Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

REFERAT
KISTA OVARIUM

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Hary Purwoko, Sp. OG, K-FER

Disusun Oleh :
Farrah Erman 1220221100

Kepaniteraan Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi


FAKULTAS KEDOKTERAN – UPN ”VETERAN” JAKARTA
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
PERIODE 27 Mei – 02 Agustus 2013
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Referat dengan judul :

KISTA OVARIUM

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:

Farrah Erman 1220221100

Telah disetujui oleh Pembimbing:


Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Hary Purwoko, Sp.OG, K-FER ............................. .............................

Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Obstetri dan Ginekologi

dr. Hary Purwoko, Sp.OG, K-FER


NIP. 1967 0502 1996 12.1.002
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Ovarium mempunyai tugas penting terhadap reproduksi. Fungsi
ovarium adalah sebagai penghasil hormon dan penghasil sel telur.
Gangguan pada ovarium tentu dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan, perkembangan, dan pematangan sel telur. Gangguan
tersebut dapat berupa kista ovarium, sindrom ovarium polikistik, dan
kanker ovarium. Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan
yang terjadi pada indung telur (ovarium). Cairan ini dapat terkumpul
dan dibungkus oleh semacam kapsul yang terbentuk dari lapisan
terluar ovarium. Kista ovarium adalah kantung berisi cairan yang
terdapat pada ovarium.
Angka kejadian kista ovarium di dunia yaitu 7% dari populasi
wanita, dan 85% bersifat jinak. Sedangkan angka kejadian di Indonesia
tidak diketaui secara pasti dikarenakan pencatatan kasus yang kurang
baik. Namun, diperkirakan prevalensi kista ovarium sebesar 60% dari
seluruh kasus gangguan ovarium. Kistadenoma ovarii musinosum
sebesar 40% dari seluruh kasus neoplasma ovarium. Frekuensi
kistadenoma ovarii musinosum ditemukan Hariadi (1970) sebesar
27%, Gunawan (1977) menemukan 29,9%, Sapardan (1970)
menemukan 37,2%, dan Djaswadi menemukan 15,1%. Frekuensi
kistadenoma ovarii serosum ditemukan Hariadi dan Gunawan di
Surabaya sebesar masing-masing 39,8% dan 28,5%. Di Jakarta
Sapardan menemukan 20%, dan di Yogyakarta ditemukan Djaswadi
sebesar 36,1%. Frekuensi kista dermoid ditemukan Sapardan sebesar
16,9%. Djaswadi menemukan 15,1%, Hariadi dan Gunawan masing-
masing menemukan 11,1% dan 13,5% (Wiknjosastro et.al, 2009)
Kista ovarium merupakan tumor baik kecil maupun besar,
kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Kista
ovarium umum ditemukan pada wanita usia reproduktif. Kista
menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi. Karena 20-30% kista
dapat berpotensi menjadi ganas terutama pada wanita diatas 40 tahun.
Perjalanan penyakit dianggap berlangsung secara diam-diam (silent
killer), sehingga wanita umumnya tidak menyadari sudah menderita
kista ovarium. Wanita umumnya sadar setelah benjolan teraba dari
luar. Sekarang ini semakin sering ditemukan kista ovarium pada
seorang wanita dikarenakan pemeriksaan fisik dan semakin majunya
teknologi. Sebagian besar kista tidak menimbulakan gejala yang nyata,
namun sebagian lagi menimbulkan masalah seperti rasa sakit dan
perdarahan. Bahkan kista ovarium yang maligna tidak menimbulkan
gejala pada sadium awal, sehingga sering ditemukan dalam stadium
lanjut.
Kista dapat berkembang pada wanita pada setiap tahap
kehidupan, dari periode neonatal sampai postmenopause. Kebanyakan
kista ovarium,terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja, yang
merupakan periode hormon aktif untuk pertumbuhan. Kebanyakan
kista bersifat fungsional dan dapat hilang dengan pengobatan
sederhana.
Komplikasi yang paling sering dan paling serius pada kista
ovarium yang terjadi dalam kehamilan adalah peristiwa torsio atau
terpuntir. Penatalaksanaan kista ovarium sebagian besar memerlukan
pembedahan untuk mengangkat kista tersebut. Penangannya
melibatkan keputusan yang sukar dan dapat mempengaruhi status
hormon dan fertilitas seorang wanita.
I.2. Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kista ovarium?
2. Apa penyebab atau etiologi terjadinya kista ovarium?
3. Apa faktor risiko dari penderita sampai terjadinya kista ovarium?
4. Bagaimana tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien dengan kista
ovarium?
5. Bagaimana perubahan anatomi yang terjadi pada pasien kista ovarium?
6. Bagaimana patofisiologi kista ovarium?
7. Bagaimana menegakkan diagnosis penyakit kista ovarium?
8. Apa komplikasi yang kemungkinan terjadi pada pasien kista ovarium?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita kista ovarium?
I.3. Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui definisi kista ovarium.
2. Mengetahui etiologi terjadinya kista ovarium.
3. Mengetahui faktor risiko penderita yang kemungkinan dapat
mengalami kista ovarium.
4. Mengetahui tanda dan gejala klinis pada pasien kista ovarium.
5. Mengetahui patofisiologi yang terjadi pada pasien kista ovarium.
6. Mengetahui cara menegakkan diagnosis penyakit kista ovarium.
7. Mengetahui komplikasi pada penderita kista ovarium.
8. Mengetahui penatalaksanaan yang diberikan pada pasien kista
ovarium.

