Clinical Pathways Typhoid Fever Dokumen
Clinical Pathways Typhoid Fever Dokumen
REFERAT
SEPSIS NEONATORUM
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
DISUSUN OLEH :
CLEMENT DREW
406107045
SEMARANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih
karunia-Nya, sehingga penulis sanggup menulis referatnya dengan judul “SEPSIS
NEONATORUM“, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang periode 21 Maret 2011 sampai dengan 23 April 2011. Selain itu, besar harapan
dari penulis bilamana referat ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca
sekalian.
Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan
kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. dr. dr. Jhoni Abimanyu, MM. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang
2. dr. Hartono Sp. A, dr. Slamet W., Sp. A, dan dr. Zukriah H., Sp. A selaku Pembimbing
Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
3. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Anak Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang periode 30 Mei 2011 sampai dengan 6 Agustus 2011.
Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan karena
kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai referat yang sempurna.
Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II. EPIDEMIOLOGI....................................................................................2
BAB III. ETIOLOGI.............................................................................................5
BAB IV. PATOFISIOLOGI....................................................................................7
BAB V. MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS.....................................................15
BAB VI. PEMERIKSAAN...................................................................................18
BAB VII. DIAGNOSIS.........................................................................................22
BAB X. PENATALAKSANAAN..........................................................................27
BAB XI. PROGNOSIS........................................................................................30
BAB XII. RINGKASAN........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum terpecahkan dalam
pelayanan dan perawatan neonatus. Di Negara berkembang hampir sebagian besar
neonatus yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis dan di negara
berkembangpun sepsis tetap merupakan sebuah masalah. Selain itu sepsis memiliki tingkat
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health
Research Project Special Report : Reducing Perinatal and Neonatal Mortality ( 1999 ),
dikemukakan bahwa 42% kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti
infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis, dan infeksi gastrointestinal. Setelah
tetanus neonatorum, sepsis neonatorum merupakan penyakit dengan case fatality rate
tertinggi. Hal ini terjadi karena banyak faktor resiko infeksi pada masa perinatal yang belum
dapat dicegah dan ditanggulangi. 1
Sepsis merupakan respon inflamasi tubuh terhadap suatu infeksi. Infeksi tersebut
bisa berupa infeksi lokal maupun sistemik dan dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit,
ataupun jamur. Respon inflamasi yang ditimbulkan dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan organ yang merupakan penyebab kematian dari sepsis. 2
BAB II
EPIDEMIOLOGI
II. 1. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian/insidens sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,818 per
1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%, sedangkan di negara maju
angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian
10,3%. Di Indonesia, angka tersebut belum terdata. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam periode Januari - September 2005, angka kejadian
sepsis neonatorum sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18%. 3
Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua risiko minor maka pendekatan diagnosis
dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang (septicwork-up) sesegera
mungkin. Pendekatan khusus ini diharapkan dapat meningkatkan identifikasi pasien secara
dini dan tata laksana yang lebih efisien sehingga mortalitas dan morbiditas pasien
diharapkan dapat membaik.5
BAB III
ETIOLOGI
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Dalam kajian ini, hanya
dibahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri. Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-
beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang
sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri Gram negatif rata-rata menjadi
penyebab utama dari sepsis neonatorum. Oleh karena itu pemeriksaan pola kuman secara
berkala pada masing-masing klinik dan rumah sakit memegang peranan yang sangat
penting.1,2
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh
World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara
berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Dalampenelitian
tersebut mengemukakan bahwa isolate yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah
Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Pada cairan
serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri
Gram negatif terutama Klebsiella sp dan E.Coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri
Gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan
pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada usap vagina wanita-wanita di
daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di
rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah
Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus.1,3
Di RSCM telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun terakhir. Di Divisi
Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 2003, kuman
terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah Acinetobacter sp,Enterobacter sp,
Pseudomonas sp. Data terakhir bulan Juli 2004-Mei 2005 menunjukkan Acinetobacter
Tabel perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan kurun waktu :
BAB IV
PATOFISIOLOGI
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah
(bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan mulai dari infeksi ke
SIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian.1
Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar
bayi tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui
apakah berasal dari jalan lahir (SAD) atau diperoleh dari lingkungan sekitar (SAL). 5
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan
beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan
kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu :1,2,5
Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui
aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini
ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria dll.
Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor a/antisepsis misalnya saat
pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosentesis. Paparan
kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis
dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.
Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih
berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan
ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan
meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam.
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi
silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur
neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang
memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian
terlalu padat, dll.
Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah,
akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai
reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada
pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda.
Patofisiologi sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan gangguan
fibrinolisis. Hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme prokoagulasi dan
antikoagulasi.
1. Respon inflamasi
Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi. Mediator
inflamasi menyebabkan ekspresi faktor jaringan atau Tissue Factor (TF). Ekspresi TF secara
langsung akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan melalui lengkung umpan balik
secara tidak langsung juga akan mengaktifkan jalur instrinsik.1,3,5
Pada sepsis, aktivasi kaskade koagulasi umumnya diawali pada jalur ekstrinsik yang
terjadi akibat ekspresi TF yang meningkat akibat rangsangan dari mediator inflamasi. Selain
itu, secara tidak langsung TF juga akan megaktifkan jalur intrinsik melalui lengkung jalur
umpan balik. Terdapat kaitan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik dan hasil akhir aktivasi
kedua jalur tersebut adalah pembentukan fibrin.1,3,5
3. Gangguan Fibrinolisis
organ dapat bermanifestasi sebagai gangguan napas, hipotensi, gagal ginjal dan pada kasus
yang berat dapat menyebabkan kematian. 1,3,5
Pada sepsis, saat aktivasi koagulasi maksimal, sistem fibrinolisis akan tertekan.
Respon akut sistem fibrinolisis adalah pelepasan aktivator plasminogen khususnya t-PA dan
u-PA dari tempat penyimpanannya dalam endotel. Namun, aktivasi plasminogen ini
dihambat oleh peningkatan PAI-1 sehingga pembersihan fibrin menjadi tidak adekuat, dan
mengakibatkan pembentukan trombus dalam mikrovaskular. Disseminated intravascular
coagulation (DIC) atau Pembekuan intravaskular menyeluruh ( PIM ) merupakan komplikasi
tersering pada sepsis. Konsumsi faktor pembekuan dan trombosit akan menginduksi
komplikasi perdarahan berat. PIM secara bersamaan akan menyebabkan trombosis
mikrovaskular dan perdarahan. Pada pasien PIM, kadar PAI-1 yang tinggi dihubungkan
dengan prognosis buruk. 1,3,5
Efek kumulatif kaskade sepsis menyebabkan ketidakseimbangan mekanisme
inflamasi dan homeostasis. Inflamasi yang lebih dominan terhadap anti inflamasi dan
koagulasi yang lebih dominan terhadap fibrinolisis, memudahkan terjadinya trombosis
mikrovaskular, hipoperfusi, iskemia dan kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, dapat
menyebabkan kegagalan multi organ, dan berakhir dengan kematian. 1,3,5
Aktivasi endotel
Peningkatan ekspresi molekul- Pelepasan mediator inflamasi endogen
molekul adhesi endotel Sitokin pro-inflammasi
Sitokin anti-inflammasi
Platelet activating factor
Penurunan trombomodulin Arachidonic acid metabolites
Peningkatan plasminogen activator inhibitor Substansi depresi miocardium
Trombosis dan antifibrinolisis Opiat endogen
Hipovolemia
Kegagalan jantung dan vaskularisasi
Kebocoran plasma / cedera endotel
Acute Respiratory Distress Syndrome
Disseminated intravascular coagulation
Penurunan sintesis steroid
Syok
MODS
Kematian
BAB V
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang
ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam
menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat
sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap
masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan
asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir bayi akan
tampak lemah. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ
tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk,
menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat
disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis,akral dingin). Bayi dapat
pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi
(perdarahan,ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu
pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi). 7
• Suhu >37,7°C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5°C (atau akral teraba dingin)
• Letargi atau tidak sadar
• Penurunan aktivitas /gerakan
• Tidak dapat minum
• Tidak dapat melekat pada payudara ibu
• Tidak mau menetek.
Beberapa rumah sakit di Indonesia mengacu pada buku Panduan Manajemen
Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit tahun 2003 untuk
menentukan kriteria sepsis neonatorum. Pada buku ini gambaran klinis pada sepsis dibagi
menjadi dua kategori. Penegakan diagnosis ditentukan berdasarkan usia pasien dan
gambaran klinis sesuai dengan kategori : 5
Neonatus diduga mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan tanda- tanda
dan gejala yang akan dijelaskan sebagai berikut : 5
Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai sebagai infeksi
berat atau KPD (ketuban pecah dini).
Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel), atau tiga tanda
atau lebih pada Kategori B (tabel).
Bila mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau
dua tanda pada Kategori B.
BAB VI
PEMERIKSAAN
1. LABORATORIUM
B. Pungsi lumbal
C. Pewarnaan Gram
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai saat ini
masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman. Pemeriksaan
dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah bakteri penyebab
termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram negatif. Walaupun dilaporkan terdapat
kesalahan baca pada 0,7% kasus, pemeriksaan untuk identifikasi awal kuman ini dapat
dilaksanakan pada rumah sakit dengan fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat
dalam menentukan penggunaan antibiotik pada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil
pemeriksaan kultur bakteri. 7
D. Pemeriksaan Hematologi
Hitung trombosit
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/µL jarang ditemukan
pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum dapat terjadi
trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.0000/µL), MPV (mean platelet volume)
dan PDW (platelet distribution width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama
kehidupan.
Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun, walaupun
jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus sepsis dengan kultur
bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang tidak terinfeksi pun dapat
memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan dengan stress saat proses persalinan.
Jumlah total neutrofil (sel-sel PMN dan bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan
jumlah total leukosit (basofil, eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil
abnormal yang terjadi pada saat mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi. Walaupun
begitu, jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang adekuat untuk diagnosis
sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu penderita hipertensi,
asfiksia perinatal berat, serta perdarahan periventrikular dan intraventrikular.
C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan muncul
pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi oleh IL6 dan IL-8 yang
dapat mengaktifkan komplemen. Sintesis ekstrahepatik terjadi di neuron, plak
aterosklerotik, monosit dan limfosit. CRP meningkat pada 50-90% bayi yang menderita
infeksi bakteri sistemik. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam setelah stimulasi dan mencapai puncak
dalam waktu 36-48 jam dan terus meningkat sampai proses inflamasinya teratasi. Nilai
normal yang biasa dipakai adalah < 5 mg/L. CRP sebagai suatu pemeriksaan serial selama
proses infeksi untuk mengetahui respon antibiotika, lama pengobatan, dan/atau relapsnya
infeksi. Faktor yang dapat memengaruhi kadar CRP adalah cara melahirkan, umur
kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis, granulositopenia, pembedahan, imunisasi dan
infeksi virus berat (seperti HSV,rotavirus, adenovirus, influenza).
2. Pencitraan
BAB VII
DIAGNOSIS
Faktor Resiko
Gambaran Klinik
Pemeriksaan Penunjang
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu
faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien.
Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada
awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran
dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber
infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.
1. Faktor ibu :
Persalinan dan kelahiran kurang bulan
Ketuban pecah lebih dari 18 – 24 jam
Chorioamnionitis
Persalinan dengan tindakan
Demam pada ibu ( > 38,4 °C )
Infeksi saluran kencing pada ibu
Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
2. Faktor bayi
Asfiksia perinatal
Berat lahir rendah
Bayi kurang bulan
Prosedur invasif
Kelainan bawaan
Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan sampai saat
ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami perubahan
dalam dekade terakhir ini.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena
sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien. Keadaan ini sering
ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus, bayi kurang bulan yang
mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari
alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga
medik yang merawat bayi. Faktor resiko awitan dini maupun lambat ini walaupun tidak
selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila
disertai gejala klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih
efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan morbiditas pasien.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, gejala sepsis klasik yang ditemukan
pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Pada sepsis awitan dini janin yang
terinfeksi mungkin menderita takikardim lahir dengan asfiksia, dan memerlukan resusitasi
karena nilai apgar yang rendah. Setelah lahir bayi terlihat lemah dan tampak gambaran klinis
sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia, dan kadang-kadang hiperglikemia.
Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat seperti
letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar high pitch cry dan
bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan kardiovaskular seperti
hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan
kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan,
ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung
yang memanjang, takipneu, apneu, merintih, dan retraksi.
Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan
kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan dalam
membantu menegakan diagnosis. Upaya inipun tampaknya masih belum dapat diandalkan.
Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai sensitivitas dan
spesifitas tinggi sebagai indikator sepsis, belum ditemukann. Dalam penentuan diagnosis,
interpretasi hasil laboratorium hendaknya memperhatikan faktor resiko dan gejala klinis
yang terjadi.
darah yang merupakan gold standard diagnosis sepsis, namun memerlukan waktu 2 – 5 hari
untuk diagnosis pastinya.
