Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


LICHEN PLANUS

Pembimbing:

DR. dr. Hans Lumintang, Sp. KK ( K ) DSTO.

Disusun Oleh:
Adria Wira N. R.
1522314040

BAG/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2017
I. PENDAHULUAN
Liken planus (LP) pertama kali dijelaskan oleh Erasmus Wilson pada tahun 1869. Liken
planus diklasifikasikan sebagai penyakit papuloskuamosa; walaupun gejala yang menonjol
adalah bersisik tetapi tidak sama dengan psoriasis dan penyakit kulit lainnya yang termasuk
dalam kategori ini.
Liken planus merupakan suatu kesatuan yang khusus dengan bentuk papul lichenoid
yang menunjukkan warna dan morfologi yang khusus, berkembang di lokasi yang khas, dan
pola perkembangan karakteristik yang nyata. 4P : purple, pruritic, polygonal dan papule, adalah
gejala klinis yang dapat dicari untuk membantu menegakkan diagnosis liken planus.

II. EPIDEMIOLOGI
Distribusi liken planus ditemukan di seluruh dunia. Prevalensi dan insidensi pasti untuk
kasus ini belum diketahui, namun diperkirakan jumlahnya 1% dari total populasi dunia. Di
Amerika Serikat, kasus liken planus mencapai 0,44% dari seluruh penduduk. Liken planus
tidak memiliki predisposisi yang kuat untuk setiap jenis kelamin. Beberapa penulis
menemukan 60% kasus terjadi pada wanita, dengan bentuk inflamasi dan deskuamasi vaginitis.
Predominan terjadi pada orang dewasa di usia 30-60 tahun, bagaimanapun sebetulnya penyakit
ini dapat menyerang segala usia.
Liken planus tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi suatu keganasan, namun
lesi ulseratif di mulut, terutama pada pria, memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
berlanjut menjadi ganas. Meskipun begitu, insidensi transformasi ini kecil, yakni kurang dari
2% kasus. Lesi di vulva pada penderita wanita juga dapat berkembang menjadi karsinoma sel
skuamosa.

III. ETIOPATOGENESIS
Sistem imunitas spesifik, terutama selular, memiliki peran penting dalam memicu
terjadinya penyakit liken planus. CD4 dan CD8 dapat ditemukan pada lesi-lesi kulit.
Akumulasi sel CD8 pada kulit menentukan progresivitas penyakit yang diderita; semakin
banyak CD8 yang ditemukan maka akan semakin berat penyakitnya. Sel-sel ini kemudian akan
memicu reseptor-reseptor lain di kulit dan akan berakhir pada suatu proses yang diyakini
menjadi dasar dari setiap perubahan yang terjadi pada kulit yakni apoptosis.
Ada tiga proses yang terjadi sampai akhirnya menjadi apoptosis, yakni pengenalan
antigen, aktivasi limfosit, dan apoptosis keratinosit. Perjalanan penyakit dimulai dari
pengenalan antigen spesifik liken planus oleh sel CD8 di tempat lesi. Antigen liken planus
belum diketahui. Beberapa pendapat menyebutkan antigen ini adalah suatu protein autoreaktif
yang dapat memicu proses autoimun tubuh, namun ada juga yang menyebutkan bahwa antigen
ini menyerupai antigen eksogen seperti virus, bakteri, dan lain-lain. Selanjutnya, sistem
imunitas innate menjadi terstimulasi, dan memacu sekresi beberapa interleukin, interferon dan
TNF1. Setelah pengenalan antigen, sel CD8 menjadi teraktivasi, dan kemudian melepaskan
sitokin dan kemokin yang menyebabkan terjadinya konsentrasi limfosit di tempat lesi.
Limfosit-limfosit ini selanjutnya akan terus berada di tempat tersebut. Rangkaian proses ini
akan berakhir dengan apoptosis keratinosit, yang mekanisme pastinya belum diketahui. Diduga
adanya gangguan pada membrane basal kulit dapat menyebabkan apoptosis.
Liken planus dihubungkan dengan reaksi alergi atau reaksi kekebalan, faktor resikonya
termasuk radioterapi, bahan yang dicelup, dan substansi bahan kimia (emas, antibiotik, arsenik,
iodida, kloroquin, quinarine, quinide, phenothiazine, dan diuretik).

