Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa lezat,
mudah dicerna dan bergizi tinggi sehingga digemari banyak orang. Selain itu telur
mudah diperoleh dan harganya terjangkau. Masyarakat Indonesia umumnya
mencukupi kebutuhan protein dengan mengkonsumsi telur. Begitu besarnya
manfaat telur dalam kehidupan manusia sehingga telur sangat dianjurkan untuk
dikonsumsi anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, ibu hamil dan
menyusui, orang yang sedang sakit atau dalam proses penyembuhan, serta usia
lanjut.Telur yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia umumnya berasal dari
unggas yang diternakkan. Jenis telur yang banyak dikonsumsi adalah telur ayam,
telur puyuh dan telur bebek. Telur ayam lebih banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari karena mudah diolah dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia
seperti sebagai bahan pencampur makanan, bahan pembuatan roti, obat, dan
sebagainya. Telur ayam mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan
ukuran yang berbeda-beda, tergantung jenis hewan, umur dan sifat genetiknya.
Telur tersusun atas tiga bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur.
Diketahui bahwa telur merupakan bahan pangan yang sangat digemari untuk
dikonsumsi sebab rasanya nikmat dan harganya yang relatif murah. Telur sangat
mudah rusak serta masa simpan yang sangat pendek tanpa perlakuan apapun, oleh
karena itu perlu penanganan khusus dalam pengolahan telur. Kemudian
Permasalahan dalam pemasaran produk telur adalah karakteristik produk yang
merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses untuk mengatasi
kesalahan dalam memilih telur pun harus dipahami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian telur ?
2. Apa saja komponen dan komposisi yang ada di dalam telur?
3. Apa sifat telur ?
4. Apa manfaat telur ?
5. Apa saja yang termasuk jenis telur?
6. Apa saja yang merupakan karakteristik Telur yang baik?
7. Apa faktor yang dapat memicu kerusakan pada telur?
8. Apa saja tanda-tanda telah terjadi kerusakan pada telur?
9. Bagaimana cara penyimpanan telur yang benar?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian telur
2. Dapat mengetahui sifat telur
3. Dapat mengetahui macam-macam telur telur
4. Dapat mengetahui zat gizi yang ada pada telur
5. Dapat mengetahui manfaat telur
6. Dapat mengetahui karakteristik telur yang baik
7. Dapat mengetahui faktor yang dapat merusak telur serta ciri-ciri telur yang
telah rusak
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Telur
Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging,
ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas,
seperti ayam, bebek, dan angsa. Telur merupakan bahan makanan yang sangat
akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Telur sebagai sumber protein mempunyai
banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap
dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dan
lain-lain. Telur mempunyai cita rasa yang enak sehingga digemari oleh banyak
orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan.
Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan
mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur (Suryani,2011).
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan
semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama:
yaitu kulit telur, bagian cairan bening, & bagian cairan yang bewarna kuning.
(Suryani,2011).

B. Komponen dan Komposisi Telur


Bentuk telur berbagai jenis unggas pada umumnya memiliki bentuk oval atau
lonjong. Bentuk telur ini secara umum dikarenakan faktor genetis (keturunan).
Setiap induk bertelur berurutan dengan bentuk yang sama yaitu bulat, panjang,
dan lonjong (Suprijatna dkk., 2005). Bentuk telur lainnya yaitu mempunyai ukuran
yang beragam. Telur ayam horn memiliki ukuran yang lebih besar dari 12 telur
ayam kampung. Berbeda halnya dengan telur puyuh yang memiliki ukuran yang
lebih kecil dibandingkan dengan jenis telur unggas lainnya. Meskipun telur unggas
memiliki ukuran yang beragam, namun semua jenis telur unggas mempunyai
struktur telur yang sama (Saraswati, 2012).
1. Putih telur
Nama lain dari putih telur adalah albumen telur. Putih telur terdiri sepenuhnya
oleh protein & air. Dibandingkan dengan telur kuning, telur putih memiliki rasa
(flavor) & warna yang sangat rendah.
2. Kuning telur (Yolk)
Telur kuning sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture) &
setengahnya adalah kuning padat (yolk solid). Semakin bertambah umurnya
telur, kuning telur akan mengambil uap basah dari putih telur yang
mengakibatkan kuning telur semakin menipis dan menjadi rata ketika telur
dipecahkan ke permukaan yang rata (berpengaruh kepada grade dari telur itu
sendiri).
3. Kulit telur (Shell)
Kulit telur memiliki berat sekitar 11 % dari jumlah total berat telur. Meskipun
terlihat keras & benar – benar menutupi isi telur, kulit telur itu sebenarnya
berpori (porous). Dengan kata lain, bau dapat menebus kulit telur dan uap
basah (moisture) & gas (terutama karbon dioksida) dapat keluar. Warna kulit
telur terdiri dari warna cokelat atau putih, tergantung dari perkembang biakan
dari ayam. Ayam dengan bulu putih & cuping putih menghasilkan telur dengan
kulit putih, tetapi ayam dengan bulu berwarna merah & cuping merah
menghasilkan telur dengan kulit cokelat. Warna dari kulit telur tidak memiliki
pengaruh kepada kepada rasa, nutrisi, & kegunaan dari telur tersebut.
4. Rongga udara (Air Cell)
Telur memiliki dua selaput pelindung diantara kulit telur dan putih telur.
Sesudah telur diletakkan, rongga udara terbentuk diantara selaput telur.
Semakin telur bertambah tua, kehilangan uap basah (moisture), & menyusut
maka rongga udara akan semakin membesar yang mengakibatkan telur yang
sudah lama akan melayang apabila diletakkan ke dalam air.
5. Chalazae
Chalazae adalah tali dari putih telur yang mempertahankan kuning telur agar
tetap ditengah–tengah telur.
Umumnya semua jenis telur unggas dan hewan lain yang berkembangbiak
dengan cara bertelur mempunyai struktur telur yang sama (Saraswati, 2012).
Secara ringkas, struktur telur pada umumnya terdiri dari kerabang (kulit telur)
±10 %, putih telur (albumen) ±60 %, dan kuning telur (yolk) ±30 %
(Suharyanto,2009).

