, musyawarah, dll.,
4. objek yaitu benda-benda yang mendukung observasi di
sekitar lingkungan yang sedang diobservasi,
5. perbuatan atau tindakan-tindakan tertentu,
6. rangkaian aktivitas yang dikerjakan oleh pelaku-pelaku yang
diobservasi,
7. urutan kegiatan pada saat melakukan tindakan-tindakan
tertentu,
8. tujuan yang ingin dicapai pada rangkaian aktivitas yang
dilakukan,
d. Tahapan Observasi
Tahapan observasi meliputi:
1. Observasi deskriptif
Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang akan
diteliti sehingga peneliti melakukan penjelajahan umum dan
menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang
dilihat, didengar, dan dirasakan. Semua data direkam
akibatnya hasil observasi disimpulkan dalam keadaan yang
belum tertata.
2. Observasi terfokus
Pada tahap ini peneliti sudah melakukan penyempitan
observasi untuk difokuskan pada aspek tertentu. Observasi ini
disebut observasi terfokus karena pada tahap ini peneliti
melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan
fokus.

61
3. Observasi terseleksi
Pada tahap ini, peneliti telah menguraikan fokus yang
ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Pada tahap ini,
peneliti telah menemukan karakteristik, persamaan atau
perbedaan, kesamaan antar kategori, serta menemukan pola
hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain
(Sugiyono, 2009: 315-317)
Berikut beberapa tempat yang akan diobservasi adalah sebagai
berikut:
NO LOKASI PENCAPAIAN
1 Kantor Kepala Sekolah Sosialisasi visi dan misi sekolah
2 Ruang Waka. Sarana dan prasarana yang
Bib.Kurikulum dan mendukung program sekolah
Kesiswaan
3 Ruang Guru dan BK Tata ruang guru dan guru BK
4 Ruang Kelas Pengaturan ruangan belajar
siswa
5 Ruang OSIS Program kegiatan OSIS
6 Perputakaan Jumlah kunjungan siswadi
perpustakaan
7 Masjid Kondisi ibadah para siswa
8 Post Keamanan Keadaan siswa yang kesiangan

3 Studi Dokumentasi

Dokumentasi adalah merupakan catatan peristiwa yang telah


lalu. Dokumentasi dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya
menumental dari seseorang lainnya. Dokumentasi yang berbentuk
tulisan, misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories),
cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumentasi yang berbentuk
gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, film, video, CD, DVD,
cassete, dan lain-lain. Dokumentasi yang berbentuk karya misalnya

62
karya seni, karya lukis, patung naskah, tulisan, prasasti dan lain
sebagainya.
Secara interpretatif dapat diartikan bahwa dokumentasi
merupakan rekaman kejadian masa lalu yang ditulis atau dicetak,
dapat merupakan catatan , surat, buku harian dan dokumeni–dokumen
lainnya. Dokumentasi kantor termasuk lembaran internal, komunikasi
bagi publik yang beragam, file siswa dan pegawai, diskripsi program
dan data statistik pengajaran. Noehi Nasution (1995: 25), menjelaskan
bahwa: ada sumber yang non manusia (non human resources), antara
lain adalah dokumentasi, foto dan bahan statistik.
Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara
jelas dan konkret tentang strategi guru agama islam dalam
menanamkan pendidikan akhlak pada siswa di Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 7 Baleendah.

D. Sumber dan Jenis Data


Sumber data adalah sumber informasi. Dalam penelitian lapangan di
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Baleendah, yang dijadikan sumber
data atau sumber informasi ada dua macam yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer
Menurut Noehi Nasution (1995: 30), data primer adalah data
yang dapat diperoleh lansung dari lapangan atau tempat penelitian.
Sedangkan sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-
kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data
yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai.
Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi
lansung tentang strategi guru agama islam dalam menanamkan
pendidikan akhlak pada siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
7 Baleendah yaitu dengan cara wawancara terhadap kepala sekolah,

63
pembantu kepala sekolah bagian kurikulum, pembantu kepala sekolah
bagian kesiswaan, guru agama islam dan siswa siswinya.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan
dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat
pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-
dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Data sekunder juga
dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi,
lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementrian-
kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories, dan
sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk
memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah
dikumpulkan melalui wawancara lansung dengan kepala sekolah,
pembantu kepala sekolah bagian kurikulum, pembantu kepala sekolah
bagian kesiswaan, guru agama islam dan siswa siswinya.
Nina Nurmila (2/27/2015) menurutnya jenis data dalam
penelitian terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian
ini jenis data yang digunakan adalah data kualitatif yaitu data yang
berupa deskripsi atau bukan angka-angka. Dalam penelitian ini data
kualitatif diantaranya data tentang deskripsi mengenai kondisi di
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Baleendah tempat yang akan
diteliti, deskripsi tentang pendapat mengenai strategi guru agama
islam dalam menanamkan pendidikan akhlak pada siswa dan pendapat
kepala sekolah, pembantu kepala sekolah bagian kurikulum,
pembantu kepala sekolah bagian kesiswaan, guru agama islam dan
siswa siswinya, dan tentang faktor pendukung serta penghambat
dalam menanamkan pendidikan akhlak pada siswa.

E. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif
interpretatif. Analisis data dilakukan secara terus menerus sejak awal hingga

64
akhir penelitian. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu data yang
berupa kalimat atau pernyataan yang diinterpretasikan untuk mengetahui
makna serta untuk memahami keterkaitan dengan permasalahan yang
sedang diteliti.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
Menurut Noehi Nasution (dalam Sugiyono, 2009: 245), analisis telah mulai
sejak merumuskan dan mejelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan,
dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, seperti
yang dirumuskan ada tiga macam yaitu, antara lain:
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu
singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada
penelitian. Dalam konteks ini, dalam upaya menggali data atau
informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, peneliti
selalu ikut serta dengan informan utama dalam upaya menggali
informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian. Misalnya peneliti
selalu bersama informan utama dalam melihat lokasi penelitian.
2. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud menemukan
ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan atau isu yang
sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci.
Dalam konteks ini, sebelum mengambil pembahasan penelitian,
peneliti telah melakukan pengamatan terlebih dahulu secara tekun
dalam upaya menggali data atau informasi untuk dijadikan objek
penelitian yaitu tentang strategi guru agama islam dalam
menanamkan pendidikan akhlak pada siswa di Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 7 Baleendah.
65
3. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Sugiyono
(2009: 124), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,
penyidik dan teori.
Validitas dan objektivitas merupakan persoalan fundamental
dalam kegiatan ilmiah. Agar data yang diperoleh peneliti memiliki
validitas dan objektivitas yang tinggi, diperlukan beberapa
persyaratan yang diperlukan. Adapun teknik triangulasi yang peneliti
pakai dalam penelitian ini adalah triangulasi data atau triangulasi
sumber. Sebagaimana triangulasi data dimaksudkan agar dalam
pengumpulan data, peneliti menggunakan multi sumber data.
Dalam konteks ini, upaya yang dilakukan oleh peneliti dalam
pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam
pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam
penggaliannya, baik itu sumber data primer yang berupa hasil
wawancara maupun sumber data sekunder yang berupa buku, majalah
dan dokumen lainnya. Sedangkan metode atau cara yang digunakan
dalam analisis data adalah metode analisis kualitatif. Artinya analisis
kualitatif dilakukan dengan memanfaatkan data (kualitatif) dari hasil
observasi dan wawancara mendalam, dengan tujuan memberikan
pemahaman yang lebih luas atas hasil data yang dikumpulkan. Dan
kemudian peneliti melakukan langkah membandingkan atau
mengkorelasikan hasil penelitian dengan teori yang telah ada. Hal itu
dilakukan untuk mencari perbandingan atau hubungan antara hasil
penelitian dengan teori yang telah ada.
Kegiatan dalam analisis data dalam penelitaian ini, yakni:
Pertama, kegiatan reduksi data (data reduction), pada tahap ini
peneliti memilih hal-hal yang pokok dari data yang di dapat dari
66
lapangan, merangkum, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan
dicari tema dan polanya. Proses reduksi ini dilakukan secara bertahap,
selama dan setelah pengumpulan data sampai laporan hasil. Penulis
memilah-milah data yang penting yang berkaitan dengan fokus
penelitan dan membuat kerangka penyajiannya.
Kedua, penyajian data (data display), setelah mereduksi data,
maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data. Di dalam kegiatan
ini, penulis menyusun kembali data berdasarkan klasifikasi dan
masing-masing topik kemudian dipisahkan, kemudian topik yang
sama disimpan dalam satu tempat, masing-masing tempat dan diberi
tanda, hal ini untuk memudahkan dalam penggunaan data agar tidak
terjadi kekeliruan.
Ketiga, data yang dikelompokan pada kegiatan kedua kemudian
diteliti kembali dengan cermat, dilihat mana data yang telah lengkap
dan data yang belum lengkap yang masih memerlukan data tambahan,
dan kegiatan ini dilakukan pada saat kegiatan berlangsung.
Keempat, setelah data dianggap cukup dan telah sampai pada
titik penuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan yang
selanjutnya yaitu menyusun laporan hingga pada akhir pembuatan
simpulan.
Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan metode
induktif. Penelitain ini tidak menguji hipotesis (akan tetapi hipotesis
kerja hanya digunakan sebagai pedoman) tetapi lebih merupakan
penyusunan abstraksi berdasarkan data yang dikumpulkan. Analisis
dilakukan lebih intensif setelah semua data yang diperoleh di lapangan
sudah memadai dan dianggap cukup, untuk diolah dan disusun
menjadi hasil penelitian sampai dengan tahap akhir yakni kesimpulan
penelitian.