I.4. Manfaat
a) Manfaat teoritis
Referat ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi bagi
tenaga kesehatan dan mahasiswa kedokteran, bagian kebidanan, dan
keperawatan tentang kista ovarium.
b) Manfaat praktis
Diharapkan dapat menjadi pengalaman dan menambah
wawasan bagi penulis dan pembaca tentang mioma uteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal,
folikel de graff atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat
pertumbuhan dari epithelium ovarium (Dorland,2002).
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar,
kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam kehamilan,
tumor ovarium yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat
atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan
kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang – halangi masuknya
kepala ke dalam panggul (Wiknjosastro et al, 2009).
Kistoma ovari adalah kista yang permukaannya rata dan halus,
biasanya bertangkai, bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis
berisi cairan serosa dan berwarna kuning. Pengumpulan cairan tersebut terjadi
pada indung telur atau ovarium (Mansjoer, 2000)
Jadi, dapat disimpulkan kista ovarium adalah kantong abnormal yang
berisi cairan atau neoplasma yang timbul di ovarium yang bersifat jinak juga
dapat menyebabkan keganasan.

II.2. Anatomi Sistem Reproduksi Perempuan


Organ reproduksi wanita diklasifikasikan menjadi eksternal dan
internal.
1. Organ Genitalia Eksterna
Organ reproduksi eksterna atau pudenda, yang sering disebut sebagai
vulva mencakup semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang dimulai
dari mons pubis, labia mayora dan labia minora, klitoris, himen, vestibulum,
meatus uretra dan berbagai kelenjar serta pembuluh darah.
Gambar 1. Organ eksterna wanita
( Winkjosastro et al, 2009) )
a. Mons Pubis

Mons pubis atau monsveneris adalah bagian yang menonjol berisi lemak
yang terletak di permukaan anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit
monsveneris tertutup oleh rambut ikal yang membentuk pola distribusi
tertentu yaitu pada wanita berbentuk segitiga. Mons veneris berfungsi
sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
b. Labia Mayora

Labia mayora berupa dua buah lipatan bulatan jaringan lemak lanjutan
mons pubis ke arah bawah yang ditutupi kulit dan belakang banyak
mengandung pleksus vena. Panjang labia mayora 7 – 8 cm dan agak
meruncing pada ujung bawah. Secara embriologis, labia mayora homolog
dengan skrotum pada pria. Labia mayora berfungsi sebagai pelindung
karena kedua bibir ini menutupi lubang vagina sementara bantalan
lemaknya bekerja sebagai bantal.
c. Labia Minora

Labia minora atau nimfe adalah lipatan jaringan tipis dan bila terbuka
terihat lembab dan kemerahan, menyerupai selaput mukosa. Pada labia
minora banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung saraf.
d. Klitoris

Klitoris merupakan organ erektil yang homolog dengan penis dan
terletak dekat ujung superior vulva. Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm,
bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun (Verkauf dkk.1992) dan posisinya
sangat terlipat karena tarikan labia minora.
e. Vestibulum

Vestibulum adalah daerah berbentuk buah almond yang dibatasi labia
minora sebelah lateral dan memanjang dari klitoris sampai fouschettx,
berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang yaitu orificium uretra
eksternum, introitus vagina, ductus glandula Bartholini kanan dan kiri dan
duktus skene kanan dan kiri, antara fouschettx dan liang vagina disebut
fosa navikularis.
f. Ostium Uretra

g. Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum,1 sampai
1,5 cm di bawah arkus pubis dan dekat bagian atas liang vagina. Meatus
uretra terletak di dua pertiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas
dinding anterior vagina.
h. Ostium vagina dan Himen

Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.
Himen atau selaput dara adalah lapisan tipis yang menutupi sebagian besar
dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi
dapat keluar. Lubang himen biasanya berbentuk bulan sabit atau sirkular,
namun kadang kala berupa banyak lubang kecil (kribiformis), bercelah
(septata) atau berumbai tidak beraturan (fimbriata). Bentuk serta
konsistensi himen sangat bervariasi terutama terdiri atas jaringan ikat
elastin dan kolagen. Himen imperforata, suatu lesi yang jarang, yang
merupakan keadaan ketika liang vagina tertutup sama sekali dan
mengakibatkan retensi cairan menstruasi.
i. Vagina

Vagina atau liang kemaluan merupakan suatu tabung yang dilapisi
membran dari jenis epitelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh
darah dan serabut saraf. Panjang vagina dari vestibulum sampai uterus
adalah 7, 5 cm. Bagian ini merupakan penghubung antara introitus vagina
dan uterus. Pada puncak vagina menonjol leher rahim yang disebut porsio.
Bentuk vagina sebelah dalam berlipat – lipat disebut rugae. Vagina
mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran luar dari uterus yang
dilalui sekret uterus dan aliran menstruasi, sebagai organ kopulasi wanita
dan sebagai jalan lahir.
j. Perineum

Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjang perineum kurang lebih
4 cm. Jaringan utama yang menopang perineum adalah diafragma pelvis
dan urogenital.

