Anda di halaman 1dari 28

NIKMAT TUHAN DALAM PANDANGAN IMAM FAHR AL-DIN

AL-RAZI DAN IMAM ABU HAYYAN AL-ANDALUSI

(Studi Muqaran QS. Al-Rahman (55): 13, yang Diulang-ulang dalam


Tafsir Mafatih Al-Ghaib dan Tafsir Al-Bahr Al-Muhit)

Makalah:

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah

Studi Tafsir Muqaran

Oleh:

Rohani E93216148

Yasin Sultan Jawahir E93216154

Pengampu:

Musyarrofah, MHI

NIP: 197106141998032002

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah yang maha


pengasih dan penyayang atas taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah singkat ini berjudul “NIKMAT TUHAN DALAM
PANDANGAN IMAM FAHR AL-DIN AL-RAZI DAN IMAM ABU HAYYAN
AL-ANDALUSI (Studi Muqaran QS. Al-Rahman (55): 13, yang Diulang-ulang
dalam Tafsir Mafatih Al-Ghaib dan Tafsir Al-Bahr Al-Muhit)” untuk memenuhi
tugas matakuliah studi tafsir muqaran pada Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir semester 6 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya.

Dalam penyusunannya penulis memperoleh banyak bantuan dari


berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk semua
pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini yang telah membantu kami,
selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah
ini. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi semua pembaca.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari


kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
lebih baik lagi.

Surabaya, 03 Maret 2019

Penyusun

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

b. Rumusan Masalah........................................................................................2

c. Tujuan Penulisan..........................................................................................2

BAB II NIKMAT TUHAN DALAM PANDANGAN IMAM FAHR AL-DIN

AL-RAZI DAN IMAM ABU HAYYAN AL-ANDALUSI

a. Riwayat Hidup.............................................................................................3

1. Imam Fahr al-Din al-Razi......................................................................3

2. Imam Abu Hayyan al-Andalusi.............................................................4

b. Latar Belakang Penulisan, Metode dan Corak Penafsiran.........................12

3. Imam Fahr al-Din al-Razi....................................................................12

4. Imam Abu Hayyan al-Andalusi...........................................................14

c. Munasabah Surat al-Rahman ayat 13........................................................16


d. Penafsiran Surat al-Rahman ayat 13..........................................................16
1. Penafsiran Imam Fahr al-Din al-Razi..................................................16
2. Penafsiran Imam Abu Hayyan al-Andalusi..........................................18
e. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Imam Fahr al-Din al-Razi dan Imam
Abu Hayyan al-Andalusi............................................................................19
1. Persamaan............................................................................................19
2. Perbedaan.............................................................................................19
f. Nikmat Tuhan dalam Pandangan Imam Fahr al-Din al-Razi dan Imam Abu
Hayyan al-Andalusi....................................................................................20

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan.................................................................................................21

b. Saran ..........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai al-Qur‟an tidak akan ada habisnya. Kitab petunjuk


abadi, mukjizat yang agung Nabi Muhammad SAW. Kitab yang selalu eksis di
setiap zaman, tak akan ada bosan untuk menggali pengetahuan darinya. Krena,
pengentahuan mengenainya tak ada kejumudan, terus berkembang pesat dari masa
kemasa, termasuk pada masa sekarang ini.

Ilmu tafsir diawali dari Nabi SAW menafsirkan ayat dengan ayat, lalu
sepeninggalnya Nabi para sahabat melakukan ijtihad untuk memecahkan seatu
permasalahan. Mengembalikan segala sesuatu permasalahan pada kitab petunjuk
yaitu al-Qur‟an. Disitulah para sahabat berusaha menafsirkan berawal dari
menafsirkan secara bil ma’tsur hingga akhirnya keilmuan tafsir ini berkembang
pesat, hingga memunculkan bentuk, corak dan metodologinya dalam penafsiran.

Salah satu corak dalam penafsiran ialah menafsirkan ayat dengan cara
membandingkang (muqoron). Membandingkan ini tidak untuk melemahkan salah
satu dari penafsiran atau melemahkan tokoh yang telah menafsirkan. Akan tetapi
untuk memperluas pemahaman, bukan untuk meyangi satu mufassir dengan
mufassir lain. Karena melihat tafsir adalah hasil dari produk manusia yang
kebenarannya nisbi tidak seperti al-Qur‟an yang kebenarannya adalah qath‟i.
Maka perlu bagi kita untuk mengetahui berbagai macam penafsiran para mufassir
yang penulisan tafsirnya tak pernah lepas dari latarbelakang kehidupan sang
mufassir.

Penulis dalam makalah sederhana ini akan membahas mengenai Nikmat


Tuhan dalam Pandangan Imam Fahr Al-Din Al-Razi dan Imam Abu Hayyan al-
Andalusi (Studi Muqaran Qs. Al-Rahman (55): 13, Yang Diulang-Ulang Dalam
Tafsir Mafatih Al-Ghaib Dan Tafsir Al-Bahr Al-Muhit). Dari pembahasan ini kita
akan mengetahui pendapat kedua mufassir tersebut, tanpa melemahkan dan
merendahkan salah satu diantaranya. Karena perbandingan penafsiran yang
penulis lakukan ini semata-mata hanya untuk menambah pengetahuan penulis
dalam khazanah penafsiran, hingga bisa membedakan mana yang lebih subjektif
dari penafsiran para mufassir yang masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Imam Fahr al-Din al-Razi dan Imam Abu Hayyan al-Andalusi
menafsirkan surat al-Rahman ayat 13 yang diulang-ulang?
2. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan penafsiran Imam Fahr al-Din al-Razi
dan Imam Abu Hayyan al-Andalusi dalam menafsirkan surat al-Rahman ayat
13 yang diulang-ulang?
3. Bagaimana Nikmat Tuhan dalam Pandangan Imam Fahr al-Din al-Razi dan
Imam Abu Hayyan al-Andalusi pada surat al-Rahman ayat 13 yang diulang-
ulang?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini dapat
diformulasikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penafsiran Imam Fahr al-Din al-Razi dan Imam Abu
Hayyan al-Andalusi terhadap surat al-Rahman ayat 13 yang diulang-ulang.
2. Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan penafsiran Imam Fahr al-Din al-
Razi dan Imam Abu Hayyan al-Andalusi dalam menafsirkan surat al-Rahman
ayat 13 yang diulang-ulang.
3. Untuk mengetahui Nikmat Tuhan dalam Pandangan Imam Fahr al-Din al-Razi
dan Imam Abu Hayyan al-Andalusi pada surat al-Rahman ayat 13 yang
diulang-ulang.
BAB II

