Hingga saat ini mungkin jarang orang yang ingat tentang terbentuknya Negara
Indonesia. Sejarah merupakan hal yang penting bagi suatu Negara. Kita sebagai Warga
Negara Indonesia seharusnya mengetahui seluk beluk bagaimana Negara Indonesia itu
berdiri, dengan peristiwa apa Indonesia bisa berdiri. Selain kita mengetahui sejarahnya kita
harus juga tahu bagaimana para pahlawan terdahulu, mereka kerja keras melawan penjajah
melakukan pertempuran diplomatic dengan penjajah. Semua yang dilakukan oleh para
pahlawan itu hanya untuk 1 tujuan yaitu Kemerdekann Indonesia. Kegiatan kepariwisataan
di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan meski sempat terhenti akibat
adanya perang untuk melawan penjajahan mulai mengalami perkembangan setelah adanya
pengakuan kemerdekaan di tahun 1945.
Sebelum masa kemerdekaan dunia arsitektur di Indonesia didominasi oleh karya arsitek
Belanda. Masa kolonial tersebut telah mengisi gambaran baru pada peta arsitektur Indonesia.
Kesan tradisional dan vernakuler serta ragam etnik di Negeri ini diusik oleh kehadiran
pendatang yang membawa arsitektur arsitektur di Indonesia Setelah kemerdekaan di tahun
1945, arsitektur di Indonesia berkembang ke arah arsitektur modern. Sepuluh tahun pertama
setelah Indonesia merdeka, bangunan-bangunan berkualitas rendah muncul dikarenakan
perkembangan ekonomi yang belum kuat. Momen kemerdekaan selalu diwarnai dengan
banyak hal yang berbau nasionalisme, tak terkecuali para arsitek pasca dikumandangkannya
kemerdekaan Negara Republik Indonesia tahun 1945. Beriringan dengan kepergian para
arsitek Belanda, beberapa arsitek Indonesia pertama dan para tukang ahli bangunan yang
menyebar di kota-kota Indonesia mulai banyak berkarya.pada akhir 1950-an Sukarno mulai
membongkar bangunan-bangunan lama dan memdirikan bangunan baru, pelebaran jalan,
dan pembangunan jalan bebas hambatan.
Gedung pencakar langit dan teknologi bangunan modern mulai diperkenalkan di negeri
ini. Dengan bantuan dana luar negeri proyek-proyek seperti Hotel Indonesia, Pertokoan
Sarinah, Gelora Bung Karno, By pass, Jembatan Semanggi, Monas, Mesjid Istiqlal, Wisma
Nusantara, Taman Impian Jaya Ancol, Gedung DPR&MPR dan sejumlah patung monumen.
Ciri khas proyek arsitektur Sukarno adalah kemajuan, modernitas, dan monumentalitas yang
sebagian besar menggunakan langgam “International Style”. Seorang arsitek yang memiliki
hubungan dekat dengan Presiden Sukarno pada masa itu adalah Friedrich Silaban. Ia terlibat
hampir semua proyek besari pada masa itu. Desainnya didasari oleh prinsip fungsional,
kenyamanan, efisiensi, dan kesederhanaan. Pendapatnya bahwa arsitek harus memperhatikan
kebutuhan fungsional suatu bangunan dan factor iklim tropis seperti temperatur,
kelembaban, sirkulasi udara, dan radiasi matahari. Desainnya terekspresikan dalam solusi
arsitektur seperti ventilasi silang, teritisan atap lebar, dan selasar-selasar. Antara tahun 1950
an sampai tahun 1960 an, timbul bentuk atau gaya yang disebut sebagai “arsitektur jengki”,
yang relatif kurang dikenal dalam perjalanan arsitektur Indonesia setelah kemerdekaan.
Salah satu ciri utama dari gaya jengki yaitu bagian atapnya yang menggunakan bentuk
pelana kuda dan penggunaan beton pada beberapa element bangunan, misalnya overhang
atau teras dan kolom yang bentuknya selalu variatif dan dinamis. Kemudian untuk fasad atau
dinding depan selalu dimunculkan dengan tekstur yang kasar dan menggunakan komposisi
yang tidak begitu simetris. Dalam perkembangan, arsitektur selalu mendapat pengaruh dari
gaya atau langgam yang berkembang pada masa tertentu, sehingga akan mengalami
beberapa periode perkembangan. Indonesia yang merupakan bekas jajahan Belanda,
sehingga banyak mendapat pengaruh dari negeri kolonial tersebut. Dalam segi arsitektur,
pengaruh nampak pada bangunan.