67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini akan dibahas hasil penelitian yang dilakukan di Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 7 Baleendah, dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Metode kualitatif ini sering disebut penelitian naturalistic
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting).
(Sugiyono, 2009: 8)
Secara garis besar bab ini akan memaparkan temuan-temuan yang
merupakan deskripsi yang diangkat dari data lapangan. Pembahasan penelitian
yang dimaksud adalah hasil penelitian yang disajikan berdasarkan teoritis yang
dilengkapi oleh pendapat para ahli. Secara global pada penelitian ini dibahas
tentang strategi guru agama islam dalam menanamkan pendidikan akhlak pada
siswa. Selain itu, akan diuraikan pula langkah langkah penanaman akhlak pada
siswa yang terdiri dari pengajaran, peneladanan, berbahasa santun serta
penegakkan aturan dan tentunya dengan sistem nilai yang diterapkan.
Penelitian ini difokuskan pada dua faktor yang menjadi pembahasan utama
dalam peitian di SMKN 7 Baleendah ini, yaitu sebagai berikut: Pertama, peneliti
berusaha menyajikan secara menyeluruh dan komprehensif mengenai temuan-
temuan di lapangan yang berkaitan dengan tujuan dan fokus penelitian. Hal ini
penulis kemukakan karena hasil penelitian yang telah diperoleh harus
dikemukakan secara umum dalam bentuk tertulis sehingga apa yang dilakukan
oleh pendidik dalam mewujudkan strategi guru agama islam dalam menanamkan
pendidikan akhlak pada siswa. Dalam penelitian ini semua pihak yang terkait akan
memperoleh informasi, masukan, perbandingan, bahkan kritik yang bersifat
konstruktif terhadap akhlak siswa di sekolah. Kedua, data yang peneliti
ungkapkan pada bagian pertama, selanjutnya dibahas untuk memperjelas data,
informasi, fakta dan berbagai hal yang berhubungan secara langsung maupun
tidak langsung dalam penelitian ini.

68
A. Profil SMK Negeri 7 Baleendah

1. Riwayat Singkat dan Geografis


Pada tanggal 29-12-2005 berdasarkan SK Pendirian dengan No. SK:
425.11/4076-DISDIK yang ditandatangai oleh Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung berdiri SMK Negeri 7 Baleendah yang berlokasi di Jl. Siliwangi KM.
15 RT.007/RW.014 Desa Manggahang Kec Baleendah Kab. Bandung Kode Pos
40375. SMKN 7 Baleendah merupakan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
yang bergerak di bidang Teknologi dan Rekayasa. Pada Tahun 2005 sampai
tahun 2012 SMKN 7 Baleendah terdiri dari dua bidang jurusan yaitu Teknik
Elektronika Audio-Video dan Teknik Kendaraan Ringan.
Pada Tahun 2014 ada Penambahan 2 jurusan yaitu Teknik Sepeda Motor
dan Teknik Gambar Bangunan. SMKN 7 Baleendah sebagai tempat untuk
menimba ilmu, sarana untuk mencerdaskan generasi muda bangsa Indonesia,
membentuk siswa yang beriman dan bertaqwa serta berkompetensi di bidang
keahliannya dalam pemenuhan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri di
wilayah Kabupaten Bandung. Berdasarkan No. SK. Operasional: 425.11/4076-
disdik/2005 dengan Tanggal SK. Operasional: 29-12-2005 SMKN 7 Baleendah
telah beroperasi dengan layak sebagaimana semestinya.
Pada Tanggal 21 Oktober 2012 SMKN 7 Baleendah telah melakukan
Akreditasi dengan memperoleh Peringkat Akreditasi “A” dengan No.SK.
Akreditasi: 02.00/209/BAP-SM/SK/X/201. Sehinggan Menjadi Sekolah
Menengah Kejuruan yang mendapat peringkat yang amat baik.
SMKN 7 Baleendah sebagai sekolah negeri yang baru didirikan tahun 2005
ini, yang pada saat itu belum memiliki sarana dan prasarana gedung fasilitas
pendukung lainnya, SMK Negeri 7 Baleendah saat itu masih menggunakan
fasilitas Sekolah Dasar Negeri yang berada di daerah Kp. Neglasari Kel.
Manggahang Kec. Baleendah Kab. Bandung. Pada tahun 2007 tepatnya pada
bulan Juli kampus SMK Negeri 7 Baleendah pindah ke Jalan Siliwangi Km 15
Kel. Manggahang Kec. Baleendah Kab. Bandung Selatan sekitar 10 Km dari
pusat kota Bandung dengan lokasi mudah dijangkau kendaraan umum (Ciparay-
69
Bandung). Lokasi SMK Negeri 7 Baleendah berada di tengah-tengah
perkampungan desa Baleendah (penghujung jalan Siliwangi) tepatnya beralamat
di Jl. Siliwangi Km 15 Baleendah Kab. Bandung, sehingga bagi pengunjung,
murid, guru dan karyawan yang tidak membawa kendaraan sendiri harus berjalan
kaki sekitar 100 m dari jalan raya (ke Jln. Siliwangi Km 15) yang merupakan
jalan utama Ciparay-Bandung. Dalam perjalanannya SMK Negeri 7 Baleendah
sekarang mempunyai bangunan sendiri dengan jumlah ruang 38 unit bangunan
dan ruang kelas, teridiri dari 1 ruang TU, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1
ruang perpustakaan, 4 ruang bengkel, 1 ruang lab. komputer, 1 ruang lab. Bahasa,
1 buah masjid, 1 ruang BK, 1 ruang pengurus OSIS, dengan jumlah rombongan
belajar 25 rombongan belajar sehingga pembelajaran diberlakukan 1 shift yakni
pagi saja. Sejak berdiri hingga sekarang SMK Negeri 7 Baleendah mengalami
perubahan kepemimpinan sebanyak 2 kali, yaitu:

No Nama Masa Bakti


1 Drs. H. Asep Saipul Anam 2005 - 2015
2 Drs.H.Suhendar M.Mpd 2015 - sekarang

SMK Negeri 7 Baleendah ini menempati gedung sendiri di kawasan


Bandung Selatan tepatnya terletak pada Jln. Siliwangi Km 15 Kel. Manggahang
Kec. Baleendah Kab. Bandung. Adapun susunan kepengurusan SMK Negeri 7
Baleendah ini terdiri dari :
1. Kepala Sekolah : Drs.H. Suhendar, M. MPd
2. Waka Urusan Kurikilum : Achmad Rosyadi, S.Pd
3. Waka Urusan Kesiswaan : Agus Gustiawan, S.Pd. M.Pd
4. Waka Urusan Sarana Prasana : Yayat Supriatna, S.Pd
5. Waka Urusan Humas/Hubin : Drs. Dudi Djarjiman
6. Komite Sekolah : Jajang Tarmana
7. Kepala Tata Usaha : Dra.Hj. Ratna Dewi Arifin
8. Bendahara Sekolah : Agus Rahayu

70
2. Visi, Misi, Tujuan, Strategi dan Target

Adapun visi, misi, tujuan, strategi dan target SMK Negeri 7 Baleendah,
sebagai berikut :
Visi; “Terwujudnya Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Baleendah yang
unggul dalam prestasi, berkarakter, dan mampu bersaing untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja di dalam dan luar negeri berdasarkan iman dan taqwa”.
Artinya, SMK Negeri 7 Baleendah berprestasi dalam pendidikan yang di dalam
berbagai kegiatan bernuansa religius sehingga dapat menumbuhkembangkan sikap
mandiri dan amanah. Berkaitan dengan misi sekolah ini terinspirasi dari empat
pilar pendidikan UNESCO, yaitu Learning to know, Learning to do, Learning to
be, and Learning to love together. Berdasarkan konsep tersebut dikembangkan
menjadi 4 strategi dalam menerapkan pendidikan yang diharapkan dapat
menghasilkan peserta didik yang berprestasi, religious, mandiri, dan amanah.

Misi dari SMK Negeri 7 Baleendah adalah sebagai berikut :


1. Mengembangkan potensi keagamaan yang meliputi aspek pengetahuan,
sikap, dan keterampilan keagamaan dengan keteladanan dalam
menjalakannya serta meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Mengembangkan kompetensi akademik yang meliputi pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan, serta sikap yang diharapkan dapat
meningkatkan wawasan ilmu dan teknologi.
3. Mengembangkan potensi ekonomi yang meliputi pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan, serta sikap guna memenuhi kebutuhan
ekonomi sehingga dapat bersaing dan hidup layak.
4. Mengembangkan potensi sosial pribadi berupa pengetahuan, sistem nilai,
sikap dan keterampilan agar memiliki kehidupan yang adaptif sebagai
warga negara dan masyarakat yang demokratis.

Selanjutnya setelah terumuskan visi dan misi, maka tentunya membuat


rumusan tujuan sekolah. Tujuan umum SMK Negeri 7 Baleendah yakni sebagai
penyelenggaraan pendidikan, sedangkan tujuan khususnya sebagai berikut :
71
1. Menciptakan dan menyelenggarakan proses pendidikan yang berorientasi
pada target pencapaian efektivitas, kreativitas, prestasi, dan keteladanan.
2. Mewujudkan sistem kepemimpinan yang kuat dan demokratis.
3. Mengelola tenaga kependidikan dan tata laksana berdasarkan
keterampilan dan profesionalisme.
4. Mengembangkan dan meningkatkan partisipasi selururh warga sekolah
dan masyarakat yang dilandasi sikap dan tanggungjawab serta
berdedikasi tinggi.
5. Memberi rasa kepuasan dan kenyamanan bagi seluruh warga sekolah.

Untuk mempertegas tujuan diatas, maka sekolah ini merumuskan dan


menetapkan strategi dan target dari tujuan tersebut yakni :
1. Membina tenaga edukatif dan tenaga administratif melalui supervisi
setiap kurun waktu tertentu.
2. Menyeleksi prestasi akademik siswa yang masuk ke SMK Negeri 7
Baleendah.
3. Melengkapi sarana dan prasarana sekolah.
4. Melatih petugas perpustakaan dan laboran agar dapat memberikan
pelayanan secara professional.
5. Melatih guru-guru dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi.
6. Melengkapi pelayanan pendidikan dengan berbasis komputer.
7. Melakukan uji prestasi siswa secara berkala setiap sebulan sekali
dengan soal standar.
8. Menyelenggarakan In House Training (IHT) secara berkala untuk guru
dan Latihan Dasar Kepemimpinan untuk siswa.
9. Meningkatkan kemampuan akademik guru melalui kegiatan MGMP
dan mengikutkan berbagai macam pelatihan.
10. Melakukan bimbingan belajar secara individual bagi siswa yang
prestasinya di bawah standar ( Klinik Belajar ).
11. Memberikan penghargaan kepada setiap peraih prestasi.
12. Mengintegrasikan pembelajaran budi pekerti pada seluruh mata
pelajaran oleh semua guru dengan keteladanan.
72
13. Memberikan keteladanan nilai-nilai budi pekerti kepada siswa dalam
setiap kesempatan.
14. Menegakkan tata tertib dan disiplin sekolah.
15. Memberikan penghargaan kepada setiap komponen sekolah yang
menunjukkan nilai-nilai budi pekerti.
16. Mensosialisasikan nilai-nilai budi pekerti melalui pamplet, kata-kata
mutiara, slogan-slogan, dan pemutaran musik bernuansa islami di
lingkungan sekolah.
17. Memasukkan kurikulum mulok Bahasa Jepang.
18. Mempraktekkan materi pelajaran yang mengandung unsur Life Skill.
19. Menghargai siswa yang menghasilkan kerja kreatif sekecil apapun.
20. Menghidupkan kegiatan ekstra kurikuler, dan
21. Mengadakan pameran karya kreatif siswa dan guru secara berkala.