2. Organ Genitalia Interna


Organ genitalia interna adalah suatu alat reproduksi yang berada di
dalam tidak dapat dilihat kecuali dengan jalan pembedahan. Organ genitalia
interna terdiri dari uterus, serviks uteri, korpus uteri, ovarium.

Gambar. 2. Organ Interna Wanita ( Cunningham, 2004 )


a. Uterus

Uterus atau rahim merupakan organ muskular yang sebagian
tertutup oleh peritoneum atau serosa. Rongga uterus dilapisi endomentrium.
Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung
kemih di anterior dan rektum di posterior. Bentuk uterus menyerupai buah pir,
uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan dan ligamentum. Panjang uterus
kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm dan berat uterus 50 gram. Fungsi
uterus adalah untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan.
Uterus terdiri dari :
1) Fundus uteri

Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi

berinserasi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai
dimana fundus uteri berada, oleh karena tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
2) Korpus uteri

Korpus uteri merupakan bagian uterus yang terbesar pada

kehamilan. Dinding korpus uteri terdiri lapisan serosa, muskular dan
mukosa. Rongga yang terdapat dalam korpus uteri disebut kavum uteri
atau rongga rahim. Korpus uteri berfungsi sebagai tempat janin
berkembang.
3) Serviks uteri

Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang

terletak di bawah ismus. Serviks terutama terdiri dari atas jaringan
kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah, namun masih
memiliki serabut otot polos. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan
sekret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran
kelenjar serviks tersumbat dapat berbentuk kista, retensi berdiameter
beberapa milimeter yang disebut sebagai folikel nabothian.
Secara histologik uterus terdiri dari :
. 1) Miometrium(lapisan otot polos) 

. Tersusun sedemikian rupa sehingga dapat mendorong isinya keluar pada
waktu persalinan. Sesudah plasenta lahir akan mengalami pengecilan sampai
keukuran normal sebelumnya.
. 2) Endometrium(epitel,kelenjar,jaringan dan pembuluh darah) 

. Endometrium merupakan lapisan dalam uterus yang mempunyai arti penting
dalam siklus haid. Pada masa kehamilan endometrium akan menebal,
pembuluh darah akan bertambah banyak, hal ini diperlukan untuk memberikan
makan pada janin.
3) Lapisan serosa(peritoneum viseral) 

Lapisan serosa terdiri dari ligamentum yang menguatkan uterus, yaitu :

a. Ligamentum kardinale sinistra dan dekstra, mencegah 
supaya uterus
tidak turun.

b. Ligamentum sakrouterium sinistra dan dekstra, menahan 
uterus
supaya tidak banyak bergerak.
c. Ligamentum rotondum sinistra dan dekstra, menahan uterus agar
dalam keadaan antefleksi.
d. Ligamentum infundibulo pelvikum, ligamen yang menahan tuba
falopii.
4) Ovarium

Ovarium atau indung telur merupakan organ yang berbentukbuah
almond,. Ukuran ovarium cukup bervariasi, selama masa reproduksi
panjang ovarium 2,5 cm sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm dan tebal 0,6
sampai 1,5 cm. Berat dari ovarium adalah 5 sampai 6 gram, ovarium
terletak di bagian atas rongga panggul dan bersandar pada lekukan dangkal
dinding lateral pelvis diantara pembuluh darah iliaka eksterna dan interna
yang divergen.
Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
Ligamentum utero-ovarika memanjang dari bagian lateral dan posterior
uterus, tepat di bawah insersi tuba, ke uterus atau kutub bawah ovarium.
Ovarium ditutupi oleh peritoneum dan terdiri dari otot serta jaringan ikat
yang merupakan sambungan dari uterus. Ligamentum
infundibulopelvikum atau ligamentum suspensorium ovarii memanjang
dari bagian atas kutub tuba ke dinding pelvis yang dilewati pembuluh
ovarika dan saraf.
Ovarium terdiri dari dua bagian, korteks dan medulla. Korteks, atau
lapisan luar, dalam lapisan ini terdapat ovum dan folikel de Graaf. Korteks
ovarium berbentuk kumparan yang diantaranya tersebar folikel primodial
dan folikel de Graaf dalam berbagai tahap perkembangan. Bagian paling
terluar dari korteks, yang kusam dan keputih-putihan, dikenal sebagai
tunika albugenia, pada permukaannya terdapat epitel kuboid yaitu epitel
germinal Waldeyer. Medulla, atau bagian tengah dari ovarium, terdiri dari
jaringan ikat longgar yang merupakan kelanjutan dari mesovarium.
Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medulla dan sejumlah kecil
serat otot polos yang berkesinambungan dengan yang berasal dari
ligamentum suspensorium.
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi
hormon yaitu hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan androgen)
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita
normal. Hormon estrogen bertanggung jawab atas pertumbuhan pola
rambut aksila serta pubik dan berperan dalam mempertahankan kalsium
dalam tulang. Progesteron dipengaruhi oleh estrogen sehingga dapat
menimbulkan retensi cairan dalam jaringan, juga dapat menyebabkan
penumpukkan lemak.
5) Tuba fallopii