IV. GAMBARAN KLINIS


Liken planus dimulai dengan adanya makula eritema dan papul keunguan selama
beberapa minggu. Dalam waktu yang singkat, kadang-kadang berkembang lesi yang multipel
secara cepat dengan penyebaran awal hanya beberapa papul. Tanda liken planus hanya
ditemukan pada kulit dan membran mukosa. Morfologi lesinya berupa, kecil, flat-miring,
poligonal, papul yang mengkilat, dengan frekuensi yang sering, tapi tidak selalu ada.
Lesi liken planus biasanya didistribusikan secara simetris dan bilateral pada
ekstremitas. Liken planus predileksinya meliputi daerah fleksura pada pergelangan tangan,
lengan, dan pergelangan kaki, paha, punggung bawah, leher dan penyebaran bertambah di
membran mukosa mulut dan genitalia. Retikulum halus berwarna putih dengan lesi berupa sisik
pada permukaan kulit, sehingga terlihat seperti garis-garis putih, dikenal sebagai Wickham’s
striae, tanda patognomonik liken planus yang mungkin tidak jelas pada anak-anak. Pada
umumnya banyak variasi secara klinik penyakit liken planus yang dikategorikan menurut: (1)
bentuk lesi, (2) morfologi yang terlihat, atau (3) lokasi.
1. Bentuk Lesi
• Bentuk Anuler
o Bentuk lesi ini terdapat di punggung dan lebih sering ditemukan di penis serta
skrotum.
o Kira-kira ditemukan pada 10% penderita liken planus.
o Umumnya papula membentuk gambaran cincin.
o Bentuk lain dari anuler liken planus terjadi ketika lesi membesar dengan diameter 2
sampai 3 cm dan mengalami hiperpigmentasi.
• Bentuk Linear
o Papul dapat membentuk konfigurasi linear sebagai bentuk sekunder terhadap
trauma, atau pada kasus yang sangat jarang, sebagai erupsi spontan dan terisolasi.
o Biasanya terjadi pada ekstremitas.
2. Morfologi Lesi
• Erosi dan Ulserasi
Bentuk ini menunjukkan lesi-lesi yang erosif, yang kemudian menjadi ulkus
pada selaput lendir yang telah terkena.
• Atropik
Bentuk ini jarang terdapat, tetapi pernah dilaporkan bersama dengan bentuk
folikuler, vesikulo bulosa, atau hipertrofik.
• Liken Planus hipertrofik
Variasi ini biasanya terbentuk di ekstremitas, terutama di daerah inguinal dan
persendian jari, dan merupakan bentuk yang paling terasa gatal. Lesi berwarna
keunguan atau merah kecoklatan, lebih tebal dan lebih tinggi dari sekitarnya, dan
hiperkeratosis. Saat penyembuhan biasanya meninggalkan bekas berupa jaringan parut
atau daerah hiper/hipopigmentasi.
• Liken Planus Folikular (Liken planopilaris)
Lesi folikuler merupakan bagian dari liken planus tipikal, tetapi kadang-kadang
menonjol dan sulit untuk didiagnosis. Sementara mayoritas, papulnya datar, lesinya
berkelompok seperti duri dan berkembang disekitar folikel rambut (liken plano-pilaris).
Lesi folikuler terdapat di kulit kepala yang bersisik dan terlihat seperti bekas
luka pada alopesia.
• Liken planus pigmentosus
Merupakan pigmen kronik yang difus atau retikulasi hiperpigmen dengan
makula yang berwarna coklat tua pada daerah yang sering terkena paparan sinar
matahari seperti wajah, leher dan daerah lipatan lainnya.
• Liken planus vesiko-bulosa
Vesikel dan bula pada penyakit ini pasti ada, kadang-kadang menonjol secara
bersamaan sehingga sulit untuk didiagnosis. Liken planus bullosa merupakan variasi
yang jarang sehingga berkembang menjadi lesi berupa vesikel dan bula pada penyakit
liken planus.
• Liken planus aktinik
Nama lain variasi ini adalah liken planus subtropik, liken planus tropik, erupsi
likenoid aktinik, liken planus aktinikus, liken planus anuler atropi, dan likenoid
melanodermatosis.
3. Lokasi lesi
• Liken planus pada kulit kepala
Secara klinik maupun histologi liken planopilaris atau liken planus folikuler
menyerang kulit kepala. Pada kulit kepala secara tipikal terlihat seperti gabungan papul
keratotik yang folikuler.
• Liken planus pada kuku.
Permukaan kuku yang menipis merupakan karakteristik dari kuku yang
abnormal, ridging longitudinal dan adanya retakan/celah. Dasar kuku mengalami
perubahan, akan tetapi non spesifik seperti kuning karena adanya kerusakan pada warna
kuku, onikolisis dan hiperkeratosis subungual.
• Liken planus pada telapak tangan dan tumit.
Karakteristik bentuk lesi yang terdapat pada telapak tangan dan tumit serta
adanya lesi perubahan warna di tempat lain. Bentuknya terdiri dari papul atau nodul
dan lebih aktif di bagian pinggir daripada di tengah.
• Liken planus pada mukosa.
Liken planus menyerang selaput di mulut, vagina, esofagus, konjungtiva, uretra,
hidung dan laring. Ciri utamanya adalah eritem dan erosi pada lidah ; kadang-kadang
ada plak putih dengan rasa nyeri dan tidak nyaman. Deskuamasi dan erosi pada vulva
dan vagina disertai dengan rasa nyeri terbakar, dispareunia.
Adapun reaksi lain yang terdapat pada penyakit liken planus adalah:
• Lupus Erythematosus Overlap Syndrome
Pasien dengan reaksi ini didapatkan adanya lesi atropik DLE (Discoid Lupus
Erythematosus) di kepala, leher dan badan serta memiliki plak putih terlihat seperti
renda pada mukosa oral. Â Likenoid atau papul verukos dan plak dapat ditemukan pada
kulit non mukosa.
• Graft-versus-host disease
Chronic Graft Versus Host Disease (GVHD), terjadi 100 hari setelah
transplantasi sumsum tulang, dapat timbul sebagai erupsi likenoid yang secara klinis.
Karakteristik yang terlihat berupa papul dengan warna keunguan pada ekstremitas
distal. Lesi ini biasanya tidak gatal. Keterlibatan mukosa oral dengan makula berwarna
putih yang disusun dengan pola fine lace-like; erosi dan ulserasi mungkin juga ada.
Reaksi lainnya adalah liken planus pemfigoid, likenoid keratosis kronik (penyakit
Nekam), liken planus dan transformasi maligna, keratosis likenoid, dermatitis likenoid.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum ada analisis pemeriksaan yang spesifik untuk membantu menegakkan diagnosis
liken planus. Jumlah limfosit dan sel darah putih pada pemeriksaan darah dapat menurun,
karena adanya pengaruh dari aktivitas sitokin di jaringan kulit. Pada pemeriksaan histopatologi,
di epidermis terlihat perubahan berupa hiperkeratosis, akantosis tak teratur, penebalan stratum
granulosum setempat, degenerasi mencair membran basalis, dan hilangnya stratum basalis.
Striae Wickham mungkin ada hubungan dengan bertambahnya aktivitas fokal liken planus dan
tidak karena penebalan lapisan granular. Bentuk bula pada liken planus sangat jarang terjadi,
paling menonjol antara lamina basal dan kerotinosis pada sitomembran basal.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis liken planus ditegakkan berdasarkan:
A. Anamnesis : adanya keluhan mengenai adanya perubahan pada kulit,
seringkali berbentuk papul eritematosa, dan disertai rasa gatal.
B. Pemeriksaan fisik : ditemukan lesi pada tubuh pasien. Perlu diperhatikan bentuk,
morfologi, dan tempat beradanya lesi tersebut.
C. Pemeriksaan penunjang : dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan
histopatologi.