Kemudian beberapa saat selama kurang lebih delapan tahun vihara ini sempat
terlantar, namun sekarang bangkit kembali di bawah binaan Sangha Theravada. Maka pada
bulan Februari 2001 dilakukan revitalisasi dan renovasi pada vihara ini yang dimulai
terlebih dahulu dengan pembangunan Gedung Dhammasala yang diresmikan pada tanggal 3
November 2002 oleh Gubernur Jawa Tengah yaitu H.Mardiyanto. Selanjutnya dibangun
pula bangunan yang lain yaitu Pagoda Avalokitesvara pada bulan November 2004 dan
diresmikan pada tanggal 14 Juli 2005 oleh Gubernur Jawa Tengah yaitu H.Mardiyanto.
Vihara Buddhagaya Watugong atau juga dikenal dengan nama Vihara Buddhagaya
merupakan salah satu tempat ibadah agama Buddha yang terletak di Pudakpayung,
Banyumanik, Semarang Jawa Tengah. Lokasi tepatnya berada di depan Markas Kodam
IV/Diponegoro. Komplek Vihara Buddhagaya Watugong tersebut terdiri dari dua bangunan
induk utama yaitu Pagoda Avalokitesvara dan Dhammasala serta beberapa bangunan lain.
Pagoda Avalokitesvara adalah bangunan yang mempunyai nilai artistik tinggi, dengan tinggi
mencapai 45 meter dan ditetapkan sebagai pagoda tertinggi di Indonesia. Didalam komplek
Vihara Buddhagaya terdapat beberapa bangunan yang memiliki nilai sejarah, religi dan
keunikan. Karena ketinggiannya inilah pada tahun 2006, MURI pernah menobatkan sebagai
pagoda tertinggi di Indonesia.
Ada yang bilang kalau vihara ini merupakan yang pertama kali dibuat dalam sejarah
penyebaran Buddha di Pulau Jawa, setelah keruntuhan Majapahit. Konon, ajaran Buddha di
tempat ini dibawa oleh biksu asal Srilanka Narada. Pada 1934, Narada datang ke Indonesia
membawa dua pohon bodhi (dalam agama Budha, pohon ini dipercaya sebagai tempat Sang
Buddha Gautama bersemedi dan memperoleh pencerahan). Keduanya ditanam di kawasan
Borobudur. Namun pada 1955, salah satu pohon dibawa dan ditanam di halaman Vihara
Buddhagaya.
Di dalamnya terdapat patung Dewi Kwan Im dengan tinggi lima meter. Sedangkan
Dhammasala terdiri dari dua lantai yang mana lantai dasar digunakan sebagai ruang aula
serbaguna untuk kegiatan pertemuan dan lantai atas digunakan untuk upacara keagamaan
yang terdapat patung Sang Buddha. Bangunan lain yang terdapat di dalam vihara yaitu
Watugong, Plaza Borobudur, Kuti Meditasi, Kuti Bhikku, Taman bacaan masyarakat,
Buddha Parinibana, Abhaya Mudra dan Pohon Bodhi.
Kompleks Vihara Buddhagaya Watugong yang mempunyai luas 2,25 hektar ini
terdiri dari 5 bangunan utama dengan 2 bangunan utama, yaitu Pagoda Avalokitesvara dan
Vihara Dhammasala yang dibangun pada tahun 1955. Selain itu, dalam kompleks Vihara
Buddhagaya Watugong terdapat pula Monumen Watugong, patung Dewi Kwan Im, patung
Buddha di bawah pohon Bodhi yang terletak di pelataran vihara, patung Buddha tidur
berwarna coklat dengan pakaian dan tubuh berwarna emas di sebelah kiri pagoda, serta
kolam teratai di sekitar pagoda. Pohon Bodhi (Ficus Religiosa) yang ada di pelataran Vihara
Buddhagaya ini ditanam oleh Bhante Naradha Mahathera pada tahun 1955.