Tuba fallopii atau saluran ovum yang memiliki panjang
yang bervariasi dari 8 sampai 14 cm dengan diameter 3 sampai 8 mm, bagian
terlebar dari ampula antara 5 sampai 8 mm dan ditutupi oleh peritoneum dan
lumennya dilapisi oleh membranmukosa. Saluran ovum berjalan dari lateral
kiri dan kanan. Tuba fallopii berfungsi untuk menghantarkan ovum dari
ovarium ke uterus dan untuk perjalanan ovum yang telah dibuahi. Tuba
fallopii terdiri dari :
1) Pars Interstisiallis,bagian yang terdapat di dinding uterus.
2) Pars Ismika atau ismus merupakan bagian dari medial yang 
sempit
seluruhnya.
3) Pars. Ampularis, bagian yang terbentuk saluran leher tempat 
konsepsi
agak lebar.
4) Infindibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai umbai yang disebut fimbria yang berfungsi untuk menangkap
telur dan menyalurkan telur kembali ke tuba.
(Cunningham, 2004)
II.3. Etiologi
Etiologi dari kista ovarium belum diketahui secara pasti. Namun,
secara umum dapat digolongkan etiologi terhadap jenis kista yang dialami.
Penyebab terjadinya kista ovarium yaitu terjadinya gangguan pembentukan
hormon pada hipotalamus, hipofisis, atau indung telur itu sendiri. Kista indung
telur timbul dari folikel yang tidak berfungsi selama siklus menstruasi.
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang
nantinya akan menentukan tipe kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium,
tipe folikuler merupakan tipe kista yang peling banyak ditemukan. Kista jenis
ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol.
Cairan yang mengisi kista dsebagian besar berupa darah yang keluar akibat
perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah ovarium. Pada beberapa kasus
dapat juga diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi yang
dinamakan kista dermoid.
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam
ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka
saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun, pada beberapa
kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan cairan yang
nantinya akan menjadi kista.
Kista folikuler secara tipikal kecil dan timbul dari folikel yang tidak
sampai saat menopause, sekresinya akan terlalu banyak mengandung estrogen
sebagai respon terhadap hipersekresi folikel stimulation hormon (FSH) dan
luteinizing hormon (LH) normalnya ditemui saat menopause berdiameter 1 -10
cm (folikel normal berukuran maksimum 2,5 cm); berasal dari folikel ovarium
yang gagal mengalami involusi atau gagal meresorpsi cairan. Dapat multipel
dan bilateral. Biasanya asimtomatik atau tanpa gejala.
Kista granulosa lutein yang terjadi di dalam korpus luteum indung
telur yang fungsional dan membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus
menstruasi.
Kista teka-lutein biasanya bersifat bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami; biasanya berhubungan dengan tipe lain dari tumor
indung telur, serta terapi hormon.
II.4. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam pembentukan
kista ovarium.(Anurogo, 2009):
a. Pengobatan infertilitas
Pasien yang sedang diobati untuk infertilitas dengan induksi ovulasi
dengan gonadotropin atau bahan lainnya, seperti clomiphene citrate atau
letrozole, dapat membentuk kista ovary sebagai bagian dari ovarian
hyperstimulation syndrome.
b. Tamoxifen
Tamoxifen dapat mengakibatkan kista ovari benigna fungsional yang
biasanya timbul setelah penghentian terapi.
c. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua
saat kadar hCG tertinggi.
d. Hypothyroidism
Karena kemiripan antara subunit alpha thyroid-stimulating hormone (TSH)
dan hCG, hipotirodisme dapat menstimulasi pertumbuhan kista ovarii.
e. Gonadotropin maternal
Efek transplasental dari gonadotropin maternal dapat menyebabkan
pembentukan dari kista ovarii neonatal dan fetal.
f. Merokok
Risiko kista ovarii fungsional meningkat dengan merokok; resiko dari
merokok mungkin meningkat lebih jauh dengan penurunan indeks massa
tubuh (IMT)
g. Ligasi tuba
kista fungsional telah dihubungkan dengan sterilisasi ligasi tuba

