Anda di halaman 1dari 174

MAKALAH

INDONESIA DALAM ARUS SEJARAH JILID 8

ORDE BARU DAN REFORMASI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Masyarakat

Indonesia

Dosen pengampu : Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum. dan Wildan Insan Fauzi, M.Pd.

Disusun oleh Kelompok 8 :

Dini Muslimatus Sajidin 1801927

Sania Dillatul Ummah 1803702

Dede Hena Jumara 1804215

Dinar Azzahra 1805999

Mirza Amanda Putri 1807393

Santika Rahayu Wiguna 1808032

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU PENGERTAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2018
In do n esia Dalam Aru s Sejarah Jilid 8 |2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahnim.

Puja dan puji syukur yang kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan
dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis terbuka dengan saran dan kritik demi kebaikan
kualitas makalah di masa yang akan datang. Demikian yang dapat kami sampaikan,
besar harapan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun
In do n esia Dalam Aru s Sejarah Jilid 8 |3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 5

1.1.RUMUSAN MASALAH........................................................................... 5
1.2.TUJUAN ................................................................................................... 5
1.3.MANFAAT................................................................................................ 5

BAB II KAJIAN TEORI............................................................................... 6

2.1.PENGERTIAN ORDE BARU................................................................... 6


2.2.PENGERTIAN REFORMASI................................................................... 6

BAB III PEMBAHASAN.............................................................................. 7

3.1.LAHIRNYA ORDE BARU....................................................................... 7


3.2.MILITER DAN DWIFUNGSI................................................................ 14
3.3.HUBUNGAN MASYARAKAT DAN NEGARA.................................. 24
3.4.POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA MASA ORDE BARU........... 31
3.5.PEMIKIRAN POLITIK DAN EKONOMI AWAL ORDE BARU........ 37
3.6.PEMBANGUNAN EKONOMI: PERTUMBUHAN DAN
PEMERATAAN...................................................................................... 51
3.7.PENDUDUK DAN PERUBAHAN SOSIAL.......................................... 61
3.8.TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI................... 70
3.9.PENANGANAN KESEHATAN MASA ORDE BARU........................ 77

3.10 WACANA GENDER DAN GERAKAN PEREMPUAN..................... 82

3.11 SASTRA INDONESIA ZAMAN ORDE BARU.................................. 86

3.12 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH......91

3.13 PENDIDIKAN TINGGI......................................................................... 95


In do n esia Dalam Aru s Sejarah Jilid 8 |4

3.14 GERAKAN MAHASISWA MENGONTROL DAN

MENGOREKSI NEGARA................................................................. 103

3.15 ISLAM PADA MASA ORDE BARU..................................................108

3.16 HAJI PADA MASA ORDE BARU......................................................110

3.17 PERANAN KELOMPOK ETNIK TIONGHOA DAN

KEBIJAKAN NEGARA..................................................................... 114

3.18 PERGUMULAN PUSAT DAN DAERAH PERGOLAKAN

DI PAPUA........................................................................................... 120

3.19 PERGUMULAN PUSAT DAN DAERAH PERIFERIAL

GERAKAN ACEH MERDEKA (GAM)............................................ 123

3.20 TIMOR TIMUR PADA ERA ORDE BARU....................................... 124

3.21 KONSEP DAN PENERAPAN HAK ASASI MANUSIA

DI INDONESIA.................................................................................. 127

3.22 KEBUDAYAAN PADA MASA ORDE BARU.................................. 135

3.23 KONFLIK LOKAL SETELAH KUDETA YANG GAGAL...............140

3.24 DINAMIKA REFORMASI ABRI........................................................145

3.25 EPILOG: MASA AWAL REFORMASI.............................................. 155

BAB IV PENUTUP.................................................................................... 171

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 173

LAMPIRAN.................................................................................................174
In do n esia Dalam Aru s Sejarah Jilid 8 |5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Jilid kedelapan dari serial buku Indonesia Dalam Arus Sejarah ini
merupakan episode sejarah kontemporer dalam pengertian sejarah mutakhir. Tema
yang mengikat bab-bab dalam jilid ini adalah masa pemerintahan Orde Baru.
“Lahirnya Orde Baru” adalah bab yang mengawali jilid ini.
Penyajian pokok bahasan dapat dikatakan termasuk ke dalam konteks
pemikiran dan politik Orde Baru. Dalam bab-bab berikutnya adalah mengenai
pendidikan, kesehatan, ekonomi, penduduk, dan perubahan sosial.
Selanjutnya adalah bab-bab yang termasuk dalam subtema pergolakan dan
kedaerahan, yaitu mengenai Aceh, Papua, Timor-Timur. Adapun bagian-bagian
yakni sastra, perempuan, kelompok etnik Tionghoa, dan haji. Sebagai episode
sejarah paling mutakhir, catatan dan kronik mengenai berbagai peristiwa dalam
periode reformasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
2. Apa dampak Lahirnya Orde Baru pada Indonesia?
3. Apa saja yang terjadi pada Indonesia ketika Masa Orde Baru?
4. Bagaimana Reformasi bisa terjadi?
1.3 TUJUAN
2. Untuk mengetahui dampak Lahirnya Orde Baru pada Indonesia.
3. Untuk mengetahui yang terjadi pada Indonesia ketika Masa Orde Baru.
4. Untuk memahami terjadinya Reformasi.
1.4 MANFAAT
1. Memberikan informasi mengenai lahirnya Orde Baru pada Indonesia.
2. Memberikan informasi mengenai terjadinya Masa Orde Baru.
3. Memberikan informasi mengenai terjadinya Reformasi.
In do n esia Dalam Aru s Sejarah Jilid 8 |6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 ORDE BARU

Orde Baru merupakan sebuah nama istilah yang digunakan untuk masa
pemerintahan Presiden Soeharto untuk pengganti istilah zaman pemrintahan
Soekarno yang disebut Orde Lama. Orde baru dimulai tahun 1966 saat
dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret
Pada tahun 1998 dikatakan sebagai akhir dari zaman Orde Baru ketika
Soeharto mundur dari jabatannya menjadi presiden dan jabatan presiden
digantikan oleh B.J Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden.
Kemudian masa Orde Baru digantikan denga Era Reformasi.

2.1 REFORMASI
Reformasi dimulai pda 21 Mei 1998 dan B. J Habibie sebagai presiden
untuk menggantikan Presiden Soeharto yang mengudurkan diri dari jabatannya
sebagai presiden. Penyebab awal jatuhnya masa Orde Baru ketika tahun 1977.
Krisis yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan masyarakat
Indonesia tidak puas terhadap pimpinan Presiden Soeharto menyebabkan
terjadinya demostrasi yang dilakukan mahasiswa di berbagai wilayah di
Indonesia. Tekanan dari dalam dan luar negeri membuat Presiden Soeharto
mundur. Hal inilah yang melatarbelakangi jatuhnya Orde Baru.
In do n esia Dalam Aru s Sejarah Jilid 8 |7

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 LAHIRNYA ORDE BARU

A. DIALOG SOEKARNO-SOEHARTO PASCA-KUDETA G-30-S

Dengan kegagalan kudeta Gerakan 30 September (G-30-S) 1965, situasi politik


nasional berubah drastis, berkembang tanpa arah. Kondisi inilah yang mendorong
Presiden Soekarno mengadakan sidang kabinet di Istana Bogor pada 6 oktober 1965.
Dalam konteks politik saat itu, sidang tersebut bersifat krusial, terutama jika dilihat dari
kehadiran sejumlah pejabat bukan menteri, seperti para pejabat TNI dan Polri. Dengan
sidang itu, Presiden ingin menciptakan citra di hadapan masyarakat bahwa ia masih
mampu mengendalikan kekuatan politik dan angkatan bersenjata. Melalu pidatonya,
presiden berusaha meyakinkan peserta sidang bahwa revolusi lebih agung dibandingkan
kudeta berdarah dalam peristiwa G-30-S, yang mengakibatkan kematian beberapa
jendral pimpinan angkatan darat. Terbunuhnya para jendral tersebut dianggap presiden
soekarno sebagai een rimpeltje in de oceaan (riak kecil dalam samudera) revolusi
indonesia.

Jajaran perwira tinggi Tertera Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD)
sangat tersinggung dengan tanggapan presiden. Peristiwa pembunuhan panglima dan
petinggi angkatan darat yang dianggap tidak ada artinya mengubah sikap Angkatan
Darat terdahadap soekarno. Melalui media massa, angkatan darat mulai membangun
opini publik yang anti-PKI dan waspada terhadap kebijakan Presiden Soekarno.

Sejak kematian Ahmad Yani dan para perwira tinggi staf angkatan darat,
solidaritas korps di lingkungan TNI AD semakin menguat.hal itulah yang tidak pernah
diperhitungkan oleh Soekarno dan PKI. Mereka sadar bahwa angkatan darat akan
dipecah-belah, antara kelompok yang pro soekarno dan kekuatan yang anti soekarno.
Kewaspadaan dan kecurigaan terhadap langkah politik soekarno menjadi semakin kuat.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 3)
In do n esia Dalam Aru s Sejarah Jilid 8 |8

Pembentukan organisasi KAMI adalah suatu konsilidasi kekuatan dari semua


organisasi mahasiswa penentang G-30-S dan pembangkang terhadap Komando Presiden
Pada tanggal 21 oktober 1965. Komando itu berisi antara lain :

1. Bina kesatuan dan persatuan seluruh kekuatan progresif revolusioner atas dasar
Panca Azimat Revolusi.
2. Menyingkirkan tindakan desktruktif, seperti rasialisme dan pembakar-bakaran.
3. Menyingkirkan fitnah atas dasar balam dendam.
4. Melarang demonstrasi yang tidak mendapat izin dari yang berwajib.
5. Meningkatkan terus aksi-aksi massa yang revolusioner secara konstruktif dalam
menghadapi Nekolim dari siasat subversif.

Dialog Soekarno-Soeharto berlangsung sangat keras. Soeharto mengakui bahwa


ia pernah di konfrontasi dengan panglima-panglima angkatan lain, seperti Jendral Polisi
Soetjipto Joedodiharjo, Laksamana Moeljadi, dan Laksamana Sri Mulyono Herlambang.
Soekarno mengenal benar karakter soeharto, yang dianggapnya sebagai seorang yang
“Keras kepala”, sangat teguh pendirian, dan sulit menerima pendapat orang lain.
Demikian pula soekarno tidak berbeda dengan soeharto, berkarakter kopping. Sampai
akhirnya soekarno menggunakan kekuasaanya karena tidak berhasil “menaklukan”
pendirian Soeharto. Soekarno mengatakan, “Kamu seorang prajurit, kerjakan apa yang
saya perintahkan, Mengenai perjuangan serahkan kepada saya.”

Presiden Soekarno tidak begitu saja menyerah. Ia melakukan gerakan baru untuk
mempertahankan kekuasaannya dengan dibantu oleh pendukung, baik kelompok
maupun perorangan, yang bersimpati kepadanya. Mereka berusaha untuk memindahkan
Soekarno dari jakarta ke suatu tempat di Jawa Timur. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012
hlm. 5)

B. OFENSIF DAN KONTRA OFENSIF SOEKARNO-SOEHARTO

Pada tanggal 13 Januari 1965, para perwira senior TNI-AD menyelenggarakan


pertemuan untuk membahas masalah hubungan politik dan TNI-AD. Dalam pertemuan
itu disepakati akan diselenggarakan seminar. Karena pada saat itu TNI -AD menghadapi
dua front sekaligus. Front pertama adalah koalisi Soekarno, dan kedua, PKI sendiri.
Dalam menghadapi dua front ini, perwira TNI-AD terpecah dalam tiga kelompok.
In do n esia Dalam Aru s Sejarah Jilid 8 |9

Pertama, kelompok yang menghendaki ofensif harus dilawan dengan kontra ofensif,
kelompok ini bisa disebut dengan kelompok Nasution. Kedua, kelompok yang lebih
moderat dan akomodatif tanpa menyimpang dari sasaran pokok, kelompok ini biasa
disebut kelompok Yani. Ahmad Yani berpendapat bahwa Bung Karno harus dipisahkan
dari PKI dan tidak boleh jatuh ke tangan PKI. TNI -AD harus berlomba dengan PKI
untuk merebut Bung Karno. Di samping kedua kelompok itu masih ada kelompok
ketiga yaitu kelompok pemikir. Kelompok ini berpendapat :

1. Musuh TNI-AD adalah komunis. Musuh kita sedang menciptakan konsep perang
revolusi.
2. TNI-AD harus berlomba dan berkonfrontasi dengan PKI antara lain merebut Bung
Karno atau mencegah Bung Karno dari rangkulan PKI.

Di samping itu untuk menghadapi segala aksi-aksi PKI itu, pimpinan TNI -AD
tetap waspada dan berusaha untuk mencegahanya dengan cara melakukan manuver di
segala bidang. Dengan adanya doktrin Perang Wilayah atau Perang Rakyat Semesta,
maka ABRI dapat terlibat langsung dalam semua tata kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sampai ke desa-desa.

Aksi-aksi PKI di desa-desa dihadapi oleh bintara desa (Babinsa) dan Komando
Rayon Militer (Koramil) di tingkat Kecamatan. Di samping itu juga dibentuk Kesatuan
Pertahanan Sipil (Hansip) dan Pertahanan Rakyat (Hanra) untuk menghadapi kegiatan
PKI di tingkat bawah.

Tindakan lain yang dilakukan pimpinan TNI-AD adalah pembinaan generasi


muda khususnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dalam hal ini HMI merupakan
organisasi mahasiswa yang paling gigih melawan komunis. PKI berusaha untuk
mengucilkan dan membubarkan HMI, tetapi usaha ini gagal karena adanya dukungan
TNI-AD terhadap HMI. Sedangkan untuk membendung pengaruh CGMI, dibentuklah
Resimen Mahasiswa di setiap Kodan atau Universitas.

Kelompok pemikir di lingkungan TNI-AD yang tergabung dalam Dewan


Penelitian dan Pengembangan, telah mengantisipasi pelbagai gerak-gerik PKI. Dalam
perkembangannya kemudian karena konfrontasi dengan PKI menghangat, Men/Pangad
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 10

Letnan Jenderal A Yani pada bulan Februari 1964 memerintahkan, agar Seskoad
melakukan diskusi (pra-seminar), dan pembahasan mengenai pendayagunaan AD. Hasil
diskusi dan pembahasan Seskoad dituangkan dalam makalah yang kemudian
didistribusikan kepada para Panglima Kodam (Pangdam). Isi pokok makalah adalah
pemikiran mengenai pertahanan keamanan bahwa TNI-AD reluctant terhadap politik
konfrontasi, sebaliknya kerjasama regional harus dipupuk. Juga dimuat pembahasan
tentang potensi ancaman dan gangguan, serta peranan AD sebagai kekuatan politik.
Makalah produk Seskoad tersebut dimaksudkan sebagai materi persiapan menuju
Seminar AD. Rupanya makalah ini bocor sampai ke Bung Karno sebab di Seskoad
sendiri terdapat sejumlah perwira yang pro PKI. Men/ Pangad memutuskan Seminar
tetap diadakan tanpa makalah. Kebetulan pula pada saat itu banyak universitas yang
mendapat tekanan berat dari PKI, seperti UI, UNPAD, GAMA Dosen-dosen mereka
direkrut sementara ke Seskoad, antara lain Hidayat Mukmin, Subagio Sastrowardojo,
Prof. Notonagoro.

Seminar juga dimaksudkan untuk mengevaluasi Pancasila dalam hubungannya


dengan Manipol/USDEK, suatu analisis mengenai fungsi-fungsi politik termasuk
Angkatan Bersenjata. Motivasinya ditegaskan oleh Men/Pangad Letjen TNI A Yani
bahwa ABRI perlu mengadakan reorientasi dan reevaluasi untuk memastikan
bagaimana posisi Angkatan Bersenjata, khususnya TNI-AD sebagai alat revolusi, dan
bagaimana membina alat revolusi.

Sebelum Seminar dimulai, sesuai dengan acara seminar, pada tanggal 2 April
1965 para peserta seminar menghadap Presiden Soekarno ke Istana Bogor untuk mohon
restu. Dalam amanatnya Presiden, mengatakan “bahwa rakyat Indonesia telah
menyeleweng dari rel revolusi” dalam tahun 1950-1959, tetapi sejak 1959 itu telah
menemukan kembali revolusi itu. Namun di dalam Angkatan Bersenjata proses tersebut
“belum dilaksanakan”. Di tambah pula, bahwa Angkatan Bersenjata telah menempuh
suatu strategi pertahanan yang tidak sesuai dengan revolusi kita yang asli, melainkan
dengan suatu revolusi yang menyimpang. Dalam amanatnya Presiden sempat menyindir
beberapa perwira yang mendapat didikan dari luar negeri telah membawa pulang
konsep “musuh berada di Utara”, konsep itu salah. Musuh Indonesia adalah Nekolim.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 11

Pidato inilah yang diduga oleh para perwira Seskoad, bahwa makalah pra Seminar AD
telah “bocor”kepada Bung Karno. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 8)

C. SURAT PERINTAH 11 MARET 1966

Pada hari Jumat tanggal 11 Maret 1966, situasi ibukota berbeda dari biasanya.
Jalan-jalan di sekitar Istana telah penuh dengan massa mahasiswa yang sejak pagi-pagi
buta telah berada di depan Istana. Jalan-jalan menuju Medan Merdeka praktis lumpuh.
Kampus Universitas Indonesia yang semula dijaga oleh kesatuan-kesatuan KOSTRAD
pada hari itu tampak sunyi, ditinggalkan oleh penjaganya. 'Mulut Jalan Menteng Raya
sangat sunyi dan Medan Merdeka Timur ditutup untuk umum. Pasukan Tjakrabirawa
dalam keadaan siaga tempur di sekitar Istana. Situasi kota Jakarta sangat mencekam,
sewaktu-waktu bisa pecah insiden dan pertumpahan darah.
Pada hari itu, di Istana akan diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora yang
Disempurnakan. Sidang Kabinet ini menjadi istimewa karena merupakan sidang
pertama Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, sejak para menterinya dilantik pada 24
Februari 1966. Jalanan diblokir oleh mahasiswa dan ban mobil para menteri yang akan
menghadiri sidang dikempisi. Pada waktu itu mobil dinas menteri adalah sedan Dodge
Dart bercat hitam, dan mudah dikenali karena nomor polisinya hanya dua angka.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 15)

Tatkala Presiden berpidato dalam sidang yang baru berlangsung lebih kurang
10 menit itu, Amir Machmud menerima nota dari Jenderal Sabur. Isi nota meminta agar
Amir Machmud keluar sebentar dari ruang sidang kabinet karena di luar ada pasukan
tanpa tanda pengenal. Oleh karena merasa tidak sopan meninggalkan ruangan ketika
Presiden sedang berpidato, Amir menolak. la yakin tidak ada bahaya yang mengancam,
berbeda dengan penilaian Sabur. Kemudian Sabur mengirim nota yang kedua dengan
catatan urgent yang meminta agar Amir Machmud keluar dari ruang sidang. Oleh
karena Sabur tidak berani mengambil risiko, ia langsung menyampaikan nota tersebut
kepada Presiden melalui Ajudan Presiden Bambang Widjonarko. (Abdullah dan Lapian
(ed), 2012 hlm. 16)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 12

Presiden menerima draf surat perintah dari Sabur, dan dibacanya. Kemudian ia
menyerahkan draf itu kepada Waperdam Leimena dan ketika pada giliran Dr.
Soebandrio, Presiden bertanya, "Bagaimana, Ban, kau setuju?" Pertanyaan itu kemudian
diulang Presiden, "Setuju?" Dr. Soebandrio menjawab, "Bisa berbuat apa saya? Bung
Karno sudah berunding tanpa kami." Bung Karno memotong, "Tapi kau setuju?" "Kalau
bisa perintah lisan saja," kata Dr. Soebandrio memberanikan diri sambil melirik ketiga
jenderal yang melotot ke arahnya karena geram mendengar kalimatnya yang terakhir itu.
Akan tetapi Soebandrio tidak takut. la tahu, mereka tidak bisa berbuat banyak. Suasana
santai berubah menjadi tegang. Tiba-tiba Amir Machmud menyela, "Bapak Presiden
tanda tangan sajalah. Bismillah saja, Pak."

Akhirnya draf surat perintah itu ditandatangani oleh Presiden Soekarno di


hadapan ketiga Waperdam, empat orang perwira tinggi (Basuki Rachmat, Amir
Machmud, M. Jusuf, dan Sabur), serta istri Presiden NY. Hartini Soekarno. Dengan
demikian draf surat perintah yang tidak memenuhi syarat administratif itu sah menjadi
surat perintah resmi. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 19)
D. DE-SOEKARNOISASI

Setelah Presiden Soekarno menandatangani surat perintah tersebut, ketiga


perwira ? tinggi itu (Basuki Rachmat, Amir Machmud, M. Jusuf) mohon izin kembali
ke Jakarta karena hari mulai malam. Mereka menolak ketika ditawari makan malam
bersama Bung Karno. Perjalanan ketiga perwira tinggi itu ke Jakarta dengan
menumpang mobil Ajudan Bambang Widjanarko. Pada pukul 21.30, ketiga perwira
tinggi itu tiba di Jakarta, langsung menuju rumah Jenderal Soeharto. Mereka diterima di
kamar tidur. Surat diserahkan kepada Jenderal Soeharto, dan dibacanya dengan teliti.
Soeharto kemudian memutuskan akan menerimanya secara resmi di markas Kostrad.
Pada malam itu juga para panglima daerah yang telah berada di Jakarta, Wapangad M.
Panggabean, dan seluruh jajaran Staf Angkatan Darat dan Kompartemen Hankam,
dipanggil ke markas Kostrad untuk menghadiri briefing Men/Pangad Jenderal Soeharto.
Wakil-wakil dari Front Pancasila juga diundang hadir, antara lain K.H. Masjkur,
Subchan I.E., Harry Tjan Silalahi, dan Nuddin Lubis, yang dijemput dari rumah masing-
masing. para mahasiswa yang sedang tidur di markas Kopur Il Kostrad di Jalan Kebon
Sirih Barat dibangunkan oleh Kemal Idris. Mereka yang ikut hadir pada saat briefing,
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 13

yaitu Cosmas Batubara, Lim Bian Koen, Abdul Gafur, dan David Napitupulu.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 20)

Naskah tulisan Soekarno adalah draf, bukan pendapat pribadi Soekarno.


Naskah tersebut merupakan karya kolektif Soekarno bersama Mohammad Hatta,
Ahmad Soebarjo, dan Sayuti Melik. Hal itu terbukti dengan adanya beberapa coretan
pada naskah tersebut. Naskah yang diketik oleh Sayuti Melik ditemukan pada 1965.
Oleh pejabat Presiden Soeharto, naskah ketikan difotokopi dan dibagikan kepada para
gubernur dan kepala daerah propinsi menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1969.

Proses de-soekarnoisasi berjalan sebagai suatu bentuk operasi sosial politik,


sebagaimana dikonsepsikan dalam sistem senjata sosial (sissos). Tempat atau bangunan
dengan "label" Soekarno dihapuskan atau diganti. Contohnya adalah Gelanggang Olah
Raga (Gelora) Bung Karno di Senayan diganti dengan Gelora Senayan. Rumah Presiden
Soekarno di Jalan Gatot Subroto yang dikenal dengan Wisma Yaso dijadikan museum
ABRI, yang kemudian diberi nama Satria Mandala. Di dalam bangunan tersebut semua
benda-benda yang berhubungan dengan Soekarno dibongkar. Kamar tidur Presiden
Soekarno dibongkar dan diganti dengan sejumlah diorama.

Dalam suasana kejiwaan yang tertekan, Presiden Soekarno mencoba bangkit


kembali. Pada 17 Agustus 1966, ia berpidato dengan semangat yang tinggi untuk
menyakinkan masyarakat bahwa ia masih sunäve dan tetap memimpin pemerintahan.
Dalam pidatonya yang diberi judul Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Soekarno
menyatakan bahwa Surat Perintah Il Maret 1966 bukanlah perintah untuk penyelesaian
masalah-masalah politik. Sekalipun pidatonya diartikulasikan dengan gaya gempita,
sambutan masyarakat biasa saja. Media massa tidak terlalu antusias menanggapi pidato
tersebut. Pandangan masyarakat telah berubah, popularitas Soekarno telah merosot
secara drastis. Sebagai manusia biasa, Soekarno tidak tahan terhadap tekanan,
penghinaan, dan kesepian. Banyak pembantunya yang diadili dan ditahan sebagai
pengkhianat bangsa. Selain itu, Soekarno masih dituntut untuk melengkapi
pertanggungjawabannya kepada MPRS, yang diberi batas waktu sampai Januari 1967.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 25)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 14

3.2 MILITER DAN DWIFUNGSI

A. TRANSISI POLITIK DARI SOEKARNO KE SOEHARTO

Pada masa transisi politik dari Soekarno ke Soeharto 1966-1967, terjadilah


peneguhan sejarah untuk membenarkan peran sosial politik ABRI melalui doktrin Tri
Ubaya Cakti, sebagai hasil Seminar Angkatan Darat I, yang diselenggarakan pada
tanggal 2-9 April 1965. Doktrin tersebut disempurnakan melalui Seminar Angkatan
Darat II di Bandung, tanggal 25-31 Agustus 1966, dengan membuang jauh hal yang
berbau Soekarnois atau Orde Lama. Melalui doktrin inilah untuk pertama kalinya
dirumuskan konsep dwifungsi ABRI yang menegaskan bahwa angkatan bersenjata
memiliki dua fungsi, sebagai "kekuatan militer" dan "kekuatan sosial politik". Sebagai
kekuatan sosial politik, aktivitas tentara meliputi bidang-bidang ideologi, politik, sosial,
ekonomi, budaya dan keagamaan. Secara internal dan eksternal, doktrin militer Orde
Baru mengemukakan slogan simpatik, seperti antara lain "ABRI berasal dari rakyat.
lahir dan berjuang bersama rakyat pada masa revolusi kemerdekaan", ABRI setia pada
ideologi Pancasila dan akan tetap mempertahankan UUD 1945". Pada masa inilah lahir
doktrin Catur Dharma Eka Karma (Four Mission, One Fate) yang menggabungkan
unsur jajaran ABRI (Darat, Laut, Udara, dan Kepolisian) ke dalam satu doktrin ABRI.

Naiknya Mayor Jenderal Soeharto menjadi Pejabat Presiden yang dikukuhkan


oleh MPRS pada 12 Maret 1967, menandai berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno.
Sebelumnya Soeharto adalah Panglima Kopkamtib (Komando Operasi Keamanan,
Pemulihan dan Ketertiban), panglima Angkatan Darat, Panglima ABRI, Ketua
Presidium Kabinet. Pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai presiden RI yang definitif
merupakan hasil kerjasama dari "tiga kekuatan hijau", yaitu kelompok militer, Islam,
dan mahasiswa. Pada awalnya mereka bersatu karena memiliki kepentingan yang sama
untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta rezim Orde Lama.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 29)

Pada awal pemerintahan Orde Baru, terdapat sejumlah jenderal yang dikenal
sebagai "kaum militan Orde Baru". Tokoh terpenting dari kelompok ini adalah H.R.
Darsono, Kemal Idris, dan Sarwo Edhie Wibowo. Ketiga perwira tinggi ini pernah
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 15

menjabat posisi sebagai panglima se-jawa, dan mereka adalah kelompok pendukung
Soeharto ketika menghadapi Soekarno pada masa awal Orde Baru.Diantara para perwira
tinggi, H.R. Darsono, Panglima Divisi Siliwangi di Jawa Barat, dikenal dekat dengan
para aktivis politik dari kalangan Partai Sosialis Indonesia yang telah dibubarkan
Soekarno di era Demokrasi Terpimpin. Mereka mengembangkan ide-ide tentang politik
Orde Baru, yang tidak sejalan dengan garis yang dianut Soeharto. Soeharto melakukan
tindakan Strategis untuk mewaspadai kekuatan politik datam tubuh tentara dengan cara
halus, sehingga secara bertahap para "militan Orde Baru" kehilangan jabatannya. Mula-
mula mereka diberi tugas pada jabatan yang kurang strategis, tetapi kemudian
dipindahkan ke jabatan yang sama sekali tidak berarti dalam proses pengambilan
keputusan. Semua itu telah membentuk struktur komando hierarkis dan menghapus
berbagai kesetiaan khusus. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 32)

B. DWIFUNGSI ABRI

Dalam paradigma militer di Indonesia. telah lama dikembangkan konsep


dwifungsi ABRI. Gagasan ini awainya dilontarkan oleh Jenderal Besar A.H. Nasution
di era sistem Demokrasi Terpimpin. Saat itu memang militer telah masuk ke dalam
wilayah politik praktis, dan kehadirannya tidak terelakkan karena sebagai pengimbang
kekuatan komunis, yakni Partai Komunis Indonesia yang telah mendapat ruang politik
dan berpengaruh pada masa Presiden Soekarno. Gagasan Nasution dikembangkan
sesuai dengan kepentingan dan bersifat lebih aplikasi yang dilakukan Oleh Soeharto
dengan dukungan kalangan perwira tinggi TNI antara lain Mayjen Ali Murtopo,
Laksamana Sudomo, Jenderal L.B. Moerdani, serta loyalis Orde Baru lainnya.

Dalam buku memoirnya, Soeharto mengemukakan, "ABRI bukan semata-


mata Angkatan Bersenjata bayaran. ABRI adalah juga pengisi kemerdekaan, berhak dan
merasa wajib ikut menentukan haluan negara dan jalannya pemerintahan. Inilah sebab
pokok ABRI mempunyai dua fungsi (dwifungsi), yakni sebagai alat negara dan sebagai
kekuatan sosial politik. Soeharto juga menegaskan, "ABRI sebagai kekuatan sosial
politik telah menjadi bagian yang hidup dan tumbuh dalam sistem politik kita..., sebagai
kekuatan sosial politik yang sadar dan bertanggung jawab, ABRI menempatkan diri
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 16

duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan ketiga Organisasi politik lainnya
(Golkar, PPP, dan PDI)." (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 32)

Pada masa reformasi ini muncul pandangan dari kalangan politisi sipil di
parlemen, yang dipelopori Partai Bulan Bintang (PBB), agar ABRI (kini TNI-Polri)
melakukan pemisahan fungsi kerja secara tegas. Pemikiran dan usulan PBB kemudian
diterima anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pada tahun 2000, melalui sidang parlemen
disahkanlah perundang-undangan yang memisahkan peranan TNI dengan Polri. Bidang
aktivitas TNI lebih difokuskan kepada pertahanan negara, sedangkan Polri lebih kepada
keamanan negara. Untuk memahami posisi militer harus dipahami tidak semata dalam
konteks hukum, melainkan juga dalam konteks sejarah. Hal ini harus dilihat dari
konteks sejarah, ketika golongan "fungsional" diterima kehadirannya dalarn badan-
badan perwakilan, sejak masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin, yang juga
dikehendaki Soekarno.

Sejak jatuhnya pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto pada


tanggal 21 Mei 1998 oleh gerakan mahasiswa yang mengatasnamakan diri sebagai
gerakan reformis, maka posis ABRI dalam peta perpolitikan di Indonesia ikutjatuh pula.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ABRI adalah kekuatan politik Orde Baru bersama
Golkar. Jatuhnya Orde Baru berarti juga jatuhnya ABRI sebagai penyangga
pemerintahan, karena selama Orde Baru ABRI lebih identik sebagai alat pemerintah
yang berkuasa daripada sebagai alat penyangga negara dari segala ancaman. Slogan-
slogan yang didengungkan seperti "ABRI dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat",
"Yang terbaik untuk rakyat adalah terbaik untuk ABRI", serta " ABRI manunggal
dengan rakyat", dianggap hanya sebagai kata-kata yang tidak merniliki makna dan
hanya untuk mengelabui rakyat. Pada akhirnya masyarakat menganggap bahwa semua
itu tidak lain disebabkan adanya ekses peran ABRI dengan dwifungsinya, terutama
peran politik yang terlalu dominan. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 36)

C. RIVALITAS DI SEKITAR SOEHARTO


Pada tahun 1969, kemanan telah mulai pulih. Jabatan Menhankam/Pangab
diserahkan kepada Jenderal Maraden Panggabean. Jabatan Pangkopkamtib diserahkan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 17

kepada Jenderal Soemitro. la ditugaskan untuk melaksanakan operasi pemulihan


keamanan dan ketertiban pasca G-30-S 1965, termasuk meredam separatisme gerakan
radikalisme Islam esktrem kanan. Adapun Jenderal M. Panggabean tidak dapat
melakukan langkah-langkah monopoli yang kemungkinan dapat berbahaya bagi
Soeharto. la hanya memiliki kewenangan untuk membina pasukan, sebaliknya Soemitro
melaksanakan tugas operasi pemulihan keamanan dengan bertanggung jawab langsung
kepada Soeharto.

Dalam rangka menguatkan posisi Soeharto untuk memegang kekuasaan di


Indonesia, apa yang dikatakan dalam adigium politik bahwa dalam berpolitik tidak ada
teman yang abadi yang ada hanya kepentingan abadi, Soeharto sebagai seorang
"jenderal strategi" paham benar kemana "bidak catur- strategi politik harus dimainkan
dalam pentas politik Indonesia. Soeharto memiliki "ternan" dan -anak buah" dalam
prinsip pola hubungan yang berpegang pada loyalitas atau kesetiaan. Ada masa
pertemanan politik itu terdiri atas Soeharto. Basuki Rahmat. Mohamad Yusuf, dan Amir
Machmud, para tokoh yang berperan dalam membidani Orde Baru di era 1966-1970-an,
dengan "lawan” utama perwira loyalis Nasution dan perwira loyalis Soekarno.
Pertemanan politik dalam pola hubungan -bawahan dan atasan" yang membangun pola
hubungan hierarkis politik terdiri atas Soeharto, Moertopo, dan Soemitro di era 1970-an
dengan lawan utama kalangan Islam politik dan nasionalis radikal. Pertemanan politik
juga berlanjut dengan pola hubungan "anak kepada bapak", yaitu Soeharto, C.B.
Moerdani, dan Sudomo di era 1980-an dengan lawan utama adalah membangun asas
keseimbangan politik (political balancing) antara elite militer agamis (Islam) dengan
kalangan elite militer nasionalis sekuler. Pertemanan itu berubah di era 1990-an dengan
pola hubungan “anak kepada bapak” yang dikombinasikan dengan keseimbangan
kepentingan kelompok, yakni Soeharto dan keluarga, Habibie dengan kelompok "hijau",
dan Soetrisno dengan kelompok -merah putih". Hal tersebut mungkin dapat dijelaskan
di bawah. dalam konteks perjalanan politik militer selama masa kepemimpinan
Soeharto. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 36)

D. SOEHARTO, MOERTOPO, SOEMITRO


I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 18

Untuk melaksanakan operasi khusus, dalam rangka menunjang rencana politik


Soeharto, ada dua pembantunya yang tampil sebagai kekuatan politik yang penting.
Mereka adalah Mayor Jenderal Ali Moertopo dan Jenderal Soemitro. Ali Moertopo
berasal dari Divisi Diponegoro, yang berpusat di Jawa Tengah, adalah perwira intelijen
yang sejak lama menjadi bawahan sekaligus kepercayaan Soeharto. Ali Moertopo, tidak
menduduki jabatan formal militer, ia senantias bertugas sebagai operator (memimpin
operasi intelijen lewat Opsus) dan juga sebagai penasihat politik terdekat Soeharto. Ali
Moertopo juga seorang tokoh sentral dari inner Circle, yakni anggota kelompok kecil
kepercayaan Soeharto, dan dikenal dengan sebutan Aspri (Asisten Pribadi). Adapun
Soemitro berasal dari Divisi Brawijaya yang bermarkas di Surabaya, juga berasal dari
Jawa Timur. pada awal tahun 1970-an, Jenderal Soemitro, menjabat sebagai Wakil
Panglima Angkatan Bersenjata (Wapangab) sekaligus sebagai Panglima Operasi
Pernulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib). karena jabatan yang
disandangnya dan tindakan politik yang dilakukannya, banyak yang menyebut soemitro
sebagai "the second strong man". Di antara keduanya telah terjadi persaingan untuk
mendapatkan akses lebih kuat ke pusat kekuasaan, yakni Soeharto dan di antara
keduanya itu memang terjadi perbenturan. Persaingan ini berakhir Saat kerusuhan besar
melanda Jakarta, ketika adanya kunjungan Perdana Menteri Jepang Kakue Tanaka, pada
pertengahan Januari 1974. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama Peristiwa
Malari (Malapetaka Januari).

Desas-desus itu terjawab kemudian. Pada 6 Maret 1974, Soemitro meminta


pada Soeharto untuk membebaskan dirinya dari jabatan Wakil Panglima Angkatan
Bersenjata. la juga menolak untuk diangkat menjadi duta besar. la memilih keluar dari
ketentaraan. Pada 15 Maret, Soeharto menyetujui pengunduran diri Soemitro. Lembaga
Aspri kemudizn dibubarkan. Berbeda dengan Soemitro, Ali Moertopo tetap membzntu
Soeharto. Ali Moertopo sempat menjadi Menteri Penerangan. la jug. sempat duduk di
DPA (Dewan Petimbangan Agung), namun saran dan nasihat atau pertimbangannya
tidak pernah dianggap serius Oleh Soeharto. Ali Moertopo wafat pada 15 Mei 1984
sebagai seorang yang kecewa. Adapun bagi Presiden Soeharto, rivalitas yang terjadi
antara Jenderal Soemitro dan Mayor Jenderal Ali Moertopo justru mengakibatkan
terjadinya pergeseran kekuasaan antara perwira ABRI dan presiden. Usaha yang
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 19

dilakukan oleh kalangan ABRI untuk mereduksi kekuasan presiden. justru semakin
menambah sumber kekuasaan bagi Presiden Soeharto, yakni kontrol Presiden Soeharto
semakin kuat. jabatan Kopkamtib yang diambil alih presiden itu telah menjadikan
pusat-pusat kekuasaan terpusat di tangannya." (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 38)

F. SOEHARTO, MOERDANI, SUDOMO

Keadaan itu tentu mengharuskan Soeharto melakukan konsolidasi kembali


secara politik dalam tubuh internal ABRI. la harus mendudukkan jabatan penting dalam
lembaga pemerintah yang strategis ini kepada para perwira yang dapat diandalkan
kesetiaannya, setidaknya kepada mereka yang kemungkinan untuk menentang
keinginan Soeharto sangat kecil. Jenderal Yoga Sugama, L.B. Moerdani, dan
Laksamana Sudomo termasuk dalam kategori itu. Moerdani dan Yoga Sugama sedang
berada di luar negeri, bertugas sebagai diplomat, ketika kerusuhan Januari 1974. Mereka
secara mendadak diminta kembali oleh Soeharto untuk memimpin intelijen negara. Jika
Yoga Sugama mengambilalih Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara) dari Sutopo
Yuwono, Moerdani memegang tanggung jawab intelijen militer dari Markas Besar
Angkatan Bersenjata, dan di samping Kopkamtib, ia memegang jabatan sebagai deputi
kepala Bakin.u Mereka menjadi orang-orang kepercayaan Soeharto. Ada jenderal lain.
yang senior dan juga berpengaruh. yakni Jenderal Maraden Panggabean dari Sumatera
IJtara, dan Jenderal Mohammad Jusuf dari Sulawesi Selatan. Bedanya, ketiga jenderal
terdahulu adalah para perwira yang telah lama bekerja sama dengan Soeharto,
Sedangkan dua jenderal yang disebut terakhir itu, berasal dari dua divisi kecil di luar
Jawa.

Presiden Soeharto, sebagaimana dijelaskan di atas memiliki "orang


kepercayaan" atau dua pembantu dengan loyalitas yang tidak disangsikan lagi, yakni
Laksamana Sudomo dan Mayor Jenderal L.B. Moerdani. Laksamana Sudomo diangkat
sebagai Wakil panglima Angkatan Bersenjata dan Panglima Kopkamtib, ia memiliki
telepon hubungan langsung dengan Soeharto. Adapun Moerdani praktis telah
menguasai dunia intelijen Indonesia. la menduduki jabatan Kepala intelijen Kopkamtib
dan Wakil Badan Koordinasi Intelijen (BAKIN). Posisi ini memungkinkan mereka
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 20

mengawasi Jenderal M. Jusuf. Masalah utama adanya gangguan hubungan antara


Presiden Soeharto dengan Jenderal M. Jusuf, di antaranya menyangkut dukungan sang
jenderal atas keberadaan kelompok Fosko, tempat sejumlah perwira purnawirawan
menyikapi perkembangan politik negara. Sementara itu, Ketua G-1 Hankam/sisten
ABRI Letjen Benny Moerdani, diisukan melaporkan kepopuleran Jenderal M. Yusuf
kepada Soeharto. Ini kemudian memunculkan ketidaksenangan Soeharto terhadap
Jenderal M. Yusuf. Letjen Benny Moerdani juga melaporkan tindak-tanduk Jenderal M.
Yusuf kepada Soeharto, yang menyebutkan bahwa Yusuf menggalang kekuatan internal
untuk menjadi Presiden RI. Selama masa jabatan Jenderal M. Yusuf sebagai Panglima
ABRI memang banyak beredar isu.

Keberhasilan Soeharto melakukan konsolidasi dalam membangun


pemerintahan Orde Baru di era 1966-1970-an, bukanlah sesuatu yang segalanya
berjalan mulus. Dukungan ABRI sangat menonjol terhadap Golkar dalam pemilihan
umum di tahun 1971 dan 1977, sehingga mengantarkan Soeharto mempertahankan
kedudukannya sebagai Presiden RI, sekaligus mengendalikan ABRI dan arah politik
negara. Soeharto juga menegaskan bahwa TNI "Sebagai alat revolusi penegakan Sapta
Marga dan Pengembangan Amanat Rakyat" berkewajiban bertindak sebagai pelopor di
segala bidang yang menyangkut kesejahteraan bangsa dan rakyat. Ucapan itu pernah
dilontarkan tidak hanya berasal dari Soeharto sebagai penegak kebijakan Orde Baru,
tapi juga sebagai presiden RI yang kedua, sebagai buah kemenangan militer pretorian.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 38)

Sampai fase ini sebagaimana dikatakan Richard Robinson bahwa orde Baru
dapat digambarkan sebagai otoriterisme.n Adapun Mochtar Mas'oed dengan menyitir
pendapat Dwight King mengatakan bahwa Indonesia di masa orde Baru bersifat otoriter.
Analisis Perlmutter mengatakan bahwa pretorianisme otoriter, antara lain menghadirkan
kekuasaan pemerintah yang dipegang oleh militer dan berfusi dengan sipil dari kalangan
birokrat ataupun teknokrat. Dari kombinasi model antara pretorian otoritarian dengan
teknokratisme dan birokratisme, muncul apa yang disebut dengan konsep
otoritarisnisme teknokratis dan otoriterianisme birokratis. Dua konsep tersebut
merupakan kerangka kebijakan taktis kekuasaan militer untuk mencapai tujuan-
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 21

tujuannya dalam upaya memordenisasi pemerintahan. Dengan dernikian, konsep politik


yang dikembangkan adalah konsep politik birokrasi yang memiliki ciri bahwa lembaga-
lembaga politik yang dominan adalah birokrasi, baik militer maupun sipil, sebaliknya
apa yang dinamakan lembaga kontrol yakni legislatif, partai, media, maupun kelompok
penekan lainnya di luar struktur birokrasi demikian lemah, bahkan hanya sebagai
accessoris atau komplementer dalam proses politik. Demikian pula kekuatan partisipasi
masyarakat dan massa sangat bersifat semua dalam tampilan aspirasi politiknya.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 44)

G. PENCERAHAN BARU: ABRI "HIJAU"

Faisal Tandjung dan R. Hartono merupakan jenderal yang hadir Saat


reorganisasi besar-besaran dilakukan dalam tubuh ABRI. Kehadiran Jenderal Faisal
'Tandjung sebagai Panglima Angkatan Bersenjata pada tahun 1993, dan HartonO
sebagai KSAD dianggap sebagai upaya untuk memperlemah pengaruh Moerdani. Faisal
Tandjung diangkat sebagai Pangab menggantikan Jenderal Edi Sudrajat, yang
memegang jabatan itu hanya tiga bulan. Faisal Tanjung sebelumnya menjabat sebagai
Kepala Staf Unum (Kasum) ABRI, dan jauh sebelum itu adalah Komandan Seskoad
selama empat tahun. Sementara itu, Jenderal R. Hartono yang berasal dari Madura
adalah sosok panglima Brawijaya yang "diasingkan" untuk memimpin Sekolah Staf
Komando ABRI di Bandung, padahal ketika itu kelompok independen di Jawa Timur
mencalonkannya menjadi Gubernur. la pernah memimpin Seskoad di Bandung,
memimpin Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional), kemudian menjabat Kepala Staf
Sosial dan Politik (Kasospol) di Mabes ABRI, dan akhirnya menjabat Kepala Staf
Angkatan Darat pada tahun 1995 menggantikan Wismoyo Arismunandar. (Abdullah
dan Lapian (ed), 2012 hlm. 44)

Jika kita melihat jumlah personil militer dalam Kabinet Pembangunan I


sampat Kabinet Pembangunan VI dapat dipaparkan sebagai berikut: Kabinet
Pembangunan I, unsur militer 8 atau 34% dari jumlah nominal 223 posisi anggota
kabinet. Kabinet Pembangunan Il, unsur militer ada 6 atau 24% dari nominal 25 anggota
kabinet. Kabinet Pembangunan Ill, unsur militer ada 15 atau 45% dari nominal 33
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 22

anggota kabinet. Kabinet Pembangunan IV, unsur militer ada 17 atau 42% dari jumlah
nominal 40. Pada Kabinet Pembangunan V, unsur militer ada 14 atau 34 % dari nominal
41 anggota kabinet. Pada Kabinet Pembangunan VI, unsur militer sebanyak 10 atau
24% dari 42 anggota kabinet. Adapun dalam Kabinet Pembangunan VII, dari kalangan
militer yang duduk di kabinet hanya 8 orang. Memang semakin menurun dalam
perkembangan terakhir, terutama setelah Presiden Soeharto lebih memercayakan
kepemimpinan politik kepada tokoh sipil, seperti Harmoko sebagai Ketua Umum
Golkar, dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden RI.

Kalangan militer yang dilibatkan dalam struktur politik pengambil kebijakan


politik strategis hampir selalu rata-rata mencapai 30%. Yang lebih penting lagi menjadi
perhatian secara tingkat akomodasi politik, dalam era pemerintahan Orde Baru dalam
perkembangan penempatan orang-orang di kabinet, kecuali di awal pemerintahan
Soeharto, tidak ada satu pun perwakilan dari kalangan partai politik dalam jabatan
kementerian. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 46)

H. POLA KEPEMIMPINAN MILITER: DARI LOYALITAS INSTITUSI KE


KONSTITUSI

Perlu dipahami bahwa alih generasi kepemimpinan ABRI pada dekade 1990-
an adalah para pucuk pimpinan ABRI yang tidak mengalami revolusi kemerdekaan.
Romantisme bahwa mereka telah berjasa atas berdirinya republik ini sudah tidak ada
lagi, sebagaimana pada pucuk pimpinan ABRI sebelumnya. Faisal Tandjung, R.
Hartono, Wiranto, S. Subagyo, Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono, Syafri
Syamsuddin, dan perwira muda prospektif lainnya di lingkungan ABRI merupakan para
jebolan AMN yang mendapat pendidikan profesional kemiliteran di Akademi Militer.
Mereka lebih terlatih secara militer, tetapi juga memiliki pertimbangan lain untuk
terlibat dalam politik praktis. Gejala seperti itu mungkin dapat diterangkan dengan
meminjam istilah moerdani yakni “Militer masa Damai”. Oleh karena bukan perwira
konservatif istilah Moerdani yakni "militer masa damai sebagaimana yang terjadi pada
perwira sebelum tahun 1990-an akan lebih cocok kalau disebut "militer berpikir
modern". (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 47)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 23

Mengenai kurangnya pengalaman tempur, bukankah Wiranto berasalinfanteri


yang banyak makan "asam garam" dalam tugas operasi mengemban misi negara,
termasuk di Timor Timur, yang dialami juga oleh Prabowo. Bahkan di mata Prabowo,
Wiranto saat bertugas dalam Operasi Seroja mendapatkan pujian sebagai perwira yang
andal di medan tempur? Demikian pula mengenai kurangnya sensitivitas terhadap
"psikologis pasca Moerdani," jika benar, justru ini suatu performance dari sosok
jenderal profesional yang tidak ingin berada dalam "bayang-bayang" atau menjadi
"epigon seniornya". Kepercayaan diri sebagai perwira di jabatan puncak dan
kompleksitas tantangan ke depan yang dihadapi militer, Wiranto memiliki paradigma
yang sangat berbeda dengan pola kepemimpinan ABRI sebelumnya, ia lebih
berkonsentrasi untuk membenahi ABRI dengan paradigma barunya yakni reposisi
ABRI di tengah perubahan kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia.

Dalam perjalanan sejarahnya, di tengah kemelut dan berbagai hujatan serta


munculnya "prasangka" yang kadang mengalahkan "akal sehat", TNI tetap tegar.
Panasnya suhu politik, "keringnya" penghormatan hukum dan etika di era transisi
menuju reformasi, TNI tetap kukuh menghadapi tantangan. la ditakdirkan harus berada
di antara dua arus perubahan sejarah bangsa, di "muara transisi" antara keinginan status
quo dengan perubahan yang penuh dengan ketidakpastian. TNI sebagaimana panggilan
sejarahnya "berasal dari rakyat" dan TNI dengan rakyat bagaikan "ikan dengan air",
akan terus terpanggil mengantarkan rakyat dan negara di atas jembatan yang licin dan
berair deras dengan berbagai konflik yang terjadi di wilayah Indonesia. Namun semua
itu harus diatasinya dan INI menghadapi ujian berat untuk sejarah dan keberlangsungan
dirinya. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm.48)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 24

3.3 HUBUNGAN MASYARAKAT DAN NEGARA

A. PEMERINTAHAN ORDE BARU


Pemerintah Orde Baru lahir akibat krisis politik yang ditimbulkan kasus
pembunuhan Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani beserta lima
deputinya oleh Gerakan 30 September 1965 pimpinan Letkol Untung Syamsuri. Ia
adalah salah satu komandan batalion pasukan Cakrabirawa dari unsur Angkatan Darat.
Cakrabirawa berkekuatan satu resimen yang berasal dari empat unsur dalam Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, yaitu Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut,
dan Angkatan Kepolisian. Komandan tertingginya adalah Brigjen Muhammad Sabur
dari TNI Agkatan Darat. Resimen Cakrabirawa dibentuk pada tanggal 14 Mei 1962.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 55)

Masa pemerintahan Soeharto disebut dengan pemerintahan Orde Baru. Sesuai


namanya, Soeharto menghadirkan semangat baru yang berbeda dengan semangat
Demokrasi Terpimpin, yang disebutnya Orde Lama. Pemerintah Orde Baru sangat
antikomunis. Oleh karena itu, Orde Baru lebih dekat dengan blok Barat daripada blok
Timur. Hal ini sangat berbeda dengan kebijakan politik Orde Lama yang cenderung
bermusuhan dengan blok Barat. Orde Baru juga melakukan perubahan orientasi dari
pembangunan politik kepada pembangunan ekonomi. Biaya pembangunan ekonomi
diperoleh melalui pinjaman dari negara-negara blok Barat.