C. Sifat-Sifat Telur
Ada beberapa sifat telur sebagai berikut:
1. Sangat peka terhadap pengaruh asam & pemanasan (akan terjadi denaturasi &
koagulasi / pengentalan).
2. Bila dikocok akan berbuih dan mengembang, namun bila pengocokan
berlebihan maka akan terjadi denaturasi sehingga mengempis kembali.
3. Dalam telur putih mentah dan setengah matang, terkandung beberapa jenis
protein, diantaranya adalah lysozyne, yang bila dimakan akan diserap langsung
ke dalam darah akan berfungsi sebagai zat anti-gizi (merusak gizi).
4. Jenis protein lain yang terdapat dalam telur mentah adalah Avidin. Avidin
tersebut bersifat racun dan akan hilang apabila telur tersebut dimasak
(Anonim,2011).
D. Manfaat Telur
Menurut Sudaryani dalam Kalina,2011, fungsi telur secara umum adalah untuk
kesehatan & kebutuhan gizi hari–hari. Fungsi–fungsi tersebut adalah:
1. Telur merupakan sumber gizi yang sangat baik. Satu butir telur mengandung
sekitar 6 gram protein, sejumlah vitamin (A, B, D, K), kolin, selenium, yodium,
fosfor, besi, & seng.
2. Kolin pada telur diperlukan untuk kesehatan membran sel di seluruh tubuh dan
membantu tubuh menjaga kadar homocysteine di tingkat normal.
* Homocysteine adalah asam amino yang berkaitan dengan resiko penyakit
jantung.
3. Baik untuk fungsi mental & memori.
4. Selenium sebagai mineral untuk mempetahankan kekebalan tubuh &
merupakan antioksidan kuat
5. Memiliki vitamin B (folat & fiboflavin) yang penting bagi tubuh untuk
mengubah makanan jadi energi & penting untuk mencegah cacat lahir.
6. Memiliki vitamin A untuk pengelihatan,, pertumbuhan sel, & kulit yang sehat.
7. Memiliki vitamin E sebagai antioksidan yang bekerjasama dengan vitamin C &
selenium untuk mencegah kerusakan tubuh dari radikal bebas.
8. Telur dapat mengentalkan darah yang bertujuan untuk menurunkan resiko
serangan jantung & stroke.
Telur merupakan bahan pangan yang padat gizi dan enak rasanya, mudah diolah
serta harganya relatif murah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani
lainnya. Bagi anak-anak, remaja maupun dewasa, telur merupakan makanan ideal
dan sangat mudah didapatkan. Telur memiliki komposisi zat gizi yang lengkap
(Suswono dan Sedyaningsih, 2010). Telur dalam bidang pangan memiliki manfaat
dalam memenuhi berbagai macam keperluan, antara lain sebagai berikut:
1. Bahan penambah cita rasa (masakan, kerupuk)
2. Bahan pengembang (roti, kerupuk)
3. Bahan pengempuk (gorengan)
4. Bahan pengental (Sup)
5. Bahan perekat/ pengikat (makanan perkedel atau kue kering)
6. Bahan penambah unsur gizi
7. Bahan penstabil suspense
8. Bahan penggumpal (Rismayanti, 2016).

E. Jenis-Jenis Telur
Telur yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia umumnya berasal dari unggas
yang diternakan. Jenis telur yang banyak dikonsumsi adalah telur ayam, telur itik,
telur puyuh, telur penyu, telur kalkun, telur angsa, telur merpati dan telur unggas
lainnnya. Beberapa telur unggas tersebut masih sedikit dimanfaatkan karena
produksinya masih sedikit dan beberapa unggas juga merupakan 14 peliharaan
yang bukan untuk diambil telurnya melainkan hanya sebagai hewan kesayangan
(Astawan, 2004). Berikut ini merupakan penjelasan beberapa telur unggas yang
umum dikonsumsi oleh masyarakat:
1. Telur Itik
Karakteristik telur itik merupakan telur hasil ternak unggas itik. Telur itik
memiliki bobot dan ukuran rata-rata lebih besar dibandingkan dengan telur
ayam. Telur itik ada 2 jenis yaitu telur yang berwana biru dan telur berwarna
putih. Masing-masing telur ini dihasilkan oleh jenis bebek yang berbeda
(Muchtadi dkk., 2010). Strukutur morfologi dan anatomi telur itik dimulai dari
pembentukan kuning telur (yolk) didalam ovarium. Kuning telur yang telah
sempurna akan masuk ke lorong saluran telur. Apabila terjadi pembuahan
selanjutnya kuning telur akan bergerak menuju magnun dilapisi dengan putih
telur (albumen) dan menuju saluran istmus untuk pembentukan selaput.
Sehingga terjadilah pembentukan cangkang telur itik yang berwarna biru.
Pigmen yang berperan dalam pembentukan cangkang telur pada telur itik ini
adalah pigmen sianin yang responsif menghasilkan warna cangkang biru dan
hijau (Supriyadi, 2009).
Berikut ini merupakan gambar anatomi dan morfologi telur itik:

Morfologi dan Anatomi Telur Itik


(Sumber : Santoso, 2011)
Pemanfaatan telur itik sebagai bahan pangan tidak hanya dikonsumsi
langsung tetapi juga digunakan dalam berbagai produk olahan, misalnya kue
dan telur asin. Telur itik memiliki keunggulan dalam kandungan gizinya,
dibandingkan dengan telur unggas lainnya, telur bebek/itik memiliki kadar
protein yang lebih tinggi serta kandungan lemak yang tinggi. Adapun
kandungan gizi telur itik tiap 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Kandungan Gizi Telur Itik/ 100 gram
Bagian (%) Isi Telur Putih Telur Kuning Telur
Berat 67 40,4 26,6
Air 69,7 86,6 44,8
Bahan Kering 30,3 13,2 55,2
Protein 13,7 11,3 17,7
Lemak 14,4 0,08 35,2
Karbohidrat 1,2 1,0 1,1

Sumber: (Winarti sri, 2010)


2. Telur Puyuh
Karakteristik telur puyuh merupakan telur yang dihasilkan dari ternak
burung puyuh. Telur puyuh merupakan sumber protein hewani serta menjadi
bahan makanan yang potensial karena banyak memegang peranan dalam
membantu mencukupi kebutuhan gizi masyarakat (Marni dkk., 2014). Telur
puyuh memiliki ukuran yang kecil seperti buah kelengkeng, dengan warna
putih keruh berbintik-bintik. Nilai gizi yang terkandung didalamnya tidak kalah
dengan nilai gizi pada ayam ras. Dalam telur puyuh juga mengandung berbagai
macam vitamin seperti vitamin A, D, E, K dan mengandung sejumah mineral
yang cukup tinggi (Haryoto, 2002). Struktur telur puyuh secara umum tidak
berbeda dengan struktur telur ayam yang terdiri dari 3 komponen pokok yaitu
putih telur (58%), kuning telur (31%), dan kerabang telur (11%) (Ensminger
dan Nesheim, 1992).

Morfologi dan Anatomi Telur Puyuh


(Sumber : Santoso, 2011)
Pemanfaatan telur itik, selain sebagai bahan makanan yang potensial dalam
pemenuhan kebutuhan gizi masayarakat, telur puyuh juga merupakan makanan
yang dapat dikonsumsi sehari-hari. Telur puyuh memiliki kandungan lemak
relatif rendah jika dibandingkan dengan telur unggas lainnya (Redaksi
Agromedia, 2007). Berikut ini merupakan kandungan gizi telur puyuh per 100
gramnya:
Kandungan Gizi Telur Burung Puyuh
Telur Protein Lemak Karbohidrat Abu (%) Kadar
(%) (%) (%) Air (%)
Puyuh 13,6 8,24 1,0 1,1 73,7

Sumber : Muchtadi dkk (2010).


Telur puyuh berukuran kecil, rata-rata beratnya 10-15 gram per butir. Warna
telurnya ada yang cokelat muda, biru, putih, dan kekuning-kuningan dengan
bercak hitam, cokelat atau biru. Kulitnya tipis sehingga mudah sekali pecah
kalau tidak ditangani secara hati-hati. Telur puyuh juga mudah mengalami
dehidrasi atau kehilangan air sehingga perlu tempat khusus untuk
menyimpannya. Telur ini telah banyak digunakan sebagai campuran masakan,
seperti sup, sambal goreng, hiasan pada nasi goreng dan tumpeng (Astawan,
2004).
3. Telur Ayam
Telur ayam merupakan telur yang dihasilkan oleh ternak unggas ayam. Ada
dua macam telur ayam yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia, yaitu telur ayam ras (negeri) dan ayam kampung (buras). Telur ayam
ras yang warna kulitnya cokelat lebih mahal harganya dibandingkan dengan
telur yang berkulit putih. Hal ini disebabkan kulit telur yang berwarna cokelat
lebih tebal dan kuat sehingga tidak mudah pecah jika dipegang. Bobot rata-rata
telur ayam ras adalah 50-70 gram per butir (Astawan, 2004). Struktur anatomi
telur ayam ras terdiri dari 3 komponen pokok yaitu putih telur, kuning telur, dan
kerabang telur.

Morfologi dan Anatomi Telur Ayam Ras


(Sumber : Santoso, 2011).
Telur ayam buras/ kampung memiliki berat yang berbeda dengan telur ayam
ras, berat telur ayam kampung yaitu antara 34-45 gram perbutir. Namun harga
telur ayam kampung lebih mahal dibandingkan telur ayam ras. Telur ayam
kampung umumnya digunakan sebagai bahan ramuan jamu dan dimakan
setengah matang (Astawan, 2004)

Morfologi dan Anatomi Telur Ayam Kampung


(Sumber : Santoso, 2011)
Manfaat lain dari telur ayam buras (kampung), selain untuk ramuan jamu
juga dimanfaatkan oleh perusahaan kue sebagai bahan campuran kue,
dimanfaatkan juga oleh industri sampo, dan industri bedak (Redaksi
AgroMedia, 2007). Berbeda halnya dengan telur ayam horn/ras yang lebih
banyak dimanfaatkan oleh konsumen sebagai pemenuhan kebutuhan gizi karena
telur ayam ras tersedia dalam jumlah yang cukup dan juga dapat diolah dalam
berbagai jenis masakan, seperti halnya sebagai bahan baku pembuatan
martabak, roti, puding dll. Telur ayam horn/ras, selain tersedia dalam jumlah
yang cukup, telur ini juga memiliki harga yang relatif terjangkau dengan
penyebaran yang merata di seluruh wilayah Indonesia (Fadilah dan Fatkhuroji,
2013).
Jika dilihat dari komposisi kimia kandungan protein telur ayam ras dan buras
memiliki kandungan protein yang tidak berbeda jauh. Perbedaan yang lebih
terlihat hanya pada kandungan lemaknya (Muchtadi dkk., 2010). Hal ini tampak
pada Tabel 2.3.