II.5. Manifestasi Klinis


Kebanyakan tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda.
Sebagian besar gejala dan tanda yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan,
aktivitas hormonal atau komplikasi tumor tersebut. Gejala dan tanda tersebut
berupa benjolan di perut, mungkin ada keluhan rasa berat, gangguan atau
kesulitan defekasi karena desakan, udem tungkai karena tekanan pada
pembuluh balik atau limfa dan rasa sesak karena desakan diafragma ke
kranial. Letak tumor yang tersembunyi dalam rongga perut dan sangat
berbahaya dapat menjadi besar tanpa disadari oleh penderita. Pertumbuhan
primer diikuti oleh infiltrasi kejaringan sekitar yang menyebabkan berbagai
keluhan samar-samar (Sastrawinata et al,2004) :

a. Perasaan sebah
b. Rasa nyeri pada perut bagian bawah dan panggul
c. Makan sedikit terasa cepat kenyang
d. Sering kembung
e. Nyeri senggama
f. Nafsu makan menurun
g. Rasa penuh pada perut bagian bawah
h. Gangguan miksi karena adanya tekanan pada kandung kemih dan juga

tekanan pada dubur
i. Gangguan menstruasi.
Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola 
haid kecuali tumor
itu sendiri mengeluarakan hormon seperti pada tumor 
sel granulosa
yang dapat menyebabkan hipermenorrea.
j. Akibat Pertumbuhan
Dengan adanya tumor didalam perut bisa 
menyebabkan pembengkakan
perut.. Tekanan pada alat atau organ sekitar disebabkan oleh besarnya
tumor atau posisinya dalam perut. Misalnya sebuah kista yang tidak
seberapa besar tetapi posisinya terletak didepan uterus sehingga dapat
menekan kandung kencing dan menyebabkan gangguan miksi dan sedang
kista besar yang terletak didalam rongga perut kadang-kadang hanya
menimbulkan rasa berat pada perut. Selain gangguan miksi obstipasi dan
oedema pada tungkai dapat terjadi. Dapat timbul komplikasi berupa asites,
atau gejala sindrom perut akut, akibatnya putaran tungkai tumor atau
gangguan peredaran darah karena penyebab lain ( Sjamjuhidajat, 2004 ).

II.6. Klasifikasi
Kista ovarium dilihat menurut klasifikasinya yaitu tumor ovarium
nonneoplastik dan tumor ovarium neoplastik jinak maka pembagiannya adalah
sebagai berikut:
1. Tumor Nonneoplastik

Tumor nonneoplastik jinak disebabkan karena ketidakseimbangan hormon
progesteron dan estrogen.
a. Tumor akibat radang
Termasuk disini abses ovarial, abses tubo-ovarial dan kista
tuboovarial.

b. Tumor lain
1) Kista Folikel

Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai berovulasi,
namun tumbuh terus menjadi kista folikel atau dari beberapa
folikel primer yang setelah bertumbuh di bawah pengaruh estrogen
tidak mengalami proses atresia yang lazim melainkan menjadi
membesar menjadi kista. Kista ini berasal dari folikel yang menjadi
besar semasa proses atresia folikuli. Setiap bulan sejumlah besar
follikel menjadi mati, disertai kematian ovum, disusul dengan
degenerasi dari epitel follikel. Pada masa ini tampaknya sebagai
kista-kista kecil. Tidak jarang ruangan follikel diisi dengan cairan
yang banyak, sehingga terbentuklah kista yang besar, yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan klinis. Biasanya besarnya tidak
melebihi sebuah jeruk. Sering terjadi pada pubertas, climacterium,
dan sesudah salpingektomi.
2) Kista Korpus Luteum

Kista ini terjadi akibat perdarahan yang sering terjadi didalam
korpus luteum, berisi cairan yang berwarna merah coklat karena
darah tua.
3) Kista Lutein

Kista ini biasanya bilateral dan menjadi membesar sebesar tinju.
Tumbuhnya kista ini adalah akibat dari pengaruh hormon
koriogonadotropin yang berlebihan. Kista ini dapat terjadi pada
kehamilan, lebih jarang di luar kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum haematoma.
Perdarahan ke dalam ruang corpus selalu terjadi pada masa
vaskularisasi. Bila perdarahan ini sangat banyak jumlahnya,
terjadilah corpus luteum haematoma, yang berdinding tipis dan
berwarna kekuning-kuningan. Secara perlahan-lahan terjadi
resorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga akhirnya tersisa cairan
yang jernih, atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama
dibentuklah jaringan fibroblast pada bagian dalam lapisan lutein
sehingga pada kista korpus lutein yang tua, sel-sel lutein terbenam
dalam jaringan-jaringan perut.
4) Kista Inklusi Germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian – bagian kecil
dari epitel germinativum pada permukaan ovarium.
5) Kista Endometrium

Belum diketahui penyebabnya dan tidak ada hubungannya dengan
endometroid.
6) Kista Stein-Laventhal

Kista ini dikenal sebagai sindrom Stein-Laventhal dan kiranya
disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal. Biasanya kedua
ovarium membesar dan bersifat polikistik, permukaan rata,
berwarna keabu-abuan dan berdinding tebal. Pada pemeriksaan
mikroskopis akan tampak tunika yang tebal dan fibrotik.
Dibawahnya tampak folikel dalam bermacam-macam stadium,
tetapi tidak ditemukan corpus luteum. Secara klinis memberikan
gejala yang disebut Stein-Leventhal Syndrom, yaitu yang terdiri
dari hirsutisme, sterilitas, obesitas dan oligomenorrhoe.
Kecenderungan virilisasi mungkin disebabkan hyperplasi dari
tunica interna yang menghasilkan zat androgenik. Kelainan ini
merupakan penyakit herediter yang autosomal dominan.