Pemerintah Orde Baru segera menjalin kerjasama bidang kebudayaan dan


pendidikandengan negara-negara blok Barat. Bentuk kerjasama berupa pemberian
beasiswa,
pertukaran pelajar, dan pertunjukan budaya. Keragaman budaya dan keindahan alam
Indonesia menarik perhatian masyarakat internasional. Bisnis pariwisata pun
berkembang pesat. Pulau Bali menjadi pusat perkembangan pariwisata yang paling
sering dikunjungi oleh para wisatawan asing. Pendapatan dari bisnis pariwisata ini
menjadi sumber pemasukan utama keuangan negara. Pemerintah tidak lagi melarang
perkembangan kebudayaan Barat di Indonesia. Bahkan, kebudayaan Barat menjadi
lambang kemajuan. Modernisasi yang terdapat dalam kebudayaan Barat dikelirukan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 25

dengan westernisasi (pembaratan). Fenomena westernisasi inilah yang ditentang para


ilmuwan dan kelompok pencinta budaya leluhur. Apalagi westernisasi menimbulkan
pemujaan berlebihan terhadap kebudayaan Barat dan memberikan penilaian yang salah
terhadap kebudayaan leluhur sebagai lambang kemunduran.

Dalam bidang kenegaraan dan pemerintahan, pemerintah Orde Baru banyak


meneruskan langkah pemerintah sebelumnya. Sebagai contoh, bentuk negara republik
kesatuan. Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia atas desakan pemerintah
Belanda dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, pernah membentuk negara
federasi Uni Indonesia-Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun
RIS berlangsung kurang dari satu tahun. Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan
Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemerintah Orde Baru
juga menganut sistem pemerintahan presidensil sebagaimana dipraktikkan pemerintah
Orde Lama. Berdasarkan sistem presidensil, Presiden Soeharto menjadi kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Sementara antara tahun 1945-1959, Indonesia menganut
sistem pemerintahan parlementer, sehingga kepala negara dan kepala pemerintahan
dipisahkan. Kepala negara dipimpin presiden dan wakil presiden, sedangkan kepala
pemerintahan disandang perdana menteri. Sistem pemerintahan yang sesuai dengan
UUD 1945 adalah sistem presidensil. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 57)

B. RESTRUKTURISASI POLITIK

Restrukturisasi politik adalah membuat kembali struktur politik yang mengatur


hubungan antara negara dan masyarakat maupun antarmasyarakat. Pada awal
kemerdekaan, Presiden Soekarno sempat berkeinginan untuk membentuk satu partai
tunggal. Namun, gagasan ini ditentang para tokoh politik Indonesia yang tergabung
dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) karena gagasan satu partai dinilai
bertentangan dengan sistem demokrasi yang menjadi landasan dasar pembentukan
negara Republik Indonesia. Untuk itu, Indonesia disarankan oleh Badan Pekerja KNIP
menganut sistem banyak partai. Rekomendasi mereka disetujui oleh pemerintah
Indonesia. Pada tanggal 3 November 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta
mengeluarkan maklumat pemerintah yang mendorong seluruh rakyat Indonesia
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 26

membentuk partai politik sebanyak-banyaknya.s Oleh karena itu, beberapa partai pun
berdiri, di antaranya PNI, Masyumi, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo),
Partai Sosialis Indonesia (PSI), Murba, dan PKI. Masing-masing partai dibedakan
berdasarkan ideologi perjuangan yang dianutnya, yakni nasionalisme, Islam, Katolik,
Kristen, sosialisme, dan komunisme. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 57)

Program kerja LSM bersifat mikro. Ini berbeda dengan program kerja
pemerintah yang bersifat makro. Di samping itu. ISM mempunyai mobilitas yang lebih
tinggi dari lembaga pemerintahan karena struktur organisasi birokrasi LSM lebih
sederhana dan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Mereka banyak
menampung para sanana dari berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia. Surnber
keuangan LSM berasal dari penyandang dana internasional dan organisasi
nonpemerintah.

Dalam penilaian LSM, program pemerintah yang berskala makro telah


merugikan kepentingan rakyat. Strategi pembangunan Orde Baru adalah menciptakan
sekelompok kecil pengusaha besar. Selanjutnya, pengusaha besar tersebut diharapkan
menyalurkan kemakmurannya melalui penciptaan lapangan kerja. Namun, pola ini tidak
berjalan sesuai rencana. Akibatnya muncul fenomena sosial "orang kaya semakin kaya
dan orang miskin semakin miskin". Fenomena sosial ini dirilis menjadi lagu musik
dangdut oleh Rhoma Irama pada tahun 1980-an. Oleh karena itu, beberapa LSM
berusaha untuk membangkitkan kembali perekonomian rakyat dari kehancuran akibat
kesalahan strategi pembangunan Orde Baru.

Selain membangkitkan perekonomian rakyat, mereka juga memberikan


kesadaran politik, hukum, dan budaya kepada masyarakat. Hasilnya adalah penguatan
kelompok masyarakat yang bercita.cita membangun civil society atau masyarakat
madani. Mereka mendesak pemerintah Orde Baru untuk memberikan perlindungan
maksimal terhadap seluruh hak asasi manusia yang diakui Persatuan Bangsa-Bangsa,
menghilangkan kebijakan represifnya yang telah mengabaikan hukurn, memberikan
kebebasan pers, serta menghentikan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah
merugikan keuangan negara. seluruh tuntutan ini seharusnya dapat disalurkan oleh
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 27

partai-partai politik. Namun partai politik selama Orde Baru tidak Lagi mempunyai
kemampuan untuk menjalankan fungsi utamanya tersebut. Akibatnya, masyarakat
menyampaikan sendiri tuntutannya kepada pemerintah dengan cara menggelar aksi
demonstrasi, terutama setelah Sidang Umum MPR tahun 1998 yang memilih kembali
Soeharto sebagai presiden. Para demonstran menuntut Presiden Soeharto agar
melakukan reformasi total. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 64)

C. RESTRUKTURISASI SOSIAL

Restrukturisasi sosial adalah pembentukan kembali struktur sosial dalam


konteks kehidupan bernegara. Pemerintah menyadari bangsa Indonesia terdiri dari
beragam suku, agama, dan ras. Keragaman ini bisa membahayakan persatuan dan
kesatuan bangsa. Dengan kata lain, keragaman bisa menjadi surnber konflik. Oleh
karenanya setiap warga negara dilarang mempersoalkan perbedaan tersebut. Untuk
mempercepat proses integrasi bangsa itulah pemerintah Orde Baru menggiatkan
program transmigrasi yang memindahkan penduduk Pulau Jawa ke seluruh wilayah
Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang memiliki suku bangsa (etnik) paling banyak
di seluruh dunia. Menurut hasil penelitian antropolog M. Junus Melalatoa, terdapat
sekitar 500 suku yang terdapat di wilayah Indonesia,22 di antaranya adalah Jawa, Sunda,
Melayu, Minangkabau, Palembang, Minahasa, Bajau, Manggarai, Bugis, Makassar,
Ambon, Lampung, Madura, Dayak, Batak, Aceh, Betawi, dan Amungme. Masing-
masing suku mempunyai subsuku lagi, misalnya Simalungun sebagai subsuku bangsa
Batak. Melalatoa menghitung jumlah suku di setiap propinsi. Menurutnya, Propinsi
Papua mempunyal jumlah suku yang paling banyak, yakni sekitar 116 suku. Urutan
selanjutnya adalah Propinsi Kalimantan Barat (71 suku), Nusa Tenggara Timur (46
suku), Maluku (45 suku), Sumatera Selatan (29 suku), Kalimantan Timur (28 suku), dan
Sumatera Utara (20 suku). Propinsi lainnya mempunyai jumlah suku kurang dari 20,
seperti Aceh, Bali, Bengkulu, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, dan Sumatera Utara. Propinsiyang memiliki jumlah suku paling sedikit adalah
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 28

Sumatera Barat (2), Jakarta (1), Yogyakarta (1), dan Lampung. (Abdullah dan Lapian
(ed), 2012 hlm. 65)

D. KERUSAHAN SITUBONDO

Situbondo adalah Salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur. kabupaten


Situbondo dari 17 kecamatan, 231 desa, dan 630 dusun dengan ibu kota Situbondo. kota
Situbordc terretak di bagian utara ujung timur Pulau Jawa. Jadi berbatasan langsung
dengan Palau Madura. kedekatan geografis ini menyebabkan banyak Orang Madura
yang tinggat di Kota Situbondo. Tidak ada data statistik yang pasti tentang berapa
jumlah orang Madura dan keturunannya, hanya bahasa Madura sudah menjadi bahasa
pergaulan di sana. Hampir seluruh warga Kota Situbondo mampu berbahasa Madura,
meski yang bersangkutan bukan keturunan Madura. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012
hlm. 68)

Pengusiran kasar aparat keamanan membangkitkan kemarahan pengunjung


sidang. Mereka segera melempari aparat keamanan dengan bebatuan. Sebagian aparat
keamanan membalasnya dengan lemparan batu pula, sehingga pecah perang batu
selama setengah jam. Karena jumlah pengunjung yang lebih banyak, aparat keamanan
menyelamatkan diri ke dalam gedung PN Situbondo. Pengunjung sidang secara
beramai-ramai berusaha memasuki kembali gedung pengadilan. Mereka melakukan
pengrusakan. Kendaraan bermotor di halaman gedung pengadilan dibakar oleh massa.
Aparat keamanan, hakim,jaksa, pengacara, Soleh, dan seluruh staf PN Situbondo
menyelamatkan diri melalui belakang gedung dengan menyeberangi sungai kecil dan
melintasi daerah persawahan.

Massa yang memasuki ruang pengadilan langsung mencari Soleh. Karena


sasaran tidak ada, ruang pengadilan dirusak. Mereka membakar mobil tahanan Kejari
Situbondo, mobil dinas kajari Situbondo, mobil tim Unit Reaksi Cepat Polres Situbondo,
dan sepeda motor polisi. Mereka juga merusak kendaraan dinas Dandim 0823
Situbondo dan mobil patroli Polres Situbondo. Massa yang mengamuk berasal dari
Situbondo, Panarukan, Asembagus, Bondowoso, Jember, Probolinggo, dan Banyuwangi.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 29

Kelompok massa lalu mendatangi Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bukit Zion
yang berjarak hanya 300 meter dari PN Situbondo. Mereka percaya dengan informasi
bahwa Soleh disembunyikan di dalam gereja tersebut. Akibatnya, Gereja Bukit Zion
dibakar. Sejak awal, massa memercayai rumor keringanan hukuman kepada Soleh
sengaja dilakukan oleh hakim yang beragama Kristen dan Katolik untuk menghina
agama Islam. Tidaklah mengherankan apabila mereka langsung memercayai kabar
Soleh disembunyikan di dalam gereja atau di sekolah-sekolah milik Kristen dan Katolik.
Akibatnya beberapa gereja dirusak dan dibakar, di antaranya Gereja Katolik Maria
Bintang Samodra, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (BPPS), Gereja Protestan
Indonesia Barat (GPIB), Gereja Kristen Jawa Wetan (GOW), Gereja Pantekosta di
Indonesia (GPI), Gereja Bethel Injil Sepuluh (GBIS), dan Gereja Sidang Jemaat
Pantekosta (GSJP). Gedung sekolah, panti asuhan, dan kompleks rumah keluarga
pendeta yang berada di sekitar gereja juga menjadi sasaran, seperti gedung SD dan SMP
Katolik Franciscus Xaverius, gedung TK, SD, dan SMP Imanuel Kristen, Panti Asuhan
Buah Hati milik GPPS Gang Kharisma, beserta kompleks rumah kependetaannya.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 71)

E. KERUSUHAN TASIKMALAYA

Tasikmalaya adalah wilayah yang terletak di bagian tenggara Propinsi Jawa


Barat. Selama masa kolonial Hindia Belanda, Tasikmalaya lebih dikenal dengan nama
priangan Timur. Kabupaten yang luas wilayahnya 2.680.047 kmz ini terdiri dari satu
kota administratif dan beberapa kecamatan. Kota Adimintratif Tasikmalaya diresmikan
pada 4 November 1976, merupakan kota administratif ketiga di Pulau Jawa dan kelima
untuk seluruh Indonesia.

Sejak masa kolonial Hindia Belanda, Tasikmalaya sudah menjadi pusat


kerajinan, seperti pembuatan anyaman tikar, topi, dan payung. Hasil kerajinan mereka
dijual hingga ke luar Propinsi Jawa Barat. Nama Tasikmalaya juga dikenal melalui
usaha perdagangan dengan pola kredit yang dilakukan warganya. Wilayah perdagangan
mereka tersebar hingga negeri Malaysia. Perdagangan dengan pola kredit ini dilakukan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 30

oleh para pedagang Tasikmalaya pada 1950-an. Mereka mengalami masa kejayaannya
hingga tahun 1970-an. Keberhasilan mereka menarik minat perusahaan-perusahaan
besar di luar Tasikmalaya untuk melakukan perdagangan dengan pola kredit pula.
Keikutsertaan beberapa perusahaan besar ini menggeser lahan bisnis mereka sehingga
mereka tergusur. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 71)

Pengrusakan kantor milik kepolisian bisa dipahami mengingat kerusuhan


dipicu aksi penganiayan empat oknum polisi terhadap dua santri dan seorang guru
Pesantren Condong. Peristiwa ini seharusnya dijadikan pendorong pihak kepolisian
untuk melakukan introspeksi dalam menjalankan tugasnya sebagai kepolisian negara.
Kebencian sosial masyarakat Tasikmalaya merupakan akumulasi dari kekecewaan demi
kekecewaan terhadap kinerja pihak kepolisian.

Sementara kebrutalan massa yang menghancurkan tempat-tempat usaha


menimbulkan hipotesis bahwa aksi tersebut merupakan bentuk kemarahan akibat
kekalahan dalam persaingan usaha yang tidak seimbang. Secara tersirat, mereka
memberikan pesan agar pemerintah memberikan perlindungan nyata terhadap mereka
yang termasuk pengusaha kecil dari ekspansi bisnis pengusaha besar. Hingga 1996,
pemerintah dinilai tidak bersungguh-sungguh memberi dukungan kepada pengusaha
kecil. Secara global, kebijakan ekonomi pemerintah Orde Baru justru mendorong
pertumbuhan pengusaha besar dengan memberikan kemudahan kredit dan usaha.
Akibatnya banyak pengusaha kecil yang mengalami kehancuran sebagaimana dijelaskan
pada awal subbab ini. Seharusnya kemudahan kredit dan usaha tersebut diberikan
kepada pengusaha kecil yang sudah terbukti berhasil dalam usahanya.

Hal menarik dari kerusuhan tanggal 26 Desember 1996 di Tasikmalaya adalah


aksi pengrusakan terhadap rumah ibadah penganut agama Kristen. Sebanyak 8 gereja
rusak berat dan 4 gereja rusak ringan. Aksi ini menimbulkan pertanyaan, mengapa
gereja menjadi sasaran amukan massa? Bukankah umat Kristen di Tasikmalaya tidak
ada yang terlibat? Empat polisi yang melakukan penganiayaan diketahui beragama
Islam. Bahkan, Kopka Nursamsi mempunyai hubungan saudara dengan Ajengan
Makmun, pimpinan Pesantren Condong. Sejumlah kejanggalan ini menimbulkan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 31

analisis adanya upaya mengganggu stabilitas nasional dengan merusak kerukunan umat
beragama. Di antara yang berpendapat demikian adalah Ketua Umum Pengurus Pusat
Muhammadiyah Amien Rais. Doktor ilmu politik ini menilai kerusuhan Tasikmalaya
berkaitan dengan rencana menggagalkan Pemilu 1997. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012
hlm. 73)

3.4 POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA MASA ORDE BARU

A. POLITIK LUAR NEGERI

Politik luar negeri Indonesia selama Orde Baru dijalankan berdasarkan prinsip
dasar yang telah ditetapkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia atas dasar kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial." Dengan demikian, para pendiri negara inisejak awal telah
menggariskan naluri dasar Indonesia sebagai bangsa dengan mendahulukan
kemerdekaan sebagai kaidah utama, sedangkan perdamaian dan keadilan sebagai kaidah
pendukung yang tak terpisahkan. Sebagai bangsa, Indonesia tidak ingin mendapat
kemerdekaan yang semu, meski dijanjikan perdamaian dan keadilan. Akan tetapi
Indonesia maklum, kemerdekaan yang sejati hanya bertahan dalam lingkungan nasional
yang damai dan atas dasar pembangunan yang berkeadilan sosial. Tanpa perdamaian
dan keadilan sosial, kemerdekaan politik akan sia-sia saja.

Pelaksanaan prinsip dasar politik luar negeri adalah wewenang dan tugas
pemerintah yang berkuasa. Sejak Adam Malik mengumumkan di depan sidang Dewan
Perwakilan Rakyat pada April 1966, bahwa "Politik luar negeri Indonesia diabdikan
untuk kepentingan nasional melalui pembangunan maka operasionalisasi hubungan luar
negeri Indonesia didasarkan pada pemikiran bahwa politik luar negeri Indonesia di
ajang Internasional akan disegani dan dihormati apabila Indonesia menjalankan
pembangunan nasional atas dasar persatuan dan kesatuan politik yang demokratis,
pemeliharaan keamanan dan ketertiban dalam negeri yang memadai, dan pemerataan
serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012
hlm. 79)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 32

B. PERIODE ADAM MALIK (1966-1978)

Pada masa awat pemerintahan Orde Baru, Adam Malik dapat meluaskan
pengaruhnya secara menentukan dalam pembuatan kebijakan politik luar negeri, walau
secara "bertahap ia tersingkir oleh kalangan militer. Salah satu prioritas utama
pemerintah Orde Baru, dalam hal hubungan luar negeri adalah melakukan pemulihan
hubungan baik dengan Malaysia, setelah sebelumnya pada masa Orde Lama pemerintah
menjalankan politik "konfrontasi" Malaysia, yang menyebabkan Indonesia nyaris
terpencil dalarn pergaulan dunia internasional. Usaha pemulihan hubungan tersebut
membuahkan hasil yang maksimal sejauh usaha yang telah dilakukan, sehingga pada
tanggal 11 Agustus 1966 Persetujuan Rujuk Indonesia- Malaysia ditandatangani,
sebagai wujud keberhasilan tahap awal.

Pada tahun 1974, Adam Malik tidak merasa keberatan atas pembukaan sebuah
kantor di Jakarta untuk Palestine Liberation Organization (PLO) meskipun itu bukan
permintaan resmi dari perwakilan PLO.27 Walaupun pihak militer tidak menyetujui
prakarsa itu karena khawatir akan timbulnya gerakan radikalisme Islam di Indonesia,
Adam Malik tidak terlalu mengkhawatirkan dampaknya untuk jangka waktu pendek.
Sebab, sekalipun pihak militer tetap mengkhawatirkan dampak buruk yang ditimbulkan
atas penerimaan tersebut, langkah yang diambil oleh Adam Malik ini mencakup
pertimbangan bahwa sasaran yang hendak dicapai adalah munculnya dukungan politik
luar negeri dari kalangan negara-negara Islam bagi terwujudnya keinginan Indonesia
untuk menjadi ketua Gerakan Non-Blok. Tak heran ketika PLO mendirikan
pemerintahan dalam pelarian pada tahun 1987, Indonesia mengakui eksistensi
pemerintahan Palestina tersebut dan Indonesia pada saat itu pun mengumumkan akan
memberi izin bagi PLO untuk membuka kantor perwakilan di Jakarta. (Abdullah dan
Lapian (ed), 2012 hlm. 85)

Pada 4-5 Agustus 1977, KIT Il ASEAN diadakan di Kuala Lumpur,38 dihadiri
oleh PM Singapura Lee Kuan Yew, Presiden RI Soeharto, PM Malaysia Datuk Hussein
Onn, presiden Filipina Ferdinand Marcos, dan PM Thailand Thanin Kravixien. Dalam
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 33

acara pembukaan, Presiden Soeharto menegaskan, antara lain, penilaian dan keinginan
Indonesia akan perlunya penyempurnaan struktur organisasi dan mekanisme kerja
ASEAN agar dapat mengimbangi tuntutan perkembangan dan kerja sama ASEAN.

Pada 12-14 Agustus 1977, PM Jepang Fukuda melakukan kunjungan ke


Jakarta. pada kesempatan tersebut PM Fukuda mengadakan pembicaraan dengan
Presiden Soeharto menyangkut bidang konomi, perdagangan, sosial budaya, dan politik.
Keduapemimpin juga sepakat untuk mengembangkan persahabatan antara rakyat
Indonesia
dan rakyat Jepang. Atas jasa-jasanya kepada negara dan bangsa Indonesia, tamu negara
tersebut dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipura Kelas l.

Pada 9 Oktober 1977, Presiden Soeharto mengadakan kunjungan ke beberapa


negara di Timur Tengah dalam rangka meningkatkan hubungan kerja sama dan masalah
bilateral dan internasional, khususnya situasi di Timur Tengah.

Pada 1978, berakhirlah sudah tugas Adam Malik sebagai menteri luar negeri.
Selama bertugas sebagai menlu, Adam Malik sering berbeda pendapat dengan Soeharto.
Contohnya, Adam Malik terlihat tertarik untuk memulai lagi hubungan dengan RRC
sejak Agustus 1976. Adam Malik berpendapat bahwa tak ada masalah antara Jakarta-
Beijing. Adam Malik mengusulkan agar hubungan diplomatik dengan RRC dapat
dimulai setelah pemilihan umum bulan Mei 1977. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm.
87)

C. PERIODE MOCHTAR KUSUMAATMADJA (1978-1988)

Pada masa Mochtar Kusumaatmadja, naluri dasar Indonesia tentang peran


politik luar negeri Indonesia pada berbagai ajang internasional dilanjutkan melalui
serangkaian usaha untuk memenangkan sejumlah konsep yang menurut kita patut dan
layak untuk dikembangkan dan bukan saja di ASEAN, tetapi juga di berbagai forum
internasional lainnya, seperti OKI dan Gerakan Non-Blok. Konsep dasar yang terutama
mendapat sorotan adalah UNCLOS-III (Konsep P BB untuk Hukum Laut) yang
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 34

memperjuangkan kekayaan sumber-sumber alam di bumi sebagai warisan bagi semua


umat manusia.

Ketika Adam Malik menjadi wakil presiden pada tahun 1978, ia


mengumumkan bahwa Indonesia telah siap untuk mempertimbangkan perbaikan
hubungan dengan RRC. Namun, Soeharto tidak terlalu suka dan memerintahkan
Mochtar Kusumaatmadja, menteri luar negeri baru, untuk menyangkal pernyataan
Adam Malik tersebut. Contoh ini menunjukkan bahwa Soeharto menempatkan dirinya
dalam perumusan luar negeri. Walaupun tampaknya Soeharto sangat bergantung pada
rekomendasi para penasihatnya.

Sebelum Vietnam melakukan invasi ke Kamboja, Pham Van Dong


mengunjungi negara- negara ASEAN. Pertama kali negara yang ia kunjungi adalah
Indonesia pada 22 September 1978. PM Vietnam berjanji tidak akan mengintervensi
persoalan dalam negeri RI. Bahkan sampai di PBB, Vietnam yang sebelumnya
pendukung kuat Fretilin, bersikap abstain selama pembicaraan mengenai isu Timor
Timur. Sikap ini menunjukkan bahwa Vietnam ingin membujuk dan menawarkan
kepada Indonesia untuk membentuk suatu pakta persahabatan, sebelum perseteruannya
dengan RRC terhadap isu Kamboja. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 87)

Pada 8 Mei 1987, Menlu Mochtar Kusumaatmadja menerima penghargaan


medali perdamaian internasional tahun 1986 dari PBB, yang disampaikan oleh Direktur
Penerangan PBB di Jakarta Hishashi Uno.

KTT ASEAN III diadakan pada 14-15 Desember 1987. Presiden Soeharto
memutuskan untuk hadir walaupun keamanan di Manila pada Saat itu agak rawan.
Kehadiran Soeharto menunjukkan rasa hormat terhadap konferensi dan sikap
kepemimpinan dari peranan Indonesia, Kongres tersebut berhasil dilaksanakan, dan
mengokohkan kepemimpinan Soeharto di antara para pernimpin ASEAN.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 35

Pada butan Maret 1987, Ali Alatas, yang saat itu menjadi duta besar RI untuk
PBB, menghadiri Konferensi Perlucutan Senjata PBB di Beijing. Pada 1987, suatu
perkembangan baru telah terjadi. Uni Sovyet memutuskan membuka hubungan dengan
RRC. Melihat keadaan tersebut, Indonesia merasa perlu untuk memulihkan hubungan
diplomatik dengan RRC.

Pada 29 Juli 1987, Menlu Mochtar Kusumaatmadja mengadakan pembicaraan


dengan Menlu Vietnam Nguyen Co Thach di Ho Chi Minh City yang menghasilkan
joint press statement yang menyatakan bahwa Vietnam dan Indonesia mencapai
kesepakatan mengenai usul pembicaraan informal antara kelompok-kelompok yang
bersengketa di Kamboja. Indonesia mengusulkan Jakarta sebagai tempat pertemuan
tersebut. Ide Mochtar tersebut kemudian dikembangkan menjadi Pertemuan Informal
Jakarta (Jakarta Informal Meeting atau JIM) yang bertangsung tahun 1988.58 Mochtar
Kusumaatmaja berhasil mengusahakan perhatian yang berimbang antara naturi politik
Indonesia dengankebutuhan-kebutuhan dasar pembangunan nasional, di samping
meletakkan dasar kelembagaan baru korps diplomatik Indonesia yang profesional.
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 90)

D. PERIODE ALI ALATAS (1988-1998)

Sejak Ali Alatas menjabat sebagai menteri luar negeri, pelaksanaan politik
luar negeri diupayakan untuk menggalakkan kembali dialog Utara-Selatan dan
kerjasama Selatan-Selatan. Upaya ini bersamaan dengan redupnya komunisme di Uni
Sovyet dan Eropa Timur serta makin menonjolnya masalah-masalah ekonomi
internasional.

Pada 23 Maret 1988, Presiden Soeharto mengangkat Ali Alatas sebagai


menteri luar negeri, menggantikan Mochtar Kusumaatmadja.

Pada 25-28 Juli 1988, Jakarta Informal Meeting (JIM) I berlangsung.


Indonesia berperan sebagai fasilitator untuk menyelesaikan masalah Kamboja. JIM I
kemudian disusul beberapa pertemuan sejenis di tempat lain. Sekalipun banyak
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 36

rintangan dalam menyelenggarakan JIM I, tetapi pembicaraan antara kelompok yang


bersengketa berjalan dengan lancar.

Pada 3 Desember 1988, Ketua The Population Institute, Mr. Werner Fornos,
menyerahkan tanda penghargaan The Global Statesmen in Population kepada Presiden
Soeharto atas keberhasilan Soeharto dalam menangani masalah kependudukan.
Indonesia di bawah Soeharto, Singapura di bawah Lee Kuan Yew, dan Malaysia di
bawah Mahathir Muhammad adalah negara yang memiliki kemandirian relatif yang
lahir tidak hanya karena perubahan struktural konfigurasi kekuatan-kekuatan sosial-
ekonomi yang ada, namun juga karena perubahan konfigurasi sosial-budaya dan politik.
Artinya, kemandirian relatif ini terjadi bukan hanya karena adanya perubahan struktur,
melainkan juga karena secara kultural para pemimpin negara sendiri itu
membentuknya.102 Oleh karenanya, untuk melihat peran ketiga tokoh ini, kita mesti
mendekatinya dari sudut kultural dan struktural secara sekaligus. Selain itu, analisis dan
interpretasi dari berbagai perspektif juga penting untuk menjelaskan secara
komprehensif tentang Soeharto, Lee Kuan Yew, dan Mahathir. (Abdullah dan Lapian
(ed), 2012 hlm. 91)

Semua pencapaian Soeharto, Lee Kuan Yew, dan Mahathir dalam membangun negara
mereka masing-masing mengalami goncangan dahsyat pada tahun 1997. Banyak kajian
yang mencoba menjelaskan tentang kehancuran finansial yang memicu resesi dan
kemudian merembet ke krisis multidimensi, seperti kerusuhan dan kekerasan yang
bermunculan di berbagai daerah, gerakan separatisme di beberapa daerah. Krisis dialami
berkepanjangan oleh Indonesia dan Malaysia, dan hanya sedikit saja yang dirasakan
Oleh Singapura. Semua ini tidak dapat dimengerti tanpa perspektif historis, politik,
ekonomi, sosial, dan kultural.

Akan tetapi Soeharto mengakhiri masa kekuasaannya dengan cara yang tragis. la
dipaksa mundur setelah 32 tahun berkuasa (1966-1998) dengan cara yang tidak
terhormat oleh mahasiswa. Soeharto tunduk pada desakan melakukan reformasi (1998).
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012 hlm. 101)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 37

3.5 PEMIKIRAN POLITIK DAN EKONOMI AWAL ORDE BARU

Dalam bidang politik, pemerintah berupaya memurnikan pelaksanaan pancasila


Pancasila. Pemerintah juga mengontrol kekuatan partai dengan melakukan
penyederhanaan. Dalam bidang ekonomi, pemerintah mengusahakan rehabilitasi dan
stabitisasi yang dikuti usaha penjadwaian kembali utang luar negeri, bantuan asing, dan
rencana pembangunan lima tahun.

 PERLAWANAN GAGASAN
Keberadaan suatu membutuhkan konstruksi yang berfungsi sebagai alat
legitimasi yang menjamin keatsahan. Gagasan tidak hanya memberi legitimasi,
melainkan akan mengarahkan perilaku aktor-aktor sejarah. (Soemitro Djojohadikusumo,
1988) ( Abdullah dan Lapian (ed), 2012; hlm 107 )
Aktor Orde Baru adalah kekuatan-kekuatan sejarah yang tergabung dalam
kelompok besar yang disatukan oleh pandangan anti-PKI (Partai Komunis Indonesia).
Kelompok ini pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami tekanan politik dan
ekonomi oleh PKI dan kekuatan pendukung Soekarno. Namun peristiwa "30 Septenber
1965 "membalik semuanya. Yang memunculkan aliansi besar anti PKI diantaranya
KAMI ( kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia),
ormas-ormas dan partai-partai politik yang tidak sehaluan dengan PKI. Semuanya
mengelompok dalam badan koalis besar menentang PKI. Resim seokarno akhirnya
jatuh.(Soemitro Djojohadikusumo, 1988) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm108)
Dekonstruksi gagasan Soekarno dan perlawanan ideologi PKI tibangun oleh
para aktor Orde Baru dalam waktu yang relatif lama. Benih-benih perlawanannya
memang sudah tertanam sejak awal masa Demokrasi
Terpimpin.(SoemitroDjojohadikusumo,1988) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm108)
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presider 5 Juli 1959 yang meryatakan
kembali ke UUD 1945" dan membubarkan Konstituante yarg dipilin oleh rakyat,
sebelum pekerjaannya membuat Undang-undang Dasar baru selesai. Dengan suatu
dekrit dinyatakan herlakunya kembali UUD 1945. Perkembangan palitik yang terakhir
dengan demokrasi yang berakhir dengan anarki membuka jaian untuk lawannya:
diktator. Benih-benih perlawanan gagasan selalu muncul. Perlawaran itu, yang paling
mudah diidentifikasi adalah dan lawan- lawan politik Soekarno, sebagaimana
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 38

disinggung di muka. Namun, perlawaran gagasan bisa tumbuh dari ketompok lain.
Datam konteks zaman itu, sumber potensial perlavanan gagasan justru berasal dari
kalangan kampus, khususnya Universitas Indonesia.(Kholid Novianto, 1993)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm109)
Akar-akar munculnya perlawanan gagasan dari kalangan kampus sebetulnya
tidak terlepas dari polirik nasionalisasi Universitas Indonesia sejak awal 1950- an.
Implementasi kebijakannya adalah nasionalisasi vis dan misi, stat pengajar, bahasa
pengantar, dan kurikulum. (Kholid Novianto, 1993)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm109)
Stap pengajar UI berpindah ke Amerika Serikat yang pada saat itu menyediakan
sejumlah beasiswa. Setelah mereka kembali ke Indonesia pada awal 1960-an dengan
sejumlah gagasan-gagasan baru yang nantinya sangkat berbeda dengan gagasan
ekonomi generasi sebelumnya. Wahana yang mereka miliki sangat terbatas salah satu
yang cukup menonjol adalah Jurnal Ekononi dan Keuangan indonesia (EKI) dikelola
oleh lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEUI(LPEM-FEUI) ini mulai
menulis tulisan ekonomi muda yang menyerang sistem ekonomi rezim Demokrasi
terpimpin. (Niam A. Yunus, 1997) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm110)
Bagi kalangan dosen dan mahasiwa FEUI Biro Perancang Negara (BPN) yang
didirikan oleh Soemitro Djojohadikusumo pada tahun 1951, BPN yang merupakan
institusi nondepartemen yang bertugas sebagai lembaga perencanaan pembangunan dan
bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri tersebut kerap kali memanfaatkan
tenaga mahasiswa dan dosen FEUI untuk tugas-tugas perencanaan.( Ali Budiardjo,
2001) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm110)
Gagasan-gagasan kaum ilmuwan dimanfaatkan oleh TNI AD dalam menyusun
konsep pembangunan Orde Baru, perlawanan gagasan Angkatan Darat (AD) memang
agak hati-hati. Bahkan terhadap peristiwa gerakan "30 september" PKI, Angkatan Darat
hanya menunjuk PKI sebagai gerakana "kontra revolusi". Makna kata tersebut
sesungguhnya adalah pengambilan kekuasaan, sebagaimana dikatakan oleh Jenderal
A.H Nasution. Pengambilalihan kekuasaan negara oleh kaum-kaum kontra revolusioner
seperti RMS, Kahar Muzakar, Darul Islam, PRRI, Permesta, dan Peristiwa Gestapu
yang paling akhir ini. (A.H Nasution, 1984) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm111 )
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 39

Kata social control yang digunakan Soeharto pada saat ini sesungguhnya adalah
penghalusan dari kata perlawanan. Kata ini pula yang dipilih oleh Jenderal A.H
Nasution dalam mengkritik rezim Soekarno. Penegasan sikap KAMI setelah seminar itu
antara lain berbunyi:
1. Berdiri sepenuhnya di belakang pimpinan Besar Revolusi Bung Karno
dan siap melaksanakan Komando Pemimpin Besar Revolusi.
2. Siap jadi pasukan jibaku dalam menumpas Nekolim-kontrarevolusi
Gestapu-subversi dan korupsi.
3. Siap menjadi tali pengikat integrasi organis tritunggal Bung Karno-
ABRI-Rakyat
4. Siap melaksanakan perjuangan revolusi bangsa dan proses kontinuitas
kemajuam sejarah bangsa.
5. Dikembalikan dengan mempertinggi ketahanan ekonomi dan
peningkatan pembangunan ekonomi sosialis Indonesia.
Seiring pemburukan politik yang terus berlangsung pada tahun itu, kritik-kritik
keras yang sudah diteriakkan dalam demonstrasi jalanan sejak 10 januari 1966 mulai
memengaruhi konstruksi gagasan para calon aktor Orde Baru. Presiden Soekarno
mengeluarkan surat perintah 11 maret 1966. Berdasarkan mandat ini, Soeharto
mengambil tindakan memerintahkan pembubaran PKI beserta seluruh organisasi
mantelnya. Diiringi dengan sejumlah tindakan lainnya, suatu proses politik kejatuhan
Soekarno memang tidak terhindarkan. (Ibid) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm112 )
Seminar KAMI yang pertama, kritik yang dilancarka masih setengah
terselubung, maka pada "Simposium Kebangkitan Semangat '66: Mendjeladjah Trace
Baru" pada tanggal 6-9 Mei 1966. Simposium justru memberikan kritik ideologis yang
paling mendasar terhadap gagasan Soekarno, terutama Nasakom. Mengikuti kritik
ideologis, kritik terhadap bidang hukum dan politik juga mempunyai kedalaman
substansi yang serupa. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm113)
Kecaman terhadap kehidupan ekonomi, penolakan terhadap seluruh struktur
hingga jargon politik soekarno tersebut tampaknya menjadi suatu kecenderungan baru
di kalangan elite politik masa itu. Titik kulminasi kritik social dan ideology terhadap
rezim soekarno mencapai puncaknya dalam Seminar Angkatan Darat II (25-26 Agustus
1966) PKI yang menjadi “tertuduh utama” tentu saja tidak serta merta menerima
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 40

tuduhan ini. Sudisman, salah satu anggota Politbiro CC PKI, dalam pledoinya mengakui,
“tokoh-tokoh PKI, termasuk saya sendiri, terlibat dalam G-30-S PKI, tetapi PKI sebagai
organisasi tidak terlibat dalam G-30-S”. (Sudisman, 2000)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm114)
Kritik-kritik pedas yang dilancarkan KAMI, AD, dan elemen lainnya yang
sehaluan, Soekarno tampak bersikukuh dengan sikapnya. Dalam pidato 17 Agustus
1966, dia menegaskan keyakinannya. “Mengapa kita unggul di masa lampau? Kita
unggul karena seluruh bangsa dan semua kelompok revolusioner bersatu”. (Harold
Crouch, 1986) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm115)
Kemudian ia menyatakan, “Aku adalah Pemimpin Besarmu. Itulah yang
dikatakan oleh MPRS. Aku pemimpinmu. Ikutlah kepemimpinanku, ikutlah semua
intruksi-intruksiku.” (Harold Crouch, 1986) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm115 )
 GAGASAN POLITIK ORDE BARU
Kritik politik dan ideologis terhadap rezim Soekarno menjadi landasan pijak
gagasan politik yang dikembangkan Orde Baru selanjutnya. Oleh karena kejatuhan
Soekarno juga merupakan titik kulminasi dualisme kekuatan yang dimenangkan oleh
Angkatan Darat dan mahasiswa yang tergabung KAMI maka konstruksi kekuasaan baru
sangat diwarnai oleh sikap permusahan terhadap rezim sebelumnya. keinginan untuk
melepaskan diri dari seluruh konstruksi gagasan dan praktek potitik ekonomi rezim
Demokrasi Terpimpin menyebabkan Angkatan Darat menganggap bahwa naiknya
Soeharto dalam panggung kekuasan baru bukan sekadar pergantian kepemimpinan
nasional yang normal. Orde Baru dimaksudkan sebagai "Sikap mental" Pengertiannya
adalah tercapainya kesatuan sikap dan penilalan terhadap masa tercapainya kesatuan
sikap dan penilaian terhadap masa lalu.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm115-116)
Karena rezim Demokrasi Terpimpin dianggap menyimpang dari pelaksanaan
Pancasila, maka Orde Baru berusaha merumuskan cita-citanya pada upaya
"pemurniaan" pelaksanaan Pancasila. Pada gagasan memurnikan pelaksanaan Pancasila
inilah hampir seluruh kekuatan sosial politik kontra PKI pada saat itu dipertemukan.
Komitmen ini dianggap sebagai bentuk final dalam kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan. (Soeharto, 1967) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm116)
Mereka menamakan diri "Kekuatan Pancasila" itu berusaha memformalkan level
MPRS, dilakukan pembersihan terhadap anggota-anggotanya yang dianggap terlibat
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 41

peristiwa gerakan "30 september 1965". Pengesahan dan penahanam menteri mencapai
15 orang menteri. Pembersihan aparatur mulai intensif sejak 18 maret 1966 di
departemen-departemen pemerintah, ABRI hingga Perusahaan Negara. Lahirnya "Front
Pancasila" (4 Mei 1966), lalu front ini pada tanggal 18 Mei 1966 mengeluarkan
pernyataan "Kebulatan tekad Front Pancasila-ABRI" yang berisi keinginan untuk
memurnikan Pancasila dan menyukseskan agenda Sidang Umum MPRS. Disusul
dengan penandatanganan kebulatan tekad bersama (24 Juni 1966) antara Ormas-ormas,
Parpol dan ABRI dengan agenda yang serupa. (Nugroho Notosusanto, 1985)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm117)
Jaminan pemurnian Pancasita dan UUD 1945 dirumuskan dalam Ketetapan
MPRS NO. XX/MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966. Dalam konteks politik, komitmen
pemurnian Pancasila mempunyai konsekuensi cukup luas. Pertama secara kelembagaan,
ada keharusan untuk melakukan penataan kelembagaan politik dan fungsionalisasi
lembaga politik sebagaimana amanat UUD 1945. Dan kedua perlunya pembaruan
politik guna mengamankan pelaksanaan pemurnian Pancasila. (Nugroho Notosusanto,
1985) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm117)
Tekanan terhadap negara hukum, politik kelembagaan dan depersonalisasi
politik tersebut pada dasarnya menegaskan gagasan yang pernah dirumuskan datam
Simposoum KAMI (6-9 Mei 1966) di UI di mana dirumuskan negara RI adalah negara
hukum yang melindungi hak asasi, persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial
ekonomi, peradilan yang bebas dan legalitas.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm118)
Faktor Soeharto memang sangat kuat. Di samping karena posisinya sebagai
pengemban Supersemar dan pengukuhannya sebagai Pejabat Presiden, popularitasnya
juga sedang sangat tinggi karena keberhasilan memimpin aliansi besar kekuatan kontra
PKI. Dapat dimengerti apabila pembaruan potitik yang akan berlangsung sangat
dipengaruhi oleh corak pemikiran Soeharto.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm118)
Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan
DPR GR umpamanya, Soeharto justru memperkenalkan tafsir baru terhadap Demokrasi
Pancasila dengan menekankan pada asas kekeluargaan dan gotong-royong. Posisinya
sebagai Presiden dan tanggungiawabnya untuk melakukan tertib politik akan sangat
dipengaruhi sampai sejauh mana pemahamannya terhadap demokrasi. Demikianlah,
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 42

asas kekeluargaan selanjutnya diterjemahkan dalam format politik, seperti penolakan


Soeharto terhadap adanya kekuatan oposisi. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm119)
Obsesi Soeharto dalam mengimplementasikan tafsir demokrasi Pancasila seperti
diuraikan di muka akhirnya ditopang oleh kemampuan dirinya dalam mengkontrol
kekuatan-kekuatan politik. Deideologisasi baru komplit dilaksanakan pada dekade
1980-an dengan kebijakan "asas tunggal". Baginya, segala perbedaan harus berujung
pada adanya kesepakatan bersama. Apabila tidak ditemukan kesepakatan bersama,
niscaya harmoni sosial akan terganggu dan melahirkan konflik terbuka. Ketetapan
MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 tentang "Pencabutan Ketetapan MPRS No. VIII
MPRS/1965 dan tentang Pedoman Pelaksanaan Kerakyatan yang Dipimpinoleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm120)
Mekanisme pemungutan suara selama Orde Baru memang jarang digunakan.
Soeharto lebih menonjolkan pentingnya tercapainya kesepakatan dalam forum
permusyawaratan. Soeharto memperlihatkan debat politik lebih banyak berlangsung
dalam forum-forum tertutup. Mekanisme demokrasi tertutup tersebut dengan sadar
diakui Soeharto sebagai bentuk kehidupan demokrasi yang
dikembangkannya.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm121)
Perbedaan kepentingan diselesaikan secara tertutup, sedangkan format akhir
yang bersifat publik hanya akan menampakkan hasil dari negosiasi tertutup. Dalam
konteks sistem pemilu dan kepartaian, gagasan awal yang berkembang adalah
penerapan sistem distrik. Latar belakang dari gagasan ini adalah adanya urgensi untuk
melakukan pembaruan poltitik sebelum pelaksanaan
Pemilu.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm121)
Format politik baru harus diciptakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan
pemilu. Adapun strategu yang perku ditempuh adalah perlunya dibuka kesempatam
untuk pendirian partai-partai politik baru. Atau juga memungkinkan suatu kelompok
non partai ikut dalam pemilu. Pemilu sistem distrik harus diperkenalkan. Dengan sistem
ini, partai-partai kecil kemungkinan besar akan hilang. Ini berarti cita cita melakukan
penyederhanaan partai sekaligus dapat diraih.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm122 )
Gagasan sistem pemitu distrik tampaknya diterima oleh pemerintah. Akan tetapi,
realitas politik memperlihatkan gagasan Pemilu distrik kurang diminati. Sebaliknya,
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 43

partai besar seperti PNI, dan NU lebih menyukai sistem proporsional dengan sistem
daftar. Akhir negosiasinya adalah kesediaan pemerintah mengalah, menggantinya
dengan sistem proporsional. Namun pemerintah memberikan syarat adanya jaminan
objektif bahwa hasil pemilihan umum tidak akan membuka peluang bagi diubahnya
Pancasila dan UUD 1945. Jaminan objektif ini adalah adanya 1/3 anggota MPR yang
diangkat. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm122 )
Pembahasan RUU Pemilu dan RUU Susunan Kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD digelindingkan dalam forum DPR GR. Setelah berlangsung pembahasan alot
sepanjang kurang lebih 3 tahun, pada 19 Desember 1969, akhirnya RUU itu disahkan
menjadi UU No.15 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 tentang Susunan
Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Agenda Orde Baru selanjutnya adalah
penyederhanaan partai politik. Harus diakui hingga pelaksanaan Pemilu 1971, agenda
ini belum berhasil dilakukan. Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966 tertanggal 5 Juli
1966 tentang Kepartaian, Keormasan dan Kekaryaan, "Pemerintah bersama-sama DPR
GR segera membuat Undang- undang jang menudju pada penjederhanaan,"
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm122-123 )
Institusi AD tampaknya mengambil gagasan ini tatkala memberikan sumbangan
pikiran pada Kabinet Ampera. Gagasan ini baru mendapatkan perhatian Soeharto pasca
Pemilu 1971. Akan tetapi, dalam pandangan Soeharto, penyederhanaan partai bukanlah
persoalan efektivitas. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm123 )
Spiritualitas yang tampak dari struktur keseimbangan ini mengingatkan pada
pandangan dunia Jawa, di mana realitas dunia dipersepsi dikendalikan oteh kekuatan
meta-dunia. 0leh sebab itu, dalam pandangan ini, realitas haruslah dipahami dalam
konteks keseluruhan relasi-relasi eksistensi itu sehingga sikap mental yang diharapkan
adalah tidak terbedakannya antara pandangan keagamaan, realitas interaksi sosial, dan
sikap atau pandangan terhadap alam. Perspektif pandangan inilah Soeharto memandang
perlunya penataan dan penyederhanaan kepartaian sebagai bagian dari logika filosofi.
Yang dikehendaki Soeharto adalah terciptanya kehidupan politik yang relatif sepi daru
konflik yang bersifat eksplosif. Penyederhanaan partai, dapatlah dipandang sebagau
upaya mengeliminasi potensi konflik politik. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm124 )
Soeharto memilih penyederhanaan dengan pola merjer antar partai. Betapa
sukarnya menyatukan institusi yang mempunyai ideologi dan tradisi yang berbeda
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 44

dalam suatu bentuk partai baru. Hambatan ini hanya bisa diatasi dengan pendekatan
kekuasaan. Lahir kemudian partair baru, kproses ini berjalan tidak alamiah, maka masa
depan partai-partai baru itu pun sudah dapat diperkirakan akan banyak menemui
kendala. Trauma terhadap pertikaian politik masa sebelumnya meyakinkan Soeharto
bahwa masa depan kehidupan parta harus disusun dengan mengedepankan program
dibandingkan perbedaan asas. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm125)
Melalui asas tunggal, di samping berusaha menutup benih konftik disintegrasi
ideologis, Soeharto juga bermaksud menciptakan suatu dasar kehidupan politik baru
yang sepi dari trauma konflik ideologis. Cita-cita itulah yang dimaksudkan dengan
terwujudnya masyarakat Pancasila. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm125 )
 PEMIKIRAN DAN GAGASAN EKONOMI ORDE BARU
Fakta yang paling mencolok adalah kemerosotan ekonomi yang sangat parah,
Selama lima tahun (1960-1965) pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 2,0
%, tanpa ada perubahan struktural yang berarti , sektor pertanian tetap mendominasi
struktur ekonomi sebesar 52,4 % Inflasi membumbung tinggi hingga 636 % pada tahun
1966.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm126)
Ada tiga seminar yang berpengaruh cukup besar dalam memberikan bentuk yang
lebih konkret terhadap gagasan pembangunan ekonomi dan politik Orde Baru. Pertama
adalah Pekan Ceramah dan Seminar Ekonomi Keuangan dan Moneter (10-20 Januari
1966) kedua Simposium kebangkitan Semangat 66: Mendjeladjah Tracee Baru (6-9 Mei
1966), Ketiga adalah Seminar II Angkatan Darat di Bandung (25-31Agustus
1966).(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm126 )
Kritikan dan kecaman dalam seminar itu menjadi bermakna secara politik karena
forum tersebut dihadiri para elite politik baru yang nantinya akan mengendalikan Orde
Baru. Kematangan gagasan para ekonom muda yang berkumpul dalam seminar itu
dapat dilihat tidak saja dalam ketajaman analisa persoalan yang disampaikan alam
ceramah dan makalah yang dituliskan. Kesimputan Seminar Januari ternyata sudah
memformulasikan langkah- langkah strategis yang harus ditempuh. Langkah-langkah
itu atau garis besar program yang harus dilakukan pemerintah.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm127)
Rencana Ekonomi Perjuangan 1966-1968. Substansi gagasan dalam rencana
ekonomi perjuangan itu terdiri dari empat langkah strategis, yaitu:
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 45

1. Rencana produksi fisik, memulihkan (rehabilitasi) kapasitas produksi


2. Rencana moneter, dengan sasaran utama, pertama, stabilisasi atau
pengendalian inflasi secara bertahap dengan target
3. Disiplin fiskal, penyehatan anggaran, khususnya penghematan anggaran.
4. Penghematan devisa, memperlancar perdagangan onternasional.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm127)

