Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TAFSIR

“ TAFSIR SURAH AL-FATIHAH AYAH 6 -7 ”


Dosen Pengampuh :

Asmar Yamin Dalimunthe, M.Pd.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

 Ahmad Syahril
 Dandi Ari Nugroho
 Elisa Sabrina
 Muhammad Alif Kilana
 Rizky Aulia Zahro

SEMESTER II B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM RAUDHATUL AKMAL

2022
KATA PENGANTAR

ِ ‫س ِم هَّللا ِ ال َّر ْح‬


‫من ال َّر ِح ْيم‬ ْ ِ‫ب‬

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-qur’an dengan bahasa
Arab. Dialah Dzat yang Maha Tinggi lagi Maha Suci dari segala sifat
kekurangan. Juga sholawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan
alam Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. semoga kita menjadi
orang yang akan mendapatkan syafa’at di akhirat kelak, amiin.

Makalah ini berjudul “Tafsir Surah Al-Fatihah Ayat 6-7”, makalah ini
merupakan bentuk pemenuhan tugas dari mata kuliah Tafsir.
Tentu makalah ini belum bisa dikatakan baik dan sempurna. Untuk itulah,
kami dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari berbagai pihak. Supaya dikemudian hari kami dapat
memperbaiki dan menyempurnakan  makalah ini, serta kami dapat belajar dari
kesalahan-kesalahan yang telah kami lakukan.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya
bagi kami pribadi dan umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan. Aamiin.

Batang Kuis, 22 Maret 2022


Disusun Oleh

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang.........................................................................................1

B.Rumusan Masalah....................................................................................2

C.Tujuan.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Surah Al-Fatihah dan Terjemahannya....................................................3

B. Penjelasan Umum Surah Al-Fatihah.......................................................3

C. Tafsir Surah Al-Fatihah Ayat 6...............................................................6

D. Tafsir Surah Al-Fatihah Ayat 7...............................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................16

B. Saran........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Surat Al-Fatihah yang merupakan surat pertama dalam Al Qur’an dan


terdiri dari 7 ayat adalah masuk kelompok surat Makkiyyah, yakni surat
yang diturunkan saat Nabi Muhammad di kota Mekah. Dinamakan Al-
Fatihah, lantaran letaknya berada pada urutan pertama dari 114 surat
dalam Al Qur’an. Para ulama bersepakat bahwa surat yang diturunkan
lengkap ini merupakan intisari dari seluruh kandungan Al Qur’an yang
kemudian dirinci oleh surat-surat sesudahnya. Surat Al-Fatihah adalah
surat Makkiyyah, yaitu surat yang diturunkan di Mekkah sebelum
Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Surat ini berada di urutan pertama
dari surat-surat dalam Al-Qur’an dan terdiri dari tujuh ayat. Tema-tema
besar Al Qur’an seperti masalah tauhid, keimanan, janji dan kabar gembira
bagi orang beriman, ancaman dan peringatan bagi orang-orang kafir serta
pelaku kejahatan, tentang ibadah, kisah orang-orang yang beruntung
karena taat kepada Allah dan sengsara karena mengingkari-Nya, semua itu
tercermin dalam surat Al Fatihah.

Kedudukan surat Al-Fatihah di dalam Al-Qur’an adalah sebagai


sumber ajaran Islam yang mencakup semua isi Al-Qur’an. Dari Abu
Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW:
“Al-Hamdulillah (Al-Fatihah) adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, As-
Sab’ul Matsaani dan Al-Qur’anul Adhim.” (HR. At-Tirmidzi dengan
sanad shahih). Dinamakan dengan Ummul Kitab atau Ummul Qur’an,
yaitu induk Al-Qur’an, karena di dalamnya mencakup inti ajaran Al-
Quran.

1
Surah Al-Fatihah juga dinamakan As-Sab’il-Masani karena surah ini
berisi tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang setiap melaksanakan shalat.
Disebut pula sebagai Surahul-Asas atau Asasul-Qur’an karena surah ini
merupakan pokok Alquran dan merupakan permulaan Alquran. Dan
mendapat sebutan Al-Fatihah karena menduduki urutan pertama atau
merupakan surah pertama yang diturunkan secara lengkap.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian surah Al-Fatihah dan Terjemahannya ?
2. Bagaimana penjelasan umum pada surah Al-Fatihah?
3. Bagaimana tafsir surah Al-Fatihah ayat 6 ?
4. Bagaimana tafsir surah Al-Fatihah ayat 7?