NIKMAT TUHAN DALAM PANDANGAN


(IMAM FAHR AL-DIN AL-RAZI DAN IMAM ABU HAYYAN
AL-ANDALUSI)

A. Riwayat Hidup
1. Imam Fahr al-Din al-Razi

Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin al-Husain bin al-Hasan bin Ali al-
Taimi al-Bakri al-Thabristani, atau lebih masyhur dengan Fakh al-Din al-Razi,
lahir pada tanggal 25 Ramadhan tahun 544 H di Ray1, sebuah kota besar di negara
Irak yang sebagian penduduknya merupakan bangsa non Arab (A’jam). Ia menjadi
tokoh yang sangat penting dalam sejarah khaznah keilmuan Islam, ia sangat mahir
dalam ilmu kalam, ilmu kebahasaan, dan menjadi mufassir yang sangat
diperhitungkan pada zamannya.
Ia lahir dan tumbuh dikalangan ulama‟. Ayahnya, Dhiya‟uddin Umar
merupakan ulama‟ madzhab Syafi‟i sekaligus ulama‟ ahli kalam dari kalangan
Asy‟ariyah. Sehingga ia banyak mendapatkan ilmu dari ayah yang sekaligus
menjadi gurunya tersebut.2
Al-Razi tumbuh menjadi ulama yang patut diperhatikan karena
kecerdasannya, ia menjadi salah satu pewaris khazanah keilmuwan terbaik yang
dimilii oleh islam, ia banyak sekali mengarang kitab-kitab yang kurang lebih
jumlahnya mencapai 200 kitab baik mengenai ilmu kalam, ilmu hadits dan ilmu
Qur‟an. Tafsir mafatih al-Ghaib merupakan karya terbaik yang dimilikinya, Kitab
tafsir yang dituliskannya tersebut secara kompleks menjelaskan al-Qur‟an dari sisi
keillmuan apapun.3

1
Muhammad Ali „Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Irsyad Islami,
1212 H), 1106.
2
Anas Shafwan Khalid, Metodologi Tafsir Fakhru al-Din al-Razi, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, tt), 98.
3
Repositori STAIN Kudus.
Al-Razi wafat pada tahun 606 H di Ray, dikatakan bahwa sebab dari
wafatnya tersebut adalah mengenai perdebatannya dalam aqidah.4
2. Imam Abu Hayyan al-Andalusi

Penulis tafsir Bahr al-Muhit bernama lengkap Atsiruddin, Abu Abdillah,


Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf bin Hayyan, al-Andalusi, al-Gharnathi,
al-Hayani. terkenal dengan sebutan Abu Hayyan.5 Para sejarawan bersepakat atas
nama lengkapnya yaitu Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf bin Hayyan. 6 Ia
lahir pada akhir bulan syawal di Gharnathah/Granada (salah satu nama kota yang
terletak di Andalusia)7 tahun 654 H/1256 M dan meninggal di Mesir8 setelah
ashar hari sabtu pada tanggal 28 bulan shafar9 tahun 745 H/1344 M.10 Ada juga
yang berpendapat bahwa ia meninggal setelah maghrib pada tahun 743 H.11

Ketika ia di Andalus ia bermadzhab Dzahiri12, karena madzhab ini


madzhab utama di Andalusia pada zamannya.13 Lalu ia berpindah madzhab pada
madzhab Imam Syafi‟i setelah kedatangannya di Mesir, hingga seterusnya. 14 Ia
juga menggunakan pendapat-pendapat Imam Malik sebagai madzhab yang banyak
diikuti di Maghrib.15 Akan tetapi menurut Ali „Ayazi, Abu Hayyan bermadzhab
Maliki Asy‟ari.16

Kemahirannya dalam membaca al-Qur‟an dan ia mengetahui benar


salahnya bacaan, sehingga ia bisa berhadapan dengan tokoh-tokoh terkemuka
untuk membacakan al-Qur‟an pada Ali al-Khatib Abdul Haq bin Ali, kemudian
4
Muhammad Husain adz-Dzahabi, Tafsir Wal Mufassirun, Juz 1, (Cairo: Maktabah Wahbah, ),
207.
5
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wal Mufassirun, (tk: Maktabah Mus‟ab bin Amir al-
Islamiyah, 2004), 225.
6
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi Tafsirihi al-Bahr al-Muhit wa
Fi Iradi al-Qiraat Fihi, (Amman: Dar „Amar, 2006), 11.
7
Ibid, 13.
8
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wal Mufassirun..., 226.
9
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi Tafsirihi al-Bahr al-Muhit wa
Fi Iradi al-Qiraat Fihi..., 44.
10
Muhammad Ali „Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum..., 178.
11
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi Tafsirihi al-Bahr al-Muhit
wa Fi Iradi al-Qiraat Fihi..., 44.
12
Ibid, 37. Lihat juga Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wal Mufassirun..., 226.
13
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi Tafsirihi al-Bahr al-Muhit
wa Fi Iradi al-Qiraat Fihi..., 13.
14
Ibid,
15
Ibid,
16
Muhammad Ali „Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum..., 178.
pada Khatib Abu Ja‟far bin al-Thabai‟. Kemudian ia membacakannya pada
seorang Hafidz yaitu Abu Ali bin Abi al-Ahwas dan ia juga mendengarkannya
kepada banyak ulama di Andalus dan Afrika. Kemudian ketika ia berada di
Iskandariyah/Alexandria ia membacakan bacaan Qiraatnya pada Abdu al-Nasir
bin Ali dan ketika di Mesir pada Ali Abi Thahir Ismail bin Abdillah. Abu Hayyan
berkata: “Saya belajar pada 450 orang dan dari mereka yang mengijazahi
(mengizinkan) itu banyak sekali” dan Al-Shafadi berkata “Saya tidak pernah
melihat (Abu Hayyan) kecuali mendengar, menyibukkan diri, menulis, atau
melihat pada kitab dan tidak pernah melihatnya selain itu”.17