Perlunya prasyarat mutlak untuk melaksanakan kebijakan stabilisasi dan


rehabilitasi tersebut. Prasayat itu adalah:

a. Adanya pusat pengambil keputusan yang tunggal


b. Harus menghayati orientasi pembangunan yang menguntungkan rakyat
kecil
c. Bekerjasama mengejar kepentingan bersama
d. Adanya line of commad yang jelas
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm127-128)

Kebijakan ekonomi rehabilitasi dan stabilisasi memerlukan adanya dukungan


kepemimpinan yang berwibawa serta dukungan stabilisasi politik. Hasil seminar
tersebut kemudian tidak berhenti sebagai gagasan. Penyerahan kesimpulan seminar
yang didalammya terdapat konsep rencana ekonomi perjuangan 1966-1968, pokok-
pokok gagasan itu menjadi kerangka dasar Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/ 1966
tertanggal 5 Juli 1966 tentang Pembaruan Kebijakan, Landasan Ekonomi, Keuangan
dan Pembangunan. (Drs. H.R. Soemarno Dipodisastro, 1996)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm128)

Kemerosotan politik di Jakarta berujung pada keluarnya Surat Perintah Presiden


Soekarno kepada Letjen Soeharto untuk mengambil alih segala tindakan untuk
menjamin keamanan dan ketenangan atas nama presiden. Surat yang ditandatangani
pada 11 Maret 1966 itu kemudian dikenal dengan Supersemar (Surat Perintah 11
Maret).(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm128)

Seminar Januari, Simposium itu akhinya menjadi forum perlawanan paling


mendasar terhadap seluruh wacana, gagasan, dan dasar ideologis Demokrasi Terpimpin.
Dengan bahasa yang lebih lugas, sebagian besar pemakalah dalam simposium itu
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 46

menyoroti dampak pengabaian masalah ekonomi dan pengesampingan logika ekonomi


yang rasional dalam menangani problem
ekonomi.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm129)

Dalam pengantar diskusi, Widjojo Nitisastro sudah menekankan pentingnya


prinsip keseimbangan antara arus uang, harga, dan arus barang dalam suatu flow yang
berkesinambungan. diperdalam oleh Tan Goan Tiang menekankan pentingnya menjaga
arus uang dan arus barang. Gagasan tersebut sebetulnya relatif baru dalam khasanah
kebijakan ekonomi di Indonesia. karena, ekonom generasi lama kurang terlatih dengan
pendekatan makro ekonomi baru. Permusuhan dengan kapitalisme Terpimpin,
menyebabkan terasingnya khasanah intelektual Indonesia dengan perkembangan
mutakhir ilmu ekonomi khusunya di Barat. Kekosongan ini diisi oleh ekonom angkatan
Widjojo Nitisastro yang memperoleh kesempatan mendalami akhir gagasan- gagasan
makro ekonomi Keynesian dan model-model pertumbuhan ekonomi yang sedang
berkembang pesat di Barat. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm129)

Gagasan-gagasan pembangunan ekonomi dalam Seminar Januari dan Simposium


Mei tersebut tampaknya sangat dominan dalam mewarnai perumusan Ketetapan MPRS
No.XXIII/MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966 tentang Pembaruan Kebijaksanaan
Landasan Ekonomi, Keuangan dan
Pembangunan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm130 )

Substansi Tap MPRS No. xXIII/MPRS/1966 tersebut hampir serupa dengan


"rencana perjuangan ekonomi 1966-1968" yang dihasilkan Seminar Januari dan
substansi Simposium Mei. Keterkesanan Soeharto pada gagasan-gagasan seminar, serta
keinginan para ekonom untuk menyodorkan gagasan yang lebih realistis dalam
menangani problem ekonomi memudahkan kedua belah pthak untuk bertemu.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm131)

Mohammad Sadli. salah satu anggota tim ekonom, menjelaskan bahwa persuaan
ide itu sangat ditunjang oleh persamaan dalam struktur pola berpikir dan kedekatan
yang terbangun dari hubungan fungsional, misalnya kesediaan ekonom untuk
memberikan pelajaran dalam kursus-kursus Seskoad. Sejak Soeharto dilantik sebagai
pejabat Presiden dalam SU MPRS 1966. Di samping membentuk Kabinet Ampera,
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 47

Soeharto juga mengangkat sejumlah staf pribadi (Spri). Diluar staf pribadi kalangan
militer, Soeharto mengangkat sejumlah staf pribadi dari kalangan sipil. Pengaruh
mereka sangat dominan dalam merumuskan kebijakan ekonomi sebab Soeharto
memasukkan mereka dalam anggota Dewan Stabilisasi Nasional yang dipimpin
langsung olehnya.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm131-132)

Dilihat dari indikator perekonomian Indonesia pada Semester 1/1966. Inflasi


membumbung tinggi hingga 650 % , bertambahnya uang dalam peredaran dengan
kurang lebih 40 % sebulan, tingginya suku bunga 30% sebulan, dan meningkatkan
defisit dalam 6 bulan menjadi 3 kali defisit APBN devisa yang bertambab minus; utang
luar negeri sebesar 2,4 miliar dolar AS dengan beban penbayaran (730 juta dolar AS
akhir 1967). Distribusi macet, sehingga rakyat antri bahan-bahan
pokok.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm132)

Pemulihan hubungan dengan negara-negara kreditor menjadi agenda yang sangat


mendesak. Pemulihan ini guna mengejar dua target sekaligus. Pertama, penjadwalan
ulang hutang luar negeri yang sudah sangat berat. pada tahun 1965 jumlah hutang luar
negeri sudah mencapai 2.358 juta dollar(59,5 % berasal dari negara - negara komunis .
24.8 % berasal dari negara - negara Barat 11 % dari negara Asia khususnya Jepang).
Untuk memperoleh dana pinjaman baru guna menopang anggaran belanja negara.
Upaya memulihkan hubungan baik dengan negara kreditor itu memang sudah dirintis
sejak Kabinet Dwikora yang disempurnakan (26 Maret-25 Juli 1966). (O.G. Roeder,
1985) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm133)

Sri Sultan berusaha mendekati negara-negara Barat dan Jepang dalam kerangka
penundaan dan penjadwalan kembali hutang luar negeri Indonesia serta upaya
penjajakan mencari dana pinjaman. Adam Malik menjalin ulang kerjasama dengan
lembaga- lembaga internasional, seperti PBB, IMF dan World Bank, WHO, ILO, dan
lembaga internasional lainnya. (Rizal Mallaranggeng, 2002)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm134)

Langkah yang paling strategis adalah tatkala pemerintah mengundang IMF. Arti
penting undangan ke IMF ini bukan saja untuk membantu merumuskan perencanaan
kebijakan yang masuk akal. Lebih dari itu, undangan ke IMF ini dimaksudkan untuk
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 48

menunjukkan bahwa Indonesia sudah bersungguh-sungguh untuk masuk dalam


komunitas keuangan dunia. Tim IMF yang sudah berada di Jakarta didampingi oleh
Hans Pandelaki. Tim ini kemudian bekerja membantu Staf Pribadi (Spri) pejabat
Presiden yang berasal dari sipil dalam merumuskan detail rencana kebijakan stabilisasí
dan rehabilitasi. (Rizal Mallaranggeng, 2002) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm134)

Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersama serombongan Menteri, dan 2 anggota


DPR GR pada tanggal 1 September mulai mengadakan perjalanan keliling dunia selama
40 hari. "Safari ekonomi" ini dimaksudkan menginformasikan, menguraikan,
mempromosikan Orde Baru dan strategi ekonominya. Langkah ini dapat diartikan
tindakan diplomasi yang ofensif ke luar. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm135)

Konferensi Tokyo yang berlangsung 19-20 September 1966 memang berjalan


cukup baik karena dihadiri sebagian besar negara kreditor indonesia. Pertemuan Tokyo
tersebut memang menyepakati sejumlah kredit baru. Namun tidak berhasil menyepakati
waktu penundaan yang sama bagi pembayaran hutang Indonesia. Hasil Akhirnya
konferensi menyepakati meneruskan pembicaraan di Paris pada Desember 1966 dan
nantinya akan diteruskan di Belanda. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm135)

Selama safari ekonomi selama 40 hari tersebut adalah antara lain diperolehnya
kredit baru sebanyak 120 juta dolar AS untuk impor kebutuhan pokok dan spareparts
dalam rangka operasi penyelamatan. Dan 167 juta dolar AS sebagai hasil kembali
berlakunya bantuan-bantuan yang dibekukan, dan bantuan-bantuan yang dialihkan
penggunaannya dari tujuan konsumtif ke spareparts atau tujuan yang lebih
produktif.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm135-136 )

Untuk menindaklanjuti hasil safari ekonomi tersebut, pemerintah kemudian


menyiapkan paket kebijakan reformasi ekonomi secara menyeluruh, Paket ini berupa
keputusan Presidium Kabinet mengenai ekspor/impor, penyediaan dana devisa,
penegasan tanggung jawab dalam bidang ekspor dan instruksi Presidium tentang
pelancaran ekspor, tentang pedoman penentuan harga. Paket kebijakan yang
dikeluarkan pada 3 Oktober 1966 ini.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm136)

Inti dari paket 3 0ktober tersebut adalah pertama, mengefektifkan anggaran


sebagai instrumen untuk pengendalian moneter dan hanya memberikan stimulus fiskal
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 49

yang sangat terbatas. Dari segi moneter, pengetatan anggaran dilakukan dengan
menekan jumlah uang yang beredar melalui kenaikan suku bunga kredit serta menekan
jumlah uang yang beredar. Pemerin berusaha agar anggaran tidak menjadi sumber
kenaikan inflasi. Harapannya, "ABN tidak lagi mendjadi kambing hitam dari keadaan
moneter jang belum membaik ini, atau setidak-tidaknja sebab-sebab jang berasal dari
pemerintah sendiri dapat dibatasi sekali." Kedua, mulai dilonggarkannya mekanisme
pasar dengan Penanaman modal asing dipermudah, mekanisme ekspor diperlancar,
memangkas pajak ekspor, dan lainnya. Pendeknya, liberalisasi perdagangan menjadi
dasar utama perumusan paket 3 Oktober tersebut. Pada tanggal 10 Januari 1967, sudah
disahkan berlakunya UU No.1/1967 Penanaman Modal asing. Selanjutnya disahkan UU
No. 14/1967 pokok-pokok perbankan dan UU lainnya. (Anna Booth, 1968)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm136-137)

Kebijakan yang dikeluarkan pada 10 Oktober 1967 adalah penghapusan subsidi


dan penyesuaian tarif dan harga dengan menghilangkan berbagai kepincangan dalam
perbandingan harga. Dampak kebijakan ini tentunya menaikkan harga BBM dan akan
merangsang kenaikan inflasi. Namun, pemerintah mengantisipasinya dengan menjaga
harga kebutuhan pokok tetap rendah sehingga masih terjangkau oleh mayoritas
penduduk, hubungan kenaikan BBM dengan stabilisasi harga beras.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm137)

Gelombang ketiga liberalisasi ekonomi adalah dikeluarkannya peraturan


pemerintah tanggal 28 Juli 1967. Peraturan ini maka pada hakikatnya pemerintah
memberikan keistimewaan kepada para importir dan eksportir, antara lain pengurangan
pajak-pajak ekspor, penyederhanaan prosedur ekspor-impor dan membolehkan eksportir
dan importir menangani sendiri dokumennya serta pemberian insentif lainnya. pada 13
Juli 1968 menerbitkan UU No.6/1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN). Bertujuan memberikan keistimewaan-keistimewaan yang sama yang
dinikmatu oleh PMA. (Bruce Glassburner, 1971)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm137-138)

Para teknokrat lebih memilih pendekatan ini (pendekatan keras) dibandingkan


pendekatan stabilisasi bertahap, karena mereka tidak yakin efektivitas stabilisasi
bertahap (yang waktu cukup lama) bagi penyelamatan ekonomi Indonesia.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 50

Terbentuknya IGGI (Inter Govermental Group on Indonesia) pada 23-24 Pebruari 1968.
Untuk secara berkesinambungan memperoleh dana internasional dengan bunga yang
relatif rendah. Pada tahun 1968, defisit anggaran sudah tidak terjadi. uang beredar dapat
ditekan hingga 120 % , sedangkan kenaikan harga ( inflasi ) hingga mencapai 85 % .
Neraca perdagangan sudah surplus 41 juta dolar, namun transaksi berjalan masih defisit
juta dolar. Adapun pertumbuhan ekononomi menjadi 4,8%. (Diana Conyers, 1990)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm138)

Pada tahun 1968 serta adanya Tap MPRS No. XII/MPRS/1968 menyusun dan
melaksanakan rencana pembangunan Lima tahun, maka pelaksanaan Repelita I dapat
dimulai sejak 1 April 1969. Konsep Repelita sebenarnya adalah perencanaan
pembangunan jangka menengah. Tujuan dari perencanaan itu sendiri adalah
mengarahkan proses pertumbuhan ekonomi suatu negara sesuai dengan sumber daya
yang tersedia dan keinginan politik negara yang bersangkutan. (Diana Conyers, 1990)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm138)

Dalam pandangan Widjojo Nitisastro, Repelita dianggap sebagai suatu tahapan


yang memberi tekanan pada aspek tertentu. Tekanan itu bisa berubah sesuai dengan
tingkat pembangunan ekonomi yang dihasilkan. Ketika Repelita I hendak dimulai,
sasaran pencapaiannya dibuat sangat sederhana yaitu memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Adapun titik berat pada Repelita I adalah pembangunan bidang pertanian.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm139)

Pertanian mempunyai multiplier effect yang tinggi. Namun sejauh mana tingkat
multiplier effect sekto pertanian terhadap sektor-sektor yang lain, tentunya pada masa
itu masih sulit diukur. Sasaran akhirnya adalah merombak struktur ekonomi dimana
pengembangan sektor industri akan memperoleh
tempat.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm140)

Konsep Repelita I hanya terdiri dari dua buku. Buku pertama membahas tujuan,
sasaran, kebijaksanaan, sumber-sumber pembiayaan, neraca pembayaran, pembangunan
desa, dan administrasi pemerintahan khususnya pelaksanaan Repelita dan rencana
operasional tahunan. Buku dua membahas rencana perbidang. Kendati tidak seluruh
rencana yang disusun pada tahun 1969 dapat terealisasikan pada tahun 1974, namun
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 51

stabilisasi, rehabilitasi, serta pembangunan pada Pelita I telah memberikan pijakan yang
kuat bagi pelaksanaan Repelita II. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm140-141 )

3.6 PERTUMBUHAN EKONOMI : PERTUMBUHAN DAN


PEMERATAAN

Pemerintah orde baru berhasil membawa kemajuan ekonomi hingga bangsa


Indonesia beralih dari Negara berpenghasilan rendah menjadi menengah-bawah. Pada
1997/1998 terjadi krisis ekonomi akibat, antara lain, pembengkakanpengeluaran dan
bisnis keluarga presiden yang meluas menjadi krisis politik hingga meruntuhkan rezim
orde baru.

A. PEMBANGUNAN EKONOMI DAN SOSIAL


Selama kurum waktu ini, ekonomi Indonesia secara rata-rata tumbuh sebesar 7%
setahun. Sehingga pendapatan perkapita Indonesia pada tahun 1997 berjumlah US$
1.110, . akibat pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkelanjutan salama hamper tiga
dasawarsa yang berhasil dicapai orde baru, maka Indonesia “naik kelas” dari kelompok
Negara berpenghasilan rendah pada pertengahan tahun 1960-an menjadi kelompok
Negara berpenghasilan menengah-bawah pada awal tahun 1990-an kemiskinan absolute
telah berkurang dari lebih 60% jumlah penduduk pada tahun 1965 sampai hamper 16%
pada tahun 1996. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm147)
Pada tahun 1997, Indonesia ditandai krisis ekonomi dan keuangan yang parah
menyebabkan ekonomi Indonesia mengalami kontkasi hamper 14% pada tahun 1998.
Lebih paarah ketimbang krisis pertengahan tahun 1960-an, timbul kerusuhan politik
yang gawat memaksanya untuk mengundurkan diri sebagai presiden pada bulan mei
1998 setelah berkuasa selama 32 tahun lebih. Dengan demikian rezim orde baru secara
berarti ambruk pada akhir tahun 1990-an. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm147-148)
a. PEMBANGUNAN DAN TRANSFORMASI EKONOMI YANG
PESAT
Berkat keberhasilah program keluarga berencana, selama kurum waktu yang sama
berhasil diturunkan sampai rata-rata 2% setahun. Pertumbuhan ekonomi kurang lenih
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 52

5% indonedia berhasil mencapai pertumbuhan pnb per kapita yang amat pesat.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm148)

Menurut kajian komparatif bank dunia mengenai kemiskinan absolute di


berbagai Negara berkembang selama kurun waktu 1970-1987, Indonesia adalah Negara
berkembang yang paling berhasil dalam menurunkan kemiskinan absolut. Kemiskinan
absolute di daerah pedesaan pada tahun 1976 lebih tinggi ketimbsng di daerah perkotaan,
namun dalam waktu dua dawarsa penurunan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan
demikian pesat.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm148-149)

Angka kemiskinan absolut, 1976-1997

Tahun Rata-rata nasional Penduduk perkotaan Penduduk pedesaan

1976 62.9 54.5 64.9

1978 51.7 43.3 53.7

1980 44.6 40.8 45.7

1981 41.9 39.4 42.6

1984 33.7 32.5 34.1

1987 27.0 28.3 26.4

1990 23.3 23.5 23.0

1993 21.1 18.9 22.2

1996 17.6 13.6 19.8

1997 14.7 12.1 16.3.

Peningkatan kesejahteraan penduduk Indonesia yang tercermin pada laju


pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tinggi, yang meliputi baik konsumsi pangan
maupun nonpangan, selama kurun waktu 1965-1997. (Anne Both, 1998)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm149)

Produk Nasional Bruto


I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 53

Negara Total Per kapita Total Konsumsi rumah


penduduk tangga

Negara industri baru

Indonesia 7.0 4.8 2.0 7.2

Malaysia 6.8 4.1 2.6 9.7

Thailand 7.4 5.1 2.1 6.3

Tiga "macan asia"

Korea selatan 8.2 6.7 1.5 7.4

Hong kong 7.6 5.7 1.8 8.0

Singapura 4.4 6.3 1.9 6.7

Jepang 4.4 3.6 0.8 4.2

Laju pertumbuhan investasi Indonesia selama kurun waktu ini tinggi dan setara
dengan laju investasi dari Negara-negara asia lainnya yang ekonominya berkinerja
tinggi. Kinerja ekspor Indonesia jauh lebih buruk ketimbang Negara-negara asia timur
lainyya. Indonesia sampai awal 1980-an terlampau banyak menggantungkan diri pada
ekspor minyak bumi dan gas alam cair. Dan komoditas primer seperti hasil-hasil
pertanian dan pertambangan nomigas. Baru sesudah berakhirnya “boom” minyak bumi,
Indonesia mendorong kespor hasil-hasil industry manufaktur. (Thee Kian Wie, 2001)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm150)

Negara Investasi domestik bruto Ekspor barang-barang dan


jasa-jasa

Negara industri baru

Indonesia 9.2 5.7


I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 54

Malaysia 10.1 9.7

Thailand 9.0 11.3

Tiga "macan asia"

Korea Selatan 12.4 16.0

Hongkong 7.7 11.9

Singapura 9.6 12.2

Jepang 4.7 7.7

Sejak tahun 1987, Indonesia untuk pertama kali mengalamilonjakan dalam ekspor
hasil-hasil industry. Sejak tahun 1993 mulai melamban, suatu perkembangan yang
berlangsung sampai Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997/1998, disebabkan oleh
adanya saing internasional kebanyakan perusahaan manufaktur Indonesia relative
rendah. (Thee Kian Wie, 2001) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm150)

Ekspor jasa Indonesia rendah sekali, karena tidak mempunyai keunggulan


komparatif dalam produksi jasa, khususnya jasa modern. Indonesia mengalami impor
jasa lebih tinggi ketimbang ekspor jasa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat
disertai transformasi ekonomi yang pesat pul, yaitu perubahan dalam struktur ekonomi
Indonesia. Tercermin pada mencolok dalam struktur ekonomi Indonesia dari sector
pertanian ke sector-sektor industry manufaktor dan jasa-jasa modern.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm151)

Transformasi ekonomi tujuh ekonomi Asia Timur yang bekinerja tinggi, 1970-1997

Nilai tambah Tenaga kerja di sektor


sektor pertanian pertanian (% dari total
(% dari PDB) angkatan kerja).

Negara 1970 1997 1970 1997


I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 55

Negara industri baru

Indonesia 45 16 66 55

Malaysia 29 12 54 27

Thailand 26 11 89 64

Tiga "Macan Asia"

Korea selatan 27 6 49 18

Hong kong - 0 4 1

Singapura 2 0 3 0

Jepang 6 2 20 7

Sektor pertanian dalam ekonomi Indonesia pada tahun 1970 lebih besar ketimbang
pada tahun 1997. Perpindahan tenaga kerja di sektor pertanian ke sektor lain, khususnya
sektor industri manufaktur da jasa modern. Sektor pertanian jauh lenih tinggi ketimbang
peran sektor pertanian dalam ekonomi Indonesia, disebabkan olehkenaikan
produktivitas kerja di sektor nonpertanian, khususnya sector industry manufaktur dan
jasa modern yang berjalan jauh lebih pesat ketimbang sector pertanian. Laju
pertumbuhan kesempatan kerja di sector-sektor nonpertanian, selama kurun waktu
1971-1995 sangat pesat. (Manning, 1998) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm151)

B. PEMBANGUNAN SOSIAL

Pertumbuhan ekonomi yang pesat selama era soeharto disertai pembangunan social
yang pesat, meskipun menurut standar umum asia timur pembangunan social Indonesia
tidak sebaik Negara-negara asia timur lainnya. Orde baru memang berhasil mencapai
pembangunan social yang baik. (Hal Hill, 1999) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm152)

Negara Pertumbuha Nisbah Angka Akses ke


n konsumsi netto kematian air bersih
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 56

per kapita pendaftara bayi (per (% dari


tahunan (%) n anak- 1000 penduduk
197
anak di kelahiran )
0
sekolah )
1996
dasar
1970

Laki-laki 199 Perempua 199


1980 6 n 1980 6

Negara
industri
baru

Indonesi 3.0 93 99 83 95 118 47 65


a
1.6 - 102 - 102 45 11 89
Malaysia
2.9 - - - - 73 33 89
Thailand

"Macan
Asia"

- 104 92 105 93 46 9 83
Korea
Selatan - 100 - 99 - 20 4 100

Singapur - 101 103 101 103 13 4 96


a

Jepang
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 57

Jika di bandingkan dengan Negara-negara asia timur lainnya, pembangunan social


Indonesia tidak sebaik Malaysia dan Thailand, apalagi jika dibandingkan dengan korea
selatan, singapura, dan jepang. Ditinjau dari segi nisbah (rasio) netto pendaftaran anak-
anak di sekolah dasar, kinerja Indonesia kurang lebih setara dengan Negara-negara asia
timur lainnya. (Hofman, 2004) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm152)

C. KEBIJAKAN EKONOMI, 1967-1997


Keberhasilan pemerintah orde baru dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang
pesat dan berkelanjutan disertai oleh penurunan tajam dalam kemiskinan absolute adalat
hasil dari seperangkat kebijakan ekonomi yang baik, termasuk kebijakan mekro
ekonomi yang sehat yang pada umumnya berhasil mempertahankan stabilitas makro
ekonomi selama tiga dasawarsa. Ketiga tahap tersebut adalah pertama, periode 1966-
1973 berupa proses stabilisasi, rehabilitasi, dan pemulihan ekonomi; kedua, periode
1974-1981 berupa momentum “boom” minyak bumi, intervensi pemerintah yang lebih
besar, dan pertumbuhan ekonomi yang pesat; dan letiga, periode 1983-1996 berupa era
pasca “boom” minyak bumi, deregulasi, dan pertumbuhan ekonomi yang pesat. (Thee
Kian Wie, 2002) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm153)
D. PERIODE ANATARA 1996-1973 : STABILISSI, REHABILITASI, DAN
PEMULIHAN EKONOMI
Kebijakan anti barat yang merupakan suatu cirri mencolok dari pemerintah soekarno
juga telah menimbulkan kesulitan bagi Indonesia. Pemerintah orde baru meninggalkan
kebijakan “memandang ke dalam” yang membawa kebangkrutan bagi Indonesia dan
menggantikannya dengan kebijakan “memandang ke luar”, pemerintah Indonesia
memulai menerapkan kebijakan yang dapat menghapus atau mengurangi berbagai
rintangan atas perdagangan luar negeri dan investasi asing. Oleh karena senang
perubahan fundamental dalam kebijakan luar negeri Indonesia, Negara-negara barat dan
jepanf serta lembaga-lembaga bantuan internasional menanggapi dengan baik
permohonan pemerintah Indonesia akan penjadwalan pembayaran kembali uang luar
negerinya dan penerima bantuan luar negeri baru.(Posthumus, 1971) (Abdullah
danLapian(ed),2012;hlm153-154)
a. PELAKSANAAN KEBIJAKAN EKONOMI
Selama hampir dua dasawarsa tim ahli ekonomi, yang dipimpin oleh prof. widjojo,
itu memeperoleh julukan sebagai “Berkeley mafia”. Para teknokrat ekonomi itu
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 58

kebanyakan merupakan lulusan pasca sarjana dalam ekonomi di universitas California,


Berkeley. Keberhasilan tim ahli ekonomi dalam memulihkan dan kemudian mendorong
pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh, terutama kepiawaian mereka dengan dukungan
penuh dari masyarakatbantuan internasional yang tergabung dalam IGGI, dan dukungsn
penuh serta kepercayaan presiden soeharto. (Emil Salim, 1997)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm154)

Salah satu tindakan pertama soeharto setelah mengambil alih pimpinan Negara
adalah menugaskan tim penasihat ekonominya, yang terdiri atas kelima dosen FEUI.
Untuk menyusun suatu program stabilisasi dan rehabilitasi. Tujuan memulihkan
stabilitas mekro ekonomi dengan menghentikan hiperinflasi stinggi 600% yang telah
berkecamuk pada akhir masa pemerintah soekarno. (Prawiro, 1998) (Abdullah
danLapian(ed),2012;hlm154-155)

Bantuan luar negeri dari IGGI dalam bentuk pinjaman lunak, dengan suku bunga
dibawah suku bunga pasar dengan jadwal pembayaran kembali uang dalam waktu lama,
pada awalnya tidak terlampau banyak, yaitu hanya beberapa ratus dollar AS setahun.
Banyak investasi produktif baru diperlukan untuk mencapai tujuan ini, tahun 1967
dikeluarkan undang-undang penanaman modal asing (PMA) baru yang memuat
berbagai insentif dan jaminan bagi para investor asing yang baru. Tahun 1968 disusul
oleh undang-undang penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang bertujuab untuk
mendorong lebih banyak investasi baru oleh investor domestik. (Mohammad Sadli,
1997) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm155 )

Suatu unsur penting lain dari kebijakan ekonomi baru dari pemerintah orde baru
adalah upaya penghapusan selurung pengendalian devisa (foreign exchange control)
yang telah dilakukan pemerintah soekarno pada tahun 1970. Pengendalian devisa
dihapus seluruhnya, dan rupiah menjadi mata uang konvertibel, artinya bias di tukar
denga valuta asing tanpa rintangan apapun. Penghapusan pengendalian devisa juga
berhasil mendorong ekspor yang telah tumbuh dengan rata-rata 0% selama kurum
waktu 1966-1970. (Hofman, 2004) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm155-156)

Laju inflasi lambat laun dapat diturunkan secar gemilang 636% pada tahun 1966
menjadi 112% pada tahun 1967, 85% pada tahun 1968, 10% pada tahun 1969, dan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 59

hanya 9% pada tahun 1970. Upaya menjadwalkan kembali diperoleh sebelum juni 1966,
melalui paris club, 60% dari utang luar negeri adalah utang pada Negara-negara
komunis, 70% dari uni soviet, perundingan dengan Negara-negara ini jua amat
diperlukan. Realisasi investasi asing melonjak dari US$ 83juta pada 1967/1969 sampai
UD$ 271 juta pada 1972. (Grenville, 1981; Bresnan, 1993)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm156)

E. PERIODE 1074-1981 : “BOOM” MINYAK BUMI, INTERVENSI


PEMERINTAH YANG LEBIH BESAR DAN PERTUMBUHN EKONOMI
YANG PESAT
Selama kurun waktu 1974-1981, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi
yang pesat dengan pertumbuhan PDB riil rata-rata 7,7% setahun. Perbaikan nilai tukar
internasional ini terjadi berkat kedua “boom” (lonjakan) dalam harga minyak bumi di
pasar internasional pada tahun 1970-an. Lonjakan pertama terjadi berkat embargo dalam
ekspor minyak bumi yang di lakukan Negara-negara anggota OPEC, khususnya Negara-
negara arab, pada tahun 1973/1974 terhadap Negara-negara barat yang mendukung
Israel. Lonjakan kedua akhir tahun 1978 revolusi di iran yang menggulingkan shah iran.
Gejolak politik di iran menghentikan pasokan minyak bumi dari iran, lonjakan harga
minyak bumi yang kedua selama tahun 1970-an. Berkat krisis energy ini, harga minyal
bumi Indonesia secara nominal meningkat sari US$ 1,67 per barrel pada tahun 1970
sampai US$ 35 per barrel pada tahun 1981. (Prawiro)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm156)
“Boom” minyak bumi pertama tahun 1973/1974 memungkinkan pembiayaan
untuk pembangunan prasarana fisik. “boom” minyak kedua pada tahun pada tahun
1978/1979 memungkinkan oembangunan banyak sekolah, terutama sekolah dasar, dan
penyediaan lapangan kerja bagi banyak guru sekolah dasar di seluruh wilayah Indonesia.
Penghasilan besar dari “boom” minyak numi juga membuka peluang bagi emerintah
untuk membiayai suatu sitem subsidiyang terbuka untuk terselubung untuk beberapa
kegiatan dari sector pertanian dan sector industry manufaktur yang kurang efisien.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm157 )
a. KEBIJAKAN PERTANIAN
Upaya pertama harus ditunjukan kepada peningkatan produktifitas pertanian
yang dapat meningkatkan pendapatan dan daya beli para petani. Prioritas dalam praktek
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 60

pertanian terutama ditunjukan kepada swasenbada beras. Dalan rencana pembangunan


lima tahun ketiga (repelita III, 1979/1980-1983/1984), tujuan swasembada beras
diperluas menjadi swasembada pangan. Menurut kajian prof. anne both, pertumbuhan
produksi beras yang pesat di lahan dengan irigasi selama kurun waktu 1971/1975-
1981/1985 umtuk 71% disebabkan oleh kenaikan dalam produktivitas lahan, sedangkan
29% disebabkan oleh perluasan dalam lahan yang panen. (Bort, 1998) (Abdullah dan
Lapian(ed),2012;hlm157-158)
Keberhasilan program intensifikasi beras juga tercermin pada tercapainya
swasembada beras pada tahun 1985, diakui oleh badan PBB untuk pangan dan pertanian
yang pada tahun itu memberikan piagam penghargaan kepada presiden soeharto.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm158 )
b. KEBIJAKAN INDUSTRI
Selama tahun 1970-an, Indonesia menempuh suatu kebijakan industri yang
termasuk paling “memandang ek dalam” di antara Negara-negara berkembang Asia.
Tahun 1970-an bertepatan dengan berakhirnya tahap pertama industrualisasi substitusi
impor (substitusi impor yang “mudah”), yang mungkinkan barang-barang konsumsi
yang sebelumnya diimpor kemudian digantikan oleh barang-barang konsumsi buatan
Indonesia sendiri berkat proteksi tinggi terhadap barang-barang impor. Tahap kedua
berupa “pendalaman struktur industry”, strategi itu memungkinkan industru manufaktur
yang menghasilkan barang-barang konsumsi ringan dapat dengan cepat menguasai
pasar domestic. (Soehoed, 1988) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm158-159 )
Selama kurun waktu 1978-1983, meluncur program industrialisasi tahap kedua
berskala besar yang dikendalikan oleh Negara. Tahap kedua ini bertujuan untuk
mendirikan berbagai industry hulu, khususnya industry dasar yang mengolah bahan
mentah Indonesia menjadi bahan baku untuk industry hilir. (Soehoed, 1988)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm159 )
F. PERIODE 1983-1996 : ERA PASCA “BOOM” MINYAK BUMI,
DEREGULASI, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG PESAT
Pada tahun 1982, harga minyak bumi mulai turun karena melemahnya pasar
minyak bumi internasional akibat resesi di Negara-negara industry maju. Selama
beberapa tahun sesudah berakhirnya era “boom” minya bumi, pemerintah Indonesia
agak ragu-ragu dalam memberikan respons yang tepat atas merosotnya penerimaan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 61

ekspor minyak bumi dan penerimaan pemerintah dari pajak atas laba perusahaan-
perusahaan minyak asing. Pemerintah cepat sekali berupaya untuk memulihkan
stabilitas ekonomi, maka pada tahun 1985/1986 stabilitas makroekonomi dapat
dipulihkan, laju inflasi turun hingga dibawah 5% pertahun.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm159-160)
Pada bulan mei 1986 pemerintah mengeluarkan suatu paket kebijakan yang
bertujuan untuk mempermudah perusahaan maufaktur yang berorientasi ekspor, dengan
ketentuan paling sedikit 85% dari produksi, presentase ini kemudian diturunkan menjadi
65% untuk membeli masukan (inputs) yang diimpor pada harga dunia atau harga
internasional. Paket mei 1986 juga memuat langkah deregulasi dalam bidang investasi
asing langsung yang menghapus berbagai rintangan yang sebelumnya telah
menghambat dan mengatur investasi asing. (Muir, 1986)
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm160)
Seperangkat paket deregulasi tersebut sangat berhasil dalam meningkatkan daya
saing internasional sector nonmigas yang menghasilkan barang dan jasa yang dapat
diperdagangkan, antara lain pertanian, industry manufaktur dan pariwisata sehingga
ketergantungan ekonomi Indonesia pada sektor migas berkurang. Sejak pertengahan
tahun 1980-an, pengaruh pada teknorat ekonomi atas kebijakan ekonomi lambat laun
mulai berkurang . akan tetapi, pengalaman Indonesia selama 32 tahun dibawah
pemerintah orde baru menunjukan bahwa peran penting dari demokrasi dan kebebasan
politik tidak dapat dinafikan. (Bort, 1998) (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm161-162 )

3.7 PENDUDUK DAN PERUBAHAN SOSIAL

Besarnya jumlah penduduk yang tidak dikuti dengan pelayanan memadai,


misalnya dalam hal kesehatan dan pendidikan, sangat berpengaruh pada kesejahteraan
hidup mereka. Namun, penyebaran itu pun tidak merata sehingga menimbulkan
berbagai perubahan sosial yang menyertainya.

A. DINAMIKA KEPENDUDUKAN DI INDONESIA


Penduduk adalah salah satu komponen penting dalam proses perubahan sosial
Perubahan sosial tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor sosial-demograf seperti
kelahiran, kematian, dan migrasi. berbagai variabel demografinya merupakan
komponen yang sangat penting dalam memengaruhi berbagai perubahan dalam
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 62

kehidupan sosial. setengah yang Penelitian Geertz tersebut melahirkan sebuah buku
yang sangat terkenal berjudul Involusi Pertanian.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm165)
Di Pulau Jawa dengan rata-rata tingkat pertumbuhan di atas 2 % setiap
tahunnya . Menurut sensus penduduk 1971 , jumlah penduduk Indonesia berjumlah
hanya 119 juta, namun dalam waktu 30 tahun jumlahnya meningkat hampir dua kali
lipat menjadi 210 juta pada tahun 2000.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm165)
Puncak dari meningkatnya pengangguran di Indonesia terlihat ketika terjadinya
krisis ekonomi yang berkepanjangan yang melanda Asia Tenggara dalam 10 tahun
terakhir. Salah satu fenomena yang menarik dari krisis perekonomian di Indonesia
adalah tingginya tingkat pengangguran. Meningkatnya nilai tukar dollar terhadap rupiah
secara drastis. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm166)
Persoalan utama dari krisis yang menimpa perekonomian Indonesia sebenarnya
berangkat dari kebijakan pembangunan yang tidak terencana secara baik. Artinya,
kebijakan pembangunan yang diterapkan bukan dirancang dalam bentuk jangka panjang.
Ketika terjadi krisis ekonomi seperti pada tahun 1998, tiba-tiba pemerintah seperti
kehilangan pegangan dan kendali dalam mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini
terutama disebabkan ketidaksiapan pemerintah mengantisipasinya dan terlampau yakin
krisis ekonomi tidak akan terjadi.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm166)
Kebijakan meninggalkan sektor pertanian telah dimulai sejak tahun 1970-an
ketika pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan penggunaan teknologi secara masal
di sektor tersebut. Penggunaan teknologi tersebut pada saat itu dikenal dengan nama
Revolusi Hijau. Revolusi Hijau ternyata di satu sisi mampu meningkatkan produktivitas
pertanian, namun di sisi lain telah menciptakan penggangguran yang cukup tinggi satu
sisi.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm167)
Dampak dari kebijakan tersebut telah mengakibatkan terjadinya migrasi
penduduk dari desa ke kota secara besar-besaran karena sektor pertanian tidak lagi
mampu menyerap kelebihan tenaga kerja di pedesaan. Kebijakan "urban bias", dalam
arti lebih mementingkan daerah perkotaan daripada pedesaan, telah memacu
berbondong-bondongnya penduduk dari pedesaan ke daerah
perkotaan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm167)
Ada beberapa hal yang akan dilihat di sini, pertama perubahan angkatan kerja
yang terjadi selama 10 tahun terakhir di Indonesia; kedua dampak dari perubahan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 63

tersebut terhadap terjadi migrasi penduduk yang tidak hanya dari desa ke kota,
melainkan juga migrasi secara keseluruhan di Indonesia; ketiga mengkaji berbagai
implikasi pembangunan yang berkaitan dengan migrasi; dan keempat, melihat
keterkaitan antara penduduk dan dinamika pembangunan di Indonesia. (Abdullah dan
Lapian(ed),2012;hlm168)
B. DINAMIKA PENDUDUK DAN ANGKATAN KERJA
 JUMLAH PENDUDUK

Masalah klasik yang dihadapi Indonesia dalam bidang kependudukan adalah


jumlah penduduk yang terlampau besar dan tidak merata dalam persebarannya. Menurut
sensus penduduk, jumlah penduduk Indonesia hanya sekitar 97 juta jiwa pada tahun
1961 dan meningkat menjadi 119 juta jiwa pada tahun 1971 dan menjadi 147 juta jiwa
pada 1980. Jumlah hingga mencapai 210 juta pada tahun 2000.(Abdullah dan
Lapian(ed),2012;hlm168)

Lebih dari 60 % penduduk Indonesia bermukim di pulau Jawa yang luasnya


hanya 6.9 % dari luas seluruh daratan Indonesia. Menurut sensus penduduk tahun 2000,
penduduk yang bermukim di Jawa mencapai 120 juta jiwa. Kepadatan penduduk di
Pulau Jawa pada waktu itu hampir 9 kali kepadatan penduduk di Indonesia secara
keseluruhan (690 banding 77), 12 kali kepadatan penduduk Pulau Sumatera, dan 58 kali
kepadatan penduduk pulau Kalimantan.(Abdullah dan Lapian(ed),2012;hlm168)

Lebih dari 80 % penduduk Indonesia bermukim di daerah pedesaan dengan mata


pencaharian di sektor pertanian. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar
50 % penduduk di daerah pedesaan , khususnya di Jawa, tidak memiliki tanah sawah.
Bagi petani pemilik, sebagian besar luas tanahnya kurang dari 0,2 hektare.
Meningkatnya jumlah penduduk miskin di Jawa, juga meningkatkan tingginya tekanan
penduduk terhadap lahan, khususnya lahan pertanian. Diketahui bahwa tekanan
penduduk terhadap lahan (Tkt) di Jawa mencapai 2,34. Daerah Istimewa Yogyakarta
terlihat mempunyai tekanan penduduk tertinggi terhadap lahan, yaitu sebesar
2,94.(Abdullah dan Lapian(ed),2012;hlm169)

Pada periode tahun 1960-1971 tampak pertumbuhan penduduk Indonesia


berkisar sebesar 2,1 % setiap tahunnya dan pada periode 1971-1980 meningkat menjadi
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 64

2,3 % . Pertumbuhan penduduk tertinggi di luar Jawa pada tahun 1980-1990 didominasi
oleh Pulau Sumatera sebesar 3,1%, diikuti oleh Kalimantan dan Sulawesi masing -
masing 2,5 % dan 2,0 % . Namun , pada tahun 1990-2000 terlihat pertumbuhan
penduduk di Pulau Kalimantan relatif mengalami peningkatan menjadi 2.6 % jika
dibandingkan dengan pulau - pulau lainnya di Indonesia. Berhasilnya program
Berencana (KB) dan tranmigrasi secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan
penduduk di Pulau Jawa.(Abdullah dan Lapian(ed),2012;hlm169-170)

 ANGKATAN KERJA DAN DINAMIKA PEKERJAAN

Dalam sensus penduduk dikenal istilah tenaga kerja (manpower), yaitu mereka
yang merupakan bagian penduduk yang dapat dikutsertakan dalam proses ekonomi.
Kelompok usia kerja tersebut dibagi dua, yaitu penduduk yang termasuk dalam kategori
angkatan kerja (labour force) dan penduduk yang tergolong bukan angkatan kerja. Di
Indonesia, menurut Biro Pusat Statistik yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah
penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang secara aktif melakukan kegiatan
ekonomi. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm170)

Lebih dari 60 % penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa dan sebagian


besar bermukim di daerah pedesaan . Lebih dari 80 % penduduk tersebut bekerja di
sektor pertanian. Secara absolut, jumlah orang miskin di Jawa tidak berkurang secara
berarti karena pertumbuhan penduduk yang tinggi, walaupun berbagai kebijakan di
bidang kependudukan telah diterapkan, seperti program Keluarga Berencana (KB) dan
transmigrasi.(Abdullah dan Lapian (ed),2012;hlm170-171)
Pada tahun 1980, jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas di Indonesia sebanyak
104 juta jiwa dan pada tahun 1990 terjadi peningkatan cukup besar menjadi 135 juta
jiwa. Kemudian pada tahun 2000, jumlah peningkatan mencapai sekitar 139 juta. Pada
tahun 1980, jumlah angkatan kerja sebanyak 52 juta jiwa, dan meningkat menjadi 74
juta jiwa pada 1990. Kemudian pada tahun 2000, jumlah angkatan kerja Indonesia
bertambah menjadi 97 juta jiwa. Pada tahun 1980, penduduk yang tergolong bukan
angkatan kerja sebanyak 52 juta jiwa, dan pada tahun 1990 jumlahnya 61 juta jiwa.
Namun pada tahun 2000 menjadi 42 juta jiwa.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm171)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 65

Mulai tahun 1980, 1990, hingga 2000, jumlah penduduk yang bekerja berjumlah
51 juta (50,2 %) , 71 juta (54,7 %) dan 92 juta jiwa (69,6 %) . Selama 2 kurun waktu
tersebut (1980-1990 dan 1990-2000), jumlah penduduk yang bekerja bertambah
masing-masing sebanyak lebih dari 20 juta orang. Pada tahun 1980 , jumlah penduduk
yang menganggur sebanyak 860 ribu jiwa (0,83 %) dan pada tahun 1990 jumlahnya
bertambah menjadi 2,3 juta jiwa (1,74 %) . Kemudian pada tahun 2000 terlihat jumlah
penduduk meningkat dengan tajam menjadi 4,9 juta jiwa (3,5 %) . Menurut catatan dari
Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), jumlah penduduk yang menganggur secara
keseluruhan di Indonesia pada 2002 mencapai 42 juta orang Padahal tahun sebelumnya
hanya 40 juta orang.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm172 )

Pada tahun 2001 sebesar 40 juta jiwa. Angka ini diperkirakan akan meningkat
lagl dengan bertambahnya penduduk yang putus sekolah yang jumlahnya mencapai 1.7
juta per tahun. Kiranya perlu dicermati bahwa penciptaan lapangan kerja yang padat
karya sejalan dengan kualitas sumber daya manusía (SDM) Indonesia yang masih
rendah, terutama jika ditinjau dari segi
pendidikan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm172)

Pada tingkat pendidikan SD ke bawah ( lebih dari 50 % ) . Pada tahun 1980 tiga
perempat (87 %) penduduk Indonesia yang berpendidikan SD ke bawah. Terdapat
sekitar 38% penduduk yang tidak atau belum tamat SD. Pada tahun 1990 dan 2000,
penurunan penduduk yang berpendidikan SD kebawah dengan jumlah masing-masing
77% dan 65%. Untuk merealisasikan kebijakan tersebut, pemerintah membuka dan
membangun sekolah, terutama tingkat sekolah dasar (SD) sampai ke pelosok-pelosok
nusantara. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pendidikan dengan sistem paket C
untuk menampung penduduk yang sudah tidak mungkin lagi duduk di bangku
sekolah.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm173)

Penduduk yang berpendidikan dengan tingkat perguruan tinggi rata-rata


didominasi oleh mereka yang tinggal di perkotaan dengan jumlah 3,3 % ( 1980 ) 6,4 %
( 1990 ) , dan 9 % ( 2000 ) di daerah pedesaan jumlahnya mencapai di atas 70 % , baik
pada tahun 1980, 1990, maupun tahun 2000. Sekolah-sekolah mulai tingkat SMA
(sekarang SMU) biasanya terletak di daerah perkotaan atau kota kecil, perguruan tinggi
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 66

atau universitas selalu berada di daerah


perkotaan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm173 )

Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian telah mengalami penurunan


yang sangat drastis yang semula berjumlah 35,7 juta orang (1990) menurun menjadi 32
juta orang pada tahun 2000. Pada tahun 1990 jumlah penduduk pedesaan yang bekerja
di sektor pertanian sebanyak 34 juta orang dan menurun secara drastis pada tahun 2000
menjadi 28,6 juta orang. Pada tahun 1990, jumlah penduduk yang bekerja di sektor
bangunan sebanyak 1,7 juta orang dan meningkat menjadi 2,9 juta orang pada tahun
2000. Peningkatan jumlah sejak tahun 1990 hingga 2000 dari 1,2 juta menjadi 4,7 juta.
Pada tahun 1990, jumlah pedesaan yang bekerja di sektor keuangan berjumlah tidak
lebih dari 135 ribu orang, namun pada tahun 2000 mengalami peningkatan jumlah
fantantis menjadi 5,2 juta orang.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm174)
C. MIGRASI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL
a. MIGRASI PENDUDUK ANTARPROVINSI

Migrasi penduduk merupakan salah satu komponen yang memengaruhi


pertumbuharn penduduk di Indonesia. Ada empat tipologi migrasi penduduk yang akan
dibahas: pertama, migrasi semasa hidup berdasarkan tempat kelahiran (lifetime
migration): kedua, migrasi total berdasarkan tempat tinggal sebelumnya (total
migration); ketiga, migrasi desa-kota; dan keempat, migrasi lima tahun yang lalu (recent
migration). (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm175)

Propinsi di Jawa yang paling besar menerima migrasi-masuk semasa hidup


adalah DKI Jakarta dengan jumlah 2,6 juta orang (25,4 %) pada tahun 1980. Pada tahun
1990 meningkat menjadi 3,2 juta orang (21,5 %) pada tahun 2000 mengalami
peningkatan menjadi 3,5 juta orang ( 17,5 % ). Propinsi lainnya di Jawa yang menerima
migrasi-masuk semasa hidup terbesar adalah propinsi Jawa Barat. Pada tahun 1980,
migrasi-masuk tersebut sebesar 1 juta orang ( 9,8 % ) dan pada tahun 1990 menjadi 2,4
juta ( 16,3 % ) , kemudian pada tahun 2000 meningkat menjadi 3,2 juta orang ( 16,2 % ).
Besarnya jumlah migrasi-masuk ke DKI Jakarta pada periode tahun 1980, 1990, dan
2000 secara tidak langsung menunjukkan daerah tersebut mempunyai daya tarik yang
cukup kuat bagi penduduk dari daerah lain.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm176 )
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 67

Daerah lain di luar Jawa yang banyak menerima migrasi-masuk adalah Propinsi
Lampung. Pada tahun 1980, menerima migran semasa hidup sebanyak 1,8 juta orang
( 17,5 % ). Migrasi semasa hidup yang menuju Lampung terlihat semakin menurun
jumlahnya menjadi 1,7 juta ( 11,7 % ) dan 1,4 juta orang ( 7,3 % ) pada tahun 1990 dan
2000.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm177)

Migrasi semasa hidup yang menuju Lampung terlihat semakin menurun


jumlahnya menjadi 1,7 juta ( 11,7 % ) dan 1,4 juta orang ( 7,3 % ) pada tahun 1990 dan
2000 . Propinsi di Jawa yang selalu menunjukkan peningkatan migrasi-keluar adalah
Propinsi Jawa Tengah. Pada tahun 1980, jumlah migrasi-keluar semasa hidup yang
berasal dari Jawa Tengah sebesar 32,3 % . Walaupun pada tahun 1990 dan 2000
mengalami penurunan ( 30,9 % dan 26,6 % ). Provinsi lainnya di jawa yang
menunjukan migrasi neto negatif adalah provinsi jawa timur. Daerah luar jawa yang
paling menonjol migrasi neto negatifnya adalah provinsi Sumatera Barat dan Sulawesi
Selatan. Disebabkan adanya pengaruh kebudayaan merantau dari suku Minangkabau.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm177)

b. MIGRASI PENDUDUK DESA-KOTA

Salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya perubahan pekerjaan penduduk


tersebut berkaitan erat dengan adanya proses migrasi yang terjadi, terutama migrasi desa
ke kota. Fenomena migrasi yang terjadi selama 40 tahun terakhir adalah membanjirnya
penduduk desa ke kota. Berbagai faktor yang memengaruhi terjadinya migrasi, antara
lain adalah tekanan penduduk, kurangnya kesempatan kerja, dan kurangnya minat
penduduk untuk bekerja terutama di sektor pertanian. Pada tahun 1980, jumlah
penduduk Indonesia yang berstatus migran di daerah perkotaan sebanyak 5,2 juta orang
dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 8,8 juta, kemudian pada 2000 menjadi 27,2
juta orang.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm178-179 )

Pada tahun 1980, daerah pedesaan yang bermigrasi keluar sebesar 4,8 juta orang
dan meningkat menjadi 6,2 juta orang pada tahun 1990. Jumlah terus peningkatan
mencapai 13,2 juta orang pada tahun 2000 DKI Jakarta merupakan daerah penerima
migran yang terbesar di Pulau Jawa dengan jumlah masing - masing 47,8 % ( 1980 ),
37,2 % ( 1990 ), dan 13 % ( 2000 ). Penurunan tersebut antara lain disebabkan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 68

terjadinya migrasi keluar dari daerah tersebut yang cenderung meningkat pada waktu
yang sama dengan persentase 4,0 % ( 1980 ) 9,6 % ( 1990 ) , dan 6,2 % ( 2000 ).
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm180)

Daerah perkotaan lainnya adalah perkotaan Jawa Barat. Pada 1980, jumlah
penduduk yang berstatus migran di daerah itu sebesar 10,2 % dan pada 1990 meningkat
menjadi 22,9 % . Namun pada 2000 , jumlah penduduk migran di Jawa Barat
mengalami penurunan secara dratis menjadi 10,8%. Penurunan tersebut kemudian
diikuti dengan tingginya penduduk yang keluar Jawa Barat yang jumlahnya 20 %
( 1980 ) , 13,8 % ( 1990 ) dan 5,5 % ( 2000 ) faktor yang paling berpengaruh terhadap
menurunnya jumlah migran di daerah perkotaan Jawa Barat adalah berdirinya Propinsi
Banten yang dulunya bagian dari daerah
tersebut.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm181 )

Pada 1980, jumlah migran yang masuk ke daerah pedesaan di Lampung


mencapai 32,1 % . Pada tahun 1990 dan 2000 , jumlah penduduk migran di daerah
pedesaan Lampung sebesar 24,6 % dan 8,9 %. Penduduk sangat signifikan pada
penduduk yang berstatus migran yang berada di daerah pedesaan Provinsi Sumatra
Selatan, Riau, dan Jambi. Di indonesia Timur dengan proporsi penduduk yang berstatus
migran adalah provinsi Kalimatan Timur dan Sulawesi Tengah.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm181 )

Kehadiran pada migram di daerah perkotaan juga telah menimbulan peruabahan


struktur sosial kemasyarakatan, terutama pada tingkat keluarga. Secara sosial budaya,
penduduk desa yang pernah bermigrasi ke daerah perkotaan cenderung mempunyai
perilaku kekota-kotaan atau mempunyai gaya hidup seperti orang kota (urbanisme).
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm182-183)

c. MIGRASI MUTAKHIR

Migran mutakhir adalah mereka yang tinggal di provinsi yang berbeda dari
provinsi yang ditinggalinya 5 tahun yang lalu. Penduduk yang bertempat tinggal 5 tahun
di daerah lain di Indonesia. Yang menarik dari migrasi mutakhir adalah jika dalam
migrasi masuk (semasa hidup maupun total) selama ini lebih banyak yang masuk ke
DKI Jakarta, namun dalam migrasi mutakhir ternyata lebih banyak yang masuk ke
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 69

Propinsi Jawa Barat (1,7 juta banding 700 ribu orang). Mengalirmya penduduk selama 5
tahun terakhir awa Barat sebagian besar sebenarnya merupakan limpahan penduduk dari
DKI Jakarta.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm184)

Migrasi neto mutakhir yang paling menarik, khususnya untuk daerah-daerah di


luar Pulau Jawa, tetap ditunjukkan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
Maluku serta ditambah Propinsi Maluku Utara. Besarnya jumlah penduduk Propinsi
Maluku Utara yang keluar ke daerah lain selama 5 tahun terakhir berkaitan erat dengan
konflik sosial yang terjadi di daerah tersebut. Dampak dan kerusakan yang ditimbulkan
konflik itu cukup parah. Kebanyakan mereka menuju Propinsi Sulawesi Utara dan
sebagian menuju Sulawesi Selatan dan Irian Jaya.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm185)

D. PENDUDUK DAN DINAMIKA PEMBANGUNAN


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan mampu
memperbaiki kesehatan penduduk yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
penurunan tingkat kematian. Dengan semakin panjang usia penduduk, maka struktur
kependudukan (demografi) akan mengelompok pada usia yang lebih tua (di atas 50
tahun). Hal ini baru dapat dicapai apabila komponen pertumbuhan penduduk seperti
kelahiran dan kematian turun secara bersama-sama. Cepatnya penurunan tingkat
kematian berkaitan dengan kemajuan teknologi di bidang
kesehatan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm185-186)
Ditemukannya berbagai macam obat-obatan pencegahan penyakit, naiknya
angka harapan hidup. Demikian pula dengan ditemukannya berbagai peralatan yang
canggih di bidang kesehatan, terutama pengobatan Indonesia. Selama 20 tahun terakhir
ini, Indonesia telah mampu melakukan berbagai pembedahan yang sifatnya penyakit
berat, seperti penyakit jantung hambatan yang Program KB yang sudah lebih dari 30
tahun dijalankan ternyata belum mempu menurunkan tingkat fertilitas secara drastis di
Indonesia. Ketika pertama kali dari berbagai kalangan agamawan KB di kalangan umat
Islam kurang begitu populer karena dianggap melawan fitrah manusia yang seharusnya
berketurunan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm186)
Bagi pegawai negeri yang biasanya memiliki anggota keluarga yang mendapat
tunjangan tambahan dari pemerintah. Biasanya, pegawai negeri yang mempunyai anak
lebih dari 3 orang tidak mendapat tunjangan dari pemerintah khusus bagi anak yang
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 70

keempat dan seterusnya. Kebijakan pemerintah dalam menyebarluaskan pendidikan


sampai ke seluruh pelosok tanah air diharapkan dapat meningkatkan kualitas penduduk
sekaligus dapat menurunkan tingkat fertilitas. Pendidikan tinggi nya bisa dinikmati oleh
penduduk yang bermukim di daerah perkotaan . Padahal lebih dari 60 % penduduk
Indonesia bermukim di pedesaan yang notabene berpendidikan rendah. Hingga saat ini,
tingkat pertumbuhan penduduk indonesia belum beranjak dari angka 2
%.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm186)

3.8 TENAGAKERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI

TKI di luar negeri semakin marak. Hanya saja permasalahan seputar TKI
tersebut tidak ditangani secara serius oleh pemerintah Indonesia. Seharusnya,
pemerintah selalu berupaya untuk menyelesaikan masalah TKI karena mereka
merupakan aset bangsa yang mendatangkan devisa bagi negara.