C. Tujuan
1. Agar pembaca memahami pengertian surah Al-Fatihah dan
Terjemahannya
2. Agar pembaca memahami penjelasan umum pada surah Al-Fatihah
3. Agar pembaca memahami tafsir surah Al-Fatihah ayat 6
4. Agar pembaca memahami tafsir surah Al-Fatihah ayat 7
D.

2
BAB II

Pembahasan

A. Surah Al-Fatihah Dan Terjemahannya

‫ك‬ ِ ‫) الرَّحْ َم ِن الر‬2( َ‫) ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬1( ‫يم‬Dِ ‫َّح‬
ِ ِ‫) َمال‬3( ‫َّح ِيم‬ ِ ‫بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬
ِ )6( ‫الصِّراطَ ْال ُم ْستَقِي َم‬
َ‫ الَّ ِذين‬Dَ‫ص َراط‬ َ ‫) ا ْه ِدنَا‬5( ُ‫ك نَ ْستَ ِعين‬ َ ‫) ِإيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوِإيَّا‬4( ‫يَوْ ِم الدِّي ِن‬
ِ ‫َأ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬
]7 - 1 : ‫) [الفاتحة‬7( َ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َواَل الضَّالِّين‬

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha


Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam;
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang;
4. Yang menguasai Hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah
kami meminta pertolongan.
6. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus;
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.

B. Penjelasan Umum Surah Al-fatihah

Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan menurut mayoritas ulama


diturunkan di Mekkah.Namun menurut pendapat sebagian ulama, seperti
Mujahid, surat ini diturunkan di Madinah. Menurut pendapat lain lagi,
surat ini diturunkan dua kali, sekali di Mekkah,1 sekali di Madinah.Ia
1
Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000), juz 1, hal. 17.

3
merupakan surat pertama dalam daftar surat Al-Qur’an. Meski demikian,
ia bukanlah surat yang pertama kali diturunkan, karena surah yang pertama
kali diturunkan adalah Surah al-Alaq.2

Surat ini dinamakan al-fatihah (pembuka) karena secara tekstual ia


memang merupakan surat yang membuka atau mengawali Al-Qur’an, dan
sebagai bacaan yang mengawali dibacanya surah lain dalam shalat.Selain
al-Fatihah, surat ini juga dinamakan oleh mayoritas ulama dengan Ummul
Kitab. Namun nama ini tidak disukai oleh Anas, al-Hasan, dan Ibnu Sirin.
Menurut mereka, nama Ummul Kitab adalah sebutan untuk al-Lauh al-
Mahfuzh. Selain kedua nama itu di atas, menurut as-Suyuthi memiliki
lebih dari dua puluh nama, di antaranya adalah al-Wafiyah (yang
mencakup), asy-Syafiyah (yang menyembuhkan), dan as-Sab’ul Matsani
(tujuh ayat yang diulang-ulang).

Surah Al-Fatihah diturunkan setelah surah Al-Muddatstir. Dilihat dari


kronologis turunnya, Al-Fatihah berada pada urutan ke-5. Sedangkan
dalam penulisan mushaf Utsmani menjadi surah yang pertama.
Para ulama berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan surah ini.
Sebagian besar ulama ahli tafsir berpendapat bahwa surah ini termasuk
surah Al-makkiyah yakni surah yang turun di Makkah. Sebagaimana yang
dinukil oleh Abuddin Nata mengenai pendapat Imam Abi al-Hasan Ali bin
Ahmad al-Wakhidiy al-Naysaburi dalam kitab Asbab al-Nuzul, sebagai
berikut:
“… dari Ali bin Abi Thalib as, berkata bahwa Fatihah al-kitab (surah
Al-Fatihah) diturunkan di Mekkah dari perbendaharaan yang terdapat si
bawah Arasy”
Sementara itu ada juga yang berpendapat bahwa surah ini termasuk
surah yang diturunkan di Madinah. Mengenai ini, al-Husain bin al-Fadhil

2
Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-
Ma’rifah, 1391 H), juz 1, hal. 206.

4
berpendapat bahwa pada setiap orang alim terdapat ampunan. Dan
pendapat ini termasuk pendapat yang tergesa-gesa dari mujtahid.

Selanjutnya ada pula yang berpendapat bahwa surah Al-Fatihah


diturunkan dua kali, di Mekkah dan di Madinah. Hal ini bertujuan untuk
memuliakan surah tersebut. Bahkan ada pula yang berpendapat bahwa
surah ini sebagian diturunkan di Mekkah dan sebagian lagi di Madinah.
Namun pendapat yang terakhir ini termasuk pendapt yang aneh (gharib
jidan).