Selain visi, misi, tujuan, strategi dan target yang telah dijelaskan diatas,
sekolah ini juga memiliki keterbatasan atau tantangan yang dihadapi, diantaranya;
Pertama: Keadaan lahan parkir yang rawan terhadap bencana alam (banjir dan
sempit). Kedua: Fasilitas dan sarana yang kurang memadai untuk mengimbangi
lajunya teknologi modern. Ketiga: Sumber daya manusia masih terbatas.
Keempat: Daya dukung masyarakat masih kurang. Kelima: Banyaknya beban
berat diatas lahan tersebut (bangunan pabrik, mobil, motor, dll).

3. Keadaan pendidik, peserta didik dan komite sekolah


3.1 Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan yang masih aktif sampai saat ini di SMKN 7
Baleendah, diantaranya:
Jumlah
Kode
Nama Guru Mata Pelajaran Jam
Guru Mengajar
01 Drs. H. Suhendar, M.MPd. PAI dan Akhlak 6 Jam
02 Drs. Iyan Sofyan Penjas 26 Jam
03 Drs. H. Dadang Supriatna, M.Si. Produktif TGB 24 Jam
04 Drs. H. Dudi Tjardiman Produktif Otomotif 24 Jam

73
05 Nina Husnaeni S, S.Pd. Seni Budaya 24 Jam
06 Dra. Nani Sumarni PKn 30 Jam
07 Agus Gustiawan, S.Pd. M.MPd. Fisika 16 Jam
08 Rochaeti, S. Ag. PAI dan Akhlak 24 Jam
09 Tetet Sopia Zaenah, S.Pd. Bahasa Indonesia 24 Jam
10 Drs. Ayi Suhendar Prakarya dan Kwu 26 Jam
11 Yayat Supriatna, S.Pd. Produktif TAV 24 Jam
12 Achmad Rosyadi, S.Pd. Produktif TKR 24 Jam
13 N. Eli Sopiah, SE, M.MPd. Prakarya dan Kwu 26 Jam
14 Dra. H. Een Hendayani, M.Pd. Bahasa Indonesia 16 Jam
15 Indra Iskandar, S.Pd.I PAI dan Akhlak 24 Jam
16 Muhamad Zulkifli L, S.Pd. Matematika 24 Jam
17 Rani Prastuti, S.Pd. Bahasa Indonesia 12 Jam
18 Siti Aidah Ilawaty, S.Pd. Matematika 24 Jam
19 Nur Nurhayati, S.Pd. Kimia 26 Jam
20 Popi Puspita, S.Pd. Fisika 24 Jam
21 Junaedi, S.Pd. Matematika 28 Jam
22 Santi Susanti, S.Pd. Matematika 28 Jam
23 Drs. Agus Supriatna Bahasa Inggris 24 Jam
24 Nenden Meilani, S.Pd. IPA/Produktif TGB 24 Jam
25 Yeni Ruchaeni, S.Si. Kimia 26 Jam
26 Tedy Friyadi, S.Pd. Penjas 26 Jam
27 Novi Suminar, S.Pd. Bahasa Inggris 24 Jam
28 Een Lestariningsih, S.Pd. Bahasa Inggris 24 Jam
29 Moch. Ricky Merdeka, SST. Produktif TAV 30 Jam
30 Riadi Muad, S.Pd. Produktif TKR 26 Jam
31 Nurlaila, S.Pd. PKn 22 Jam
32 Muhamad Husna, S.Pd. Produktif TKR 44 Jam
33 Urip Dwilono, ST. Produktif TKR 30 Jam

74
34 Firman Firdaus, SS. Basa Sunda 24 Jam
35 M. Okka Iswanto, S.Pd. Produktif TAV 36 Jam
36 Rodiyat, S.Pd. Produktif TAV 36 Jam
37 Taufik Zaenal Mutakin, S.Pd. Produktif TAV 40 Jam
38 Sofi Yordani, S.Kom. KKPI 46 Jam
39 Asep Supriyadi, S.Pd. Produktif TAV 38 Jam
40 Ratih Ginarti, S.Pd. Produktif TAV 20 Jam
41 Ratna Yuliani, S.Pd. Bahasa Inggris 12 Jam
42 Sunariah, SS. Bahasa Inggris 8 Jam
43 Hadyahsyah, S.Pd. Produktif TKR 40 Jam
44 Pravita Devi Amallia, S.Pd. Bahasa Inggris 12 Jam
45 Robyan Saputra, A.Md. Produktif TKR 48 Jam
46 Deviana Fahanshah, S.Pd. BP/BK 49 Jam
47 Safitri Rachmatilah, S.Pd. BP/BK 49 Jam
48 Pungki Ari Wibowo, A.Md. Produktif TKR 30 Jam
49 Dinan Muftian Shofwa, S.Pd. Produktif TAV 32 Jam
50 Dony Sugianto, S.Pd. Produktif TAV 32 Jam
51 Suzie Farida Ariani, S.Pd. IPS 12 Jam
52 Utari Fitria Dewi, S.Pd. IPS 16 Jam
53 Ega Sapta Gumelar, S.Pd. Produktif TKR 28 Jam
54 Doni Mardiana Pribadi, A.Md. Bahasa Jepang 16 Jam
55 Nenden Widia, S.Pd. Fisika 20 Jam
56 Handriyani Zakiyyah Ulfah, S.Pd. IPA 36 Jam
57 Selvira Salsabila, S.Pd. Produktif TGB 32 Jam
58 Gungun Gunawan, S.Pd. Produktif TKR 16 Jam
59 Iis Triwartini, S.Pd. Basa Sunda 24 Jam

75
3.2. Peserta Didik SMKN 7 Baleendah
Jumlah Siswa Kelas X-XII Tahun Pelajaran 2015/2016 :
Kode Jumlah Siswa
Kompetensi Program Keahlian
L P Jumlah
Keahlian
010701 Teknik Kendaraan Ringan 342 2 344
060204 Teknik Audio Video 321 30 351
010104 Teknik Gambar Bangunan 30 8 38
010702 Teknik Sepeda Motor 38 1 39
Jumlah 731 41 772

3.3. Komite SMK Negeri 7 Baleendah


Ketua : Tatang Tarmana
Sekretaris : Drs. Agus Supriatna
Bendahara : Dra. Hj. Ratna Dewi A
Anggota : Hendi Irawan
4. Sarana dan Prasarana
Adapun jumlah ruangan dan fungsinya sebagai berikut;
No Nama Ruangan Jumlah Luas
1 R. Kepala Sekolah 1 Ruang 32 m2
2 R. Wakil Kepala Sekolah 1 Ruang 24 m2
3 R. Guru 1 Ruang 100 m2
4 R. Tata Usaha 1 Ruang 48 m2
5 R. Bimbingan Konseling 1 Ruang 32 m2
6 R. Kelas (@70 m2) 25 Ruang 1837 m2
7 Mesjid 1 Ruang 220 m2
8 R. Perpustakaan 1 Ruang 72 m2
9 R. Multimedia (Bahasa) 1 Ruang 70 m2
10 R. Koprasi Guru 1 Ruang 48 m2
11 R. Laboratorium Kimia 1 Ruang 72 m2
12 R. Bengkel 4 Ruang 100 m2
13 R. OSIS 1 Ruang 24 m2
14 R. Laboratorium Komputer 1 Ruang 70 m2

76
15 R. Ekstrakulikuler 8 Ruang 270 m2
16 Kantin 5 Ruang 100 m2
17 WC Guru dan TU 4 Ruang 8 m2
18 WC Kepala Sekolah 1 Ruang 3 m2
19 WC Siswa (Putri) 6 Ruang 18 m2
20 WC Siswa (Putra) 4 Ruang 12 m2
21 Gudang ATK 1 Ruang 24 m2
22 Gudang Mebeler 1 Ruang 48 m2
23 Alat – alat Olahraga 1 Ruang 16 m2
24 R. Bendahara 1 Ruang 16 m2
25 Pos Satpam 1 Ruang 42 m2
26 R. Seni 1 Ruang 70 m2
27 R. TPS 1 Ruang 24 m2

B. Strategi Guru Agama Islam Dalam Menanamkan Pendidikan Akhlak


Pada Siswa di SMKN 7 Baleendah
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab II, bahwasanya penanaman
pendidikan akhlak dapat diterapkan melalui metode dan tahapan yakni
pengajaran, peneladan, berbahasa santun, pembiasaan, pemotivasian dan
penegakan aturan. Berikut ini adalah gambaran ketika penulis di lapangan.

a) Peneladanan
Sifat anak adalah suka meniru, maka guru harus selalu memberi
contoh yang baik sesuai dengan norma dan aturan yang ada. Menurut bapak
kepala sekolah berkaitan dengan implementasi dan tugas pokok dan fungsi
guru, maka setiap guru harus memposisikan diri sebagai berikut:
1. Guru sebagai pengajar
a. Manajer (pengelola proses belajar mengajar)
b. Guru sebagai designer of instructions
2. Guru sebagai motivator siswa
3. Guru sebagai evaluator belajar siswa.
77
Selanjutnya beliau menambahkan, ada beberapa bentuk peneladanan
yang dapat terlihat dalam proses interaksi di lingkungan sekolah
diantaranya:
1. Jujur (be honest)
Sikap ini merupakan keywords dalam diri seseorang. Hal ini
tercermin dari diri siswa yang lugas ketika diberikan pertanyaan
dan bertindak tanpa ada beban. Selain itu siswa menaati aturan
sekolah dengan baik, ini terlihat dari minimnya tingkat
pelanggaran.
2. Sabar (be patient)
Perilaku sabar pada diri siswa terlihat ketika penulis mengikuti
shalat dzhuhur berjamaah, tepatnya ketika mengambil air wudhu
rela bergantian, begitu pula bagi siswa perempuan yang tidak
membawa mukena, ia pun rela bergiliran dengan yang lainnya.
3. Tanggung Jawab (responsible)
Sikap tanggung jawab terlihat pada diri siswa yang memiliki
sense of belonging terhadap sekolahnya terutama pada faktor
lingkungan sekolah yakni siswa membuang sampah pada
tempatnya dan sesuai dengan kategorisasinya yakni baik oragnik
maupun non organik .
4. Bergaya Hidup Sehat (healthy life style)
Bergaya hidup sehat ini sangat tercermin pada siswa-siswi di
lingkungan SMK Negeri 7 Baleendah. Bergaya hidup sehat
tersebut dapat dilihat ketika para siswa mengikuti kegiatan olah
raga dengan baik, kantin sekolah yang layak dan tumbuhan yang
rindang serta sekolah yang ramah/bersih lingkungan.