2. Tumor Neoplastik Jinak



Tumor neoplastik jinak terdiri dari :
a. Tumor Kistik
1) Kistoma ovarii simpleks

Kistoma ovarii simpleks diduga kista ini adalah suatu jenis
kistadenoma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya
berhubung dengan tekanan cairan dalam kista. Kista ini
mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai,
seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis
dan cairan di dalam kista jernih, serus, dan berwarna kuning. Pada
dinding kista tampak lapisan epitel kubik. Berhubung dengan
adanya tangkai, dapat terjadi torsi (putaran tangkai) dengan gejala-
gejala mendadak. Diduga bahwa kista ini suatu jenis kistadenoma
serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya berhubung dengan
tekanan cairan dalam kista.
2) Kistadenoma Ovarii Musinosum

Asal kista ini belum pasti, menurut Mayer, mungkin kista ini
berasal dari suatu teratoma dimana dalam pertumbuhannya satu
elemen mengalahkan elemen lainnya. Ada penulis yang
berpendapat bahwa tumor berasal dari lapisan germinativum,
sedang penulis lain menduga tumor ini mempunyai asal yang sama
dengan tumor Brenner.
3) Kistadenoma Ovarii Serosum

Pada umumnya kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal ephitelium). Kista jenis ini tak mencapai ukuran yang
amat besar dibandingkan dengan kistadenoma musinosum.
Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berrbagala
karena kista serosum pun dapat berbentuk multilokuler, meskipun
lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas
kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista
sebesar 50%, dan keluar pada permukaan kista sebesar 5%. Isi
kista cair, kuning, dan kadang-kadang coklat karena campuran
darah. Tidak jarang kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya
penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papilloma).
4) Kista endometrioid

Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin; pada dinding
dalam terdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel
endometrium. Kista ini, yang ditemukan oleh Sartesson dalam
tahun 1969, tidak ada hubungannya dengan endometriosis ovarii.
5) Kista dermoid

Kista dermoid suatu teratoma kistik yang jinak dimana struktur-
struktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel
kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebasea berwarna putih
kuning menyerupai lemak nampak lebih menonjol daripada elemen
– elemen endoderm dan mesoderm. Bahan yang terdapat dalam
rongga kista ini ialah produk dari kelenjar sebasea berupa massa
lembek seperti lemak bercampur dengan rambut

II.7. Patofisiologi
Banyak tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor
ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda adalah akibat dari
pertumbuhan, aktivitas endokrin dan kompikasi tumor – tumor tersebut.
(Helm, 2008)

1. Akibat pertumbuhan 

Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembenjolan perut. Tekanan terhadap alat–alat disekitarnya disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisisnya dalam perut. Apabila tumor mendesak
kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedang suatu
kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang –
kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga
mengakibatkan obstipasi, edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal

Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali 
jika
tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi
a. Perdarahan ke dalam kista

Biasanya terjadi sedikit – sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala
klinik yang minimal. Akan tetapi kalau perdarahan terjadi dalam
jumlah yang banyak akan menimbulkan nyeri di perut.
b. Putaran tangkai 

Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih.
Adanya putaran tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum
infundibulopelvikum terhadap peritoneum parietale dan ini
menimbulkan rasa sakit.
c. Infeksi pada tumor

Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman patogen. Kista dermoid
cenderung mengalami peradangan disusul pernanahan.
d. Robek dinding kista

Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada
saat persetubuhan. Jika, robekan kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam
rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai
tanda – tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan

Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan. Adanya asites
dalam hal ini mencurigakan, adanya anak sebar (metastasis)
memperkuat diagnosa keganasan. 
(Wiknjosastro, 2005).

II.8. Diagnosis
a. Anamnesa

Diagnosis dimulai dari anamnesis berdasarkan keluhan pasien. Banyak


tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium
yang kecil. Adanya tumor bisa menyebabkan pembenjolan perut. Rasa sakit
atau tidak nyaman pada perut bagian bawah. Rasa sakit tersebut akan
bertambah jika kista tersebut terpuntir atau terjadi ruptur. Terdapat juga rasa
penuh di perut. Tekanan terhadap alat-alat di sekitarnya dapat menyebabkan
rasa tidak nyaman, gangguan miksi dan defekasi. Dapat terjadi penekanan
terhadapat kandung kemih sehingga menyebabkan frekuensi berkemih
menjadi sering. (DeChemey et al,1994)

Kista ovarium dapat menyebabkan obstipasi karena pergerakan usus


terganggu atau dapat juga terjadi penekanan dan menyebabkan defekasi yang
sering. Pasien juga mengeluhkan ketidaknyamanan dalam coitus, yaitu pada
penetrasi yang dalam. Pada tumor yang besar dapat terjadi tidak adanya nafsu
makan dan rasa enak dan rasa sesak. Pada umumnya tumor ovarium tidak
mengubah pola haid, kecuali jika tumor tersebut mengeluarkan hormon.
Ireguleritas siklus menstruasi dan pendarahan vagina yang abnormal dapat
terjadi. Pada anak muda, dapat menimbulkan menarche lebih awal.