Dari berbagai pendapat mengenai tempat diturunkannya surah Al-


Fatihah, tidak terdapat keterangan menganai sebab-sebab atau peristiwa
yang menyertai turunnya surah tersebut. Tidak pula ditemukan dalam
situasi dan kondsi seperti apa surah ini turun, serta pada tahun berapa
tepatnya surah ini turun.

Kedudukan surat Al-Fatihah di dalam Al-Qur’an adalah sebagai


sumber ajaran Islam yang mencakup semua isi Al-Qur’an. Dari Abu
Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW:
“Al-Hamdulillah (Al-Fatihah) adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, As-
Sab’ul Matsaani dan Al-Qur’anul Adhim.” (HR. At-Tirmidzi dengan
sanad shahih). Dinamakan dengan Ummul Kitab atau Ummul Qur’an,
yaitu induk Al-Qur’an, karena di dalamnya mencakup inti ajaran Al-
Quran.

Surah Al-Fatihah juga merupakan salah satu dari beberapa surah


dalam Alquran yang mempunyai keutamaan dan kelebihann yang sangat
luar biasa. Salah satu keutamaan tersebut adalah dengan dinamakannya
Al-Fatihah sebagai Ummul kitab atau induk dari Alquran. Dinamakan
demikian karena isi dari surah Al-Fatihah meliputi tujuan-tujuan pokok
Alquran, yakni pujian kepada Allah, ibadah kepada Allah dengan

5
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
serta menjelaskan janji-janji dan ancamanancaman-Nya. Adapun terkait
kota diturunkannya surat Al Fatihah terbagi menjadi beberapa pendapat di
kalangan ulama. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa surat Al
Fatihah termasuk dalam golongan surat Makkiyah. Artinya, surat ini
diturunkan di kota Mekah. Namun, ada pula beberapa ulama yang
berpendapat bahwa surat Al Fatihah diturunkan sebanyak dua kali.
Pertama di Mekah, kemudian di Madinah sebagai mubalaghah dalam
memuliakannya. Penjelasan kota diturunkannya surat Al Fatihah dapat
disimak dalam buku Al-Itqan fi Ulumil Qur'an: Samudra Ilmu-Ilmu al-
Qur'an karya Imam Jaluddin al-Suyuthi. "Ada pendapat yang mengatakan
bahwa surat Al Fatihah diturunkan setengah-setengah. Setengahnya di
Makkah dan setengahnya lagi di Madinah. Pendapat ini dikemukakan oleh
Abu Laits as Samarqandi," bunyi buku Al-Itqan fi Ulumil Qur'an:
Samudra Ilmu-Ilmu alQur'an.

C. Tafsir Surah Al-fatihah Ayat 6

‫ص َراطَ ْال ُم ْستَقِي َم‬


ِّ ‫ا ْه ِدنَا ال‬

“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus”

Setelah mempersembahkan puja puji kepada Allah dan mengakui


kekuasaan dan kepemilikanNya, ayat selanjutnya merupakan pernyataan
hambatentang ketulusan beribadah serta kebutuhannya kepada pertolongan
Allah. Nah dengan ayat ini sang hamba mengajukan permohonan kepada
Allah, yakni bimbingan memasuki jalan yang lurus.

Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (‫ )ا ْه ِدنَا‬berarti “berilah


kami ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” ( ‫ص َراطَ ْال ُم ْستَقِي َم‬
ِّ ‫ )ال‬berarti kitab
Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus” itu adalah agama Islam.
Selain itu, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ia berarti “al-haqq”
(kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu Abbas lagi, kalimat

6
“tunjukkan kami jalan yang benar” berarti “berilah kami ilham tentang
agama-Mu yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah satu-satunya; serta
tiada sekutu bagi-Nya.”

Kata ash-shirath (Dَ‫ِّراط‬


َ ‫ )الص‬dalam ayat di atas mempunyai tiga macam
cara membaca (qiraat). Pertama, mayoritas qari, membacanya dengan
dengan hurufshad, sebagaimana yang tercantum dalam mushaf Utsmani.
Kedua, sebagian lain membacanya dengan huruf siin, sehingga menjadi (

‫)الس َراط‬.
ِ Ketiga, dibaca dengan huruf zay (‫)ز‬, sehingga menjadi (‫)الزراَط‬.
ِ
Sedangkan menurut bahasa, seperti dikatakan at-Thabari, kata ash-shirath (

Dَ‫)الصِّراط‬
َ berarti jalan yang jelas dan tidak bengkok.

ْ ‫ ا‬berasal dari akar kata hidayah (‫)هداية‬. Menurut al-Qasimi,


Kata‫ه ِدنَا‬
hidayah berarti petunjuk –baik yang berupa perkataan maupun perbuatan–
kepada kebaikan. Hidayah tersebut diberikan Allah kepada hamba-Nya
secara berurutan. Hidayahpertama diberikan Allah kepada manusia melalui
kekuatan dasar yang dimiliki manusia, seperti pancaindra dan kekuatan
berpikir. Dengan kekuatan inilah, manusia bisa memperoleh petunjuk
untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.

Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam hidayah


ini terkadang disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau Alquran.
Hidayah tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh Allah kepada
para hamba-Nya yang karena perbuatan baik mereka. Hidayah keempat
adalah hidayah yang telah ditetapkan oleh Allah di alam keabadian. Dalam
pengertian hidayah keempat inilah, maka Nabi Muhammad tidak berhasil
mengajak sang paman, Abi Thalib, untuk masuk Islam.

 Tafsir Kemenag
Ihdi: pimpinlah, tunjukilah, berilah hidayah. Arti "hidayah" ialah
menunjukkan suatu jalan atau cara menyampaikan orang kepada
orang yang ditujunya, dengan baik. Macam-macam Hidayah

7
(Petunjuk) Allah telah memberi manusia bermacam-macam
hidayah, seperti yang juga dibahas dalam Tafsir Al-Fatihah oleh
Muhammad Abduh.

1. Hidayah Naluri (Garizah)

Manusia begitu juga binatang-binatang, dilengkapi oleh


Allah dengan bermacam-macam sifat, yang timbulnya bukan
dari pelajaran, bukan pula dari pengalaman, melainkan telah
dibawanya dari kandungan ibunya. Sifat-sifat ini namanya
"naluri", dalam bahasa Arab disebut garizah. Umpamanya,
naluri "ingin memelihara diri" (mempertahankan hidup).
Contoh lain adalah lebah membuat sarangnya, laba-laba
membuat jaringnya, semut membuat lubangnya dan menimbun
makanan dalam lubang itu. Semua itu dikerjakan oleh binatang-
binatang itu untuk mempertahankan hidupnya dan memelihara
dirinya, dengan dorongan nalurinya semata-mata.

Banyak lagi naluri yang lain, umpamanya rasa "ingin


tahu", "ingin mempunyai", "ingin berlomba-lomba", "ingin
bermain", "ingin meniru", "takut", dan lain-lain. Sifat-sifat
Naluri Naluri (garizah), sebagaimana disebutkan, terdapat pada
manusia dan binatang.

Perbedaannya ialah naluri manusia bisa menerima


pendidikan dan perbaikan, tetapi naluri binatang tidak. Sebab
itulah manusia bisa maju, sedangkan binatang tidak, ia tetap
seperti sediakala. Naluri-naluri itu adalah dasar bagi kebaikan,
dan juga dasar bagi kejahatan. Umpamanya, naluri "ingin
memelihara diri", orang berusaha, berniaga, bertani, artinya
mencari nafkah secara halal.

8
Oleh karena itu, sekalipun naluri itu dasar bagi kebaikan,
sebagaimana ia juga dasar bagi kejahatan, kewajiban manusia
bukanlah menghilangkannya, tetapi mendidik dan melatihnya,
agar dapat dimanfaatkan dan disalurkan ke arah yang baik.
Allah telah menganugerahkan kepada manusia bermacam-
macam naluri untuk jadi hidayah (petunjuk) yang akan
dipakainya secara bijaksana.