a. Guru-guru Abu Hayyan18


1. Guru Tafsir
a. Ibnu Zubair: Ahmad bin Ibrahim bin Zubair bin Muhammad bin
Ibrahim bin „Asim, Abu Ja‟far al-Andalusi al-Hafidz al-Nahwi. ia
adalah guru Hadits dan Qiraat.
b. Ibnu Abi al-Ahwas: al-Husain in Abdil Aziz bin Muhammad bin
Abdil Aziz bin Muhammad bin Abi al-Ahwas, al-Jayyani al-Andalusi,
Abu Ali Qadi‟. Ia adalah guru penghafal Tafsir dan Hadits, dalam
haditsnya ia ahli pada dhabt, menguasai riwayah, mengatahui sanad.
Ia juga menjelaskan mengenai peradaban, bahasa dan sejarah.
c. Ali bin Ahmad bin Abdul Wahid, Abu Hasan al-Muqaddasi, dikenal
dengan Ibnu al-bukhari.
d. Muhammad bin Sulaiman bin al-Hasan bin al-Husain, Jamaluddin Abu
Abdillah al-Balkhi al-Muqaddasi dikenal dengan Ibnu al-Naqib. Abu
Hayyan berkata dalam mukaddimah tafsirnya: “perkataan saya dalam
kitab banyak bersandar pada kitab al-Tahrir wa al-Tahbir Li Aqwali
Aimmata al-Tafsir ” yaitu kitab Jamaluddin Abu Abdillah Muhammad
bin Sulaiman bin al-Hasan bin al-Husain al-Muqaddasi.

17
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wal Mufassirun..., 225. Lihat juga Ahmad Khalid
Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi Tafsirihi al-Bahr al-Muhit wa Fi Iradi al-
Qiraat Fihi..., 47.
18
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi Tafsirihi al-Bahr al-Muhit
wa Fi Iradi al-Qiraat Fihi..., 47-71.
e. Muhammad bin Yahya bin Abdul al-Rahman bin Rabi‟, Abu Hasan al-
„As‟ari dikenal dengan Ibnu Bakar. Ia pintar dalam Hukum, Qiraat dan
Hadits.
2. Guru Qiraat
a. Ahmad bin Saad bin Ali bin Muhammad al-Anshari, Abu Ja‟far al-
Jazairi.
b. Ibnu al-Thabai‟: Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin „Isa,
Abu Ja;far bin al-Thabai‟ al-Ra‟ini al-Andalusi dan Ibnu Abi al-
Ahwas.
c. Al-Maliji: Ismail bin Hibatullah bin Ali bin Hibatullah, Fakhruddin
Abu al-Dzahir al-Maliji dan Ibnu al-Bukhari.
d. Khalil bin Utsman al-Maraghi dan Ibnu Zubair.
e. Abdul Haq bin Ali bin Abdillah al-Anshari.
f. Abdullah bin Muhammad bin Harun bin Abdul Aziz bin Ismail al-
Thai‟ al-Andalusi al-Qurtubi.
g. Abdu al-Nasir bin Ali bin Yahya bin Ismail bin Makhluf, Abu
Muhammad al-Maryuthi al-Hamdani.
h. Ali bin Dzahir bin Syihab, Nur al-Din Abu al-Hasan al-Misri dikenal
dengan Ibnul Kafti.
i. Muhammad bin Shalih bin Ahmad bin Muhammad, Abu Abdillah al-
Kitani al-Syatibi dikenal dengan Ibnu Rahimah.
j. Muhammad bin Ali bin Yusuf, Radi al-Din, Abu Abdillah al-Anshari
al-Syathibi al-Lughawi.
k. Ya‟qub bin Badran bin Manshur bin Badran al-Taqi, Abu Yusuf al-
Damasyqi kemudian al-Misri dikenal dengan al-Jaraidi.
l. Yusuf bin Ibrahim bin Ahmad bin „Itab, Abu Ya‟qub al-Jadami‟ al-
Syatibi.
3. Guru Ilmu Bahasa
a. Ahmad bin Abdu al-Nur bin Ahmad bin Rasyid, Abu Ja‟far al-Maliki
al-Nahwi.
b. Al-Labali: Ahmad Yusuf bin Ali bin Yusuf Abu Ja‟far al-Fahri al-
Labali.
c. Radhi al-Din al-Qusnathini: Abu Bakar bin Umar bin Ali bin Salim al-
Imam al-Nahwi al-Syafi‟i.
d. Al-Qurthojani: Hazm bin Muhammad bin Hazm, Abu Hasan al-
Andalusi al-Anshari dan Ibnu Zubair.
e. Utsman bin Said bin Abdu al-Rahman bin Ahmad bin Tuluwa al-Qarsy
Muayyinu al-Din Abu Umar wal Maliki.
f. Ibnu al-Dhai‟: Ali bin Muhammad bin Ali bin Yusuf al-Katamiy al-
Isybili, Abu Hasan dikenal dengan Ibnu al-Dha‟i.
g. Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Abdirrahman al-Khosyi al-
Abadzi.
h. Ibnu al-Nuhas: Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad bin Abi Nasr
al-Halbi.
4. Guru Hadits
a. Abdurrahman al-Rabi‟i
b. Abdurrahim bin Yusuf bin Yahya bin Yusuf.
c. Ibnu „Asakir: Abd al-Shomad bin Abd al-Wahhab bin Hasan bin
Abdillah bin Asakir.
d. Abd al-Mu‟min bin Kholaf bin Abi al-Hasan bin Syarif, Syarifuddin
Abu Muhammad Dimyati.
e. Abd al-Wahhab bin Hasan bin Faraat.
f. Abu al-Iz Abd al-„Aziz bin Abd al-Mun‟im bin Ali bin Nasr bin
Syaqul al-Harroni.
g. Muhammad bin Ibrahim bin Tarjim bin Hazm al-Mazani, Abu
Abdillah al-Misri, Rawi al-Tirmidzi.
h. Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin al-Hasan.
i. Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Muayyad.
j. Muhammad bin Ismail bin Abdillah.
k. Muhammad bin Ali bin Wahhab bin Muthi‟
l. Zaynab bintu Abdillatif bin Yusuf bin Muhammad al-Baghdhadi.
m. Syamiyah bintu Hasan bin Muhammad al-Timah
n. Muannasah bintu Sulthon al-Maliki al-„Adil Abi Bakar bin Ayyub bin
Syadi
5. Guru Fiqih dan Ushul
a. Ahmad bin Ibrahim bin Abdul Ghani al-Suruj al-Hanafi
b. Abdul Karim bin Ali bin Umar al-Anshari
c. Ali bin Muhammad bin Khitob al-Baji
d. Fadl bin Muhammad bin Ali bin Ibrahim
e. Muhammad bin Sulthon
f. Muhammad bin Mahmud bin Muhammad bin Ibad al-Salmani
6. Guru Sastra dan Syi‟r
a. Ahmad binAbdul Malik bin Abd al-Mun‟im bin Jami‟ al-Azazi‟
b. Ahmad bin Nasrullah bin Batikin al-Qahiri
c. Sulaiman bin Ali bin Abdillah bin Ali bin Yasin al-Abidi
d. Umar bin Muhammad bin Abi Ali al-Hasan al-Misri
e. Malik bin Abdirrahman bin Ali bin Faraj
f. Muhmmad bin Abi Bakar bin Yahya bin Abdillah
g. Muhammad bin Said bin Muhammad bin Humad bin Muhsin al-
Shonhaji
h. Muhammad bin Abdul Mun‟im bin Muhammad bin Yusuf
i. Muhammad bin Umar bin Jubair al-Jiyani al-„Aki al-Malaki
j. Muhammad bin Muhammad bin Isa bin Dzunnuni al-Anshari
k. Yahya bin Abdul Adhim bin Yahya, Jmaluddin Abu al-Hasan al-
Anshari al-Jazar al-Misri.
7. Guru Lainnya
a. Ahmad bin Ali bin Kholas
b. Ishaq bin Abdirrahim bin Muhammad bin Abdil Malik al-Baghdhadi
c. Abu Bakar bin Abbas bin Yahya bin Ghorib al-Baghdadi al-Qowas
d. Al-Husain bin Abi Mansur bin Dhofir al-Huzrozi
e. Abdul Aziz bin Abdir Rohman bin Abd al-„Ali.
f. Abd al-Aziz bin Abd al-Qodir bin Ismail
g. Abdullah bin Ahmad bin Ismail bin Ibrahim bin Faris al-Tamimi
h. Abdullah bin Nasrullah bin Ahmad bin Ruslan bin Fityan Kamil al-
Khuzmi
i. Abd al-Mu‟ti bin Abd al-Karim bin Abi al-Makarim bin al-Minja al-
Khuzrozi
j. Ali bin Shalih bin Abi Ali bin Yahya bin Ismail al Husaini
k. Ghazi bin Abi Fadl bin Abd al-Wahhab al-Halawi
l. Al-Fadl bin Ali bin Nasr bin Abdillah bin Husain bin Rawahah
m. Muhammad bin Husain bin Hasan bin Ibrahim al-Darimi
n. Muhammad bin Abd al-Rahman bin Ahmad
o. Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Umar
p. Muhammad bin Umar bin Muhammad bin Ali al-Sa‟di al-Dhorir
q. Muhammad bin Muhammad bin Sa‟dun.
r. Muhammad bin Makki atau Makki bin Muhammad: bin Qasim bin
Hamid
s. Al-Yasar bin Abdillah bin Muhammad bin Kholaf bin Yasar al-Qosyiri
t. Yusuf bin Ishaq bin Abi Bakar al-Thabari al-Makiy
u. Taqiyuddin Ibnu Razin
v. Ibnu al-Thabakh
w. Abu Ali bin Abi Ahmar
x. Abu Qasim al-Mizyati
y. Muhammad bin Ahmad
z. Muhammad bin Abbass, Abu Abdillah al-Qurthubi.
b. Murid-murid Abu Hayyan19
1. Murid dalam Ilmu Qiraat dan Tafsir
a. Ibrahim bin Ahmad bin Abdul Wahid bin Abdul Mu‟min bin Said bin
Kamil binIlwan al-Tanukhi al-Damasyqi
b. Ibrahim bin Ahmad bin Isa
c. Ibrahim bin Abdillah bin Ali bin yahya bin Kholfu al-Muq‟ri al-Nahwi
Burhanuddin Al-Hukri
d. Ahmad al-Hanbali
e. Ahmad bin Abil Aziz bin Yusuf al-Harani
f. Ibnu Maktum: Ahmad bin Abdul Qadir bin Ahmad bin Maktum bin
Ahmad