Menurut sejarah, vihara Buddhagaya Watugong didirikan pada tahun 1955, dan
merupakan vihara pertama di Indonesia setelah keruntuhan kerajaan Majapahit. Saat itu
berupa vihara kecil, dan sempat terlantar selama beberapa tahun. Hingga akhirnya Sangha
Theravada Indonesia memprakarsai renovasi vihara Watugong menjadi sebuah vihara yang
besar, indah, megah. Pada tahun 2006 vihara ini diresmikan kembali.
Pagoda Watugong juga disebut Pagoda Metakaruna atau pagoda cinta dan kasih
sayang, sebab di dalamnya terdapat beberapa buah patung dewi Kwan Im yang dikenal
sebagai dewi welas asih.
Pagoda ini memiliki arsitektur gaya Tiongkok yang menawan, didominasi warna
merah dan ukir-ukiran naga, burung hong, serta kura-kura yang menjadi ciri khas bangunan
China kuno. Selain desain pagoda yang sekilas tampak seperti Pagoda Shuikou yang ada di
China. Vihara ini sempat terlantar selama kurang lebih 8 tahun namun sekarang bangkit
kembali dibawah binaan Sangha Theravada Indonesia. Di vihara ini pula nantinya akan
dibangun Buddha rupang setinggi 36 meter yang terbuat dari perunggu. Yang membuat
vihara ini menjadi lebih istimewa, beberapa bahan bangunan sengaja didatangkan dari Cina,
seperti railing tangga batu, tiang batu yang berjumlah dua dengan ukiran menawan.
Meskipun bahan baku lainnya masih diambil dari berbagai sumber di Indonesia.
Salah satu peninggalan vihara tua di Watugong ialah patung Buddha tidur di bawah pohon
Sala. Konon, Sang Buddha dilahirkan di bawah pohon Sala, dan begitu pun saat
meninggalnya. Buddha menghembuskan nafas terakhir di antara dua pohon Sala. Pohon ini
menebarkan aroma harum saat sedang berbunga.
Selain menjadi tempat bersembahyang pemeluk Buddha, saat hari libur Pagoda
Watugong juga dikunjungi oleh wisatawan lokal yang sekadar ingin menikmati keindahan
arsitektur Pagoda Watugong. Ada juga yang menjadikan pagoda ini sebagai lokasi untuk
foto pre-wedding.
Dewi Kwan Im yang dikenal sebagai dewi kasih sayang dipercaya memiliki
beberapa wujud. Beberapa wujudnya terpajang dalam patung di bagian teras sekeliling
Pagoda. Karena Pagoda ini didirikan untuk memperlihatkan kebesaran sosok sang Dewi,
patung-patung Dewi yang berukuran lebih kecil diletakkan di setiap tingkatan Pagoda, mulai
dari tingkatan kedua hingga keenam. Patung Dewi Kwan Im menghadap langsung ke empat
arah penjuru mata angin. Umat Buddha percaya bahwa Dewi Kwan Im akan memancarkan
cinta dan kasih sayangnya ke segala arah. Pada tingkatan ketujuh dari pagoda ini, diletakkan
patung Amithaba yang merupakan guru besar para dewa dalam kepercayaan Buddha. 7
tingkatan pagoda artinya 7 tingkatan mencapai kesucian dalam agama Buddha. Sementara,
bagiku, 7 tingkatan pagoda artinya 7 jenjang atap yang menjulang, menjadi suatu
peninggalan budaya. Pagoda dengan aksen warna merah dan kuning ini memiliki tujuh
tingkat, yang bermakna seorang pertapa akan mencapai kesuciannya pada tingkat ketujuh
.Di tingkat ketujuh terdapat patung Amitaba. Sementara di dekat pintu masuk terdapat
rupang Buddha emas yang duduk bersila di bawah pohon, mengibaratkan Siddharta
Gautama yang mendapat pencerahan di bawah pohon Bodhi.