A. MIGRASI TKI SEBELUM KEMERDEKAAN


Migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri telah berlangsung cukup
lama, baik secara formal maupun informal. TKI yang berangkat secara formal pada
umumnya diorganisasi oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja (sekarang
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi). Pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI)
ke luar negeri dimulai dengan kebijakan pemerintah Hindia Belanda dengan
mengirimkan orang-orang Jawa ke Suriname dan British Malay pada abad XVIII untuk
dipekerjakan di berbagai perkebunan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm191)
Sebelum Indonesia merdeka, pengiriman TKI ke luar negeri tidak ada kaitannya
dengan pemecahan masalah ketenagakerjaan dan kependudukan di tanah air, melainkan
hanya dikaitkan dengan kepentingan pemerintah Hindia Belanda, Namun setelah
Indonesia merdeka, kebijakan pengiriman TKI ke luar negeri selalu dikaitkan dengan
usaha pemecahan masalah ketenagakerjaan.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm191)
Hal tersebut terutama dikaitkan dengan usaha pemerintah untuk mengatasi
masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah
Indonesia sengaja membentuk sebuah badan yang bernama Lembaga Angkatan Kerja
Antar Negara (AKAN). Badan tersebut bertugas untuk menangani pengiriman TKI yang
akan berangkat uar negeri dan biasanya bekerja sama dengan perusahaan jasa tenaga
kerja Indonesia (PJTKI), Ada dua macam tipologi TKI yang bekerja ke luar negeri.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 71

Pertama, tenaga kerja yang memiliki keterampilan, kedua, tenaga kerja yang tidak
terampil. tangga. Kedua tipologi didominasi oleh migran perempuan (Hugo, 1993).
Sebaliknya, TKI yang berangkat ke Malaysia didominasi oleh migran laki-laki dan tidak
terampil.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm192)
Penduduk Indonesia yang bermigrasi Singapura telah mulai sejak abad XIX
yang terdiri dari orang-orang dari suku Jawa Makassar, dan Bawean. Selain ke
Singapura, banyak pula penduduk Indonesia yang bermigrasi ke Malaya. Mereka tidak
hanya terdiri dari orang-orang Jawa, Makassar, dan Bawean, melainkan juga berasal
dari kelompok suku bangsa lainnya, seperti orang Minangkabau dan Bugis. Orang-
orang Jawa yang masuk Malaya terjadi paling banyak pada tahun 1921-
1931.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm192)
B. MIGRASI TKI SETELAH KEMERDEKAAN
Negara tujuan para TKI untuk bekerja ke luar negeri terutama sejak tahun 1960-
an telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan perekonomian negara
penerimanya.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm193)
Sejak tahun 1969-1993 jumlah TKI yang berhasil dikirim ke luar negeri
mencapai 866.310 orang. Kebanyakan di antara mereka ( 62,9 % ) bermigrasi dan
bekerja di Arab Saudi, sedangkan sisanya bermigrasi atau dikirim ke negara-negara lain,
seperti Malaysia ( 19,7 % ) dan Singapura ( 6 % ). Pada tahun 1996 , jumlah TKI yang
berhasil dikirim ke luar negeri sebanyak 2.260.162 orang. Bahkan, Departemen Tenaga
Kerja pada Repelita VI (1994-1999) menargetkan sebanyak 1,5 juta orang dapat dikirim
ke luar negeri dengan harapan dapat mendatangkan devisa sebesar 3 miliar dollar AS.
Banyak kalangan peneliti memperkirakan bahwa jumlath TKI yang bermigrasi secara
ilegal ke luar negeri lebih besar daripada TKI
legal.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm193)
Perubahan arah migrasi internasional di Indonesia dimulai sejak awal tahun
1980. Pada saat itu terjadi pengiriman TKI secara besar-besaran ke negara-negara Timur
Tengah karena adanya permintaan tenaga kerja murah dari Indonesia. Pada era yang
sama (1980), terlihat sekitar 70.000 orang Indonesia, khususnya mereka yang berasal
dari Bawean, menetap di Singapura. Jumlah orang Bawean tersebut ternyata hampir
separuh dari jumlah orang Melayu yang ada di
Singapura.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm194)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 72

Selama kurun satu tahun (1995-1996), TKI yang dikirim berjumlah 36.000
orang dengan negara tujuan Malaysia. Jumlah TKI yang dikirim oleh pemerintah
Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dan bahkan pemerintah
telah menargetkan untuk bisa mengirim TKI sebanyak 1,5 juta orang pada Repelita VI.
jumlah TKI yang hanya berjumlah 86 ribu orang, namun pada tahun 1991-1992
mengalami peningkatan yang pesat menjadi 150 ribu orang dan puncaknya pada tahun
1996-1997 mencapai 500 ribu orang. Namun, pada tahun 1998-1999, dikirim ke sedikit
penurunan menjadi 400 ribu orang dan pada tahun 2000 penurunan sangat drastis
menjadi 330 ribu orang. Dan 1,4 juta orang Indonesia yang tinggal di Malaysia
memberikan hak suara mereka.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm194)
Hal ini terutama banyak dilakukan oleh perempuan untuk mengikuti program
pengiriman TKI ke luar negeri. Kebanyakan di antara mereka pergi ke Arab Saudi dan
kebanyak bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Maraknya PHK yang dilakukan
berbagai perusahaan telah memperparah kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Salah
satu dampaknya adalah meningkatnya jumlah TKI yang bekerja ke luar negeri, terutama
ke negara-negara tetangga. Repelita VI (1994-1999), jumlah TKI yang dikirim ke luar
negeri hampir mencapai 3 juta orang. Lebih dari tiga perempat (2 juta orang) adalah
perempuan dan sepertiganya (880 ribu orang) laki-
laki.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm195-196)
Salah satu ciri umum yang membedakan tenaga kerja wanita (TKW) yang
dikirim ke negara-negara Timur Tengah dan Malaysia serta Singapura adalah
pekerjaannya. Kebanyakan TKW yang dikirim ke negara-negara Timur Tengah bekerja
sebagai pembantu rumah tangga. Ternyata TKI yang dikirim ke sana kalah bersaing
dengan tenaga kerja yang berasal dari Filipina. Hal ini disebabkan kualitas TKI yang
sangat rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja asal Filipina, sehingga mereka
tidak mempunyai kesempatan untuk masuk ke sektor-sektor yang memerlukan keahlian
dan keterampilan, seperti petugas check in di lapangan
terbang.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm196-197)
Tidaklah mengherankan apabila jumlah TKI ilegal yang ada di Malaysia lebih
besar daripada jumlah TKI ilegal. Negara yang paling banyak dikunjungi para TKI
ilegal adalah Malaysia. Hal ini mengingat negara tetangga tersebut terletak bersebelahan
dengan Indonesia. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm197)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 73

Pencatatan imigrasi Malaysia pada tahun 1993 mengumumkan bahwa TKI ilegal
di negara tersebut berjumlah sekitar 500 ribu." Kebanyakan di antara mereka bekerja di
bidang konstruksi (180 orang orang), perkebunan (170 ribu orang), pabrik (40 ribu
orang), jasa (40 orang), hotel (60 ribu orang), dan pembantu rumalh tangga (50 ríbu
orang). Tidaklah mengherankan kalau pada suatu saat para TKI dideportasi secara
besar-besaran, namun pada kesempatan lain para TKI dibiarkan begitu saja masuk ke
Malaysia tanpa melalui prosedur yang berbelit-belit. Suara dari para TKI dimanfaatkan
oleh para elite politik dari partaí tertentu di Malaysia untuk dapat menduduki kursi di
parlemen.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm197)
Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), pada tahun 1999 jumlah TKI berkisar 2,5
juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,9 juta orang berdomisili di Malaysia.
Besarnya jumlah TKI tersebut telah mengakibatkan sebagian besar pasar kerja di
Malaysia diisi oleh orang-orang Indonesia. negara tujuan lainnya yang paling banyak
diminati oleh para TKI adalah negara-negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi.
Jumlah TKI yang berada di negara tersebut berjumlah 425 ribu orang. Negara Asia
Timur lainnya yang banyak menampung TKI adalah Taiwan dengan jumlah 70 ribu
orang.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm198)
C. KARAKTERISTIK TKI
Karakteristik TKI ditentukan oleh pola migrasinya sekaligus ditentukan oleh
negara yang akan menerima mereka. TKI yang dikirim ke Timur Tengah kebanyakan
bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga Hongkong. Hasil penelitian
PPK-LIPI menunjukkan bahwa tenaga kerja perempuan yang pernah dikirim ke Arab
Saudi kebanyakan berpendidikarn tingkat SD yang jumlahnya mencapai 64 % ,
sedangkan yang berpendidikan tingkat SLTP ke atas jumlahnya sedikit sekali ( kurang
dari 7 % ).(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm199 )
Secara keseluruhan tampak bahwa TKI perempuan memiliki jumlah yang
hampir 3 kali lipat dari jumlah laki-laki (120 ribu orang banding 53 ribu orang). Secara
keseluruhan, TKI yang bekerja di sektor formal ternyata sebagian besar didominasi oleh
laki-laki yang jumlahnya mencapai 31 ribu orang, sedangkan perempuan hanya sekitar 6
ribu orang. Namun sebaliknya bagi TKI yang bekerja di sektor informal sebagian besar
dikuasai oleh perempuan dengan jumlah 114 ribu orang, sedangkan laki-laki hanya
sekitar 24 ribu orang.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm199)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 74

Jumlah TKI yang dikirim menurut kawasan dan jenis kelamin ternyata
menunjukkan karakteristiknya sendiri. TKI yang bekerja di sektor formal kebanyakan
berdomisili di negara-negara Asia-Pasifik, terutama di Malaysia. Kebanyakan di antara
mereka bekerja di sektor perkebunan dan kontruksi. Namun sebaliknya TKI yang
bekerja di sektor informal sebagian besar menuju ke negara-negara Timur Tengah,
terutama ke Arab Saudi dan sebagian besar adalah perempuan serta bekerja sebagai
pembantu rumah tangga. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm199)
Motivasi para TKI berbondong-bondong mencari kerja ke luar negeri terutama
dilandasi oleh alasan ekonomi karena semakin terbatasnya kesempatan kerja di tanah air.
Hingga awal tahun 2002, jumlah devisa yang dibawa oleh TKI hampir mencapai USS
300 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar USS 258 juta diperoleh dari para TKI yang
bekerja di sektor informal, terutama mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm200 )
D. SUMBER INFORMASI DAN PROSES PENYESUAIAN
Salah satu kritik penting yang dilontarkan bahwa para calon TKI tidak pernah
diberikan informasi yang memadai sehingga mereka sangat mudah untuk dikelabui atau
diekspoitasi olah para calo tenaga kerja. Informasi yang seharusnya mereka peroleh
terutama tentang proses rekrutmen, jenis pekerjaan, gaji atau upah, serta berbagai
dokumen yang sama sekali tidak pernah mereka ketahui.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm200)
Hasil penelitian PPK-LIPI menunjukan lebih dari 70% TKI di kabupaten
Cianjur dan indramayu berangkat keluar negeri menggunakan jasa calo, atau istilah
setempat “sponsor”. Hanya sekitar 25% dari TKI yang mengurus sendiri
keberangkatannya dengan cara mendaftar ke PJTKI. Ada dua cara bagi pra calon TKI
untuk berangkat keluar negeri. Pertama, mereka mendatangi sendiri sponsor daerah, dan
kedua, sponsor daerah yang mendatangi mereka. Setelah semua persyaratan para calon
TKI lengkap, calon tki diserahkan sponsor daerah kepada sponsor dalam untuk
selanjutnya diproses di PJTKI. Seluruh proses perekrutan calon TKI ternyata tidak
hanya memerlukan waktu yang cukup panjang, melainkan juga membutuhkan biaya
yang tidak sendiri. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm200-201 )
Proses pengurusan semua dokumen yang diperlukan para calon TKI. Untuk
memeberikan kemudahan dan perlindungan kepada para calon TKI, kiranya semua
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 75

informasi yang menyangkut semua prosedur yang berkaitan dengan pengiriman TKI
harus transparan sehingga mereka tidak merasa dirugikan.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm202)
Informasi tentang proses penempatan dan bagaimana keadaan di Negara tujuan
sama sekali tidak pernah diberikan. Padahal informasi tersebut sangat penting dalam
rangka persiapan para calon TKI untuk beradaptasi di luar negeri. Informasi penting
lainnya yang kiranya juga sangat perlu untuk diketahui adlah mengenai keadaan social
budaya dan alam Negara tujuan. Tanpa dibekali informasi tersebut, ni8scaya mereka
akan mengalami hambatan budaya (cultural shock) dalam beradaptasi di tempat
baru.(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm202 )
E. ISU-ISU KONTEMPORES TKI
Ternyata pengiriman TKI ke luar negeri tidak luput dari berbagai permasalahan.
Permasalahan tersebut mulai terjadi sejat saat keberangkatan, yang meliputi proses
perekrutan, pengusaha dokumen, penempatan di tempat penampungan, saat bekerja di
luar negeri, hingga kepulangannya. Ada ketakutan luar biasa dari para TKI, terutama
TKI illegal, ketika mereka mendengar akan diberlakukannya undang-undang
keimigrasian yang baru di Malaysia . terbatasnya pasar tenaga kerja dan adanya
kesulitan ekonomi di dalam negeri membuat banyaknya SDM yang mencoba mengadu
nasib ke luar negeri. Namun hal itu tidak diimbangi dengan keahlian dan pendidikan
yang memadai. Ada dua macam proses perekrutan perempuan Indonesia untuk bekerja
di jepang, pertama meraka mencoba perempuan yang berasal dari daerah dan telah
bekerja di Jakarta, kedua mereka membuka proses perekrutan yang langsung di lakukan
di daerah asal. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm202-203)
Isu-isu kontemporer yang menimpa para TKI terutama berkaitan dengan
perlakuan terhadap mereka yang kurng manusiawi, mulai dari keberangkatan,
penempatan, hingga saat kembali ke tanah air. Berbagai tindakan kekerasan yang
menimpa para TKI telah menghiasi lembaran media cetak dan elektronik akhir-akhirini,
mulai dari kasus pengungsian TKI, pemerasan TKI saat tiba di bandara soekarno-hatta,
hingga pengiriman TKW ke jepang yang sering disebut dengan “duta seni”.
(AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm203)
a. PENGUNGSI TKI
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 76

Di lain pihak, Malaysia, sebagai salah satu Negara tujuan TKI, menerapkan
undang-undang kemigrasian yang baru. Undang-undang tersebut berisi ancaman
hukuman berat bagi para TKI yang tidak memiliki izin menetap di negeri tersebut.
Pembekalan keterampilan pada para TKW sebelum diberangkatkan akan menekan
jumlah eksploitasi yang dilakukan pihak-pihak calo maupun pengguna jasa. Ada
ketakutan yang luar biasa dari para TKI ilegal, ketika merka mendengar akan
diberlakukannya undang-undang kemigrasian yang baru di Malaysia. Terbatasnya pasa
tenaga kerja dan adanya kesulitan ekonomi di dalam neggeri membuat banyaknya SDM
yang mencoba mengadu nasib ke luar negeri. Namun hal ini tidak diimbangi dengan
keahllian dan pendidikan yang memadai. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm203-204)
Tingkat pengangguran di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan besarnya
pertumbuhan kesempatan kerja. Ini terlihat dari membludaknya peserta yang mendaftar
dalam pameran bursa tenaga kerja yang diadakan setiap tahun. Berbagai media masa
baik cetak maupun elektronik memberikan berbagai kekerasan dan pemerasan yang
menimpa para TKI khususnya perempuan pada saat tiba di bandara soekarno-hatta
terutama di terminal II (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm205)
b. KEKERASAN DI TERMINAL III BANDARA SOEKARNO HATTA
Berbagai tindakan pemerasan yang terjadi di terminal III sama sekali tidak bias
dikontrol aparatur keamanan, padahal yang mengelola terminal adalah aparatur
kepolisian. (AbdullahdanLapian(ed),2012;hlm206)

F. DUTA SENI

Perempuan yang semula dijanjikan untuk bekerja sebagai penari ("duta seni")
ternyata sesampainya di Jepang dieksploitasi sebagai pekerja seksual komersial (PSK).
Pembekalan keterampilan pada para TKW sebelum diberangkatkan akanenekan jumlah
eksploitasi yang dilakukan pihak-pihak calo maupun pengguna jasa. Perempuan yang
bekerja sebagai wanita penghibur di Jepang ternyata didominasi oleh mereka yang
berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ada dua macam proses
perekrutan perempuan Indonesia untuk bekerja di Jepang mereka mendapat perempuan
yang berasal dari daerah bekerja di Jakarta mereka membuka proses perekrutan yang
langsung dilakukan di daerah asal. (Abdullah dan Lapian(ed),2012;hlm207-209).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 77

3.9 PENANGANAN KESEHATAN MASA ORDE BARU

Di Indonesia perkembangan cara-cara penyembuhan dipengaruhi oleh orang-


orang yang datang ke Hindia Belanda dimulai sejak tahun 1621 ketika Vereenigde Oost
Indische Compagnie (VOC) mengadakan pelayanan kesehatan dengan dokternya
J.Bontius.

Setelah kemerdekaan, pemerintah membentuk Kementrian Kesehatan yang


dipimpin oleh seorang menteri yakni dr. Boetaran Martoatmodj, kemudian diganti dr.
Drama Setiawan dan dibantu Menteri Muda Kesehatan Dr. Leimena. Selama
pemerintahan Orde Baru kesehatan masyarakat mencapai kemajuan. Hal ini terkait
dengan berkembangnya ilmu kedokteran dan industri obat-obatan (Abdullah dan
Lapian (ed), 2012: hlm 214).

A. KESEHATAN KELUARGA
Kesehatan mempunyai nilai ekonomi karena satu dari kebutuhan dasar manusia
yang dapat menjamin kehidupan yang lebih produktif. Berdasarkan survei rumah tangga
pada tahun 1980 dan 1986, angka penderita telah mengalami penurunan dari 11,5%
menjadi 8.3 %. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
derajat kesehatan, lingkungan fisik, biologis, sosial, dan ekonomi.
Pada tahun 1950, didirikan lembaga makanan rakyat untuk meningkatkan gizi
penduduk dengan tujuan menstimulasi penduduk agar mengkonsumsi makanan yang
sehat dengan slogan “empat sehat lima sempurna”. Artinya bahwa makanan yang sehat
harus terdiri dari empat komponen, yakni karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
harus disempurnakan dengan meminum susu untuk kebutuhan akan kalsium. Lembaga
ini bertujuan meningkatkan status gizi anak dan ibu untuk membantu pertumbuhan anak
dan keselamatan ibu.
Faktor penyebab kematian yang tinggi adalah kurangnya pengertian masyarakat
tentang masalah kesehatan, penghasilan rendah, dan juga penyakit infeksi yang banyak
terdapat di kalangan masyarakat. Usaha peningkatan kesejahteraan ibu dan anak
khususnya dengan memberi pendidikan kepada masyarakat, memberi pertolongan
dalam melahirkan anak, serta mengawasi kesehatan ibu dan anak. Akhirnya dibentuklah
Balai Kesejehteraan Ibu dan Anak (BKIA). Jumlah BKIA pada tahun 1951 sebanyak
387 buah dan tahun 1959 jumlahnya meningkat menjadi 2.300 buah yang letaknya
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 78

tersebar di kecamatan-kecamatan. Awal ketertarikan ibu dan anak berkunjung ke BKIA


adalah adanya pembagian susu, sabun, dan vitamin yang diberikan secara gratis. Susu
dan obat-obatan adalah bantuan dari UNICEF. Dalam waktu 10 tahun sebanyak 12.896
dukun bayi tradisional juga dilatih oleh bidan BKIA soal kehigienisan, sterilisasi, dan
pertolongan persalinan.

Jumlah Kesejahteraan Ibu dan Anak dari tahun 1960-1964

S
Tahun 1960 1964
elama
Pelita I Jumlah BKIA 2.552 4.269
Pusat
Jumlah Bidan 1.428 2.228
Kesehat
an Jumlah dukun yang dilatih 13.541 16.642
Masyar
Jumlah dukun lulus 2.457 4.429
akat
(Puskes Jumlah bidang kursus tambahan 94 95
mas)
menjadi tempat pelayanan rujukan terrendah. Namun karena jarak geografis maupun
sosial antara puskesmas dan masyarakat menjadi penyebab rendahnya minat penduduk
mendatangi puseksmas. Sampai Pelita II berakhir hanya sekitar 20% penduduk yang
mendatangi puskesmas.

Untuk mengatasi situasi ini, selama Pelita III 1979-1984, ide untuk melibatkan
masyarakat dalam kegiatan pencegahan dan promosi mulai diluncurkan dengan starategi
Primary Health Care (PHC) yang dilakukan melalui relawan atau “kader” yang
dianggap sebagai kunci untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

Pelita IV (1984-1989) menuntut kader untuk melaksanakan program


masyarakat sesuai yang digariskan Departemen Kesehatan dan akhirnya terbentuklah
posyandu. Program posyandu mencangkup:

1. Program nutrisi
2. Program ibu dan anak
3. Program KB
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 79

4. Program imunisasi
5. Program pengontrolan diare (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 218)

B. KELUARGA BERENCANA (KB)


Pada tahun 1960, keprihatinan terhadap pertumbuhan jumlah penduduk yang
cepat telah mendorong berbagai program nasional dan internasional. Keberhasilan
BKIA di daerah mendorong pemerintah untuk mengkampanyekan keluarga berencana
(KB). Penghambat utama KB adalah maslah etik dan pandangan tradisional yang telah
berakar di masyarakkat, yang menyatakan banyak anak banyak rezeki.
Pada 12 November 1952 beberapa tokoh wanita mendirikan Yayasan
Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang diketuai oleh Ny. Marsidah Suwito, YKK
bertujuan untuk mengatur kehamilan demi kesejahteraan ibu dan anak.
Pada 23 Desember 1957 didirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) dengan ketua dr. Hurustiati Subandrio dan tumbuh dengan pesat berkat kerja
sama dengan lembaga luar negeri, seperti Population Countil.
Awal 1950-an tiga organisasi Islam tidak menyetujui adanya KB. Pada
pertengahan 1960-an organisasi Islam ini mendukung KB dalam situasi:
1. Jika kehamilan/ kelahiran dapat membahayakan si ibu
2. Jika agama terancam karena kondisi ekonomi masyarakat yang sangat miskin sehingga
dapat menyebabkan masyarakat bertindak melanggar hukum
3. Jika pendidikan dan kesehatan anggota keluarga yang sudah ada terabaikan karena jarak
kelahiran yang terlalu dekat.

Pada tahun 1968, Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) didirikan.


Sesuai keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1970 pada bulan Januari 1970, LKBN
ditingkatkan menjadi Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, berada langsung
dibawah Presiden (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 222).

C. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)


Tahun 1950, ketika WHO masuk ke Indonesia masalah kesehatan mulai
diperhatikan. Tahun 1951 yang akan diadakannya Konfrensi Asia Afrika, lahir
“Bandung Plan” atau health center oleh dr. Leimena dan dr. Patah yang lebih dikenal
dengan nama Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) untuk menjadikan Bandung
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 80

sebagai Kota Percontohan dalam kesehatan dan kebersihan sehingga dapat


dipromosikan ke mancanegara. Namun program ini terwujud pada tahun 1954.
Konsep health center diteruskan oleh dr. Sulianti dan pada 14-26 Oktober 1957
diadakan konfrensi healt center di New Delhi, dr. Sulianti dipilih sebagai ketua
konfrensi. Keputusan sidang dalam konfrensi yaitu:
1. Suatu problem di dalam pembangunan kesehatan negara berkembang harus
ditanggulangi oleh suatu rural health unit.
2. Program Puskesmas untuk masyarakat desa hanya mencangkup usaha-usaha pokok
kesehatan minimal atau basic health service. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm
224).

Pada tahun 1968 dalam Rapat Kerja Nasional Departemen Kesehatan dibentuk
Plan of Action for Strengthening of National Service in Indonesia yang ditandatangani
oleh pemerintah Indonesia, WHO, dan UNICEF. Dalam masterplan dikenal 4 tipe
Puskesmas yaitu :

1. Puskesmas tingkat desa adalah pos kesehatan terendah yang beroperasi di desa.
2. Puskesmas kesehatan yang berada di luar negeri didudukan sederajat dengan health
center tingkat B.
3. Puskesmas pembina
4. Puskesmas ibu kota kabupaten/kotamadya.
Selama Pelita II (1974-1979), melalui program Departemen Kesehatan, setiap
kecamatan dinyatakan harus memiliki sau puskesmas dengan tenaga yang harus
dicukupi kebutuhan minimalnya (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 225).

Secara garis besar, upaya pelayanan kesehatan di Indonesia dilakukan dengan


upaya peningkatan kesehatan (promoif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dengan melalui berbagai
sarana seperti rumah sakit, puskesmas puskesmas pembantu, klinik, apotek, dan toko
obat.

Puskesmas tidak hanya sebagai pusatnya pelayanan kesehatan tetapi merupakan


pusat komunikasi masyarakat dan puskesmas merupakan tempat usaha pembaruan tidak
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 81

hanya dibidang kesehatan tetapi juga usaha modernisasi kehidupan masyarakat desa
sekitarnya.

D. INDUSTRI FARMASI DAN DISTRIBUSI OBAT


Pada 1953, Fakultas Farmasi Gajah Mada menghasilkan ahli farmasinya yang
pertama. Sementara itu, Fakultas Farmasi Bandung menghasilkan ahli farmasinya mulai
1955. Pengambilan perusahaan farmasi Belanda serta pemusatan urusan produksi,
impor, dan distribusi kepada departemen kesehatan sejak 1959 sangat berpengaruh
terhadap produksi obat dalam negeri.

Ada 6 perusahaan negara yang memproduksi obat :

1. PN Pharmasi Bhineka Kina Pharma (menghasilkan kina dan youdium)


2. PN Bhiopharma (menghasilkan serum dan vaksin)
3. PN Sari Husada (pelopor dalam membuat makanan bayi)
4. PN Pharmasi Nakula Pharma
5. Nurani Pharma
6. Raja Pharma

Dalam bidang farmasi, kebijakan pada Pelita I ditekankan pada produk obat jadi
dalam negeri, yaitu dengan membuka kesempatan investasi bagi modal dalam negeri
dan luar negeri pada produk tersebut. Pada Pelita II, kebijakan masih diarahkan pada
peningkatan produksi, ditambah dengan upaya pengawasan obat, antara lain dengan
registrasi obat jadi dan peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat lainnya.
Dalam Pelita III, kebijakan diarahkan pada rasionalisasi pengadaan dan penggunaan
obat dengan penerapan konsepsi obat esensial. Pada Pelita IV, kebijakan ditandai
dengan penekanan pada pengadaan jumlah dan jenis obat yang sesuai kebutuhan
masyarakat, sedangkan pada Pelita V dititik beratkan pada peningkatan mutu serta
efisiensi untuk memperluas jangkauan distribusi dan penggunaan obat di masyarakat.

Pada 1990, pasar obat berkisar 1-1,2 triliun rupiah pert tahun. Angka ini adalah
angka pada tingkat penjualan di apotek dan toko obat (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
hlm 228).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 82

E. PENANGANAN PENYAKIT MENULAR


Pada tahun 1970/1971 disediakan pembiayaan untuk pemberantasan penyakit
sebesar 1 miliyar rupiah, untuk infrastruktur laboratorium dan rumah sakit karantina
sebesar 208 juta rupiah, sedangkan kesehatan air minum 18 juta rupiah.

Diperkirakan bahwa angka kematian yang disebabkan malaria mencapai


120.000 tiap tahun. Malaria menyerang rakyat di daerah-daerah produktif sehingga
mengakibatkan kerugian. Sejak tahun 1959, dibentuk Dinas Pembasmian Malaria
kemudian diubah menjadi Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM) pada
Januari 1963.

Sejak tahun 1969, proyek pemberantasan cacar dilakukan di seluruh Indonesia


dengan mengadakan vaksinasi yang dilaksanakan secara terus menerus. Sampai tahun
1970 angka kematian berhasil ditekan meskipun jumlah penderita meningkat.

Sejak pemerintahan Orde Baru, pemberantasan penyakit kolera dititikberatkan


pada usaha-usaha pencarian penderita di daerah endemis.

Pemberantasan penyakit Tuberkulosis meliputi segi preventif dan kuratif. Usaha


preventif dititikberatkan pada pemberian kekebalan dengan suntikan vaksin BCG,
sedangkan usaha kuratif dilaksanakan melalui Balai Pemberantasan Penyakit paru-paru,
disamping perawatan rumah sakit.

Selain penyakit menular, penyakit jiwa pun menjadi masalah bagi pemerintah.
Pada tahun 1963, dimulai proyek rumah sakit jiwa di Jakarta sebagai pusatnya
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 232).

3.10 WACANA GENDER DAN GERAKAN PEREMPUAN

Organisasi perempuan yang dibentuk pemerintah Orde Baru adalah Dharma


Wanita dan PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). Melalui Dharma Wanita dan
PKK, negara melakukan kontrol terhadap perempuan, se hingga terciptalah budaya
ibuisme negara.

A. PERKEMBANGAN ORGANISASI PEREMPUAN SEBELUM MASA


ORDE BARU
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 83

Setelah bangsa indonesia menyatakan kemerdekaan, untuk pertama kalinya


diadakan Kongres Wanita I di kelaten 15-17 Desember 1945, kongres bertujuan untuk
mengonsolidasikan organisasi-organisasi perempuan sekaligus untuk sepenuhnya
mendukung perjuangan bersenjata dalam mempertahankan RI (Abdullah dan Lapian
(ed), 2012: hlm 236).
Kongres kedua diadakan di Madiun pada 14-16 juni 1946; kongres ketiga di
Magelang pada 14-16 juli 1947; dan kongres ketiga dilaksanakan di surakarta pada 26-
18 agustus 1948. Adapun kongres keempat atau disebut Konferensi Perempuan
Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 26 agustus – 2 september 1949
dengan diketuai Ny. Soepeni Poejoboentoro, konferensi ini melahirkan beberapa
keputusan:
1. Menunutut kemerdekaan dan kdaulatan RI sepenuhnya
2. Meningkatkan pelaksanaan Sumpah Pemuda 1928
3. Undang-undang pemburuhan harus membuat perlindungan terhadap buruh pada
umumnya dan buruh perempuan khususnya
4. Perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan rakyat
5. Perlunya dibentuk badan-badan koperasi di bidang ekonomi
6. Pemberantasan buta huruf dan perlunya pemberian beasiswa kepada perempuan/gadis
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 236).
Pada tanggal 24-26 november 1950 dalam kongres yang kelima Kongres Wanita
Indonesia hanya merupakan federasi yang mngoordinasikan kegiatan berbagai
organisasi perempuan. Gerakan perempuan mengalami arus balik tidak lama setelah
Gerwani dihancurkan pada tahun 1965 (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 237).

B. KONTRUKSI PEREMPUAN PADA MASA ORDE BARU


Kontruksi tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebetulnya
didukung oleh berbagai budaya. Contohnya dalam budaya masyarakat Jawa tentang
pembagian pekerjaan dalam rumah tangga, perempuan memiliki kewajiban memasak
dan mengurus rumah tangga sementara laki-laki membersihkan rumah atau berkebun.
Ibuisme negara telah mendapat perwujudan kongkret dalam Dharma Wanita
yang merupakan satu-satunya wadah korporatif yang memayungi berbagai organisasi
perempuan, secara resmi diakui pemerintah orde baru sejak agustus 1974. Penyaluran
ideologi melalui Dharma Wanita dan PKK (Pembina Kesejahteraan Keluarga) di tingkat
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 84

pedesaan, sehingga ideologi gender orde baru semacam ini disebut “ibuisme negara”.
Karena itu, ibuisme negara merupakan suatu konsep yang mencakup unsur-unsur politik,
ekonomi dan budaya (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 240).

C. BENTUK GERAKAN PEREMPUAN PADA MASA ORDE BARU


Dharma Wanita dimaksudkan untuk merangkul kelompok perempuan pada
lapisan elite tertentu sedangkan PKK ditujukan untuk merangkul kelompok perempuan
pada lapisan masyarakat bawah. Keduanya merupakan organisasi perempuan terbesar
dan paling banyak jumlahnya selama sejarah perkembangan gerakan perempuan di
Indonesia.
Ny. S. Surono, selaku keua umum Presidium Dharma wanita, menekankan
bahwa Dharma Wanita merupakan komponen penting dalam golkar yaitu
mengumpulkan suara terbanyak bagi golkar dalam setiap pemilihan umum. Gerakan
perempuan pada masa orde baru tidak lebih dari sekedar komoditas politik. Selama
pemerintahan Orde Baru, perempuan yang terjun dibidang politik atau duduk di
parlemen semakin meningkat jumlahnya.

Anggota perempuan yang duduk di parlemen selama periode Orde Baru (1972-1993)

Tahun MPR DPR

1971/1972 51 (5,5%) 31 (6,7%)

1977/1978 58 (6,3%) 31 (6,7%)

1982/1983 69 (7,5%) 42 (9,1%)

1987/1988 104 (10,4%) 57 (11,4%)

1992/1993 81 (8,3%) 46 (9,6%)

Namun, permasalahannya adalah keterlibatan perempuan tersebut tidak lebih


dari sekedar aksesoris politik. Dari beberapa hasil penelitian banyak alasan yang
menyebutkan bahwa perempuan indonesia duduk di parlemen melalui koneksi daripada
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 85

karena kemampuannya. Mereka direkrut melalui Nepotisme. Banyak diantara mereka


yang dipilih di legislatif karena mereka adalah saudara, istri, dan keluarga birokrat.

Jika dibandingkan dengan Orde Lama persentase perempuan yang duduk di


parlemen jauh lebih sedikit daripada masa Orde Baru. Namun, dari segi kualitas dan
kemampuan, anggota legislatif masa Orde Lama lebih baik. Lain halnya dengan
perempuan di parlemen pada masa Orde Baru, secara kuantitas jumlah mereka cukup
banyak, namun secara kualitas amat menyedihkan (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
hlm 246).

D. WACANA GENDER DAN REFORMASI


Setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru, indonesia memasuki era reformasi
sejalan dengan bergulirnya arus reformasi. Dalam menanggapi hal ini, menteri dalam
negeri selaku dewan pembina dharma wanita pada tanggal 2 juni 1998 memberikan
pengarahan sebagai berikut:
1. Dalam pemerintahan era reformasi pemerintah tidak akan memberi muatan apapun
kepada Dharma Wanita (wadah istri pegawai negeri)
2. Istri pegawai RI diberi hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
3. Dengan adanya perubahan mendasar tersebut perlu diadakan musyawarah dalam
pertemuan khusus yang membahas mengenai organisasi (Abdullah dan Lapian (ed),
2012: hlm 252).
Tanpa disadari selama 32 tahun perempuan telah menjadi alat dan kendaraan
dari sebauh rezim yang berkuasa dengan kontruksi gender yang dibuat oleh negara.
Akibatnya, sulit menemukan perempuan yang duduk di lembaga legislatif, yang
seharusnya memperjuangkan hak perempuan dan kesetaraan gender.

Bergulirnya arus reformasi telah memberi angiin segar bagi perempuan untuk
mengenali kembali jati diri mereka. Menghangatnya isu gender, khususnya wacana
tentang ketidakberdayaan perempuan dalam era reformasi (Abdullah dan Lapian (ed),
2012: hlm 255).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 86

3.11 SASTRA INDONESIA ZAMAN ORDE BARU

Diselenggarakannya “simposium kebangkitan semangat ’66: mendjelajahTracee


Baru” yang berlangsung di Universitas Indonesia, 6-9 Mei 1966. Inilah awal kengkitan
sastra pada masa Orde Baru.

A. AWAL KEMBALI SASTRA


Titik balik perseteruan golongan sastrawan penanda tangan Manifes Kebudayan
dengan satrawan Lekra berikut para pendukungnya terjadi selepas pecah gerakan 30
september 1965..
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 8 Mei 1964 yang melarang Manifes
Kebudaaan, tiba-tiba saja seperti terbebas dari lubang gelap dan muncul dengan
semangat baru (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 264). Sejak pembubaran PKI,
gerakan pertama yang dilakukan di bidang kebudayaan adalah dengan
diselenggarakannya “Simposium Kebangkitan Semangat’66: Mendjeladjah Trecee
Baru” yang berlangsung di Universitas Indonesia pada 6-9 Mei 1966, KAMI dan KASI
bertindak sebgai pemrakarsa acara tersebut. Beberapa pemikiran penting mengenai
hubungan sei, budaya, dan politik berhasil dirumuskan, sebagaimana terungkap dalam
kutipan berikut:
1. Falsafah Pancasila harus diungkapkan dalam seni budaya
2. Dalam membina dan memperkembangkan seni budaya nasional kita haruslah dicegah
penggunaan untuk kepentingan satu golongan.
3. Kekuatan suatu bangsa didukung oleh massa lapisan buruh pekerja dan lapisan
menengah, tapi kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh potensi kesadarann dan
bertindak daripada lapisan universiter.
4. Angkatan 66 merindukan kemerdekaan, bukan saja kemerdekaaan polits ... akan tetapi
kemerdekaan sebagai nilai yang hakiki dari manusia.
5. Angkatan 66 menolak Lekraisme dan Neo-Lekraisme di dalam kebuadayaan, yaitu
domnasi politik atas karya-karya seni (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 264)
Jadi ketika berbagai tekanan dan hirup-piruk politik tersisih dan orang tidak lagi
dihaantui oleh serentetan ketakutan, saluran kebebasan pun seperti mendapat lahan yang
begitu luas. Maka, karya-karya kreatif berlahiran secara meyakinkan. Berbagai
eksperimen ikut mewarnai karya sastra yang terbit pada masa itu. Jadi, tahun 1966
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 87

merupakan titik balik dari kerusuhan dan kehingarbingaran politik ke suasana kondusif
yang memungkinkan terciptanya kebebasan berkreasi (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
hlm 265).

B. ANGKATAN 66: SEBUAH KONTROVERSI


Sebelum tahun 1966, terutama tahun 1961-1964 perlawanan para sastrawan
teerhadap rezim dan para pendukung antidemokrasi. Angkatan 66 yang dinamai oleh
Jassin ditolak oleh Satyagraha Hoerip, menurutnya jika dicermati sikap dan kiprah para
penanda tangan Manifes Kebudayaan yang kreatif, konsisten, dan konsekuen atas sikap
berkeseniannya yang benar-benar mendukung arti perjuangan demokrasi indonesia,
maka penamaan itu lebih tepat dengan Angkatan Manifes.
Penolakan terhadap penamaan Angkatan 66 juga disampaikan Rachamt Djoko
Pradopo. Menurutnya, penamaan angkatan haruslah dilandasi oleh faktor karya sastra
itu sendiri, dan bukan dari faktor sosial politik.
Perdebatan konseptual yang menyangkut penamaan Angkatan 66 yang diajukan
H>B. Jassin menunjukan terjadinya dinamika yang lebih didasarkan pada substansi
pemikiran daripada pemihakkan ideologi dan politik. Peristiwa itulah yang kemudian
dikenal dengan apa yang disebut “Heboh Sastra” (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm
267).

C. HEBOH SASTRA
Majalah sastra No.8, agustus 1968 memuat sebuah cerpen berjudul “Langit
Makin Mendung” karya Kipanjiusmin (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 268).
Cerpen ini menceritakan kebosanan para nabi di surgaloka. Mereka kemudian
melakukan petisi agar diizinkan turun ke bumi. Salah satu penada tangan itu adalah
Nabi Muhammad SAW. Beliau lalu disuruh turun ke bumi, di antar malaikat jibril.
Selanjutnya diceritakan situasi kota Jakarta yang penuh hirup-pikuk politik,
kemaksiatan, konfrontasi dengan malaysia, dan usaha Paduka Yang Mulia yang
mencoba menyatukan ideologi nasionalis, agama, dan komunis (NASAKOM)
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 268).
Sebuah cerita simbolik yang sebenarnya hendak mengkritik kebrengsekan para
pemimin negara waktu itu. Kritik sosial dengan menampilkan tokoh-tokoh simbolik,
barangkali tidak akan menimbulkan reaksi. Akan tetapi, masalahnya akan lain, ketika
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 88

yang ditampilkannya adalah tokoh yang justru sangat dimuliakanumat islam


(Muhammad SAW). Dari sebuah cerita brsambung itu ternyata mendapat reaksi sangat
keras dari kalangan umat islam. Pada 12 oktober 1968 mahasiswa islam di medan
memprotes dan mendesak agar kejaksaan tinggi sumatera utara melarang peredaran dan
menyita majalah tersebut.
Pada 22 oktober 1968, Kipanjikusmin secara terbuka menyatakan, mencabut
cerpen “Langit Makin Mendung” dan menganggapnya tidak ada. Persoalannya makin
rumit, karena H.B Jassin selaku redaktur tetap merahasiakan nama, identitas, dan alamat
penulisnya. Jika kemudian ia berhadapan dengan pengadilan, itulah bentuk tanggung
jawabnya sebagai redaktur majalah yang melindungi penulisnya. Peristiwa itulah yang
menandai terjadinya apa yang disebut Heboh Sastra yaitu peristiwa gugatan kepada H.B
Jassin atas pemuatan cerpen itu, sehingga ia harus mempertanggungjawabkannya ke
pengadilan dengan hukuman satu tahun penjara (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm
269).

D. KEMBALI KE TRADISI
Sejak tahun 1968, dan terutama paruh pertama tahun 1970-an, bermunculanlah
karya satra yang memperlihatkan semangat kebebasan berkreasi (Abdullah dan Lapian
(ed), 2012: hlm 270). Semangat yang sama yang menjadi landasan dan wawasan
estetiknya, yaitu semacam kerinduan untuk menggali nilai-nilai tradisi masa lalu budaya
leluhur. Kecenderungan yang lain tampak dari kesadaran sastrawan tahun 1970-an itu
yang menolak realisme formal, dan mulai menerima improvisasi dan antirasionalisme.
Selain anti-intelektualisme dan antirasionalisme, ada kecenderungan lain yang
mmencolok yaitu adanya penjelajahan terhadap mistisme dan tasawuf.

Sastrawan tahun 1970-an, berdasarkan karya-karya yang dihasilkannya, dapat


diagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, mereka yang termasuk Angkatan 66 atau yang
telah berkarya pada dasawarsa tahun 1960-an, bahkan sudah sejak dasawarsa tahun
1950-an tetapi makin matang pada tahun 1970-an. Kedua, mereka yang karya-karya
baru muncul tahun 1970-an. Ketiga, mereka yang menghasilkan karya dengan
kecenderungan melakukan eksperimen. di antaranya, ada yang sedah berkarya sejak
tahun 1960-an ada pula yang kemunculannya pada tahun 1970-an (Abdullah dan Lapian
(ed), 2012: hlm 274).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 89

E. GERAKAN SASTRA HORISON


Majalah Horison lahir sebagai salah satu realisasi hasil perumusan “Simposium
Kebangkita Semangat ‘66: Mendjeladjah Tracee Baru”. Majalah satra bulanan yang
berada di bawah Yayasan Indonesia, terbit pertama kali pada 1966. Pendirinya adalah
Mochtar Lubis, PK Oyong, Zaini, Arief Budiman, dan Taufiq Ismail.
Sejak awal kelahirannya, Horison memang menfokuskan diri pada sastra. Salah
stu kontribusi majalah ini adalah lahirnya nama-nama baru yang kemudian justru
menjadi sastrawan penting pada dasawarsa berikutnya.
Di satu pihak Horison dipandang sebagai majalah sastra berwibawa, dan dipihak
yang lain, ia tidak dapat mengelola dirinya sendiri, dan berakibat negatif. Banyaknya
media massa yang menyediakan ruang kesusastraan membuat satrawan tidak
mengirimkan karyanya lagi ke majalah Horison. Pada tahun 1995, Ati Ismail masuk dan
ikut membenahi manajemen majalah ini. November 1996, majalah Horison membuka
rubik baru berupa sisipan bernama “kakilangit” yang ditunjukan unuk para siswa dan
guru sebagai bagian dari usaha memberi bahan pelajaran satra di sekolah (Abdullah dan
Lapian (ed), 2012: hlm 277).
Sejak september 1999, Horison dalam setiap tiga bulan membuka rubik
“Mastea”, sebuah rubik yang memuat karya-karya sastrawan dari Indonesia, Malaysia,
Singapura, dan Brunei Darussalam. Gerakan sastra Horison yang lain adalah BMM
(Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca) yang dimulai April 2000-Oktober 2002. Ini
semacam “sastrawan masuk kampus”, yaitu menjalin dialog antara mahasiswa-yang
membaca karya sastrawan-dan sastrawannya sendiri dalam sebuah forum. Sembilan
perguruan tinggi (UII Depok, UNJ Jakarta, Unes Semarang, UPI Bandung, UNY
Yogyakarta, UN Malang, UN Padang, Unes Surabaya, dan Universitas Mataram)
menjadi penyelenggara kegiatan ini, dan 18 sastrawan yang terlibat.
Gerakan sastra Horison adalah SBSB (Sastrawan Bicara, siswa Bertanya)
sebuah kegiatan yang dirancang sedemikian rupa agar terjadi dialog antara sastrawan,
guru dan siswa. Gerakan sastra yang dilakukan Horison adalah pembentukan 12 sanggar
di 12 kota. Diberi nama Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI). Dalam perjalanan
sejarah, indonesia belum pernah ada lembaga yang menyelenggarakan kegiatan sastra
secara masal, serempak ke semua kota di indonesia, dan melibatkan puluhan ribu siswa
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 90

dan guru serta puluhan sastrawan dalam rentang waktu yang berkelanjutan (Abdullah
dan Lapian (ed), 2012: hlm 278).

