Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

COATS’ DISEASE

Pembimbing :

dr. Nanik Sri Mulyani, Sp.M

Disusun oleh :

Benita Arini Kurniadi

406162073

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO SEMARANG
PERIODE 19 MARET-21 APRIL 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah
satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu
Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah K.R.M.T. Wongsonegoro
Semarang periode 19 Maret-21 April 2018.

Nama : Benita Arini Kurniadi


NIM : 406162073
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tarumanagara
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Mata
Periode : 19 Maret-21 April 2018
Judul : Coats’ Disease
Pembimbing : dr. Hj. Nanik Sri Mulyani, Sp.M

Telah diperiksa dan disahkan tanggal :

Pembimbing,

dr. Hj. Nanik Sri Mulyani, Sp. M

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata, dengan judul Coats’ Disease.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
pembimbing penulis, dr. Hj. Nanik Sri Mulyani, Sp.M atas bimbingannya
selama ini, serta kepada seluruh dokter pengajar yang telah bersedia
memberikan kesempatan dan waktunya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih untuk teman –
teman dan keluarga yang selalu memberikan support kepada penulis.
Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan di
RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang. Penulis sadar dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan sarannya agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Semarang, 2018

Benita Arini Kurniadi

406162073

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………….......
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 4
1.1 Anatomi dan Fisiologi Mata ............................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6
2.1. Anatomi
2.2 Coat’s disease
A. Definisi………………………………………………………… 8
B. Epidemiologi……………………………………………….... 8
C. Etiopatologi……………....………………………………….... 8
D. Manifestasi klinis……………………………………………... 9
E. Klasifikasi…………………………………………………..... 10
F. Diagnosa……………………………………………………....... 11
G. Diagnosa Banding…………………………………………... 12
H. Penatalaksanaan………………………………………………... 12
I. Prognosis………………………………………………………... 13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 14
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Coats atau Coats’ disease adalah suatu penyakit yang ditandai
oleh adanya telangiektasis dan aneurisma pembuluh darah retina disertai
dengan eksudat intraretina maupun subretina pada satu mata. Awalnya
penyakit Coats yang diperkenalkan pertama kali oleh George Coats pada
tahun 1908 mempunyai menifestasi klinik yang hampir sama dengan
aneurisma Leber yaitu berupa abnormalitas pembuluh darah retina. Reese
kemudian berpendapat bahwa telengiektasis pembuluh darah retina
(Aneurisma Leber) yang dapat menyebabkan eksudasi retina progresif dan
ablasio retina disebut dengan penyakit Coats. 1,2
Prevalensi penyakit Coats belum pernah dilaporkan hingga saat ini
karena termasuk penyakit yang jarang terjadi. Di Wills Eye Hospital, Amerika
sebesar 150 kasus dengan rata-rata usia 5 - 11 tahun, lebih banyak pada laki-
laki dengan perbandingan 3:1. Penyakit Coats terjadi pada salah satu mata
atau unilateral dengan persentase sebesar 95 %. Penyakit Coats tidak
dipengaruhi oleh ras maupun faktor herediter. 2,3
Penyebab pasti penyakit Coats belum diketahui hingga saat ini namun
terdapat dugaan bahwa penyebabnya adalah kelainan primer dari vaskuler
retina terutama di perifer. Manifestasi klinis penyakit Coats dibagi menjadi
dua yaitu onset dini atau anak usia < 20 tahun dan dewasa ≥ 20 tahun.
Keluhan pada anak-anak biasanya berupa penurunan tajam penglihatan,
strabismus dan leukokoria. Pemeriksaan segmen anterior sebagian besar tidak
memperlihatkan adanya kelainan. Shields1 mengklasifikasikan kelainan
segmen posterior menjadi lima stadium yaitu stadium pertama hanya berupa
telangiektasis pembuluh darah retina, stadium kedua terdapat telangiektasis
dan eksudat, stadium ketiga terdapat ablasio retina eksudatif, stadium
keempat terjadi ablasio retina total dan glukoma sekunder, stadium kelima
merupakan stadium paling akhir dari penyakit Coats. 5
Diagnosis penyakit Coats ditegakkan berdasarkan anamnesis,
manifestasi klinis, pemeriksaan dengan biomikroskopi, oftalmoskop direk dan
indirek. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah angiografi fluoresen fundus (FFA), ultrasonografi dan CT-
scan.6,7 Diagnosis banding penyakit Coats yang paling penting adalah
retinoblastoma. Penatalaksaan penyakit Coats berdasarkan stadiumnya dapat
berupa observasi, fotokoagulasi, krioterapi, drainase cairan subretina dan
enukleasi.8 Prognosis bervariasi tergantung pada tiap stadiumnya.9
Penderita dengan penyakit Coats sering didiagnosis dengan
retinoblastoma padahal penatalaksanaan kedua penyakit tersebut sangat
berbeda. Oleh karena itu, pengetahun tentang gambaran klinik, penegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit Coats harus dapat lebih dipahami
untuk menghindari kesalahan diagnosis dan terapi dengan penyakit lain
terutama retinoblastoma.7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Retina merupakan lapisan tipis, yang melapisi 2/3 bagian dalam dinding
posterior bola mata. Retina membentang dari saraf optik di bagian posterior
hingga ora serrata di bagian anterior, yang kemudian akan berlanjut menjadi
epitel badan siliar. Retina terbagi dua secara garis besar yaitu lapisan epitel
pigmen dan lapisan sensoris. Lapisan epitel pigmen retina (Retinal Pigment
Epithelium / RPE) adalah selapis sel epitel kuboid yang tersusun heksagonal.
Sel-sel epitel ini mendukung dan mempertahankan fungsi segmen luar sel
fotoreseptor, selain itu juga berperan dalam menjaga Blood-Retinal Barrier
dari koriokapilaris. Sedangkan lapisan sensoris retina terdiri dari beberapa
lapisan yang terbagi menjadi beberapa kelompok sel dengan fungsi masing-
masing. Sel fotoreseptor terbagi menjadi segmen luar, segmen dalam dan
sinapsis. 1,4
Gambar 1 : Anatomi Retina

Pada penyakit Coats jaringan anatomi yang terlibat terutama adalah


jaringan vaskuler retina dan sawar darah retina. Jaringan vaskuler retina
terutama berasal dari arteri retina sentralis dan koriokapilaris. Arteri retina
sentralis yang berdiameter 0,3 mm akan berjalan bersama-sama vena retina
sentralis dan beberapa saraf simpatis di dalam papil saraf optik memperdarahi
retina hingga lapisan membran limitan eksterna. Setelah menembus papil
saraf optik, arteri retina sentralis akan bercabang ke superior dan inferior
yang selanjutnya akan bercabang lagi ke bagian nasal dan temporal. Cabang-
cabang arteri retina sentralis akan berjalan pada lapisan serabut saraf retina.
Cabang-cabang arteri tersebut akan terus berjalan ke bawah dan membentuk
jaringan-jaringan kapiler atau plexus. Terdapat dua plexus yaitu inner plexus
yang terletak di lapisan sel ganglion dan outer plexus yang terletak di lapisan
inti dalam (gambar 2). Arteri silioretina yang terletak di dekat papil saraf
optik merupakan anastomosis antara koroid dan retina. Koriokapilaris berisi
pembuluh darah kapiler yang membentuk jaringan padat dan terbentang dari
diskus optikus sampai dengan ora serata.4
Kapiler retina terdiri dari sel endotel yang berbentuk sirkumferensial
dan saling dilekatkan oleh jaringan ikat zonulae occludentes. Jaringan ikat
antar endotel tersebut membentuk sawar darah retina dalam (inner blood
retinal barrier). Sedangkan sawar darah retina luar (outer blood retinal barrier)
dibentuk oleh sel-sel RPE yang saling terikat jaringan ikat. 4
Gambar 2 :
penampang
vaskularisasi
retina18

2.2 Coat’s Disease


A. Definisi
Penyakit
Coats atau Coats’
disease adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya telangiektasis dan
aneurisma pembuluh darah retina disertai dengan eksudat intraretina maupun
subretina pada satu mata.1,2 Awalnya penyakit Coats yang diperkenalkan
pertama kali oleh George Coats pada tahun 1908 mempunyai menifestasi
klinik yang hampir sama dengan aneurisma Leber yaitu berupa abnormalitas
pembuluh darah retina. Reese kemudian berpendapat bahwa telengiektasis
pembuluh darah retina (Aneurisma Leber) yang dapat menyebabkan eksudasi
retina progresif dan ablasio retina disebut dengan penyakit Coats. 1
B. Epidemiologi
Prevalensi penyakit Coats belum pernah dilaporkan hingga saat ini
karena termasuk penyakit yang jarang terjadi. Shields2 melaporkan jumlah
penyakit Coats yang terdiagnosa di Wills Eye Hospital, Amerika sebesar 150
kasus, dengan usia yang bervariasi dari 1 bulan hingga 63 tahun namun
rata-rata berusia 5 hingga 11 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita
penyakit Coats daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Penyakit Coats
terjadi pada salah satu mata atau unilateral dengan persentase sebesar 95
%.4-5 Penyakit Coats tidak dipengaruhi oleh ras maupun faktor herediter. 1,3
C. Etiopatologi

Penyebab pasti penyakit Coats belum diketahui hingga saat ini.


Namun diduga penyebab penyakit Coats adalah sebagai kelainan primer
dari vaskuler. Gambaran histopatologi menunjukkan hilangnya sebagian sel
endotel dan perisit yang akan menyebabkan disorganisasi mural, dilatasi
aneurisma dan telangiektasis pada pembuluh darah retina. 5,6 Hal ini akan
berakibat pada rusaknya struktur dan fungsi sawar darah retina berupa
gangguan permeabilitas pembuluh darah terjadi eksudasi masif subretina
maupun intraretina. Eksudasi masif tersebut berupa kristal kolesterol,
makrofag yang berisi lemak (lipid-laden macrophage) dan sedikit eritrosit.
Kerusakan pembuluh darah meningkatkan Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) sehingga terjadi neovaskularisasi dan menyebabkan
peningkatan resiko terjadinya pendarahan. 6
Dugaan adanya kelainan endokrin juga pernah diungkapkan sebagai
penyebab penyakit Coats karena adanya persamaan histologik antara
endotel membran basalis penyakit Coats dengan diabetes dan kehamilan
yang terkait penyakit vaskuler. Duke dan Woods 3,4 mengemukakan adanya
peran abnormalitas lipid dalam patogenesis penyakit Coats. Black dkk 6
menganalisa mata yang dienukleasi pada penderita penyakit Coats dan
mendapatkan hasil adanya mutasi missense gen Norrie Disease
Pseudoglioma (NPD) di lokasi kromosom Xp11.4. Mutasi gen tersebut akan
mengakibatkan defisiensi protein norrin yang merupakan faktor penting
vaskulogenesis retina, selain itu juga diduga gen CRB1 juga berperan.5
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik penyakit Coats terbagi menjadi dua yaitu onset
dini (early onset) anak usia < 20 tahun dan onset dewasa ≥ 20 tahun. Pada
anak-anak manifestasi klinisnya lebih parah dibandingkan dewasa.3,8
Keluhan pada pasien dewasa biasanya bersifat asimtomatis, tidak ada
leukokoria dan tidak ada penurunan visus. Pada umumnya keluhan
penurunan tajam penglihatan pada pasien dewasa terjadi setelah diagnosis
ditegakkan. Sedangkan pada anak-anak, keluhan penurunan tajam
penglihatan paling sering terjadi selain strabismus dan lekokoria. 4-5 Onset
dewasa sering dihubungkan dengan hiperkolesterolemi namun hal ini tidak
terjadi pada pasien anak-anak. Penyakit Coats dilaporkan pernah terjadi
pada wanita vegetarian dimana kadar kolesterol dan terigliseridanya sangat
rendah.8
Pemeriksaan klinis menunjukkan 90% segmen anterior yang
normal, namun dapat pula terjadi udem kornea, bentukan lemak di dalam
bilik mata depan, neovaskularisasi iris dan pendangkalan sudut bilik mata
depan.6 Segmen posterior menggambarkan adanya telengiektasis retina
berupa dilatasi kapiler, kapiler yang berkelok-kelok dan bergerombol
membentuk filigreelike appearance disertai dengan aneurisma.8 Adanya
abnormalitas vaskuler retina tersebut menyebabkan eksudasi berwarna
kekuningan karena terdiri dari kristal kolesterol, makrofag yang berisi
4-5
lemak (lipid-laden macrophage) dan sedikit eritrosit. Deposisi lemak
biasanya bersifat masif dan difus pada onset anak-anak (gambar 3)
sedangkan pada pasien dewasa deposisi lemaknya bersifat lokal dan
terbatas.8 Khurana dkk21 melaporkan adanya nodul subfovea. Pada
beberapa kasus penyakit Coats. Nodul tersebut merupakan nodul fibrotik
hasil resolusi eksudat makula setelah terapi telengiektasis retina. (gambar
4).

Gambar 3: nodul fibrotik subfeva21


Gambar 4 : Telengiektasis dan eksudat masif4
E. Klasifikasi
Shields5 mengklasifikasikan gambaran klinis penyakit Coats menjadi
lima stadium agar dapat menentukan terapi dan prognosisnya. Stadium
pertama hanya berupa telangiektasia retina yaitu gambaran anomali kapiler
retina. Stadium kedua menunjukkan telangiektasia retina dan eksudasi.
Eksudasi ini dibedakan lagi berdasarkan lokasinya yaitu eksudasi ekstrafoveal
(stadium 2A) dan eksudasi foveal (stadium 2B). Stadium ketiga terdiri dari
stadium 3A yaitu gambaran ablasio retina eksudatif subtotal dimana stadium
3A dibagi lagi menjadi daerah ekstrafovea dan daerah fovea, sedangkan pada
stadium 3B terjadi ablasio retina eksudatif total. Stadium keempat
menunjukkan adanya ablasio retina total disertai dengan komplikasi
glaukoma sekunder. Stadium kelima merupakan stadium akhir penyakit Coats
yaitu berupa kebutaan (No Light Perception/NLP) biasanya disertai dengan
ptisis bulbi.
F. Diagnosis
Diagnosis penyakit Coats ditegakkan melalui anamnesis, manifestasi
klinis, pemeriksaan dengan slitlamp biomikroskopi, oftalmoskop direk dan
indirek. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah angiografi fluoresen fundus (FFA), ultrasonografi (USG)
dan sitologi.7
Gambaran FFA pada pasien dewasa dan anak-anak menunjukkan
gambaran yang sama yaitu pelebaran pembuluh darah berupa dilatasi
aneurisma sakular (light-bulb appearance), telangiektasis dan kebocoran pada
daerah tersebut (gambar 5). Selain itu, FFA juga dapat berfungsi
menentukan lokasi kebocoran vaskuler sehingga berguna dalam terapi
fotokoagulasi maupun krioterapi. Ultrasonografi (USG) memberi gambaran
adanya ablasio retina eksudatif disertai dengan spike di daerah intraretina
maupun subretina karena adanya eksudat (gambar 6). Pemeriksaan sitologi
dari cairan subretina menunjukkan adanya kristal kolesterol, makrofag berisi
lemak dan pigmen serta sedikit eritrosit.5,6