Interpretasi hasil kultur perlu pertimbangan dengan hati-hati khususnya bila kuman
yang ditemukan berlainan jenis dari kuman yang biasa ditemukan di klinik tersebut. Selain
itu hasil kultur diperngaruhi pula oleh kemungkinan pemberian antibiotika sebelumnya atau
adanya kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial.
Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih cepat dapat
dilakukan pewarnaan gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan jenis kuman secara
lebih spesifik.
Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang
hitung trombosit. Enam puluh pasien sepsis biasnya disertai perubahan hitung neutrofil.
Rasio antara neutrofil imatur dan neutrofil total ( rasio I/T ) sering dipakau sebagai
penunjang diagnosis sepsis neonatal. Sensitivitas rasio I/T ini 60 – 90 %, karenanya untuk
diagnosis perlu disertai kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang yang
lain.
BAB VIII
PENATALAKSANAAN
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis
neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu
dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan
pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan
komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan antibiotik
secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang
tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti apabila sensitifitas
kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah mulai dilakukan,
walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.
bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik lain adalah karbapenem, aztreonam,
dan isepamisin.
Dukungan Nutrisi
Sepsis merupakan keadaan stress yang dapat mengakibatkan perubahan metabolik
tubuh. Pada sepsis terjadi hipermetabolisme, hiperglikemia, resistensi insulin, lipolisis, dan
katabolisme protein. Pada keadaan sepsis kebutuhan energi meningkat, protein otot
dipergunakan untuk meningkatkan sintesis protein fase akut oleh hati. Beberapa asam
BAB IX
PROGNOSIS
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila tanda
dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka
kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio kematian
pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dan bayi cukup bulan.
Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah
2 – 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira –
kira 2 %). 5
BAB X
KESIMPULAN
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan
yang karena bersifat multifaktorial, mulai dari faktor ibu, janin, maupun dari pelayanan
rumah sakit. Sepsis neonatorum juga merupakan masalah yang sulit didiagnosa karena pada
neonatus, respon sistem imun tubuhnya tidak selalu menimbulkan gejala seperti sepsis pada
anak yang lebih besar. Umumnya penatalaksanaan yang diberikan bisa terlambat bila tenaga
medis tidak memberikan perhatian yang cukup pada pasien.
Tanda dan gejala klasik sepsis pada neonatus mencakup takikardi, takipneu,
leukositosis atau leukopeni, dan hipertermi atau hipotermi. Selain itu bila didapatkan sepsis
berat dapat ditemukan disfungsi organ-organ tertentu, seperti jantung, hati, paru-paru,
ginjal, dan sebagainya. Ketika kegagalan organ sudah mencapai derajat tertentu, akan
menyebabkan terjadinya septik syok yang dapat segera menyebabkan sindrom disfungsi
multiorgan yang berakhir pada kematian bila tidak mendapatkan penatalaksanaan yang
tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics, Ilmu Kesehatan Anak, edisi
ke 18. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Jakarta : EGC, 2004, hal 653-663.
2. John Mersch, MD, FAAP : Neonatal Sepsis ( Sepsis Neonatorum ). Page was last
modified June 20th, 2011. Page available at
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=98247
3. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Rudolph ’s Pediatrics, Buku Ajar Pediatri
Rudolph, edisi ke 20. Sepsis dan Meningitis Pada Neonatus. Jakarta : EGC, 2006, hal
601-610.
4. Mary T. Caserta, MD : Neonatal Sepsis. Page was last modified October 2009. Page
available at
http://www.merckmanuals.com/professional/sec19/ch279/ch279m.html
5. Kosim Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama, cetakan kedua. Sepsis
Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010, hal 170-187.
6. Ann L Anderson-Berry, MD : Neonatal Sepsis. Page was last modified February 23 rd,
2010. Page available at http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview
7. Claudio Chiesa et al : Diagnosis of Neonatal Sepsis : A Clinical and Laboratory
Challenge. Page was last modified July 1st, 2011. Page available at
http://www.clinchem.org/cgi/content/full/50/2/279
8. Carl Kuschel : Antibiotics for Neonatal Sepsis. Page was last modified October 20 th,
2010. Available at http://www.adhb.govt.nz/AntibioticsForNeonatalSepsis.htm