VII. DIAGNOSIS BANDING


a. Lupus eritematosus
b. Liken nitidus
c. Psoriasis
VIII. PENGOBATAN
Penatalaksanaan liken planus dapat menjadi suatu hal yang sulit bagi dokter dan pasien.
Untuk menentukan jenis obat yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan beratnya penyakit
yang dialami oleh pasien, juga segala keuntungan dan efek samping yang akan muncul dengan
penggunaan obat tersebut.
Berikut adalah obat-obatan yang lazim digunakan sebagai terapi liken planus.
• Steroid
Steroid topikal merupakan pilihan terapi lini pertama pada liken planus mukosa.
Keberagaman glukokortikoid topikal telah terlihat efektif. Pada beberapa keadaan dimana
iritasi sekunder dan inflamasi jaringan mulut muncul dan berkorelasi dengan kolonisasi
candida di mulut, serangkaian terapi antijamur dapat diindikasikan. Glukokortikoid
sistemik memperlihatkan keefektifan dalam pengobatan liken planus erosif oral dan
vulvovaginal. Dosis sistemik dapat digunakan secara tunggal, atau, yang tersering,
digabungkan dengan kortikosteroid topikal. Dosisnya mulai 30-80 mg/hari, diturunkan
setelah 3 sampai 6 minggu setelah menunjukkan perbaikan. Relaps sering terjadi setelah
pengurangan dosis atau penghentian obat. Dosis yang lebih besar selalu diperlukan untuk
liken planus esofageal. Candidiasis oral merupakan komplikasi yang sering terjadi. Terapi
topikal dan sistemik bisa digunakan untuk liken planus di kulit, tetapi penggunaannya
tergantung tingkat kroniknya penyakit, gejala-gejalanya, dan respon terhadap pengobatan.
Glukokortikoid topikal hanya digunakan pada penyakit kulit tertentu. Glukokortikoid
topikal yang poten dengan atau tanpa oklusi, adalah bermanfaat bagi liken planus di kulit.
Triamcinolon asetonide (5-10 mg/roL) adalah efektif dalam mengobati liken planus di
mulut dan kulit. Bisa juga digunakan pada liken planus yang terjadi di kuku dengan injeksi
di lipatan proksimal kuku setiap 4 minggu. Regresi terjadi dalam 3-4 bulan. Untuk liken
planus yang hipertrofi, konsentrasi glukokortikoid intralesi yang lebih tinggi diperlukan
(10-20 mg/ml). Observasi yng ketat diperlukan untuk mengelak terjadinya komplikasi
seperti atrofi atau hipopigmentasi pada tempat tertentu. Jika adanya tanda-tanda
komplikasi tersebut, pengobatan haruslah diberhentikan segera. Glukokortikoid sistemik
sangat berguna dan efektif dengan penggunaan dosis lebih dari 20 mg/hari (30-80 mg
prednisone) untuk 4-6 minggu dengan dilanjutkan dosis yang dikurangi selama 4-6
minggu juga. Pengobatan lain termasuklah prednisone 5-10 mg/hari selama 3-5 minggu.
Gejala cenderung berkurang. Bagaimanapun, kadar relaps selepas berhenti pemakaian
obat tidak diketahui. Pada liken planus tipe planopilaris, glukokortikoid topikal yang poten
dikombinasi dengan glukokortikoid oral, 30-40 mg/hari, selama sekurang-kurangnya 3
bulan, berjaya mengurangi gejala. Namun, jika berhenti dari pemakaian obat akan
menyebabkan relaps. Efek jangka panjang bisa berisiko komplikasi.
• Retinoid
Asam retinoid topikal (gel tretinoin) menunjukkan keefektifan dalam pengobatan liken
planus oral. Iritasi sering membuat pendekatan terapi pada lokasi ini menjadi kurang
bermakna. Isotretinoin gel juga efektif, terutama pada lesi oral non erosif. Perbaikan
biasanya dilaporkan setelah 2 bulan, walaupun rekurensi sering terjadi setelah penghentian
terapi. Retinoid topikal sering digunakan bersama kortikosteroid topikal. Walaupun tidak
ada bukti dalam uji klinis, terapi ini dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi efek
samping pengobatan. Etretinate oral telah digunakan sebanyak 75mg/hari (0,6 sampai 1,0