Berkaitan dengan keempat indicator di atas, maka penulis


berkesempatan melakukan wawancara hari Senin, tanggal 01 Pebruari
2016, dengan salah satu siswa yaitu Hilmi Amya, kelas XII TKR 3 ia
mengatakan bahwa “sekolah SMK Negeri 7 Baleendah merupakan sekolah

78
berbasis bersih lingkungan, karena selain enak untuk belajar, beribadah dan
sehat, siswa juga diberi kesempatan untuk mengetahui lebih dalam tentang
pemanfaatan tumbuhan yang ada di sekitar sekolah.”

b) Pengajaran
Pendidikan akhlak termasuk dalam materi yang harus diperhatikan
dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-
hari. Pendidikan akhlak diintergrasikan ke dalam mata pelajaran yang
sudah ada, di samping lewat pembiasaan dalam budaya sekolah, guru tidak
hanya berusaha memenuhi kompetensi inti maupun kompetensi dasar
sebagaimana diamanatkan oleh kurikulum nasional, tetapi juga
mengarahkan peserta didik terbiasa merealisasikan nilai-nilai dari mata
pelajaran tersebut. untuk itu maka penulis melakukan wawancara pada hari
Selasa, tanggal 02 Februari 2016, dengan kepala sekolah yakni Drs. H.
Suhendar, M.MPd. Adapun beliau memaparkan bahwa “sekolah SMK
Negeri 7 Baleendah menggunakan kurikulum yang telah ditetapkan oleh
kementerian pendidikan nasional dan kementerian agama, yaitu
menggunakan kurikulum 2013 untuk mata pelajaran pendidikan agama
islam dan KTSP 2006 untuk mata pelajaran umum.”
Kemudian pada kesempatan yang sama penulis melakukan observasi
dan wawancara dengan guru agama islam Bapak Indra Iskandar, guna
memperjelas keterkaitan dengan penanaman pendidikan akhlak melalui
pengajaran, beliau memberikan pernyataan dan membenarkan dengan yang
disampaikan oleh kepala sekolah dan memberikan tambahan bahwasanya
proses penanaman pendidikan akhlak tidak hanya pada pembelajaran agama
islam semata, namun juga diintegrasikan pada pelajaran lainnya.
Selanjutnya pembelajaran yang menggunakan kurikulum 2013, yang pada
kegiatan inti diawali dengan do’a bersama, mengabsen dan memastikan
seluruh siswa siap untuk menerima materi pembelajaran, kemudian guru
menjelaskan kompetensi inti, kompetensi dasar dan tujuan yang akan di
capai. Selanjutnya guru menjelaskan secara singkat kegiatan-kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan dan guru membagi peserta didik
79
dalam beberapa kelompok. Pada proses awal memasuki materi guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengamati baik itu ayat Al-
Qur’an, hadist, gambar atau video terkait dengan materi yang akan di
sampaikan. Selanjutnya memasuki kegiatan inti, dan pada akhir kegiatan
melakukan refleksi serta reward sebagai motivasi, memberi tugas terstruktur
dan diakhiri dengan melakukan do’a bersama.
Pada waktu bersamaan pula penulis mewawancarai guru yang
menangani kurikulum Waka Kurikulum, yakni Bapak Ahmad Rosyadi.
S.Pd. beliau pun menambahkan uraian yang telah disampaikan oleh bapak
kepala sekolah, menurutnya pengajaran para siswa tidak hanya pada ranah
kognitif namun juga efektif dan psikomotorik, untuk itu diperlukan metode
lainnya dalam menanamkan pendidikan akhlak pada siswa.
Sementara buku pokok yang diajarkan kepada siswa mata pelajaran
pendidikan agama islam yang digunakan adalah merujuk pada buku PAI
yang dipakai SMA/SMK dari dinas pendidikan nasional dan kementerian
agama. Berkaitan dengan buku pegangan siswa pelajaran pendidikan agama
islam yang digunakan di atas, menurut penulis akan lebih baik jika ditambah
dengan buku referensi atau kitab penunjang misalnya, buku-buku yang
berkesinambungan dengan pelajaran agama islam, seperti kitab akhlakulil
baniin, ta’lim muta’alim dan sebagainya sehingga guru tidak hanya terpaku
dengan materi yang ada pada buku itu saja, tentunya dengan harapan siswa
akan lebih dapat berkembang dengan membandingkan dan menyocokkan
materi tersebut.
Dalam pengajaran pendidikan agama islam di SMK Negeri 7
Baleendah digunakan beberapa metode pengajaran yang dalam penggunaan
metodenya telah disesuaikan dengan kemampuan dasar, tujuan yang hendak
dicapai serta materi/pokok bahasan yang hendak disampaikan. Adapun
metode yang disampaikan di antaranya:

a. Metode Ceramah
Metode ceramah sangat lazim digunakan dalam proses belajar
mengajar. Tidak berlebihan sekirannya penulis katakan bahwa metode
80
ceramah adalah metode yang sangat pertama sekali dan berdasarkan
observasi di kelas, guru lebih sering menggunakan metode ini. Metode
ceramah digunakan oleh guru mulai awal pertemuan sampai dengan
akhir pertemuan (mulai awal kegiatan inti sampai jam pelajaran
habis). Namun semestanya guru tidak hanya menggunakan metode
ceramah semata namun disertai dengan metode lainnya yang sesuai
dengan materi yang diajarkan.

b. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua individu atau
lebih, berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan, saling tukar
informasi, saling mempertahankan pendapat dan memecahkan sebuah
masalah tertentu. Metode ini dilaksanakan pada materi-materi
tertentu saja yang dianggap menarik untuk dibahas. Itu pun sifatnya
tidak rutin minimal 2 kali dalam satu bulan.

c. Tanya Jawab
Yaitu menyampaikan pelajaran dengan cara guru mengajukan
pertanyaan dan murid menjawab atau penyajian pelajaran dalam
bentuk pertanyaan yang harus di jawab, terutama dari guru kepada
murid atau dapat juga dari murid kepada guru.

d. Metode Pemberian Tugas


Dalam memberikan tugas ini ada yang langsung dikerjakan di sekolah
seperti menjawab soal-soal latihan yang ada di buku, membuat
rangkuman dan sebagainya, dan langsung diselesaikan pada waktu
pelajaran tersebut. Dan ada juga pemberian tugas untuk dikerjakan di
rumah oleh siswa.

e. Metode Karya Wisata


Yaitu suatu metode mengajar di mana siswa dan guru pergi
meninggalkan sekolah menuju suatu tempat untuk menyelidiki atau
mempelajari hal-hal tertentu, seperti bertadabur alam (memahami
ayat-ayat kauniyah) dan sebagainnya.
81
f. Metode Eksperimen
Yakni praktik pengajaran menurut anak didik pada pekerjaan
akademis, pelatihan dan pemecahan masalah.

g. Metode Latihan
Metode ini dapat di sebut juga ulangan.

h. Metode Simulasi
Pada metode ini melatih kemampuan siswa untuk berimitasi sesuai
dengan objek yang diperankan, sehingga siswa mampu bersikap dan
bertindak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
i. Metode Demonstrasi
Metode ini menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu
pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu
proses tertentu, biasanya diterapkan pada bahasan fiqih, seperti
manasik haji, qurban dan yang lainnya.

j. Metode Kerja Kelompok


Metode ini tentunya siswa dibagi dalam kelompok kecil atau besar,
yang didasari atas prinsip untuk mencapai tujuan bersama.

Selain metode pengajaran tersebut di atas, dalam pembelajaran


pendidikan agama islam dan budi pekerti di SMK Negeri 7 Baleendah
diterapkan beberapa pendekatan terpadu sesuai dengan kurikulum 2013,
menurut kepala sekolah yakni Drs. H. Suhendar, M.Md yang penulis
sempat berdialog pada hari Jum’at, tanggal 5 Februari 2016 yakni “bahwa
sekolah berpedoman pada kurikulum 2013, tentunya dengan menggunakan
scientific approach”, yang memiliki kriteria berikut:
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-
kira, hayalan, legenda, atau dogeng semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru dengan
siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif,
atau penalaran yang menyimpang dari alur berfikir logis.
82
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berfikir secara kritis, analistis,
dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah,
dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berfikir kritis dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan kaitan satu sama lain dari materi
pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan,
dan mengembangkan pola berfikir yang rasional dan objektif dalam
merespon materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.