F. BUDAJA DJAJA DAN DEWAN KESENIAN JAKARTA


Majalah lain yang juga pernah punya arti penting bagi perkembangan
kesusastraan Indonesia adalah Budaja Djaja. Majalah yang terbit pertama kali 2 juni
1968. Ketika Budaja Djaja terbit, pemerintah Orde Baru sedang gencar membersihkan
semua yang berkaitan dengan PKI. Dalam kondisi itu, slogan persatuan dan kesatuan,
seolah-olah menjadi obat mujarab untuk menghindari konflik. Akan tetapi, Nono Anwar
Makarim dalam artikelnya “Belenggu sikap Mental” yang dimuat Budaja Djaja, edisi
pertama, juni 1968, seakan memuat hal lain. Di belakang kritik yang dilontarkan Nono
Anwar Makarim, tersimpan harapan bahwa Budaja Djaja sebagai media kebudayaan
dapat memulai mengangkat wacana keberagaman (bhineka), dan tidak melulu
keseragamann (tunggal ika).
Edisi Budaja Djaja berikutnya tak lagi memuat tulisan sejenis itu, dan lebih
memfokuskan pada tulisan yang membicarakan masalah kebudayaan dan kesusastraan.
Ternyata pemikiran ini baru semarak dan menjadi wacana publik justru setelah
perintahan Orde Baru, Nono Anwar Makarim-melalui Budaja Djaja-telah mengingatkan
bangsa ini akan bahaya memanipulasi “tunggal ika” dan demi “persatuan dan kesatuan”
semata-mata untuk tujuan politik pemerintah yang berkuasa (Abdullah dan Lapian (ed),
2012: hlm ).
G. GERAKAN SASTRA ETNIK
Pada tahun 1990-an, karya sastra yang muncul lebih banyak lagi. Begitu banyak
penulis puisi, tetapi sangat sedikit yang dapat dimasukan sebagai penyair. Ciri yang
menonjol pada tahun 1990-an ini adalah adanya gerakan sastrawan daerah. Kondisi itu
dimungkinkan oleh adanya majalah dan koran-koran daerah. Jadi ada yang
mempublikasikannya di media massa lokal. Dengan demikian kesusastraan Indonesia
tahun 1990-an lebih beragam (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm ).

H. POROS-POROS SASTRA DI BERBAGAI KOTA

Sejak isu “sastra pedalaman” digulirkan, sastrawan berbagai daerah di luar


jakarta seolah-olah hendak berteriak keras dan “mendesak” legitimasi keberadaannya.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 91

Terbitnya koran-koran dan majalah lokal sekaligus merupakan wadah yang telah
memberi peluang bagi mereka untuk menyalurkan karyanya. Perubahan besar dalam
tatanan kehidupan sosial budaya di berbagai daerah. Tawaran otonomi daerah untuk
tidak bergantung pada pemerintah pusa membuka ruang bagi sastrawan di daerah untuk
menunjukan jati dirinya masing-masing. Nicaya jakarta tidak akan lagi menjadi pusat
orientasi.

Citra sastrawan dalam pandangan guru dan siswa berubah secara meyakinkan.
Anggapan bahwa membaca sastra sebagai pekerjaan yang membuang-buang waktu,
bahwa profesi sastrawan sama dengan “pengangguran”, dan bahwa pelajaran sastra
merupakan materi yang tidak penting tampak mulai berubah secara meyakinkan
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 282).

3.12 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Kebijakan pendidikan menjadi kepedulian pemerintah bagi seluruh rakyat.


Pemerintah mewujudkannya dengan mendirikan sekolah di setiap jenjang pendidikan
serta mengembangkan kurikulum pendidikan.

A. PERUNDANG-UNDANGAN PENDIDIKAN
Kebijakan demokratisasi pendidikan itu tidak hanya merupakan slogan politik
tetapi menjadi kepedulian pemerintah yang terus dikembangkan, berbagai peraturan
yang lebih rendah dihasilkan untuk mendukung demokratisasi pendidikan. Bagi semua
rakyat dinyatakan secara tegas dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1950 yang
merupakan undang-undang pertama RI tentang pendidikan.
Pendidikan tidaklah bertujuan untuk mewujudkan manusia cerdas semata.
Pendidikan harus menghasilkan warga negara yang demokratis, yang bertanggung
jawab atas kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 4
Tahun 1950 dinyatakan bahwa anak yang sudah berusia 6 tahun sudah berhak untuk
bersekolah, sedangkan mereka yang berumur 8 tahun sudah dinyatakan wajib mengikuti
pendidikan dan pengajaran. NKRI merupakan salah satu negara yang memiliki
kebijakan wajib belajar bagi warganya. Dibandingkan dengan negara-negara Eropa
bahkan Belanda dan Asia, RI adalah negara yang sangat maju dalam menetapkan wajib
belajar.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 92

Dalam proses pembuatannya, perdebatan yang sengi mengenai UU No.4 Tahun


1950 berkenaan dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, yaitu mengenai manusia
susila dan warga negara yang demokratis, status pendidikan agama, serta penggunaan
bahasa daerah sebagai bahasa pengantar. Banyak perdebatan oleh beberapa anggota
BP—KNIP tentang tujuan pendidikan dan pengajaran tersebut.
Banyak keluarga yang tidak dapat menyekolahkan putra-putrinya mereka karena
keterbatasan bangku di sekolah dan keterbatasan ekonomi keluarga. Pendidikan tetap
membutuhkan biaya. Perkembangan politik yang terjadi antara tahun 1959-1967. Inflasi
pada masa itu mencapai 600% yang menyebabkan anggaran pendidikan semankin
mengecil. Pikiran wajib belajar hilang bersamaan dengan kagalauan ekonomi dan
politik pada masa itu hanya menjadi mimpi indah bangsa.
Ketika pemerintahan Orde Baru melalui UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional untuk wajib belajar 6 tahun akhirnya merealisasikan kebijakan itu
pemerintah mendirikan SD baru di seluruh wilayah Indonesia, mengangkat guru, dan
menyediakan dana operasional. Setelah program wajib belajar 6 tahun selesai,
pemerintah merencanakan setiap warga negara akan menikmati pendidikan paling tidak
selama 9 tahun. Pemerintah pun terus mengemukakan kebijakan untuk memberi
kesempatan pendidikan kepada mereka yang memiliki kelainan fisik dan mental, berasal
dari ekonomi keluarga tidak mampu, berada di daerah terpencil.
Gedung-gedung sekolah baru, SD, SLTP, dan SLTA dibangun dan bahkan
kebijakan pemerintah ini mampu menampung hampir seluruh penduduk usia 7-12 tahun.
Dalam sejarah pendidikan Indonesia ini merupakan prestasi yang cemerlang. Pada tahun
2003, pemerintah mengundangkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional. Adanya UU tersebut dalam rangka menghadapi perkembangan baru di bidang
ketatanegaraan dan pemerintah. Indonesia sebagai bagian dari anggota Asia Pacific
Economic (APEC) akhirnya mempersiapkan putra putri bangsa melalui pendidikan
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 308).

B. ARAH DAN PERKEMBANGAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL


Kembalinya pada UUD 1945, Presiden Soekarno memperkenalkan konsep
Manipol Usdek (Manfesto, Politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Dengan Manipol Usdek, aspek kehidupan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 93

harus disesuaikan, termasuk pendidikan. Meteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Dr.
Prijono mengeluarkan istruksi Pantja Wardhana pada tahun 1961 yang menegaskan:
1. Pancasila dengan Manipol sebagai pelengkapnya, sebagai asas pendidikan
nasional.
2. Menetapkan Pantja Wardhana sebagai sistem pendidikan yang berisi prinsip-
prinsip:
a. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/ internasional/
keagamaan.
b. Perkembangan kecerdasan.
c. Perkembangan emosi-artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir-batin.
d. Perkembangan keprigelan (ketangkasan) atau kerajinan tangan.
e. Perkembangan jasmani
3. Menyelenggarakan “hari krida” atau hari untuk kegiatan-kegiatan dalam lapangan
kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan pada tiap-tiap hari sabtu.

Perubahan dalam pendidikan terus berkembang. Sidang tahun 1973, MPR


menghasilkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1973. Tujuan pendidikan menjadi
“membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk manusia Indonesa
yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat
mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokrasi
dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai
budi pekerti yang luhur, serta mencintai bangasanya dan mencintai sesama manusia
sesuai dengan ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945”. Ketika politik sudah
kondusif dalam TAP MPR IV/MPR/1978, rumusan tujuan pendidikan dirubah menjadi
“tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, meningkatkan kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti,
memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri
serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa” dan rumusan ini
masih digunakan pada TAP MPR nomor II/MPR/1983. Soal-soal yang dikembangkan
untuk evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), evaluasi belajar tahap akhir nasional
(EBTANAS), ataupun ujian nasional (UN) adalah untuk menentukan kelulusan siswa
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 313).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 94

C. SEKOLAH, JENJANG PENDIDIKAN, DAN PESERTA DIDIK


Di jenjang pendidikan terdapak kelompok dasar berbeda yaitu pendidikan
rendah ini Sekolah Rakyat, sedangkan pendidikan dasar meliputi SD dan SMP. Pada
tahun 1950-1959 pemerintah banyak membangun SR, demikian pemerintah masih
kekurangan sekolah karena pertambahan jumlah penduduk dan keinginan bersekolah
semakin tinggi.
Pada masa pemerintahan orde lama yaitu tahun 1959-1965, pembangunan SR
cukup tersendat karena kesulitan ekonomi. Perkembangan jumlah SD tahun 1967-1997
(pemerintah Orde Baru) menangani kesulitan membangun sekolah dan mengangkat
guru. Mulai 1973 Pemerintah membangun SD Pamong, dan SD kecil yang gurunya
harus mengajar dari kelas 1 sampai 6. Dengan usaha inilah mewujudkan program wajib
belajar (WAJAR) 6 tahun dikumandangkan tahun 1984. Manajemen departemen agama
pun membuat sekolah bernama Madrasah Ibtidaiyah. Indonesia dinyatakan oleh
UNESCO sebagai negara yang berhasil memeberikan pendidikan dasar kepada seluruh
penduduk usia 7-12 tahun .
Penamaan SMP berdasarkan UU No.20 tahun 2003 yang semula bernama
sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) saat UU No. 2 tahun 1989. Diakui oleh UU No.
20 Tahun 2003 dinamakan madrasah tsanawiyah. Pada tahun 1989 pemerintah
menetapkan wajib belajar 9 tahun namun penduduk berusia 13-15 tahun tidak berhasil
seperti pendidikan dasar.
UU No. 20 Tahun 2003 jenjang selanjutnya setelah SMP adalah sekolah
menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah (MA),
madrasah aliyah kejuruan (MAK). Perjalanan sejarah pendidikan indonesia menunjukan
bahw semakin tinggi jenjang suatu sekolah, semakin rendah angka parisipasinya
(Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 3115).

D. PERKEMBANGAN KURIKULUM
Istilah kurikulum tidak dikenal pada masa awal kemerdekaan. Waktu itu istilah
yang digunakan adalah mata pelajaran (leervak) dan rencana pelajaran (leerplan).
Dalam UU No. 4 Tahun 1950 dan UU No. 12 Tahun 1954 terdapat berbagai ketetapan
mengenai kurikulum yang dikemukakan anggot BP-KNIP. Diberlakukannya rencana
pembelajaran yaitu SD memuat daftar mata pelajaran sebanyak 16 mata pelajaran.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 95

Pada masa berlakunya Manipol Usdek maka kurikulum harus diubah, pada
tahun 1961 terdapat mata pelajaran baru Civics yang diberlakukan pada setiap jenjang.
Kurikulum 1975 merupaakan kurikulum pertama yang mengembangkan menurut teori
dan prinsip pengembangan kurikulum. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa baru
diterapkan tahun 1984.
Kelemahan yang sangat umum pada kurikulum adalah lemahnya sosialissasi
kurikulum, dimana kurikulum sudah disebar kepada setiap sekolah tanpa proses
sosialisasi. Guru dianggap serba tahu dan serba mampu melaksanakan kurikulum
tersebut. Kemudian ketiadaan dana untuk mewujudkan kurikulum tersebut. Penggantian
kurikulum setiap seuluh tahun menjadi tradisi. Kurikulum 1994 merupakan kurikulum
nasional terakhir yang dikembangkan pemerintah pusat. Sesuai dengan tradisi penamaan
kurikulum yang sudah berlangsung 40 tahun ( kurikulum 1964, kurikulum 1968,
kurikulum 1994, dan kurikulum 2004) (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: hlm 320).

3.13 PENDIDIKAN TINGGI

Pada awal 1950, Indonesia baru mulai menciptakan suatu sistem universitas dan
mendirikan perguruan tinggi di seluruh Indonesia yang jumlahnya terus
meningkat. Pendidikan tinggi menjadi salah satu fokus utama pemerintah demi
membentuk tunas-tunas bangsa yang berkompeten dalam melaksanakan pembangunan
di segala sektor. Agar pendidikan tinggi ini dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat, pemerintah pun membentuk lembaga pemberi beasiswa.

A. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA


Tujuan kehadiran universitas di negara berkembang seperti Indonesia adalah
untuk memperluas kemampuan domestik serta menerapkan pengetahuan yang ada dan
menciptakan sarjana peneliti yang dapat memberi sumbangan kepada basis pengetahuan
yang diserap dari sumber-sumber luar. Dengan dasar tersebut, maka fungsi universitas
adalah lembaga sentral untuk mengakumulasi dan menciptakan pengetahuan dan pusat
intelektual (Paauw, 1978) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 325).

 MASA PERKEMBANGAN: UNIVERSITAS DI TIAP PROPINSI


I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 96

Kurun waktu antara tahun 1959-1966 merupakan periode ekspansi perguruan


tinggi di Indonesia. Setiap propinsi di Indonesia minimal memiliki satu perguruan
tinggi, bahkan kondisi ini akhirnya menjadi persyaratan untuk pemekaran daerah
tingkat I (propinsi). Dalam masa ini, pemerintah telah telah mendirikan 29 perguruan
tinggi negeri (PTN) yang terbagi dalam dua kategori. Pertama, perguruan tinggi yang
sama sekali baru, artinya pada mulanya belum ada perguruan tinggi negeri didaerah
tersebut. Dalam kategori ini termasuk pula perguruan tinggi negeri yang pada mulanya
merupakan perguruan tinggi swasta. Kedua, perguruan tinggi yang ada pada mulanya
merupakan bagian dari suatu perguruan tinggi negeri.
Jumlah perguruan tinggi tersebut terus bertambah hampit tiap tahun karena
menjamurnya pendirian sekolah tinggi, universitas dan institut swasta, disamping
adanya sekolah-sekolah kedinasan milik departmen lain diluar kementerian PDK dan
PTIP.
Departemen Agama, misalnya, menyelenggarakan perguruan tinggu agama
(PTA), yaitu Institut Agamai Islam Negeri (IAIN) yang sebagiannya kini telah berubah
menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) dan Sekolah tinggi Islam Negeri (STAIN).
IAIN merupakan perwujudan dari gagasan dan keinginan umat Islam (mayoritas
penduduk Indonesia) untuj mencetak kader pemimpin Islam bagi bangsa
Indonesia. Gagasan yang telah tumbuh sejak masa kolonial itu baru dapat direalisasikan
engan terlebih dahulu mendirikan yayasan yang diketuai oleh Mohammad Hatta dan
Muhanmad Natsir sebagai sekretaris. Pada tanggal 8 juli 1945, yayasan teersebut
mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) yang berkedudukan di Jakarta dengab
pimpinannya Abdul Kahar Mudzakir dan KH farid Ma'ruf.
 PERGURUAN TINGGI KEDINASAN
Selain Perguruan Tinggi tingkat universitas, terdapat beberapa lembaga tenaga
ahli seperti yang dihasilkan politeknik. Sebelum politeknik ada, pada tahun 1962
Akademi Pendidikan Teknologi Negeri (APTN) berdiri di Bandung, menyusul ATPN
Semarang pada 1966. Pada tahun 1970, status ATPN berubah menjadi Akademi
Teknologi Negeri (ATN)., yang memiliki tujuan menghasilkan ahli teknik yang
menjembatani lulusan SMTA Kerjuruan dengan sarjana teknik. Demkian pula
Departemen Pekerjaan Umum mendiriksn Akademi Teknik Pekerjaan umum (ATPU).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 97

Berdasarkan Kepres No. 34Tahung 1972, ATN kemudian di integrasikan ke


universitas/institut terdekat.
Awalnya Integrasi ATN ke dalam universitas/institut adalah untuk mendirikan
politeknik. Tetapi karema fasilitas yang ada belum memenuhi syarat, maka untuk
sementara di beberapa perguruan tinggi berdiri Pendidikan Ahli Teknik (PAT),
sedangkan ATPU berubah menjadi Lembaga Politeknik Pekerjaan Umum (LPPU) yang
bekerjasama dengan ITB, Universitas Diponegoro (UNDIP) dan Institut Teknologi 10
November (ITS).
Tenaga-tenaga ahli yang berketerampilan tinggi, baik akademis, manual,
maupun kesiapan mentalnya diperlukan utuk membangun industri di Indonesia. Untuk
mewujudkan ini, dilakukan upaya pendidikan politeknik. Pembanguna sekolah tersebut
merupakan uji coba dalam pembaruan pendidikantinggi di Indonesia, khusunya dalam
menciptakan institusi yang menghasilakn tenaga kerja industri dengan kemampuan
antara tenaga ahli (sarjana) dan operator. Politeknik bersifat memberikan pendidikan
keahlian terapan yang menitikberatkan pada know-how dan tidak memberikan
akademik/kesarjanaan, tetapi memberikan diploma keahlian kepada lulusannya. Lulusan
Diploma III (D-3) Politeknik, berdasarkan PP No.3 Tahun 1980 mendapatkan
penghargaan golonan IIB jika diangkat menjadi pegawai negeri.

B. KEBIJAKAN DASAR PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI


Dasar filosofi pengembangan pendidikan tinggi adalah jelas, bahwa pendidikan
tinggi haruslah menjadi daya gerak yang dinamis bagi proses modernisasi. Pendidikan
tinggi harus dapat menghubungkan keadaan sekarang dengan masa depan, harus dapat
mengusahakan ditemukannya arah modernisasi yang dituju. Artinya, pendidikan tinggi
tidak hanya memberikan pengajaran, tetapi juga mencari hal-hal baru yang harus dapat
memberi sumbangan nyata kepada pengarahan arus modernisasi (Depdiknas, 1975)
(Abdullah dan Lapian (ed), hlm 330).

Survei mengenai keluaran dam masukan sistem pendidika tinggi tersebut


dilakukan oleh tim asistensi menteri yang beranggotakan dari UI, IPB, ITB, UGM, dan
Unair serta semua unsur Konsoridium Pendidikan Tinggi . Hasil survei menyimpulkan
bahwa :
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 98

1. Pertumbuhan perguruan tinggi borcorak acak (random growth)


2. Isu pokok yang dihadapi PTN:
a. Para dosen yang mengajar progrma sarjana pada umumnya berpendidikan sarjana
b. Adanya ketimpangan bidang ilmu antara ilmu eksakta dan ilmu noneksakta;
c. Produktivitas lulusan perguruan tinggi rendah;
d. Daya tampung institusi rendah; dan Penglolaan pendidikan tinggi masih lemah
(Depdiknas) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 334).
e. Pendidikan tinggi harus merumuskan kebijakan jangka panjang, jangka menengah dan
jangka pendek.
Kebijakan jangka panjang pendidikan tinggi didasarkan pada;
1. Konsolidasi lembaga pendidikan secara regional di daerah-daerah tertentu yang
mempunyai potensi untul menjadi pusat-pusat pembangunan dalam rangka
pengembangan wilayah untuk kepentingan;
2. Pembinaan sistem pendidikan tinggi yang memungkinkan kerja sama yang luas dan
intensif antara berbagai lembaga pendidikan tinggi sebagai unsur –unsur sistem yang
saling mengisi;
3. Arah perkembagan yang diprioritaskan dan ditunjukan untuk:
a. Menyempurnakan peranan pendidikan tinggi sebagai bagian integral dalam
pembangunan;
b. Mengusahakan suatu sistem pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh
lulusan yang lebih mampu mengembangkan pandangan

C. ENAM IKIP MENJADI UNIVERSITAS


Sejak persiapan untuk perubahan status mandat Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) ke Universitas negeri telah memotivasi beberapa IKIP untuk
memantapkan diri menjadi universitas. Hal ini diawali dengan pembukaan beberapa
program studi, khususnya nonkependidikan seperti yang dilakukan oleh IKIP Jakarta,
yaitu program studi untuk jenjang strata 1 (S1) Biologi, Kimia, Fisika, Ilmu
Keolahragaan dan Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Sipil utnuk jenjang dioloma 3
(D3).
Setelah melakukan berbagai persiapan pada masing-masing lembaga,
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 93/1999 tertanggal 4 Agustus 1999, enam IKIP
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 99

berubah menjadi universitas. Keenam IKIP itu adalah IKIP Jakarta menjadi Universtias
Negeri Jakarta (UNJ), IKIP Yogyakarta menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY),
IKIP Surabaya menjadi Universitas Negeri Surabaya (UNESA), IKIP Malang menjadi
Universitas Negering Malang (UM), IKIP Ujung Pandang menjadi Universitas Negeri
Makassar (UNM), dan IKIP Padang menjadi Universitas Negeri Padang (UNP).
Perubahan IKIP menjadi universitas juga bukan untuk menghilangkan perannya
sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Perubahan itu justru dapat
meningkatkan peran LPTK dan meningkatkan daya tampung secara nasional (Surat
Pembaharuan, 1999) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 337).

Rektor UNJ Dr. Sutjipto, dalam sambutannya mewakili enam IKIP saat
peresmian itu menyatakan bahwa berbagai ide dan tindakan kreatif dalam penignkatan
mutu pendidikan akan terwadahi dalam lembaga pendidikan yang mempunyai
fleksibilitas tinggi. Dalam wadah universitas, terdapat banyak pilihan dan potensi
program yang lebih kaya, tentu saja tanpa meninggalkan tugas utama mengembangkan
ilmu pendidikan, ilmu keguruan, serta menghasilkan tenaga kependidikan yang
diperlukan untuk menyukseskan berfungsinya sistem pendidikan nasional (Ibid)
(Abdullah dan Lapian (ed), hlm 337).

D. LEMBAGA- LEMBAGA PEMBERI BEASISWA


Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui beberapa direktorat di
bawahnya memberikan sejumlah beasiswa bagi pelajar/mahasiswa yang berprestasi dan
mereka yang kurang mampu atau berasal dari keluarga prasejahtera. Beberapa pemberi
beasiswa, misalnya, tersebut berikut ini:
 BEASISWA PENDIDIKAN TINGGI (DIKTI)
Jenis bantuan keuangan yang diberikan meliputi:
1. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) ysng telsh dimulai sejak tahun 1994
untuk membatu mahasiswa kurang mampu tetapi mempunyai keimampuan akademik
(indeks prestasi) tinggi;
2. Beasiswa kerja, diberikan kepada mahasiswa yang berasal dari kurang mampu, yaitu
keluarga yang mempunyai penghasilan kurang dari Rp250.000,00 per bulan;
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 100

3. Kredit mahasiswa, yaitu pinjaman bagi mahasiswa yang akan segera menyelesaikan
pendidikannya untuk penyelesaian tugas akhir. Pinjaman tanpa bunga ini harus segera
dikembalikan setelah yang bersangkutan bekerja;
4. Beasiswa bagi program pascasarjana, yang dimaksudkan untuk membantu dosen-dosen
PTN dan PTS dalam meningkatkan kualifikasinya melalui pascasarjana.
 TIM MANAJEMEN PROGRAM DOKTOR (TMPD)
TMDP atau yang sejak tahun 1997 berganti nama menjadi BPPS (Biaya
Pendidikan Pascasarjana) merupakan beasiswa pendidikan untuk dosen-dosen PTN dan
PTS yang akan melanjutkan ke pascasarjana. Pembentukan TMDP didasari atas rasa
keprihatinan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Makaminan Makagiansar, karena
berdasarkan survei yang dilakukan menjelang pemberlakuan KDPPT diperoleh
kenyataan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi saat itu ditangani oleh dosen
lulusan sarjana (S1) yang mengajar para mahasiswa program sarjana (S1).
TMDP mengawali kegiatannya mencari dana pinjaman keluar negeri dan atau
hibah beasiswa luar negeri utnuk membantu dosen-dosen melanjutkan studi. Dengan
cara tersebut, sejeumlah dosen IPB dan ITB diberangkatkan ke Amerika Serikat lewat
pinjaman luar negeri USAID, sementara sejumlahl dosen ITB ke Perancis atas bantuan
beasiswa luar negeri.
 BEASISWA FORD FOUNDATION
Saat ini, Ford Foundation memiliki3 prioritas program yang menjadi tujuan,
yaitu:
1. Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan melalui pengelolan
pengembangan sumber daya berkelanjutan;
2. Meningkatkan status kesehatan produksi, kualiatas kehidupan serta pengembangan diri
hak asasi perempuan;
3. Mendukung keadilan sosial dan penghargaan bagi keanekaragaman budaya (Hariyanto,
2003) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 339).
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Ford Foundation membentuk International
Fellowship Program (IFP). Tujuan IFP adalah untuk membantu orang yang memiliki
potensi kepemimpinan guna melanjutkan studi di pascasarjana.

E. AKTIVITAS MAHASISWA
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 101

Lahirnya Orde Baru tidak dapat dilepaskan dari perjuangan para mahasiswa
yang tergabung di dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang lahir pada
25 Oktober 1965. KAMI, yang terlahir dari 17 organisasi kemahasiswaan, terkenal
sebagai parlemen jalanan dibawah dibawah pimpinan Ma’rie Muhammad, Samroni,
Yozar Anwar, David Napitupulu, dan Cosmas Batubara (Simanjuntak, 1973) (Abdullah
dan Lapian (ed), hlm 340). Mereka melakukan demonstrasi-demonstrasi yang memaksa
sisa-sisa kekuatan Orde Lama untuk melaksanakan kehidupan yang murni berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Salah satu demonstrasi mahasiswa di Jakarta yang terkenal
dilakukan pada tanggal 10 Januari 1966, sebagai hari kebangkitan mahasiswa Indonesia,
yang kemudian melahirkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yaitu:
1. Bubarkan PKI;
2. Rombak Kabinet Dwikora;
3. Turunkan Harga.
Dengan demikian, lahirnya KAMI merupakan satu respons positif terhadap
situasi dan kondisi kehidupan bangsa Indonesia pada era Demokrasi Terpimpin.
Pemerintah mengaggap bahwa KAMI. Oleh karna itu, berdasarkan Keppres
No.41/Kogam/1996 tanggal 26 Februari 1996, KAMI dibubarkan. Meskipun demikian,
para mahasiswa bersama-sama KAPPI terus melakukan kegiatan-kegiatan untuk
menegakkan kebenaran. Tuntutan para pelajar dan mahasiswa kemudian membuahkan
hasil dengan keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang menandai
lahirnya orde baru. Cikal bakal kesatuan mahasiswa diawali dengan pembentukan
Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia pada tahun 1951, menyusul kemudian dewan
mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan Universitas Airlangga. Selanjutnya, dewan
mahasiswa itu bergabung menjadi satu mewakili seluruh mahasiswa Indonesia dengan
nama Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI). Ada juga mahasiswa yang tergabung dalam
organisasi ekstrauniversitas, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia (GMNI), dan Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang
dilarang sejak peristiwa G-30-S 1965.
Kehidupan mahasiswa ditata kembali dengan mengeluarkan berbagai peraturan
oleh pemerintah untuk menggiring para mahasiswa ke arah kehidupan yang
sesungguhnya, seperti:
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 102

1. Setelah peristiwa Malari 1974, menteri pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 028/U/74 tentang Petunjuk-Petunjuk Kebijaksanaan dalam Rangka
Pembinaan Kehidupan Kampus Perguruan Tinggi. Dalam aturan yang menyertai
kebijakan tersebut dijelaskan bahwa kegiatan yang bersifat politik praktis dilaksanakan
dengan bimbingan dan tanggung jawab pimpinan peerguruan tinggi berdasarkan
penilaian yang secara ilmiah (Cumming, 1981) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 342).
2. Pelaksanaan NKK ini mengarahkan mahasiswa kepada teciptanya kategori kerjayang
disebut pekerja otak(knowledge worker) yang akan menduduki posisi-posisi strategis di
dalma jaringan teknostruktur (Ibid) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 342).

F. ISU-ISU PENDIDIKAN TINGGI TERKINI


Pendidikan tinggi masih bertumpu pada semangat mulia yang dirumuskan dalam
Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan dan pengajaran, penelitian
dan pengabdian pada masyarakat, intervensi kapital belum terlalu tinggi. Aktivitas
civitas academica semata-mata hanya mengacu pada Tri Dharma karena kapital belum
menjadi isu sentral. Namun ketika kompetensi bisnis menjadi fenomena yang dominan
dalam masyarakat, dan otonomi kampus yang intinya swastanisasi menjadi kebijakan
yang terelakkan, maka perguruan tinggi dipaksa melakukan derap langkah
industrialisasi.
Berbagai permasalahan tentu kemudian muncul, dari proses Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) mandiri dan khusus pada keempat PT BHMN tersebut sampai
dengan besarnya sumbangan yang harus dibayarkan masyarakat (orangtua). Pola
demikian mengakibatkan pendidikan (khususnya pendidikan tinggi) hanya mampu
dijangkau oleh mereka yang secara ekonomi diuntungkan oleh struktur dan sistem
sosial yang ada. Adapun mereka yang datang dari kelas bawah tidak akan mampu
menjangkau pendidikan.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 103

3.14 GERAKAN MAHASISWA: MENGONTROL DAN


MENGOREKSI NEGARA

Ketika KAMI lumpuh, mahasiswa bangkit dan bergerak. Gerakan mahasiswa itu
salah satunya terjadi saat mereka menolak penanaman modal asing sehingga muncul
peristiwa malari. Mahasiswa juga mengeluarkan ikrar yang menyatakan bahwa
kehidupan kenegaraan telah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah
menganggap gerakan mahasiswa sebagai kekuatan politik akhirnya membekukan Dema
dan memberlakukan NKK/BKK. Namun, protes mahasiswa tetap saja berlangsung.
A. DARI EKSTRA KE INTRA: MASA PASANG PERANAN
DEWAN MAHASISWA
Setelah Soekarno diturunkan, KAMI yang menjadi wadah tunggal gerakan
ekstra kampus mahasiswa 66 mengalami perpecahan internal. Embrio perbedaan sudah
dapat dilihat ketika berlangsungnya Raker KAMI di Bogor pada Juni 1967. Meskipun
demikian, Raker berhasil merumuskan tujuan dan strategi perjuangan KAMI, antara lain
berbunyi: 1. Melancarkan pembangunan ekonomi secara pesat; 2. Membangun suatu
bangunan politik dan sistem demokrasi pancasila; dan 3. Melancarkan proses
modernisasi di segala bidang (Martha, 1984) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 347).
Namun setelah Raker, hasilnya tidak pernah terlaksana. Bahkan KAMI
mengalami masa surut dan memasuki tahap kelumpuhan. KAMI lumpuh terutama
akibat perbedaan pendapat yang muncul tentang wakil-wakil mahasiswa di DPR-GR.
Melihat KAMI lumpuh, kelompok-kelompok mahasiswa mulai bergerak secara sendiri-
sendiri. Dan keberadaan-kelompok diskusi makin melumpuhkan KAMI. KAMI masih
sempat mengadakan Sidang Paripurna pada 11-13 Februari 1969. Dalam Sidang
Paripurna tersebut IMADA dan PMB keluar dari ruangan.

B. PENGELOMPOKAN BARU ORMAS EKSTRA KAMPUS


Pada 23 Juli 1973, dibentuklah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Ali
Murtopo dapat disebut sebagai “bidan” kelahiran KNPI. Dia menunggui ketika KNPI
lahir dan selalu memberi pengarahan yang dibutuhkan (Raillon, 2001) (Abdullah dan
Lapian (ed), hlm 349). Kelahiran itu juga didorong oleh protes di kalangan mahasiswa
yang sedang menaik.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 104

Tetapi KNPI tidak mendapat sambutan positif dari mahasiswa. Ada dugaan
KNPI merupakan usaha pemerintah untuk memudahkan mengendalikan pemuda,
termasuk mahasiswa (Tanja, 1997) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 350). Dan juga,
KNPI menjadi arena pertarungan kekuasaaan elite-elite politik/birokrasi, karena lebih
berperan dalam mendukung atau menolak calon presiden, calon gubernur atau calon
bupati, daripada melatih diri sendiri sebagai bekal masa depan. Lembaga ini juga
menjadi semacam “jenjang karier” bagi calon politisi atau pejabat yang dipakai
pemerintah Orba.

C. MASA PASANG PERANAN LAWAN MAHASISWA


Sementara proses konsolidasi di tingkat student goverment berlangsung, agitasi-
agitasi mahasiswa meningkat lagi pada awal tahun 1970, bersamaan dengan naiknya
harga minyak. Para aktivis mahasiswa melontarkan gerakan “Mahasiswa Menggugat”
yang memproteskan harga minyak dan korupsi (Mahasiswa Indonesia, 1970) (Abdullah
dan Lapian (ed), hlm 352)..
Menjelang Pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 1971, mahasiswa
memunculkan aksi golongan putih (Golput). Selesai Pemilu 1971 yang dimenangkan
Golkar dengan mutlak, dikalangan mahasiswa muncul lagi perkara yang lebih besar,
yaitu Anti Pembangunan Taman Mini. Hal itu dilakukan sebagai protes terhadap
penghamburan keuangan negara, para mahasiswa di Bandung dan Jakarta membuat
berbagai gerakan ad hoc, seperti Gerakan Penghekat, Gerakan Akal Sehat (GAS), dan
Gerakan Penyelamat Uang Rakyat (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 354).
 PETISTIWA MALARI DAN DAMPAKNYA
Kenaikan harga barang sejak akhir 1972 dikarenakan terjadinya kekurangan
beras akibat buruknya pengelolaan Bulog (Badan Urusan Logistik”. Sepanjang
November 1973 berlangsung serentelan demonstrasi dengan pernyataan-pernyataaan
Anti Modal Asing dan Anti Para Aspri. Sasaran kritis mahasiswa meluas tidak hanya
berskala nasional, tetapi juga menyentuh persoalan daerah masing-masing. Aksi
mahasiswa Jakarta itu juga melanda kota-kota lainnya di daerah, seperti Padang, Medan,
dan Ujung Pandang.
Pada 15 Januari 1974 mahasiswa berkumpul di kampus UI Salemba dan
mengadakan long march ke Universitas Trisakti di kawasan Grogol. Mereka
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 105

meneriakkan Tritura Baru 1974. Kerusuhan pertama terjadi antara para demonstran
dengan alat-alat negara di dekat Istana Presiden, lalu massa melakukan pembakaran atau
perusakan kendaraan, terutama buatan Jepang, bangunan dan toko-toko. Peristiwa
Malapetaka 15 Januari (Malari) membawa dampak langsung sebagai usaha penanganan
dan antisipasi agar kejadian itu tak terulang lagi, antara lain: Pertama, penangkapan
mereka yang terlibat, Kedua, Surat Izin Cetak (SIC) dan Surat Izin Terbit (SIT) tujuh
surat kabar harian dan mingguan dicabut, Ketiga, penghapusan lembaga Aspri dan
Presiden Soeharto memegang langsung pimpinan Kopkamtib. Keempat, dikeluarkannya
tiga keputusan penting Sidan Stabilisasi Nasional yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.
Kelima, pada 23 Januari 1974, Laksus Pangkopkamtib Jaya membubarkan KAPPI dan
KAPI yang terlibat sebagai penghubung dan penggerak yang mendatangi sekolah-
sekolah bertalian dengan jalannya kegiatan demonstrasi. Keenam, dibentuknya Dewan
Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional.

 IKRAR MAHASISWA 1977 DAN GERAKAN PENOLAKAN PENCALONAN


SOEHARTO
Melihat maraknya aksi mahasiswa di beberapa tempat, Dema/SM se-Bandung
mengadakan pertemuan mahasiswa tingkat nasional di kampus ITB pada 24-27 Oktober
1977. Setelah pertemuan itu mereka mengadakan rapat khusu Dema/SM se-Indonesia
dan menghasilkan Dekrit Mahasiswa Indonesia, kemudian diubah menjadi Ikrar
Mahasiswa Indonesia. Ikrar Mahasiswa itu ditetapkan pada tanggak 27 Oktober 1977
jam 03.30 WIB.
Keluarnya Ikrar Mahasiswa Indonesia membuat gerakan mahasiswa semakin
jelas posisinya sebagai pihak yang bersebrangan (oposisional) dengan presiden Soeharto.
Memasuki tahun 1978 gerakan-gerakan mahasiswa menunjukkan tanda-tanda makin
memuncak. Pusat gerakan mahasiswa ini tetap di Bandung dan Jakarta, serta diikuti
oleh kota-kota lainnya. Dema UI, ITB, ITS, IPB dan USU menyerahkan tuntutan agar
Presiden Soeharto tidak bersedia lagi dicalonkan sebagai presiden yang ketiga kalinya,
dan andai kata terpilih dituntut agar bersedia meletakkan jabatannya.

 PEMBEKUAN DEWAN MAHASISWA DAN PEMBERLAKUAN NKK/BKK

Untuk memedamkan aksi-aksi mahasiswa, pada 21 Januari 1978 Presiden Soeharto


sebagai pimpinan Pangkopkamtib melalui Kaskopkamtib, Laksamana Sudomo,
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 106

berdasarkan Surat Keputusan Pangkopkamtib Nomor SKEP-02/KOPMKAM/1978 yang


ia tanda tangani, mengumumkan mengenai Pembekuan Kegiatan Dema
Universitas/Perguruan Tinggi/Institut. Gerakan penolakan pencalonan Soeharto dan
keluarnya Ikrar Mahasiswa membuat gerakan mahasiswa semakin jelas posisinya
sebagai pihak yang bersebrangan (oposisional) dengan pribadi Presiden Soeharto.
Penilaian resmi yang menyatakan gerakan mahasiswa sebagai bagian dari “gejolak
politk”, bukan gerakan moral atau kontrol sosial, tidak terlepas dari pandangan
pemerintah sendiri yang menempatkan mahasiswa sebagai kekuatan politik potensial.
Dan sebulan setelah pengangkatan Daoed Joesoef sebagai Menteri P dan K
mengeluarkan SK 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus.

 PROTES NKK/BKK

Pada Februari 1980, sekitar 600 mahasiswa dari 41 perguruan tinggi berkumpul di
Gedung DPR RI untuk melanjutkan aksi penolakan NKK/BKK. Sepanjang
diberlakukannya NKK/BKK sampai pemberlakuan SK 0457/U/1990 tentang Pedoman
umum Organisasi Kemahasiswaan yang secara de jure menyatakan NKK/BKK tidak
berlaku lagi, akan tetapi mahasiswa tetap melakukan protes.

D. GERAKAN INTRA KAMPUS ERA KAMPUS 1990-an


a. FENOMENA SMPT DAN PENOLAKAN MAHASISWA
Lembaga SMPT cukup berhasil mengangkat persoalan-persoalan masyarakat ke
permukaan, antara lain, kasus penggusuran, warga Plumpang dan Tanah Merah di
Jakarta serta desakan penghapusan Sayembara Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Akan
tetapi, Akibat tidak berfungsinya SMPT, maka mulai akhir tahun 1994 isu Dema
kembali memunculkan, misalnya, Dema UGM lahir menyusul kegagalan dalam
Kongres Mahasiswa UGM ke-IV tahun 1994.
b. EPISODE JATUHNYA SOEHARTO
Pemilu bulan Juni 1997 tidak banyak perubahan, karena Golongan Karya
menang lagi. Aksi Massa pertama mahasiswa UI guna menyatakan keprihatinan
terhadap krisis dilakukan hari Kamis, 19 Februari 1998, dipelataran parkir Fakultas
Sastra UI. Pertemuan SM-UI yang berlangsung pada 5 Maret 1998 menilai bahwa
kinerja Soeharto tidak maksimal. Sidang Umum MPR 1998, seperti sudah di duga
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 107

kembali memilih soeharto sebagai Presiden RI utuk ketujuh kalinya. Pengumuman


susunan kabinet Soeharto disikapi SM-UI dengan membentuk Komisi Penilai Kinerja
Kabinet Pembangunan VII (KPKKP) (Bergerak, 1998) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm
387).

c. PENGELOMPOKAN DIKALANGAN MAHASISWA


Pengelompokkan di kalangan mahasiswa Jakarta makin mengkristal dengan
terbentuknya Forum Komunikasi Mahasiswa PTN-PTS se-Jakarta (Forum Kota/Forkat)
dan aktifnya kembali FKSMJ. Termotivasi oleh keberadaan kelompok-kelompok garis
keras itu, kelompok Rohis melahirkan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) dengan melibatkan seluruh jaringan yang sudah mereka bangun sejak akhir
tahun 1980-an, termasuk alumni (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 389). KAMMI
menjadi kelompok aksi mahasiswa pertama yang secara resmi mengusung wacana
ideologis. Karena, berbeda dengan kelompok mahasiswa lain yang menggunakan
kampus sebagai arena aksi, KAMMI langsung menggunakan mesjid sebagai basis
perjuangan.

d. SOEHARTO JATUH MAHASISWA GAGAP


Pengunduran diri Soeharto langsung mendiamkan gejolak masyarakat Indonesia
ternyata berpengaruh terhadap perpecahan di kalangan kelompok mahasiswa. Masing-
masing kesatuan aksi yang belum sempat menyatukan visi kemudian larut dengan
kegembiraan dan lupa akan perbedaan yang dimiliki masing-masing kelompok.
Sebagian di antara mereka juga sempat berpesta dengan kemudahan mendapatkan uang
dengan mengatasnamakan reformasi. Banyaknya uang yang didapat itu terutama dengan
menggunakan modus operandi “menekan” para pejabat atau pengusaha yang diduga
terlibat korupsi, kolusi, atau nepotisme di masa Soeharto. Tidak heran kalau kemudian
banyak ditemui aktivis mahasiswa “kacangan” tanpa visi yang jelas, dengan mudah
memiliki handphone dan kendaraan pribadi, justru ditengah makin memuncaknya krisis.
Kenyataan itu berarti adalah bahwa reformasi justru digerogoti oleh mentalitas negatif
di kalangan mahasiswa sendiri.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 108

3.15 ISLAM PADA MASA ORDE BARU (1966-1998)

Kedudukan Islam di masa Orde Baru pada awalnya sangat memprihatinkan.


Terlebih, Islam dalam kaitannya dalam bidang politik. Islam Politik selalu dihambat dan
partai-partai Islam dikebiri, dilebur, dalam satu partai hasil rekayasa penguasa. Islam
politik diperlakukan sebagai kelompok “ekstrem kanan” yang dianggap sebagai
ancaman bagi negara. Barulah pada periode 1985-1998 hubungan mesra terjalin antara
kelompok Islam dan pemerintah karena masing-masing pihak saling memerlukan.
A. PEMERINTAHAN ORDE BARU
Orde Baru adalah sebuah tatanan kehidupan baru yang hendak melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Selama lebih dari 32 tahun pada
masa Orde Baru, telah terjadi pola hubungan Islam Politik, khususnya dari kalangan
Islam modernis dengan pemerintahan yang mendapat dukungan penuh kalangan militer
(ABRI).
B. POLITIK DAN PEMERINTAHAN ORDE BARU
Politik Orde Baru berorientasi kepada modernisasi politik dengan memegang
teguh pada ideologi pembangunan. Setelah itu pemerintahan Orde Baru melakukan
deideologisasi aliran politik atau tertib sosial, serta pembangunan ekonomi dengan
penuh optimis. Soedjatmoko memandang bahwa untuk memahami perilaku dan
perkembangan politik dilihat dari dua aliran utama tradisi kebudayaan yang menjadi
akar-akarnya yakni Jawa dan Islam; serta penemuan dan pergumulannya dengan aliran
ideologi–ideologi modern lainnya, seperti nasionalisme, sosialisme, intenasionalisme,
dan demokrasi.
C. PERIODE 1966-1977: KONSOLIDASI DUA KEKUATAN
Setelah pembersihan anasir-anasir komunis di kalangan organisasi dan
masyarakat berhasil dilaksanakan, umat Islam menuntut konsesi agar pemerintah
membebaskan beberapa pemimpin Masyumi yang ditahan pada masa Orde Lama
semasa rezim Soekarno. Tidak lama kemudian, berlangsung pertemuan pada 15
Agustus 1966 di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut
berkembang suatu kritik terselubung kepada pemerintah dari tokoh-tokoh Islam,
khususnya dari orang-orang masyumi. Mereka menutut rehabilitasi terhadap partai
Islam dengan mengizinkan umat Islam mulai kecewa terhadap pemerintah Soeharto.
Pihak pemerintah memandang bahwa rehabilitasi terhadap Partai Masyumi akan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 109

mendorong pertentangan dan akan berulang kembali terganggunya pembangunan


nasional (B.J. Boland, 1982) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 404).

D. PERIODE 1977-1985: FRAGMENTASI DAN REFORMULASI


Kebijakan Orde Baru terhadap umat Islam memperlihatkan sifat mendua.
Toleransi hanya diberikan kepada umat muslim yang tidak mengembangkan aspirasi
politik dan upaya sistematis dengan melakukan penyingkiran orang-orang masyumi
yang merupakan “kaum modernis” atau “reformis islam”.

 PENGEBIRIAN PARTAI-PARTAI ISLAM


Kebijakan Orde Baru terhadap umat Islam memperlihakan sifat mendua.
Toleransi hanya diberikan kepada umat muslim yang tidak mengembangkan aspirasi
politik dan upaya sistematis dengan melakukan penyingkiran orang-orang Masyumi
yang merupakan “kaum modernis” atau “reformis Islam”. Pemerintah menginzinkan
berdirinya Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) sebagai wadah politik bagi kalangan
“Islam modernis”, tetapi dengan syarat tidak ada seorang pun mantan pemimpin
Masyumi yang memegang peranan penting dalam Parmusi.

 SATU ASAS BAGI PARTAI POLITIK DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN


Diawali dengan pidato kenegaraan Presiden Soeharto di depan Sidang Paripurna
DPR pada 16 Agustus 1983, maka dikeluarkanlah undang-undang partai politik dan
keormasan yang memberlakukan satu-satunya asas, yakni Pancasila dalam organisasi
tersebut (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 408).

 MARJINALISASI PERAN POLITIK UMAT ISLAM


Implikasi plitik yang dialami kelompok Islam dalma pemerintahan Orde baru
pacapenumpasan PKI 1967-1968 sampai pertengahan 1980-an adalah pendekatan
hegemoni yang represif, security approach dan “politik belah bambui”. Penguasa Orde
Baru memperlakukan Islam opolitik sebagai kelompok “ekstrem kanan”, pelengkap dari
sebutan “ekstrem kiri” untuk kelompok komunis. Kedua kelompok ini di posisikan
sebagai “ancaman” bagi negara dan keberadaan ideologi Pancasila. Kalangan aktivis
dan cendekiawan muda Islam mendorong kelompok Islam terpelajar utnuk selalu
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 110

berupaya mencari jalan keluar dalam mengubah kondisi sosial yang terasa bertentangan
dengan ajaran Islam.

 KELAHIRAN KELOMPOK PEMBARU DAN KEBERUNTUNGAN PENGUASA


Kelompok Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam, lebih dikenal dengan neo-
modernisme, lahir dari ketegangan baru, bahkan dalam konflik antarumat Islam sendiri.
Hal yang dicita-citakan Cak Nur tentang pendesakralisasian Islam dalam konteks politik
memiliki manfaat yang sama bagi kepentingan mesin politik Orde Baru yang ingin
mempreteli kekuatan Islam melalui deideologisasi Islam dan partai Islam. Hal penting
dan menarik dalam perspektif umat Islam di era Orde Baru adalah keinginan kelas
menengah santri agar anaknya dapat meraih pendidikan sebaik mungkin, tidak terbatas
pada kajian agama.

E. PERIODE 1985-1998: POLA INTEGRASI SIMBIOSIS


Pola Periode 1985-1998, pola hubungan pemerintah dengan umat Islam ditandai
dengan pergeseran dari sifat hegemoni ke arah saling mendekat karena saling
memerlukan. Terbentuknya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), sistim
perbankan Islam yang dikenal dengan Bank Muamalat, dan diizinkannya penggunaan
busana muslim di sekolah, merupakan salah satu bentuk empati dan simpati dari politik
Soeharto kepada kelompok politik Islam.
Faktor eksternal lainnya yang menggoncang keseimibangan kekuatan politik
Orde Baru, yakni tekanan dunia internasional yang bertubi-tubi tehadap kebijakan
politik Soeharto. Tekanan politik internasional dan kekacauan ekonomi yang melanda di
paruh kedua 1990-an, mendorong revitalisasi Islam dan Orde Baru saling berintegrasi
serta simbiosis.