Bangunannya yang didominasi warna merah hati dan kuning muda memberikan
corak peninggalan pengaruh Tiongkok yang pernah ada di Semarang. Dewi Kwan Im dalam
kepercayaan Buddha masuk ke Indonesia dalam pengelanaan panjang kaum Tionghoa, salah
satunya di Semarang yang telah menjadi kota penuh sejarah panjang percampuran budaya
Cina dan pribumi. Vihara sengaja tidak berbentuk bangunan khas negeri Tiongkok. Ada
unsur bangunan Jawa (joglo) yang tampak pada bagian atapnya. Suatu harmonisasi
pertukaran budaya yang sudah berdiri sejak tahun 1955.
Jika ingin menyeberang ke arah vihara, akan terlihat patung Buddha berukuran
besar terbaring melintang. Patung Buddha ini digambarkan sedang tidur di sebuah pohon
rindang yang tumbuh di sekitar komplek. Tampak tenang, santai, dan damai.
Ciri khas dari pagoda ini adalah beberapa rupang (patung) Dewi Kwan Im yang
menghadap ke empat penjuru mata angin, melambangkan cinta kasih sang dewi yang
tersebar ke seluruh penjuru bumi. Patung-patung ini dipercaya bisa memberikan berkah bagi
siapapun yang memujanya. Dewi Kwan Im dalam kepercayaan Buddha masuk ke Indonesia
dalam pengelanaan panjang kaum Tionghoa, salah satunya di Semarang yang telah menjadi
kota penuh sejarah panjang percampuran budaya Cina dan pribumi.
Di sekitar patung Buddha yang terletak di bawah pohon, terdapat dua buah lilin
yang berada di kanan dan kiri sisi patung. Lilin tersebut mempunyai makna pesan tersendiri,
yakni api lilin tersebut adalah sebuah simbol semangat. Semangat untuk tetap optimis
menjalani kehidupan di dunia dan menganjurkan agar kita memiliki obor kehidupan.
Sebelum memasuki Vihara Dhammasala, Anda harus mengikuti ritual khusus. Anda
harus menginjak relief ayam, ular, dan babi, yang ada di lantai pintu masuk. Relief-relief ini
memiliki arti khusus: ayam melambangkan keserakahan, ular melambangkan kebencian,
dan babi melambangkan kemalasan. Menurut keyakinan, ayam merupakan lambang dari
keserakahan, ular lambang dari kebencian, dan babi lambang dari kemalasan. Melalui ritual
ini, diharapkan umat beribadah dengan menanggalkan karakter tersebut dan bisa masuk
surge.
Pohon tersebut biasanya di gunakan oleh para wisatawan untuk menuliskan harapan
mereka, karena pohon ini di yakini orang-orang dapat mewujudkan apa yang diimpikan.
Kita dapat menuliskan harapan kita pada sebuah pita yang dibeli di dalam Vihara seharga
Rp 10.000,00. Sistem pembayaran disana pun tidak menggunakan kasir sebagai mana
umumnya, disini hanya menggunakan semacam kotak sebagai tempat uang dan pengunjung
di harapkan kejujuran dalam membayar saat membeli apapun di Vihara. Semakin tinggi kita
memasang pita harapan di pohon, maka harapan kita akan lebih cepat di kabulkan menurut
tradisi lisan yang telah beredar.
Patung Bodhisattva juga dibangun di dalam pagoda ini, patung ini berdiri tegak dan
menghiasi dinding pagoda. Ritual Tjiam Shi yang dilakukan untuk mengetahui nasib
manusia juga biasa dilakukan di pagoda ini. Bagi anda yang percaya dengan ramalan, di
pagoda ini ada dapat dibacakan nasib dari ramalan Tjiam shi. Anda juga bisa melakukan
dengan menggerakkan bambu-bambu hingga salah satunya terjatuh, pada bambu yang sudah
diberi tanda. Sebatang bambu dalam ritual Ciamsi memiliki berbagai makna yang
diungkapkan dengan sebuah syair lembut berbahasa Sansekerta. Syair ini telah
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan memiliki berbagai arti sesuai dengan pertanyaan
apa yang kita ajukan, baik pertanyaan mengenai rezeki, umur, maupun jodoh.
Pagoda ini memiliki arsitektur gaya Tiongkok yang menawan, didominasi warna
merah dan ukir-ukiran naga, burung hong, serta kura-kura yang menjadi ciri khas bangunan
China kuno. Pagoda Avalokitesvara atau Pagoda Watugong adalah bangunan yang
mempunyai nilai artistik tinggi, dengan tinggi mencapai 45 meter dan ditetapkan sebagai
pagoda tertinggi di Indonesia. Pagoda ini memiliki tujuh tingkatan yang didesain semakin
keatas semakin menyempit. Desain arsitekturnya yang indah, membuat Pagoda Budhagaya
Watugong ini begitu dikagumi oleh berbagai kalangan.
Di pintu masuk vihara ini terdapat sebuah batu alam berbahan andesit yang
berbentuk Gong, dan dari situ kita bisa mengerti mengapa vihara ini terkenal dengan
sebutan vihara Watugong. Tepat di belakangnya kita dapat melihat sebuah gerbang masuk
yang merupakan replika gapura Stupa Sanchi, India. Simbol penghormatan sebelum
memasuki kediaman Budha Agung, Sang Guru Agung.
Setelah melewati gerbang masuk atau yang biasa di sebut sebagai Gerbang Sachi
itu, anda akan dapat menikmati sebuah bangunan besar yang merupakan bangunan utama
kedua setelah pagoda Avalokitesvara yang merupakan bangunan inti dari vihara Watugong
ini. Bangunan ini merupakan pusat kegiatan beribadah bersama umat Budha atau yang biasa
disebut dengan sebutan tempat puja bakti, selain itu juga merupakan tempat pertemuan para
biksu untuk kegiatan penahbisan, ruang bersamadhi (bermeditasi), atau untuk kegiatan
diskusi para biksu dan pertemuan lainnya. Tepat di bawahnya merupakan ruang serba guna
yang dapat digunakan untuk kegiatan yang sifatnya lebih umum. Begitu masuk ke bangunan
besar ini atau yang biasa disebut Dhammasala, anda akan terpukau dengan keindahaan
rupang Budha yang tinggi yang berada di bangunan utama dan keindahaan setiap detilnya.
Terdapat juga bentuk akulturasi budaya di bagian Vihara Dhammasala di komplek itu.
Vihara sengaja tidak berbentuk bangunan khas negeri Tiongkok. Ada unsur bangunan Jawa
(joglo) yang tampak pada bagian atapnya. Suatu harmonisasi pertukaran budaya yang sudah
berdiri sejak tahun 1955. Gedung Dhammasala terdiri dari dua lantai. Lantai dasar
digunakan untuk ruang aula serbaguna yang luas sedangkan lantai atas untuk ruang
keagamaan. Di lantai atas ini terdapat patung Sang Buddha dengan posisi duduk yang
merupakan duplikasi dari Buddha rupang di Candi Mendut.
Di sekeliling Vihara Dhammasala, terdapat pagar dengan ukiran relief cerita Paticca
Samuppada, yaitu proses kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal dunia. Tanpa
membutuhkan kecermatan yang sangat. Masyarakat bisa langsung mengetahui bahwa
seluruh kompleks Vihara Pagoda Buddhagaya Watugong yang berasrsitektur Tiongkok ini
sangat rapi tertata ditambah lingkungan yang indah dan asri menjadikan tempat ini nyaman.
Di sepanjang tembok Dhammasala terdapat relief yang menggambarkan hukum sebab
akibat yang saling berhubungan. Relief ini oleh umat budha disebut juga dengan sebutan
Patticasamuppada, yang jelas merupakan hukum alam yang akan dialami seluruh mahluk
sebelum mencapai kebahagiaan tertinggi atau disebut sebagai Nibbana.
Keagungan pagoda Avalokitesvara dari vihara Watugong ini tampak semakin jelas
begitu anda dekati. Berjalan dari bangunan perpustakaan setelah kita sejenak melihat pernak
pernik atau sekedar membaca pustaka guna menambah pengetahuan, Anda akan melewati 8
tiang yang juga disebut tugu Ariya Atthangika Magga yang merupakan simbol pelatihan
yang harus ditempuh agar mencapai kebahagiaan tertinggi. Anda juga akan menemukan
rupang Budha tidur atau yang disebut juga Budha Parinibbana. Posisi patung Budha ini
adalah simbol untuk mengenang wafatnya Sang Budha yang tertidur di bawah dua pohon
sala. Mengingat di depan patung ini terdapat altar untuk umat Budha bersembayangan maka
di harapkan apabila para pengunjung melakukan kegiatan foto tidaklah dengan menaiki
rupang atau duduk di sebelah rupang Budha ini.
