Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 STRUKTUR DAN KOMPOSISI TELUR

A. Struktur Telur
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat
gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and
Tannenbaum (1977), protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki
susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk
menentukan mutu protein dari bahan pangan yanglain, tetapi di samping adanya
hal-hal yang menguntungkan tersebut,Winarno (2002) menyebutkan bahwa telur
juga memiliki sifat yang mudah rusak. Menurut Whitaker and Tannenbaum (1977),
kerusakan pada telur dipicu oleh kandungan beberapa komponen zat nutrisi dan zat
lainnya. Beberapa zat nutrisi yang dikandung telur ayam per 100 g dapat dilihat
pada tabel berikut ini:

Sumber :Winarno dan Koswara (2002)


Bentuk telur berbagai jenis unggas pada umumnya memiliki bentuk oval
atau lonjong. Bentuk telur ini secara umum dikarenakan faktor genetis (ketrunan).
Setiap induk bertelur berurutan dengan bentuk yang sama yaitu bulat, panjang, dan
lonjong (Suprijatna dkk., 2005). Bentuk telur lainnya yaitu mempunyai ukuran yang
beragam. Telur ayam horn memiliki ukuran yang lebih besar daritelur ayam
kampung. Berbeda halnya dengan telur puyuh yang memiliki ukuran yang lebih
kecil dibandingkan dengan jenis telur unggas lainnya. Meskipun telur unggas
memiliki ukuran yang beragam, namun semua jenis telur unggas mempunyai
struktur telur yang sama (Saraswati, 2012).
Menurut Nuryati dkk (2000) menyatakan bahwa telur terdiri atas enam
bagian penting, yaitu kerabang telur (shell), selaput kerabang (shell membrane),
putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chazale), dan sel benih
(germinal disc). Sedangkan Hartono dan Isman (2010) menyatakan bahwa struktur
telur terdiri atas empat bagian penting, yaitu selaput membran, kerabang (shell),
putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk). Umumnya semua jenis telur unggas
dan hewan lain yang berkembangbiak dengan cara bertelur mempunyai struktur
telur yang sama (Saraswati, 2012). Secara ringkas, struktur telur pada umumnya
terdiri dari kerabang (kulit telur) ±10%, putih telur (albumen) ±60%, dan kuning
telur (yolk) ±30% (Suharyanto, 2009).

Sumber : Romanoff dan Romanoff (1963)


PUTIH TELUR
Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti gel,
mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang berbeda-beda kekentalannya
(Silverside and Scott, 2000). King’ori (2012) menjelaskan bahwa putih telur
merupakan salah satu bagian dari sebuah telur utuh yang mempunyai persentase
sekitar 58-60 % dari berat telur itu. Putih telur mengandung komponen protein yang
sangat tinggi yang terdiri dari ovalbumin, conalbumin, ovomucid, lisozim dan
globulin. Putih telur juga mengandung antimikroba yang berguna dalam membantu
memperlambat kerusakan pada telur yaitu lisozim, conalbumin dan ovoinhibitor.
Putih telur menurut Silverside and Scott (2000) dan Belitz and Grosch
(2009) terdiri atas tiga lapisan yang berbeda, yaitu lapisan tipis putih telur bagian
dalam (30%) dimana memiliki tekstur yang paling encer, lapisan tebal putih telur
(50%) berupa anyaman musin setengah padat, dan lapisan tipis putih telur luar
(20%) berupa cairan kental yang banyak mengandung serat-serat musin. Menurut
Charley (1982), pada telur segar, lapisan putih telur tebal bagian ujungnya akan
menempel pada kulit telur. Putih telur tebal dekat kuning telur membentuk struktur
seperti kabel yang disebut kalaza.

Sumber : Romanoff dan Romanoff (1963)


Menurut Romanoff and Romanoff (1963), kalaza akan membuat kuning
telur tetap di tengah-tengah telur. Kalaza juga dapat memberikan petunjuk tentang
kesegaran telur, dimana pada telur yang bermutu tinggi penampakan kalaza lebih
jelas. Jika sebutir telur dengan mutu yang tinggi dan masih segar dipecahkan,
kuning telurnya akan utuh dan tinggi, kompak dan terletak di tengah-tengah lapisan
tebal putih telur. Sebaliknya telur yang telah lama disimpan dan mutunya rendah,
jika dipecahkan akan menghasilkan lapisan putih telur yang tipis mengelilingi
kuning telur yang rata atau pecah (Hammershoj and Anderson, 2002; Haryoto,
1996).
Putih telur memilki sifat fungsional yang sangat berguna selama pnegolahan
bahan pangan. Menurut Anief (2000) menyatakan bahwa putih telur merupakan
salah satu emulsi alam selain minyak yang biasa digunakan. Daya emulsi putih telur
tidak sekuat dengan daya emulsi pada kuning telur. Putih telur adalah protein yang
bersifat sebagai zat pengemulsi dengan kekuatan biasa, sedangkan kuning telur
adalah zat pengemulsi yang kuat (Budiman dan Rukmiasih, 2007). Sifat fungsional
lain yang ada pada putih telur yaitu pembentukan busa, perekatan, koagulasi dan
warna yang sering dimanfaatkan dalam pengolahan pangan.
Kandungan air pada putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian
lainnya sehingga selama penyimpanan bagian putih telur inilah yang mudah rusak
(Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerusakan tersebut ditemukan pada jala-jala
ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih
telur akan keluar dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977), dan semakin encer
putih telur maka tirisan buih yang dihasilkan semakin tinggi (Silverside dan
Budgell, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Anief. 2000. Ilmu meracik obat, teori dan praktek. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Belitz, H. D and W. Grosch. 2009. Food chemistry. Edisi 4 Revisi. Berlin.
Budiman, C danRukmiasih. 2007. Karakteristik putih telur Itik Tegal. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan. IPB Bogor.
Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Hammershoj, M. and J. Anderson. 2002. Egg processing focus on the functional
properties of egg albumen powder. Poultry International. 41: 18-24.
Haryoto, 1996. PengawetanTelur Segar. Kanisius: Yogyakarta.
Heath, J.L. 1977. Chemical and related osmotic changes in egg albumen during
storage. Poult. Sci. 56: 822 – 828
King’ori, AM. 2012. Uses of poultry egg: Egg albumen and egg yolk. J. Poultry.
Sci, 5 (2): 9-13.
Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2 nd Ed. John Wiley
and Sons, Inc. New York.
Saraswati, D. (2012). Uji Bakteri Salmonella sp. Pada Telur Bebek, Telur Puyuh
dan Telur Ayam Kampung yang di Perdagangkan di Pasar Liluwo Kota
Gorontalo. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo.
Silverside, F.G. and T.A. Scott. 2000. The relationships among measure of egg
albumen height, pH and whipping volume. J. Poultry Sci. 83:1619-11623.
Nuryati, T., Sutarto, M. Khamin, dan P.S. Hardjosworo. 2000.Sukses
Menetaskan Telur. Edisi ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta
Stadelman, W.J. dan O.J Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th
Edition. Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc. New
York
Suharyanto. (2009). Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Jurusan Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.
Suprijatna, E. U,Atmomarsono. R, Kartasudjana.2005. IlmuDasarTernakUnggas.
PenebarSwadaya, Jakarta.
Whitaker, J.R.and S.R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. AVI Publishing
Compani, inc., Westport, Connecticut.
Winarno. F.G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press,Bogor.

Anda mungkin juga menyukai