Komposisi Kimia Telur Ayam Ras (Ayam Horn) dan Buras (Ayam Kampung)
TELUR PROTEIN LEMAK KARBOHIDRAT ABU KADAR
(%) (%) (%) (%) AIR (%)
AYAM 12,7 11,3 0,9 1,0 73,7 %
RAS
AYAM 13,4 10,3 - - -
BURAS
Sumber : Muchtadi dkk (2010).
Sedangkan menurut Yuwanta (2007) kandungan gizi telur ayam buras per
100 gramnya memilki kandungan protein sebesar 11,7 gram protein, 17,1 gram
lemak dan 67,5 gram kadar air. Berikut ini merupakan kandungan gizi telur
ayam buras yang dapat dimakan dalam setiap 100 g bahan, yaitu:
Kandungan Gizi Ayam Buras
Jenis Zat Telur Komplit Putih Telur Kuning Telur
Bahan yang 90 100 100
dimakan (%)
Air (g) 67,5 54,8 15,3
Bahan kering (g) 23,32 6,9 15,6
Energi (cal) 152,4 26,7 128,3
Protein (g) 11,7 6,7 4,9
Lemak (g) 17,1 - 17,1
Kolesterol (g) 0,42 - 0,42
Glukosa (g) 0,3 0,2 0,1
Mineral (g) 0,8 0,3 0,5
Sumber: Yuwanta (2007).
F. Kualitas Telur
1. Tingkat (Grade) Dalam Telur
Menurut U.S. Department of Agriculture, secara standard umum, telur
memiliki 3 grade (tingkat kualitas) yaitu grade AA, grade A, & grade B.
Grade dari telur tidak berpengaruh terhadap keamanan produk (product
safety) atau kualitas nutrisi (sebagai contoh, Anda memiliki telur dengan grade
B yang disimpan dengan baik, maka telur tersebut baik untuk dikonsumsi &
memiliki kualitas nutrisi yang sama dengan telur dengan grade yang lebih
tinggi).
Grade AA & grade A adalah telur yang paling diminati & dibeli banyak
konsumen (terutama industri tata boga). Perbedaan utama dalam grade AA &
grade A dilihat dari kekukuhan (firmness) dari kuning telur, putih telur dan
ukuran dari rongga udara. Telur dalam grade AA & A biasanya digunakan
untuk menggoreng & merebus karena telur dapat mempertahankan tekstur dari
telur.
Grade B ada kemungkinan memiliki satu atau beberapa cacat didalamnya
(misalnya seperti kulit telur yang ternoda, memiliki rongga udara yang besar,
telur putih yang terlalu berair, ada sedikit bercak darah di dalam putih telur,
atau telur kuning yang melebar). Telur grade B masih dapat digunakan secara
umum, tetapi telur putih dengan grade ini mungkin tidak dapat dikocok dengan
baik apabila telur putihnya terlalu berair.
Penentuan grade juga bisa diperiksa dengan cara melihat kedalaman ruang
udaranya (air cell), grade AA memiliki kedalaman ruang udara sebesar 0,3 cm,
grade A memiliki kedalaman ruang udara sebesar 0,5 cm, dan grade B
memiliki kedalaman ruang udara lebih besar dari 0,5 cm (Anonim, 2011).
Tabel 2.5. Kriteria Penentuan Kualitas Telur
BAGIAN KUALITAS AA KUALITAS A KUALITAS B
TELUR
KULIT Bersih tidak retak Bersih tidak retak Terang, sedikit
TELUR bentuk normal bentuk normal noda Tidak retak
Bentuk kadang-
kadang tidak
normal
RUANG 0,3 cm atau lebih 0,5 cm atau lebih Lebih dari 0,5 cm
UDARA kecil
PUTIH Jernih Pekat Jernih Agak pekat Jernih Encer
TELUR
KUNING Letak terpusat Letak terpusat Letak tidak terpusat
TELUR baik Kuning jernih baik Kuning jernih Kurang jernih
bebas dari noda kadang ada sedikit kadangkadang ada
noda noda

Sumber: Sudaryani (1996) dalam Astawan (2004)