19
Ibid, 75-90.
g. Ahmad bin Ali bin Ahmad
h. Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali al-Ashabi al-Andalusi
i. Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Nakhlah
j. Al-Samin
k. Abu Bakar bin Ayugdhi bin Abdillah al-Syamsy
2. Murid dalam Ilmu Bahasa
3. Murid-murid yang lainnya
c. Karya-karya Abu Hayyan20
1. Ilmu Tafsir dan „Irab al-Qur‟an
a. „Irab al-Qur‟an
b. Al-Bahr al-Muhit Fi Tafsir al-Qur‟an al-Karim
c. Tahfatu al-Aribi Bima Fi al-Qur‟an Min al-Gharib
d. Al-Nahr al-Mad Min al-Bahr
2. Ilmu Qiraat
a. Al-Atsir Fi al-Qiraat Ibnu Katsir
b. Taqrib al-Nai Fi Qiraat al-Kisai
c. Al-Halalu al-Haliyati Fi Asanid al-Qiraat al-Aliyah
d. Rash al-Naf‟i Fi al-Qiraat al-Sab‟u
e. Al-Raudhu al-Basim Fi Qiraat „Asim
f. „Iqda al-Lali Fi al-Qiraat al-Sab‟u al-„Awali
g. Naktu al-Amali
h. Al-Niyyar al-Jaliyyi Fi Qiraat Zayd bin Ali
3. Ilmu Bahasa
a. Irtisyaf al-Dharb Min Lisan al-Arab
b. Al-Irtidha Fi al-Farq bayna al-Dhad wa al-Dha‟
c. Al-Isfar al-Mukhlis Min Kitab al-Shafar
d. Al-Tajrid Li Ahkami Sibawaih
e. Al-Tadrib Fi Tamstil al-Taqrib
f. Al-Tadzkiroh Fi al-Arobiyah
g. Al-Tadzyil wa al-Takmil Fi Syarh al-Tashil
h. Taqrib al-Maqrub