Gambar 5. Gambaran USG


Gambar 6. Gambaran fluoresin angiografi

G. Diagnosa Banding
Diagnosis banding penyakit Coats berdasarkan gejala klinis yang
hampir sama yaitu penurunan tajam penglihatan dan lekokoria adalah
terbanyak retinoblastoma, dan yang lainnya antara lain persistent hiperplastic
primary vitreous (PHPV), retinopathy of prematurity (ROP), katarak
kongenital dan penyakit Norrie. Sedangkan diagnosis banding lain
berdasarkan gambaran fundus yaitu oklusi pembuluh vena retina, diabetik
retinopati, penyakit Eales, idiopathic juxtafoveal telangiectasia. Anamnesis
penyakit Coats tidak didapatkan adanya riwayat penyakit seperti ini pada
keluarga, sedangkan pada retinoblastoma terdapat riwayat penyakit keluarga.
Pemeriksaan segmen anterior pada umumnya memberikan gambaran yang
normal pada penyakit Coats dan retinoblastoma namun beberapa kasus
penyakit Coats menunjukkan gambaran kolesterolosis segmen anterior. 7,8
Manifestasi klinis segmen posterior merupakan gambaran yang penting
dalam membedakan kedua penyakit tersebut. Pada retinoblastoma terdapat
bentukan sel-sel inflamasi berwarna putih dan berkelompok membentuk
snowballs, sedangkan vitreus jernih pada penyakit Coats. Eksudasi retina
berwarna kekuningan yang kadang disertai dengan kristal kolesterol terdapat
pada penyakit Coats. 7,8
Pemeriksaan penunjang seperti USG, CT scan dan MRI sangat
membantu dalam membedakan penyakit Coats dengan retinoblastoma. Pada
retinoblastoma, USG akan memberi gambaran adanya massa intraokuler di
bawah ablasio retina dan kemungkinan adanya hiperkalsifikasi. CT scan juga
memberikan gambaran hiperkalsifikasi pada area intraokuler tumor. MRI
menunjukkan hiperintesitas T1 dan hipointensitas T2 pada retinoblastoma,
sedangkan proses eksudatif seperti penyakit Coats gambaran intensitas TI dan
T2 adalah sama.7,8
H. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan penyakit Coats adalah mencegah progresifitas
penyakit dan mempertahankan tajam penglihatan dengan terapi agresif
terhadap kebocoran kapiler retina untuk mencegah eksudasi daerah makula.
Shields lebih lanjut menguraikan penatalaksanaan penyakit Coats berdasarkan
stadiumnya. Penatalaksaan penyakit Coats terdiri dari observasi, laser
fotokoagulasi, krioterapi dan tindakan bedah.9,10
Observasi dilakukan pada stadium 1 dan 5 karena pada stadium 1 hanya
terjadi kelainan telangiektasia saja dan stadium 5 merupakan stadium akhir
penyakit Coats dimana sudah terjadi kebutaan. Tindakan laser fotokoagulasi
dan krioterapi efektif untuk menghancurkan telangiektasia vaskuler retina.
Shields5 berpendapat bahwa laser fotokoagulasi terbatas hanya dilakukan
pada stadium 2 dan 3A, sedangkan krioterapi dapat dilakukan pada stadium
2A, 2B, 3A dan 3B. 9,10
Penatalaksanaan bedah untuk melekatkan kembali lapisan retina pada
RPE, dapat dilakukan dengan drainase cairan subretina, pemasangan sabuk
sklera atau scleral buckle, vitrektomi dan silicon oil. Pada kasus-kasus lanjut
dan berat Yoshizumi14 dkk menyarankan tindakan vitrektomi disertai drainase
cairan subretina dan kolesterol, diatermi intraokuler dengan laser
fotokoagulasi dan injeksi silicon oil untuk melisis telengiektasis vaskuler.
Sedangkan Kranias dan Krebs21 lebih agresif dalam penanganan stadium
lanjut penyakit Coats yaitu dengan melakukan vitrektomi, drainase cairan
subretina, membrane peeling dan retinopeksi pneumatik. Enukleasi dilakukan
atas indikasi gejala nyeri akut pada mata baik oleh karena glaukoma
neovaskuler maupun dugaan adanya retinoblastoma. Pada umumnya
enukleasi ini dilakukan pada stadium 4. 9,10
I. Prognosis
Prognosis penyakit Coats tergantung pada stadiumnya.4-5 Stadium 1
dan 2 pada umumnya baik bila eksudasi tidak terlalu meluas meskipun pada
stadium 2B terdapat eksudat di daerah fovea. Stadium 3 hingga stadium 5
mempunyai prognosis yang buruk karena sudah terjadi ablasio retina dan
komplikasi lain seperti glaukoma sekunder. Budning dkk 11 menyatakan
bahwa prognosis visual penderita penyakit Coats tergantung pada luasnya
jaringan retina perifer yang terlibat dan ada tidaknya ablasio retina.

DAFTAR PUSTAKA
1. Halter JA. Coats’ disease. In : Ryan SJ, editor. Retina 3rd ed. St Louis : CV Mosby
; 2001. p. 1441-7
2. Shields JA, Shields CL, Honavar SG, Demirci H. Clinical variations and
complications of Coats disease in 150 cases : the 2000 Sanford Gifford Memorial
Lecture. Am J Ophthalmol. 2001;131:561- 71
3. Shields JA, Shields CL, Honavar SG, Demirci H, Cater J. Classification and
management of Coats disease : the 2000 Proctor Lecture. Am J Ophthalmol.
2001;131:572-83
4. Ilyas SH. Anatomi dan Fisiologi Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2005. Hal. 1-12
5. Black GC, Perveen R, Bonshek R, Cahill M, Clayton-Smith J, Lloyd IC, et al.
Coats’ disease of the retina ( unilaterla retinal telangiectasia ). Hum Mol Genet
1999;8(11):2031-5
6. Smithen LM, Brown GC, Brucker AJ, Yannuzi LA, Klais CM, Spaide RF. Coats’
disease diagnosed in adulthood. Ophthalmology 2005;112:1072-8
7. Shields JA, Shields CL. Differentation of Coats’ disease and retinoblastoma. J
Pediatric Ophthalmol Starbismus. 2001;38:262-6
8. Jonas JB, Holbach LM. Clinical-pathologic correlation in Coats’ disease. Graefe’s
Arch Clin Exp Ophthalmol 2001;239:544-5
9. Kranias G, Krebs TP. Advanced Coats’ disease succesfully managed with vitreo-
retinal surgery. Eye 2002;16:500-1
10. Khurana RN, Samuel MA, Murphree AL, Loo RH, Tawansy KA. Subfoveal
nodule in Coats’ disease. Clin Exp Ophthalmol 2005;33:301-2
11. Budning, Silodor SW, Augsburger JJ, Shields JA, Tasman W. Natural history and
management of advanced Coats’ disease. Ophthalmic Surg 1988; :89-93

Anda mungkin juga menyukai