Suasana di sekitar vihara ini begitu teduh oleh banyaknya pohon tinggi yang di
tanam di sekitar tempat ini. Yang menarik adalah keberadaan pohon bodi di depan pagoda
avalokitesvara. Setelah melewati Budha Parinibbana, anda akan menaiki anak tangga utama
menuju Pagoda Avalokitesvara. Di tengah – tengah perjalanan anda menaiki tangga ini,
anda akan disambut kerindangan sebuah pohon dengan rupang Budha berwarna emas duduk
di bawah pohon tersebut. Pohon ini merupakan pohon Bodhi asli yang berasal dari
Bodhgaya, India. Pohon yang daunnya menyerupai pohon beringin ini adalah pohon hasil
cangkokan dari pohon yang sama dimana di bawah pohon ini Sang Budha, Sidartha
Gautama mencapai kesempurnaan. Daunnya memiliki bentuk seperti bentuk hati dan
sangatlah rindang. Sekali lagi bagi pengunjung yang ingin menikmati kegiatan berfoto ria
juga tidak diperkenankan berfoto di atas rupang Budha duduk itu dan kali ini sudah ada
peringatan tertulis yang di tempatkan di samping rupang tersebut. Meniggalkan pohon
Bodhi beberapa langkah ke depan anda akan menyaksikan keagungan, keindahan dan
tentunya kemegahaan dari Pagoda Avalokitesvara. Seperti yang kita tahu pohon bodi
merupakan pohon tempat sang budha memperoleh pencerahannya. Keberadaannya sangat
disakralkan bagi penganut ajaran budha. Hal yang sama pun berlaku juga pada pohon bodi
di tempat ini. Terlihat dari keberadaan patung dewi kwan im dibawah pohon ini dengan
rantai yang mengelilinginya. Tak ketinggalan patung-patung budha berwarna emas pun di
tempatkan dibawah pohon ini sebagai perwujudan dari sang budha yang mendapatkan
pencerahan di pohon ini.
Pohon ini tumbuh begitu tinggi dan memiliki batang yang melebar ke segala arah
sehingga membuat suasana di pagoda ini terasa sejuk. Konon Pada 1934 , saat sang biku
dari srilangka Narada datang ke Indonesia membawa dua pohon bodhi yang kemudian
keduanya ditanam di kawasan Candi Borobudur. Namun pada 1955, salah satu pohon ini
dibawa dan ditanam di halaman Vihara Buddhagaya dan dibiarkan tumbuh membesar
hingga seperti yang sekarang.
Pohon tersebut biasanya di gunakan oleh para wisatawan untuk menuliskan harapan
mereka, karena pohon ini di yakini orang-orang dapat mewujudkan apa yang kita impikan.
Kita dapat menuliskan harapan kita pada sebuah pita yang dibeli di dalam Vihara seharga
Rp 10.000,00. Sistem pembayaran disana pun tidak menggunakan kasir sebagai mana
umumnya, disini hanya menggunakan semacam kotak sebagai tempat uang dan pengunjung
di harapkan kejujuran dalam membayar saat membeli apapun di Vihara. Semakin tinggi kita
memasang pita harapan di pohon, maka harapan kita akan lebih cepat di kabulkan menurut
tradisi lisan yang telah beredar. Disamping Pagoda Avalokitesvara terdapat 2 gasebo besar
sebagai pelengkap Pagoda dan biasa di gunakan oleh para pengunjung untuk beristirahat
sejenak sebelum meninggalkan lokasi vihara Watugong membawa pengalaman dan
pengetahuan yang baru untuk dikenang.