Selanjutnya beliau menambahkan bahwa pada kurikulum ini


diharapkan yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil
belajar, sehingga dengan hasil evaluasi tersebut guru dapat mengetahui
kelebihan atau kekurangan dalam proses pembelajaran agar mudah untuk
melakukan guru tidak hanya menekankan hanya pada aspek kognitif semata,
agar seimbang maka aspek afektif dan psikomotorik pun harus tetap
diperhatikan. Kemudian pada waktu yang sama penulis pun melakukan
wawancara dengan guru agama islam, Bapak Indra Iskandar, S.Pd.I, beliau
menambahkan bahwa ketiga aspek diatas tetap dijadikan prioritas karena
akan berdampak pada penilaian evaluasi perbaikan dalam pembelajaran, dan
ketiga aspek diatas merupakan bagian dari proses penilaian. Penilaian yang
dilakukan dalam pembelajaran PAI di SMK Negeri 7 Baleendah adalah
penilaian berbasis kelas yang terdiri atas ulangan harian, ulangan umum dan
ujian akhir.
Sebagaimana diungkapkan oleh bapak Ahmad Rosyadi, S.Pd. adalah
sebagai berikut: “tujuan penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk
mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik dan memberikan
umpan balik untuk perbaikan proses pembelajaran dan penilaian berbasis
83
kelas memperhatikan 3 ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif),
dan keterampilan (psikimotorik)”. (wawancara pada hari Selasa, tanggal 09
Pebruari 2016).
Berdasarkan wawancara di atas, menulis memiliki kesepahaman
bahwa penanaman pendidikan akhlak tidak hanya di dalam kelas, namun
juga di luar kelas sebagai cerminan dari pengalaman dan pengetahuan yang
telah disampaikan oleh guru. Sebagai hasil lapangan pihak sekolah dalam
hal ini guru agama islam memberikan salinan perangkat pembelajaran
berupa program tahunan, program semester dan rencana pelaksanaan
pembelajaran sebagaimana terlampir.

c) Berkomunikasi Dengan Bahasa Santun


Dalam menanamkan pendidikan akhlak yang harus diterapkan dan
dipraktekkan secara langsung oleh peserta didik yakni berkomunikasi
dengan bahasa yang santun dalam kehidupan sehari-hari. Guru tidak hanya
berusaha memenuhi kompetensi inti maupun kompetensi dasar sebagaimana
diamanatkan oleh kurikulum nasional, tetapi juga mengarahkan peserta
didik terbiasa menggunakan bahasa santun tersebut. Untuk itu maka penulis
melakukan wawancara pada hari Selasa, tanggal 09 Februari 2016 dengan
guru agama islam yakni bapak Indra Iskandar, S.Pd.I. Adapun beliau
menceritakan bahwa “Alhamdulillah para peserta didik di SMK Negeri 7
Baleendah sebagian besar telah terbiasa menggunakan bahasa yang santun
terutama bagi peserta didik yang perempuan, sedangkan untuk peserta didik
laki-laki ada sebagian yang kurang terbiasa menggunakan bahasa yang
santun yang kebanyakan dipengaruhi oleh pergaulan teman sebaya baik di
lingkungan sekolah atau di luar sekolah.”
Ketika dalam kesempatan yang sama penulis melakukan observasi dan
wawancara dengan siswa yaitu Fauzan kelas XII TKR 3, guna memperjelas
keterkaitan dalam penanaman pendidikan akhlak melalui bahasa santun, ia
memberikan pernyataan dan membenarkan apa yang disampaikan oleh guru
agama islam tersebut dan memberikan tambahan bahwasanya proses
penanaman pendidikan akhlak mengalami kendala ketika dihadapkan pada
84
peserta didik laki-laki tentunya dengan banyak hal yang mempengaruhinya
terutama faktor bawaan dari sekolah yang sebelumnya serta masyarakat dan
teman sebayanya.
Dalam penerapan penanaman pendidikan akhlak melalui bahasa
santun pada siswa di SMK Negeri 7 Baleendah merefensikan kepada
beberapa konsep Al-Qur’an dalam penggunaan bahasa yang santun
tentunya disesuaikan dengan kemampuan dasar, tujuan yang hendak dicapai
dalam penanaman pendidikan akhlak di kalangan peserta didik di SMKN 7
Baleendah. Adapun konsep tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Qaulan Sadida
Qaulan sadida adalah ucapan yang tepat dan bersih. Ketika penulis
bertanya kepada siswa yang kesiangan datang ke sekolah, ditanya
mengapa datang ke sekolah terlambat? Ia menjawab dengan
benar/jujur, karena bangunnya kesiangan dan ketika ia disuruh
menelpon orangtuanya, dia menyampaikan memang anak saya
semalam bangun kesiangan (wawancara dengan Muhammad Fajar
kelas XII TKR 1 Selasa, 09 Pebruari 2016).
2. Qaulan Ma’rufa
Qaulan ma’rufa sebagai perkataan yang baik, halus dan pantas.
Sikap ini terlihat pada diri siswa ketika penulis mengadakan
pembicaraan dengan sebagian siswa, mereka dapat menunjukkan
perkataan yang baik, halus dan pantas artinya mereka sangat
menghormati siapa yang di ajak bicara dalam sebuah pembicaraan
tersebut.
3. Qaulan Baligha
Ketika kepala sekolah menyampaikan amanatnya dalam upacara,
guru-guru dalam menyampaikan pelajaran, siswa dalam
menyampaikan pendapat diskusinya, mereka menyampaikan
perkataan yang fasih, jelas maknanya, terang dan tepat
mengungkapkan apa yang dikehendakinya.

85
4. Qaulan Maysura
Qaulan maysura dengan ucapan yang menyenangkan. Sikap ini
terlihat pada diri siswa ketika berbicara dengan teman sebayanya,
mereka saling menjaga ucapannya serta menghindari perkataan yang
akan menyakiti teman-temanya.
5. Qaulan Layyina
Dalam hal penulis mengadakan wawancara dengan guru agama islam
bapak Indra Iskandar, S.Pd.I (Selasa, 09 Pebruari 2016), beliau kalau
memberikan nasehat kepada siswa yang melanggar, maka ia berbicara
dengan perkataan lemah lembut artinya mengandung makna dan
strategi bagaimana cara mengungkapkannya, menurut dia banyak
pengalaman ketika memberikan nasehat dengan marah-marah justru
kurang mendapatkan hasil yang maksimal.
6. Qaulan Karima
Penulis melihat stuasi dan kondisi di lingkungan SMKN 7 Baleendah
setelah melaksanakan kegiatan keagamaan di masjid para siswa saling
mengadakan pembicaraan dengan ucapan yang baik , lemah-lembut
dan sopan disertai tata karma.

Dari hasil wawancara di atas, penulis memiliki kesimpulan bahwa


penanaman pendidikan akhlak di SMKN 7 Baleendah melaui komunikasi
dengan bahasa yang santun tidak hanya dilakukan oleh pihak sekolah saja,
akan tetapi lingkungan masyarakat, keluarga dan teman sebaya juga ikut
berpearan besar juga. Sebagai hasil lapangan pihak sekolah dalam hal ini
guru agama islam hanya memberikan teladan dalam berbahasa santun
dalam kehidupan sehari-hari khususnya selama berada di lingknagn sekolah
yang langsung dilihat, didengar dan ditiru oleh peserta didik.

d) Pembiasaan
Pembiasaan merupakan salah satu cara yang dapat dipergunakan
untuk mendidik siswa. dengan cara ini diharapkan siswa akan terbiasa

86
melakukan hal-hal yang baik-baik. Adapun pembiasaan tersebut
diantaranya:
1. Shalat berjamaah
Peneladanan ini dapat dilihat ketika siswa bersama-sama guru
melaksanakan shalat dzuhur berjamaah setiap hari, shalat Dhuha
bersama-sama setiap hari jumat. Kegiatan terlihat ketika penulis
melakukan observasi pada hari Jum’at, 12 Pebruari 2016, kemudian
pada kesempatan yang sama, penulis sempat melakukan wawancara
pada siswa Rafi Maulana kelas XII TKR 1, ia menuturkan bahwa
“Keistiqomahan siswa dalam shalat berjamaah sangat tinggi bahkan
keterbatasan luas masjid tidak menjadi penghambat dalam arti bahwa
mereka shalat berjamaah dengan bergantian.
2. Membaca do’a bersama
Kegiatan membaca do’a dilakukan pada10 menit setiap jam pertama
dan disertai dengan membaca senandung Al quran sekiatra 10 ayat.
3. Membaca Al-Qur’an
Pembiasaan di sekolah SMK Negeri 7 Baleendah dalam membaca Al-
Qur’an melalui progam (one day ten ayat), yakni secara teknis setiap
hari seluruh siswa membaca A-Qur’an di kelas dibimbing oleh guru
yang mengajar pada jam pertama..
Pada kesempatan kali ini penulis melakukan wawancara dengan
Bapak Agus Gustiawan, S.Pd, Waka bagian kesiswaan, yang
menuturkan “Bahwa pembiasaan merupakan bagian cerminan sikap
keteladanan yang telah dilakukan baik oleh guru terlebih siswa di
SMK Negeri 7 Baleendah”. Dan perilaku siswa selama ini sangat
positif, hal tersebut dapat terlihat dari perilaku mereka sehari-hari
seperti berpakaian rapih, masuk dan pulang tepat waktu, melakukan
sholat berjamaah, sopan, empati dan tertib membuang sampah pada
tempatnya, mengingat sekolah ini adalah sekolah yang berbasis
lingkungan.

87
e) Pemotivasian
Pemotivasian sangat penting karena ini bagian dari menumbuhkan
rasa kepedulian terhadap hasil karya orang lain. Pada hari Jum’at, 12
Februari 2016 penulis melakukan observasi dan wawancara pada siswa,
kali ini bernama Asep Purnama Kelas XI TKR 2, ia mengatakan “Bahwa
di sekolah SMK Negeri 7 Baleendah selalu memberikan beasiswa bagi
yang berprestasi. Dan program ini berjalan secara berkala pada setiap
pergantian semester di setiap tahunnya, bagi siswa yang berprestasi
diberikan beasiswa yakni di bebaskan sumbangan pembinaan pendidikan
(SPP), tapi jumlahnya berlainan seperti juara I biasanya bebas SPP selama
4 bulan, juara II selama 2 bulan dan juara III selama 1 bulan.

f) Penegakkan aturan
Guru memberikan hukuman yang bersifat mendidik (punishment
education) pada siswa yang melanggar peraturan sekolah. Menurut Aji
Rajasa, siswa kelas X TGB 1, “Semua siswa perempuan wajib memakai
rok panjang, dan berjilbab itu pun harus yang di rempel, bila ketahuan
melanggar maka akan ditegur dan disuruh pulang dan ganti dulu. Terus
kalau untuk siswa laki-laki yang ketahuan melanggar memakai celana pensil
(istilah celana ketat), maka akan di gunting celananya sebelah. Aturan ini
sangat ketat, walaupun ada sebagian siswa yang merasa kurang nyaman
dengan hal ini”. (Wawancara Jum’at, 12 Februari 2016).