3.16 HAJI PADA MASA ORDE BARU

Babak baru perjalanan haji masa Orde Baru diawali pada tahun 1950 dengan
diadakannya pengaturan perjalanan haji oleh pemerintah Indonesia, yakni oleh
Kementriaan Agama. Namun pengaturan atau manajemen haji sering berganti dari
tahun ke tahun. Oleh karena itu demi pelayanan kepada jemaah haji yang lebih baik,
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 111

sejak tahun 1970 pemerintah Indonesia mulai mengatur manajemen haji secara lebih
mantap dan konsisten.

A. HAJI SEBELUM ORDE BARU


Kurun waktu 1945-1949 merupakan masa transisi dengan situasi yang tidak
kondusif untuk perjalanan haji karena adanya peperangan dalam negeri melawan
Belanda yang dibantu oleh tentara sekutu. Walaupun situasi demikian, setelah terhenti
selama 6 tahun (Dingemans), pada 1946, perjalanan haji dimulai kembali dengan
berangkatnya 70 orang jemaah haji, dan pada tahun-tahun berikutnya jumlah jemaah
haji meningkat dengan tajam.
Pada masa perang mempertahankan kemerdekaan, Majelis Syuro Muslimin
(Masyumi) mengeluarkan fatwa yang isinya mengharamkan umat Islam Indonesia
meninggalkan tanah air pada masa perang melawan musuh negara dan agama. Karena,
dalam situasi sepeti itu tidak diwajibkan umat Islam Indonesia mengerjakan haji yang
berlaku fardu áin untuk berjihad melawan penjajah bangsa dan agama (Mursyidi Mr dan
Harahap, 1984) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 424). Namun umat Islam Indonesia
tetap bertekad untuk melaksanakan haji yang sangat riskan itu. meninggalkan tanah air
pada masa perang melawan musuh negara dan agama. Tahun 1950 merupakan awal dari
babak baru perjalanan haji Indonesia, saat perjalanan haji mulai di atur oleh pemerintah
Indonesia, dalam hal ini Kementrian Agama.

B. KEBIJAKAN PERHAJIAN MASA ORDE BARU


Kebangkitan kehidupan keagamaan sesudah pemberontakan G-30-S 1965,
mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah baru. Dengan Keputusan
Presiden Nomor 22 Tahun 1969, presiden RI langsung menetapkan bahwa keseluruhan
penyelenggaraan haji dilaksanakan oleh pemerintah. Dengan Instruksi Presiden Nomor
6 Tahun 1969 ditetapkan tugas-tugas pemeritnah dalam pelaksanaan haji itu, mulai dari
pendaftaran sampai dengan kembali dari perjalanan haji (Ibid) (Abdullah dan Lapian
(ed), hlm 428).

C. PROFIL JEMAAH HAJI


I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 112

Sistem kuota, undian, dan haji berdikari dihapuskan sejak 1970 sehingga setiap
calon haji mempunyai kesempatan untuk mendaftar dan berangkat menunaikan ibadah
haji pada tahun yang sama. Kebijakan itu mempengaruhi peningkatan jumlah jemaah
haji setiap tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah jemaah haji pada masa
ini. Pertama, kondisi perekonomian Indonesia yang makin membaik. Kedua,
peningkatan kesadaran beragama di kalangan masyarakat. Ketiga, daya tarik masih
merupakan faktor utama bagi seorang muslim untuk melaksanakan ibadah haji.
Selain pertambahan jumlah, latar belakang pekerjaan dan profesi jemaah haji
sesudah tahun 1970 mulai bervariasi jika dibandingkan jemaah haji masa kolonial. Pada
umumnya kelompok profesi, selebriti, dan pejabat memilih menunaikan haji yang
diselenggarakan oleh Penyelenggaran Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang mendapat
izin untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus yang pernah populer dengan Ongkos
Naik Haji (ONH) Plus.

D. TRANSPORTASI JEMAAH HAJI


Pada 1977, tahun terakhir pengangkutan haji dengan kapal laut, biaya perjalanan
haji sebesar Rp905.000,- sedangkan dengan kapal terbang Rp816.000,-. Mungkin
karena itu animo calon haji untuk menggunakan kapal laut makin berkurang. Selain
lebih mahal perjalanan dengan kapal laut lebih lama dan sulit. Jemaah haji dengan kapal
terbang sebelum berangkat terlebih masuk asrama haji dipelabuhan embarkasi sekaligus
sebagai masa karantina jika terdapat penyakit endemi atau epidemi di Indonesia seperti
yang terjadi tahun 1971 (Ibid) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 433).

E. BERBAGAI MASALAH DI HIJAZ


Selama di hjaz, jamaah kerap menemui beberapa masalah, antara lain, kesehatan,
kehilangan uang, Kehilangan barang bawaan, keinginan menetap di Hijaz, serta harus
mengikuti pemilihan umum di Mekah saat melaksanakan haji.

F. BEBERAPA MUSIBAH
Selama tiga dekade tekahir (1970-2004), jemaah haji telah mengalami berbagai
musibah besar antara lain peristiwa jatuhnya pesawat Martin Air DC.8.55F, peristiwa
terowongan Mina, serta peristiwa jumrah yang yang terjadi pada 1994 dan 2004.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 113

G. MANAJEMEN HAJI
Manajemen haji adalah salah satu aspek penting dalam perejalanan haji. Dalam
sejarah perjalanan haji Indonesia, manajemen haji selalu mengalami perubahan, seiring
dengan berkembangnya berbagai situasi yang melingkupi perjalanan haji itu sendiri.
 MANAJEMEN HAJI DI TANAH AIR
Untuk pengurusan perjalanan haji, Kementriaan Agama pada 1950 membentuk
Bagian Urusan Haji, sedangkan untuk pengurusan daerah diserahkan kepada panitia
khusus yang terdiri atas bupati, penghulu, kepala kantor agama kabupaten, dan cabang
PHI setempat (Kementrian Agama, 1950) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 437).
Perubahan manajemen haji terjadi secara terarah sejak mulai disusunnya pembangunan
nasional dalam bentuk Repelita pada 1969/1970, yaitu ketika perjalanan haji menajadi
bagian dari pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor
17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah haji dinyatakan bahwa penyelenggara
Ibadah Haji dinyatakan adalah pemerintah dan/atau masyarakat.

 MANAJEMEN HAJI DI HIJAZ


Di Arab Saudi, pemerintah menata organisasi syekh yang sangat berperan dalam
membantu jemaah haji dengan membentuk Muassasah Thawwafah, suatu asosiasi para
syekh. Jemaah haji Indonesia dilayani oleh Muasasah Asia Tenggara. Muasasah di
Mekah menyediakan pelayanan akomodasi di Mekah dan Masyair (Mina, Arafah, dan
Muzdalifah), mengontrol kebutuhan mereka, dan memperlancar rangkaian ibadah
mereka sejak tiba di Tanah Suci hingga kembali ke tanah air (Abdullah dan Lapian (ed),
hlm 443).

H. PPIU DAN KBIH


Dalam UU haji Tahun 1999, penyelenggaraan haji swasta disebut
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Selain menyelenggarakan ibadah
umrah, PPIU dapat menyelenggarakan ibadah haji bagi jemaah haji yang memerlukan
pelayanan khusus di bidang bimbingan ibadah, transportasi, akomodasi, konsumsi,dan
pelayanan kesehatan. Meskipun PPIU menyelengggarakan perjalanan ibadah haji
tersendiri, mereka selalu melakukan koordinasi dengan Departemen Agama dan konjrm
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 114

RI di Jiddah. Pemerintah juga menertibkan mereka dalam Kelompok Bimbingan Ibadah


Haji (KBIH). Untuk melaksanakan kegiatannya, KBIH harus berbadan hukum dan
mendapatkan izin dari Kepala Kantor Departemen Agama Setempat (Keputusan
Menteri Agama, 2002) (Abdullah dan Lapian (ed), hlm 446).

3.17 PERAN KELOMPOK ETNIK TIONGHOA DAN KEBIJAKAN


NEGARA
Kelompok etnik Tionghoa yang berada di Indonesia merupakan kelompok minoritas,
dan kelompok ini dibagi menjadi dua kategori. Yaitu, kelompok peranakan yang berbahasa
Indonesia dan kelompok yang berbahasa Tionghoa. Kelompok etnik ini dikategorikan sebagai
kelompok nonpribumi, karena dari segi ras dan keturunan mereka tidak ada sangkut pautnya
dengan keturunan pribumi.
Peran kelompok etnik Tionghoa di Indonesia dapat dikatakan sangat penting, khususnya
dalam bidang ekonomi dan politik. Kebangkrutan Vereenidge Oost Indische Compagnie (VOC)
membuat pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan dan menjalankan kebijakan yang sama.
VOC pun membagi penduduk Hindia-Belanda menjadi empat kategori, yaitu: Orang Eropa,
kalangan yang disamakan dengan orang Eropa, orang Pribumi, dan kalangan yang disamakan
dengan orang Pribumi. Orang Tionghoa sendiri berada pada kategori keempat, yaitu kalangan
yang disamakan dengan orang Pribumi.
Pada 1907, pemerintahan Belanda melaksanakan sistem status berdasarkan ras. Pertama
adalah orang Eropa (Belanda), kedua adalah orang Pribumi, dan Timur-Asing (Vreemde
Oosterlingen). Dan etnik Tiongkok masih berada pada kasta terakhir bersama etnis Arab dan
India, kecuali kalangan etnik Tiongkok, Arab, dan India yang lahir dan menetap di Hindia-
Belanda. Maka, kalangan tersebut termasuk pada kalangan kedua atau menengah.
Setelah Indonesia merdeka, konsep maupun sistem strata sepenuhnya diduduki oleh
orang Indonesia sebagai pemuncak kasta. Sedangkan, mereka yang termasuk kalangan asing
menduduki kasta terbawah. Namun, banyak peraturan kolonial Belanda yang tetap berlaku.
Bahkan, peraturan baru yang muncul berkenaan dengan kelompok etnik Tionghoa yang dibuat
oleh pemerintah Indonesia masih merupakan peraturan pada era kolonial Belanda. (Abdullah
dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 452)
I. Negara Indonesia Merdeka dan Minoritas Tionghoa
Merdekanya negara Indonesia membuat pemerintahan negara memunculkan kebijakan
yang baru, termasuk mengenai minoritas etnis Tionghoa. Dalam masa kolonial Belanda,
Belanda ingin memajemukan masyarakat dan memisahkan etnik Tionghoa. Namun, setelah
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 115

merderkanya Indonesia, seluruh etnik yang bermukim akan diarahkan pada segi integrasi dan
asimilasi karena adanya realitas yang kompleks.
Pada masa Demokrasi Parlementer (1949-1958), sistem politik di Indonesia tergolong
demokratis dengan banyaknya partai politik yang berkuasa dan pandangan terhadap etnik
Tionghoa tidak terlalu ekstrem. Berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965),
pemerintah Indonesia dibawah suara Soekarno lebih menjalankan sistem yang cenderung
diskriminatif, namun politik asimilasi belum menjadi dasar kebijakan negara. Berakhirnya masa
Soekarno membuat Soeharto dengan era Orde Baru mengototkan gerakan yang cenderung
diskriminatif dan asimilatif terhadap etnis Tionghoa dan kebijakan ini dimulai saat Seminar
Angkatan Darat II (25-31 Agustus 1966) di Bandung digelar. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
Hlm. 453)
II. Kebijakan Politik
Sebelum era Perang Dunia II, orang Tionghoa sebetulnya sudah terlibat dalam
percaturan politik Indonesia. Elit peranakan Tionghoa terbagi sesuai oriantasi mereka masing-
masing. Ada yang bertolak ke Tiongkok (Kelompok Sin Po), ada pula yang berorientasi ke
Belanda (Chung Hwa Hui) dan ada juga yang bertolak ke Indonesia (Partai Tionghoa Indonesia).
Berbeda setelah Indonesia merdeka (Era Soekarno), terdapat dua organisasi sosio-
politik yaitu: Baperki (Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia) dan Qiao Zong.
Baperki didirikan pada tahun 1954, pada intinya tujuan mereka cenderung pada
integrasi berpolitik dan menyatakan bahwa rakyat Indonesia semuanya sama tanpa memandang
ras. Baperki cukup terkenal dengan istilah politik kiri yang bertujuan mendekati Soekarno untuk
menjamin perlindungan terhadap Baperki, dan Baperki sendiri mengalami masa kemunduran
setelah peristiwa G-30-S/PKI. Sedangkan, Qiao Zong yang dikuasai oleh orang yang bukan
peranakan Tionghoa, terutama mereka yang berstatus Warga Negara Asing (WNA), karena
pergerakannya yang kurang jelas mengakibatkan organisasi ini tidak diketahui kelanjutannya.
Dalam kiprah bangsa Indonesia, sudah dapat dihitung jumlah etnik Tionghoa yang
terlibat dalam kabinet kepresidenan yang berjumlah enam orang denga periode yang berbeda-
beda. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 456)
III. Kebijaksanaan Kebudayaan dan Pendidikan
Sebelum tahun 1958, sekolah Tionghoa berjumlah 2000 sekolah yang terdiri dari
sekolah yang pro-Taipei dan pro-Beijing. Pada tahun 1957, pemerintah Indonesia telah
mengumumkan peraturan untuk tidak bersekolah di sekolah Tionghoa. Lalu, peraturan ini
mengakibatkan sekolah Tionghoa yang sekitar 1.100 sekolah diubah menjadi sekolah bahasa
Indonesia.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 116

Pada tahun 1958, kampanye anti-Guomindang muncul di Indonesia karena menganggap


pemerintah Taipei terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Sehingga semua sekolah
Tionghoa yang bersangkut paut dengan Taipei harus ditutup. Peristiwa G-30-S/PKI pun
mengakibatkan sekolah Tionghoa yang pro-Beijing ditutup, karena adanya pandangan Beijing
ikut terlibat dalam peristiwa naas tersebut.
Semenjak era Orde Baru, semua anak Tionghoa hanya dapat belajar di sekolah
Indonesia, sehingga penguasaan bahasa Tionghoa terhadap anak-anak dirasa sukar mengingat
sekolah Tionghoa yang kiprahnya berakhir saat G-30-S/PKI terjadi.
Pada intinya, usaha untuk dapat mengasimilasikan orang Tionghoa tercermin dalam
kebijaksanaan tentang pendidikan, bahasa, dan nama Tionghoa. (Abdullah dan Lapian (ed),
2012: Hlm. 458)
IV. Kebijakan Tentang Agama Minoritas
Kebijakan bangsa Indonesia yang menyatakan penduduknya bebas beragama telah
memungkinkan minoritas Tionghoa mempertahankan identitas etniknya melalui agama mereka.
Seperti yang diketahui seluruh masyarakat Indonesia, Indonesia sendiri adalah negara yang
berpegang pada prinsip kemajemukan. Majemuk di sini dalam arti berbagai aspek, termasuk
aspek agama pun merupakan salah satu aspek kuat yang dapat mempertahankan kemajemukan
Indonesia dimata dunia.
Sejalan dengan datangnya etnis Tionghoa ke Indonesia, pasti diikuti dengan datangnya
kepercayaan yang dibawa oleh mereka yaitu agama Kong Hu Cu. Dan hampir selama 80 tahun,
agama ini dapat menjadi agama yang dapat dikatakan terorganisir keberadaannya, karena 0,8%
penduduk Indonesia beragama Kong Hu Cu.
Pada tahun 1979, sempat terjadi polemik atau problem yang dikatakan cukup
mencengangkan. Agama Kong Hu Cu dinyatakan sebagai agama yang tidak resmi.
Meskipun Kong Hu Cu memang tidak lagi diakui sejak tahun 1979, agama tersebut
tidak dilarang. Orang Tionghoa masih bisa memeluk agama tersebut walapun tidak dapat
mengadakan perayaan secara terbuka. Namun, lengsernya Soeharto membuat agama ini diakui,
tetapi secara praktik dan hukum masih dikatakan belum jelas. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
Hlm. 459)
V. Kebijakan Ekonomi
Tionghoa memiliki kedudukan yang kuat dalam bidang ekonomi, dan kuatnya mereka
dapat tergamblangkan dengan perkembangan sejarah dan politik kolonialis Belanda. Setelah
Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia menjalankan berbagai kebijakan guna melemahkan
ekonomi orang Tionghoa dan membantu menyejahterakan ekonomi orang Pribumi.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 117

Sistem Banteng, Perpres No. 10 Tahun 1959, bahkan “Ali Baba” sudah disokong oleh
pemerintah Indonesia guna menjalankan tujuannya melemahkan ekonomi orang Tionghoa.
Terdapat lagi sistem Cukong, dan sistem ini sama sekali tidak menguntungkan pada pribumi.
Tentunya program atau sistem yang diusung hanyalah usaha semata, mengingat ekonomi dan
bisnis orang Tionghoa memang terbilang kuat.
Pada masa Soekarno sitem yang lebih utama yaitu, menjalankan berdikari dan
melalaikan perkembangan ekonomi. Sedangkan pemerintahan Soeharto memusatkan perhatian
pada perkembangan ekonomi yang sering disebut pembangunan sebagai cara melegitimasikan
rezim Orba. Pintu Indonesia yang dibuka lebar dan penanaman modal asing digalakkan.
Kelompok etnik Tionghoa, baik WNI atau asing, dikerahkan untuk menyukseskan program
ekonomi Orba.
Secara bertahap, sistem ini membuat ekonomi Pribumi berkembang dan ekonomi
Tionghoa lebih memuncak. Bahkan, melampaui batas negara Indonesia dan berkecimpung di
area Internasional. Meskipun demikian, tidak dapat disanggah bahwa kedudukan ekonomi
nonpribumi menguat pada Orde Baru, terutama dalam bidang perdagangan, yang dalam
persentase dikatakan hampir 70% dikuasai oleh pedagang Tionghoa. (Abdullah dan Lapian (ed),
2012: Hlm. 461)
VI. Era Pasca-Soeharto
Berbeda dengan Soeharto, Habibie rupanya ingin mengikutsertakan etnik Tionghoa
dalam bidang politik. Dalam bidang hukum dan budaya yang berkaitan dengan etnik Tionghoa,
pemerintah Habibie juga menjanjikan reformasi.
Berbeda dengan ketiga bidang tersebut, Habibie juga dianggap kurang simpatik
terhadap orang Tionghoa di bidang ekonomi. Dan beliau juga beranggapan bahwa ekonomi
Indonesia tidak boleh dikuasai oleh satu kalangan, yakni Tionghoa.
Berbeda dengan Habibie, Abdurrahman Wahid atau kerap disapa Gus Dur lebih
menaruh simpati terhadap kaum minoritas dan beliau juga yang menghapuskan Inpres
No.14/1967 yang melarang etnik Tionghoa melaksanakan adat istiadatnya secara publik.
Megawati Soekarno Putri atau disapa Ibu Mega, dianggap menaruh simpati terhadap
kalangan minoritas Tionghoa. Pada 1999 PDI mendapat suara dan dukungan besar dari etnik
Tionghoa ini, lalu pada 2002 beliau mengumumkan bahwa Tahun Baru Imlek menjadi hari libur
nasional.
Minoritas Tionghoa di Indonesia sering dianggap sebagai kelompok yang homogen,
padahal mereka kelompok yang heterogen. Namun, sebagai minoritas, orang Tionghoa di
Indonesia terbilang masih kentara. Secara kebudayaan, peranakan Tionghoa yang bukan totok
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 118

telah terbaur, tetapi mereka masih tidak diterima sebagai bagian dari bangsa Indonesia secara
penuh. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 463)

VII. Berbagai Identitas Sebelum Perang Dunia II


a. Identitas Nasional Tionghoa: Kelompok Sin Po
Nama Sin Po sendiri adalah nama surat kabar besar yang dikelola oleh Tionghoa
peranakan, didirikan pada 1910 di Jakarta, tetapi pengaruhnya sebagai kekuatan politi baru
meluas setelah 1918. Tokoh terkemuka kelompok Sin Po adalah pemimpin redaksi dan direktur
surat kabar, Tjoe Bou San.
Bagi para pendukung surat kabar ini, negara Cina adalah pelindung bagi semua
Tionghoa perantauan. Peristiwa yang membuktikan bahwa Sin Po benar-benar berdiri tegak
pada barisan gerakan berbasis Nasionalis Tionghoa perantauan adalah kampanye melawan
Undang-Undang Kolonial Belanda 1919.
Kepentingan Tionghoa berbeda dari kepentingan golongan lain. Tjoe menyalahkan
politik separatis Belanda seperti peraturan tinggal di kawasan tertentu dan sistem pas jalan yang
mengakibatkan terpisahnya Tiongoa dari golongan lainnya. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
Hlm. 467)
b. Identitas Kelompok Etnik Tionghoa: Kelompok Chung Hwa Hui (CHH)
Berawal dari perkembangan kaum elite berpendidikan Belanda pada 1920-an, kaum
elite itu ternyata berhasil mengumpulkan suara etnik Tionghoa untuk menyelenggarakan
kongres yang akhirnya melahirkan partai politik peranakan yang pertama, yaitu Chung Hwa Hui
(CHH) yang dipimpin oleh H.H. Kan bersama Phoa Liong Gie dan diibentuk resmi pada 1928.
Pada intinya partai ini berdiri dengan tujuan yang netral, dalam artian netral untuk tidak
berpihak pada negara yang berkuasa. Baik Indonesia atau Belanda akan selalu dibantu oleh
CHH. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 469)
c. Identitas Nasional Indonesia: Partai Tionghoa Indonesia
Partai Tionghoa Indonesia adalah sebuah partai politik di Indonesia yang didirikan pada
tanggal 25 September 1932 oleh Liem Koen Hian. Partai ini dikatakan identitas nasional
Indonesia karena partai ini berkiblat ke Indonesia saja, tidak pada Cina bahkan pada Belanda.
Bahkan hasil tulis yang kerap dijadikan referensi ataupun sumber gagasan yaitu tulisan dan
gagasan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo. Salah satu gagasan yang didukung oleh Liem adalah
gagasan mengenai perkembangan gradual yang menganggap Hindia-Belanda yang terdiri dari
semua orang yang menganggap Hindia-Belanda sebagai tanah airnya serta secara aktif ikut
membantu negara itu.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 119

Menjelang akhir 1920, Liem menganjurkan nasionalisme Indonesia di kalangan


Tionghoa peranakan. Ia mengatakan bahwa Tionghoa harus sadar untuk menjadi orang
Indonesia. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 470)
d. Identitas Ganda Di Zaman Jepang
Maret 1942, ketika Jepang menduduki Indonesia semua partai politik baik partai
Pribumi, Belanda, dan Tionghoa dilarang. Para pemimpin mereka dipenjarakan atau dilibatkan
dalam bergerak bawah tanah atau bekerja sama dengan Jepang.
Partai politik peranakan Tionghoa, baim PTI, CHH, sebagian anggotanya diangkat
menjadi anggota Dotkuritsu Junbi Cosakai/Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
digagas Soekarno dan Hatta.
Dalam subbag ini, ganda di sini diartikan sebagai lebih dari satu. Dan lebih dari satu
disini, yaitu identitas yang dipegang oleh etnik Tiongkok yang terlibat dalam partai politik
peranakan.
Tokoh-tokohnya yaitu, Liem Koen Hian, Oei Tjong Hauw, Oei Tiang Tjoei, Hua Ch’iao Tsung-
Hui, dan Tang Eng Hoa yang terlibat BPUPKI dan PPKI. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
Hlm. 472)
VIII. Identitas Kelompok Etnik Tionghoa Sesudah Perang Dunia II: Persatuan Tionghoa (PT)
Persatuan Tionghoa (PT) didirikan pada 23 Mei 1948 di daerah-daerah yang diduduki
Belanda. Pendirinya terdiri dari kaum pangusaha, ahli hukum, dan cendikiawan. Tokoh yang
paling menonjol adalah bekas pemimpin CHH yaitu Thio Thiam Tjong.
PT berpandangan bahwa berdirinya RIS merupakan hal yang tidak dapat dielakkan dan
orang Tionghoa yang teralhir di Indonesia harus menjadi warga negara baru itu karena mereka
akan tinggal dan mencari nafkah di negara baru itu. PT ingin meyakinkan bahwa negara baru
tersebut memberikan hal dan kewajiban yang sama kepada kelompok minoritas Tionghoa.
Kemajuan PT sejak pertama kali dibentuk yaitu, torehan anggota yang sangat pesat
mencapai 10.000 orang dengan lebih dari 27 cabang dalam kurun waktu kurang dari dua tahun.
PT berpandangan bahwa semua peraturan yang akan mengarahkan Indonesia kepada
kemerdekaan ekonomi harus diwujudkan dengan cara-cara parlementer.
Walaupun demikian, PT menyatakan bahwa menerima kewarganegaraan Indonesia
tidak berarti meninggalkan begitu saja identitas etniknya sendiri, karena dalam suatu masyarakat
yang demokratis dan modern, kaum etnik minoritas dibolehkan untuk tetap memegang
kebudayaan dan agamanya.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 120

Berakhirnya masa kolonialisme membuat PT bersuara bahwa PT setuju terhadap


selesainya masa kolonialisme dan berpendapat bahwa Irian Barat tidak boleh dipisahkan dari
RIS. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 473)

3.18 PERGUMULAN PUSAT DAN DAERAH: PERGOLAKAN DI


PAPUA
I. PEPERA 1969 DI PAPUA
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada
tahun 1969 di Papua Barat untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara
milik Belanda atau Indonesia. Pemilihan suara ini menanyakan apakah sisa populasi mau
bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka. Para wakil yang dipilih dari populasi
dengan suara bulat memilih persatuan dengan Indonesia dan hasilnya diterima oleh PBB,
meskipun validitas suara telah ditantang dalam retrospeksi. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
Hlm. 477)

a. Hasil Pepera dan Implementasinya


1 Mei 1969 merupakan tanggal integrasinya Papua kepada NKRI, yang kemudian
dikukuhkan dengan hasil pepera pada tahun yang sama. Periode ini dipandang amat sangat
penting karena gejolak jiwa masyarakat Papua akan kebebasan dari belenggu penjajahan
Belanda menemukan muaranya. Usaha ciamik Belanda digagalkan oleh keinginan Papua untuk
bersatu dengan NKRI, terutama setelah hasil Pepera disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB).
Keberhasilan perjuangan penyatuan Papua kepada Indonesia merupakan torehan
prestasi yang semakin membukukan suara kolektif bangsa, bahkan Belanda tidak tinggal diam
setelah mengetahui hal ini. J.P van Eechoud menjalankan misi khusus untuk menanamkan jiwa
nasionalisme kepada Belanda. Usaha ini memiliki konsekuensi bagi siapapun yang tidak pro
Belanda, mereka yang tidak pro Belanda akan dibuang ke luar Papua atau ditangkap, dan
dipenjara.
Sekumpulan orang Papua yang terdidik dan terdepan dalam politik, kemudian
mendirikan organisasi politik pro Indonesia yang bernama Partai Kemerdekaan Indonesia Irian
(PKII). Partai ini didirikan oleh Silas Papare, Albert Karubuy, dan Martin Indey.
Perjuangan penyatuan Papuas melalui Tri Komando Rakyat (Trikora) dan Pepera
diyakini keberhasilannya di pihak Indonesia. Trikora menjadi momentum politik penting yang
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 121

berisi peristiwa Belanda harus menandatangani perjanjian PBB atau perjanjian New York pada
15 Agustus 1962 mengenai Nugini/Nieuw Guinea. Untuk menutup malu pemerintah Belanda,
penyerahan Nieuw Guinea kepada Indonesia melalui United Nations Temporary Executive
Authory (UNTEA) pada 1 mei 1963. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 478)
b. Penyebab Kerusuhan
Pemerintah Papua belum berpihak sepenuhnya pada masyarakat dalam mengelola
potensi daerah. Bahkan, tanah Papua dipetak-petak untuk pihak asing dan orang Jakarta,
sementara masyarakat masih terikat kemiskinan. Kondisi yang semakin memburuk menguatkan
keyakinan yang telah lama dipendam dalam hati masyarakat Papua tentang harta mereka yang
berupa potensi alam telah diambil. Akibatnya, sering terjadi polemik antara pemerintahan
dengan masyarakat mengenai hak-hak di daerah itu.
Setelah dahulu Belanda dengna Import en Export Maatschappij (IMEX)nya menikmati
keuntungan di Papua, kiini para pemilik kongkomerat Djajanti Group menikmati keuntungan
luar biasa itu. Bahkan,Izaac Hindom yang merupakan mantan gubernur Irian Jaya ikut andil
dalam menikmati keuntungan ini.
Kegiatan pertambangan di Papua yang dewasa ini menarik perhatian masyarakat karena
munculnya beberapa insiden, yaitu PT Freeport Indonesia (PTFI) milik perusahaan raksasa
Amerika Serikat, Moffet McMoran.
Kerusuhan antara suku Amungme dan PTFI menimbulkan kerusuhan di daerah Timika,
Papua. Kerusuhan ini disebabkan karena PTFI yang kurang memberikan sikap penghargaan
bukan sekedar kasihan pada suku Amungme, dan suku Amungme menuntut untuk pengakuan
tanah yang ditempati PTFI. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 486)
c. Kepemimpinan, Masyarakat, Pergolakan Antara Pusat dan Daerah
a) Kepemimpinan
Kedudukan pemimpin di Papua dikategorikan menjadi empat kategori, yang pertama adalah
politik “pria berwibawa”, dan ciri sistem ini diperoleh dari kinerja dan pencapaian. Sistem ini
terdapat pada orang Dani, Asmat, Me, Meybrat, dan Muyu.
Sistem politik kedua yaitu, sistem politik kerajaan. Dan ciri utama sistem ini yaitu dari sudut
pandang pewarisan atau ascribed status.dan masyarakat penganut sistem ini meliputi kepulauan
Raja Ampat, Semenanjung Onim, Teluk MacCluer atau Teluk Berau, dan daerah Kaimana.
Sistem politik yang ketiga yaitu, sistem politik ondoafi yang berciri pewarisan dan birokrasi
tradisional, hampir sama dengan sistem politik kerajaan. Dan penganutnya yaitu orang Sentani,
Genyem (Nimboan), Teluk Humbold), Tabla, Yaona, Yakari-Skou, Arso-Waris.
Papua sendiri mengandalkan pewarisan dalam memilih pemimpin dan ini dikategorikan
sebagai kategori ketiga yaitu, sistem campuran. Kelompok orang papua pendukung sistem
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 122

kepemimpinan ini cukup banyak yaitu, penduduk Teluk Cendrawasih, seperti orang Biak, orang
Waropen, orang Yawa dan Maya.
Struktur sosial-politik tradisional orang papua dalam hal kepemimpinan itu, tampaknya
kerap dijalankan masyarakat, teteapi struktur sosial itu sendiri memiliki kelonggaran, karena
keterbukaan menerima unsur-unsur dari luar. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 489)
b) Masyarakat
Masyarakat Papua dikelompokkan dari sudut soiologi yaitu, kelompok masyarakat kota,
kelompok masyarakat pantai, dan kelompok masyarakat pedalaman. Kelompok ini selain
memiliki perbedaan dari sudut tempat tinggal, mereka memiliki perbedaan dalam sudut profesi
dan sosial—politik-pendidikan.
Selain penggolongan masyarakat Papua dari sudut sosiologi, ada pula penggolongan yang
mempertimbangkan kemajemukan budaya dan masyarakat adat yang meliputi 250 kelompok
etnik dan subetnik.
Penggolongan masyarakat Papua, baik dari sudut pandang sosiologi maupun masyarakat
adat merupakan unsur-unsur penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan
pelaksanaan program pembangunan. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 490)
c) Pergolakan antara Pusat dan Daerah
Pertentangan antara pusat dan daerah merupakan kejadian yang tidak asing lagi, dan
persoalannya adalah kurangnya pencerminan terhadap makna peristiwa yang sudah terjadi pada
masa lalu. Penyelesaian masalah terlalu menonjolkan aspek stabilitas dan mengabaikan unsur
budaya dari suku bangsa. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 491)

d. Hubungan Pusat dan Daerah


Hubungan antara pusat dan daerah di Indonesia direalisasikan dengan pemenuhan hak-
hak yang diberikan kepada daerah masing-masing atau disebut otonomi daerah.
Hubungan antara pusat dan daerah di Papua sangat dititikberatkan pada otonomi daerah
yang diberikan pusat pada daerah, khusunya pemerintah Papua, dan pengawasan yang dilakukan
pemerintah pusat bersifat preventif setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999, yakni
mengenai pengoptimalan pelayanan bagi masyarakat untuk mendapatkan rasa keadilan di
bidang ekonomi, politik, dsb. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 496)
e. Kasus Papua
Berbagai kerusuhan yang terjadi pada penghujung abad 20 lalu di Papua tidak bisa
diabaikan dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara ini. Hal ini sebagaimana diuraikan dalam
UU No. 21 Tahun 2001 bahwa pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak penduduk asli dan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 123

adanya perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua pada NKRI adalah masalah-
masalah yang perlu diselesaikan.
Hal yang melatarbelakangi semua ini dititik beratkan pada ketidakberhasilannya
pembangunan di Papua, dan hal tersebut dituangkan dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Propinsi Papua.
Pemekaran Papua menjadi tiga propinsi oleh pemerintah, didasarkan pada keinginan
masyarakat Papua sendiri. Tetapi, hal ini masih diragukan keasliannya.
Dan kerusuhan yang terjadi pada tahun 2000, disebabkan oleh pengabaian hak-hak adat
masyarakat dan kurangnya penghargaan terhadap orang Papua serta pelanggaran HAM yang
dilakukan aparat pemerintah dan pihak keamanan. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 496)

3.19 PERGUMULAN PUSAT DAN DAERAH: PERIFERAL


GERAKAN ACEH MERDEKA (GAM)
I. GERAKAN ACEH MERDEKA (GAM)
Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah sebuah organisasi separatis yang memiliki
tujuan supaya Aceh lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah
RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan
menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh
Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Dr. Hasan Muhammad Di
Tiro selama hampir tiga dekade bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia. Pada
tanggal 2 Juni 2010, ia memperoleh status kewarganegaraan Indonesia, tepat sehari sebelum ia
meninggal dunia di Banda Aceh.
GAM lahir karena kegagalan gerakan Darul Islam pada masa sebelumnya. Darul Islam
muncul sebagai reaksi atas ketidak berpihakan Jakarta terhadap gagasan formalisasi Islam di
Indonesia. Darul Islam adalah sebuah gerakan perlawanan dengan ideologi Islam yang terbuka.
Bagi Darul Islam, dasar dari perlawanan adalah Islam, sehingga tidak ada sentimen terhadap
bangsa-bangsa lain, bahkan ideologi Islam adalah sebagai perekat dari perbedaan yang ada.
Gagasan ini juga berkembang dalam gerakan Darul Islam di Aceh.
Akan tetapi, paska berhentinya perlawanan Darul Islam di Aceh, keinginan Aceh untuk
melakukan Islamisasi di Indonesia menjadi lebih sempit hanya kepada Aceh. Perubahan ini
terjadi disebabkan karena kegagalan Darul Islam diseluruh Indonesia, sehingga memaksa orang
Aceh lebih realistis untuk mewujudkan cita-cita. Yang menjadi menarik adalah GAM yang
melanjutkan tradisi perlawanan Aceh, ternyata tidak melanjutkan ideologi Islam yang terlebih
dahulu digunakan oleh Darul Islam. Sebagaimana yang disebutkan bahwa GAM lebih memilih
nasionalisme Aceh sebagai isu populisnya.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 124

Hal yang mempengaruhi munculnya GAM berikutnya adalah faktor ekonomi, yang
berwujud ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi antara pusat dengan daerah. Pemerintahan
sentralistik Orde Baru menimbulkan kekecewaan berat terutama di kalangan elite Aceh. Pada
era Soeharto, Aceh menerima 1% dari anggaran pendapatan nasional, padahal Aceh memiliki
kontribusi 14% dari GDP Nasional. Terlalu banyak pemotongan yang dilakukan pusat yang
menggarap hasil produksi dari Aceh. Sebagian besar hasil kekayaan Aceh dilahap oleh penentu
kebijakan di Jakarta. Meningkatnya tingkat produksi minyak bumi yang dihasilkan Aceh pada
1970-an dan 1980-an dengan nilai 1,3 miliar US Dolar tidak memperbaiki kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Aceh.
Kemunculan GAM pada masa awalnya langsung mendapat respon oleh pemerintah Orde
Baru dengan melakukan operasi militer yang represif, sehingga membuat GAM kurang bisa
berkembang. Walau demikian, GAM juga melakukan pelebaran jaringan yang membuat mereka
kuat, baik pada tingkat internasional maupun menyatu dengan masyarakat dan GAM bisa terus
bertahan. Pada masa Orde Baru GAM memainkan dua wajah yaitu satu wajah perlawanan
( dengan pola-pola kekerasan yang dilakukan ), dan strategi ekonomi-politik yang dimainkan
(dengan mengambil uang pada proyek-proyek pembangunan ). (Abdullah dan Lapian (ed), 2012:
Hlm. 523)

3.20 TIMOR TIMUR PADA ERA ORDE BARU


I. KEADAAN UMUM TIMOR-PORTUGIS 1945-1975
Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal dan Gubernur terakhir
Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di
Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Leste yang sedang terjadi perang saudara,
maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di
Timor Leste untuk mengevakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah
itu FRETILINmenurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Leste sebagai
Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975. Menurut suatu laporan
resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di
Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian
terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi
dengan Indonesia).
Dalam sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney Morning Herald,
Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malikmengatakan bahwa "jumlah korban tewas
berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000". Tak lama kemudian, kelompok pro-integrasi
mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 125

dukungan Indonesia untuk mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang
berhaluan Komunis. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 523)
II. DEKOLONISASI TIMOR-PORTUGIS 1974-1975
Kolonialisasi Portugis di Timor-Timur terjadi pasca keberhasilan Kerajaan Ternate
yang dipimpin oleh Sultan Baabullah mengusir Portugis dari Maluku. Portugis menduduki
wilayah Pulau Timor bagian Timur, sedangkan Belanda menguasai Pulau Timor bagian barat
atas dasar kesepakatan tahun 1915. Timor-Timur juga sering disebut sebagai Timor Portugis
merupakan salah satu provinsi di luar negeri. Pada masa penjajahan Portugis, Timor-Timur
tertutup dari dunia luar. Portugis membentuk polisi rahasia yang disebut dengan Polisi
Internationale Defese do Estado (PIDE).
Perubahan kebijakan terhadap Timor-Timur oleh bangsa Portugis terjadi pasca adanya kudeta
militer di Portugis atas Antonio de Oliveire Salazar oleh Jenderal de Spinola.
Kudeta ini dikenal dengan Red Flower’s Revolution (Revolusi Bunga) atau juga sering
disebut Revolusi Anyelir. Pemerintahan di Portugal beralih dari dictator menjadi demokrasi.
Disebut Revolusi Anyelir dikarenakan pada saat itu ditiap-tiap moncong senjata diberi bunga
Anyelir berwarna merah. Revolusi yang terjadi pada tanggal 25 April 1974, membawa pengaruh
yang besar terhadap kebijakan Portugis terhadap negara koloninya. Semua koloni Portugis
diberikan kebebasan untuk berdiri sendiri dan berkembang. Rakyat mendapatkan kesempatan
untuk berpolitik. Muncul adanya dekolonisasi Portugis terhadap Timor-Timur.
Dalam rangka pelaksanaan dekolonisasi, Menteri Seberang Lautan Portugis, 16-19 Oktober
1974 datang ke Indonesia untuk membicarakan masalah tersebut. Presiden Indonesia, Soeharto,
menegaskan beberapa hal, yaitu:
1. Indonesia tidak memiliki ambisi teritotial
2. Sebagai negara yang memperoleh kemerdekaan dari perjuangan menentang penjajahan,
Indonesia mendukung gagasan Portugis untuk melaksanakan dekolonisasi Timor-Timur.
3. Dekolonisasi berdasarkan prinsip penentuan nasib sendiri
4. Dekolonisasi diharapkan berlangsung dengan aman tertib dan tidak menimbulkan goncangan di
daerah sekitarnya.
5. Apabila rakyat Timor-Timur ingin bergabung dengan Indonesia, maka akan ditanggapi secara
positif selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm.
527)
III. MASA PERANG SAUDARA: AGUSTUS-DESEMBER 1975
Operasi Seroja adalah operasi militer terbesar yang pernah dilakukan oleh
Indonesia. Setelah pengeboman angkatan laut Dili, pasukan yg berlayar dari laut Indonesia
mendarat di kota sekaligus menurunkan pasukan. 641 Pasukan terjun payung Indonesia
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 126

melompat ke Dili, di mana mereka terlibat dalam enam jam pertempuran dengan kelompok
bersenjata FALINTIL. Menurut penulis Joseph Nevins, kapal perang Indonesia mengarahkan
pasukan tentara untuk maju dan pesawat transportasi Indonesia sendiri menurunkan beberapa
pasukan tentara mereka di atas pasukan Falintil yang akhirnya mundur dan menderita akibat
serangan tersebut. Pada tengah hari, pasukan Indonesia telah merebut kota dengan korban 35
tentara Indonesia yang tewas, sementara 122 orang bersenjata FALINTIL tewas dalam
pertempuran tersebut.
Pada tanggal 10 Desember invasi kedua menghasilkan penguasaan kota terbesar
kedua, Baucau, dan pada Hari Natal, sekitar 10.000 hingga 15.000 tentara mendarat di Liquisa
dan Maubara. Pada April 1976 Indonesia memiliki sekitar 35.000 tentara di Timor Timur,
dengan 10.000 lain berdiri di Timor Barat Indonesia. Sebagian besar pasukan ini berasal dari
pasukan elit di Indonesia. Pada akhir tahun, 10.000 tentara menduduki Dili dan 20.000 lainnya
telah dikerahkan di seluruh Timor Leste. Kalah jumlah, pasukan FALINTIL melarikan diri ke
gunung-gunung dan terus melancarkan operasi tempur gerilya.
Pada tanggal 12 Desember 1975, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang
"sangat menyesalkan" terhadap invasi Indonesia ke Timor Timur, menuntut agar Jakarta
menarik pasukan "tanpa penundaan" dan memungkinkan penduduk di pulau tersebut
untuk menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Resolusi itu juga
meminta agar Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan segera untuk melindungi
integritas teritorial Timor Leste.
Pada tanggal 22 Desember 1975, Dewan Keamanan PBB bertemu dan
mengeluarkan resolusi yang sama dengan Majelis. Resolusi Dewan menyerukan
kepada Sekretaris Jenderal PBB "untuk mengirim darurat perwakilan khusus ke Timor
Timur dengan tujuan membuat penilaian situasi di lapangan yang sedang terjadi dan
membangun kontak dengan semua pihak di wilayah tersebut dan semua negara yang
bersangkutan untuk memastikan pelaksanaan resolusi saat ini.
Daniel Patrick Moynihan, Duta Besar AS untuk PBB pada saat itu, menulis
dalam otobiografinya bahwa "Amerika Serikat berharap hal-hal berubah seperti yang
mereka lakukan, dan bekerja untuk membawa persoalan ini. Departemen Luar Negeri
menginginkan bahwa PBB ternyata sama sekali tidak efektif dalam tindakan-tindakan
apa pun yang dilakukan [berkaitan dengan invasi Timor Timur]. Tugas ini diberikan
kepada saya, dan saya membawanya ke depan dengan tidak berarti tanpa
sukses".Kemudian, Moynihan mengakui bahwa, sebagai duta besar AS untuk PBB, ia
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 127

telah membela dengan "tidak tahu malu" mengenai kebijakan Perang Dingin terhadap
Timor Timur. (Abdullah dan Lapian (ed), 2012: Hlm. 530)

3.21 KONSEP DAN PENERAPAN HAK ASASI MANUSIA DI


INDONESIA
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk
Tuhan dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, di junjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkatdan martabat manusia. Oleh karena itu, pemerintah menegaskannya
dalam undang-undang nomor 39 Tahun 1999 serta melindungi dan menegakkannya
dengan membentuk lembaga-lembaga, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM).
Hukum intrnasional hak asasi manusia yang memberikan jaminan hukum
terhadap hak asasi manusia tumbuh secara bertahap setelah berakhirnya Perang Dunia
Kedua pada 1945. Indonesia baru mengenal dan menerima hukun internasional hak
asasi manusia dalam artian kontemporer lebih dari dua dasawarsa kemudian, dalam
kurun orde baru, 1966-1988. Pengenalan itu berlangsung dalam 2 gelombang :

Gelombang pertama terjadi pada dasawarsa 1970-an, sewaktu berbagai lembaga


swadaya masyarakat mengadakan advokasi tentang hak-hak masyarakat yang terlanggar
oleh proyek-proyek pembangunan nasional yang dimulai sejak tahun 1969. Gelombang
kedua terjadi setelah dua dasawarsa kemudian, sewaktu pemerintah membentuk komisi
nasional hak asasi manusia pada tahun 1993.
Pada perang dunia II, dunia terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu blok
barat yang terdiri dari Negara-negara penganut paham liberalisme di bawah
kepemimpinan amerika serikat, dan blok timur yang terdiri dari Negara-negara
penganut paham sosialisme di bawah kepemimpinan uni soviet.

Pada 1997 disepakati sebuah dokemen penting instumen hukum internasional


HAM, yaitu garis-garis besar maastrich tentang pelanggaran hak ekonomi, sosial dan
budaya. Keseluruhan instrument hukum internasional hak asasi manusia merupakan
hasil intraksi dari kombinasi berbagai faktor, anatara lain kebulatan tekad umat manusia
untuk menciptakan suatu dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia setelah
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 128

perang dunia II pada satu sisi dan pertarungan ideology serta kepentingan nasional dari
Negara-negara anggota perserikatan bangsa-bangsa pada sisi lain.

A. KONTEKS KENEGARAAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA


a. VISI PENDIRI NEGARA TENTANG HAK ASASI MANUSIA

Mohammad Hatta menyatakan bahwa frasa ‘kemerdekaan berserikat dan


berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan
dengan undang-undang’ dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, tidak berasal dari
paham individualism dan liberalism, tetapi untuk menjamin agar kekuasaan pemerintah
tidak bersalah guna (Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 554).
Dengan kata lain, motivasi Hatta untuk memperjuangkan frasa hak tersebut
bukanlah bersifat konseptual mendasar, tetapi lebih bersifat pragmatis politik. sikap
demikian dapat dimengerti sebab konsep hak asasi manusia sebagai hak yang melekat
dengan harkat dan martabat manusia, seperti yang dianut dan berkembang dewasa ini
dalam hukum internasional bahkan belum ada. Konsep hak asasi manusia merupakan
salah satu ciri dari paham liberalism, yang merupakan cikal bakal dari kapitalisme dan
imperialism, sebagai kekuatan yang telah menjajah rakyat di kepulauan Indonesia
b. DUA TANTANGAN BESAR DALAM PROSES PEMBANGUNAN BANGSA DAN
PEMBENTUKAN NEGARA DI INDONESIA SEBAGAI KONTEKS
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
Tantangan besar yang dihadapi para pendiri Negara dalam proses pembangunan
bangsa dan proses pembentukan Negara di Indonesia yang bermasyarakat majemuk ini:
Tantangan besar yang pertama yaitu terkait dengan hak sipil dan plitik, adalah
menjawab pertanyaan bagaimana merumuskan dan meletakan suatu dasar filsafat
negara (filosofische grondslag)yang dapat diterima oleh seluruh golongan dalam
masyarakat Indonesia yang amat majemuk dari segi ras, kelompok etnik, agama
maupun kebudayaan. Tugas yang terkait dengan hak sipil dan politik ini harus dimulai
sejak taraf yang paling awal, karena dalam zaman penjajahan belanda hamper tidak
pernah ada kesempatan bagi para pemimpin pergerakan kemerdekaan tersebut untuk
membangun suatu shared values bersama yang dapat menjadi rujukan dalam proses
membangun bangsa dan negara.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 129

Kesadaran kebangsaan tumbuh secara perlahan-lahan dan amat terbatas di


kalangan terpelajar sejak awal abad xx, dan mengkristal dalam tiga ideology dan tiga
kekuatan politik utama yaitu ideology nasionalisme, ideology marxisme, dan ideology
islamisme.
Satu-satunya tokoh pergerakan yang mencoba mempersatukan ketiga ideology
ini adalah Soekarno, yang kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia pada
tahun 1945 dan memerintah selama lebih dari 20 tahun sampai tahun 1966. Berdasarkan
pengamatan yang panjang terhadap rakyat Indonesia yang dipimpinnya, Soekarno
menyimpulkan bahwa ada lima dasar filsafati (sila) yang dapat menyatukan seluruh
bangsa Indonesia yang amat majemuk, yaitu sila perikebangsaan, sila perikemanusiaan
atau sila internasionalisme, sila demoktasi, sila keadilan sosial, dan sila periketuhanan
yang maha esa (Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 555).
Tantangan besar yang kedua yaitu terkait dengan hak ekonomi, social, dan
budaya adalah menjawab pertanyaan bagaimana membangun suatu struktur kenegaraan
dan sistem pemerintahan yang andal, yang selain mampu menerjemahkan pikiran-
pikiran kenegaraan yang tercantum dalam pancasila dan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut, dan juga mampu melindungi dan memenuhi hak warga Negara
pada khususnya dan hak asasi manusia pada umumnya dalam bidang ekonomi, social
dan budaya.
c. PERSEFEKTIF HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PEMBANGUNAN
NASIONAL DALAM ERA PERANG DINGIN
Lembaga swadaya masyarakat didirikan secara sukarela oleh masyarakat untuk
mengadakan advokasi terhadap berbagai aspek hak asasi manusia. Sebagai rujukan
dalam melakukan kegiatannya, lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang
bersangkutan memanfaatkan berbagai instrumen internasional hak asasi manusia yang
di sah kan oleh perserikatan bangsa-bangsa sejak tahun 1948, baik yang sudah
diratifikasi maupun yang belun diratifikasi oleh RI.
Rangkaian pelaksanaan rencana pembangunan nasional lima tahunan, yang
selain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat ternyata secara tidak
langsung juga menyebabkan terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi rakyat itu,
bermula pada tahun 1969. Akar konseptualnya terdapat pada strategi akselerasi
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 130

pembangunan nasional 25 tahunana yang dianut dan dikembangkan oleh pemerintah


orde baru.
Ada dua sasaran strategi yang ingin dicapai oleh orde baru serta strategi
akselerasi pembangunan 25 tahun ini, yaitu dalam bidang ideologi melaksanakan
pancasila secara murni dan konsekuen dengan mengadakan koreksi terhadap orde lama
dan dalam bidang ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dalam waktu satu
generasi, keluar dari keterpurukan yang dialami oleh bangsa Indonesia dalam dasawarsa
sebelumnya.
Dalam mencapai dua sasaran strategisnya tersebut, orde baru mengalami
dilemma ideologis dan dilemma politik yang berat. Dilemma politik dapat diatasi orde
baru dalam waktu kurang dari satu tahun, dengan keluarnya surat perintah 11 maret
1966 yang kemudian dikukuhkan dengan ketetetapan MPR.
Suatu kebijakan yang secara rerospektif dapat dipandang bertanggung jawab
terhadap terjadinya rangkaian pelanggaran HAM dari masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan nasional tersebut selama kurun orde baru adalah trilogi
pmbangunan yang berintikan:
a) Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
b) Stabilitas nasional yang mantap dan dinamis
c) Pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya
(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 559).