Polikistik ovari menimbulkan sindroma polistik ovari, terdiri dari hirsutism,


inferilitas, aligomenorrhea, obesitas dan acne. Pada keganasan, dapat
ditemukan penurunan berat badan yang drastis.

b. Pemeriksaan Fisik
Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada
wanita premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi hal
ini adalah abnormal jika terdapat pada wanita postmenopause. Perabaan
menjadi sulit pada pasien yang gemuk. Teraba massa yang kistik, mobile,
permukaan massa umummnya rata. Serviks dan uterus dapat terdorong
pada satu sisi. Dapat juga teraba, massa lain, termasuk fibroid dan nodul
pada ligamentum uterosakral, ini merupakan keganasan atau
endometriosis. Pada perkusi mungkin didapatkan ascites yang pasif.

c. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tidak ada tes laboratorium diagnostik untuk kista ovarium. Cancer
antigen 125 (CA 125) adalah protein yang dihasilkan oleh membran
sel ovarium normal dan karsinoma ovarium. Level serum kurang dari
35 U/ml adalah kadar CA 125 ditemukan meningkat pada 85% pasien
dengan karsinoma epitel ovarium. Terkadang CA 125 ditemukan
meningkat pada kasus jinak dan pada 6% pasien sehat.
b. Laparoskopi
Mengetahui asal tumor dari ovarium atau tidak, dan menentukan sifat-
sifat tumor.
c. Ultrasonografi
Menentukan letak dan batas tumor kistik atau solid, cairan dalam
rongga perut yang bebas dan tidak. USG adalah alat diagnostik
imaging yang utama untuk kista ovarium. Kista simpleks bentuknya
unilokular, dindingnya tipis, satu cavitas yang didalamnya tidak
terdapat internal echo. Biasanya jenis kista seperti ini tidak ganas, dan
merupakan kista fungsioal, kista luteal atau mungkln juga kistadenoma
serosa atau kista inklusi.
Kista kompleks multilokular, dindingnya menebal terdapat papul ke
dalam lumen. Kista seperti ini biasanya maligna atau mungkin juga
kista neoplasma benigna. USG sulit membedakan kista ovarium
dengan hidrosalfing, paraovarian dan kista tuba. USG endovaginal
dapat memberikan pemeriksaan morfologi yang jelas dari struktur
pelvis. Pemeriksaana ini tidak memerlukan kandung kemih yang
penuh. USG transabdominal lebih baik dari endovaginal untuk
mengevaluasi massa yang besar dan organ intrabdomen lain, seperti
ginjal, hati dan ascites. Ini memerlukan kandung kemih yang penuh.
d. MRI
MRI memberikan gambaran jaringan lunak lebih baik dari CT scan,
dapat memberikan gambaran massa ginekologik yang lebih baik. MRI
ini biasanya tidak diperlukan
e. CT Scan
Untuk mengidentifikasi kista ovarium dan massa pelvik, CT Scan
kurang baik bila dibanding dengan MRI. CT Scan dapat dipakai
untukmengidentifikasi organ intraabdomen dan retroperitoneum dalam
kasus keganasan ovarium.
f. Foto Rontgen
Menentukan adanya hidrotoraks. Pada kista dermoid kadang dapat
terlihat gigi.
g. Parasentesis
Pungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab asites.
h. Tes kehamilan
Dan HCG negatif, kecuali bila terjadi kehamilan.

Diagnosis kista ovarium dapat ditegakkan bila ditemukan hal-hal berikut


yaitu pada anamnesa menunjukkan gejala seperti yang disebutkan diatas
disertai pada pemeriksaan fisik
:

1. Ditemukan tumor di rongga perut bagian depan dengan ukuran >5cm



2. Pada pemeriksaan dalam, letak tumor di parametrium kiri atau kanan atau
mengisi kavum douglasi

3. Konsistensi kistik, mobile, permukaan tumor umumnya rata.

II.9. Komplikasi
Perdarahan ke dalam kista, biasanya terjadi sedikit-sedikit, berangsur-
angsur menyebabkan pembesaran kista, dan hanya menimbulkan gejala klinik
yang minimal. Tetapi bila dalam jumlah banyak akan terjadi distensi cepat dan
nyeri perut mendadak.

Putaran tangkai menimbulkan rasa sakit yang berat akibat tarikan


melalui ligamentum infundibulopelvikum terhadap peritoneum parietale.
Robekan dinding kista terjadi pada torsi tangkai, tetapi dapat pula akibat
trauma yaitu jatuh, pukulan pada perut dan coitus. Bila kista hanya
mengandung cairan serosa, rasa nyeri akbat robekan akan segera berkurang.
Namun bila terjadi hemoragi yang timbul secara akut, perdarahan bebas dapat
berlangsung terus menerus dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa
nyeri terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.

Infeksi dapat terjadi, jika dekat tumor terdapat sumber kuman patogen,
seperti appendisitis, divertikulitis, atau salpingitis akut. Perubahan keganasan
dapat terjadi pada kista jinak, misalnya pada kista denoma ovarii derosum,
kistadenoma ovarii musinosum dan kista dermoid. Sindroma Meigs ditemukan
pada 40% dari kasus fibroma ovarii yaitu tumor ovarium disertai asites dan
hidrotoraks.

II.10. Penatalaksanaan
Dapat dipakai prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan
operasi dan tumor non neoplastik tidak. Tumor non neoplastik biasanya
besarnya tidak melebihi 5 cm. Tidak jarang tumor-tumor tersebut mengalami
pengecilan secara spontan dan menghilang.

Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas


adalah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium
yang mengandung tumor. Tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi
perlu dilakukan pengangkatan ovarium, disertai dengan pengangkatan tuba.
Seluruh jaringan hasil pembedahan perlu dikirim ke bagian patologi anatomi
untuk diperikasa.

Pasien dengan kista ovarium simpleks biasanya tidak membutuhkan


terapi. Penelitian menunjukkan bahwa pada wanita postmenopause, kista yang
berukuran kurang dari 5 cm dan kadar CA 125 dalam batas normal, aman
untuk tidak dilakukan terapi, namun harus dimonitor dengan pemeriksaan
USG serial. Sedangkan untuk wanita premenopause, kista berukuran kurang
dari 8 cm dianggap aman untuk tidak dilakukan terapi.

Terapi bedah diperlukan pada kista ovarium simpleks persisten yang


lebih besar 10 cm dan kista ovarium kompleks. Laparoskopi digunaknan pada
pasien dengan kista benigna, kista fungsional atau simpleks yang memberikan
keluhan. Laparotomi harus dikerjakan pada pasien dengan resiko keganasan
dan panda pasien dengan kista benigna yang tidak dapat diangkat dengan
laparaskopi. Eksisi kista dengan konservasi ovarium dikerjakan pada pasien
yang menginginkan ovarium tidak diangkat untuk fertilitas di masa
mendatang.

Pengangkatan ovarium sebelahnya harus dipertimbangkan pada wanita


postmenopause, perimenopause, dan wanita premenopasue yang lebih tua dari
35 tahun yang tidak menginginkan anak lagi serta yang beresiko menyebabkan
karsinoma ovarium. Diperlukan konsultasi dengan ahli endokrin reproduksi
dan infertilitas untuk endometrioma dan sindrom ovarium polikistik.
Konsultasi dengan onkologi ginekologi diperlukan untuk kista ovarium
kompleks dengan serum CA 125 lebih dari 35 U/ml dan pada pasien dengan
riwayat karsinoma ovarium pada keluarga.

Jika keadaan meragukan, perlu pada waktu operasi dilakukan


pemeriksaan sediaan yang dibekukan (frozen section) oleh seorang ahli
patologi anatomik untuk mendapat kepastian tumor ganas atau tidak. Untuk
tumor ganas ovarium, pembedahan merupakan pilihan utama. Prosedurnya
adalah total abdominal histerektomi, bilateral salfingo-ooforektomi, dan
appendiktomi (optional). Tindakan hanya mengangkat tumornya saja
(ooforektomi atau ooforokistektomi) masih dapat dibenarkan jika stadiumnya
ia masih muda, belum menpunyai anak, derajat keganasan tumor rendah
seperti pada fow potential malignancy (borderline).

Radioterapi hanya efektif untuk jenis tumor yang peka terhadap radisi,
disgerminoma dan tumor sel granulosa. Kemoterapi menggunakan obat
sitostatika seperti agents alkylating (cyclophosphamide, chlorambucyl) dan
antimetabolit (adriamycin). FoIlow up tumor ganas sampai 1 tahun setelah
penanganan setiap 2 bulan, kemudian 4 bulan selama 3 tahun setiap 6 bulan
sampai 5 tahun dan seterusnya setiap tahun sekali. (Moeloek et al, 2006)
DAFTAR PUSTAKA

Anurogo D. 2009. Kista ovarium. Available from http://www.netsains.com. (accessed


on 15 Juni 2013)

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Obstetri Williams Edisi ke-21 Vol. 2. Jakarta : ECG; 2004. p. 934, 1035-7.
2.

DeChemey AH, Pernoll ML. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and
Treatment 8th edition. Norwalk : Appleton & Lange; 1994. p. 744-51.

Dorland N. Dalam: Hartanto H, Koesoemawati H, Salim IN, dkk (eds). Kamus


Kedokteran Dorland, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC;2002.

Helm, CW. Ovarian Cyst. 19 maret 2008. (Available at :


http://.emedicine.com/med/topic1699.htm, accessed on 15 Juni 2013)


Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Tumor Ovarium


Neoplastik Jinak. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid I. Jakarta :Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000. p. 388-9.

Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar Pelayanan Medik Obstetri


dan Ginekologi. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2006.
p.130-1
6. Ovarian Cyst. 6 April 2008. (Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Ovarian_cyst, accessed on 15 Juni 2013)

Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri


Patologi.Edisi 2. Jakarta: EGC hal :104.

Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kandungan. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. p. 346-65.

Anda mungkin juga menyukai