20
Ibid, 91-126.
i. Al-Tankhil al-Mulakhas Min Syarh al-Tashil
j. Al-Shadza fi Ahkami Kidza
k. Al-Syidzroh al-Dzahabiyyah Fi Ilm al-Arobiyah
l. Syarhu Tahfatu al-Maudud Li Ibni Malik Fi al-Nahwi
m. Syarhu Kitab Sibawaih
n. Ghayatu al-Ihsan Fi Ilmi al-Lisan
o. Al-Naktu al-Hasan Fi Syarhi Ghayatu al-Ihsan
p. Fadl al-Nahwi
q. Al-Qaulu al-Fashlu Fi Ahkami al-Fashl
r. Allamhatu al-Badariyah Fi Ilmi al-Arobiyah
s. Al-Mubda‟ Fi al-Tashrif
t. Maani al-Huruf
u. Manhaju al-Slik Fi al-Kalam ala‟ Alfiyati Ibnu Malik
v. Al-Maufur Min Syarhi Ibnu Ushfur
w. Nihayatu al-Igrab Fi Ilmi al-Tashrif wa al-I‟rab
x. Al-Hidayah Fi al-Nahwi
y. Al-Wadih
4. Ilmu Fiqih dan Hadits
a. Al-„Ilam bi Arkan al-Islam
b. Al-Anwar al-Ajali fi Ikhtisor al-Mahalli
c. Juz‟un fi al-Hadits
d. Masalik al-Rusyd Fi Tajrid Masail Nihayah Ibn Rusyd
e. Al-Wihaj Fi Ikhtisor al-Minhaj
5. Ilmu Bahasa Arab
a. Al-Abyat al-Wafiyah fi Ilmi al-Qafiyah
b. Khulashatu al-Tibyan Fi Ilmi al-Badi wa al-Bayan
c. Diwan Abi Hayan
d. Qasidah Daliyah Fi Tafdil al-Nahwi
e. Qasidah Shiniyyah
f. Qasidah Fi Madhi Imam al-Syafi‟i
g. Al-Maurud al-Adab Fi Muarodhoh Qasidah Ka‟ab
h. Natsr Zuhri Fi Nadhm al-Zuhri
i. Naqd al-Syiir
j. Nawafatsu al-Sihr Fi Damaitsi al-Sihr
6. Ilmu Terjemah dan Sejarah
a. Al-Bayan Fi Syuyukh Abi Hayyan
b. Tahfatu al-Nadsi fi Nuhati al-Andalus
c. Majani al-Hisr Fi Adabi Tawarikhi Liahli al-„Asr
d. Masyikhotu Ibni Abi Manshur
e. Al-Nadhar Fi al-Musalat ani Nadzar
f. Nafhatu al-Maski Fi Sirat al-Tarki
7. Ilmu Bahasa-bahasa lain
a. Al-Idrak Lisan al-Atrak
b. Al-Af‟al Fi Lisan al-Tark
c. Zahw al-Maliki Fi Nahw al-Tark
d. Al-Makhbur Fi Lisan al-Basymur
e. Mantiq al-Khurs Fi Lisan al-Farsi
f. Nur al-Ghabs Fi Lisan al-Hubsy
8. Ilmu–ilmu lainnya
a. Al-Ilma‟ Fi Ifsadi Ijazati Ibni al-Thiba‟
b. Al-Bir al-Jali wa al-Nadzari al-Khafi
c. Bughyatu al-Dzamman Min Fawaid Abi Hayyan
d. Al-Tarjamah
e. Al-Dalail
f. Fahrisat Marwiyatihi
g. Fahrisat Masmuatihi
h. Qatr al-Hubbi fi Jawab As‟ilati al-DZAHABI
i. Al-Muntakhob Min Hadits Syuyukhi Baghdhad
B. Latar Belakang Penulisan, Metode dan Corak Penafsiran
1. Imam Fahr al-Din al-Razi

Tafsir Mafatih al-Ghaib ditulis dengan 8 jilid besar, merupakan salah satu
kitab tafsir yang sangat masyhur dan sangat penting, yang didalamnya terdapat
banyak penjelasan logika dan keilmuan, menurut Muhammad Ali Ayazi jika ada
kitab tafsir bercorakkan ilmy yang muncul setelah adanya kitab tersebut maka
kitab tersebut sangat penting untuk dijadikan rujukan untuknya.21

Dalam upayanya untuk menafsirkan al-Qur‟an, al-Razi sangat kompleks


menjelaskan kandungan-kandungan yang ada dalam al-Qur‟an mulai dari
munasabah ayat dan surat, asbabun nuzul, ushul fiqh dan lain-lain. Selain itu al-
Razi didalamnya menyisipkan ilmu kebahasaan serta ilmu filsafat untuk
menta‟wilkan beberapa ayat-ayat yang ada.
Metode penulisannya dimulai dengan menyebutkan nama surat, jumlah
ayat, tempat turunnya, serta mencantumkan beberapa pendapat ulama mengenai
surat tersebut. Kemudian ia menjelaskan mengenai beberapa ikatan atau
munasabah didalamnya baik munasabah ayat dengan ayat atau surat dengan surat.
Selanjutnya ia menjelaskan mengenai permasalahan-permasalahan yang ada
didalamnya baik mengenai ilmu kebahasaan, asbabun nuzul, serta beberapa
perbedaan qiraat didalamnya.22
Sebelum meranjak kepada penafsiran kata perkata al-Razi menyampaikan
mengenai tafsir naqli dari Nabi, Sahabat, dan Tabi‟in, kemudian ia menyampaikan
permasalahan-permasalahannya baik dari perbedaan asbabun nuzul, juga
perbedaan mengenai mustholah hadits.
Kemudian ia melanjutkan penafsirannya dengan menyisipkan penjelasan
mengenai beberapa hal penting antara lain:
1. Penyimpangan beberapa ilmu matematika, filsafat serta kedokteran.
2. Menentang beberapa pandangan ahli filsafat dan ahli kalam, dan
berpendapat dengan mengikuti manhaj Ahlus Sunnah, Mu‟tazilah, dan
Syi‟ah, karenanya diantara salah satu keistimewaannya adalah tafsir
dengan corak kalam namun moderat.
3. Tidak menyebutkan ayat-ayat hukum mengenai seseuatu kecuali dengan
menyebutkan pandangan semua madzhab mengenainya, walaupun dengan
penjelasan ata madzhab Imam Syafi‟i.