mg/kgBB/hari) untuk liken planus erosif oral dengan perbaikan yang signifikan pada
sebagian besar pasien. Relaps sering terjadi setelah penghentian pengobatan. Retinoid
sistemik adalah sebagai antiinflamasi dan digunakan sebagai terapi untuk liken planus.
Remisi dan perbaikan setelah pemakaian 30mg/hari asitretin selama 8 minggu. Tretinoin
digunakan sebanyak 10-30 mg/hari untuk perbaikan dan efek samping yang ringan.
Etretinat dosis rendah sebanyak 10-20 mg/hari selama 4-6 bulan bagus untuk remisi pada
liken planus di kulit, mulut. Respon yang cepat didapatkan dengan penggunaan 75 mg/hari
atretinat, tetapi efek samping dari retinoid berkait erat dengan penggunaan dosis.
• Siklosporin, tacrolimus, dan pimecrolimus.
Penggunaan terapi siklosporin topikal 100mg/mL, 5mL 3 kali sehari menunjukkan hasil
yang memuaskan dalam pengobatan liken planus oral. Pencuci mulut siklosporin topikal
memperlihatkan keefektifan terhadap liken planus oral, terutama untuk bentuk erosif yang
berat, tetapi hasilnya tidak lebih baik dari glukokortikoid topikal. Ketersediaan
imunosupresan agen topikal alternatif, tacrolimus dan pimecrolimus, berguna untuk
mengganti siklosporin topikal. Tacrolimus, golongan imunosupresan makrolide, yang
menekan aktivasi sel T pada penyakit mukosa erosif, memberikan penyembuhan yang
cepat dari nyeri dan rasa terbakar dengan efek samping minimal. Siklosporin oral
diberikan dalam rejimen dosis 3-10 mg/kgBB/hari telah digunakan untuk penyakit
ulseratif berat.
• Lain-lain
Antijamur poliene, griseofulvin, telah digunakan secara empiris untuk terapi liken
planus oral dan kutaneus; bagaimanapun kurang begitu efektif. Antijamur yang lebih baru
(fluconazole, itraconazole) mungkin berguna dalam pengobatan liken planus dengan
pertumbuhan candida yang berlebihan, terutama yang bersamaan pemberiannya dengan
glukokortikod topikal. Pada sebuah studi, hydroxychloroquine 200-400mg/hari selama
minimal 6 minggu menghasilkan penyembuhah sempurna liken planus oral. Perlu kehati-
hatian dalam penggunaan hydroxychloroquine karena antimalaria mungkin merupakan
penginduksi liken planus.
Extracorporeal Photochemotherapy (ECP) ECP yang dilakukan 2 kali seminggu selama
3 minggu lalu diturunkan memberikan hasil terapi yang baik. Pada sebuah studi, sebanyak
7 pasien yang diujicobakan memperlihatkan remisi yang sempurna. Azathioprine,
cyclophosphamide, dan mycophenolate mofetil telah memperlihatkan keuntungan dalam
pengobatan liken planus, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan hasil yang kurang baik.
Penggunaan dikombinasi dengan glukokortikoid oral untuk mempercepat respon.
IX. PROGNOSIS
Biasanya penyakit ini berlangsung 1-2 tahun sebelum akhirnya sembuh, kecuali pada
keadaan yang menyertai penyakit kronis. Durasi penyakit ditentukan oleh luasnya area yang
mengalami erupsi dan morfologi lesi. Erupsi yang terjadi secara generalisata cenderung lebih
cepat sembuh dibandingkan lesi kulit saja. Kekambuhan penyakit berkisar antara 15-20% dan
cenderung terjadi di tempat yang sama dengan tempat awal terjadi penyakit.
X. KESIMPULAN
Liken planus adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan mukosa,
dengan faktor resiko yang multifaktorial. Dengan mengetahui imunopatogenesis, faktor resiko,
manifestasi klinis dan edukasi pada pasien, morbiditas penyakit ini dapat diturunkan.
KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. DH
No Rekam Medis : 1613146
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Umur : 22 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Manager Cleaning Service RSGR
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 29 Juni 2017

2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Gatal-gatal pada lengan kanan dan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan terasa gatal pada tangan kanan dan kiri yang dialami terus-
menerus. Keluhan ini sudah dialami lebih dari 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan
timbul benjolan-benjolan di tangan yang terasa gatal sekali hingga pasien menggaruk
hingga benjolan tersebut pecah dan mengeluarkan cairan, bekas luka garukan membekas
pada lengan pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien sudah ke dokter spesialis kulit, diberi obat (lupa nama obat) dan keluhan gatal dapat
hilang ketika minum obat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan merasa gatal-gatal setelah makan telur, ikan, dan ayam

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien mempunyai riwayat alergi dan keluhan gatal-gatal
Riwayat Psikososial
- Pasien mandi minimal sehari 2 kali
- Pasien mandi menggunakan sabun batang merk citra sudah sebulan, tetapi sebelumnya
menggunakan sabun merk dettol

3. Pemeriksaan Fisik
3.1. Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6
Status gizi : baik

3.2. Lokalis (Status Dermatologis)

Efluoresensi: Regio manus tampak papul multiple berwarna keunguan dengan diameter
antara 1-2 cm, ditutupi skuama sedang selapis warna putih dengan likenifikasi soliter
unilateral.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakuan pemeriksaan penunjang
5. RESUME
Pasien datang dengan keluhan terasa gatal pada tangan kanan dan kiri yang dialami terus-
menerus. Keluhan ini sudah dialami lebih dari 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan
timbul benjolan-benjolan di tangan yang terasa gatal sekali hingga pasien menggaruk
hingga benjolan tersebut pecah dan mengeluarkan cairan, bekas luka garukan membekas
pada lengan pasien. Pasien sudah ke dokter spesialis kulit, diberi obat (lupa nama obat)
dan keluhan gatal dapat hilang ketika minum obat. Pasien mengatakan merasa gatal-gatal
setelah makan telur, ikan, dan ayam. Ibu pasien mempunyai riwayat alergi dan keluhan
gatal-gatal, tidak ada orang sekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama. Pasien
tinggal serumah dengan istri, pasien mandi minimal sehari 2 kali, pasien mandi
menggunakan sabun batang merk citra sudah sebulan, tetapi sebelumnya menggunakan
sabun merk dettol

Pemeriksaan fisik : Dalam batas normal


Status dermatologis :
Lokasi : Regio manus
Efluoresensi : Tampak papul multiple berwarna keunguan dengan diameter antara 1-
2 cm, ditutupi skuama sedang selapis warna putih dengan likenifikasi soliter unilateral.

6. DIAGNOSIS
Diagnosis Utama : Lichen Planus

7. PLANNING
7.1. Planning Diagnostik
• Pemeriksaan histopatologi
• Pemeriksaan darah lengkap
7.2. Planning Terapi

RUMAH SAKIT OKE


Jalan Perak Utara No. 1
dr. Adria Riswinanda
SIP. 1522315040
Surabaya, 11 Juli 2017

R/ Betha clobetasol dipropionate 0,05% No. I


S 2 dd UE

R/ Loratadine 10 mg No. XV
S 1 dd 1

R/ Prednison 5 mg No, XI
S 3dd 1

Pro : Tn. DH
Usia : 22 tahun
Alamat : Surabaya

7.3. Planning Monitoring


- Monitoring perbaikan keluhan pasien è apakah tangan masih gatal
- Monitoring adanya infeksi sekunder
- Monitoring efek samping obat

7.4. Planning Edukasi


• Menjelaskan kepada pasien tentang kemungkinan penyakit Liken Planus yang
dideritanya dan pengobatan hanya mengurangi gejala, bercak yang ada tidak akan
sembuh sempurna.
• Menjelaskan kepada pasien bahwa bercak akan terasa gatal dan bila gatal pasien
disarankan mengolesinya dengan salep yang diberikan.
• Menyarankan pasien untuk menghindari makanan yang memicu timbulnya gatal
• Menyarankan pasien untuk menggunakan obat sesuai aturan dan melakukan
kunjungan lagi ke dokter untuk mengevaluasi hasil terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Daoud M S, Pittelkow M R. Lichen Planus, in : Freedberg I.M, Eisen A.Z, Wolff K, Austen K.F,
Goldsmith L.A, Katz S.I, Fitzpatrick T.B, eds. Dermatology in General Medicine Eighth
Edition, Part 1; Vol. 1. P. 296-312.
Chuang T. Lichen Planus. 2013. [cited 2014 Jan 26]. Available from :
http://www.emedicine.medscape.com
Cleach L L, Chosidow O. Lichen Planus. [cited 2014 Jan 24]. N Engl J Med 2012; 366:723-732.
Available from :http://www.nejm.org
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI;2009.
Katta R. Lichen Planus. [cited 2014 Jan 24]. Am Fam Physician. 2000 Jun 1;61(11):3319-3324.
Available from :http://www.aafp.org
Cole G W. Lichen Planus. 2013. [cited 2014 Jan 26]. Available from: http://www.medicinenet.com
Berman K. Lichen Planus. [cited 2014 Jan 26]. Atlanta;U.S. National Library of Medicine NIH
(National Institutes of Health);2008. Available from : http://www.nlm.nih.gov
Solomon L M, Ehrlich D, Zubkov B. Lichen Planus and Lichen Nitidus, in : John Harper, Arnold
Oranje, Neil Prose, editors. Textbook of Pediatric Dermatology Volume I, Second Edition.
Oxford ; Blackwell Publishing; 2006. P. 801-10.
Higgins E, Vivier A d. Lichen Planus. Skin Disease in Childhood and Adolescence. Blackwell
Science;1996. P.65-66.
BS Sahni. Lichen Planus [Serial on the internet]. Homoeopathy Clinic [Cited 2011-01-15].
Available from : http://www.homoeopathyclinic.com/articles/diseases/skin/Lichen_Planus.pdf
Serrão V.V, Organ V , Pereira L, Vale E , Correia S. Annular lichen planus in association
with Crohn disease. Dermatology Online Journal Volume 14 Number 9 [Serial On the
Internet]. Lisbon;2008; September [Cited 2011-01-15] 13

Anda mungkin juga menyukai