2. Faktor Kualitas Telur


Menurut Stadellman (1995), kualitas fisik telur juga ditentukan oleh kuning
telur, warna kuning telur tersebut disebabkan karena adanya kandungan xantofil
pakan diserap dan disimpan dalam kuning telur. Menurut Sudaryani (2003),
kualitas telur secara keseluruhan ditentukan oleh kualitas isi & kulit telur. Oleh
karena itu, penentuan kualitas telur dilakukan pada kedua bagian telur tersebut.
Kualitas telur sebelumnya keluar dari organ reproduksi ayam dipengaruhi
faktor: strain, family, dan individu; pakan, penyakit, umur, dan suhu
lingkungan. Kualitas telur sesudah keluar dari organ reproduksi dipengaruhi
oleh penanganan telur & penyimpanan (lama, suhu, dan bau penyimpanan)
(Anonim, 2011). Menurut Lies Suprapti (2002), kualitas telur ditentukan oleh
beberapa hal, antara lain oleh faktor keturunan, kualitas makanan, sistem
pemeliharaan, iklim, dan umur telur.
a. Unggas yang dihasilkan dari keturunan yang baik & diberi makanan yang
berkualitas, umumnya akan menghasilkan telur yang berkualitas baik.
b. Makanan yang berkualitas dengan komposisi bahan yang tepat, baik, dari
jumlah maupun kandungan nutrisinya akan mempengaruhi pertumbuhan &
kesehatan unggas. Sehingga menghasilkan telur yang berkualitas.
c. Sistem pemeliharaan antara lain berkaitan dengan kebersihan atau sanitasi
kandang & lingkungan di sekitar kandang. Sanitasi yang baik akan
menghasilkan telur yang baik pula.
d. Iklim disekitar lokasi kandang akan sangat mempengaruhi kehidupan unggas
yang dipelihara. Iklim akan sangat mendukung kesehatan dan laju
pertumbuhan unggas.
e. Umur telur yang dimaksud adalah umur telur setelah dikeluarkan oleh
unggas. Secara umum, telur memiliki masa simpan 2 – 3 minggu. Telur yang
disimpan melebihi jangka waktu penyimpanan segar tersebut tanpa
mendapatkan penanganan pengawetan, akan mengalami penurunan kualitas
yang menuju kearah pembusukan. Kualitas telur secara keseluruhan
ditentukan oleh kualitas isi telur.
Kualitas isi telur dapat dikategorikan baik jika tidak terdapat bercak darah
atau bercak lainnya, belum pernah dierami yang ditandai dengan tidak adanya
bercak calon embrio, kondisi putih telurnya masih kental & tebal, serta kuning
telurnya tidak pucat. Telur segar memiliki ruang udara (air cell) yang lebih
kecil dibandingkan telur yang sudah lama (Anonim, 2011).
3. Faktor Kerusakan Telur
Dari beberapa penelitian yang dilakukan para ahli, misalnya Haryoto (1996),
Muhammad Rasyaf (1991), dan Antonius Riyanto (2001), menyatakan bahwa
kerusakan isi telur disebabkan adanya CO2 yang terkandung didalamnya sudah
banyak yang keluar, sehingga derajat keasaman meningkat. Penguapan yang
terjadi juga membuat bobot telur menyusut, dan putih telur menjadi lebih encer.
4. Tanda-Tanda Kerusakan Telur
Menurut Lies Suprapti (2002), telur yang pernah mengalami penurunan
kualitas, ditandai dengan adanya perubahan–perubahan, antara lain isi telur
yang semula terbagi 2 (kuning & putih) dan kental berubah menjadi cair &
tercampur, timbul bau busuk, bila diguncang berbunyi, timbul keretakan atau
pecah pada kulit luarnya dan bila dimasukkan ke air akan mengapung atau
melayang mendekati permukaan air.
a. Telur terapung
b. Telur malayang
c. Telur tenggelam
Telur yang tenggelam sehingga menyentuh dasar wadah menunjukan bahwa
kondisi telur masih sangat bagus (masih baru). Apabila telur tersebut digoyang–
goyang dan terasa ada guncangan atau pukulan benda berat didalamnya, berarti
telur tersebut sudah pernah dierami beberapa waktu dan sudah terbentuk janin
didalamnya. Telur yang melayang, menunjukan bahwa telur mulai mengalami
penurunan kualitas, semakin mendekati permukaan menunjukan bahwa tingkat
kerusakannya semakin tinggi. Telur yang sudah terapung, menunjukan bahwa
telur tersebut sudah rusak parah (Anonim, 2011).
5. Penyebab Kerusakan Telur
Menururt Lies Suprapti (2002), beberapa hal yang dapat menyebabkan
kerusakan atau penurunan kualitas pada telur, antara lain dibiarkan atau
disimpan di udara terbuka melebihi batas waktu kesegaran (lebih dari 3
minggu), pernah jatuh atau terbentur benda kasar/sesama telur sehingga
menyebabkan kulit luarnya retak atau pecah, mengalami guncangan keras,
terserang penyakit (dari unggas), pernah dierami namun tidak sampai menetas
dan terendam cairan cukup lama.
G. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan Pada Telur
1. Pemilihan Bahan Baku (Telur)
Tindakan pengumpulan telur dilakukan dengan memilih telur yang bersih
dan tidak retak dengan dikumpulkan menjadi satu berdasarkan ukuran pada
wadah yang aman dan anti gores. Pengumpulan ini berhubungan erat dengan
pencemaran karena telur akan dikumpulkan menjadi satu dengan telur-telur
yang lain yang terkadang pada kulit-kulit telur terdapat kotoran unggas,
sehingga dapat mencemari telur yang kondisinya bersih (Yuwanta, 2010).
2. Penyimpanan Bahan Baku Makanan (Telur)
Menurut Paula Figoni (2008), penyimpanan telur memegang peran penting
dalam menjaga kualitas telur. Faktor – faktor yang perlu diperhatikan adalah:
a. Menyimpan telur dengan suhu 12-15° C dan kelembapan 70–80 %.
b. Ruang penyimpanan telur jauh dari benda–benda yang berbau tajam
(misalnya seperti bawang).
3. Pengolahan Makanan (Telur)
Tindakan pengolahan pada telur dapat dilakukan dengan melakukan
pengawetan pada telur dengan tujuan mempertahankan mutu telur. Tujuan
pengawetan ini untuk mempertahankan mutu telur, bukan memperbaiki mutu.
Prinsip pengawetan tersebut adalah mencegah penguapan kandungan air (H2O)
dan karbondioksida (CO2) yang terdapat di dalam telur, serta memperlambat
kegiatan dan perkembangan mikroorganisme. Secara teknis dan ekonomis, cara
pengawetan telur sebaiknya dipilih cara yang mudah dan cepat, murah biayanya
dan bahan cukup tersedia atau mudah disediakan. Beberapa alternatif
pengawetan telur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Perendaman (Immersion in Liquid)
Pengawetan ini dilakukan dengan cara merendam telur segar dalam
larutan yang dapat menutup pori-pori kerabang, sekaligus bersifat antiseptik.
Lebih bagus bila penyimpanannya ditempatkan di ruangan bersuhu rendah.
Larutan yang digunakan untuk merendam telur diantaranya berupa larutan
air kapur, larutan air garam, ekstrak kulit acasia dan ekstrak daun jambu biji.
b. Penggunaan Suhu Rendah (Cold Store)
Pengawetan telur yang baik dengan kelembaban udara yang tinggi dan
suhu yang rendah. Temperatur yang rendah dan kelembapan udara yang
tinggi terhadap telur dapat memperlambat kecepatan penggepengannya putih
telur. Untuk menyimpan dalam waktu lama dianjurkan telur disimpan pada
suhu rendah antara -0,6 sampai -1,7 0C. Kelembapan yang diperlukan 80
sampai dengan 85 %, sebab jika terlalu tinggi akan mengakibatkan
permukaan telur berjamur. Akan tetapi apabila kelembaban berkurang, lebih
rendah dari 80 % akan mengakibatkan penguapan air dari dalam telur.
c. Penutupan Kulit Telur dengan Bahan Pengawet (Shell Sealin)
Lazimnya bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengawetan ini antara
lain: Parafin cair, Natrium Silikat (water glass) dan bahan-bahan kimia lain
yang bersifat tidak merusak kesegaran dan mutu telur seperti borat,
permanganate, benzoate dan lain-lain (Dinas Peternakan dalam Yuwanta,
2010).
d. Penyimpanan Makanan Jadi
Setelah dilakukan pengolahan dalam hal ini berupa pengawetan pada telur
dan proses pengangkutan telur yang aman dan hygienis maka perlu
dilakukan tindakan penyimpanan pada telur dengan menyimpan telur di
tempat yang harus bebas dari bau atau uap-uap kertas seperti uap (bau) dari
minyak tanah, kreolin, cat tembok, dan sebagainya. Hakekatnya upaya
penyimpanan telur ditujukan untuk memperpanjang daya simpan telur atau
mencegah merosotnya mutu (kerusakan) telur. Tata cara menyimpan telur
dengan meletakkan bagian ujung yang tumpul di sebelah atas dan bagian
yang lancip di bagian yang bawah merupakan cara menyimpan yang benar.
Tindakan penyimpanan telur yang salah dapat menyebabkan infeksi
Salmonella. Telur yang telah disimpan lebih awal harus digunakan lebih
awal. Penyimpanan telur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Suhu penyimpanan yang berkaitan dengan kecepatan perubahan kualitas
0
telur, sebagai contoh: telur yang disimpan pada suhu 38 C akan
mengalami perubahan mutu dalam 3 hari, sedangkan bila disimpan pada
suhu 16 0C perubahan yang sama akan terjadi dalam 3 minggu.
2) Kelembaban lingkungan penyimpanan telur sebaiknya sekitar 70–95 %.
Kelembaban terlalu rendah (kurang dari 75 %) memungkinkan terjadinya
kehilangan air dan pembesaran kantung udara, sebaliknya apabila
kelembaban terlalu tinggi (lebih dari 90 %) dapat mempercepat timbulnya
kapang.
Menyimpan telur di suhu dingin dilakukan untuk menghambat atau
memperlambat pertumbuhan mikroba, termasuk juga patogen yang mungkin
mengkontaminasi isi telur. Bakteri Salmonella yang terdapat pada telur dapat
tumbuh dan berkembang biak pada suhu 10 0C, sehingga untuk mengurangi
risiko perkembangbiakan bakteri tersebut maka penyimpanan telur
sebaiknya dilakukan pada suhu kurang dari 7,5 0C. Telur yang telah
disimpan di refrigerator (suhu dingin), tidak boleh dikeluarkan dan
diletakkan di suhu ruang untuk waktu yang lama. Peningkatan suhu dari
suhu dingin (refrigerator) ke suhu ruang menyebabkan kulit telur
‘berkeringat’ dan mempercepat proses pertumbuhan mikroba (Syamsir
dalam Yuwanta, 2010). Menyimpan telur di dalam lemari pendingin (kulkas)
dapat dilakukan untuk mencegah kebusukan pada telur. Penyimpanan telur
pada lemari pendingin mampu memperpanjang “usia” telur hingga tiga
minggu lamanya dibanding penyimpanan dilakukan pada suhu ruang
(Goestana dalam Yuwanta, 2010). Beberapa aturan tentang penyimpanan
telur yang perlu diketahui, diantaranya:
1) Posisi telur di lemari pendingin Telur yang disimpan di kulkas dalam
keadaan utuh bercangkang perlu dibalik posisinya agar kuning telur tidak
tembus ke dalam putih telur. Posisi ini memungkinkan kuning telur tetap
berada di tengah dan tidak pecah. Bila saat diguncang telur berbunyi,
artinya terdapat bagian telur yang pecah. Sebelum mulai menyimpan,
telur sebaiknya dibersihkan dengan lap bersih tidak dengan mencucinya
karena mencuci telur hanya akan mempercepat pembusukan yang
disebabkan kulit telur berpori (Goestana dalam Yuwanta, 2010).
2) Bakteri tetap hidup di lemari pendingin Saat menyimpan telur di dalam
kulkas, perlu dipastikan bahwa telur dalam kondisi tidak retak atau
dibiarkan dalam keadaan pecah terbuka tanpa plastik. Hal ini
dikarenakan, berbagai kuman termasuk Salmonella penyebab typhus
hanya dalam keadaan dorman saat di dalam lemari pendingin (Goestana
dalam Yuwanta, 2010).
e. Pengangkutan Makanan (Telur)
Transportasi telur diperlukan selama melewati jalur pemasaran dimulai
dari peternak ke pedagang, dari daerah produsen ke daerah konsumen, dan
dari grosir ke para pengecer. Dalam proses pengangkutan perlu diperhatikan
mengenai sarana dalam hal ini alat angkut yang digunakan untuk
mengangkut telur yang harus hygienis dari berbagai sumber cemaran
sehingga telur bebas kontaminasi utamanya kontaminasi biologis oleh
mikroorganisme. Selain itu dalam proses pengangkutan juga perlu
memperhatikan aspek keamanan dimana alat angkut yang digunakan harus
dapat menghindarkan adanya telur yang pecah atau rusak sehingga untuk
pengangkutannya dapat menggunakan wadah berupa peti kayu yang
didalamnya dialasi dengan tumpukan jerami atau dapat pula menggunakan
egg tray.
f. Penyajian dan Pengemasan Makanan (Telur)
Telur konsumsi yang siap untuk dipasarkan disajikan dan dikemas dengan
rapi sehingga dapat menarik konsumen dimana pengemasan dapat dilakukan
baik secara kemasan eceran (dalam jumlah sedikit) yang dikemas dengan
plastik, maupun secara kemasan partai dengan nampan telur (egg tray) dan
kotak kayu atau keranjang. Sedangkan untuk kemasan telur yang terdapat di
pusat perbelanjaan atau supermarket biasanya lebih modern dan memenuhi
standard khusus dimana telur tidak akan mudah pecah atau retak. Dalam hal
ini, pengemasan telur dengan menggunakan egg tray, kotak kayu, plastik,
maupun keranjang bertujuan untuk menjaga keamanan dan kehygienisan
telur dimana telur tidak akan pecah atau retak sehingga dapat terhindar dari
kontaminasi mikroorganisme yang masuk ke dalam telur melalui kulit telur
yang pecah atau retak tersebut. Oleh karena itu, adanya upaya penyajian dan
pengemasan yang baik dapat mempertahankan mutu telur selama proses
pemasaran berlangsung yang dimulai dari peternak ke pedagang, dari daerah
produsen ke daerah konsumen, dan dari grosir ke para pengecer hingga
konsumen (Anonim, 2008).