Pagoda Avalokitesvara yang terlihat sangat cantik, dipandang dari bagian sebelah
kiri kompleks, tidak jauh dari lokasi Buddha tidur. Pada setiap trap-trapan atap terlihat ada
lubang-lubang sebagai tempat untuk meletakkan patung dewa-dewi yang dipuja, baik untuk
mendapatkan berkah rizki - umur panjang - kesehatan, mau pun untuk meneladani sifat-sifat
kenabiannya. Pohon tersebut biasanya di gunakan oleh para wisatawan untuk menuliskan
harapan mereka, karena pohon ini di yakini orang-orang dapat mewujudkan apa yang kita
impikan. Kita dapat menuliskan harapan kita pada sebuah pita yang dibeli di dalam Vihara
seharga Rp 10.000,00. Sistem pembayaran disana pun tidak menggunakan kasir sebagai
mana umumnya, disini hanya menggunakan semacam kotak sebagai tempat uang dan
pengunjung di harapkan kejujuran dalam membayar saat membeli apapun di Vihara.
Semakin tinggi kita memasang pita harapan di pohon, maka harapan kita akan lebih cepat di
kabulkan menurut tradisi lisan yang telah beredar. Bentuk relief yang ada di Vihara ini pun
sangat unik. Dominan menggunakan simbol naga, karena Buddha merupakan agama
bawaaan dari China.
Disamping Pagoda terdapat sebuah patung Sidharta Gautama yang sedang tertidur.
Dan ada lagi sebuah rencana rancangan patung Buddha besar setinggi 36 meter yang terbuat
dari perunggu, yang terdiri dari tingkat dan dasarnya akan ada 9 model patung Buddha
sebanyak 9999 patung.
Di dinding sebelah atas pada tiap sisi terdapat sebuah ukiran yang memiliki makna
tentang kehidupan di syurga. Pada bagian tengah teratas terdapat kaca yang memiliki
gambar angsa dan teratai, hal berarti bahwa tempat tersebut adalah suci. Di luar pada sisi
gedung Dhamasala lantai dua terdapat sebuah ukiran yang bercerita tentang perjalanan
kehidupan manusia dari lahir hingga kematiannya. Di sepanjang tembok Dhammasala
terdapat relief yang menggambarkan hukum sebab akibat yang saling berhubungan. Relief
ini oleh umat budha disebut juga dengan sebutan Patticasamuppada, yang jelas merupakan
hukum alam yang akan dialami seluruh mahluk sebelum mencapai kebahagiaan tertinggi
atau disebut sebagai Nibbana.
Di lantai dasar terdapat ornament patung yang berwarna emas sebagi tempat
pemujaan umat Budha lebih banyak menghiasi. Patung Dewi yang membawa bunga dan
teratai bisa digunakan pengunjung untuk berdoa agar dimudahkan mendapatkan jodoh.
Pada saat cuaca sedang hujan, bangunan Pagoda Watugong memiliki atap yang
sangat lebar dengan bentuk segi delapan membuat teritisan air hujan yang sangat baik,
sehingga air hujan tidak akan merembes ke dalam bangunan.
Pagoda Avalokitesvara Watu Gong adalah sebuah pagoda dengan 7 tingkat dan
berketinggian kurang lebih 45 meter. Hampir semua bangunan dari Pagoda Watu Gong ini
dibangun dari beton. Dengan ketinggiannya tersebut, Pagoda Avalokitesvara Watu Gong
sempat mencetak Rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) dengan menjadi Pagoda
tertinggi di Indonesia. Warna dari bangunan ini didominasi oleh warna merah dan kuning,
membuatnya terlihat sangat megah.
Di sekeliling Vihara Dhammasala, terdapat pagar dengan ukiran relief cerita Paticca
Samuppada, yaitu proses kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal dunia. Tanpa
membutuhkan kecermatan yang sangat. Masyarakat bisa langsung mengetahui bahwa
seluruh kompleks Vihara Pagoda Buddhagaya Watugong yang berasrsitektur Tiongkok ini
sangat rapi tertata ditambah lingkungan yang indah dan asri menjadikan tempat ini nyaman.
Kesimpulan
Di sekeliling Vihara Dhammasala, terdapat pagar dengan ukiran relief cerita Paticca
Samuppada, yaitu proses kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal dunia. Tanpa
membutuhkan kecermatan yang sangat. Masyarakat bisa langsung mengetahui bahwa
seluruh kompleks Vihara Pagoda Buddhagaya Watugong yang berasrsitektur Tiongkok ini
sangat rapi tertata ditambah lingkungan yang indah dan asri menjadikan tempat ini nyaman.
Saran
Berdasarkan hasil pengamatan kami, dapat disampaikan saran-saran berikut: