Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN DI RUMAH SAKIT ROEMANI

MUHAMMADIYAH KOTA SEMARANG PERIODE


11 FEBRUARI 2019 – 11 APRIL 2019

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


mencapai derajat Ahli Madya Farmasi (A.Md Farm)

Disusun Oleh :
Ditya Novanda Sari
A1162028

AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA


SEMARANG
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN


DI RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG
Periode 11 Februari – 11 April 2019

Disusun oleh :
Ditya Novanda Sari
A1162028

Telah disusun dan disahkan :


Pada Tanggal

Pembimbing Akademik Pembimbing


Praktik Kerja Lapangan Praktik Kerja Lapangan

Sri Suwarni, M.Sc., Apt Muzaroh Sarwanto, S.Si., Apt


NIP : 060707084 NIP : 00983

Mengetahui,

Direktur Akademi Farmasi Nusaputera

Yithro Serang, M.Farm., Apt.


NIP : 060707083

Tim Penguji :

Ketua : Muzaroh Sarwanto, S.Si., Apt ....…………….

Anggota : Sri Suwarni, M.Sc., Apt ……………….

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

Berkat dan Rahmat – Nya sehingga Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Rumah

Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang pada tanggal 11 Februari 2019

sampai dengan 11 April 2019 telah dilaksanakan dengan baik.

Praktik Kerja Lapangan di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai

derajat Ahli Madya di Akademi Farmasi Nusaputera Semarang dengan harapan

agar setiap calon Tenaga Teknis Kefarmasian mendapatkan pengalaman dan

pengetahuan tentang peran Tenaga Teknis Kefarmasian di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih

kepadapara pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan moril dan pengetahuan kepada kami selama pelaksanaan Praktik

Kerja Lapangan di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Kami

ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Muzaroh Sarwanto, S. Si., Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Roemani Muhammadiyah.

2. Ibu Novi Raharjiyanti, S. Farm., Apt selaku Kepala Pelayanan Farmasi Rumah

Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.

3. Ibu Enggar Budi S, S. Farm., Apt selaku Kepala Gudang Farmasi Rumah

Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.

4. Bapak Yithro Serang, M. Farm., Apt selaku Direktur Akademi Farmasi

Nusaputera Semarang.

iii
5. Ibu Sri Suwarni, M.Sc., Apt selaku Dosen pembimbing dalam Pelaksanaan

Praktek Kerja Lapangan.

6. Seluruh Staf dan Karyawan / Karyawati di Rumah Sakit Roemani

Muhammadiyah Semarang yang telah banyak meluangkan waktunya untuk

memberikan pengetahuan dan pengalaman selama Praktek Kerja Lapangan.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil

yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang kami peroleh

selama kami menjalani Praktik Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi rekan –

rekan dan semua pihak yang membutuhkan khususnya Tenaga Teknis

Kefarmasian.

Semarang, April 2019

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................. Error! Bookmark not defined.


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan ................................................................. 3
BAB II GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT ........................................................ 4
A. Tinjauan Pustaka Rumah Sakit ................................................................. 4
1. Definisi Rumah Sakit ............................................................................. 4
2. Fungsi dan Tugas Rumah Sakit ............................................................. 4
3. Klasifikasi Rumah Sakit ......................................................................... 5
4. Struktur Organisasi .............................................................................. 11
5. Komite atau Tim Farmasi Dan Terapi (KFT atau TFT) ......................... 14
6. Formularium Rumah Sakit ................................................................... 16
7. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................................................ 18
8. Tujuan Pelayanan Kefarmasian ........................................................... 21
9. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ............................. 22
10. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP ................................ 22
11. Pelayanan Farmasi Klinik .................................................................... 32
12. Pengelolaan Sediaan Narkotika dan Psikotropika................................ 37
13. Keselamatan Pasien ............................................................................ 40
B. Profil Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang ........................ 43
1. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
43
2. Sejarah Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang ................ 44
3. Struktur Organisasi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
46
4. Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang ................................................................................................... 51
5. Fasilitas Pelayanan ............................................................................. 52
BAB III KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DAN PEMBAHASAN ......... 54
A. Kegiatan PKL .......................................................................................... 54
B. Pembahasan ........................................................................................... 54
1. Perencanaan, Pengadaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
54

v
2. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan ................................................................................ 56
3. Pelayanan Resep di Instalasi Rawat Jalan .......................................... 58
4. Pelayanan Resep di Instalasi Rawat Inap ............................................ 69
5. Prosedur Penyerahan Obat ................................................................. 72
6. Dispensing Obat Berdasarkan Permintaan Dokter ............................... 72
7. Administrasi dan Pengelolaan Dokumen ............................................. 73
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 75
A. Kesimpulan ............................................................................................. 75
B. Saran ...................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 77

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009, kesehatan

adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup secara produktif secara

sosial dan ekonomi. Upaya kesehatan merupakan serangkaian kegiatan

yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan dalam

bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan

penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah atau masyarakat.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

72 Tahun 2016, Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah

Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu

dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan

farmasi klinik.

Pendidikan tenaga kesehatan merupakan bagian yang sangat

penting dalam mewujudkan perkembangan di bidang kesehatan yang

diarahkan untuk mendukung upaya dalam pencapaian derajat kesehatan

yang optimal. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 72 Tahun 2016, bahwa Tenaga Teknis Kefarmasian

adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan

1
kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan

Analis Farmasi.

Tenaga Teknis Kefarmasian memiliki peranan penting untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada

masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajad

kesehatan yang setingi–tingginya sebagai investasi bagi pembangunan

sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta

sebagai salah satu unsur kesejahteraan (Siregar, 2004).

Untuk menghasilkan tenaga kefarmasian yang berkualitas maka

perlu ditingkatkan proses belajar mengajar, baik kualitas maupun

kuantitasnya. Salah satu yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan

pengalaman kerja kepada mahasiswa melalui latihan kerja yang dikenal

dengan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Akademi Farmasi Nusaputera

Semarang bekerja sama dengan Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang berupaya untuk memberikan kesempatan kepada

mahasiswanya untuk mengenal lingkungan kerja dan memberikan

pengalaman praktis di instalasi farmasi melalui program Praktik Kerja

Lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 11 Februari – 11 April 2019.

Diharapkan mahasiswa dalam mengikuti Praktik Kerja Lapangan ini dapat

mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, serta dapat

melihat, mengetahui, menerima dan menyerap perkembangan teknologi

kesehatan yang ada.

2
B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan

1. Secara Umum

a. Menjadikan lulusan Ahli Madya Farmasi yang mampu bekerja

dalam sistem pelayanan kesehatan dibidang farmasi yang baik dan

profesional.

b. Menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama menuntut ilmu di

Akademi Farmasi Nusaputera Semarang khususnya dibidang

Farmasi Rumah Sakit.

c. Mendapatkan pengalaman secara langsung dan nyata dalam dunia

kerja sesungguhnya.

2. Secara Khusus

a. Mahasiswa mampu menerapkan teori–teori yang diperoleh dari

mata kuliah yang telah diberikan.

b. Mahasiswa mampu mengetahui proses pengelolaan sediaan

farmasi di Rumah Sakit serta pelayanan farmasi klinik.

3
BAB II

GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

A. Tinjauan Pustaka Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republilk Indonesia

nomor 72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit, yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayananrawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan

kesehata yang paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Rumah Sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan

upaya kesehatan dalam penyembuhan dan pemulihan penderita,

yang berarti bahwa pelayanan Rumah Sakit untuk penderita rawat

jalan dan rawat tinggal hanya bersifat spesialistik, sedangkan yang

bersifat non spesialistik atau pelayanan dasar dilakukan di

Puskesmas (Satibi, 2015).

2. Fungsi dan Tugas Rumah Sakit

Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan

secara berdaya guna dengan mengutamakan upaya upaya

penyembuhan dan pemulihan. Menurut Undang–Undang No. 44

Tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi dari rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

4
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang

kesehatan.

3. Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah

Sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Pendirian dan penyelenggaraan

Rumah sakit didirikan dan diselenggarakan oleh pemerintah,

pemerintah daerah, atau swasta.

1) Rumah Sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh

pemerintah merupakan unit pelaksana teknis dari instalasi

pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya dibidang

kesehatan ataupun instalasi pemerintah lainnya meliputi

kepolisian, tentara nasional Indonesia, kementrian atau

lembaga pemerintah non kementrian.

2) Rumah Sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh

pemerintah daerah merupakan unit pelaksana teknis daerah

5
atau lembaga teknis daerah diselenggarakan berdasarkan

pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan.

3) Rumah sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk

badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di

bidang perumahsakitan.

b. Berdasarkan bentuknya

1) Rumah sakit menetap merupakan rumah sakit yang didirikan

secara permanen untuk jangka waktu lama untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan dan gawat darurat.

2) Rumah sakit bergerak merupakan rumah sakit yang siap guna

dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat

dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. Rumah sakit

bergerak dapat berbentuk bus, kapal laut, gerbong kereta api,

atau kontainer.

3) Rumah sakit lapangan merupakan rumah sakit yang didirikan

dilokasi tertentu selama kondisi darurat dalam pelaksanaan

kegiatan tertentu yang berpotensi bencana atau selama masa

tanggap darurat bencana. Rumah sakit lapangan dapat

berbentuk tenda dilapangan terbuka, permanen yang

difungsikan sementara sebagai rumah sakit kontainer, atau

bangunan.

6
c. Berdasarkan jenis pelayanan

1) Rumah sakit umum yaitu rumah sakit yang dpat memberikan

jenis pelayanan kesehatan pda semua bidang dan jenis

penyakit.

2) Rumah sakit khusus yaitu rumah sakit yanng memberikan

pelayanan kesehatan utama pada satu bidang atau satu jenis

penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,

organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainya.

d. Berdasarkan Kepemilikan Rumah Sakit

1) Rumah Sakit Pemerintah

Contoh : Rumah Sakit Umum Daerah , Rumah Sakit Umum

Pusat. Adapun klasifikasinya sebagai berikut :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Pelayanan Medik (pelayanan gawat darurat 24 jam, 4

pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan medis

spesialis penunjang, 13 pelayanan medik sub spesialis, 7

pelayanan medik spesialis gigi dan mulut), pelayanan

kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan,

pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang

nonklinik, pelayanan rawat inap (jumlah tempat tidur

perawatan 400 buah).

Tenaga Kefarmasian (1 apoteker sebagai Kepala

Instalasi Farmasi Rumah Sakit, 5 apoteker yang bertugas di

rawat jalan yang dibantu oleh oleh paling sedikit 10 TTK, 1

apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh

7
minimal 2 TTK, 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh

paling sedikit 2 TTK, 1 apoteker sebagai koordinator

penerimaan dan disribusi yang dapat merangkap melalukan

pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan

dibantu oleh TTK, 1 apoteker sebagai koordinator produksi

yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik

rawat inap ataurawat jalan dan dibantu oleh TTK).

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Memberikan fasilitas umum dan kemampuan pelayanan

hampir sama dengan Rumah Sakit Umum kelas B meliputi

pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan

keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang

nonklinik, Pelayanan medik Rumah Sakit Umum kelas B

meliputi pelayanan gawat darurat 24 jam, 4 pelayanan

medik spesialis dasar, 5 pelayanan medik spesialis

penunjang, paling sedikit 8 pelayanan medik spesialit lain,

paling sedikit 8 pelayanan medik spesialis lain, paling

sedikit 2 pelayanan medik subspesialis, dan paling sedikit 3

pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. Jumlah tempat

tidur perawatan untuk rawat inap minimal 200 buah.

Tenaga Kefarmasian (1 orang apoteker sebagai Kepala

Instalasi Farmasi Rumah Sakit, 4 apoteker yang bertugas

dirawat jalan dibantu oleh paling sedikit 8 TTK, 4 orang

apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8

TTK, 1 orang apoteker di instalansi gawat darurat yang

8
dibantu oleh minimal 2 TTK, 1 orang apoteker di ruang ICU

yang diabntu oleh paling sedikit 2 TTK, 1 orang apoteker

sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat

inap atau rawat jalan dan dibantu oleh TTK, 1 orang

apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat

inap atau rawat jalan dan dibantu oleh TTK).

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik,

pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan

kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan

penunjang non klinik, dan pelayanan rawat inap dengan

jumlah tempat tidur keperawatan minimal 100 buah,

pelayanan medik Rumah Sakit Umum kelas C meliputi

oelayanan gawat darurat 24 jam, 3 pelayanan medik umum,

4 pelayanan medik spesialis dasar, 3 pelayanan medik

spesialis penunjang, dan paling sedikit 1 pelayanan medik

spesialis gigi dan mulut.

Tenaga Kefarmasian ( 1 Rumah Sakit, 2 apoteker yang

bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 4

TTK, 4 orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh

paling sedikit 8 TTK, 1 orang apoteker sebagai koordinator

penerima, distribusi dan produksi yang dapat merangkap

9
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap aatau

rawat jalan dan dibantu oleh TTK).

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik,

pelayanan kefarmasian, pelayanan, keperawatan dan

kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan

penunjang nonklinik, dan pelayanan rawat inap dengan

jumlah tempat tidur minimal 50 buah, Pelayanan Medik

Rumah Sakit Umum kelas D meliputi pelayanan gawat

darurat 24 jam, 3 pelayanan medik umum, 2 pelayanan

medik spesialis dasar, dan 2 pelayanan medik spesialis

penunjang.

Tenaga Kefarmasian (1 orang apoteker sebagai kepala

Instalasi Farmasi Rumah Sakit, 1 apoteker yang bertugas di

rawat inap dan rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit

2 TTK, 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan,

distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan

pelayanan farmasi klinik di rawat ianap atau rawat jalan dan

dibantu oleh TTK yang jumlahnya disesualikan dengan

beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit).

Rumah Sakit Umum Kelas D diklasifikasikan menjadi:

1. Rumah Sakit Umum Kelas D.

2. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.

Rumah Sakit Umum kelas D pratama hanya dapat

didirikan dan diselenggarakan di daerah tertinggal,

10
perbatasan, atau kepulauan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2) Rumah Sakit Swasta

a. Rumah Sakit Pratama

Rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan

kesehatan medik dasar.

b. Rumah Sakit Madya

Rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan

kesehatan umum dan spesialistik.

c. Rumah Sakit Utama

Rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan

kesehatan umum, spesialistik dan subspesialistik.

e. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan

1) Rumah sakit pendidikan, adalah rumah sakit yang

melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik,

bedah, pediatrik, dan spesialis lain. Dalam rumah sakit ini,

residen melakukan pelayanan atau perawatan pasien di

bawah pengawasan staf medik rumah sakit.

2) Rumah sakit non pendidikan, merupakan rumah sakit yang

tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak ada

afiliasi rumah sakit dengan universitas (Siregar, 2004).

4. Struktur Organisasi

Organisasi di rumah sakit adalah sebuah sruktur yang

dibangun oleh suatu rumah sakit tersebut yang memiliki tingkatan–

11
tingkatan dan juga memiliki tugas masing–masing dan mereka

saling membutuhkan satu sama lain.

Berdasarkan Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit, pengorganisasian

rumah sakit harus dapat menggambarkan pembagian tugas,

koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab rumah sakit.

Berikut adalah beberapa orang di rumah sakit yang terkait

dengan kefarmasian :

a. Instalasi Farmasi

Pengorganisasian Instalasi Farmasi harus mencakup

penyelenggaraan, pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi

klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi

sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu. Tugas Instalasi

Farmasi adalah Menyelenggarakan, mengkoordinasikan,

mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kefarmasian,

melaksanakan pengelolaan sediaan yg bermutu dan efisien,

melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan

farmasi.

b. Komite atau Tim Farmasi dan Terapi

Dalam pengorganisasian rumah sakit dibentuk Komite atau

Tim Farmasi dan Terapi yang merupakan unit kerja dalam

memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit

mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang

anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi

12
yang ada di rumah sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga

kesehatan lainnya apabila diperlukan. Komite atau Tim Farmasi

dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang

Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah

Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka

sekretarisnya adalah dokter. Komite atau Tim Farmasi dan

Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua)

bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali

dalam satu bulan. Rapat Komite atau Tim Farmasi dan Terapi

dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar rumah

sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Komite

atau Tim Farmasi dan Terapi.

c. Komite atau Tim lain yang terkait

Peran Apoteker dalam Komite atau Tim lain yang terkait

penggunaan obat di rumah sakit antara lain : pengendalian

infeksi rumah sakit, keselamatan pasien rumah sakit,

penanggulangan AIDS, Program Pengendalian Resistensi

Antimikroba (PPRA).

Pola organisasi rumah sakit swasta di Indonesia umumnya

terdiri dari Badan Pengurus Yayasan, Dewan Pembina, Dewan

Penyantun, Badan Penasehat, dan Badan Penyelenggara (direktur,

wakil direktur, komite medik, satuan medik, satuan pengawas dan

berbagai bagian dari instalasi. Staff Medik Fungsional (SMF) berada

di bawah koordinasi komite medik. SMF ini terdiri dari dokter umum,

dokter gigi dan dokter spesialis dari semua disiplin yang ada di

13
Rumah Sakit. Komite Medik adalah wadah non struktural yang

kenaggotaanya terdiri atas ketua–ketua SMF (Siregar, C.J.P. 2004).

Organisasi Rumah Sakit Kelas A terdiri dari Direktur yang

dibantu oleh 4 wakil direktur (Wakil Direktur Pelayanan Medik, Wakil

Direktur Penunjang Medis, Wakil Direktur Pendidikan dan penelitian

serta Wakil Direktur Umum dan Keuangan). Rumah Sakit kelas B

direktur dibntu oleh sebanyak–banyaknya 3 wakil direktur (Wakil

Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan, Wakil Direktur

Pelayanan Medis dan Pendidikan serta Wakil Direktur Umum dan

Keuangan). Organisasi Rumah Sakit Kelas C terdiri dari Direktur,

Seksi Keperawatan, Seksi Pelayanan, Sub Bagian Kesekretariatan

dan Rekam Medis, Sub Bagian Keuangan dan Program, Panitia

Medis dan Staff Medis Fungsional, Satuan Pengawas Intern.

Sedangkan untuk Rumah Sakit Kelas D terdiri dari Direktur Utama,

Seksi Pelayanan, Sub Bagian Kesekretariatan dan Rekam Medis,

Sub Bagian Keuangan dan Program, Instalasi, Panitia Medis dan

Staff Medis Fungsional.

5. Komite atau Tim Farmasi Dan Terapi (KFT atau TFT)

Komite Farmasi dan Terapi (KFT) menurut Permenkes nomer

72 tahun 2016 adalah unit kerja dalam memberikan rekomendasi

kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan

Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang

mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker

Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila

diperlukan.

14
a. Tugas Komite Farmasi dan Terapi

1) Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat,

penggunaan obat dan evaluasinya.

2) Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan

pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan

penggunaan obat sesuai kebutuhan.

b. Fungsi dan Ruang Lingkup Komite Farmasi dan Terapi

1) Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan

merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam

formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif

terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga

harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan

produk obat yang sama.

2) Komite Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk

menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat

yang diusulkan oleh anggota staf medis.

3) Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit

dan yang termasuk dalam kategori khusus.

4) Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan

terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan–peraturan

mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan

yang berlaku secara lokal maupun nasional.

5) Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit

dengan mengkaji medical record atau rekam medis yang

dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan

15
ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus

penggunaan obat secara rasional.

6) Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping

obat.

c. Kewajiban Komite Farmasi dan Terapi

1) Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk

mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara

rasional.

2) Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi,

formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika

dan lain-lain.

3) Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan

penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait.

4) Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat

dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.

6. Formularium Rumah Sakit

Formularium adalah himpunan obat yang diterima / disetujui

oleh Komite Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit

pada batas waktu tertentu. Formularium adalah dokumen yang

selalu diperbaharui secara terus menerus, yang berisi sediaan-

sediaan obat yang terpilih dan informasi tambahan penting lainnya

yang merefleksikan pertimbangan klinik mutakhir staf medik rumah

sakit (Anita, 2014).

Formularium rumah sakit merupakan penerapan konsep obat

esensial di rumah sakit yang berisi daftar obat dan informasi

16
penggunaannya. Obat yang termasuk dalam daftar formularium

merupakan obat pilihan utama (drug of choice) dan obat-obat

alternatifnya. Formularium rumah sakit disusun mengacu kepada

Formularium Nasional. Formularium rumah sakit merupakan daftar

obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Komite Farmasi dan

Terapi (KFT) yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.

Formularium rumah sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,

pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap

formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi

sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit.

Penyusunan dan revisi formularium rumah sakit dikembangkan

berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan

obat agar dihasilkan formularium rumah sakit yang selalu mutakhir

dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.

Tahapan proses penyusunan formularium rumah sakit:

a. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik

Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar

pelayanan medik

b. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi.

c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite Farmasi dan

Terapi (KFT), jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar.

d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite Farmasi

dan Terapi (KFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk

mendapatkan umpan balik.

e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.

17
f. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam formularium

rumah sakit.

g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi.

h. Melakukan edukasi mengenai formularium rumah sakit kepada

staf dan melakukan monitoring (Anonim, 2014).

Kriteria pemilihan obat untuk masuk fomularium rumah sakit:

a. Mengutamakan penggunaan obat generik.

b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit – risk ratio) yang paling

menguntungkan penderita.

c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.

d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.

e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan.

f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh

pasien.

g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi

berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung.

h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman

(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk

pelayanan dengan harga yang terjangkau.

7. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian atau unit

fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan

pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu

sendiri (Septini, 2012). Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah

suatu departemen atau unit atau bagian disuatu rumah sakit dibawah

18
pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker

yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas

penyelenggaraan yang bertangguang jawab atas seluruh pekerjaan

serta kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu

sendiri (Siregar, 2004).

Fungsi Instalasi Farmasi, meliputi:

a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai

(1) Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;

(2) Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan

optimal;

(3) Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah

dibuat sesuai ketentuan yang berlaku;

(4) Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit;

(5) Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang

berlaku;

19
(6) Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan

kefarmasian;

(7) Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit;

(8) Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

(9) Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose” atau dosis sehari;

(10) Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah

memungkinkan);

(11) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai;

(12) Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak

dapat digunakan;

(13) Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai;

(14) Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

b. Pelayanan farmasi klinik

(1) Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan

Obat;

(2) Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;

(3) Melaksanakan rekonsiliasi Obat;

20
(4) Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik

berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada pasien

atau keluarga pasien;

(5) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai;

(6) Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga

kesehatan lain;

(7) Memberikan konseling pada pasien dan atau keluarganya;

(8) Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)

(9) Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

(10) Melaksanakan dispensing sediaan steril

(11) Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di

luar Rumah Sakit;

(12) Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

8. Tujuan Pelayanan Kefarmasian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian, tujuan dari pelayanan kefarmasian di

rumah sakit meliputi :

a. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan farmasi

dan alat kesehatan.

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.

21
c. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat

yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient

safety).

9. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Struktur organisasi menggambarkan kedudukan dan wewenang

seseorang dalam organisasi. Instalasi farmasi rumah sakit berada di

bawah tanggung jawab Direktur Penunjang Medik dan dipimpin oleh

Kepala Instalasi Farmasi dibantu oleh seksi pembelian dan logistik,

seksi farmasi rawat inap dan seksi farmasi rawat jalan.

Struktur organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit berkembang

dalam tiga tingkat yaitu :

a. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan,

penerapan, dan pemungsian yang efektif dari sistem mutu secara

menyeluruh.

b. Manajer tingkat menengah, kebanyakan kepala bagian atau unit

fungsional bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan

berbagai kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam daerah

atau bidang fungsional mereka, untuk mencapai mutu produk dan

pelayanan yang diinginkan.

c. Manajer garis depan terdiri dari atas personel pengawas yang

langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan

dengan mutu selama tahap memproses produk dan pelayanan.

10. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai penting karena ketidakefisienan dalam pengelolaan

22
sediaan farmasi akan memberikan efek negatif terhadap rumah

sakit, baik secara medis maupun ekonomis. Fungsi pelayanan

rumah sakit sebagai pengelola sediaan farmasi dimulai pemilihan,

perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan

administrasi. Tujuan dari pengelolaan sediaan farmasi yaitu

mengelola sediaan farmasi yang efektif dan efisien, dan

melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun 2016

Pengelolaan sediaan farmasi meliputi :

a. Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai

dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan :

(1) Formularium dan standar pengobatan atau pedoman

diagnosa dan terapi.

(2) Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang telah ditetapkan.

(3) Pola penyakit,

(4) Efektifitas dan keamanan,

(5) Pengobatan berbasis bukti, mutu, harga,

(6) Ketersediaan di pasaran.

23
b. Perencanaan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk

menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan

hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhnya kriteria

tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan

dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan

dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain

konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi antara metode konsumsi

dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang

tersedia.

Metode perencanaan sediaan farmasi :

1. Metode konsumsi, dibuat berdasarkan data konsumsi periode

sebelumnya.

2. Metode epidemiologi, dibuat berdasarkan pola penyakit di RS

periode sebelumnya maupun pola penyakit di sekitar RS yang

diperkirakan akan terjadi.

3. Metode kombinasi merupakan metode yang mengabungkan

antara keduanya.

c. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk

merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan merupakan

kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,

penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara

24
kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan

pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses

pengadaan, dan pembayaran. Metode pengadaan, meliputi :

1. Metode open tender atau bisa disebut tender terbuka yaitu

melibatkan berbagai sumber obat, termasuk industri farmasi

independen atau asosiasi.

2. Restriceted tender atau bisa disebut tender tertutup yaitu

melibatkan sejumlah tertentu peserta (10 orang atau kurang)

dengan proses tender yang lebih singkat serta biaya yang

lebih hemat.

3. Negotiated procurement (sistem kontrak)

4. Direct procurement (pemesanan langsung)

5. E-Purchasing adalah pembelian melalui sistem katalog

elektronik.

Pengadaan dapat meliputi :

(1) Pembelian, dapat dilakukan secara langsung dari pabrik,

distributor, PBF, rekanan.

(2) Produksi atau pembuatan sediaan farmasi yang dilakukan

dirumah sakit untuk keperluan internal rumah sakit.

(3) Sumbangan atau dropping atau hibah.

Tujuan dari pengadaan adalah mendapatkan pembekalan

farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik,

pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan

lancar, dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebih.

25
d. Penerimaan

Merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang

tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik

yang diterima.Tujuan dari penerimaan adalah untuk menjamin

perbekalan farmasi yang diterima sesuai dengan kesepakatan

kontrak dari spesifikasi kualitas mutu produk, jumlah, maupun

waktu kedatangan.

e. Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan untuk menjamin kualitas dan

keamanan sesuai stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,

kelembapan, ventilasi dan penggolongan jenis sediaan farmasi,

alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Metode

penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk

sediaan dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai, disusun secara alfabetis dengan prinsip First

Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) serta

penampilan dan penamaan yang mirip Look Alike Sound Alike

(LASA) tidak ditempatkan berdekatan dan diberi tanda khusus (

Depkes RI, 2016).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomor 72 tahun 2016 rumah sakit harus dapat menyediakan

lokasi penyimpanan obat emergency untuk kondisi gawat darurat.

Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari

26
penyalahgunaan dan pencurian, pengelolaan obat emergency

harus menjamin:

(1) Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergency

yang telah ditetapkan.

(2) Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk

kebutuhan lain

(3) Bila dipakai untuk keperluan emergency harus segera diganti

(4) Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa

(5) Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

f. Pendistribusian

Distribusi merupakan kegiatan yang mendistribusikan

perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu

dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta

untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi di unit

pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

1. Sistem persediaan lengakap di ruangan (floor stock).

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat

disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi. Sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang disimpan

di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat

dibutuhkan. Apoteker harus menyediakan informasi,

peringatan dan kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis

obat yang disediakan di floor stock.

27
2. Sistem resep perorangan (individual prescribing)

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan atau

pasien rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi.

3. Sistem unit dosis

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan yang

disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk

penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini

digunakan untuk pasien rawat inap.

4. Sistem kombinasi

Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan

menggunakan kombinasi 1 + 2 atau 2 + 3 atau 1 + 3.

Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat

dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem

ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan

sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor

stock atau Resep individu yang mencapai 18%.

Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan

untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan

efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, metode

sentralisasi atau desentralisasi.

28
g. Pemusnahan dan penarikan

Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahna medis habis pakai yang tidak dapat

digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang cara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar

atau ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh

pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM

(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik

izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan

kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya

dicabut oleh Menteri.

Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bila: produk tidak

memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa, tidak memenuhi

syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau

kepentingan ilmu pengetahuan dan dicabut izin edarnya.

Tahap pemusnahan meliputi :

1. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;

2. Menyiapkan berita acara pemusnahan;

3. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan

kepada pihak terkait;

4. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan

29
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk

sediaan serta peraturan yang berlaku.

h. Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis serta jumlah persediaan

dan penggunaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP, dilakukan oleh

Instalasi Farmasi bersama dengan Komite atau Tim Farmasi dan

Terapi. Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:

1. Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit;

2. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;

3. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi

kelebihan dan kekurangan atau kekosongan, kerusakan,

kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:

(1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow

moving);

(2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam

waktu tiga bulan berturut-turut (death stock);

(3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

i. Administrasi

Administrasi dilakukan untuk memudahkan penelusuran kegiatan

yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari:

1. Pencatatan dan pelaporan

30
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan

pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,

pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian

persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan.

Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi

farmasi dalam periode waktu tertentu bulanan, triwulanan,

semester atau pertahun.

2. Administrasi keuangan

Administrasi keuangan merupakan pengaturan

anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan

informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan

yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan

kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode

bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.

3. Administrasi penghapusan

Administrasi penghapusan merupakan kegiatan

penyelesaian terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai yang tidak terpakai karena

kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan

cara membuat usulan penghapusan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai kepada pihak terkait

sesuai dengan prosedur yang berlaku.

31
11. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinis merupakan pelayanan langsung yang

diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan

outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping

karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)

sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan

farmasi klinik meliputi:

a. Pengkajian dan pelayanan resep

Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait

obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan

kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan

pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan

farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap

maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:

(1) nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan

pasien;

(2) nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;

(3) tanggal Resep; dan

(4) ruangan atau unit asal Resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:

(1) nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

(2) dosis dan jumlah obat;

(3) stabilitas; dan

(4) aturan dan cara penggunaan.

32
Persyaratan klinis meliputi:

(1) ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;

(2) duplikasi pengobatan;

(3) alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

(4) kontraindikasi; dan

(5) interaksi obat.

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan

ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,

penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur

pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya

kesalahan pemberian Obat (medication error).

b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses

untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau

sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan

riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data

rekam medik atau pencatatan penggunaan obat pasien.

c. Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan

instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien.

Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan

obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi,

kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication

error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit

33
ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien

yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan

sebaliknya.

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan

penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang

independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif. Pemberian

PIO bertujuan untuk:

(1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan

tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain

di luar rumah sakit.

(2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang

berhubungan dengan obat atau sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai, terutama bagi Komite

atau Tim Farmasi dan Terapi;

(3) Menunjang penggunaan obat yang rasional.

e. Konseling

Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat

atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada

pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan

maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat

dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan

pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif

memerlukan kepercayaan pasien atau keluarga terhadap

Apoteker.

34
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan

hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obatyang tidak

dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang

padaakhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi

pasien (patient safety).

f. Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap

yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga

kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung

dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan

reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang

rasional,dan menyajiakan informasi obat kepada dokter, pasien

serta profesional kesehatan lain.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar

rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan

program rumah sakit yang biasa disebut dengan pelayanan

kefarmasian dirumah (Home Pharmacy Care).

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses

yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang

aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah

meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi

Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

35
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan

pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak

dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada

manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek

samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang

terkait dengan kerja farmakologi.

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi PenggunaanObat (EPO) merupakan program

evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan

secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu untuk

mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan

obat, membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu

tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat

dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.

j. Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi

Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan

stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat

berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian

obat. Dispensing sediaan steril bertujuan untuk menjamin agar

pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan,

menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari

paparan zat berbahaya danmenghindari terjadinya kesalahan

pemberian obat. Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi

36
pencampuran sediaan suntik, penyiapan nutrisi parenteral dan

penanganan sediaan sitostatik.

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu

atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi

yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. PKOD

bertujuan untuk mengetahui kadar obat dalam darah dan

memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.

12. Pengelolaan Sediaan Narkotika dan Psikotropika

Menurut Permenkes Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan

Penggolongan Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal

dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis,

yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan

dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut Permenkes Nomor 3

Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika,

psikotropika adalah zat atau bahan baku atau obat, baik alamiah

maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui

pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

a. Peredaran narkotika dan psikotropika

Narkotika dan psikotropiika dalam bentuk sediaan jadi hanya

dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari menteri, serta

melalui pendaftaran melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan

37
(BPOM). Industri farmasi yang memproduksi narkotika, PBF atau

instalasi farmasi pemerintah yang menyalurkan narkotika wajib

memiliki izin khusus.

b. Penyaluran

Penyaluran narkotika, psikotropika farmasi wajib memenuhi

Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Penyaluran hanya dapat dilakukan

berdasarkan surat pesanan, Laporan Pemakaian dan Lembar

Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan dari Puskesmas.

Pengiriman narkotika, psikotropika yang dilakukan oleh Industri

Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi

dengan surat pemesanan, faktur dan surat pengantar barang terdiri

dari :

(1) Nama narkotika dan psikotropikaBentuk sediaan.

(2) Kekuatan.

(3) Kemasan.

(4) Jumlah.

(5) Tanggal kadaluwarsa.

(6) Nomor batch.

c. Penyimpanan

Tempat penyimpanan narkotik dan psikotropik dapat berupa

gudang, ruangan, atau lemari khusus yang hanya digunakan untuk

menyimpan narkotik dan psikotropik.

(1) Terbuat dari bahan yang kuat. Tidak mudah dipindahkan dan

mempunyai dua buah kunci yang berbeda.

38
(2) Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk

instalasi farmasi pemerintah.

(3) Lemari khusus yang digunakan terbuat dari bahan yang kuat,

pintu ganda dengan kunci yang berbeda.

(4) Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum,

untuk apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,

instalasi farmasi klinik, dan lembaga ilmu pegetahuan.

(5) Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggungjawab

atau apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

d. Pemusnahan

Pemusnahan narkotika dan psikotropika dilakukan apabila obat

yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan yang

berlaku atau tidak dapat diolah kembali, telah kadaluarsa, tidak

memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan

dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa

penggunaan, dibatalkan izin edarnya, serta berhubungan dengan

tindak pidana.

Dalam melaksanakan pemusnahan Penanggung jawab fasilitas

produksi atau fasilitas pelayanan kefarmasian atau pimpinan

lembaga atau dokter praktik perorangan harus melaksanakan berita

acara pemusnahan yang terdiri dari :

(1) Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan,

(2) Tempat pemusnahan,

39
(3) Nama penanggung jawab fasilitas produksi atau fasilitas

distribusi atau fasilitas pelayanan kefarmasian atau pimpinan

lembaga atau dokter praktik perorangan,

(4) Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain

badan atau sarana tersebut.

(5) Nama dan jumlah narkotika, psikotropika, dan Prekursor

Farmasi yang dimusnahkan.

(6) Cara pemusnahan.

(7) Tanda tangan penanggung jawab fasiltas produksi atau fasilitas

pelayanan kefarmasian atau pimpinan lembaga atau dokter

praktik perorangan dan saksi.

e. Pencatatan dan Pelaporan

Instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, lembaga

ilmu pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat,

menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan

penyerahan penggunaan narkotika dan psikotropika, setiap bulan

kepada kepala dinas kesehatan kabupaten atau kota dengan

tembusan kepala balai setempat. Pelaporan terdiri dari nama,

bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika, psikotropika jumlah

persediaan awal dan akhir bulan, jumlah yang diterima, jumlah yang

diserahkan.

13. Keselamatan Pasien

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 11 tahun 2017,

keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan

pasien lebih aman, meliputi asismen risiko, identifikasi dan

40
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi

untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cidera

yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan

atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:

a. Hak pasien.

b. Mendidik pasien dan keluarga.

c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.

e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.

f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.

g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai

keselamatan pasien.

Sasaran keselamatan pasien meliputi :

a. Mengidentifikasi pasien dengan benar.

b. Meningkatkan komunikasi yang efektif.

c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.

d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasienyang benar.

e. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan.

f. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.

Tujuh langkah dalam hal menuju keselamatan pasien yaitu:

a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.

41
b. Memimpin dan mendukung staf.

c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.

d. Mengembangkan sistem pelaporan.

e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien.

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

Menurut Permenkes No.11 tahun 2017 tentang keselamatan

pasien, mengenai insiden di fasilitas pelayanan kesehatan yaitu:

(a) Kondisi Potensial Cidera (KPC)

Kondisi Potensial Cidera (KPC) merupakan kondisi yang

sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum terjadi

insiden.

(b) Kejadian Nyaris Cidera (KNC)

Kejadian Nyaris Cidera (KNC) merupakan terjadinya insiden

yang belum sampai terpapar ke pasien.

(c) Kejadian Tidak Cidera (KTC)

Kejadian Tidak Cidera (KTC) merupakan insiden yang sudah

terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cidera.

(d) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan insiden yang

menyebabkan cidera bagi pasien.

Fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan penanganan

kejadian sentinel. Kejadian sentinel suatu Kejadian Tidak Diharapkan

(KTD) yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera

berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk

42
mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait

dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.

Penanganan Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan

melalui pembentukan tim Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh

pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana kegiatan

penanganan insiden. Kegiatan penanganan insiden sendiri dilakukan

melalui pembentukan tim Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh

pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana kegiatan

penanganan Insiden. Kegiatan penanganan insiden sendiri berupa

pelaporan, verifikasi, investigasi, dan analisis penyebab Insiden tanpa

menyalahkan, menghukum, dan mempermalukan seseorang.

B. Profil Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

1. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang

a. Visi

Terwujudnya rumah sakit terkemuka berkualitas global dengan

pelayanan prima yang dijiwai nilai-nilai islam, didukung oleh

pendidikan dan aplikasi teknologi mutakhir.

b. Misi

(7) Melakukan pengelolaan rumah sakit yang profesional

berlandaskan nilai-nilai islami.

(8) Meningkatkan dan mengembangkan kualitas kepribadian dan

profesionalisme sumber daya manusia rumah sakit.

(9) Melakukan kerjasama dalam kerangka pengembangan rumah

sakit umum dan pendidikan.

43
c. Motto

Rumah sakit sehat keluarga islami.

2. Sejarah Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

Rumah Sakit Roemani didirikan pada hari Rabu Pon tanggal

27 Agustus 1975 M (19 Sya’ban 1395 H ) dengan maksud sebagai

sarana da’wah untuk mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar,

mewujudkan cita– cita Muhammadiyah. Nama Roemani dipakai

sebagai penghargaan atas kepeloporan dan pemrakarsa berdirinya

rumah sakit. Beliau, H. Achmad Roemani, seorang dermawan

muslim yang mewakafkan bangunan di atas tanahseluas 13.000

meter persegi milik persyarikatan Muhammadiyah. Perkembangan

rumah sakit Roemani selanjutnya mengalami peningkatan yang

ditandai dengan diresmikannya sebuah gedung barubantuan

Presiden pada tangal 24 Agustus 1980.

Bangunan ini berkapasitas 22 tempat tidur diperuntukkan

bagi mereka yang kurang mampu.Rumah Sakit ini semakin lama

semakin mendapat kepercayaandari masyarakat, terutama dari

warga Muhammadiyah dan masyarakat Kota Semarang. Rasa

kepercayaan masyarakat semakin bertambah sehingga pada saat

peresmian gedung bantuan dari bapak Presiden tersebut ada salah

satu hadirin yang ikut serta mewakafkan gedung untuk ditempati

pasien yang tergolong mampu atau untuk pasien kelas ekonomi

menengah ke atas. Beliau adalah bapak Ibrahim Djamhuri, S.H.

Kemudian pada tanggal 7 Maret 1981 diresmikanlah penggunaan

gedung tersebutoleh bapak Gubernur Soeparjo Rustam. Gedung ini

berkapasitas 8 tempattidur dan gedung ini termasuk bangunan

44
Rumah Sakit Roemani kelas VIP. Dengan demikian lengkaplah

ruangan yang ada di Rumah Sakit ini mulai dari kelas ekonomi

menengah ke bawah sampai kelas ekonomi menengah ke atas.

Selain bantuan dari masyarakat tidak ketinggalan pula dari

pemerintah di mana Departemen Kesehatan telah memberi bantuan

berupa obat-obatan, mobil ambulan, perlengkapan bedah,

laboratorium, dan peralatan ronsen. Selanjutnya pada bulan

Agustus 1983 menerima wakafdari keluarga H. Hetami (pendiri surat

kabar Suara Merdeka) berupa sebuah gedung rongten, gedung

perawatan intensif, ruang operasi, danruang pertemuan. Dengan

berdirinya gedung-gedung baru tersebut Rumah Sakit Roemani

tampak megah dari sebelumnya.Sejalan dengan tuntutan dan

kebutuhan masyarakat yang terus berkembang terutama di bidang

kesehatan, rumah sakit Roemani merasa perlu meningkatkan mutu

pelayanannya. Untuk itulah maka diprogramkan perluasan

bangunan dan penyempurnaan peralatan. Perluasan bangunan

berkonsekuensi dengan dipindahnya panti asuhan ke tempat baru

yang lingkungannya lebih baik. Hal itu tidak berarti mengabaikan

kedudukan panti asuhan, tetapi justru lebih meningkatkan harkat,

sebab Rumah Sakit ini mencatat amanat bapak Roemani bahwa

penghasilan Rumah Sakit harus dimanfaatkan untuk pengembangan

Rumah Sakit dan sekaligus untuk penyantunan anak-anak yatim

dan mereka yang terlantar.

Dengan motto Rumah Sakit Sehat keluarga Islami, maka

bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional tanggal 12 November

1990 Rumah Sakit Roemani mendapat penghargaan dari Menteri

45
Kesehatan RI.Dr. H. Adyatma, M. Ph berupa Patakan Nugraha

Karya Husada tingkat sebagai Rumah Sakit swasta kelas C,

berpenampilan terbaik dari segi manajemen Rumah Sakit dan

pelayanan kesehatan.

3. Struktur Organisasi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang

a. Struktur Organisasi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang

Struktur Organisasi dalam rumah sakit digunakan untuk

memperjelas jalur pertanggung jawaban sehingga setiap bagian

dapat berkoordinasi dengan baik dalam menjalankan tugasnya.

Susunan organisasi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang terdiri dari :

1) Direktur Utama

2) Direktur Pelayanan Medis membawahi :

- Bidang Pelayanan Medis terdiri dari sie pelayanan medis

- Bidang Keperawatan terdiri dari sie keperawatan inap dan sie

keperawatan jalan dan unit khusus.

3) Direktur Umum dan Keuangan membawahi :

- Bagian kerohanian terdiri dari sub bagian Yan. Rohani, sub

bagian Bina Islami.

- Bagian SDI dan umum terdiri dari sub bagian personalia, sub

bagian diklat, sub bagian rumah tangga.

- Bagian keuangan dan akutansi terdiri dari sub bagian

keuangan, sub bagian akutansi, dan sub bagian Yan Asuransi.

46
- Bagian marketing dan humas terdiri dari sub bagian

marketingsub bagian humas dan PKRSsub bagian

pengembangan usaha.

47
Struktur Organisasi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

48
b. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Roemani Muhammadiyah Semarang

Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh seorang Kepala

Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Kepala IFRS bertanggung jawab

langsung kepada direktur. Namun dalam koordinasi pelayanan

dibawah direktur pelayanan medis.

Untuk mempermudah koordinasi dan pelaksanaan pengelolaan

serta pelayanan kefarmasian, Kepala IFRS dibantu Kepala Gudang

dan Kepala Pelayanan Farmasi. Dengan Perincian sebagai berikut :

1) Pelaksana Farmasi Instalasi Penunjang

2) Pelaksana Gudang Farmasi

3) Pelaksana Pengadaan Farmasi

4) Koordinator Pelaksana Pelayanan Farmasi Rawat Jalan

5) Koordinator Pelaksana Farmasi Rawat Inap

6) Pelaksana Pelayanan BPJS

7) Pelaksana Pelayanan Farmasi Klinik

49
Struktur Instalasi Farmasi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

50
4. Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit Roemani

Muhammadiyah Semarang

Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang merupakan

rumah sakit umum kelas C sejak tanggal 12 November 1990. Sumber

Daya Manusia (SDM) di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang terdiri dari:

a. Tenaga Medis

Terdiri dari dokter-dokter, baik dokter anak, dokter bedah,

dokter gigi, dokter kulit, dokter mata, dokter saraf, dokter THT

(Telinga Hidung dan Tenggorokan) dan lain sebagainya.

b. Tenaga Kefarmasian

Terdapat 9 apoteker, 1 apoteker sebagai kepala IFRS (Instalasi

Farmasi Rumah Sakit), 1 apoteker sebagai kepala pelayanan

farmasi, 1 apoteker sebagai kepala gudang farmasi, dan 6 apoteker

untuk pelayanan klinis. Ada 49 Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)

untuk pelayanan rawat jalan, rawat inap yang dibagi dalam 3 waktu

kerja.

Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 Rumah Sakit

Roemani Muhammadiyah sudah sesuai dengan rumah sakit

golongan C yang berbunyi “Tenaga Kefarmasian ( 1 Rumah Sakit, 2

apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling

sedikit 4 TTK, 4 orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh

paling sedikit 8 TTK, 1 orang apoteker sebagai koordinator

penerima, distribusi dan produksi yang dapat merangkap

51
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap aatau rawat jalan

dan dibantu oleh TTK)” tetapi jumlah paoteker belum sesuai dengan

Permenkes Nomor 72 Tahun 2016.

c. Tenaga Keperawatan

Tenaga keperawatan yang terdiri dari perawat-perawat yang

ada di setiap poli untuk pelayanan rawat jalan dan ada di ruangan

untuk pelayanan rawat inap.

d. Tenaga Kesehatan Lain

Tenaga non kesehatan di Rumah Sakit Hermina Pandanaran

diantaranya yaitu petugas penjaga koperasi, kasir, petugas bagian

informasi, dll.

5. Fasilitas Pelayanan

a. Rawat Jalan

(1) Klinik Umum : KIA atau KB, Gigi dan Mulut, Psikologi,

Konsultasi Gigi, Fisioterapi, Pijat Bayi, Baby Spa, Senam Hamil.

(2) Klinik Spesialis : Bedah Umum, Penyakit Dalam, Kebidanan

dan Penyakit Kandungan, Anak, THT, Mata, saraf, Kulit dan

Kelamin, Psikiaktri.

(3) Klinik Sub Spesialis : Bedah Urologi, Bedah Tulang, Bedah

Anak, Bedah Saraf, Bedah Tumor, Bedah Plastik, Bedah Mulut,

Bedah Digestif, dan Bedah Thorax.

(4) General Check Up : umum, calon karyawan, calon TKI ke Luar

Negeri

b. Rawat Inap

(1) Ruang Ayub 1 khusus maternitas

52
(2) Ruang Ayub 2 dewasa, bedah

(3) Ruang Ayub 3 untuk anak-anak

(4) Ruang Ismail 2 untuk bedah atau dalam

(5) Sulaiman 3 untuk dewasa dan anak VIP

(6) Sulaiman 4 VIP

(7) Sulaiman 5 kelas 1 BPJS

(8) Sulaiman 6 kelas 1 BPJS, VVIP

(9) ICU (Intensive Care Unit) , PICU, HCU

c. Gedung Yusuf

(1) Kecantikan

(2) Bekam

(3) Tusuk Jarum

53
BAB III

KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DAN PEMBAHASAN

A. Kegiatan PKL

Mahasiswa melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

selama dua bulan. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal periode 11

Februari 2019 - 11 April 2019. Adapun kegiatan PKL yang dilakukan di

bagian Pharmacy atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Roemani

Muhammadiyah Semarang antara lain:

1. Pengenalan lingkungan dan struktur organisasi di Rumah Sakit

Roemani Muhammadiyah Semarang.

2. Bimbingan materi farmasi rumah sakit.

3. Pelayanan resep baik rawat jalan maupun rawat inap dan non resep.

4. Pengelolaan sediaan farmasi meliputi perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan administrasi.

B. Pembahasan

1. Perencanaan, Pengadaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan

Kesehatan

Tahap pertama dalam pengelolaan sediaan farmasi adalah

pemilihan. Pemilihan pada Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang sesuai dengan formularium rumah sakit yang disusun

oleh Panitia Farmasi Terapi. Perencanaan pengadaan obat harus

sesuai dengan formularium yang ditetapkan oleh Panitia Farmasi

dan Terapi (PFT) dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Obat

yang akan dibeli atau diadakan harus direncanakan secara rasional

54
agar jenis dan jumlahnya sesuai sehingga merupakan produk atau

bahan yang terbaik, meningkatkan penggunaan obat yang rasional

dengan harga yang terjangkau atau ekonomis. Pada proses

perencanaan menurut SPO (Standar Prosedur Operasional) rumah

sakit setiap tiga bulan menjelang akhir tahun pengelola gudang

farmasi membuat RKO (Rencana Kebutuhan Obat) yang akan

diserahkan kepada Kepala Instalasi Farmasi. Kepala Instalasi

Farmasi membuat RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang dibuat

pada dua bulan menjelang akhir tahun. Kegunaan RAB sendiri

untuk menguraikan masing-masing jumlah obat yang akan dibeli

dengan anggaran yang sudah ditetapkan. Daftar perencanaan

diserahkan kepada tim pengadaan untuk diperiksa dan selanjutnya

diajukan kepada Direktur Rumah Sakit Roemani. Perencanaan di

Rumah Sakit Roemani menggunakan metode konsumsi yang dilihat

dari tahun sebelumnya dan metode epidemiologi yang dilihat pada

satu bulan sebelumnya.

Pada pengadaan di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

kepala gudang farmasi yang dibantu dengan petugas gudang

farmasi melakukan pengecekan perbekalan farmasi dikomputer dan

fisiknya. Data perencanaan yang telah dibuat dalam satu bulan

dicek Kepala Instalasi Farmasi kemudian diserahkan kepada Tim

pengadaan farmasi untuk diverifikasi ulang. Pengadaan di Rumah

Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang biasanya dilakukan 4 kali

setiap bulan pada hari Selasa. Pada hari-hari biasa juga dilakukan

pengadaan tetapi hanya barang-barang yang ditulis di buku defecta.

55
Contoh buku defecta pada Lampiran 2. Pada saat pengadaan obat-

obat yang diorder ditulis pada SP (Surat Pemesanan) yang ditanda

tangani oleh Kepala Instalasi Farmasi lalu diserahkan ke distributor.

Ketentuan SP obat prekusor rangkap dua, sedangkan pada obat

psikotropik dan narkotika rangkap tiga. Contoh SP pada Lampiran 3.

2. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi Sediaan Farmasi dan

Perbekalan Kesehatan

Penerimaan barang merupakan kegiatan yang menjamin

kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan

harga yang tertera dalam faktur dengan kondisi fisik yang diterima.

Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan

baik. Perbekalan farmasi dari distributor diserahkan kepada petugas

gudang farmasi. Petugas gudang farmasi memeriksa kesesuaian

perbekalan farmasi yang datang. Kesesuaian yang dimaksud adalah

nama pemesan, nama perbekalan farmasi, jumlah pesanan, no batch

dan tanggal kadaluarsa. Pada saat pengecekan perlu diperhatikan no

batch karena lebih mudah melakukan pereturan barang. Setelah

perbekalan yang diterima sesuai petugas mentanda tangani faktur dan

menulis tanggal penerimaan, stampel instalasi farmasi dan no SIK.

Faktur yang diberikan PBF berupa copyan faktur, faktur asli diberikan

ketika pembayaran sudah lunas. Petugas melakukan pengentrian

sesuai copy faktur ke komputer. Setelah diinput copy faktur disatukan

dengan surat pemesanan dan diarsipkan. Pengarsipan dibedakan

menjadi faktur reguler, bpjs, psikotropik, narkotik, dan prekusor. Surat

Pesanan rumah sakit terdiri dari 4 rangkap. Warna putih yang

56
diberikan kepada distributor, jika prekusor yang diberikan warna putih

dan pink. Contoh faktur Lampiran 4.

Penyimpanan sediaan farmasi disusun berdasarkan bentuk

sediaan, dan diurutkan secara alfabetis, obat disimpan sesuai stabilitas

obat (suhu dingin 2-80C, suhu ruangan 15-250C). Metode penyimpanan

yang dillakukan menggunakan prinsip FEFO (First Expired First Out)

dan FIFO (First In First Out). Penyimpanan sediaan yang penampilan

dan penamaan mirip atau LASA (Look Alike Sound Alike) tidak

ditempatkan di area yang berdekatan dengan diberi jeda minimal satu

jenis obat sedangkan High Alert disimpan di lokasi khusus dengan

akses terbatas dan diberi penandaan yang jelas berupa stiker

berwarna merah bertuliskan “High Alert” untuk mencegah terjadinya

kesalahan pengambilan obat. Obat-obat yang termasuk dalam High

Alert meliputi Insulin (Novorapid), Elektrolit pekat (KCL, MgSO4, D40),

Narkotika (Fentanyl, Codipron, Morphin, Codein), Antithrombolitik

(Alteplase, Reteplase). Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika

pada lemari yang tidak mudah dipindahkan dan memiliki dua pintu dan

memiliki kunci ganda, kunci dipisah antara kunci luar dan dalam,

masing-masing kunci dibawa 2 orang yang berbeda. Contoh rak-rak

penyimpanan sediaan farmasi Lampiran 5, kartu stok Lampiran 6,

Obat-obat FEFO & FIFO lampiran 7, Pemantuan Suhu lampiran 8.

Sistem distribusi pada Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

adalah sentralisasi atau pelayanan terpusat. Petugas farmasi

menuliskan permintaan perbekalan farmasi yang stoknya hampir habis

lalu dikirimkan kepada petugas gudang farmasi. Petugas gudang

57
farmasi menyiapkan perbekalan farmasi sesuai dengan daftar

permintaan dan dilakukan mutasi pada SIM RS. Daftar permintaan

ditanda tangani oleh petugas gudang farmasi lalu didistribusikan ke

ruangan yang meminta perbekalan farmasi tersebut. Contoh

permintaan tiap unit Lampiran 9, Foto SIM RS Lampiran 10.

3. Pelayanan Resep di Instalasi Rawat Jalan

Pelayanan resep yang dilakukan di Rumah Sakit Roemani

Muhammadiyah Semarang yaitu dengan menerapkan 7B (Benar

pasien, Benar obat, Benar dosis, Benar cara pemberian, Benar

waktu, Benar Indikasi, Benar dokumentasi). Sistem pelayanan resep

manual dan e-prescribing. Sistem peresepan secara manual

merupakan sistem peresepan konvensional dimana permintaan obat

pasien ditulis secara tertulis dalam resep oleh dokter dan resep

tersebut harus diserahkan di instalasi farmasi rawat jalan.

Sedangkan sistem e-prescribing merupakan sistem peresepan yang

permintaan obat pasien tertulis dalam komputer dan permintaan

obat tersebut sudah dapat diakses langsung dalam komputer di

instalasi farmasi rawat jalan yang telah terintergrasi oleh suatu

sistem informasi. E-prescribing bertujuan untuk mempercepat waktu

pelayanan sehingga waktu tunggu pasien dalam pengambilan obat

menjadi lebih singkat. Selain itu dengan adanya sistem e-prescribing

juga dapat mempermudah dalam pembacaan resep sehingga dapat

meminimalkan terjadinya medication error.

Pelayanan di instalasi farmasi rawat jalan RS Roemani dibagi

dalam 2 shift yaitu shift pagi dan siang. Shift pagi pukul 07.00-14.00

58
WIB, sedangkan shift siang pukul 14.00- 21.00 WIB. Ruang farmasi

rawat jalan di rumah sakit Roemani menyatu dengan farmasi rawat

inap.

Tata ruang dari Instalasi farmasi rawat jalan yaitu terdiri atas

tempat racik, penyiapan obat dan rak-rak obat tergabung dalam satu

ruangan. Bagian bawah rak obat terdapat lemari narkotik yang

terbuat dari kayu dengan desain 2 pintu dengan masing-masing

pintu dilengkapi dengan kunci yang berbeda. Seperti yang

disebutkan dalam Permenkes No. 3 Tahun 2015 Tentang

Peredaran, Penyimpanan dan pelaporan narkotika, psikotropika dan

pekursor farmasi yaitu ada pasal 25 ayat (1) yang berbunyi “ tempat

penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dapat

berupa gudang ruangan atau almari khusus”, serta pasal 26 yang

berisi penjabaran dari pasal 25 ayat (1) dimana lemari penyimpanan

khusus narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi harus

memenuhi persyaratan khusus yaitu :

a. Terbuat dari bahan yang kuat.

b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 buah kunci yang

berbeda.

c. Harus diletakkan diruangan khusus.

d. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggungjawab

ataupun pegawai lain yang dikuasakan.

Kunci lemari narkotik selalu di bawa oleh kepala tim yang

pada saat itu bertugas yang telah mendapat kewenangan. Tata letak

perbekalan farmasi telah dipisah antara satu dengan yang lain yaitu

59
obat generik, paten, obat bpjs, injeksi, bentuk sediaan cair dan

sediaan setengah padat serta sediaan topikal memiliki tempat

penyimpanan yang berbeda. Obat-obat yang harus disimpan dalam

kondisi khusus yaitu pada suhu 2-8°C disimpan pada lemari

pendingin, salah satunya adalah sediaan suppositoria di simpan

dilemari es untuk mempertahankan konsistensi bentuknya serta

beberapa injeksi, insulin, sediaan yang mengandung bakteri

(lactobacillus). Di Instalasi farmasi rawat jalan Rumah Sakit

Roemani Muhammadiyah Semarang terdapat 1 lemari pendingin

dimana telah dilengkapi dengan termometer untuk memantau suhu

lemari pendingin agar tetap stabil pada kisaran 2-8 °C. Di bagian

dinding lemari pendingin ditempel daftar obat yang disimpan di

kulkas, hal ini untuk memudahkan dalam pengambilan obat.

Penyimpanan obat di farmasi rawat jalan Rumah Sakit Roemani

Muhammadiyah menggunakan kombinasi sistem FEFO dan FIFO

dengan cara saat ada obat distribusi dari gudang

Menurut Permenkes RI No 11 Tahun 2017 Tentang

Keselamatan Pasien rumah sakit, NORUM masuk ke dalam obat-

obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications), yaitu obat

yang sering menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius

(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak

yang tidak diinginkan (adverse drug reaction). Jika terdapat obat

NORUM menggunakan metode tall name lettering obat yang

tampaknya sama dengan obat yang mirip, dengan memberi huruf

kapital, warna dan ukuran huruf yang berbeda, maka petugas akan

60
lebih berhati-hati dengan obat norum tetapi petugas perlu mengeja

ulang. Contohnya yaitu hytrin-hystrin, dobutamin-dopamin, lapifed-

lapicef. Penyimpanan obat oral HIGH ALERT dengan suhu

penyimpanan suhu kamar ditempatkan terpisah dari obat lain pada

lemari kayu bagian atas obat paten maupun generik, sedangkan

obat HIGH ALERT dengan suhu penyimpanan 2-8 ditempatkan di

lemari es dan diberi stiker HIGH ALERT. Jarak antar satu rak obat

dengan rak yang lain sekitar 1 meter, hanya mampu dilewati dua

orang. Hal ini membuat kurang nyamannya akses saat mengambil

obat.

Permintaan obat di instalasi farmasi rawat jalan ke gudang

farmasi dilakukan berdasarkan penggunaan per hari sehingga

jumlah dan jenis obat yang dibutuhkan setiap harinya berbeda

tergantung dari peresepan. Permintaan obat dilakukan setiap hari

pada pagi hari sebelum pelayanan berlangsung, petugas di rawat

jalan memberikan data obat-obat yang stoknya hampir habis (limit)

pada lembar permintaan obat secara elektronik dengan

menggunakan teramedik kepada gudang farmasi. Jika pada saat

penyiapan obat ternyata ada stok obat yang habis, ketua tim

langsung menghubungi gudang tanpa menggunakan entrian

komputer yang dikirim tetapi secara otomatis akan dimutasi dari

gudang. Jika obat narkotik petugas gudang yang mengantar obat

tersebut ke rawat jalan dan meminta tanda tangan ketua tim.

Penataaan obat di farmasi rawat jalan berdasarkan obat : regular,

61
inhealth atau BPJS berdasarkan obat paten atau generik,

berdasarkan bentuk sediaan obat dan berdasarkan alfabetis.

Sistem distribusi kepada pasien yang digunakan yaitu

Individual Prescribing (IP). Tetapi di rumah sakit Roemani proses

skrinning resep belum maksimal dikarenakan tidak adanya Apoteker

jaga di rawat jalan dan proses skrining resep masih dilakukan oleh

pihak TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian). Tahap-tahap kegiatan

dalam proses pelayanan di farmasi rawat jalan RS Roemani yaitu :

a. Penerimaan Resep

Resep dibedakan antara pasien umum, BPJS atau asuransi

lain dan resep racikan. Jika resep umum nomor antrian H, jika

BPJS nomor antrian F dan jika racikan nomor antrian G. Resep

diterima oleh petugas farmasi. Petugas farmasi melakukan

skrining resep, bila terdapat ketidak jelasan penulisan resep

konfirmasikan kepada dokter yang menulis resep. Setelah

konfirmasi dengan dokter, stampel TBK (tulis, baca, konfirmasi)

pada lembar resep. Tulis nama dokter penulis resep, petugas

farmasi yang melakukan konfirmasi, tanggal dan jam konfirmasi,

dan paraf petugas pada kolom yang telah disediakan.

Petugas farmasi mengkonfirmasi harga obat kepada pasien.

Jika pasien setuju dengan total harga obat maka obat diserahkan

ke ruangan tetapi jika ada ketidak sesuaian harga, petugas harus

memberikan solusi untuk pasien, bisa dengan hanya menebus

setengah resep lalu pasien akan mendapatkan copy resep atau

jika mungkin mengganti obat harus konfirmasi kepada dokter

62
penulis resep terlebih dahulu. Print nota obat akan muncul di

printer nota harga obat, pasien dipersilakan ke kasir. Petugas

farmasi memberi paraf kolom paling bawah, dan nomer antrian

kepada pasien/keluarga pasien dan mencatat waktu penerimaan

resep. Barulah obat disiapkan.

b. Skrining Resep

(1) Administrasi, meliputi : identitas pasien (nama, umur, tanggal

lahir, alamat), tanda buka R/, tanda tangan atau paraf dokter.

(2) Pertimbangan farmasetis, meliputi : bentuk sediaan, dosis,

stabilitas obat, tanggal penulisan resep, nama dan jumlah

obat, dosis, bentuk sediaan dan aturan pakai.

(3) Pertimbangan klinis, meliputi : interaksi obat, Jika terjadi

ketidakjelasan dalam peresepan maka asisten apoteker

berkomunikasi langsung dengan dokter penulis resep dan

memberikan solusi untuk permasalahan tersebut.

c. Penyiapan Obat

Kegiatan ini sangat membutuhkan ketelitian, ketepatan dan

kecepatan karena resep yang menumpuk menuntut petugas

untuk kerja cepat dan tepat obat. Kemudian ada petugas yang

menyiapkan obat-obatan memberi etiket berbeda sehingga

sehingga akan ada rechecking karena obat disiapkan oleh orang

yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir adanya

kesalahan pemberian obat. Petugas yang menulis etiket harus

memberikan paraf pada bagian bawah resep serta menuliskan

jam penulisan etiket.

63
Jika resep racikan akan dilakukan perhitungan ulang oleh

petugas yang berbeda, jika sudah benar resep akan diracik lalu

dietiket dan diserahkan. Pada proses penyiapan didahulukan

resep umum lalu racikan karena membutuhkan waktu yang lama

dan yang terkahir penyiapan obat BPJS.

d. Penyerahan Obat

Apoteker atau TTK menyerahkan obat kepada pasien

dengan disertai pemberian informasi obat yang meliputi nama

obat, kegunaan obat, efek samping, aturan pakai, cara

penggunaan obat, cara penyimpanan obat dan makanan atau

minuman yang dapat mengurangi keberhasilan terapi. Sebelum

obat diserahkan petugas farmasi mengkonfirmasi ulang

mengenai nama pasien, tempat tanggal lahir kepasien untuk

meminimalisir kesalahan pemberian obat. Untuk pasien yang

menggunakan alat khusus dalam penggunaan obatnya seperti,

sediaan inhaler, insulin pen, suppositoria, obat tetes, apoteker

perlu memberikan konseling. Pada saat penyerahan juga

diberikan buku yang berisi pengobatan apa saja untuk pasien

dan sudah seusai apa belum. Kegiatan tersebut sesuai dengan

Permenkes RI No 44 Tahun 2018 tentang Penyelenggrakan

Promosi Rumah Sakit. Rumah sakit juga mengadakan

penyuluhan pada waktu-waktu tertentu.

e. Waktu Tunggu Pelayanan Resep

Pengukuran waktu tunggu dilakukan dengan cara menuliskan

jam saat penerimaan resep dan pengetiketan. Hal ini bertujuan

untuk mengetahui sasaran mutu rumah sakit. Waktu tunggu

64
pelayanan farmasi rawat jalan adalah obat racikan lebih dari 40

menit dan non-racikan lebih dari 20 menit dan sebagai evaluasi

kinerja farmasi rawat jalan dalam memberikan pelayanan kepada

pasien. Menurut Kepmenkes RI No.129 Tahun 2008 Tentang

Standar Pelayanan Minimal dari farmasi dalam hal waktu tunggu

pelayanan untuk jenis resep obat jadi adalah < 30 menit dan untuk

resep racikan < 40 menit sehingga waktu tunggu pelayanan resep di

instalasi farmasi rawat jalan Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

belum sesuai standar hal tersebut karena waktu habis untuk

pengambilan resep dari lantai dasar ke lantai 4.

Alur pelayanan di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

pada dasarnya hampir sama, yang membedakan pada saat

penerimaan resep rawat jalan pasien umum, BPJS maupun

asuransi. Pada pasien asuransi selain resep asli harus membawa

surat jaminan, kartu anggota asuransi.Jika pada surat jaminan

yang tidak bisa menjamin pembayaran semua obat yang

diresepkan oleh dokter misalnya obat yang termasuk golongan

vitamin, multivitamin, suplemen, obat herbal ataupun yang

bersifat untuk perawatan kulit sehingga harus teliti dalam proses

penghargaan resep. Jika dalam rseep terdapat obat kategori

tersebut maka petugas farmasi harus menginformasikan kepada

pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh asuransi

sehingga menjadi tanggungan pasien atau dapat dikonfirmaiskan

ke kantor asuransi tersebut.

65
Sedangkan untuk pasien BPJS, harus memastikan bahwa

obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat dalam Fornas. Jika

dalam resep terdapat beberapa obat yang tidak masuk dalam

Fornas maka petugas farmasi harus menginformasikan kepada

dokter apakah diganti dengan obat yang mempunyai zat

berkhasiat sama maupun obat yang sama dengan indikasi

namun sesuai dengan obat yang masuk dalam Fornas. Jika

dokter tidak menganjurkan penggantian obat lain maka

informasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dapat

dibayarkan oleh BPJS dan menjadi tanggungan pasien yang

harus membeli diluar rumah sakit.

66
Gambar 1. Alur Pelayanan Resep Pasien Reguler di Rawat Jalan

Resep diterima

Lakukan skrining resep (administratif klinis dan farmasetis)

Konfirmasikan ke dokter
bila ada ketidakjelasan

Beri harga

Informasikan ke pasien tentang haga obat

Sesuaikan harga apabila


pasien tidak setuju

Masukkan data ke billing rawat jalan

Print nota obat, serahkan pasien untuk dibawa ke kasir

Serahkan resep dan etiket ke bagian penyiapan obat

Cek kembali obat yang sudah siap diserahkan

Lakukan koreksi bila


ditemukan kesalahan

Panggil nomor urut antrian

Identifikasi pasien denga mencocokkan anatara nomor antri dengan


nama pasien dan tanggal lahir

Serahkan obat ke pasien disertai dengan informasi secukupnya

67
Gambar 2. Alur Pelayanan Resep Pasien BPJS di Farmasi Rawat Jalan

Resep diterima

Lakukan skrining resep (administratif, klinis dan farmasetis)

Konfirmasi ke pasien bila ada


Konfirmasikan ke dokter obat yang tidak tercover oleh
bila ada ketidakjelasan BPJS

Masukkan data ke sistem komputer dengan kode rawat jalan

Print nota obat

Serahkan resep ke bagian penyiapan obat. Siapkan dan beri etiket

Cek kembali obat yang sudah siap diserahkan

Lakukan koreksi bila


ditemukan kesalahan

Panggil nomor urut antrian

Identifikasi pasien denga mencocokkan anatara nomor antri dengan


nama pasien dan tanggal lahir

Serahkan obat ke pasien disertai dengan informasi secukupnya

68
4. Pelayanan Resep di Instalasi Rawat Inap

Pelayanan instalasi farmasi rawat inap di Rumah Sakit Roemani

Muhammadiyah yang berlangsung 24 jam dibagi dalam 3 waktu kerja

yaitu waktu kerja pagi, waktu kerja siang dan waktu kerja malam. Pagi

pukul 7.00-14.00, siang pukul 14.00-21.00 dan malam pukul 21.00-

07.00.

Pelayanan resep rawat inap di Rumah Sakit Roemani

Muhammadiyah melalui perawat ruangan yang membawa resep ke

bagian farmasi rawat inap bila obat-obat High Alert, narkotik atau

psikotropik. Jika hanya alat kesehatan dan obat lainnya dengan

mengirim permintaan melalui Sim RS atau teramedik. Ketika di rawat

inap akan langsung di skrining, disesuaikan dengan golongan lalu di

print. Pelayanan resep rawat inap Rumah Sakit Roemani

Muhammadiyah menggunakan sistem one daily dose dispending

(ODDD) yaitu obat disiapkan hanya untuk satu hari, sehingga pasien

rawat inap mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan dan

menghindari proses pengembalian obat terutama untuk obat-obat

injeksi. Untuk pelayanan resep rawat inap dalam menyiapakan obat

sampai penyerahan obat dilakukan oleh petugas farmasi yang

berbeda, hal ini dilakukan untuk meminimalisir kesalahan yang akan

terjadi.

Alur pelayanan resep rawat inap yaitu form resep rawat inap

diserahkan ke bagian farmasi rawat inap oleh perawat ruangan, atau

perawat menuliskan keperluan alat kesehatan dan obat yang

dibutuhkan melalui teramedik atau SIM RS yang langsung dikirim ke

69
rawat inap. Setelah resep masuk ke SIM RS rawat inap dilakukan

skrining resep (administrasi, klinis dan farmasetis) bila ada ketidak-

jelasan penulisan obat atau mengalami kekosongan obat langsung di

konfirmasikan ke dokter, kemudian resep diprint beserta nota untuk

langsung disiapkan. Setelah itu di beri etiket. Resep yang telah

disiapkan dicek lagi oleh petugas lainnya. Ketika sudah benar alat

kesehatan dan obat diletakkan pada rak khusus masing-masing

ruangan. Perawat ruangan akan mengambil dan menyerahkan kepada

apoteker yang jaga diruangan kemudian diberikan ke pasien. Jika pagi

hari kebutuhan alat kesehatan dan sediaan farmasi akan diantar ke

masing-masing ruangan. Khusus untuk ruangan ICU atau PICU

sediaan farmasi dan alat kesehatan diantarkan oleh petugas farmasi

ke ruangan.

70
Gambar 3. Alur Pelayanan Pasien di Rawat Inap

Formulir permintaan obat rawat inap diterima

Lakukan skrining resep (administratif, klinis dan farmasetis)

Diberi harga

Print resep dan nota obat

Obat disiapkan

Cek kembali obat yang sudah siap dan beri paraf


petugas kemas

Obat diserahkan ke perawat ruangan, petugas farmasi dan perawat ruangan


saling cek obat yang diberikan

Perawat ruangan menyerahkan obat ke Apoteker jaga di ruangan

Obat diberikan ke pasien oleh Apoteker jaga diruangan

71
5. Prosedur Penyerahan Obat

Penyerahan obat seharusnya dilakukan oleh apoteker karena

jumlah yang tidak mencukupi dibantu oleh tenaga teknik kefarmasian.

Apoteker atau TTK mencari informasi yang dibutuhkan menggunakan

buku-buku literatur terbaru maupun media elektronik, seperti internet

yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Pertanyaan yang

diajukan oleh tenaga medis maupun pasien dapat berupa pertanyaan

mengenai kestabilan obat, dosis obat untuk pasien tertentu dan

pertanyaan lainnya yang mungkin ditemukan selama selama pasien

menjalani perawatan. Ketika penyerahan perlu dilakukan memberikan

dan menyebarkan informasi kepada pasien secara aktif dan pasif.

Pemberian informasi obat yang meliputi nama obat, kegunaan obat,

aturan pakai, cara penggunaan obat, cara penyimpanan obat. Untuk

pasien yang menggunakan alat khusus dalam penggunaan obatnya

seperti sediaan inhaler, insulin pen, suppositoria, obat tetes diperlukan

konseling kepada Apoteker. Ketika pemberian informasi cara pakai

atau lainnya terkadang Apoteker atau TTK perlu untuk menyuruh si

pasien mengulangi informasi yang telah disampaikan agar informasi

yang telah diberikan sudah dipahami pasien.

6. Dispensing Obat Berdasarkan Permintaan Dokter

Kegiatan dispensing obat biasanya dilakukan oleh Tenaga

Teknik Kefarmasian. Dokter memberikan resep berupa racikan puyer,

kapsul, salep dan tetes telinga. Sediaan biasanya dibuat kapsul jika

ada obat-obat narkotika atau psikotropika. Hal tersebut untuk

mengantisipasi penyalahgunaan dan supaya pasien tidak dapat

72
dengan sengaja membelinya di apotek. Pembuatan tetes telinga harus

dilakukan dengan aseptis. Terkadang ada juga resep dengan

mencampurkan salep dengan lotio. Pembuatan obat seperti itu juga

sering dilakukan.

7. Administrasi dan Pengelolaan Dokumen

Pelaporan dan pencatatan di Rumah Sakit Roemani

Muhammadiyah Semarang meliputi stock opname, pelaporan obat

narkotika atau psikotropika dan dana anggaran. Pelaporan dibuat

secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu

bulanan. Dilakukan pelaporan dan pencatatan stock opname dilakukan

pada akhir bulan untuk rawat inap dan rawat jalan. Untuk bagian

gudang dilakukan stock opname sehari sebelum akhir bulan.

Kegunaan stock opname untuk mencocokan barang fisik dengan

barang yang ada dikomputer. Biasanya akan dilakukan penyesuaian

barang sesuai fisiknya. Kemudian barang-barang yang geseh akan

diprint untuk dijadikan laporan kepada Kepala Instalasi Farmasi rumah

sakit.

Untuk obat-obat narkotika dan psikotropika harus melalui

pencatatan yang jelas. Pada saat obat diantar dari disitributor perlu

langsung dicatat di kartu stok dengan mencantumkan nama PBF, no

batch, tanggal masuk, jumlah barang, tanda tangan petugas yang

menerima. Ketika di rawat jalan atau rawat inap untuk mengambil obat

narkotika atau psikotropika harus ada nama pasien yang

membutuhkan dan nomor rekam medis si pasien. Agar saat

pengecekan dengan data di komputer sama. Barang-barang yang

73
mendekati expired biasanya ditarik dan diteletakkan di rak karantina.

Pada rawat jalan dan rawat inap ketika stock opname menemukan

barang yang expired langsung dicatat pada buku dan diserahkan

kepada Kepala Gudang Farmasi. Obat-obat yang bisa diretur ke

distributor akan dikembalikan. Pada saat pereturan barang mendekati

atau sudah expired harus melampirkan fotocopy faktur asli, sedangkan

pihak distributor atau PBF memberikan tanda bukti terima barang

kepada petugas farmasi tersebut. Sebelum diretur perlu dicocokan

nama obat, jumlah barang, no batchnya sesuai ataua tidak. Jika obat-

obat yang tidak bisa diretur maka akan dimusnahkan.

Setelah melakukan stock opname, akan dilakukan perencanaan

untuk mengadakan sediaan farmasi lagi untuk mengurangi jumlah

pembelian atau menambah pembelian dibuat total anggaran. Dari

stock opname itu akan diakumulasi berapa kerugian rumah sakit dari

obat-obat yang expired date. Pemusnahan obat juga dilakukan

pencatatan obat-obat apa saja yang akan dimusnahkan untuk diajukan

ke direktur rumah sakit.

Dokumen-dokumen berupa resep dikumpulkan setiap hari lalu

dibendel menjadi satu, setelah satu bulan akan dijadikan dalam kardus

dan diberi tanggal dan bulan. Pengarsipan resep dibedakan jenis resp

BPJS dan resep umum. Pengarsipan faktur juga dilakukan setiap hari.

Pengarsipan resep dibedakan menjadi lima yaitu BPJS, Reguler,

Psikotropika, Narkotika, dan Prekusor. Pengarsipan faktur reguler

hanya 15 hari tidak satu bulan. Dokumen-dokumen disimpan selama 5

tahun.

74
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kegitan Praktik Kerja Lapangan dari tanggal 11 Februari

sampai dengan 11 April 2019, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang merupakan rumah

sakit umum kelas C. Penyeleksian untuk pengadaan barang sesuai

dengan formularium rumah sakit. Metode pengadaan epidemiologi dan

konsumsi. Metode penyimpanan menggunkan prinsip FEFO (First

Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) dengan sangat

memperhatikan obat yang termasuk Hight Alert dan LASA (Look Alike

Sound Alike). Sistem distribusi obat yang diterapkan di IFRS Roemani

Muhammadiyah Semarang adalah kombinasi antara individual

prescribing dan ODDD (One DailyDose Dispensing) dan untuk distribusi

ke ruangan dengan floor stock. Standar pelayanan kefarmasian yang

ada di IFRS Roemani Muhammadiyah Semarang sebagian besar sudah

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang menerapkan

pelayanan klinik yang meliputi Pengkajian Dan Pelayanan Resep,

Rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling, Visite,

Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat

(MESO) sedangkan dispensing sediaan steril belum dilakukan.

75
B. Saran

Saran untuk instalasi farmasi Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

yakni :

1. Perlu penambahan tenaga Apoteker dan TTK di pelayanan instalasi

farmasi RS Roemani Muhammadiyah karena belum sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomopr 72 tahun 2016.

76
DAFTAR PUSTAKA

Anomin. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 129/Menkes/SK/III tahun


2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonin. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 56 tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 2016. Peraturan Menteri kesehatan nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2017. Peraturan Menteri kesehatan nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2017 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2017 tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Satibi. 2015. Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakarta : Gadjah Mada P
University Press.
Siregar, C., & Amalia. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan. Jakarta :
EGC.

77

Anda mungkin juga menyukai