Walaupun banyak perbedaan antara orde baru dengan orde lama, namun dalam
dua hal ada persamaannya yaitu Sama- sama mempunyai persepsi negatif terhadap
wacana hak asasi manusia dan sama-sama jatuh oleh krisis ekonomi yang tidak bisa
diatasinya dengan cepat.

d. LATAR BELAKANG KOMITMEN KENEGARAAN RI TERHADAP HAK ASASI


MANUSIA
Komitmen politik pertama Republik Indonesia untuk melindungi hak asasi
manusia diwujudkan dan diumumkan sejak lima tahun sebelum tumbangnya rezim orde
baru dalam bentuk dikeluarkannya sebuah keputusan presiden Nomor 50 Tahun 1993
tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 131

Langkah pertama ke arah pengadaan instumen nasional hak asasi manusia


bermula dengan disahkannya ketetapan MPR Nomor TAP-XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia dan kemudian dilaksanakan dengan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. UU ini dipersiapkan, dibahas, disahkan dan
diundangkan setelah jatuhnya rezim orde baru (Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm.
560).

Ada dua tujuan pembentukan KOMNAS HAM, yaitu:

a) Untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia
b) Meningkatkan perlindungan serta penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya
pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai
bidang kehidupan.

Sejarah hak asasi manusia di indonesia pada dasarnya memang merupakan


sejarah panjang proses internalisasi, institusionalisasi, dan implementasi hukum
internasional hak asasi manusia itu dalam konteks kenegaraan republic Indonesia.

B. INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA


a. Teori tingkatan dalam perundang-undangan (stufenbau theorie des rechts).
Langkah pertama ke arah pengadaan instrument nasional hak asasi manusia
bermula dengan disahkannya ketetapan MPR Nomor TAP-XVII/MPR/1998 tentang hak
asasi manusia dan kemudian dilaksanakan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia (Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 560). Setelah
ada ketetapan MPR dan terdapat kehendak politik yang cukup kuat dan suasana yang
cukup kondusif, pasal-pasal hak asasi manusia kemudian dicantumkan ke dalam
undang-undang dasar 1945 melalui amandemen kedua tahun 2000
b. Ketetapan majelis permusyawaratan rakyat nomor TAP-XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia
Ketetapan ini memuat kebijakan memberikan legitimasi bagi KOMNAS HAM
yang dibentuk dengan keputusan presiden Nomor 50 Tahun 1993(Abdullah dan Lapian
(ed). 2012.: hlm. 561).Bersamaan dengan itu, ketetapan ini menugaskan terbentuknya
undang-undang organik, yang menjadi landasan , baik untuk menegaskan dan
melindungi hak asasi manusia dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maupun
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 132

untuk pembentukan sebuah komisi nasional hak asasi manusia untuk melaksanakan
penyuluhan,pengkajian, pemantauan dan medisi.
c. UU No. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi manusia adalah seperangkat yang yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahkluk than yang maha esa dan merupakan anugerahnya
yang wajib dihormati , dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Ditinjau dari perspektif historis, undang-undang ini merupakan undang-undang
yang sangat penting, bukan saja karea merupakan undang-undang yang pertama dalam
sejarah republic Indonesia secara komprehensif mengatur penghormatan , perlindungan,
penegakan serta pemenuhan hak asasi manusia, baik dalam hak ekonomi, sosial dan
budaya serta hak sipil dan politik, tetapi juga secara substantif meletakan dasar untuk
menjabarkan dan menerjemahkan lima sisal pancasila ke dalam norma-norma hukum
sehingga dapat ditindaklanjuti. Undang-undang ini terdiri dari 11 bab dan 106 buah
pasal, serta sebuah penjelasan
Pasal 4 UU 39 tahun 199 tentang hak asasi manusia memuat tujuh hak yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun, yakni:
a) Hak hidup
b) Hak tidak disiksa
c) Hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani
d) Hak beragama
e) Hak tidak diperbudak
f) Hak diakui sebagai pribadi dan persamaan di depan hukum
g) Hak tidak dituntut hukum yang berlaku surut
(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 562).

Bagian kelima UU 39 tahun 1999 memuat tentang hakatas kebebasan pribadi


yang memaparkan antara lain, tentang larangan perbudakan dan perhambaan,
perdagangan budak, dan perdagangan wanita.

d. UUD 1945 AMANDEMEN KE 4 TAHUN 2000


Pada dasarnya seluruh bab X-A UUD 1945, yaitu terdiri dari pasal 28A sampai
dengan pasal 28J merupakan kristalisasi terhadap dan pengukuhan dari kehendak polik
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 133

yang tercantum dalam ketetapan MPR nomor TAP XVII/MPR/1998 dan undang-
undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
e. UU NO.26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
Pada dasarnya, undang-undang ini merupakan pelaksanaan dari pasal 104
undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM undang undang ini terdiri dari 10
bab dan 51 pasal, yaitu:
a) Bab I ketentuan umum
b) Bab II kedudukan dan tempat kedudukan pengadilan HAM
c) Bab III lingkup kewenangan
d) Bab IV hukum acara
e) Bab V perlindungan korban dan saksi
f) Bab VI kompensasi,resitusi dan rehabilitasi
g) Bab VII ketentuan pidana
h) Bab VIII pengadilan HAM
i) Bab IX ketentuan peralihan
j) Bab X ketentuan penutup.
f. BERBAGAI UU LAINNYA
Dalam penjelasan undang-undang nomor 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa
undang-undang tentang HAM merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-
undangan tentang HAM oleh karena itu pelanggaran baik langsung maupun tidak
langung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata atau administrative
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Udang-undang tersebut tidak
mencantumkan ketentuan pidana terhadap pelanggaran pasal-pasalnya (Abdullah dan
Lapian (ed). 2012.: hlm. 575).
Dengan demikian, undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM ini harus
dibaca dalam kaitannya dengan keseluruhan peraturan perundang-undangan yang ada
maupun yang akan dibentuk pada masa yang akan datang.

C. LEMBAGA-LEMBAGA PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HAK ASASI


MANUSIA
a. PEMERINTAHAN RI
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 134

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 28 ayat 4 UUD 1945, serta
pasal 1 ayat (1) , pasal 71 dan pasal 72 undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang
HAM, penanggung jawab utama terhadap terlaksana atau tidak terlaksananya hak asasi
manusia di Indonesia adalah pemerintahan republik Indonesia , terutama cabang
legislative dan cabang eksekutifnya(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 576). Secara
efektif pasal 72 undang-undang ini menegaskan bahwa kewajiban tanggung jawab
pemerintah untuk, menghormati, melindungi dan menegaskan , memajukan dan
memenuhi hak asasi manusia itu meliputi langkah-langkah implementasi yang efektif
dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya , pertahanan keamanan Negara
dan bidang-bidang lainnya
b. DPR RI
DPR RI merupakan salah satu lembaga Negara yang ikut bertanggung jawab
dalam melindungi dan menegakkan hak asasi manusia.
c. MA DAN JAJARAN LEMBAGA YUDIKATIF
Mahkamah agung bersama mahkamah konstitusi mempunyai peranan penting
dalam terwujud tidaknya salah satu hak asasi manusia yang penting, yaitu hak
memperoleh keadilan yang diatur dalam pasal 17 UU nomor 39 tahun 1999 tentang
HAM(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 577).
d. MK
Mahkamah konstitusi dibentuk berdasarkan pasal 24 Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945, dengan undang-undang organiknya, yaitu undang-
undang Nomor 24 tahun 2003, dan diundangkan pada tanggal 13 agustus 2003.

Wewenang mahkamah konstitusi :

a) Menguji undang-undang terhadap UUD RI Tahun 1945


b) Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh
undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945
c) Memutus pembubaran partai politik
d) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 578).

e. KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA


I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 135

KOMNAS HAM memiliki dua buah hukum yang menentukan tujuan


pembentukan, tugas pokok, wewenang serta organisasinya, yaitu keputusan presiden
nomor 50 tahun 1993-1999 dan undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM (Abdullah
dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 578). Lembaga ini dibentuk unyuk melindungi hak asasi
manusia serta hak-hak masyarakat.
f. KOMISI OMBUDSMAN NASIONAL
Komisi ombudsman nasional dibentuk pada bulan maret tahun 2000 berdasarkan
keputusan presiden nomor 44 tahun 1999. Dalam melindungi hak asasi manusia atau
hak hak masyarakat dapat diadakan kerjasama antara komisi nasional hak asasi manusia
dengan komisi ombudsman nasional, khususnya dalam menangani kasus-kasus
pengaduan masyarakat yang terkait dengan pelayanan aparatur penyelenggara Negara
g. PERSEORANGAN WARGA NEGARA, TOKOH MASYARAKAT, PARTAI
POLITIK, LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT, PERGURUAN TINGGI,
LEMBAGA STUDI,DAN LEMBAGA MASYARAKAT LAINNYA.
Hak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melindungi dan memajukan
hak nya dijamin oleh UU nomor 39 tahun 1999tentang HAM (Abdullah dan Lapian (ed).
2012.: hlm. 581). Ketentuan yang sama juga terdapat dalam pasal 103 UU nomor 10
tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang undangan. Masyarakat dapat
memanfaatkan haknya ini baik melalui kegiatan perseorangan dengan menyampaikan
laporan atau pengaduan kepada lembaga-lembaga penyelenggara maupun melakukan
kegiatan kolektif sebagai bagian dari suatu organisasi.

3.22 KEBUDAYAAN PADA MASA ORDE BARU

Pada masa orde baru, pemerintah menghidupkan kebudayaan dengan


membangun sarana kesenian berupa Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) dan Taman Ismail
Marzuki (TIM). Selain itu, pemerintah mendukung berdirinya penerbit Pustaka Jaya
untuk memacu penerbitan karya-karya sastra baru dalam organisasi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Direktorat Jenderal Kebudayaan. Dan dari sinilah
kegiatan kebudayaan di tingkat local dan internasional marak diadakan.

A. KONGRES KEBUDAYAAN DARI MASA KE MASA


a. KONGRES KEBUDAYAAN I ( Tahun 1948 di Pendopo kabupaten Magelang )
Tujuan :
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 136

a) Meletakan dasar dalam memajukan peradaban bangsa


b) Memajukan kebudayaan nasional
c) Memajukan persatuan dan kesatuan bangsa
Isu yang dinilai penting untuk dibahas dalam ini adalah peran kebudayaan dan
pembangunan bangsa. Adapun tema yang dipilih adalah kebudayaan dan pembangunan
masyakat. Panitia kongres meminta kepada para pemasaran dan pendebat untuk
memerhatikan dua hal, yaitu :
a) Cara mendorong kebudayaan supaya dapat maju cepat
b) Cara agar kebudayaan jangan bersifat kebudayaan jajahan namun menjadi suatu
kebudayaan yang menentang tiap-tiap anasir “kultural imperalisme”
(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 592).

b. KONGRES KEBUDAYAAN II ( Tahun 1951 di Kota Bandung)


Dalam kongres ini membahas kebijakan tentang perlindungan hak cipta, dan
pengembangan seni sastra, kritik seni serta sensor film.
Kongres kebudayaan ini dilaksanakan oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia
(LKI) berdasarkan rekomendasi kongres kebudayaan I. setelah kongres kebudayaan II
tahun 1951, nama LKI berubah menjadi Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional
(BMKN)(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 592).
Badan ini selanjutnya menyiapkan dam melaksanakan kongres kebudayaan di
Surakarta tahun 1954, di bali tahun 1957, dan di bandung tahun 1960.
Kongres kebudayaan pada tahun 1954 merumuskan kebijakan tentang :
a) pendidikan kebudayaan untuk masa sekolah
b) pendidikan kebudayaan untuk masa kota
c) pendidikan kebudayaan untuk masa buruh dan tani

kongres kebudayaan yang diadakan pada tahun 1957 di bali mengangkat tema
masalah hubungan antara arsitekturdan seni rupa, seni dan masyarakat, serta
kebudayaan dalam konstitusi.

Kongres kebudayaan pada tahun 1960 membahas fungsi kebudayaan dalam


pembangunan ekonomi. Akan tetapi pembahasan isu yang penting tidak mencapai
sasaran karena pembahasa bergeser kongres kebudayaan 1960 inimenjadi peristiwa
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 137

budaya yang cukup menghebohkan karena manifesto politik (manipol) diperdebatkan


sebelum kongres dimulai.

Pada tahun 1991 diselenggarakan kongres kebudayaan setelah 30 tahun fakum


yang diadakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, dibuka oleh presiden
soeharto dan di tutup oleh wakil presiden soedharmono,S,H. kevakuman yangpanjang
itu mendorong panitia pengarah kongres memilih tema “kebudayaan kita, kemarin, kini,
dan esok” dengan maksud dapat merangkum berbagai permasalahan kebudayaan yang
berkembang setelah peristiwa G-30-s 1965(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 594).

c. KONGRES KEBUDAYAAN V ( Tahun 2003 di Bukittinggi, Sumatra Barat )


Pertimbangan yang mendasari diselenggarakannya kongres ini antara lain adalah
adanya berbagai perubahan dalam tata kehidupan bermasyarakat, baerbangsa dan
bernegara rakyat Indonesia(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 595). Perubahan
amendemen UUD 1945 membawa konsekuensi terjadinya perubahan tata kehidupan
yang amat mendasar. Katup kehidupan politik pemerintah yang tertutup (oteriter)
menjadi terbuka (demokratis). Dari keterbukaan itu telah terjadi berbagai perubahan
budaya dengan cepat dan menyebar ke seluruh wilayah.
d. KONGRES KEBUDAYAAN VI ( tahun 2008 di Bogor, Jawa Barat)
Penyelenggara kongres ini didasarkan pada pertimbangan Indonesia memiliki
keanekaragaman suku bangsa dan budaya, flora dan fauna, serta kekayaan sumber daya
alam, tetapi segala modal tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal untuk
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan mengambil tema “kebudayaan untuk
kemajuan dan perdamaian menuju kesejahteraan” kongres akan menemukan formula
untuk memanfaatkan modal budaya bagi kesejahteraan dan perdamaian masyarakat
sesuai dengan amanat UUD 1945(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 597).
B. KEBUDAYAAN MASA ORDE BARU
Masa orde baru merupakan perombakan atas struktuktur-struktur dan asas-asas
yang semula dikembangkan dalam periode pemerintahan sebelumnya yaitu
pemerintahan presiden soekarno yang disebut periode orde lama. Pada masa orde lama,
kehidupan kesenian pun amat terpengaruh oleh suasana politik. Salah satu organisasi
politik yang muncul yaitu LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang menyatkan diri
sebagai organisasi pendukung partai komunis Indonesia(Abdullah dan Lapian (ed).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 138

2012.: hlm. 598). Organisasi tersebut mempromosikan tema-tema kerakyatan sebagai


“sesuatu yang paling benar” dalam mengarahkan perkembangan kesenian apa yang
disebut “realism sosial” dipancangkan sebagai suatu aliran wajib bagi-karya-karya seni
yang “berkuasa” pada waktu itu, yang khususnya terasa pada kehidupan seni sastra dan
seni rupa. Gerakan itu terasa menguat pada tahun-tahun terakhir dalam dasawarsa 1950-
1960. Muncul pula pada masa itu tari-tarian baru pada berbagai gaya seni tari daerah
dengan tema-tema kerakyatan, seperti tari tenun, tari tani, dan tari nelayan. Tema-tema
lama, bahkan jenis-jenis tari klasik tertentu seperti tari bedaya di jawa dicemooh sebagai
tari yang “borjuis” dan melemahkan semangat sehingga harus ditinggalkan.
Ketika pemerintahan Orde Baru telah dimulai dengan menggelar rencana-
rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang sejak 1968,
pembangunan kebudayaan pun dilakukan oleh pemerintah dengan memasukan upaya
pengembangan institusi sebagai bagian dari programnya.
Ali sadikin, gubernur DKI Jakarta, pada awal orde baru menghimpun para
seniman dan budayawan untuk diajak bersama dalam pengembangan institusi seni
budaya yang tergabung dalam Dewan Kesenian Jakarta(Abdullah dan Lapian (ed).
2012.: hlm. 599). Adapun untuk menjalankan program-program kesenian yang harus
dirancang oleh Dewan Kesenian Jakarta itu dibangun sarana berupa Pusat Kesenian
Jakarta (PKJ) dan taman Ismail Marzuki (TIM) beserta pengurusnya sebagai wadah
untuk beebagai penyajian seni. Pendirian Taman Ismail marzuki sebagai sarana
berkesenian dengan mengusung ideology kebebasan berekspresi, pada gilirannya
berhasil memunculkan sejumlah seniman kreatif yang melakukan eksplorasi untuk
mewujudkan karya-karya barunya. Di samping itu juga dibentuk Lembaga pendidikan
Kesenian Jakarta (LPKJ) untuk mempersiapkan tenaga seniman terdidik.
Sebagai direktur jenderal kebudayaan yang pertama, Prof Ida Bagus Made
Mantra merintis pula pengembangan institusional dalam bentuk taman budaya dan
museum negeri di semua propinsi(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 600). Kedua
instansi itu mempunyai tugas untuk mengembangkan dan menampilkan hasil-hasil
budaya yang hidup dan dirasakan relevan di masing-masing daerah. Professor mantra
merintis suatu gagasan yang berskala nasional dan internasional, yaitu Festival
Ramayana.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 139

Festifal Ramayana Nasional pertama diselenggarakan di Yogyakarta pada


tahun 1970, dan festival Ramayana Internasional pertama diadakan pada tahun 1971 di
pandaan, Jawa Timur alasan dasar untuk menggelar festival bertema Ramayana itu
bahwa inti cerita itu begitu luas tersebar, namun sekaligus memperlihatkan kekuasan
variasi teknik dan gaya pengucapan secara lintas budaya.
Suatu upaya berlanjut pula pada masa kepemimpinan Direktur Jenderal
Kebudayaan yang kedua, Prof. Dr. Haryati Soebadio, yaitu kegiatan internasional di
bawah naungan UNESCO untuk pemugaran candi Borobudur. Kemudian dalam rangka
kerja World Heritage Commision dari UNESCO sejumlah warisan budaya dunia (world
cultural heritage) dan warisan alamiah dunia (world natural heritage) yang ada di
Indonesia turut terdaftar. Candi Borobudur dan candi (siwa) prambanan adalah dua
candi pertama dari Indonesia yang terdaftar sebagai warisan dunia. Warisan budaya
yang ketiga dari Indonesia adalah situs manusia purba sangiran.
Lonjakan perkembangan modern dan kontemporer, di samping
pengembangan seni tradisional, semula dirintis oleh DKJ. Yang pada umumnya bersifat
inovatif, pada waktu itu mendapat liputan dan ulasan yang cukup luas oleh media massa
sehingga dengan demikian menjadi perhatian umum.
Pada masa orde baru pun diselanggarakan sebuah kongres kebudayaan pada
tahun 1991. Kegiatan ini dapat dilihat sebagai bagian dari serangkaian kegiatan serupa
pada masa-masa sebelumya, termasuk yang diselenggarakan pada masa kolonial,
meskipun dengan dimensi yang berbeda-beda. Komgres kebudayaan selanjutnya
diselenggarakan pada tahun 2003, yakni pada Orde Reformasi.
Pada masa orde baru, muncul seni busana dengan berbagai perancang busana
dan seni arsitektur yang lebih spesifik pada desain interior. Efek samping dari
kebutuhan akan kompleks
Perumahan yang lebih “Bergaya” adalah munculnya gaya-gaya “cangkokan”
yang meniru pola-pola eropa kuno.
Suasana mengejar pertumbuhan ekonomi itu pulalah yang membuat
banyaknya muncul usaha waralaba (franchising) atas produk-produk luar negeri atau
dari usaha-usaha multinasional, baik dalam industri seni massa maupun boga cepat saji.
Suasana perkembangan usaha swasta itu pula yang pada gilirannya memengaruhi
industri penyiaran yang lebih bertujuan komersial. Dalam hal ini, efek budaya atas
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 140

suasana usaha itulah yang pada gilirannya menegetengahkan seni popular yang meniru
produk-produk barat yang akhirnya memukau generasi muda sehingga mereka
menganggap bahwa segala seni tradisi sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman dan bias
patut ditinggalkan.

3.23 KONFLIK LOKAL SETELAH KUDETA YANG GAGAL

Peristiwa 30 September-1 oktober 1965 bukan saja merupakan awal dari


peralihan politik yang fundamental, tetapi juga membuka konflik social di berbagai
daerah. Konflik makin diperparah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria,
sehingga masyarakat ingin mempercepat pelaksanaan landreform. Konflik lokal itu,
misalnya terjadi di Bali, Jombang, Kediri, dan Ngawi.

A. KONFLIK LOKAL DAN STRATEGI BANGSA


Peristiwa yang terjadi pada peralihan malam dan subuh pada 30 september 1965
menuju tanggal 1 oktober 1965 terekam dalam ingantan bangsa dan buku sejarah,
bahkan sebuah monumen pun didirikan. Pemerintah yang didominasi militer dengan
tegas konsisten mengatakan bahwa akar kesemuanya adalah akar kudeta yang
dialancarkan PKI adapun pendapan dan hasil rekonstruksi lain menyampaikan
perbedaan, karena akar masalah itu jauh lebih kompleks daripada hanya sekedar
menuduh satu kelompok sebagai actor utama.
Sebagai sebuah perbandingan dalam meninjau perbedaan persepsi ini, karya
Antonie C.A Dake dapat digunakan sebagai contoh. Menurut Dake, soekarno sendirilah
yang merancang perkomplotan terhadap para perwira angkatan darat dan bahkan
membantu dan mendorongnya (Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 605).hal ini
terjadi karena melihar para perwira itu bersikap ingin jalan sendiiri dan terlalu
antikomunis. padahal bagi soekarno, Nasakom adalah tiang kehidupan sistem
kenegaraan. Oleh karena itu, soekarno sendirilah yang memberi lampu hijau pada
sejumlah perwira di lingkungannya untuk menyelesaikan masalah internal angkatan
darat. Akan tetapi soekarno sama sekali tidak membayangkan bahwa pembunuhan akan
terjadiia hanya ingin mempermalukan para perwira tinggi itu. Ia juga memberikan
isyarat pada pemimpin komunis mengenai apa yang sedang dirancangkan itu, akan
tetapi semuanya meleset, pembunuhan terjadi, dan soekarno pun harus membayar harga
permainan politiknya. Namun banyak juga yang menyangsikan ketepatan rekonstruksi
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 141

Dake, ia dianggap terlalu terpengaruh oleh kesaksian satu saja yaitu pengakuan bekas
ajudan soekarno.
Menurut Victor Miroslav Fic, bahwa tragedi usaha kudeta 1 oktober 1965 adalah
hasil dari persekongkolan Soekarno-Aidit-Mao TSe Tung (cina), namun akhirnya
menjatuhkan soekarno dan mengakibatkan hancurnya PKI (Abdullah dan Lapian (ed).
2012.: hlm. 606). Meskipun terdapat beberapa kelemahan metodologis rekonstruksi dari
kedua ilmuan tersebut, satu hal yang tak bisa dilupakan ialah bahwa kecurigaan
soekarno juga dianut oleh beberapa peneliti Indonesia, peneliti asing, dan bahkan
kalangan MPRS yang pada masa peralihan itu masi aktif.
Peristiwa tanggal 30 september-1 oktober 1965 merupakan dasar dari proses
kejatuhan Bung Karno sebagai presiden dan berakhirnya periode demokrasi Terpimpin
dalam sejarah politik Indonesia serta merupakan awal dari peralihan politik yang
fundamental.
a. KASUS BALI
Setelah terjadi usaha kudeta militer pada oktober 1965 di Jakarta, konflik social
hebat terjadi di Bali. Pada saat itu Robinson mencari ke akar bali yang sesugguhnya ,
pertama, ketika ada transformasi konflik politik, ekonomi dan sosial di bali sepanjang
masa kolonial (1882-1942) Kedua, pada masa pendudukan jepang (1942-1945),
demikian juga ketika merebaknya revolusi nasional (1945-1949) dan akhirnya pada
tahun-tahun pasca kemerdekaan yang memuncak pada pembantaian 1965-1966 Ia
melihat kondisi pada masa sebelum kemerdekaan, bali berada dalam persaingan
politikyang juga serius(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 605).
Para ahli melukiskan bahwa kekuasaan pada masa setelah kudeta sebagai
penyimpangan sejarah yang disebabkan oleh campur tangan yang disesalkan oleh pihak
komunis. Beberapa pengamat melukiskan bahwa proses pembunuhan atau pembantaian
itu adalah konsekuensi dari hasrat bali yang mengakar secara religious yang
membebaskan pulau itu dari malapetaka dan memulihkan keseimbangan kosmis.
b. KASUS JOMBANG DAN KEDIRI
Hermawan menjelaskan bahwa kasus jombang dan Kediri memperlihatkan
adanya hubungan yang erat antara malam pembantaian para jenderal di Jakarta dan
konflik yang meletus di daerah(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 609). Namun
demikian, bentuk dan identitas konflik itu sangat erat kaitannya dengan tradisi yang
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 142

telah mengakar kuat seperti amok. Ingatan pada tradisi ini turut memberi kontribusi
pada corak konflik. Merosotnya ekonomi menjelang peristiwa G-30-S, selain tingginya
laju inflasi tahun 1961-1965, juga telah memicu konflik sosial berakhir dengan
pembunuhan. Faktor balas dendam tentara dan genocide oleh Negara juga tampaknya
berpengaruh.
Akhinya pembunuhan para jenderal ternyata jauh menusuk ke jantung Esprit de
corps angkatan darat. Ketika pembunuhan itu terjadi, maka segala persaingan atau
bahkan konflik di antara mereka mencair dan digantikan oleh hasrat balas
dendam.terbunuhnya para jenderal seakan-akan membuka jalan bagi keabsahan untuk
membalas dendam yang dsebarkan dari pusat ke masyarakat yang paling pinggir sekali
pun.
B. KRISIS NASIONAL DI TINGKAT LOKAL
Sebelum pecahnya peristiwa G-30-S, PKI di Aceh sebenernya mempunyai status
sebagai partai legal. Dugaan terhadap PKI semakin memuncak ketika dilakukan
penggalangan masa melalui rapat-rapat umum.
Sumatra barat juga tidak asing dengan komunisme. Sudah sejak awal tahun
1920-an gerakan komunis memperkenalkan dirinya. Hanya saja bukan ideologinya yang
menjadi daya Tarik tetapi ajaran penentangan kolonialisme yang menarik perhatian.
Ketika tragedi G-30-S terjadi, masyarakat Bandung masih belum mengetahui
apa yang sedang berlangsung di ibukota. Tetapi memang kondisi perekonomian telah
semakin menunjukan tanda-tanda keresahan sejak mulai naiknya berbagai harga
kebutuhan pokok.
Yogyakarta, ibu kota RI pada masa revolusi, ternyata juga merupakan daerah
dengan kesadaran politik yang tinggi. Menjelang terjadi peristiwa G-30-S, suasana di
Yogyakarta juga sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang memburuk. Hal
ini terasa sekali ketika ketersediaan beras semakin mengkhawatirkan. Situasi politik pun
semakin tidak sehat.
Persaingan politk serta persoalan agraria menyebabkan hubungan PNI dan PKI,
dua partai di daerah semakin tegang. Konflik memunca setelah terjadinya konflik antara
PKI dan militer.
Adapun di Surakarta, segera setelah demonstrasi terpimpin berdiri, dengan
dikeluarkannya dekrit presiden 5 juli 1959, PKI berhasil menggandeng kelompok
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 143

tentara, khususnya angkatan darat, untuk menjadi kekuatan politik besar di wilayah
Surakarta.
Dibandingkan dengan kasus lokal yang terjadi di berbagai daerah, Blora
menampakkan perbedaan. Di Blora tidak ada konflik serius, apalagi pertentangan fisik.
Perkembangan situasi di Blora dirasakan pada awal bulan November 1965 sejak
diadakan penangkapan oleh aparat militer dan sipil secara bersamaan terhadap elite PKI
dan tokoh ormasnya. Meskipun demikian, dalam kasus Blora ini dapat dikatakan bahwa
penghancuran PKI di tingkat lokal merupakan satu babak saja dari seluruh skenario
yang direncanakan para elite militer di tingkat pusat.
Daerah Ngawi, Jawa Timur, memaparkan wajah konflik yang berbeda. Ketika
G-30-S terjadi, ketegangan politik yang telah ada sejak pemelihan umun 1955 begitu
saja meningkat di wilayah Jawa timur. PKI yang ingin tampil sebagai partai terbesar di
Jawa Timur, semakin aktif meluaskan pengaruhnya dengan merekrut para petani ke
dalam wadahnya. Maka wacana politik yang memancing keterlibatan petani kecil pun
dipopulerkan. Untuk menghadapi PKI yang semakin ofensif, Nahdlatul ulama pun
mempersiapkan barisan dengan melibatkan gerakan pemuda ansor dan banser. Hal ini
semakin intesif dilakukan sejak bulan oktober dan November 1965. Ketika itu pula
dikumandangkan seruan jihad atau perang suci jihad fisabilillah. Konflik dan
pengejaran PKI yang mengcekam ini terjadi hamper di seluruh Jawa Timur terutama di
Pasuruan, Banyubiru, dan Jember.
Di pasuruan, suasana politik mulai terasa sejak pemilihan umum pada tahun
1955. PNI mulai muncul sebagai partai terbesat, sedangkan PKI sendiri muncul sebagai
partai terbesar keempat. NU dan Masyumi tampil sebagai partai terbesar kedua dan
ketiga.tetapi setelah pemili, PKI mulai meluaskan pengaruh dengan merekrut massa
pendukung di kalangan petani kecil dan masyrakat ekomoni lemah, kaum buruh dan
pedagang kecil di perkotaan.
Pertentangan essensial antara landasan ide nasionalisme, agama, dan komunis
seakan akan di demonstrasikan ke permukaan. Oleh karena itu kelompok islam pun
melihat aksi-aksi PKI sebagai ancaman dan tantangan terhadap otoritas islam.
Pada 3 oktober 1965, NU resmi menyatakan diri bekerja sama dengan TNI-AD
untuk memulihkan keamanan dan menjaga keutuhan bangsa. Itulah sebabnya, Jemaah
NU mulai mengantisipasi Aksi-aksi PKI di puat dan di daerah. Aksi-aksi itu dimulai
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 144

sejak oktober 1965 sampai akhir November 1965. Dalam masa yang pendek itu, suatu
tragedy besar terjadi.
Gerakan pembunuhan berlangsung atas dukungan yang di berikan oleh
kelompok gerakan pemuda Ansor, di bawah Nadlatul Ulama (NU). Setelah berakhirnya
aksi bunuh-membunuh di tingkat lokal, tampak kondisi politik masyarakat masih
menyisakan peristiwa berupa pengasingan-pengasingan bagi meraka yang diindikasi
terlibat G-30-S. hal ini dapat dilihat pada upaya rehabilitasi mental bagi wanita yang
dianggap sebagai onderbouw PKI, terutama bagi wanita yang bergolongan B sewilayah
jawa.
Di pusat rehabilitasi ini diadakan kegiatan pembinaan mental bagi wanita
memulai pendidikan dan penerangan agama, olahraga, kesehatan, dan kerajinan.
Akhirnya, sebagaimana studi hermawan menyatakan ternyata ada beberapa hal yang
bisa diambil sebagai kesimpulan. Pertama, tidak ada pola tunggal pembasmian dan
bahkan pembunuhan yang diterapkan secara nasional. Kedua, pembunuhan di jawa
tengah terutama adalah akibat dari oprasi militer, bukan konflik sosial yang peneuh
kekerasan. Pola ketiga, di tunjukan di daerah jombang dan Kediri, dimana peran tentara
relative pasif. Dengan dukungan tentara yang merupakan actor utama dalam uaha
“pembersihan” golongan komunis, gerakan pemuda islam berjuang untuk membasmi
komunis yang mereka anggap “anti Tuhan”.
Ketika semua itu telah berakhir dan zaman baru dalam kehidupan politik
Indonesia bermula, siapakah yang tidak akan termenung mengingat betapa anak bangsa
telah saling membunuh karena bisikan ideologi dan kesadaran sosial yang berbeda-beda.
Presiden soekarno tidak pernah membayangkan bahwa dewan revolusi yang
diperkenalkannya dan bahkan dipupuknya bahkan menimpa bangsa sendiri. Bahkan
bung karno menitihkan air mata ketika sedang berpidato ketika ia teringat betapa
semangat revolusi yang dikibarkannya bahkan membalik menusuk bangsa sendiri.
Tahun 1965 dan 1966 bukanlah sekedar masa mulai terjadinya proses pergeseran
kekuasaan tetapi adalah pula saat ketika bangsa terjerumus dalam tragedi yang paling
traumatis
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 145

3.24 DINAMIKA REFORMASI ABRI

Pemikiran ABRI dalam menangkap perubahan, tidak muncul secara tiba-tiba.


Keterbukaan ABRI terhadap perubahan: reformasi gradual, konseptual dan
konstitusional, di samping upaya menjalin dialogdengan berbagai elemen masyarakat
serta hubungan antara pimpinan ABRI dan komandan staf secara intensif adalah faktor-
faktor signifikan dalam mendukung proses reformasi dan pergantian kepala
pemerintahan yang berlangsung secara konstotusional pada 21 mei 1998.

A. MULTIKRITIS DAN TUNTUTAN PERUBAHAN


Krisis moneter di Asia berdampak pada perekonomian Indonesia. Kemerosotan
nilai mata uang rupiah pada oktober 1997 yang berada pada posisi Rp. 4.000/US $, pada
januari 1998 menjadi RP.17.000/US $, berdampak kebangkrutan beberapa persahaan di
Indonesia(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 617). Pada saat itu Indonesia
memasuku babak suram dan memprihatinkan di bidang perekonomian. Pengaruh
globalisasi, dominasi kekuatan pasar, lemahnya fundamental ekonomi perusahaan,
lemahnya kepercayaan dalam negeri adalah faktor-faktor pemyebab keterpurukan
perekonomian saat itu.
Krisis ekonomi menjalar krisis non-ekonomi yang mendorong tuntutan
perubahan semakin menguat. Gejolak sosial menjadi bertambah marak pasca Sidang
Umum (SU) MPR dari tanggal 1 hingga 11 maret 1998 yang memilih kembali secara
aklamasi soeharto sebagai presiden RI untuk ketujuh kalinya dan B.J. Habibie sebagai
wakilnya. Sementara itu, peningkatan Pemutusa Hubungan Kerja (PHK) saerta kecilnya
kesempatan lapangan pekrjaan yang memperburuk stagnasi perekonomian, mendorong
tuntutan perubahan kepemimpinan nasional semakin marak. Gerakan mahasiswa
muncul di kampus kampus di berbagai kota, seperti di jakarta, bandung, Yogyakarta,
Surabaya, medan dan makasar. Demonstrasi berskala besar di seluruh Indonesia terus
berkembang. Demo-demo ini mengusung tema besar, seperti penurunan harga sembako
(sebilan bahan pokok), penghapusan monopoli, KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme),
serta pergantian kepemimpinan nasional.
Kerusuhan dan protes dari berbagai kalangan masyarakat terus mewarnai
perkembangan situasi perpolitkan. Ketika presiden soeharto sedang berada di Mesir
untuk menghadiri konferensi Negara-negara Non-Blok, pada tanggal 12 mei 1998,
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 146

mahasiswa Trisakti yang berlokasi di Grogol, Jakarta Barat, mengadakan


Demonstrasi(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 618). Dalam peristiwa itu terjadi
penembakan oleh aparat keamanan. Empat orang mahasiswa, yaitu satu orang
mahasiswa arsitektur, Elang Mulya Lesmana dan tiga orang mahasiswa Ekonomi yaitu
Hendriawan Sie, Heri Heriyanto dan Hafidhin Royan, tewas.
Keempat mahasiswa tersebut tertembak saat ribuan mahasiswa Trisakti sedang
kembali memasuki kampus setelah mereka menggelar aksi keprihatinan.
Kerusuhan di jakarta menjalar ke kota-kota lain. Pada saat bersamaan maneuver
politik yang dilancarkan berbagai pihak dan para mahasiswa semakin gencar menuntut
mundurnya soeharto sebagai presiden. Mereka menuntut pula agar pemerintah segera
menurunkan harga kebutuhan rakyat, mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan
aparat, dan melaksanakan reformasi. Istilah “reformasi” mulai menjadi jargon populer
di kalangan mahasiswa sebagai akumulasi aspirasi yang memiliki makna terhadap
tuntutan perubahan di segala bidang(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 619).
B. ABRI DAN PERUBAHAN : REFORMASI GRADUAL KONSEPTUAL, DAN
KONSTITUSIONAL
Pemikiran ABRI dalam menangkap perubahan, tidak muncul secara tiba-tiba
kesadaran ini bermula di kalangan perwira ABRI melalui perbincangan tentang isu
keterbukaan yang dilakukan secara informal dalam berbagai pertemuan. Munculnya
kesadaran ini tidak terlepas dari keterbukaan para perwira melalui komunikasi dengan
berbagai kangan seperti, para akademis, budayawan, ulama,politisi , LSM dan tokoh-
tokoh masyarakat lainnya.

Semangat keterbukaan terhadap pembaruan telah terjadi di ranah legislatif


melalui perwira-perwira yang bertugas dalam Fraksi ABRI. Kehadiran wakil ABRI di
DPR, ialah karena ABRI diakui sebagai kekuatan sosial politik yang mempunyai hak
untuk menampung dan mengolah aspirasi rakyat dengan berpedoman pada saptamarga.

Panglima ABRI jenderal TNI Wiranto dan kassospol ABRI Letjen TNI Susilo
Bambang Yudhoyono menyusun konsep reformasi ABRI di tengah masih kuatnya
pemerintah Orde Baru(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 620). Hal ini dilakukan
karna adanya perbedaan pemahaman dan cara pandang reformasi di ruang publik yang
dikhawatirkan bisa mengarah pada revolusi.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 147

Pada sidang umum MPR 1998 istilah “Reformasi” pertama kali disampaikan
oleh kassospol ABRI Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pandangan akhir
tersebut, fraksi ABRI menyampaikan dua isu utama agenda nasional:

1. Desakan atau tuntutan agar krisis moneter dan krisis ekonomi dapat segera diatasi,
sehingga tidak muncul tuntutan yang lebih besar lagi.
2. Desakan dan tuntutan agar dilakukan reformasi menyeluruh, khususnya di bidang
ekonomi, politik dan hukum
(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 621).

Dalam perkembangan perpolitikan nasional yang diwarnai tuntutan mahasiswa


yang menghendaki reformasi politik, ekonomi, pemerintahan yang bersih dari KKN,
serta penurunan harga kebutuhan bahan pokok masyarakat, ABRI berusaha
menempatkan institusinya untuk tidak berperan melebihi kapasitas kewenangannya.

Dalam arus globalisasi yang membawa semangat keterbukaan informasi dan


demokratisi, peran Sospol ABRI yang dalam tugasnya berada dalam koridor sistem
komando ABRI, berupaya menyelaraskan keberadannya dengan kekuatan sospol
lainnya. Kassospol ABRI menegaskan bahwa reformasi harus dimulai, tetapi
pelaksanaannya haruslah dilakukan secara terkendali dan tepat sasaran.

Bagi ABRI, istilah reformasi adalah penbaruan dan bukannya revolusi yang
menuntut perubahan radikal(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 621). Reformasi
yang diperjuangkan ABRI adalah pembaharuan yang dilakukan secara konstitusional,
konseptual, gradual dan tepat sasaran sesuai dengan urgensinya.

Kassospol ABRI Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono menyebut 4 konsep


reformasi hasil Tim Perumus ABRI :

a. Agenda reformasi di bidang politik, hukun, budaya, dan hankam.


b. Prioritas reformasi
c. Pelaksanaan dan bertahap
d. Pengendalian reformasi.
(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 622).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 148

Dalam menghadapi masalah reformasi, di lingkungan internal ABRI terdapat


berbagai pandangan yang berbeda. Kalau kelompok konservatif tidak bisa menerima
perubahan, maka kelompok akomodatif bisa menerima perubahan secara bertahap,
sedangkan kelompok radikal menginginkan ABRI berubah secara cepat, seperti yang
diinginkan kelompok mahasiswa dan LSM yang menuntut penghapusan secepatnya dwi
fungsi ABRI(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 622)

Dalam upaya memahami kekuatan kelompok-kelompok di kalangan intern


ABRI, kassospol ABRI mengadakan jajak pendapat ke seluruh perwira Tinggi ABRI di
mabes ABRI, AD, AL, AU dan kepolisian melalui pengisian angket yang berisi 3
pilihan:

Reformasi dilakukan secara gradual, konseptual, dan konstitusional Melakukan


perubahan secara drastis (revolusioner) Tidak melakukan perubahan atau pertahankan
dwifungsi ABRI.

Hasil jajak pendapat menunjukan bahwa sebagian besar perwira tinggi mabes,
angkatan, dan polri menyetujui reformasi dilakukan secara gradual, konseptual dan
konstitusional. Dengan keputusan ini maka dialog pun dilancarkan(Abdullah dan
Lapian (ed). 2012.: hlm. 622)

Pada tanggal 18 april 1998, ABRI menyelenggarakan dialog nasional di


kemayoran, dengan tema “melalui dialog kita bangun Visi, persepsi dan berbagai
pemikiran terhadap masalah nasional terutama krisis moneter dan gejolak ekonomi”.
Walaupu dialog ini belum mampu membangun kesamaan visi apalagi menemukan
solusi bersama antara pemerintah dan masyarakat, ABRI telah menunjukan hasrat untuk
memupuk hubungan komunikasi antara rakyat dengan pemerintah.

Berbagai persoalan mendasar yang menjadi tuntutan mahasiswa dibicarakan


dalam dialog tersebut. KKN, penegkan hukum, Dwifungsi, Krisis kepercayaan terhadap
pemerintah dan kritik terhadap kemampuan kepeminpinan soeharto dalam mengatasi
krisis adalah topic yang dibahas. Menanggapi berbagai permasalahan yang
diketengahkan dalam dialog itu, panglima abri menyatakan bahwa ABRI responsive
terhadap perkembangan masyarakat(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 623)
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 149

Sementara itu, menanggapi tuntutan mahasiswa tentang desakan mundurnya


soeharto sebagai presiden, pangab menyatakan bahwa pengukuhan soeharto sebagai
kepala Negara dilakukan melalui protes konstitusional dalam siding umum
MPR(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 623). Oleh karean itu tujuan ABRI untuk
menyelenggarakan dialog ini dapat dijadikan sebagai forum untuk menyamakan
persepsi dan membangun pemikiran bersama tentang masalah nasional secara langsung
dan terbuka. Dialog ini juga merupakan media sharing dengan mitra komponen bangsa
lainnya dalam menyuburkan kehidupan demokrasi dan membina civil society.

Namun, unjuk rasa yang semula tertib dan terkendala, dengan cepat bisa berubah
menjadi bringas dan liar. Dalam situasi ini, ABRI yang bertugas mengamakan tiga
unsur utama sebuah Negara, yaitu wilayah nasional, pemerintah yang sah, dan rakyat
yang berdaulat. Dialog sangat dibutuhkan dalam menghadapi permasalahan bangsa saat
itu.

Dari hasil kunjungan ke berbagai daerah dan dari dialog dengan para pakar dan
tokoh masyarakat, Kassospol ABRI sampai pada kesimpulan, bahwa meskipun presiden
soeharto pasca siding umum MPR 1998 masih memiliki legilitas, tetapi ia telah
kehilangn legitimasi moral(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 624). Dinamika
politik yang terjadi pasca sidang tersebut mengisyaratkan perlunya ABRI merespon
secara positif aspirasi masyarakat.

Reformasi, sebagai proses perubahan tatanan sosial yang tidak bisa ditunda-
tunda, disepakati segenap lapisan masyarakat maupun pemerintahan orde baru.
Penolakan terhadap soeharto sebagai presiden RI dengan gencar disuarakan, bahkan
sebelum SU MPR 11 maret 1998. Pihak mahasiswa beranggapan, bahwa sumber dari
rintangan terhadap reformasi terletak pada presiden soeharto yang telah berkuasa selama
32 tahun(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 624).

ABRI berusaha mengarahkan berbagai aksi massa untuk tetap dalam rambu-
rambu hukum. Dalam rangka menghindari konflik antara mahasiswa dan pemerintah,
ABRI membangun dialog dengan para mahasiswa tersebut berdasarkan kebijakan
panglima ABRI. Dalam kaitan inilah, kassospol ABRI Susilo Banbang Yudhoyono
menemui Amien Rais di Yogyakarta dan para pemuka masyarakat di Surabaya. Ia
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 150

menyampaikan rencana dialog dengan mahasiswa yang hendak diselenggarakan pada 4


april 1998 di Taman Mini Indonesia Indah dengan mengundang 22 perguruan
tinggi(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 625).

Dalam prakteknya, sebagian besar mahasiswa menolak untuk hadir di acara


tersebut. Meskipun ajakan ABRI untuk melakukan dialog dengan mahasiswa menemui
berbagai kendala, ABRI tetap berupaya mensosialisasikan perlunya dialog ABRI dan
mahasiswa. Dalam dialog akan dilakukan saling Tanya jawab. Pemikiran-pemikiran
yang baik akan dijadikan sebuah kesepakatan.

Pada umumnya mahasiwa di bandung menolak ajakan komandan Sesko untuk


berdialog dengan ABRI. Sejak bulan april 1998, aksi unjuk rasa mahasiswa menuntut
reformasi politik, ekonomi, dan hukum di berbagai kota terus berlanjut(Abdullah dan
Lapian (ed). 2012.: hlm. 626). Dan aksi mahasiswa memasuki babak baru, yakni ke luar
kampus. Akibatnya, di beberapa kampus yang melakukan unjuk rasa, terjadi bentrokan
dengan aparat keamanan.

Kehati- hatian ABRI dalam bertindak dan merepon maraknya aksi-aksi unjuk
rasa mahasiswa di berbagai kampus merupakan sikap persuasive dan akomodatif ABRI
dalam menangkap tuntutan perubahan agar agenda reformasi dapat terlaksana dengan
baik. ABRI mengadakan rapat “curah pendapat fungsional”. Dalam rapat itu,
dipaparkan konsep reformasi yang mengacu pengarahan pengab setelah melakukan
pertemuan dengan presiden soeharto(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 627).

Dengan mendasarkan diri pada fungsi sospolnya, ABRI mengambil prakarsa


dalam komitmennya terhadap pembaharuan dengan konsep yang jelas berpegang pada
aturan konstitusional dalam kaitannya dengan masa depan bangsa dan Negara, seperti
keputusan pengamanan terhadap presiden dan wakil presiden sebagai produk
konstitusional.

ABRI berdialog dengan pakar politik dan tokoh masyarakat untuk memperoleh
masukan bagi penyelesaian krisis. Perkembangan kondisi sosial politik nasional yang
bergerak cepat dan krisis telah membentuk kesadaran kolektif melalui protes sosial
semakin meluas dan menguat. Sorotan dunia internasional pun tidak dapat diabaikan,
terutama pasca peristiwa trisakti yang memicu suasana semakin tidak terkendali.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 151

Sementara itu di jakarta, di kampus UI salemba, pada tanggal 16 mei 1998


gelombang gerakan reformasi mahasiswa, guru besar dan tokoh-tokoh non kampus,
telah mencapai titik puncak dengan mengeluarkan pernyataan tuntutan reformasi dalam
segala aspek kehidupan. Kassospol ABRI Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono
menyatakan bahwa ABRI sedang mempelajari, mengkaji serta mencari solusi agar
reformasi dapat dilakukan secara tepat, gradual, tanpa korban(Abdullah dan Lapian (ed).
2012.: hlm. 628). Sikap ini, pada hakikatnya masih sama dengan yang disampaikan oleh
fraksi ABRI dalam sidang umum MPR bulan maret 1998 yang lau.

C. PERALIHAN DARI ORDE BARU KE ERA REFORMASI


pada tanggal 15 mei 1998, persiden soeharto tiba di jakarta dari kunjunganresmi
ke mesir. Lalu presiden mengadakan pertemuan dengan wakil presiden, para menteri
dan panglim TNI. Pada pertemuan itu selain meminta laporan secara terperinci
mengenai perkembangan situasi terakhir, presiden juga menyampaikan rencana
pelaksanaan TAP MPR No.V/1998, tentang pemberian kewenangan khusus kepada
presiden mandataris untuk mengambil langkah-langkah yang diperlakukan dalam
rangka kesinambunganpembangunan nasional . dalam kondisi tersebut, prsiden
menganggap perlu membentuk suatu lembaga operasi pemulihan keamanan dan
ketertiban (kobkamtib) yang diarahkan untuk menanggulangi kemungkinan timbulnya
ancamanyang mengganggu stabilitas keamanan.
Dalam dialognya dengan panglima ABRI persiden mengatakan bahwa komando
yang hendak dibentuk ini tidak dipimpin pangab(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm.
629). Gagasan ini didasarkan banyaknya tugas ABRI yang harus diemban oleh pangab.
Rekomendasi mengenai operasi pemulihan keamanan dan ketertiban, ialah : pertama,
pasca insiden triskti, gerakan masa yang Diawali di jakarta dan bandung, telah
menyebar ke berbagai kota di Indonesia. Gerakan mahasiswa yang bergabung dengan
masyarakat menjadi meluas yang diikuti berbagai aksi kerusuhan massal. Kedua,
meskipun seluruh kejuatan satuan pengaman ABRI tekah dikerahkan secara tepat,
mobilitas dan aksi masa sulit dibendung. Cara itu dapat mengundang tekanan
internasional. Ketiga secara politik, gerakan tidak hanya dilakukan mahasiswa, tetapi
telah meluas ke berbagai kelompok dan lapisan masyarakat, bahkan juga ke kalangan
para pengamat politik, tokoh masyarakat, purnawirawan ABRI dan ulama. Keempat,
perubahan apapun yang dapat terjadi hendaknya dilaksanakan secara konstitusional dan
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 152

damai. Kelima, meminta kepada dunia internasional agar permasalahan Indonesia


diselesaikan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Pada tanggal 15 mei 1998, di samping para menteri dan ABRI, presiden juga
memanggil para petinggi lainnya. Kepada para perwira tinggi itu, presiden soeharto
menanyakan perkembangan terakhir secara terpisah sesuai dengan tugas masing masing.
Pada umumnya para petinggi ABRI tersebut melaporkan bahwa situasi keamanan sudah
dapat dikendalikan, sekalipun masih terdapat aksi-aksi demonstrasi mahasiswa.
Pada tanggal 16 mei 1998, presiden soeharto menanggapi tuntutan mundur
dirinya sebagai presiden RI, asalkan hal itu dilakukan secara konstitusional. Presiden
soeharto menegaskan bahwa jabatan yang diembannya bukan atas kemauan sendiri,
tetapi atas kehendak rakyat yang disalurkan melalui DPR/MPR. Dalam hal ini, presiden
menambahkan, ia mengerti adanya kegelisahan rakyat dan adanya kerusuhan dan karena
itu ia menegaskan pula keharusan melindungi harta benda rakyat, asset nasional,
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, pancasila serta UUD 1945. Dalam upaya
melaksanakan janjinya itu, presiden menyebutkan tiga hal. Pertama, presiden
mempersilahkan melanjutkan jalannya reformasi. Kedua, presiden hendak memperbaiki
kinerja pemerintahan dengan melakukan reshuffle kabinet. Ketiga, presiden akan
menggunakan wewenang untuk melindungi rakyat dengan TAP MPR
No.5/1998.(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 630).
Pernyataan presiden tersebut tidak mengurangi intensitas gerakan mahasiwa
yang semakin meningkatkan tekanan melalui unjuk keprihatinan di seluruh kampus di
Indonesia. Bahkan Amien Rais, dan kawan kawannya menggagas unjuk rasa besar-
besaran di sekitar tugu monas, Jakarta Pusat sebagai bentuk power yang akan
diselenggarakan pada saat peringatan hari kebangkitan nasional tanggal 20 mei 1998.
Gerakan ini ditujukan untuk mempercepat runtuhnya penguasa orde baru.
Pada tanggal 18 mei 1998, desakan kepada presiden soeharto untuk
mengundurkan diri semakin menguat. Berdasarkan info intelejen tentang adanya
rencana people’s power, aparat keamanan diinstruksikan melakukan upaya pencegahan
terhadap pengerahan massa secara besar-besaran dengan berjaga-jaga dan memblokir
berbagai jalan utama menuju kawasan monas, dengan melakukan pemasangan kawat
berduri di setiap belokan yang menghubungkan jalan-jalan menuju kawasan monas.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 153

Selain itu, pengamanan di setiap sudut kota ditujukan untuk mencegah terulangnya
kerusuhan.
ABRI tidak memungkinkan melakukan pemberangusan gerakan mahasiswa
yang mulai mengarahkan aksi demonstarsi demo ke gedung DPR/MPR yang terletak di
kawasan senayan. Gedung DPR/MPR yang semula sulit ditembus para demonstan, pada
tangga 18 mei 1998 dibuka oleh aparat keamanan. Lalu pimpinan DPR membacakan
sikap untuk prsiden soeharto secra arif mengundurkan diri. Keputusa MPR yang
melibatkan unsur pimpinan F-ABRI untuk mendesak mundurnya presiden soeharto
mengejutkan mabes ABRI. Pada pukul 20.00 wib, tanggal 18 mei 1998, jenderal TNI
wiranto, sebagai panglima ABRI yang bertanggung jawab sebagai keselamatan Negara,
mengadakan konferensi pers dan menyatakan bahwa pernyataan pimpinan DPR/MPR
untuk meminta presiden mengundurkan diri tersebut bersifat pribadi, meskipun hal
tersebut disampaikan secara kolektif.
Pada tanggal 19 mei 1998, presiden soeharto mengundang para tokoh
masyarakat di istana merdeka untuk meminta saran mengenai rencana pembentukan
dewan reformasi politik(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 632). Keesokan harinya,
pengumuman pembatalan acara apel akbar disampaikan amien rais yang ditayangkan
langsung melalui televisi. Peringatan hari kebangkitan nasional selanjutnya diperingati
di halaman gedung DPR/MPR oleh para mahasiswa yang telah beberapa hari
menduduki gedung tersebut dan Amien Rais pun hadir pula di acara itu.
Kassospol ABRI menyiapkan rancangan skenario pergantian kepemimpinan
nasional yang akan diuslkan mabes ABRI melalui fraksinya dalam pertemuan di DPR
yang diselenggarakan pada pagi hari tanggal 30 mei 1988. Usulan tersebut yaitu:
a. Melalui sidang umun MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden dengan pemilu
dipercepat
b. Presiden mundur, kemudian wakil presiden yang menggantikan kedudukan presiden
c. Presiden dan wakil presiden mundur, kemudian menteri dalam negeri, menteri luar
negeri dan meteri pertahanan dan keamanan tampil sebagai triumvirate.
d. Tidak ada pertanggungjawaban dan presiden mundur
e. Sidang istimewa MPR.
(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 632).
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 154

Pertemuan di DPR yang dihadiri 171 orang dan 325 anggota fraksi karya
pembangunan (FKP) sebagai fraksi terbesar di DPR-RI memilih aternatif ke empat dan
kelima, yaitu presiden mundur dan segera digelar sidang istimewa MPR(Abdullah dan
Lapian (ed). 2012.: hlm. 633). Dari diskusi tersebut, ditarik suatu kesimpulan perlunya
aksi nyata reformasi, yaitu pergantian kepemimpinan nasional secepatnya sebagai upaya
untuk mengakhiri krisis politik. Dinamika peerkembangan politik seblangsung semakin
cepat. Pada tanggal 20 mei 1998, menteri sekretaris Negara saadilah mursyid menemui
presiden untuk melaporkan bahwa komite reformasi belum bisa terbentuk dan
menyampaikan surat pengunduran diri 14 menteri tersebut.

Atas dasar pertimbangan harga persatuan sebuah bangsa serta penghindaran


pertumpahan darah, malam itu presiden lamgsung mengatakan “saya berhenti”.
Selanjutnya presiden memerintahkan menteri sekretaris Negara untuk mempersiapkan
pengunduran dirinya sebagai presiden sesuai dengan konstitusi. Pangab kemudian
membriefing tentang rencana pengunduran diri presiden soeharto pada kassospol ABRI
yang menunggunya di markas besar TNI AD, Jakarta Pusat. Malam itu, semua kegiatan
sospol ABRI terkonsentrasi pada bagaimana sikap ABRI terhadap pergantian
kepemimpinan nasional. Dalam hal ini panglima terkesan berhati-hati menyampaikan
informasi tersebut oleh karena kekhawatirannya terhadap kemungkinan terjadi
perubahan situasi.

Pada tanggal 21 mei 1998 presiden soeharto dan wakil presiden B.J Habibie tiba
di istana merdeka. Pagi itu hadir pula pimpunan mahkamah agung, keta MPR/DPR,
harmoko beserta wakilnya dan para menteri. Pada pukul 09.00 wib presiden soeharto
membacakan pidato pengunduran dirinya dan dilanjutkan oleh B.J Habibie yang
mengucapkan sumpah sebagai presiden RI menggantikan soeharto(Abdullah dan Lapian
(ed). 2012.: hlm. 635). ABRI sebagai alat Negara harus memiliki sifat pasti dan tegas
ditengah ketidak pastian situasi, seperti saat berlangsungnya peralihan kekuasaan. Sikap
ABRI tersebut mengandung beberapa substansi penting. Pertama, dukungan terhadap
berhentinya presiden soeharto sekaligus harus memberikan dukungan terhadap
pergantian presiden secara konstitusional. Kedua, pesan moral kepada seluruh
masyarakat untuk menerima proses tersebut, sebagai realisasi dari tuntutan dan
keinginan bersama. Ketiga, ajakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan berbagai
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 155

perbedaan yang ada dan kembali merekatkan persaudaraan sebagai bangsa yang bersatu.
Keempat, mencegah kehendak untuk melaksanakan tindakan di luar hukum terhadap
mantan presiden yang justru akan menodai proses demokrasi yang diperjuangkan saat
ini(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 635).

Dengan demikian hal pentig yang hars dicatat adalah sikap kompromi ABRI
terhadap munculnya gerakan mahasiswa menentang kepemimpnan presiden soeharto
pada bulan mei 1998. Tindakan-tindakan ABRI berperan secara positif dalam megawal
proses suksesi yang berlangsung secara konstitusional dan damai.

3.25 MASA AWAL REFORMASI

Reformasi yang berarti perubahan secara drastis untuk melakukan perbaikan


dalam tatanan masyarakat atau Negara, terjadi pada masa pasca orde baru. Dengan
dukungan berbagai kekuatan, Negara menata kehidupan politik, sosial dan ekonomi
dengan menciptakan landasan stabilitas politik. Pengunduran diri soeharto sebagai
presiden pada 21 mei 1998 menandai roda reformasi yang mulai bergulir. Namun
sejumlah peristiwa terjadi, misalnya keluarnya timor timur dari republik Indonesia,
pemilihan umum diselanggarakan secara langsung, dan beberapa daerah menuntut
otonomi daerah.

A. MASA AKHIR ORDE BARU


Sebuah teori mengatakan bahwa tegaknyasesuatu kekusaan polotik terjadi jika
kekuasaan itu di dukung oleh ideologi dan kekuatan militer. Ideology merupakan
keharusan untuk melanggengkan kekuasaan politik dan dapat pula digunakan untuk
memanupulasi pandangan rakyat sehingga kekuasaan tidak dianggap sebagai penindas
tetapi sebagai pelindung bahkan penyelamat.
Ideology yang dianut pada masa orde baru adalah Negara kekeluargaan yang
dijalankan dengan sisyem consensus politik.ideologi ini dianggap sebagai nilai-nilai
menonjol di dalam kebudayaan Indonesia.kepala Negara adalah bapak dari sebuah
keluarga yang terdiri atas rayat seluruh negeri yang dianggap sebagai anak
Untuk memberi jawaban atas permasalahan bangsa pasca pemeritahan
sebelumnya, orde baru berpegang pada doktrin trilogy pembangunan, yakni
pertumbuhan ekonomi , stabilitas politik, dan pemerataan. Strategi orde baru untuk
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 156

melanggengkan kekuasaannya adalah dengan menebar rasa takut di kalangan


masyarakat melalui lima aspek yaitu, aspek budaya, aspek pendidikan, aspek psikologi,
aspek politik, dan aspek ekonomi.
Pada saat kejatuhan soekarno yang didahului oleh peristiwa G-30-S tahun 1965,
kemerosotan ekonomi sedemikian parahnya. Inflasi hingga angka 650% menunjukan
betapa hancurnya perekonomian bangsa. Orde baru nampaknya mempelajari
pengalaman pahit bangsa.di saat krisis politik sedang menaik, presiden soekarno yang
telah semakin terdesak secara politik mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1967
(SUPERSEMAR), yang memberi kekuasaan kepada soeharto untuk menyelesaikan
keamanan, menjaga keselamatan presiden, memelihara ajaran pemimpin besar revolusi,
dan melaporkan segala sesuatu kepada presiden. Orde baru melanjutkan tradisi
demokrasi terpimpin yang “antipartai” dengan menjinakan besarnya jumlah partai.
Dengan dukungan militer sebagai kekuatan yang dominan, orde baru menata
kehidupan polik, sosial dan ekonomi dengan menciptakan landasan bagi terwujudnya
stabilitas politik. Ekonomi terpimpin digantikan dengan sistem ekonomi pasar.
Disamping militer, tampil pula kaum teknokrat sebagai elite politik yang disegani.
Pada masa orde baru berbagai corak geografis terjadi. Beberapa kota baru
muncul , seperti batam dan bontang. Hamper semua kota lama mengalami perubahan
bertambah besar dan bertambah nuansa kekotaannya. Jakarta yang semula dikenal
sebagai the big village secara bertahap menjadi kota metropolitan. Usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat tampak juga dalam pelayanan kesehatan pada
masyarakat dengan adanya puskesmas dan posyandu. Program KB berhasil menekan
laju pertumbuhan penduduk. Kepemimpinan Indonesia di ASEAN dan kemudian Non-
Blok serta keikutsertaannya di APEC sejak awal tahun 1990-an mendapat penghargaan
tinggi dari dunia internasional.
Dengan kisah sukses orde baru, tampaknya sulit menahan laju keinginan
soeharto untu terus berada di tampuk kekuasaan tertinggi. Kemudian terbukti ia lengser
ketika rakyat sudah tidak menginginkannya. Pada masa itu, pada setiap perhitungan
suara dalam pemilu, golkar selalu menang . oleh karean itu , jika tidak dipaksa untuk
berhenti, soeharto akan menjadi presiden ketujuh kalinya tanpa jeda.
Daya tahan ekonomi nasional menjadi pertaruhan ketika gejolak perekonomian
dunia terjadi seperti pada krisis moneter tahun 1997, sehingga gejala reformasi menguat.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 157

Keinginan reformasi yang telah bermula sejak tahun 1980-an tidak bisa berbuat banyak
karena strategi baru ini belum terkonseptualisasikan dan belum terwadahi secara
structural. Sistem politok yang dibangun pada masa orde baru bertumpu pada ketokohan
soeharto sehingga bersifat nasional itulah sebabnya dalam praktiknya, orde baru banyak
mengebiri sistem politik yang seharusnya dijalankan secara demokratis. Padahal, setiap
sistem selalu terjadi dinamika dari dalam dan tantangan dari luar.
Faktor lain yang memengaruhi jatuhnya soeharto adalah desakan dari luar, yakni
dunia internasional. Ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri, membuat orde
baru tak terelakan dari dampak kekuatan kapitalisme internasional.
Jatuhnya rezim orde baru yang ditandai dengan lengsernya soeharto pada 21 mei
1998 merupakan akibat dari krisis ekonomi dan politik. Terjadinya krisis ekonomi
menyusul krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Ketika krisis moneter mendera
asia dan merembes ke Indonesia, soeharto mengira ia masih mampu menggenggam
kekuasaannya. Oleh karena itu, ia tidak memerintahkan para menterinya untuk
mendapatkan strategi alternative untuk melanjutkan pembangunan ekonomi dan sosial.
Tetapi kegagalan yang mendasar dari soeharto adalah ia tidak mempersiapkan bangsa
dalam proses pengalihan kekuasaan secara bertanggung jawab, dari birokrasi militeristik
ke cara demokratik, suatu sistem yang cocok bagi masyarakat multi etnik dan aspirasi.
Dua hari sebelum mengundurkan diri dari jabatannya, presiden soeharto
menyatakan akan melaksanakan dan memimpin reformasi, seakan masih dapat
mengkooptasi gerakan reformasi yang semakin luas. Pertemuannya dengan beberapa
tokoh kalangan islam dari berbagai organisasi dan profesi merupakan upaya untuk
mengajukan penyelesaian perubahan secara damai akan tetapi, pertemuan itu hanyalah
sekedar memperpanjang politiknya saja.

a. KRISIS YANG TAK TERKELOLA


Pada tanggal 8 oktober 1997, IMF dan pemerintahan RI telah mengumumkan
persetujuan bahwa IMF akan memnuka peluang bantuan sebesar $43 miliar yang
berasal dari tiga badan multilateral dan lima negara, asalkan Indonesia berjanji mau
melakukan reforma-reforma tertentu Indonesia bersedia menepati janji tersebut,
sehingga pada tanggal 15 januari ditandatangani lah surat ketekunan yang memuat
sebanyak 50 langkah reformasi khusus yang harus dilakukan orde baru agar bisa
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 158

memenuhi syarat mendapat kesempan akses untuk menerima, tahap demi tahap, isi awal
bantuan sebesar $43 miliar.
Meskipun demikian Indonesia dianggap segen dan mengulur ulur waktu untuk
menerapkan reformasi yang telah dijanjikan. Dibuatlah perjanjian ketiga yang lebih
panjang lagi dan lebih tegas, yang diumumkan pada tanggal 10 april 1998. Isi perjanjian
adalah 117 tindakan yang harus diselesaikan pemerintah Indonesia pada jangka waktu
tertentu untuk menghindari kehilangan akses lebih lanjut terhadap paket itu.Akhirnya
presiden soeharto menandatangani memorandum sebanyak 50 butir mengenai
pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi dan moneter yang harus dilakukan Indonesia
dengan bantuan IMF, bank dunia, dan Asian Development Bank (ADB).
Tampaknya penyelesaian krisis ekonomi indonesa berlarut- larut. Hal ini karena
krisis ekonomi disertai krisis kepercayaan yang akut terhadap kekuasaan yang sedang
bekerja. Memasuki bulan mei 1998, tekanan kaum reformis dan gerakan mahasiswa
semakin kuat mendesak soeharto untuk mengundurkan diri. Tekanan demi tekanan
politik dari orang-orang terdekatnya akhirnya membawa presiden soeharto menyatakan
berhenti dari jabatannya.

B. BERGULIRNYA REFORMASI
Sesudah pemerintahan soeharto berakhir, sejarah Indonesia memasuki periode
ketika masyarakat begitu mengharapkan perbaikan kehidupan demokrasi dan
kesejahteraan melalui gerakan reformasi. Dalam konteks pelaksanaan pemerintahan
orde baru itulah praktik KKN tumbuh subur yang menjadi faktor utama jatuhnya
soeharto.

a. PEMERINTAHAN B. J HABIBIE
Orde baru sebagai sistem ternyata tidak tumbang dalam waktu singkat. Hal itu
dapat dilihat naiknya habibie menggantikan soeharto. Naiknya Habibie sebagai presiden
disebut secara kebetulan. Menurut emmerson, B.J habibie tidak akan mengganti
kebijakan yang telah dilakukan kecuali memperbaiki rezim soeharto (Abdullah dan
Lapian (ed). 2012.: hlm. 649). Banyak analisis mengatakan hal tersebut karena Habibie
merupakan anak kesayangan Soeharto. Kedekatan Habibie yang telah lama berguru itu
pula yang menyebabkan ia diangkat oleh Soeharto menjadi wakil presiden.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 159

Habibie tidak begitu saja mengambil alih falsafah otoriter pendahulunya. Akan
tetapi, yang terlihat sebaliknya. Habibie dengan cepat merombak sebagian besar dari
warisan pedahulunya. Kabinet reformasi yang diumumkan pada 22 Mei 1998 mengganti
kabinet pembangunan diisi oleh menteri lama. Habibie memisahkan jabatan jaksa agung
dan gubernur bank sentral dari kabinet hal itu dilakukan agar kedua kedudukan itu di
depolitisasi sehingga dapat mendorong penerapan hukum yang lebih netral dan
kebijakan moneter yang lebih independen. Suatu kemajuan yang penting di catat dalam
dunia perbankan sejak orde baru adalah Bank Indonesia di beri hak untuk memelihara
independensi melalui UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

b. BEBAN MASA LALU, FONDASI MASA DEPAN


Dengan mundurnya soeharto, Negara bangsa berhadapan dengan begitu banyak
tantangan. Indonesia masa kini harus hidup dalam lingkup tuntutan tiga lapisan zaman
sejarah yang sepertinya telah bersatu balas dendam akan masa lalu, mendesak akan
masa kini, serta tantangan masa depan. Situasi ketika era reformasi dimulai yakni era
ketika semua penyimpangan harus diluruskan dan kekeliruan harus dikoreksi dan
Negara Indonesia yang pernah dicita-citakan dahulu di bangun kembali. Namun pada
saat itu, demonstrasi di jalan terjadi di hamper tiap universitas di kota , dan berbagai
kelompok bermain hakim sendiri dengan datang menyerang dan mereka menyatakan
akan memperbaiki apapun yang mereka anggap tak bermoral dan tidak patut dalam
masyarakat dengan cara-cara illegal dan keliru serta dengan tindakan-tindakan yang
kasar.
Ada masa ketika demokrasi terpimpin menanggapi kondisi masyarakat yang
resah dan pemerintahan yang tidak stabil dengan mendoron Negara ke dalam kancah
revolusi yang berkepanjangan dan membawanya kembali kepada apa yang seharusnya
menjadi kepribadian nasional. Strategi-strategi ideology ini yang didukung oleh cara-
cara otoritarian pada akhirnya hanya menciptakan lingkup sosial yang membelah bangsa
menjadi dua kubu yang saling bertikai, yakni kubu yang disebut kekuatan revolusioner
dan kubu yang anti revolusioner.
Saat Habibie mengambil alih jabatan kepresidenan, saat untuk menghahapus
KKN, dugaan kejahatan utama orde baru harus segera dimulai, namun orang yang sudah
mewarisi kekuasaan yang sudah didiskreditkan tidak berani untuk menyentuh
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 160

mentornya, yaitu mantan presiden soeharto. Bagaimanapun juga waktu tidak boleh
disia-siakan dalam upaya serius untuk membangun pemerintahan yang baik dan bersih.
Serangkaian keputusan yang telah ditetapkan jelas menunjukan bahwa presiden habibie
tidak membiarkan dirinya menjadi batu sandungan yang menghambat harapan-harapan
untuk membawa Indonesia kembali pada azas dasar akan keberadaannya sebagai sebuah
Negara bangsa.
Reformasi sesungguhnya tidak berarti suatu perubahan total melainkan suatu
perbaikan pesat tanpa mengganggu kesinambungan. Pada akhir masanya sebagai
presiden, Habibie dan kabinet-kabinetnya tidak hanya mempercepat proses evolusioner
melainkan juga memperkenalkan beberapa perubahan revolusioner yang cukup penting.
Keuntungan dan kerugian dari berbagai undang-undang, dekrit, ketetapan dan peraturan
yang diperdebatkan, namun ecara keseluruhan semua itu tidak hanya mencerminkan
upaya serius habibie menanggapi berbagai tuntutan yang bertentangan yang dihadapi
oleh bangsa tetapi juga visinya akan masa depan. Masalah ekonomi jelas merupakan
ujian berat pertama bagi Habibie namun dia berhasil memperbaiki nilai tukar rupiah,
dari Rp. 17.000 per US Dollar menjadi Rp.6.000 dan dia memisahkan Bank Indonesia
dari control Negara. Habibie juga telah menuntaskan perdebatan yang hamper
terlupakan yang terjadi setelah De Javasche Bank yang dimiliki oleh Belanda telah
dinasionalisasikan dan diubah menjadi Bank Indonesia.
Di samping berbagai keputusan politik dan ekonominya yang harus dibuatnya
dalam periode kepemimpinnnya yang singkat, presiden Habibie memulai suatu proses
“desakralisasi” kepresidenan. Dia pergi ke pasar-pasar menanyakan para pedagang kecil
bagaimana keadaannya, berkunjung ke parlemen untuk berdiskusi dengan para
pemimpin parlemen. Ketika dia membubarkan badan yang menangani program
indoktrinasi, BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila), presiden Habibie telah secara simbolik mengakhiri kekuasaan
Negara yang digunakan untuk mengamankan kesucian ideologi Negara dan
mengendalikan hampir semua symbol dan slogan Negara yang ditujukan kepada
menteri kolektif bangsa.
Setelah menghabiskan sekitar satu tahun periode kepresidenannya yang begitu
riuh, Habibie mulai merenungkan dan dia sudah berpikir bahwa keberadaan masyarakat
madani yang kuat yang berdiri antara kondisi masyarakat sesungguhnya dengan dunia
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 161

kekuasaan Negara dapat menjamin perkembangan yang sehat dari masyarakat yang
demokratis. Presiden habibie menghimpun sejumlah intelektual dan ahli terkenal serta
beberapa pejabat tinggi militer yang aktif untuk mengembangkan strategi bagaimana
Negara dapat mendorong pertumbuhan masyarakat madani yang sehat.
Situasi politik di ibukota sangat genting sedangkan daerah-daerah, terutama yang
bergejolak, juga menuntut perhatian. Keputusan B.J Habibie tentang GAM (Gerakan
Aceh Merdeka) yakni mengembalikan Aceh pada kekuasaan sipil. Presiden Habibie
mengunjungi aceh dan mengadakan pertemuan umum di masjid pusat. Tindakan
berhadapan langsung dengan masyarakat kemudian diikuti oleh Komandan Angkata
Bersenjata, Jenderal Wiranto, yang dengan santun menyatakan permintaan maaf kepada
warga aceh atas segala tindakan yang tidak patut yang mungkin telah dilakukan oleh
anak buahnya. Daerah lain yang bergejolak adalah irian jaya ( provinsi yang kemudian
di bawah presiden Abdurrahman wahid, pengganti Habibie, berganti menjadi papua).
Propinsi ini tidak pernah mengalami situasi damai sepenuhnya sejak secara resmi
menjadi propinsi ke-26 dari Republik Indonesia, yakni sejak hasil pepera (penentuan
pendapat rakyat) di sahkan dan disetujui oleh majelis umum PBB. Para tokoh papua
menuntut kemerdekaan papua namun saat itu presiden habbie telah habis masa
jabatannya.
Ada empat keputusan besar yang ditetapkan sebagai undang-undang yang
diajukan oleh Habibie yang telah membuka lembar baru dalam sejarah Indonesia, yaitu:
1) Izin pembentukan partai politik
2) Undang-undang otonomi daerah
3) UU kebebasan pers
4) Referendum Timor Timur

Sepanjang kepresidenannya, Habibie tidak pernah mengkritik pendahulunya


secara terbuka. Habibie telah menperkenalkan banyak perubahan fundamental untuk
membawa kembali Negara bangsa ke cita-cita idealnya yang secara jelas telah
ditetapkan oleh para pendiri Rebublik Indonesia. Semangat reformasi segera tampak
dalam hasil sidang umum MPR yang menghasilkan Ketetapan MPR nomor XI Tahun
1998 tentang penyelenggara pemerintah yang bersih dan bebas dari Kolusi Korupsi
Nepotisme (KKN). Ketetapan ini merupakan masalah pelik yang dihadapi Habibie
dalam melaksanakannya. Lebih dari dua bulan setelah menjabat sebagai presiden,
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 162

Habibie belum banyak memenuhi harapan rakyat, antara lain dalam hal penegakan
hukum dalam kasus trisakti, penculikan aktivis, dan penanganan terhadap koruptor.

C. SEBUAH BABAK BARU SEJARAH POLITIK?


Perubahan ke arah keadaan kehidupan sosial politik yang lebih baik seperti
yang diharapkan masyarakat tidak serta-merta terjadi segera sesudah lengsernya
Soeharto.Namun dalam dua tahun sejak itu, begitu banyak juga perubahan yang terjadi.
Pada masa Habibie, pembatasan berekspresi dilonggarkan dan izin terbit media massa.
Tidak diperlukan lagi surat izin cetak dan sebagainya. Kebebasan pers tampak dari
kritikan di media massa. Beberapa tahanan politik kelas tinggi dibebaskan.Pemerintahan
Habibie membolehkan siapa pun untuk membentuk partai politik dengan syarat tidak
berasaskan komunis. Presiden Abdurrahman Wahid. pngganti B.J. Habibie. tidak kalah
progresif. Pada tahun 2002, ia melontarkan ide pncabutan Ketetapan MPRS No. 25
Tahun 1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme, Leninism, dan Pembubaran
Organisasi PKI berserta Organisasi Massanya. Abdurrahman Wahid setuju jika
organisasi PKI dilarang, tetapi ia berpendapat bahwa jangan karena jengkel lalu kita
melanggar hak asasi orang lain untuk mengembangkan paham tertentu.
Pada akhir November 1998, Departemen Dalam Negeri mencatat lebih dari
seratus partai politik berdiri. Dalam Sidang Istimewa MPR 13 November 1998,
ditetapkan pemilu akan dilaksanakan pada bulan Mei atau Juni 1999. yang akan
dilaksanakan oleh komisi independen beranggotakan wakil partai politik dan badan
nonpemerintah. Selain itu, diputuskan pula untuk membatasi masa jabatan presiden dan
wakil presiden tidak lebih dari dua kali periode lima tahunan. membatasi akses presiden
terhadap kekuasaan darurat, mempermudah perubahan UUD, menghentikan Penataran
P-4, dan menjanjikan bahwa Indonesia akan mengesahkan dan memberlakukan semua
komænsi hak-hak asasi manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Semasa kepresidenannya, Habibie menghadapi dua masalah besar, yakni
kerusuhan massa yang anarkis dan "militer garis keras”. Kesulitan besar lainnya adalah
membawa Soeharto ke pengadilan.Pemberitaan pers seputar isu ini justru melibatkan
Habibie. Beranikah Habibie mengadili Soeharto bila kemungkinan besar ia menjadi
tertuduh berikutnya?. Hal ini sama seperti yang dikatakan Tommy Soeharto seusai
diperiksa di Kejaksaan Agung pada akhir November 1998, "Pak Harto membangun
negara ini tak sendiri. Jadi kalau diadili, kenapa yang lain tidak?”
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 163

Pengusutan terhadap Soeharto berjalan alot.Memang tampak upaya Presiden


Habibie untuk membawa kasus Soeharto ke arah pengusutan. Setelah membentuk
Kabinet Reformasi Pembangunan, pada tanggal 22 Mei 1998, Habibie memerintahkan
Jaksa Agung Soedjono Chanifah Atmonegoro memeriksa sejumlah yayasan yang
dipimpin Soeharto, seperti Dakab, Dharmais, Supersemar, dan Amal Bhakti Muslim
Pancasila. Dalam seminggu, Soedjono telah melaporkan hasil kerjanya. Ditemukan
bukti-bukti awal penyelewengan dana yayasan. Dana yayasan yang seharusnya
digunakan untuk kepentingan sosial digunakan untuk mengelola bisnis swasta. Menurut
Soedjono, dengan bukti seperti itu Soeharto sudah bisa dijadikan tersangka (Abdullah
dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 658). Akan tetapi, kira-kira lima jam kemudian setelah
menunggu instruksi lebih lanjut, Soedjono diberhentikan dari jabatannya dan digantikan
oleh Muhamad Ghalib, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan
Hukum Mabes ABRI.
Dalam konteks mengangkat perekonomian yang memihak rakyat dimunculkan
suara untuk menghapus "kapitalisme kroni", sumber terjadinya KKN.Semangat itu
tampak dalam Sidang Istimewa MPR tahun 1998, yang mengharuskan pemerintah tidak
memberi peluang dan menghentikan penumpukan kekayaan modal konglomerat yaitu
dengan mendorong demokrasi ekonomi.Dalam kaitan itu, pemerintah harus memberi
prioritas utama pemberian kredit kepada koperasi serta pengusaha kecil dan sedang.

D. KELUARNYA TIMOR TIMOR DARI NKRI


Bergulirnya reformasi berkorelasi dengan masalah Timor Timur yang
sesungguhnya merupakan "api dalam sekam” dalam kehidupan NKRI. Proses masuknya
Timor Timur ke dalam wilayah NKRI sudah menjadi fakta kontroversial yang tidak
mudah dijelaskan. Persoalan yang mendasar ialah apakah “kehendak” rakyat Timor
Timur?Masalahnya memang kompleks. Di samping fakta Timor Timur adalah sebuah
daerah Operasi militer, besarnya anggaran yang dicurahkan ke daerah ini telah bisa
membuat iri propinsi lain. Dalam konteks negara yang masih bersifat
sentralistis.perbedaan anggaran mencolok-dengan melihat perbandingan jumlah
penduduk dan jumlah penghasilan daerah-bisa menimbulkan iri propinsi lain. Reformasi
telah menjadi faktor pendorong bagi pemerintah di bawah Habibie untuk meninjau
kedudukan Timor Timur dalam konstelasi NKRI.Apalagi sejak integrasi
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 164

dilaksanakan.Timor Timur menjadi beban politik RI arena pedawanan tanpa henti


sebagian rakyat Timor limur.
Militer yang melihat prospek penciutan perannya, tidak sependapat dengan
gagasan Habibie. Adalah tentara, pada Desember 1975, yang masuk ke Timor Timur
dengan susah payah untuk mengintegrasikannya ke wilayah NKRI. Mereka juga yang
kemudian menetap di Sana dan bahkan tidak sedikit pula yang kemudian menikah
dengan perempuan setempat.Kalangan jendral pensiunan lebih tertarik pada sikap Mega
yang tetap mempertahankan Timor Timur.Itu pula yang menjadikan faktor dukungan
terhadap Megawati. Mereka tampak yakin yang bakal menjadi presiden adalah
Megawati, yang berarti keinginan militer akan terwujud.
Sidang Umum MPR yang digelar pada Oktober 1999 membicarakan persoalan
pemilihan presiden dan wakil presiden.Calon yang diunggulkan adalah B.J. Habibie
karena mendapat dukungan suara riil dari Golkar.Akan tetapi, suara yang berkembang
di luar parlemen, terutama suara dari mahasiswa, tidak menginginkan Habibie menjadi
presiden.Kiprah Habibie selama 15 butan sebagai pejabat presiden dinilai gagal dalam
menjalankan reformasi.Ditolaknya pertanggungjawaban Habibie di MPR menunjukkan
tidak ada dukungan terhadapnya untuk melanjutkan sebagai calon presiden. Tampaknya
Habibie sendiri merasa harus “tahu diri" akan situasi yang berkembang saat itu. Suatu
tafsir yang menarik mengenai pengunduran Habibie itu adalah justru karena masyarakat
merasa sayang kepadanya.Habibie adalah tokoh yang berjasa dalam bidang teknologi
khsususnya kedirgantaraan, yang telah memberikan kebebasan pers, dan melepaskan
para terpidana politik. Oleh sebab itu, ia sebaiknya tidak terpuruk sebagai politisi atau
negarawan. Biarlah ia mengakhiri kariernya sebagai teknokrat.
Pada 20 Oktober 1999, bukan Megawati yang berasal dari partai pemenang
pemilu yang dipilih sebagai presiden menggantikan Habibie, melainkan Abdurrahman
Wahid dari PKB. Sementara itu persoalan keamanan dalam negeri tampaknya terus saja
muncul akibat konflik horizontal yang masih menyisakan masalah pengungsi yang tidak
kunjung teratasi dengan baik.Dalam tiga tahun terakhir ini, masih terdapat kantung
pengungsian di Ternate yang masih tertantar.Terlihat lepas tangan antara pemerintah
propinsi dan kabupaten/kota.Akibat konflik horizontal yang hingga kini belum
tertangani secara tuntas adalah mengenai permasalahan pengungsi.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 165

E. ACEH
Apakah kasus Timor Timur merembet ke Aceh dan Papua? Banyak orang
menduga kalau Timor Timur lepas dari wilayah Republik Indonesia, maka itu akan
memberi peluang besar kepada propinsi lain, terutama Aceh dan Papua, untuk juga
lepas. Setain Aceh dan Papua, daerah yang sempat dianggap berpotensi pisah adalah
Riau dan Kalimantan Timur.Dua propinsi yang disebut pertama memiliki alasan yang
lebih kuat daripada dua terakhir. Aceh yang bersifat sentrifugal, menurut Emmerson,
karena perlakuan yang tidak adil dari pusat, bahkan trauma pelaksanaan Daerah Operasi
Militer (DOM) yang berkepanjangan, merupakan faktor kuat ancaman disintegrasi
teritorial Indonesia. Aceh adalah daerah modal Republik Indonesia, tidak saja dalam arti
sumbangan konkret berupa pesawat terbang Seulawah, tetapi juga semangat perjuangan
melawan penjajahan seperti diperlihatkan pahlawan mereka seperti Teuku Umar dan
Tjoet Njak Dien.
Selain DOM, gas alam cair (LNG) yang berasal dari perut bumi Aceh juga tetap
tidak memberi kesejahteraan kepada masyarakat setempat. Kekecewaan berat rakyat
menjadi lahan subur bagi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pimpinan Teungku Hasan di
Tiro.Dilihat dari landasan perjuangannya, GAM tidak terlalu kuat dan tidak
argumentatif, kecuali mengacu pada akar-akar sejarah.Hasan Tiro tampaknya begitu
obsesif terhadap kejayaan Aceh tempo dulu seperti kebanyakan orang Aceh pada
umumnya.la sendiri menyatakan "Aceh Merdeka" dalam konsesnya dengan
menggunakan dasar yang dibangun oleh Kesultanan Aceh pada abad XVII, masa Sultan
Iskandar Muda. Alasan lain Hasan Tiro adalah sentimen karena ketidaksenangannya
pada orang Jawa, yang dalam pandangannya tidak lebih dari penjajah, sama seperti
Belanda dulu.
Konflik yang telah berajalan sejak tahun 1976 akhirnya dapat
diselesaikan.Setelah melalui jalan panjang, akhirnya terlaksanalah penandatanganan
MOU (Memory of Understanding) antara pemerintah Indonesia dan pihak GAM di
Helsinki.Finlandia pada 15 Agustus 2005.Peristiwa berseprah ini kemudian
membuahkan suasana perdamaian dan kedamaian bagi masyarakat.baik di dalam
maupun di luar Aceh. Suatu peristiwa alam yang dianggap merupakan faktor yang turut
mendorong bagi rekonsiliasi pihak.pihak yang bertikai di Aceti adalah tsunami yang
terjadi pada tanqgal 26 Desember 2004.Tsunami yang telah menghancurkan sebagian
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 166

witayah Aceh tersebut bagi masyarakat Aceh tampaknya dilihat sebagai -mukjizat- yang
diberikan Tuhan agar pihak-pihak yang bertlkai di Aceh melakukan perdamaian (Pace
2007:134) (Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 661). Pada peristiwa
penandatanganan Mou tersebut, pihak Indonesia menggunakan bagian pidatonya dalam
bahasa Aceh, pitu Pat ujeuen han pirang, pat prang tan reda yang berarti selalu ada
waktu untuk hujan behenti dan selaiu ada waktu untuk mengakhiri sebuah perang.
Adapun pihak GAM antara Lain menyatakan “hari ini kita mengakhiri konflik yang
telah mengakibatkan penderitaan yang amat sangat bagi rakyat Aceh... dengan
penandatangan perjanjian damai ini adalah (merupakan) awak dari proses yang akan
mengantarkan keadilan kepada rakyat Aceh...” (Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm.
661). MOU yang menghasilkan perdamaian menjadikan Aceh sebagai "daerah
istimewa- dalam konteks NKRI.
Hasan Tiro kemudian datang ke Banda dan mergatakan supaya rakyat menjaga
perdamaian.Ini merupakan Sikap untuk memendam getirnya sejarah konflik di Aceh.
Tokoh pendiri GAM itu juga menyatakan bahwa ia menghargai kebijaksanaan dan
tekad baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang
sejak awal tahun 2000 telah merintis jalan bagi penyelesaian konflik berkepanpngan di
Aceh dengan harus melalui perundingan, bukan dengan kekerasan senjata.

F. DARI IRIAN JAYA MENJADI PAPUA


Di wilayah bagian paling timur Indonesia, Papua memperlihatkan “sejarah yang
belum selesai”. Penggunaan nama Papua untuk menyebut wilayah yang secara
administratif disebut Propinsi Irian Jaya adalah prakarsa dari Presiden Abdurrahman
Wahid. Penamaan (kembali) itu adalah konsesi simbolis pemerintah pusat kepada rakyat
di sana dengan identitas daerahnya. Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa di
Jakarta memengaruhi demonstrasi mahasiwa di Papua yang memprotes pelanggaran
HAM.Gerakan ini kemudian dipersepsikan oleh orang Papua sebagai "kebangkitan
Papua".Dengan “meluruska” sejarah.gerakan reformasi Papua menginginkan Papua
melepaskan din dari NKRI. Mereka melakukan reinterpretasi Perjanjian New York
tahun 1962 yang sesungguhnya “mengisyaratkan” prinsip one man one vote. Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969 yang dilakukan Indonesia, menurut gerakan
reformasi Papua, adalah tidak sah.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 167

Memang sempat tersiar kabar bahwa isu pemisahan diri dari NKRI juga muncul
di Propinsi Riau dan Kalimantan Timur. Faktor kekayaan alam dan ketidakmerataan
pendapatan antara daerah dan pusat tampaknya menjadi dalih untuk bergerak ke arah
sana. Meskipun demikian, perasaan anti Jakarta yang terdapat di kedua witayah itu tidak
sekuat di Aceh dan Papua.Nyatanya, gerakan Riau Merdeka hanya sebatas
wacana.terutama yang diembuskan oleh segelintir kaum elite. Secara perlahan
kemudian tidak terdengar lagi wacana seperti itu.baik di Riau maupun di Kalimantan
Timur.

G. LIMA TAHUN REFORMASI


Lima tahun reformasi seperti diungkapkan tempo dapat disimak demikian :
“Ketika dicetuskan lima tahun Lalu.setelah melalui hari-hari berdarah, banyak orang
percaya reformasi bisa mengatasi segalanya. pemerintahan yang demokratis akan
terpilih dan tak ada Lagi perut yang lapar. Soeharto dengan kedigdayaannya selama 32
tahun diyakini telah terkubur, dan masa depan Indonesia yang gilang-gemilang tinggal
selemparan batu.
Lalu, pernerintahan sipil datang dan pergi.Mula-mula Habibie, kemudian
Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.Semua dengan pola yang hampir
serupa.yakni harapan yang tinggi di awalnya, latu kekecewaan di tengah dan akhirnya.
Kemudian orang bernostalgia tentang masa lalu, ketika Soeharto berkuasa,
sebelum krisis datang berkepanjangan.
Betulkah orang merindukan kembali penguasa Orde Baru itu?Apa yang
sesungguhnya telah kita capai setelah lima tahun? Apa yang salah dengan perubahan
politik 1998 dan sesudahnya? Ataukah hanya kita kurang sabar meniti Perubahan?
Ungkapan tersebut menjadi titik tolak epilog atau catatan akhir tulisan ini bahwa
sesungguhnya masih banyak yang tersisa sebagai permasalahan yang belum dapat
dijawab sejalan dengan agenda reformasi. Persoalan di sekitar demokrasi dan ekonomi,
serta pemekaran wilayah dan isu-isu lingkungan dan perbatasan tampaknya masih
menjadi masalah yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan.
a. ANTARA DEMOKRASI DAN KESEJEHTERAAN EKONOMI
Mengutip The Wall Street Journal, Ramage mengemukakan bahwa Indonesia
setelah tahun 1998 merupakan negara di Asia paling demokratik, termasuk Jepang
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 168

(Abdullah dan Lapian (ed). 2012.: hlm. 662). Seorang dosen Universiti Malaya pernah
mengemukakan kekagumannya atas keberhasilan reformasi di Indonesia. Dia
mengatakan, kalau saja Malaysia memiliki kesempatan semacam reformasi seperti yang
berjalan di Indonesia, Malaysia akan mencapai kesejahteraan yang lebih meningkat lagi.
Meskipun merupakan suatu pandangan seseorang, pernyataan itu menunjukkan
keyakinan bahwa demokrasi akan menjadi faktor pendorong tercapainya kesejahteraan
rakyat. Pengalaman berdemokrasi Indonesia setelah Lengsernya Soeharto
rnemperlihatkan peralihan kekuasaan.meskipun dililiputi ketegangan. tetap berjalan dan
transparan dari satu pemerintah ke pemerintah berikutnya, beturut.turut Habibie.
Abduqahman Wahid (Gus Dur). Megawati Soekatnoputri, dan Susito Bambang
Yudhoyono (SBY). Meskipun diwamai gejol.ak dan kerusuhan di berbagai daerah,
pelaksanaan Pemilu 1999 relatif berjalan damai dan demikian pula pada Pemilu
2004.Pemilu 1999 melibatkan peserta pemilu lebih dari dan Pemilu 2004 kira.kira
75%.membuat Indonesia merupakan negara berdemokrasi terbesar di dunia.
Tentu saja kualitas dan substansi berdemokrasi yang bermakna dan mampu
membawa rakyat untuk mempetoleh kesejahteraan secara merata belum tercapai
sepenuhnya.Pemberantasan korupsi.pelaksanaan otonomi dan lingiungan masih meojadi
masalah besar yang tidak mudah dikerjakan oleh pemerintahan ke depan. Menurut
Stanley, ada yang mengatakan bahwa salah satu warisan buruk Orde Baru yang sulit
untuk diatasi adalah korupsi. Bahk.an dengan otonomi daerah (Abdullah dan Lapian
(ed). 2012.: hlm. 663). kemudian terungkap bahwa telah terjadi desentralisasi korupsi ke
daerah. Imbas pelaksanaan otonomi daeah juga terlihat pada semakin merosotnya
kondisi lingkungan hidup.Dengan maksud meningkatkan sumber PAD, maka banyak
kegiatan yang justru meugiOn linqkungan hidup sering terjadi di berbagai daerah di
Indonesia.Belum lagi ketidaksiapan dan kelemahan koordinasi yang baik antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai musibah akibat alam
yang sering terjadi.

b. PEMEKARAN WILAYAH DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT


Tujuan otonomi daerah sesungguhnya adalah untuk mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat dan memberikan keleluasan bagi daerah untuk mengembangkan
potensi daerahnya guna kesejahteraan masyarakat. Meskipun UU otonomi daerah sudah
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 169

ada sejak 1999 dan direvisi pada 2004, pelaksanaannya masih menjadi tanda tanya besar.
Dalam kaitannya dengan pemerintah, sejak reformasi digulirkan, gejala yang sulit
dibendung adalah pernekaran witayah. Hal ini tampaknya merupakan pelaksanaan
otonomi daerah melalui tentang Otonomi Oaerah No. 22 tahun 1999 yang direvisi
dengan UU No. 34 tahun Meskipun muncul pendapat sebaiknya pernekaran witayah
dihentikan. dalam kenyataannya pertambahan Pembentukan daerah kabupaten dan
propinsi terus berjalan. Padahal pebksanaaan otonomi daerah banyak yang Carut
marut.Persoalan ini tertetak pada perspektif elite pemerintah daerah tentang
desentralisasi. Riyaas Rasyid. mantan menteri Pemberdayaan Aparatur Negara. pemah
mengatakan bahwa untuk menerapkan UU otonomi daerah diperlukan berbagai
peraturan pelaksanaan. Namun pelaksanaannya tidak sekaligus.tetapi secara bertahap,
dilihat dari daerah yang sudah siap dalam memenuhi persyaratan.
c. MASALAH PERBATASAN DAN ISU LINGKUNGAN
Pengalaman “lepasnya” Pulau Sipadan dan Ligitan yang ke wilayah Malaysia
pada akhir tahun 2003 telah menyadarkan bangsa Indonesia atas kelengahannya dalam
“memelihara” pulau-pulaunya. Dalam konteks kedaulatan wilayah sebuah negara
kepulauan Seperti Indonesia.peristiwa geografi.sejarah itu tampaknya memperlihatkan
kecilnya perhatian terhadap kondisi negeri yang terdiri dari ribuan pulau dan taut yang
begitu luas. Padahal dengan diakuinya negara Indonesia sebagai negara kepulauan
(archipelago state) sesuai dengan UNCLOS tahun 1982, tetapa luasnya tanggung jawab
untuk memelihara kedaulatan wilayahnya.Masalah lingkungan dan bencana alam yang
terus-menerus mendera hampir di seluruh kepulauan Indonesia tampaknya menjadi
catatan sejarah kontemporer. Pada akhirnya memang disadari bahwa posisi wilayah
Indonesia di kelilingi “lingkaran api” (ring of fire). Akan tetapi.bencana yang terjadi
tidak hanya disebabkan karena faktor alam, tektonik atau vulkanik. melainkan banyak
juga yang disebabkan oleh tindakan manusia. Kebakaran hutan dan banjir tidak dapat
dilepaskan dari akibat pertuatan manusia.
Ketika bagian terakhir ditulis, usia reformasi sudah berjalan sepuluh tahun.
Banyak keberhasilan sudah dicapai. Proses demokrasi telah berjalan, meskipun banyak
orang mengatakan masih prosedural Ini berarti melaksanaan demokrasi telah memenuhi
tata Cara dan mekanisme sesuai dengan peraturan dan perundangan. Adapun substansi
demokrasi untuk memenuhi harapan rakyat guna meningkatkan kesejahteraannya masih
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 170

banyak yang belum terwujud.Terlepas dari perdebatan soal berapa persentasenya,


penduduk miskin masih besar jumlahnya.Lapangan kerja masih kecil untuk dapat
menampung jumlah angkatan keba yang tampaknya terus meningkat.Sementara itu,
salah satu sektor yang belum tersentuh oleh reformasi secara substansial adalah
birokrasi.Setelah sepuluh tahun reformasi berjalan.harapan masyarakat akan terciptanya
pemerintahan yang bersih dan berwibawa terus disuarakan, akan tetapi pada
kenyataannya masih mengecewakan. Praktik korupsi terjadi di berbagai instansi
pemerintahan, pusat dan daerah.Di tengah berbagai kendala tersebut, harapan
masyarakat masih besar agar reformasi yang digulirkan sepuluh tahun yang lalu dapat
terwujud.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 171

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pegimbangan politik di dalam negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde
Lama bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada
Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan yang dibagi dalam militer, teknokrat,
dan kemudian birokrasi. Banyak pula krisis yang terjadi disana-sini yang terjadi
dalam pemerintahan orde baru mulai dari krisis politik, krisis moneter, krisis
hukum dan krisis kepercayaan serta krisis sosial dan karena terjadi banyak krisis ini
mengantarkan Pemerintahan Orde Baru ke runtuhan yang pada akhirnya di
gulingkan oleh rakyat. Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan
perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum
menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998 merupakan suatu
gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam
bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.

4.2 SARAN
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang
efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil
maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai
dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun
hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh
media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk
suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan
dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk
merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun
sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk
memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 172

Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus
bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri
bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 173

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik (2011) Indonesia dalam Arus Sejarah ; Jilid 8 Jakarta : Ichtiar Baru
Van Hoeve
I n d o n e s i a D a l a m A r u s S e j a r a h J i l i d 8 | 174

LAMPIRAN

Tanggung Jawab

BAB I – BAB IV oleh Dede Hena


BAB V – BAB VIII oleh Sania Dillatul
BAB IX – BAB XII oleh Dini Muslimatus
BAB XIII – BAB XVI oleh Santika Rahayu
BAB XVII – BAB XX oleh Mirza Amanda
BAB XXI – BAB XXV oleh Dinar Azzahra

Edit Makalah oleh


Dini Muslimatus
Santika Rahayu Wiguna

Anda mungkin juga menyukai