H. Pengawetan Telur
Pengawetan bertujuan mencegah pemecahan sel oleh enzim dalam bahan
pangan itu sendiri (autolisis) dan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
merusak pangan seperti bakteri, jamur dan khamir (Gaman dan Sherrington,
1994). Daya simpan telur sebagai bahan pangan perlu dipertahankan agar tetap
mempunyai kualitas yang tinggi dengan melakukan pengawetan yang benar karena
dengan pengawetan maka proses kerusakan atau perubahan-perubahan di dalam
telur dapat diperlambat. Faktor-faktor yang menyebabkan telur cepat mengalami
kerusakan diantaranya adalah terjadinya proses penguapan, hilangnya CO2 melalui
pori-pori kulit telur dan masuknya mikroorganisme ke dalam telur yang akan
menguraikan protein yang terdapat di dalam telur.
Pengawetan telur dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah
pengawetan telur terbuka dan tertutup. Pengawetan telur tertutup adalah
pengawetan telur utuh dengan cara menyimpan dalam lemari pendingin suhu 4-10
ºC, pengepakan kering (dry packing), pencelupan telur dengan cairan atau larutan
seperti air kapur, air garam, minyak kelapa, parafin, larutan teh hitam dan ekstrak
daun jambu biji, dan pemanasan sekilas dalam air mendidih selama lima detik.
Pengawetan telur terbuka adalah pengawetan isi telur yang dapat dilakukan dengan
cara pan drying, spray drying, dan penyimpanan beku. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam pengawetan telur diantaranya telur harus segar dan kerabang
tidak retak (Yuwanta, 2010).
Salah satu bentuk pengawetan telur tertutup yakni pengawetan telur dengan
cara diasinkan (telur asin). Keuntungannya adalah telur yang diasinkan bersifat
stabil, dapat disimpan tanpa mengalami proses Perusakan. Selain itu, dengan
pengasinan rasa amis telur akan berkurang tidak berbau busuk, dan rasanya enak.
Asin tidaknya telur asin dan keawetannya, sangat tergantung pada kadar garam
yang diberikan. Semakin tinggi kadar garam, akan semakin awet telur yang
diasinkan, tetapi rasanya akan semakin asin. Telur asin matang tahan selama 2-3
minggu, sedangkan pembubuhan larutan teh dalam adonan pengasin dapat
meningkatkan ketahanan telur asin sampai 6 minggu. Penggunaan ekstrak daun teh
bertujuan agar zat tanin yang terkandung dalam daun teh dapat menutupi pori-pori
kulit telur serta memberikan warna coklat muda yang menarik dan bau telur asin
yang dihasilkan lebih disukai (Yuwanta, 2010).