2. Hidayah Panca Indera

Karena naluri itu sifatnya belum pasti sebagaimana


disebutkan di atas, maka ia belum cukup untuk jadi hidayah
bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Sebab
itu, manusia dilengkapi lagi oleh Allah swt dengan pancaindra.
Pancaindra itu sangat besar perannya terhadap pertumbuhan
akal dan pikiran manusia. Sehubungan dengan itu ahli-ahli
pendidikan berkata: (Pancaindra adalah pintu-pintu
pengetahuan). Maksudnya ialah: dengan perantaraan
pancaindra itulah manusia dapat berhubungan dengan alam
sekitar, dengan arti bahwa sampainya sesuatu dari alam sekitar
ini ke dalam otak manusia adalah melalui pintu-pintu
pancaindra. Tetapi naluri ditambah dengan pancaindra, juga
belum cukup untuk jadi pokok-pokok kebahagiaan manusia.
Banyak lagi benda-benda dalam alam ini yang tidak dapat
dilihat oleh mata. Banyak macam suara yang tidak dapat
didengar oleh telinga. Malah selain dari alam mahsusat (yang
dapat ditangkap oleh pancaindra), ada lagi alam ma'qulat (yang
hanya dapat ditangkap oleh akal). Indra penglihatan (mata)
hanya dapat menangkap alam mahsusat, tangkapannya tentang
yang mahhsusat itu pun tidak selamanya betul, kadang-kadang

9
salah. Inilah yang dinamakan dalam ilmu jiwa "ilusi optik"
(tipuan pandangan), dalam bahasa Arab disebut khida' an-
nadhar. Sebab itu manusia masih membutuhkan hidayah yang
lain. Maka Allah menganugerahkan hidayah yang ketiga, yaitu
"hidayah akal".

3. Hidayah Akal (pikiran)

a. Akal dan kadar kesanggupannya Dengan adanya akal


manusia dapat menyalurkan naluri ke arah yang baik, agar
naluri itu menjadi sumber bagi kebaikan, dan manusia dapat
membetulkan kesalahan-kesalahan pancaindranya,
membedakan yang buruk dengan yang baik. Akal bahkan
sanggup menyusun mukadimah untuk menyampaikannya
kepada natijah, mempertalikan akibat dengan sebab,
memakai yang mahsusat sebagai tangga kepada yang
ma'qulat, mempergunakan yang dapat dilihat, diraba dan
dirasakan untuk sampai kepada yang abstrak, maknawi, dan
gaib, mengambil dalil dari adanya makhluk untuk
menetapkan adanya khalik, dan begitulah seterusnya.

Tetapi akal manusia juga belum memadai untuk


membawanya kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat di samping berbagai macam naluri dan pancaindra itu.
Apalagi pendapat akal itu bermacam-macam, yang baik
menurut pikiran si A belum tentu baik menurut pandangan si B,
malah banyak manusia yang mempergunakan akalnya, tetapi
akalnya dikalahkan oleh hawa nafsu dan sentimennya, hingga
yang buruk itu menjadi baik dalam pandangannya, dan yang
baik itu menjadi buruk.

10
Dengan demikian nyatalah bahwa naluri ditambah dengan
pancaindra, dan ditambah pula dengan akal belum cukup untuk
menjadi hidayah yang akan menyampaikan manusia kepada
kebahagiaan hidup jasmani dan rohani, di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, manusia membutuhkan hidayah lain, di
samping pancaindra dan akalnya, yaitu hidayah agama yang
dibawa oleh para rasul 'alaihimus-salatu was-salam.

b. Benih agama dan akidah tauhid pada jiwa manusia Jika


menilik kepada agama-agama dan kepercayaan-
kepercayaan yang diciptakan oleh manusia (al-adyan al-
wadh'iyyah) terlihat bahwa pada jiwa manusia telah ada
bibit-bibit kecenderungan beragama. Hal itu karena
manusia mempunyai sifat merasa berutang budi, suka
berterima kasih dan membalas budi kepada orang yang
berbuat baik kepadanya.

Maka, ketika ia memperhatikan dirinya dan alam di


sekililingnya, umpamanya roti yang dimakannya, tumbuh-
tumbuhan yang ditanamnya, binatang ternak yang
digembalakannya, matahari yang memancarkan sinarnya, hujan
yang turun dari langit yang menumbuhkan tanam-tanaman, dia
akan merasa berutang budi kepada "suatu Zat" yang gaib yang
telah berbuat baik dan melimpahkan nikmat yang besar itu
kepadanya.

c. Pendapat Orang-orang Arab sebelum Islam tentang Khalik


(Pencipta) Orang-orang Arab sebelum datang agama Islam,
kalau ditanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menjadikan
langit dan bumi ini?" Mereka menjawab, "Allah." Kalau
ditanyakan, "Adakah al-Lata dan al-Uzza itu menjadikan

11
sesuatu yang ada pada alam ini?" Mereka menjawab, "Tidak!"
Mereka sembah dewa-dewa itu hanya untuk mengharapkan
perantaraan dan syafaat dari mereka terhadap Tuhan yang
sebenarnya. Allah berfirman tentang perkataan musyrikin Arab
itu: "Kami tidak menyembah mereka, melainkan (berharap)
agar mereka mendekatkan kami kepada Allah, dengan sedekat-
dekatnya." (az-Zumar/39: 3)

4. Hidayah Agama
a. Pokok-pokok agama ketuhanan Allah mengutus rasul-rasul
untuk membawa agama yang akan menunjukkan kepada
manusia jalan yang harus mereka tempuh untuk
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Mula-mula yang
ditanamkan oleh rasul-rasul itu adalah kepercayaan tentang
adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifat
kesempurnaan-Nya, guna membersihkan itikad manusia
dari syirik (mempersekutukan Allah). Rasul membawa
manusia kepada kepercayaan tauhid dengan melalui akal
dan logika, yaitu dengan mempergunakan dalil-dalil yang
tepat dan logis.

5. Hidayah Ilham
Hidayah ilham ini sudah ada pada anak anak sejak ia mulai
dilahirkan. Bila mana ia ingat akan kebutuhan nya misalnya
makanan, seketika itu juga ia menangis meminta makanan itu.

D. Tafsir Surah Al-fatihah Ayat 7


Dِ ‫ الَّ ِذينَ َأ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬Dَ‫ص َراط‬
]7 : ‫) [الفاتحة‬7( َ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َواَل الضَّالِّين‬ ِ

12
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.

Ayat ini merupakan penjelasan dan tafsir dari ayat sebelumnya


ْ ‫ص َراطَ ْال ُم‬
tentang apa yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” (‫ستَقِي َم‬ ِّ ‫) ال‬.
Jadi, yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”. Sedangkan yang
dimaksud dengan “jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka”adalah jalan orang-orang yang telah Allah beri anugerah
kepada mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam Islam, sehingga
mereka mati tetap dalam keadaan Islam. Mereka itu adalah para nabi,
orang-orang suci, dan para wali. Sedangkan, menurut Rafi’ bin Mahran,
seorang tabi’in yang juga dikenal dengan nama Abu al-Aliyah, yang
dimaksud dengan “orang-orang yang Engkau beri nikmat itu” adalah Nabi
Muhammad dan kedua sahabat beliau, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq dan
Umar bin Khattab.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan “bukan jalan mereka yang


dimurkai” (‫ عليهم‬D‫ )غير المغضوب‬adalah jalan yang ditempuh oleh orang-
orang Yahudi. Mereka dimurkai oleh Allah dan mendapatkan kehinaan
karena melakukan berbagai kemaksiatan. Sedangkan yang dimaksud
dengan orang-orang yang sesat (‫الين‬DD‫ )الض‬pada lanjutan ayat tersebut
adalah orang-orang Nasrani. Tafsir bahwa orang-orang dimurkai adalah
Yahudi dan orang-orang sesat adalah Nasrani sudah disepakati oleh
banyak para ulama dan diuraikan di dalam beberapa hadis dan ayat-ayat
Alquran sendiri.

Syekh Jalaluddin dalam Tafsirul Qur’anil Azhim (lebih dikenal


Tafsirul Jalalain) menafsikan, nikmat yang dimaksud dalam Surat Al-

13
Fatihah ayat 7 adalah petunjuk Allah. Kelompok yang dimurka adalah
Yahudi. Sementara kelompok yang tersesat adalah Nasrani. Menurutnya,
kata petunjuk pada “ihdi” (Surat Al-Fatihah ayat 6) mengisyaratkan bahwa
mereka yang menerima petunjuk bukan kelompok Yahudi dan Nasrani. Ini
sebenarnya pandangan umumnya mayoritas ulama tafsir. Meski demikian,
Syekh Jalaluddin mengatakan, Allah lebih mengetahui mana (tafsiran)
yang benar. Hanya kepada-Nya semua dikembalikan. Artinya, manusia
bagi Syekh Jalaluddin boleh saja menafsirkan ayat-ayat suci (tentu dengan
tanggung jawab dan kompetensi yang memadai), tetapi kebenaran mutlak
hanya milik Allah belaka. Imam Ibnu Katsir dalam karyanya Tafsirul
Qur’anil Azhim (lebih dikenal Tafsir “Ibnu Katsir”) mengutip pandangan
sejumlah sahabat dan ulama. Menurutnya, kata “shirātal ladzīna” pada
Surat Al-Fatihah ayat 7 merupakan penjelas kata “as-shirātal mustaqīm”
pada Surat Al-Fatihah ayat 6.

Ibnu Katsir mengutip pandangan sahabat Ibnu Abbas dari Ad-Dhahak


bahwa jalan orang yang diberi nikmat adalah jalan orang yang taat dan
menyembah Allah. Jalan itu adalah jalan malaikat, para nabi, orang yang
jujur teguh, orang syahid, dan orang saleh.

Adapun Abu Ja’far At-Thabari, seperti dikutip oleh Ibnu Katsir,


mengutip Rabi’ bin Anas yang menyebut jalan pada Surat Al-Fatihah ayat
7 itu adalah jalan para nabi. Ibnu Abbas dari Ibnu Juraij sebagaimana
pandangan Mujahid, masih dalam Ibnu Katsir, mengatakan bahwa mereka
yang dimaksud adalah orang-orang beriman. Imam Waqi berpendapat
bahwa mereka adalah orang-orang Muslim. Sedangkan Abdurrahman bin
Zaid bin Aslam mengatakan, mereka adalah Nabi Muhammad dan sahabat
yang menyertainya. Tetapi, kata Ibnu Katsir, pandangan Ibnu Abbas di
awal memiliki makna lebih umum dan cakupan lebih luas. Abu Sa’ud dari
Mazhab Hanafi yang hidup pada abad ke-8-9 H menafsirkan bahwa
nikmat Allah yang dimaksud pada ayat 7 begitu luas. Mustahil kita dapat

14
membilangnya. Tetapi secara pokok, nikmat itu terbagi dua, duniawi dan
ukhrawi.

Nikmat duniawi terbagi dua, yaitu wahbi (anugerah Allah begitu saja)
dan kasbi (yang diupayakan). Nikmat wahbi terbagi dua, yaitu rohani
(seperti roh, akal, daya pikir) dan jasmani (seperti rupa fisik, kekuatan
fisik, kesehatan, dan kesempurnaan anggota badan). Sedangkan nikmat
kasbi adalah pembersihan batin dari segala sifat tercela, tindakan menghias
batin dengan akhlak terpuji, menghiasi raga dengan bahasa tubuh dan
perhiasan yang patut, pangkat dan harta. Adapun nikmat ukhrawi adalah
ampunan Allah atas kelewatan batas kita, ridha-Nya atas kekhilafan,
penempatan kita di tempat tertinggi “a‘lā illiyyūn” bersama para
muqarrabin. Tujuan utama kita adalah nikmat Allah yang ukhrawi.
Sedangkan nikmat duniawi merupakan jalan atau wasilah untuk meraih
nikmat ukhrawi, kata Imam Abus Sa‘ud. Syekh Wahbah Az-Zuhayli
dalam karyanya Tafsir Al-Munir berpendapat, orang yang diberi nikmat
pada ayat ini adalah para nabi, orang yang jujur teguh, orang syahid, dan
orang saleh terdahulu. Mereka adalah sebaik-baik sahabat.

Adapun “Bukan (jalan) mereka yang dimurka, dan bukan (jalan)


mereka yang tersesat,” maksudnya, “Jangan jadikan kami bersama orang
yang menyimpang dari jalan lurus, mereka yang dijauhkan dari rahmat
Allah, dan mereka yang disiksa sekeras-kerasnya karena mereka
memahami kebenaran, tetapi mengabaikannya, dan mereka tersesat jalan.”
Ulama umumnya (jumhur) menafsirkan “mereka yang dimurka” adalah
Yahudi dan “mereka yang tersesat” adalah Nasrani. Adapun tafsir yang
benar kata Syekh Wahbah Az-Zuhayli, “mereka yang dimurka” adalah
orang yang telah menerima informasi perihal agama kebenaran yang
ditentukan oleh Allah untuk hamba-Nya, lalu menolak dan
mencampakkannya. Sedangkan mereka yang tersesat adalah mereka yang
tidak memahami kebenaran atau mereka yang belum memahami

15
kebenaran secara benar. Mereka adalah kelompok yang belum disinggahi
risalah atau kelompok yang telah disinggahi risalah agama dengan
kekurangan di sana dan sini.

Syekh Jamaluddin Al-Qasimi dalam tafsirnya Mahasinut Ta’wil


menafsirkan “mereka yang dimurka dan mereka yang tersesat adalah
setiap individu dari kelompok dan golongan mana saja yang memisahkan
diri dari jalan besar Islam. Jadi, tidak merujuk pada kelompok tertentu.
Sedangkan penyebutan sebagian ulama tafsir atas kelompok agama
tertentu untuk menafsirkan ayat ini, menurut Al-Qasimi, hanya
perumpamaan umum yang paling populer (di zamannya). (Al-Qasimi,
tanpa catatan kota: 24).

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan menurut mayoritas ulama


diturunkan di Mekkah. Namun menurut pendapat sebagian ulama, seperti
Mujahid, surat ini diturunkan di Madinah. Menurut pendapat lain lagi,
surat ini diturunkan dua kali, sekali di Mekkah, sekali di Madinah.Ia
merupakan surat pertama dalam daftar surat Al-Qur’an. Meski demikian,
ia bukanlah surat yang pertama kali diturunkan, karena surah yang pertama
kali diturunkan adalah Surah al-Alaq.

Surat ini dinamakan al-fatihah (pembuka) karena secara tekstual ia


memang merupakan surat yang membuka atau mengawali Al-Qur’an, dan
sebagai bacaan yang mengawali dibacanya surah lain dalam shalat. Selain
al-Fatihah, surat ini juga dinamakan oleh mayoritas ulama dengan Ummul
Kitab. Namun nama ini tidak disukai oleh Anas, al-Hasan, dan Ibnu Sirin.
Menurut mereka, nama Ummul Kitab adalah sebutan untuk al-Lauh al-
Mahfuzh.Selain kedua nama itu di atas, menurut as-Suyuthi memiliki lebih
dari dua puluh nama, di antaranya adalah al-Wafiyah (yang mencakup)
asy-Syafiyah (yang menyembuhkan), dan as-Sab’ul Matsani (tujuh ayat
yang diulang-ulang).

Dinamakannya Al-Fatihah sebagai Ummul Kitab (Induk Kitab) adalah


karena ia mengandung seluruh tema pokok dalam Alquran, yaitu tema
pujian kepada Allah yang memang berhak untuk mendapatkan pujian,
tema ibadah dalam bentuk perintah maupun larangan, serta tema ancaman
dan janji tentang hari kiamat. Dengan kata lain, al-Fatihah mencakup
ajaran-ajaran pokok dalam Islam, yaitu ajaran tentang tauhid, kepercayaan

17
terhadap Hari Kiamat, cara beribadah, dan petunjuk dalam menjalani
hidup

B. Saran
Penulis sangat mengharap saran dan kritik yang membangun apabila
ada kekeliruan atau hal yang tidak memuaskan dalam penulisan makalah
ini untuk lebih menyempurnakan dalam penulisan makalah yang
berikutnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mustika Sariah.tanpa Tahun.TAFSIR SURAH AL-FATIHAH.


https://mustikasariah.wordpress.com/makalah-tafsir-surat-al-fatihah-2/

Diakses pada tanggal 15 Maret 2022

Mendai Computer.2016.TAFSIR SURAH AL-FATIHAH.


http://mendaicomputer.blogspot.com/2016/06/tugas-makalah-tafsir-surah-
al-fatihah.html?m=1

Diakses pada tanggal 15 Maret 2022

Rumah Makalah.2014.TAFSIR AYAT-AYAT AL-FATIHAH.


http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/10/
makalah-tafsir-ayat-ayat-al-fatiha.html?m=1

Diakses pada tanggal 15 Maret 2022

Makalah Jadi.2016.TAFSIR SURAH AL-FATIHAH.


http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/10/
makalah-tafsir-ayat-ayat-al-fatiha.html?m=1

Diakses pada tanggal 15 Maret 2022

Muhammad Hafil.2020.TAFSIR SURAH AL-FATIHAH AYAT 6.


https://www.republika.co.id/berita/q9q65p430/tafsir-surat-al-fatihah-ayat-
6#:~:text=Kami%20memohon%2C%20tunjukilah%20kami
%20jalan,mengantarkan%20kami%20menuju%20keridaan%2DMu

Diakses pada tanggal 15 Maret 2022

Alhafiz Kurniawan.2020.TAFSIR SURAH AL-FATIHAH AYAT 7.


https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-fatihah-ayat-7-
C2S1c#:~:text=Artinya%2C%20%E2%80%9COrang%20yang%20menaati
%20Allah,Cukup%20Allah%20yang%20mengetahui.%E2%80%9D

Surin Bacthiar, az-zikra al fatihah ayat 6, hal. 8

19

Anda mungkin juga menyukai