C. Penerapan Program Sekolah Dalam Menanamkan Pendidikan Akhlak


Pada Siswa di SMK Negeri 7 Baleendah
SMK Negeri 7 Baleendah ini merupakan salah satu sekolah yang
mendapatkan penghargaan dari Bapak Bupati Kabupaten Bandung, yakni sekolah
berbasis teknologi otomotif yang telah berhasil membuat perahu bout untuk
ditempatkan di wilayah sungai Citarum Baleendah. Hal ini pula yang sangat
menarik, sehingga penulis melakukan penelitian pada sekolah tersebut dan untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran umum sekolah dengan program-

88
program yang dirumuskannya, serta strategi guru agama islam dalam
menanamkan akhlak pada siswa.
Untuk mengetahui program-program sekolah SMK Negri 7 Baleendah
penulis melakukan wawancara pada kepala sekolah, yakni Bapak Drs. H.
Suhendar, M.MPd, tepatnya pada hari Senin, tanggal 25 Januari 2016. Adapun
beliau menjelaskan “program sekolah yang syarat sebagai bagian dari proses
menanamkan pendidikan akhlak pada siswa diantaranya”;
a) Upacara bendera setiap hari senin
b) Peringatan hari besar islam ( PHBI )
c) Shalat dhuha bersama setiap hari jum’at
d) Siswa melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah di mesjid, pada waktu
istirahat kedua
e) Setiap siswa masuk sekolah tepat pada pukul 07.00 WIB
f) Siswa kelas X wajib mengikuti extra-kurikuler pramuka, pada hari sabtu
jam 10.00 WIB
g) Siswa diwajibkan menggunakan pakaian sesuai aturan yang ditetapkan
yaitu berpakaian panjang baik laki-laki maupun perempuan.
h) Sebelum jam pertama dimulai wajib seluruh siswa membaca Al-Qur’an
secara bersama-sama (program one day one ayat), kemudian membaca
do’a dan asmaul husna
i) Siswa diperintahkan untuk menggunakan bahasa santun dalam
berkomunikasi di lingkungan sekolah dan di luar sekolah.
j) Siswa membiasakan senyum, salam dan tegur sapa terhadap guru dan
sesama siswa
k) Gerakan membuang sampah pada tempatnya, dilakukan setiap saat dan
setiap hari, dan jumsih (jum’at bersih)
l) Siswa membiasakan diri mengucapkan terima kasih, mohon maaf pada
setiap kesempatan

Kemudian penulis bertemu dengan guru agama Bapak Indra Iskandar.


S.Pd.I serta menyampaikan bahwa perjalanan panjang untuk mewujudkan
program diatas, karena tentunya strategi kami untuk menanamkan pendidikan
89
akhlak secara umum dan saya menanamkan pendidikan akhlak di sekolah diawali
dengan memasukkan dan merumuskan melalui program-program sekolah, visi,
misi, tujuan dan target kurikulum, aturan sekolah. Alhamdulillah, kepala sekolah
mendukung penuh upaya-upaya di atas, dan saya secara pribadi merasa terbantu
dengan strategi pemerintah dengan meluncurkan kurikulum 2013, yang secara
implisit bertitik tolak pada penanaman pendidikan akhlak yakni dengan istilah
budi pekerti.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Upaya Menanamkan


Pendidikan Akhlak Pada Siswa di SMK Negeri 7 Baleendah

1. Faktor pendukung
Ada beberapa hal yang mendukung proses penanaman pendidikan
akhlak di SMK Negeri 7 Baleendah yakni:
a. Kepala sekolah SMKN 7 Baleendah telah membuat kebijakan
bahwa sekolah yang dipimpinnya ini merupakan sekolah yang
dirancang dengan berbasis lingkungan, religious, di mana
setiap warga sekolah harus melestarikan lingkungan sekolah
agar nyaman, dan tenang- kondusif bagi proses berjalannya
pembelajaran.
b. Kurikulum 2013 telah menetapkan bahwa dalam uapaya
menanamkan pendidikan akhlak pada siswa yang dilengkapi
dengan pendidikan budi pekerti diintegrasikan pada semua
mata pelajaran, sehingga hubungan yang saling
berkesinangbungan antara guru agama islam dengan guru yang
mengajar mata pelajaran umum harus terjaga dengan baik,
karena menanamkan pendidikan akhlak merupakan tugas
semua guru.
c. Sarana sekolah yang berkaitan dengan penanaman pendidikan
akhlak ini di nilai cukup, dimana masjid telah di bangun dan
cukup luas.

90
d. Warga sekolah telah menyadari serta terlibat aktif dalam
mendukung dalam program penanaman pendidikan akhlak di
sekolah ini.
Komitmen bersama dalam merealisasikan dan menciptakan siswa
yang berkualitas dan memiliki akhlak mulia yang siap berkompetitif.

2. Faktor penghambat
Penerapan pendidikan akhlak tentu tidak terlepas dari beberapa
masalah. Berikut akan kami paparkan beberapa kendala dalam
menanamkan pendidikan akhlak di SMK Negeri 7 Baleendah
Bandung diantaranya:
a. Latar belakang pendidikan siswa sebelumnya sangat variatif. Ada
siswa yang berasal dari pesantren, MTs dan SMP sehingga
kemampuan pemahaman nilai-nilai ajaran islam sangat beragam.
b. Siswa berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda. Ini
mempengaruhi sikap, kepatuhan dan kedisiplinan siswa di
sekolah.
c. Kurangnya kesadaran siswa tentang pentingnya pendidikan akhlak.
d. Siswa masih dalam usia labil sehingga gampang terbawa arus.
e. Pengaruh budaya dan arus informasi global di mana siswa banyak
menyerap hal-hal negatif dari media khususnya internet.
f. Internet saat ini menjadi kebutuhan utama para kaum profesional.
Kaum pelajar tidak mau ketinggalan memanfaatkan teknologi
super canggih tersebut. Dengan internet, seorang bisa mengakses
seluruh informasi yang ada di dunia. Dengan menguasai bahasa
asing, seseorang akan melihat dunia tanpa batas.
Banyak manusia yang terjerumus dalam kemaksiatan
disebabkan oleh para praktisi bisnis internet yang terus-menerus
memproduksi tayangan-tayangan yang porno karena keuntungan
yang diraih sangat melenakan dan menggiurkan semua pihak. Sulit
bagi kita sekarang untuk menutup internet. Sebab, internet sudah

91
menjadi kecenderungan global dan kebutuhan utama di berbagai
instansi pemerintah, lembaga pendidikan, perusahaan nasional dan
internasional, serta di berbagai lembaga swasta lainnya. Maka
jalan terbaik adalah membekali pemahaman keagamaan yang
kompehensif kepada anak didik untuk selektif dalam membuka
situs dan menekan pihak internet untuk menutup situs porno yang
merusak moralitas generasi masa depan bangsa. Lembaga
pendidikan yang memanfaatkan teknologi internet, khusunya yang
sudah menyediakan layanan hot spot area untuk menutup situs
porno dan menyiapkan berbagai situs pendidikan di dalam dan luar
negeri yang bermanfaat untuk memperluas horizon pemikiran dan
mencerahkan wawasan ke depan.

g. Pengaruh negative televise


Televisi sudah menjadi kebutuhan utama keluarga. Anak-
anak menjadikan televisi sebagai menu utama kegiatan sehari-hari,
apalagi ketika libur sekolah. Akhirnya, pengaruh televisi
menghujam kuat pada diri anak didik. Orang-orang yang
mempunyai uang melengkapi fasilitas televisi dengan parabola
sehingga bisa mengakses seluruh stasiun televisi luar negeri.
Mereka tidak menyadari bahwa semakin luas jangkauan televisi,
semakin berbahaya pula dampaknya bagi anak, karena semakin
luas dan bebas jangkauan mereka.
Sebagaimana kita ketahui bersama, program televisi yang
bersifat edukatif (mendidik) jumlahnya sangat terbatas.
Kebanyakan program yang ditampilkan di televisi adalah rekreatif
dan refreshing, yang cenderung menampilkan pornografi dan
pornoaksi. Tentu realitas ini membahayakan terhadap akhlak anak-
anak, sebab secara psikologis, mereka masih dalam tahap imitasi;
meniru sesuatu yang dilihat, direkam dan didengar. Sehingga
dengan mudah, mereka menjadikan tontonan sebagai tuntunan.
Terkadang mereka lebih percaya terhadap televisi daripada guru,
92
orangtua, dan masyarakat. Ketika jumlah anaknya semakin banyak
maka mereka akan menciptakan lingkungan pergaulan secara
kondusif bagi pertumbuhan budaya yang ditampilkan di televisi.
Ucapan, cara berpakaian dan sikap yang ditunjukkan akan
tercabut dari akar budaya lokal yang selama ini menjadi pegangan
masyarakat.
h. Pergaulan Bebas
Sekarang ini, pergaulan remaja sangat mengkhawatirkan.
Mereka berkumpul untuk beraktualisasi dan menemukan satu hati
dalam berekspresi. Dalam ilmu psikologi sosial, ketika seseorang
berkumpul bersama yang lain, ekspresi yang ditampilkan tidak
mesti mencerminkan sesuatu yang ada dalam batinnya. perilaku
kelompok sangat cepat menyebar dengan gerakan refleksnya.
Mereka merespons stimulus dengan cepat dan tanpa
mempertimbangkan resiko yang akan terjadi.
Perilaku sosial yang sulit dicegah membutuhkan kekuatan
otoritatif, seperti aparat kepolisian dan sejenisnya. Di sinilah,
kaum agamawan dan aktivis berperan untuk merancang program
besar dalam menciptakan lingkungan sosial, khususya pergaulan
yang islami, bernilai pengetahuan, moral, spiritual, dan berdimensi
sosial budaya yang bermanfaat bagi perkembangan akhlak,
kepribadian dan cita-citanya di masa depan. Lingkungan
semacam ini membutuhkan rekayasa sosial (social engineering)
yang canggih, aplikatif, dan efektif.
i. Kurangnya kesadaran anak dalam mengamalkan ilmu yang telah
dipelajari.
j. Kurangnya kesadaran untuk mengaplikasikan apa yang telah
dipelajari di sekolah.
k. Sebagian siswa belum bisa membagi waktu untuk kegiatan sekolah
dan kegiatan di rumah.

93
l. Belum seimbangnya antara teori dan praktek yang dilakukan
siswa.

E. Keberhasilan penanaman pendidikan akhlak di SMK Negeri 7


Baleendah
Selama penelitian ini berlangsung, ada beberapa hal yang sangat
menarik terutama tentang keberhasilan dalam penanaman pendidikan
akhlak siswa, diantaranya;
1. Guru memberikan pembinaan, pendampingan, peneladanan bagi
siswa
2. Guru menggunakan metode yang variatif dalam proses
pembelajaran.
3. Siswa sudah melaksanakan ajaran agama sesuai perkembangannya
4. Para siswa berpikir kritis, kreatif dan inovatif.
5. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggungjawab dan produktif
6. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan
waktu luang dengan baik
7. Melakukan komunikasi dan interaksi yang baik dan santun
8. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan
9. Memiliki jiwa usaha dan terwujudnya kantin jujur

F. Pembahasan
1. Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, warga sekolah
dan guru agama islam bahwa beliau menggunakan beberapa strategi dalam
menanamkan pendidikan akhlak pada siswa, diantaranya;
a. Program Sekolah, Visi, Misi, Strategi dan Target Kurikulum dan
Aturan Sekolah pada temuan pertama sudah tercermin dari
beragamnya program sekolah, visi dan misi yang dikemas
sedemikian baik serta visioner dan kurikulum yang mendukung
serta mengembangkan yang telah ditetapkan pemerintah dan terakhir
mengenai aturan sekolah yang di desain guna memanisfestasikan

94
penanamam pendidikan akhlak pada anak secara kebetulan guru
agama di sekolah ini merupakan salah satu pengurus dari MGMP
Kab. Bandung.
b. Pendekatan Personal
Siswa SMKN 7 Baleendah sedang memasuki masa pubertas, yang
mana mereka cenderung lebih terbuka dan bisa menerima nasihat
jika diadakan pendekatan secara personal. Pendekatan ini dilakukan
dengan metode dialog antara guru dan siswa yang tentunya dialog
tersebut dilakukan dengan suasana rileks agar siswa merasa nyaman
dan mudah diarahkan. Bapak Indra Iskandar,S.Pd. selaku guru
agama islam mengungkapkan: “bahwa penanaman pendidikan
akhlak bukan semata-mata tugas guru agama islam semata, namun
semua warga sekolah terutama pendidik. Secara pribadi, bila saya
mendapati siswa yang melakukan pelanggaran yang bersifat ringan,
saya akan merangkul dan menegurnya. Dan jika terlalu berat, maka
akan dipanggil dan dilakukan dialog berdua, hal ini agar siswa tidak
down- tertekan secara psikis, namun apabila melanggar yang lebih
berat lagi, maka akan diberikan surat peringatan dan pangilan orang
tua wali. (Senin, 15 Pebuari 2016). Untuk mendukung jawaban dari
guru agama islam, peneliti mengajukan pertanyaan dengan kepala
sekolah dan siswa. Kepala sekolah megungkapan: ”Pak Indra itu
kalau menegur anak putra dirangkul dan ditegur. Tapi pastinya kalau
putri yang melanggar ya tidak dirangkul dong, hanya dinasihati,
diajak ngobrol sambil guyon-guyon”. (Senin, 15 Februari 2016).
Selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan kepada siswi Rina kelas
XI TAV 2, dia mengtakan: “ya saya pernah di tegur pak Indra, waktu
itu saya gak ikut shalat Dhuha bersama di masjid, karena saya saat
itu lagi males. Beliau menegur dengan baik, terkadang pakai bahasa
sindiran dulu, terus dinasihatin. Saya jadi malu, dan semejak itu saya
jadi termotivasi ga males lagi ikut program shalat Dhuha bersama“.

95
c. Pembiasaan
Dari hasil wawancara terkait dengan pembiasaan bahwa beliau guru
agama islam, Bapak Indra menuturkan bahwa “ kalau pembiasaan ya
setiap harinya setelah sholat Duhur berjamaah siswa bergantian
membacakan satu ayat Al-Qur’an dan satu hadits dan maknanya
melalui speaker sekolah, hal ini dikemas dengan nama (one day one
ayat and one hadits), dilanjutkan dengan proses pembelajaran pada
siang hari di kelas masing-masing.’’
Ketika peneliti mengamati di lapangan, perilaku para siswa
diantaranya siswa bersalaman, dan menyapa ketika memasuki ruang
kantor. Kemudian beliau menambahkan bahwa pembiasaan itu tentu
harus diciptakan dan membutuhkan komitmen bersama. Komitmen
bersama diawali dengan adanya pengertian, pengetahuan dan
keyakinan individu-individu warga sekolah terhadap tujuan bersama.
d. Keteladanan
Teladan yang mudah difahami adalah saya teringat pesan Rasullullah
saw ’’ibda binafsi’’ yang mengandung pengertian awali semua dari
dirimu sendiri. Secara psikologis anak senang meniru, tidak saja
yang baik, yang jelek pun ditiru.

Peneliti pun sepakat dengan peryataan guru agama islam di atas dan
bahwa memberi contoh terlebih dahulu merupakan metode yang efektif dan
cukup berhasil dalam menanamkan pendidikan akhlak pada siswa,
sebaliknya guru yang hanya menyuruh, melarang, mengancam terhadap
siswa maka hasilnya banyak siswa yang malah menghindar, melawan
bahkan mengejek guru itu sendiri. Menurut Tri Oktaviani siswa kelas XII
TAV 3, ia menyampaikan terkait pembinaan oleh gurunya: ’’ada yang
sudah baik, ada juga yang belum. Baiknya memberi tahu sambil memberi
contoh, tapi ada juga yang hanya menyuruh. Kalau guru hanya menyuruh
tapi tidak memberi contoh, pasti akan diabaikan oleh temen-temen. Kalau
guru agama Islam, Alhamdulillah sudah baik, beliau menghimbau,
menyarankan dan mencontohkan’’ (Senin, 15 Pebruari 2016).
96
2. Penjelasan Penelitian
Menurut Imam al-Ghazali, di dalam batin manusia terdapat empat
unsur yang harus baik agar akhlak manusia bisa menjadi baik, yaitu: (1)
kekuatan ilmu pengetahuan, (2) kekuatan marah (ghadab), (3) kekuatan
keinginan (syahwat), dan (4) kekuatan adil (al-‘adl). Perbedaan manusia
dengan binatang yang pertama yakni ilmu pengetahuan. Kekuatan ilmu yang
sebenarnya adalah manakala orang yang memilikinya dengan mudah bisa
membedakan antara yang benar dan yang salah, yang haq dan yang bathil,
serta yang baik dan yang buruk. Bilamana kekuatan ilmu ini menjadi
sempurna, maka darinya lahir kebijaksanaan (al-Hikmah). Sebagaimana
firman Allah SWT yang bunyinya:

ً ِ‫يُ ْؤتِي ا ْل ِح ْك َمةَ َم ْن يَشَا ُء َو َم ْن يُ ْؤتَ ا ْل ِح ْك َمةَ فَقَ ْد أُوتِ َي َخي ًْرا َكث‬
‫يرا َو َما يَذَّك َُّر إِ ََّّل أُولُو‬
ِ ‫ْاْل َ ْلبَا‬
‫ب‬
”Barangsiapa diberi hikmah, maka sesungguhnya ia di beri kebajikan
yang besar” (Q.S. al-Baqarah; 269).

Kekuatan ghadab akan terlihat keindahannya pada saat terkendali dan


terarah menurut garis hikmah. Demikian halnya dengan kekuatan syahwat
akan terlihat ketika dia berada di bawah bimbingan akal dan agama, dan
kekuatan al-adl merupakan pengendalian kekuatan syahwat dan ghadab di
bawah petunjuk akal dan agama .
Mengenai cara membangun manusia yang berakhlak karimah, Imam
Al-Ghazali mengibaratkannya dengan seorang dokter. Seorang dokter
mengobati pasiennya sesuai penyakit yang di deritanya. Tidak mungkin ia
mengobati berbagai macam penyakit dengan satu jenis obat saja karena
kalau demikian malah bisa membunuh pasien. Demikian juga dengan
seorang yang berusaha membangun akhlak karimah pada diri seseorang, ia
harus menggunakan bermacam-macam pendekatan sesuai dengan situasi
dan kondisinya. Imam Al-Gazali sebagaimana dikutip Abidin Ibnu Rus
berkata :
“Kalau guru melihat muridnya keras kepala, sombong dan congkak,
maka dia suruh ke pasar untuk meminta-minta. Sesungguhnya sifat

97
bangga diri dan egois itu tidak bisa hancur kecuali dengan sifat hina diri.
Tiada kehinaan yang lebih besar dari pada kehinaan meminta minta.
Maka ia dipaksakan melakukan hal demikian beberapa lama sehingga
hancurlah sifat sombong dan egois tersebut. Jika guru melihat murid itu
pemarah, hendaknya ia menyuruh supaya selalu bersikap sabar dan diam.
Kemudian menyerahkannya kepada orang yang berperangai buruk agar
mengabdi kepadanya, sehingga murid itu bisa melatih dirinya untuk
bersabar”.
Penamaan pendidikan akhlak ini tentu bertumpu pada akhlak tenaga
pendidik, ketika ia memposisikan diri sebagai pendidik haruslah
memberikan teladan, maka siswa akan mengikutinya. Kunci pendidikan
salah satunya adalah guru, terlebih dalam kurikulum 2013 ini, bahwa
keteladanan guru merupakam faktor utama dan terpenting yang sangat
besar pengaruhnya dalam penanaman pendidikan akhlak pada siswa.

98
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Setelah menjelaskan dan menguraikan mengenai strategi guru agama
islam dalam menanamkan pendidikan akhlak pada siswa, maka dapat
disimpulkan :
1. Pengaruh strategi guru agama islam dalam upaya menanamkan akhlak
pada siswa dinilai cukup berhasil. Salah satu strategi yang di gunakan
guru agama islam melalui mengadaptasi kurikulum 2013 dalam proses
penanaman pendidikan akhlak. Hal ini terlihat dari antusias siswa ketika
mengikuti proses pembelajaran, pembiasaan melakukan kewajiban dan
kebajikan dengan tulus tanpa paksaan, melakukan pembuatan yang
terpuji secara kontinu seperti membaca Al-Qur’an setiap hari, mengawali
setiap pekerjaan dengan berdo’a terlebih dahulu, shalat fardhu dan shalat
sunah, menghormati guru dan sesama teman, memiliki rasa tanggung
jawab terutama pada lingkungan hidup, mengikuti aturan sekolah yang
ditetapkan sekolah.
2. Penerapan program sekolah dalam upaya menanamkan pendidikan
akhlak pada siswa di SMKN 7 Baleendah di nilai cukup berhasil, hal ini
dapat diketahui dari tahapan guru agama islam merumuskan,
mengusulkan dan membuat program-program yang penuh dengan
pendidikan akhlak. Rumusan pendidikan akhlak tersebut diintegrasikan
pada proses peneladanan, pengajaran, bahasa santun, pembiasaan,
pemotivasian dan penegakan aturan untuk mencapai tujuan yakni siswa
berakhlak karimah.
3. Adapun faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam upaya
menanamkan pendidikan akhlak pada siswa di SMK Negeri 7
Baleendah, diantaranya adalah sebagai berikut; Faktor pendukung
meliputi; Kepala sekolah SMKN 7 Baleendah yang berpengetahuan
agama yang luas, kurikulum yang mendukung pada proses penanaman

99
pendidikan akhlak dengan program pendidikan budi pekerti, sarana
dan prasarana yang memadai, warga sekolah yang terlibat aktif dalam
pengimplementasikan penanaman pendidikan akhlak. Adapun faktor
penghambatnya ialah, latar belakang pendidikan siswa sebelumnya yang
beragam, kurang kesadaran tentang pentingnya pendidikan akhlak, usia
siswa yang masih dalam proses transisi yang emosinya masih labil,
pengaruh budaya dan arus informasi global, kemajuan teknologi,
pengaruh negative televisi, pergaulan bebas, kurang sadarnya para siswa
dalam mengamalkan ilmu yang didapatnya dan mengaplikasikan hasil
pembelajaran di sekolah, siswa belum bisa membagi waktu untuk
kegiatan di rumah dan di sekolah, belum berimbangnya antara teori dan
praktik yang di lakukan siswa.
B. Saran
Sebagian pemikiran yang muncul setelah melaksanakan penelitian
dalam rangka menanamkan pendidikan akhlak pada siswa di SMK Negeri
7 Baleendah, maka penulis menyarankan beberapa hal berikut;
1. Dukungan dan komitmen bersama dari pihak kepala sekolah dan guru-
guru bidang studi lain dan warga sekolah terhadap upaya guru agama
islam dalam menanamkan pendidikan akhlak pada siswa yang harus terus
ditingkatkan.
2. Meningkatkan program-program keagamaan seperti kunjungan ke
pesantren-pesantren untuk melihat sikap dan kebiasaan positif para santri,
bahasa santun yang digunakan, pembelajaran di kelas dll.
3. Membangun kesadaran guru dalam meningkatkan perilaku keagamaan
siswa yang dimulai dari sikap dan perilaku ( keteladanan guru) itu
sendiri.

100
DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER BUKU
Ahmadi, Abu dan Munawar, Sholeh, 2005, Psikologi Perkembangan,
Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu, 2005, Memahami Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta,
Rineka Cipta.
Al-Ghozali, Muhamad Syekh. 1996, Al-Ghozali Menjawab 100 Soal
Keislaman, Lentera Hati.
Al-Marahgi, A. Mustopa, 1943, Tarjamah Tafsir Al-Maraghi, Semarang,
Toha Putra.
Alwasilah, A,C, 1996, Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan
Praktek, Bandung, PT Remaja Rosdakarya
Amir, Muhammad, 1999, Etika Komunikasi Masa Dalam Pandangan
Islam, Jakarta, Logos
An-Nabhani, Taqiyudin, 2012, Hekekat Berpikir, Bogor, Thariqul Izzah.
An-Nahlawi, Abdurrahman, 1995, Prinsip-Prinsip dan Metoda
Pendidikan Islam, Bandung, CV Diponegoro.
Armai, Arief, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
Jakarta, Ciputat Press.
Budiningsih, A. 2004, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta.
Darajat, Zakiyah, 1996, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta, Balai Pustaka.
Effendi, Mochtar. 1992, Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam,
Jakarta, Bharatara Karya Aksara.
Fathurrahman, Asep, A. 2013, Ilmu Pendidikan Islam Sebagai
Pengantar, Bandung, Kencana Utama.
Gaffar, Fakry. 2005, Perencanaan Pendidikan, Jakarta, Depdikbud.
Hamka, 1987, Tafsir Al-Azar, Jakarta, Bulan Bintang.

101
Hasanah, Aan, 2011, Pendidikan Karakter Berbasis Islam, Bandung, PT
Remaja Rosdakarya
Helmawati, 2013, Pendidikan Nasional dan Optimalisasi Majelis Taklim,
Jakarta, Rineka Cipta.
Helmawati, 2015, Sistem Informasi Manajemen PAI, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Helmawati. (2014). Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta.
Herdiansyah, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Ibnu Katsir, Imam Abi Al-Fida Ismail, 2000, Tarjamah Tafsir Ibnu
Katsir, Juz Tsani, Beirut, Dar Al-Fikr.
Indrawan, Rully, 2014, Metodologi Penelitian, Bandung, Refika Aditama
Cipta.
Kemenag RI, 2010, Al-Qur’an dan Terjemahnya Disertai Tanda-tanda
Tajwid Dengan Tafsir, Jakarta, Bayan Qur’an.
Koesoema, Doni , 2007, Pendidikan Karakter Sebagai Strategi Mendidik
Anak di Zaman Global, Jakarta, Grasindo.
Megawangi, Ratna, 2004, Pendidikan Karakter, Jakarta, Indonesia
Hertage Fondation.
Moleong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Muhaimin, 2002, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya.
Mujib, Abdul. 2012, Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan
Psikologis, Jakarta, Darul Falah.
Mulyasa, E. 2013, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013,
Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Munir, Abdullah, 2001, Pendidikan Karakter Membangun Anak Sejak
dari Rumah, Yogyakarta, Rake Sarasin.

102
Muslim, Mustopa A.B., 1993, Tarjamah Shohih Muslim, Semarang, Asy-
Syifa.
Nasir, Muhammad, 1986, Metode Penelitian, Jakarta: PT. Ghalia
Indonesia.
Nasution, Noehi, 1996, Materi Pokok Evaluasi Proses dan Hasil Belajar
Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Depag RI.
Nata, Abudin, 1996, Manajemen Pendidikan (Mengatasi Kelemahan
Pendidikan di Indonesia), Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Nawawi, Hadari, 1994, Penelitian Terapan, Yogyakarta, Gajah Mada
University Press
Noeng, Muhajir, 1993, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu
Teori Pendidikan, Yogyakarta, Rake Sarasin.
Nurmila, Nina, 2/13/2015, Paradigma, Metodologi dan Metode,
Bandung, Materi Kuliah.
Nurmila, Nina, 2/27/2015, Metodologi Penelitian, Bandung, Materi
Kuliah.
Nurmila, Nina, 3/13/2015, Etika Penelitian, Bandung, Materi Kuliah.
Poerwadarminta, 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,
Departemen Pendidikan Nasional.
Purwanto, Ngalim, 1995, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung,
PT Remaja Rosdakarya
Rochaety, Eti, 2005, Sistem Manajemen Pendidikan, Jakarta, Bumi
Aksara.
Sabiq, Sayyid, 1990, Fiqhus Sunnah, Bandung, Al-Ma’arif.
Sadly, Hasan, 2000, Ensiklopedia Indonesia, Jakarta, Ichtiar Baru-Van
Hoe.
Santoso, Arief S, 2014, Urgensi Pendidikan Karakter Untuk Masa
Depan Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara.
Sanusi, Achmad. 2014, Pembaharuan Strategi pendidikan, Nuansa
Cendikia

103
Sauri, S. 2006. Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Genesindo.
Sauri, S. 2013. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam. Bandung:
Rizqi Press.
Sauri, S. 2013, Filsafat dan Teosofat Akhlak, Bandung, Genesindo.
Singarimbun, Masri. 1989, Metode Penelitian Survey, LP3ES.
Siregar, Nelson. 1998, Penelitian Kelas, Metodologi dan Analisis,
Bandung, IKIP Bandung Press.
Sugiyono, 2009, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Raja Grafindo
Persada.
Supriadi, Dedi. 1998, Educational Research in Practice, Bandung, IKIP
Bandung Press.
Supriatna, Mamat, 2014, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi,
Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Surachmad, Winarto, 1982, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar,
Bandung, Tarsito.
Suyanto, Agus. 1997, Psikologi Kepribadian, Jakarta, Bumi Aksara.
Syafaat, Aat, 2008, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah
Kenakalan Remaja, Jakarta, Rajawali Press
Syah, Muhibbin, 2013, Psikologi Belajar, Jakarta, Raja Grafindo
Persada.
Syah, Muhibbin, 2014, Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Syah, Muhibbin, 2014, Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik,
Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Tafsir, A. 2005. Filsafat Ilmu, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tafsir, A. 2012. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tafsir, A. 2013. Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Thomas Lickona, 2003, Mendidik untk Membentuk Karakter, Jakarta:
Bumi Aksara

104
Tim Penyusunan Pedoman, Buku Pedoman Penulisan Tesis dan Disertai
Program Pascasarjana, Bandung. UNINUS.
Tohirin, 2008, Psikologi PembelajaranPen didikan Agama Islam, Jakarta,
PT.Raja Grafindo Persada.
Uchyana, O, 1993, Ilmu Teori, dan Filsafat Komunikasi, Bandung, Citra
Aditya Bhakti.
Wiriaatmadja, Rochiati, 2014, Metodologi Penelitian Tindakan Kelas,
Bandung, Remaja Rosdakarya Cipta.
Yaniawati, Poppy, 2014, Metodologi Penelitian, Bandung, Refika
Aditama Cipta.
Zarkasyi, Hamid Fahmy, 2012, Misykat Refleksi Tentang Westernisasi,
Liberalisasi dan Islam, Jakarta, MIUMI
B. SUMBER INTERNET
(http://www.hanckey.pbwiki.com, diakses 03 April 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem,(diunduh tgl 02-02-2015)
http://www.jugaguru.com/column/
http://www.pendidikankarakter.org/

105

Anda mungkin juga menyukai