I. Kualitas Telur
Kualitas telur dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu kualitas telur
bagian luar (eksternal) dan kualitas telur bagian dalam (internal). Kualitas telur
internal meliputi indeks yolk (kuning telur), indeks albumen (putih telur), pH kuning
eksterior meliputi bentuk telur, berat telur, kebersihan kerabang. Penentuan secara
dan putih telur, warna kuning telur dan keadaan rongga udara serta nilai Haugh Unit .
Standar telur ayam dari luar meliputi berat, volume, berat jenis, lingkar panjang,
lingkar lebar, indeks telur dan luas permukaan .
1. Kualitas Ekternal Telur
a. Berat/Bobot Telur
Telur ayam ras yang normal mempunyai berat 57,6 g per butir dengan
volume sebesar 63 cc (Rasyaf, 2004). Bentuk telur dipengaruhi oleh
bentuk oviduct pada masing-masing induk ayam, sehingga bentuk telur yang
dihasilkan akan berbeda pula. Bentuk telur biasanya dinyatakan dengan suatu
ukuran indeks bentuk atau shape index yaitu perbandingan (dalam persen)
antara ukuran lebar dan panang telur. Ukuran indeks utuk telur yang baik
adalah sekitar 70-75
Telur ayam segar untuk konsumsi terdapat standar bobot telur sebagai
berikut :
1) Kecil (<50 g)
2) Sedang (50 g sampai dengan 60 g)
3) Besar (>60 g)
b. Bentuk Telur
Bentuk telur dapat ditentukan dengan indeks telur yaitu perbandingan
antara lebar (diameter) telur dengan panjang telur dikalikan 100. Bentuk telur
yang baik mempunyai indeks telur sebesar 74 (Indratiningsih dan Rihastuti,
1996). Bentuk telur ada lima macam yaitu sperical ( spheris), elliptical (ellips
),biconical ( biconus ), conical (conus) dan oval
c. Kerabang Telur
Kerabang menentukan dalam kualitas telur secara eksternal, seperti
retaknya kerabang, tekstru kerabang, warna kerabang dan kebersihabn
kerabang
klasifikasi telur berdasarkan bentuk dan tekstur kerabang menjadi
tiga, yakni sebagai berikut :
1. Normal, yaitu kerabang telur memiliki bentuk normal termasuk
tekstur dan kekuatan kerabang. Pada kerabang tidak ada bagian yng
kasar sehinga tidak berpengaruh pada bentuk, tekstur dan kekuatan
kerabang
2. Sedikit normal, yaitu pada kerabang telur ada bagian yang
bentuknya tidak/ kurang beraturan. Pada krabang ada bagian yang
sedikit kasar tetapi tidak terdapat bercak-bercak.
3. Abnormal yaitu bentuk kerabang tidak normal, tekstur kasar,
terdapat bercak-bercak dan bagian yang kasar pada kerabang.
d. Grade Telur
Menurut U.S. Department of Agriculture, secara standard umum, telur
memiliki 3 grade (tingkat kualitas) yaitu grade AA, grade A, & grade B.
Perbedaan utama dalam grade AA & grade A dilihat dari kekukuhan
(firmness) dari kuning telur, putih telur dan ukuran dari rongga udara. Telur
dalam grade AA & A biasanya digunakanuntuk menggoreng & merebus
karena telur dapat mempertahankan tekstur daritelur. Grade B ada
kemungkinan memiliki satu atau beberapa cacat didalamnya (misalnya seperti
kulit telur yang ter noda, memiliki rongga udara yang besar, telur putih yang
terlalu ber air, ada sedikit bercak darah di dalam putih telur, atau telur kuning
yang melebar).
e. Volume Telur
Berat telur juga mempunyai hubungan dengan volume telur. Berat dan
volume telur dapat dihubungkan dengan rumus V = 0,913.W. Volume atau isi
telur ini meliputi kuning telur dan putih telur dan dapat digunakan sebagai
prediksi kebutuhan telur yang mampu dikonsumsi disuatu daerah.