21
Muhammad Ali „Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum...,1108.
22
Ibid,
4. Mengenai kisah Israiliyyat, ia sesungguhnya ingn membersihkannya dari
tafsir, dan adapun jika ia menyebutkan kisah-kisah Israiliyyat ia juga
membantahnya sehingga batal kisah-kisah terebut.23
Namun ada beberapa pendapat mengenai penulisan kitab Mafatih al-Ghaib
ini, menurut Muhammad Husain adz-Dzahabi dengan mengutip perkataan dari
Ibnu Syihbah “Seseungguhnya ia (Fahr al-Din al-Razi) belum menyelesaikan
sepenuhnya penulisan kitab tersebut, lalu problematikanya siapakah yang
menyelesaikannya?
Dikatakan bahwa Al-Razi menuliskannya hanya sampai Surah al-Anbiya‟
saja. Menurut Ibnu Hajar al-Atsqolani yang menyelesaikan penulisan kitab tafsir
tersebut adalah Ahmad bin Muhammad bin Abi al-Hazm Makky Najmu al-Din al-
Khamuzhi al-Qomuly.24
2. Imam Abu Hayyan al-Andalusi

Tafsir ini ditulis pada tahun 710 H. Ketika itu Abu Hayyan berusia 54
tahun. Kesempatan menulis tafsir ini seiring profesinya Abu Hayyan yang
terfokuskan pada mengajar tafsir di Madrasah Tafsir di Qubbah al-Malik al-
Mansur di Kairo. Salah satu motivasinya dalam menulis ialah ia sadar akan usia
yang sudah tidak muda lagi yaitu berumur sekitar 54 tahun.

Kitab ini teriri dari 8 jilid besar. Secara tahlili yaitu menafsirkan dari surah
al-Fatihah hingga surah al-Nas. Menurut al-Dzahabi, kitab ini berwajah I’rab li
al-Fadlh al-Qur’an al-Karim, sehingga memiliki kredibilitas sebagai rujukan
tafsir I’rab al-Qur’an atau kaidah perubahan kata berdasarkan perubahan
derifasinya. Kitab ini banyak sekali membahas mengenai nahwu, sehingga
terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli nahwu, dikarenakan kitab ini
sangat mendekati kitab nahwu dari pada kitab tafsir.25

Metode penafsiran Abu Hayyan dalam tafsir Bahr al-Muhit ialah: Pertama,
dibuka dengan menjelaskan makna al-mufradhat, ia menjelaskan perkata jika
dibutuhkan dalam menjelaskan bahasa dan hukum nahwunya sebelum di
tarkibkan. Jika kata memilik dua makna atau lebih maka Abu Hayyan memilih
23
Ibid, 1111.
24
Muhammad Husain adz-Dzahabi, Tafsir Wal Mufassirun..., 206.
25
Ibid, 226.
mana yang lebih cocok untuk digunakan. Kedua, berlanjut menjelaskan mengenai
Asbab Nuzul jika memiliki sabab ketika turunnya. Ketiga, munasabah. Keempat,
Nasikh dan Mansukh. Kelima, mempedulikan ilmu bahasa seperti menjelaskan
nahwunya. Keenam, lalu ia mengambil perkataan-perkataan yang berbobot.
Ketujuh, tidak ada pengulangnn. Kedelapan, menunjukan pada masalah-masalah
fiqih dan ushul fiqh. Kesembilan, mengkorelasikan lafdz pada fenomena.
Kesepuluh, Masalah-masalah aqidah. Kesebelas, Balaghah. Keduabelas,
ringkasan isi dari ayat tersebut. Ketigabelas, komitmen dengan tafsir nabi.
Keempatbelas, memposisikan israiliyat. Kelimabelas, tidak mengambil sesuatu
yang tidak ada hubungannya dengan ayat. Keenambelas, membahas makki dan
madani. Ketujuhbelas, mengkampanyekan atas tasawuf dan bathini.26

Penilaian para Ulama terhadap Abu Hayyan, beberapa tokoh yang


memberi komentar diantaranya:27

1. Ibnu al-Jazariy, berkata: “Ia seorang Imam al-Hafidz, Syaikh Arab yang
menguasai ilmu Qiraat secara tsiqah”.
2. Imam al-Syaukani: “Ia seorang yang menguasai bahasa Arab, Tafsir dan
tidak ada yang menyamainya pada masanya”.
3. Ibnu Qadhi: “Ia seorang yang ahli dalam tafsir, nahwu dan bahasa yang
tidak ada tandingannya pada masanya dan mempunyai banyak karangan
yang terkenal di timur dan barat”.
4. Jalaluddin al-Suyuti, mengatakan: “Ia adalah seorang ahli nahwu, bahasa,
tafsir, hadits dan sejarawan pada masanya”.

Dari beberapa komentar diatas menunjukan bahwa Abu Hayyan adalah


sosok orang yang sangat disegani dengan wawasannya yang luas. Sedangkan
penilaian para Ulama mengenai kitab tafsir al-Bahr al-Muhith ialah tafsir yang
sangat jujur menyebutkan sumber-sumber rujukan kutipannya.

26
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi Tafsirihi al-Bahr al-Muhit
wa Fi Iradi al-Qiraat Fihi..., 129-158.
27
Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhit, Juz 1, Cet. 1 (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah,
1993 M/1413 H), 45-46.
C. Munasabah Surat al-Rahman ayat 13
Munasabah surah ar-Rahman dengan surat sebelumnya memiliki dua
wajah:
1. Sesungguhnya allah membuka surat sebelumnya yakni al-Qamar dengan
menyebutkan mu‟jizat keesaannya dan sifat ilahiahnya yang ia berikan pada
sesorang yakni membelah bulan, sedangkan pada surat ini allah memulainya
dengan mu‟jizat yang menunjukkan sifat rahmat dan rahimnya.

2. Pada surat al-Qamar Allah menyebutkan ayat fakayfa adzabi wa nudzur


beberapa kali, sedangkan pada surat al-Rahman Allah menyebutkan ayat fabiayyi
ala irabbikuma tukadziban dengan banyak pula, surah al-Qamar menunjukkan
sifat ilahiahnya Allah, sedangkan surat al-Rahman menunjukkan sifat rahmat
Allah.
Sedangkan munasabah akhir surat al-Qamar dengan awal surat ar-Rahman
adalah Pada akhir surat disebutkan ayat „inda malikin muqtadar iqtidar atau takdir
adalah menunjukkan atas kuasa-Nya Allah. Kemudian ar-rahman diawali dengan
kalimat ar-Rahman yang bermakna sifat kasih sayang dari Allah yang penisbatan
kepada kafir.28

D. Penafsiran Surat al-Rahman ayat 13


1. Penafsiran Imam Fahr al-Din al-Razi

Menurut al-Razi Ayat ke 13 dari Surah ar-Rahman memiliki beberapa


pembahasan:

Mengenai mukhotob (yang diajak bicara), disana ada beberapa pendapat


yakni:

a. Dimaksudkan pada jin dan manusia, seperti yang telah disebutkan


yakni (al-an‟am) yang artinya nama atau sebutan bagi jin dan
manusia maka dhamir tersebut (al-Mukadzziban) kembali kepada
jenis manusia dan jin tersebut.
b. Dimaksudkan kepada laki-laki dan perempuan, maka dhomir
tersebut kembali kepada keduanya.

28
Imam muhammad al-Razi, Tafsir al-Fakhr al-Razi, juz 29, (Beirut: Daar al-Fikr, 1981), 81.
c. Disebutkan dengan satu lafadz adapun maknanya yakni berarti
pengulangan dan penguatan.
d. Bermakna umum, akan tetapi segala sesuatu itu terbagi atas dua
perkara seperti warna hitam dan warna putih, warna dikatakan
tidak hitam karna memang selain dari hitam, warna dikatakan tidak
putih karena memang warnanya selain dari putih.
e. Pembohong atau pendusta itu ada dua yakni yang berbohong
dengan hatinya dan yang berbohong dengan lisannya. Maka
seolah-olah Allah mengatakan “wahai hati dan lisan nikmat mana
lagi yang engaku dustakan”
f. Pendusta adalah orang yang mendustakan Nabi dan dalil sam’iyat
yakni al-Qur‟an, mereka mendustakan dengan akal dan fikirannya
baik dalam jiwa ataupun raganya. Maka maknanya seolah-olah
allah berfirman “wahai para pendusta, nikmat mana yang engkau
dustakan. Padahal sudah jelas bahwa pengutusan nabi sudah jelas
untuk mengajarkan kalian al-Qu‟ran dan allah sudah menciptakan
kalian dengan pemahaman dan akal.
g. Pendusta telah menjadikan perbuatannya dengan kedustaan atau
pada saat melakukan sesuatu, maka seolah Allah berkata “wahai
para pendusta kamu sudah berbohong akan tetapi kamu menutup-
nutupinya”.

    

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”


Disebutkan oleh Allah setelah ayat-ayat yang menjelaskan penciptaan makhluq
dengan maksud memberi informasi kepadanya, karna sesungguhnya kalimat atau
perkataan harus ada lawan bicaranya. Seolah-olah Allah berfirman aku telah
menciptakan kalian dengan ini dan itu, maka nikmat yang mana lagi yang akan
kalian dustakan.
Allah menghendaki mukhotib atau lawan bicaranya setelah menjelaskan
beberapa nikmat yang telah disebutkan sebelumnya agar ia mengingatnya dan
tidak mengkufurinya.
2. Penafsiran Imam Abu Hayyan al-Andalusi

Abu Hayyan dalam kitab tafsirnya menjelaskan ayat 13 surat al-Rahman,


bahwa ketika Allah ingin menambah nikmat kepada manusia dan jin yaitu dengan
mengatakan:

    

Maksudnya ialah sesungguhnya nikmat Allah tak terhitung jumlahnya. Pada

kalimat “‫تكذبان‬ ‫”فبأيها‬ maksudnya ialah dari semua nikmat yang Allah berikan

tidak mungkin bisa mendustakannya, ini tertuju pada dua makhluk yaitu jin dan

manusia. Lalu Allah berfirman “‫اإلنسان‬ ‫ ”خلق‬lalu “‫”خلق الجان‬.29

Maksud dari kalimat “‫اإلنسان‬ ‫ ”خلق‬ketika di ucapkan alam yang besar ini
yaitu terdiri dari langit dan bumi dan didalamnya telah terdapat nikmat dan Allah
memulai menciptakan alam ini diawali dengan nikmat dan manusia itu adalah
Adam, seperti apa yang dikatakan oleh jumhur ulama ialah: manusia dikatakan
sebagai suatu jenis, karena bapaknya makhluk (manusia) yang diciptakan dari
tanah kering dan ketika ingin menjadikan Adam sebagai manusia, maka datanglah
arah yang berbeda, yaitu berubah dari aslinya. Maka pertama berupa debu, tanah
liat, lumpur yang berbentuk, kemudian tanah kering. Maka sangat cocok untuk
mencocokan pada salah satu ciptaan-Nya.30

Kata ‫الجان‬ ialah bapaknya jin, yaitu iblis seperti apa yang dikatakan

Hasan. Sedangkan Mujahid mengatakan bapaknya jin itu bukan iblis akan tetapi

29
Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsir Bahr al-Muhit, Juz 8 (Beirut: Daar al-Kitab al-Ilmiyah, 1993),
189.
30
Ibid,
kata ‫ الجان‬adalah suatu jenis nyala api yang bercampur dari warna kuning merah
dan hijau atau nyala api neraka yang dikhususkan atau kemerahan yang ada di tepi
api atau yang bercampur dengan kehitam-hitaman.31

Pengulangan-pengulangan itu untuk penjelasan. Penjelasan pada


penegasan dan peringatan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan terhadap nikmat-
nikmat yang Allah berikan, dengan ini maka tidak akan berhenti pada satu nikmat
saja dan didalam perbedaan itu terdapat taufiq bahwa sejatinya nikmat Allah itu
tak terhingga.32

E. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Imam Fahr al-Din al-Razi dan Imam
Abu Hayyan al-Andalusi
1. Persamaan

Penafsiran al-Razi dan Abu Hayyan sama-sama menjelaskan nikmat yang


tak terhingga, bahwa segala sesuatu adalah nikmat dari Tuhan yang harus di
syukuri. Semua nikmat-nikmat ini tidak bisa didustakan. Kedua mufassir tersebut
sama-sama berpendapat bahwa nikmat itu tertuju pada dua makhluk ciptaan Allah
yakni Manusia dan Jin. Mereka sama-sama mengatakan bahwa jin dan manusia
adalah jenis dari makhluk yang Allah ciptakan dan pengulangan-pengulangan itu
adalah untuk penegasan.

2. Perbedaan

Al-Razi Menafsirkan ayat 13 berulang-ulang sesuai dengan urutan ayat


dalam surat tersebut sedangkan Abu Hayyan tidak, ia menjelaskan ayat 13 tidak
berulang-ulang hanya satu kali penafsiran saja yaitu pada ayat 13, sisanya ia tidak
menafsirkan, hanya saja mengaitkan ayat yang satu dengan yang lainnya.

Abu Hayyan mengungkap beberapa pendapat dari para ulama sedangkan


al-Razi tidak, ia hanya mengungkapkan pendapat yang menurutnya cocok untuk
menafsirkan ayat atau kata tersebut.

31
Ibid,
32
Ibid,
Abu Hayyan dalam penafsirannya berisikan banyak syair-syair dan dengan
bahasa-bahasa sastra sedangkan al-Razi tidak, ia menjelaskan dengan
penjelasannya yang dianggap penulis lebih ringan untuk memahaminya.

F. Nikmat Tuhan dalam Pandangan Imam Fahr al-Din al-Razi dan Imam Abu
Hayyan al-Andalusi
Nikmat Tuhan menurut Imam Fahr al-Din al-Razi dan Imam Abu Hayyan
al-Andalusi ialah segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan (Allah), dengan
adanya langit dan bumi bahkan hingga diciptakannya manusia dan jin di alam ini,
itu adalah suatu kenikmatan dan makhluk yang diperintahkan untuk mensyukuri
segala nikmat dan dilarang untuk mendustakannya.
Pengulangan-pengulangan ini dimaksudkan untuk menjelaskan dan
menegaskan nikmat-nikmat Allah serta peringatan bagi siapa yang
mendustakannya. Allah menciptakan manusia dari tanah liat dan jin dari api, ini
untuk menjadikan mereka selalu mensyukuri nikmat-nikmat yang Allah berikan
dan adanya peringatan-peringatan bagi siapa yang mendustakannya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Imam Fahr al-Din al-Razi menafsirkan ayat 13 dalam surat al-Rahman


sebagai berikut:

    

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”


Disebutkan oleh Allah setelah ayat-ayat yang menjelaskan penciptaan makhluk
dengan maksud memberi informasi kepadanya, karna sesungguhnya kalimat atau
perkataan harus ada lawan bicaranya. Seolah-olah Allah berfirman aku telah
menciptakan kalian dengan ini dan itu, maka nikmat yang mana lagi yang akan
kalian dustakan.
Allah menghendaki mukhotib atau lawan bicaranya setelah menjelaskan
beberapa nikmat yang telah disebutkan sebelumnya agar ia mengingatnya dan
tidak mengkufurinya.
Abu Hayyan dalam kitab tafsirnya menjelaskan ayat 13 surat al-Rahman,
bahwa ketika Allah ingin menambah nikmat kepada manusia dan jin yaitu dengan
mengatakan:

    

Maksudnya ialah sesungguhnya nikmat Allah tak terhitung jumlahnya.

Pada kalimat “‫تكذبان‬ ‫”فبأيها‬ maksudnya ialah dari semua nikmat yang Allah

berikan tidak mungkin bisa mendustakannya, ini tertuju pada dua makhluk yaitu

jin dan manusia. Lalu Allah berfirman “‫اإلنسان‬ ‫ ”خلق‬lalu “‫”خلق الجان‬.
Persamaan yang terdapat pada penafsiran al-Razi dan Abu Hayyan sama-
sama menjelaskan nikmat yang tak terhingga, bahwa segala sesuatu adalah nikmat
dari Tuhan yang harus di syukuri. Semua nikmat-nikmat ini tidak bisa didustakan.
Kedua mufassir tersebut sama-sama berpendapat bahwa nikmat itu tertuju pada
dua makhluk ciptaan Allah yakni Manusia dan Jin. Mereka sama-sama
mengatakan bahwa jin dan manusia adalah jenis dari makhluk yang Allah
ciptakan dan pengulangan-pengulangan itu adalah untuk penegasan.

Perbedaan Al-Razi dan Abu Hayyan dalam menafsirkan ayat 13 berulang-


ulang sesuai dengan urutan ayat dalam surat tersebut sedangkan Abu Hayyan
tidak, ia menjelaskan ayat 13 tidak berulang-ulang hanya satu kali penafsiran saja
yaitu pada ayat 13, sisanya ia tidak menafsirkan, hanya saja mengaitkan ayat yang
satu dengan yang lainnya. Abu Hayyan mengungkap beberapa pendapat dari para
ulama sedangkan al-Razi tidak, ia hanya mengungkapkan pendapat yang
menurutnya cocok untuk menafsirkan ayat atau kata tersebut. Abu Hayyan dalam
penafsirannya berisikan banyak syair-syair dan dengan bahasa-bahasa sastra
sedangkan al-Razi tidak, ia menjelaskan dengan penjelasannya yang dianggap
penulis lebih ringan untuk memahaminya.

Nikmat Tuhan menurut Imam Fahr al-Din al-Razi dan Imam Abu Hayyan
al-Andalusi ialah segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan (Allah), dengan
adanya langit dan bumi bahkan hingga diciptakannya manusia dan jin di alam ini,
itu adalah suatu kenikmatan dan makhluk yang diperintahkan untuk mensyukuri
segala nikmat dan dilarang untuk mendustakannya.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa penulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan.


Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal
ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan
untuk perbaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Andalusi, Abu Hayyan. Al-Bahr al-Muhit, Juz 1, Cet. 1 Beirut: Daar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 1993 M/1413 H.
Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsir Bahr al-Muhit, Juz 8 (Beirut: Daar al-Kitab al-
Ilmiyah, 1993.
„Ayazi, Muhammad Ali Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, Teheran:
Irsyad Islami, 1212 H.
Muhammad Husain adz-Dzahabi, Tafsir Wal Mufassirun, Juz 1, Cairo: Maktabah
Wahbah, tt.
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wal Mufassirun, tk: Maktabah Mus‟ab
bin Amir al-Islamiyah, 2004.
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi Tafsirihi al-
Bahr al-Muhit wa Fi Iradi al-Qiraat Fihi, Amman: Dar „Amar, 2006.
Imam muhammad al-Razi, Tafsir al-Fakhr al-Razi, juz 29, Beirut: Daar al-Fikr,
1981.
Anas Shafwan Khalid, Metodologi Tafsir Fakhru al-Din al-Razi, Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, tt.

Anda mungkin juga menyukai