2. Kualitas Internal Telur


a. Indeks Albumen
Indeks albumen adalah perbandingan tinggi albumen dengan
setengah jumlah dari panjang dan lebar albumen dikalikan 100 persen
(Anonimus, 2001). Menurut Buckle et al. (1978), indeks albumen bervariasi
antara 0,054 sampai dengan 0,174. Apabila telur disimpan, makin lama indeks
albumen akan menurun dan semakin kecil, ini disebabkan karena putih telur
semakin encer , penyimpanan dan pemecahan ovomucin yang di percepat
pada pH yang tinggi
b. Indeks Yolk
Indeks yolk dihitung dengan perbandingan antara tinggi yolk dengan
diameter rata-rata yolk dikalikan seratus persen (Anonimus, 2001). Indeks
yolk yang baik berkisar antara 0,40 sampai 0,42, apabila telur terlalu lama
disimpan, maka indeks yolk menurun menjadi 0,25 atau kurang. Hal ini
disebabkan kuning telur semakin encer dan semakin lebar telurnya yang baru
mempunyai indeks yolk sebesar 0,30 sampai dengan 0,50. Dengan
bertambahnya umur telur, indeks kuning telur akan menurun akibat
bertambahnya ukuran garis tengah kuning telur sebagai akibat perpindahan air
c. Warna Yolk
Warna kuning telur ditentukan oleh pigmen xantofil yang berasal
dari pakan, terutama jagung kuning. Pigmen tersebut diserap usus,
selanjutnya diangkut dan disimpan dalam kuning telur. Faktor lain yang
menentukan warna yolk adalah strain, coccidiosis dan stressTelur yang
dihasilkan oleh ayam berproduksi tinggi bagian kuning telurnya berwarna
lebih muda dibandingkan telur yang berasal dari ayam berproduksi rendah,
karena pigmen yang diperoleh dari pakan dibagikan merata pada sejumlah
telur yang dihasilkan (Sarwono, 1994).
d. Tebal Kerabang
Tebal kerabang Ketebalan kerabang telur yang berwarna putih berbeda
dengan kulit telur yang berwarna coklat. Ketebalan kulit telur berwarna putih
0,44 mm, sedangkan yang berwarna coklat 0,51 mm. Semakin tua umur ayam
maka semakin tipis kerabang telurnya, hal ini terjadi karena ayam tidak
mampu untuk memproduksi kalsium yang cukup guna memenuhi kebutuhan
kalsium dalam pembentukan kerabang telur. Kerabang telur yang tipis relatif
berpori (porous) lebih banyak dan besar, sehingga mempercepat turunnya
kualitas telur yang terjadi akibat penguapan (Haryono, 2000).
e. Rongga Udara (Air Cell)
Rongga udara berguna sebagai tempat memberi udara sewaktu embrio
bernafas. Makin lama kantong udara, umur telur relatif makin lama.
Membesarnya rongga udara disebabkan oleh menguatnya air di dalam isi telur

f. Nilai Haugh Unit


Haugh unit ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu
merupakan korelasi antara bobot telur (gram) dengan tinggi putih telur (mm).
Semakin lama telur disirnpan, semakin besar penunman HU nya, indeks putih
telur dan berkurangnya bobot telur karena terjadi penguapan air dalam telur
hingga kantong udara bertambah besar (Haryono, 2000). Nilai HU bervariasi
antara 20 – 110 dan pada telur yang baik antara 50 – 100. Nilai HU ini
tergantung dari umur ayam. Di Amerika Serikat nilai dari HU ini kemudian
digunakan sebagai indikator terhadap kualitas isi telur dan diklasifikasikan
kedalam 4 klas yaitu :
Tabel 1 Standar Nilai HU di Amerika Serikat
Kelas AA A B C

HU >79 79>u>55 55>u>31 u<31

Sumber : yuwanta, 2010


BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai