Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Liken planus (LP) pertama kali dijelaskan oleh Erasmus Wilson pada tahun

1869. Liken planus diklasifikasikan sebagai penyaki tpapulosquamous,  walaupun

gejala menonjolnya adalah bersisik tetapi tidak sama dengan psoriasis dan penyakit

kulit lainnya yang termasuk dalam kategori ini.

            Liken planus paling sering ditemukan pada ektremitas superior, kulit kepala,

kuku,  genitalia, dan membran mukosa.5 Liken planus (leichen dalam bahasa Yunani

berarti “pohon lumut” ; planus dalam bahasa Latin berarti “datar”) merupakan suatu

kelainan yang unik, suatu penyakit inflamasi yang berefek ke kulit, membran

mukosa, kuku, dan rambut. Lesi yang tampak pada lichen planus-like atau dermatitis

lichenoidtampak seperti ketombe, beralur halus, kotoran yang kering dari tumbuh-

tumbuhan simbiosis yang dikenal sebagai liken. Walaupun morfologik ini mungkin

sulit untuk dibandingkan, liken planus merupakan suatu kesatuan yang khusus dengan

bentuk papul “lichenoid” yang menunjukkan warna dan morfologik yang khusus,

berkembang di lokasi yang khas, dan pola perkembangan karakteristik yang nyata.

            Liken planus memiliki karakteristrik tersendiri yaitu berupa papul flat-miring 

yang berwarna keunguan dengan predileksinya pada badan dan permukaan fleksor.

            Etiologi pasti LP masih belum diketahui, tetapi itu mungkin dihubungkan

dengan penyakit sistemik lainnya seperti diabetes mellitus, penyakit kolagen, infeksi

kuman virus dan stress emosional.


1
            Liken planus merupakan penyakit kulit yang gatal, mukokutaneus yang

mengalami erupsi dan anak-anak jarang mengalaminya daripada orang dewasa

dengan histologik yang pasti. Sekurang-kurangnya 2-3 dengan kasus LP terjadi pada

umur antara 30 dan 60. Walaupun tidak ada pengecualian untuk kelompok umur,

penyakit ini tidak biasa pada usia yang sangat muda dan sangat tua.

1.1 Epidemiologi

            Distribusi LP ditemukan di seluruh dunia dengan predisposisi tidak

berdasarkan ras walaupun variasinya sering terjadi. Kira-kira sebagian pasien dengan

lesi pada kulit memiliki lesi oral yaitu sekitar 25 %. Liken planus tidak memiliki

predisposisi yang kuat untuk setiap jenis kelamin. Beberapa penulis menemukan 60%

kasus LP pada wanita. Ini berarti wanita lebih banyak daripada pria dengan ratio 2:3

dan predominan terjadi pada orang dewasa di usia lebih dari 40 tahun. Pada daerah

tropis dan subtropis kelompok umur muda juga menderita LP.6

1.2 Manifestasi Klinik

         Lichen planus, secara klinis merupakan lesi putih. Dimana secara klinis

menunjukkan suatu lapisan putih yang berupa anyaman homogen atau yang tidak

homogen yang tidak terkelupas. Lesi ini secara klinis mempunyai tipe erosi dan non

erosi. Dapat terjadi pada seluruh pemukaan rongga mulut dan erat hubungannya

dengan infeksi jamur atu virus. Lesi-lesi kulit dari lichen planus pada awalnya terdiri

atas papula-papula kecil, puncaknya rata, merah dengan tengah bengkak. Lesi-lesi

tersebut dapat membesar dan begabung menjadi plak yang lebih lebar. Papula sedikit

demi sedikit berubah warna menjadi ungu dan lichenifikasi permukaan terdiri atas
2
striae putih kecil. Lesi tersebut biasanya gatal dan dapat berubah warna menjadi

kuning atau coklat sebelum menghilang. Distribusi bilateral pada permukan fleksor

dari ekstremitas adalah hal yang biasa, kadang-kadang mengenai kuku jari. Pasien

dengan papula tertentu yang ungu, bersegi banyak, gatal pada kulit seringkali secara

serempak mempunyai lesi-lesi intraoral.

            Liken planus dimulai dengan adanya makula eritem dan papul keunguan

selama beberapa minggu. Dalam waktu yang singkat, kadang-kadang berkembang

lesi yang multipel secara cepat dengan penyebaran awal hanya beberapa papul.  Tanda

liken planus hanya ditemukan pada kulit dan membran mukosa. Morfologi lesinya

berupa, kecil, flat-miring, poligonal, papul yang mengkilat, dengan frekuensi yang

sering, tapi tidak selalu ada. Lesi liken planus biasanya didistribusikan secara simetris

dan bilateral pada ekstremitas. Liken planus predileksinya meliputi daerah fleksura

pada pergelangan tangan, lengan, dan pergelangan kaki, paha, punggung bawah, leher

dan penyebaran bertambah di membran mukosa mulut dan genitalia.

Retikulum halus berwarna putih dengan lesi berupa sisik pada permukaan kulit,

sehingga terlihat seperti garis-garis putih, dikenal sebagai Wickham’s striae,  tanda

patognomonik liken planus yang mungkin tidak jelas pada anak-anak.

Pada lesi intraoral dapat timbul keluhan rasa tidak nyaman sampai nyeri atau

terbakar ketika makan makanan pedas. Lesi-lesi oral pada liken planus memiliki 2

tipe : 1. Tipe non erosif ; a. Striae, lesi berupa banyak garis-garis atau papula-papula

putih halus yang tersusun dalam suatu jaringan mirip jala. ; b. Atrofik, akibat dari

atrofi epitel dan terutama tampak sebagai bercak-bercak mukosa yang merah, tanpa
3
ulserasi. Tipe striae seringkali dijumpai di tepi lesinya. ; 2. Tipe erosif ; a. Plak, lesi

berupa bercak putih padat yang mempunyai permukaan yang licin, sedikit tidak

teratur, dan asimetris. Lesi tersebut umumnya dijumpai pada mukosa pipi dan lidah.

Pasien tidak akan menyadari adanya lesi ini. ; b. Erosif, bila permukaan epitel sama

sekali hilang dan mengakibatkan ulserasi. Mukosa pipi dan lidah adalah daerah yang

umum terkena. Pada awalnya timbul vesikel atau bulla, yang akhirnya tererosi dan

menjadi ulserasi. Lesi-lesi yang matang mempunyai tepi-tepi merah tak teratur,

pseudomembran sentral nekrotik yang kekuning-kuningan dan bercak putih

melingkar yang sering terdapat di perifernya. Keadaan ini sangat sakit dan dapat

terjadi cepat sekali.7

1.3 Variasi Klinik

            Pada umumnya banyak variasi secara klinik penyakit liken planus yang

dikategorikan menurut : (1) bentuk lesi, (2) morfologi yang terlihat, atau lokasi.

1.      Bentuk Lesi

Bentuk Anuler. Bentuk lesi ini terdapat di punggung dan lebih sering

ditemukan di penis  serta skrotum. Kira-kira ditemukan pada 10%

penderita LP. Umumnya papula membentuk gambaran cincin. Bentuk

lain dari anuler liken planus terjadi ketika lesi membesar dengan

diameter 2 sampai 3 cm dan mengalami hiperpigmentasi.

Erosi dan Ulserasi. Bentuk ini menunjukkan lesi-lesi yang erosif, yang

kemudian menjadi ulkus pada selaput lendir yang telah terkena LP.

4
Atropik. Bentuk ini jarang terdapat, tetapi pernah dilaporkan bersama

dengan bentuk folikuler, vesikulo bulosa, atau hipertrofik. 

Liken Planus Guttate. Variasi ini merupakan bentuk akut dari LP yang

paling sering ditemukan. Terdiri dari papul yang distribusinya luas pada

LP. Papul merupakan ciri  utama dari LP dengan distribusi yang khas

sehingga variasi ini berbeda dengan yang lainnya.

Liken Planus Folikular (Liken Plano-pilaris). Lesi folikuler

merupakan bagian dari liken planus tipikal, tetapi kadang-kadang

menonjol dan sulit untuk didiganosis. Sementara mayoritas, papulnya

datar, lesinya berkelompok seperti “duri”  dan berkembang disekitar

folikel rambut (liken plano-pilaris). Lesi folikuler terdapat di kulit

kepala yang bersisik dan terlihat seperti bekas luka pada alopesia.

Liken planus pigmentosus. Merupakan pigmen kronik yang difus atau

retikulasi hiperpigmen dengan makula yang berwarna coklat tua pada

daerah yang sering terkena paparan sinar matahari seperti wajah, leher

dan daerah lipatan lainnya.13

Liken planus vesiko-bullosa. Vesikel dan bula pada LP pasti ada, akan

tetapi kadang-kadang menonjol secara bersamaan sehingga sulit untuk

didiagnosis. Liken planus bullosa merupakan variasi yang jarang

sehingga berkembang menjadi lesi berupa vesikel dan bula pada

penyakit liken planus.

5
Liken planus aktinik. Nama lain variasi ini adalah liken planus

subtropik, liken planus tropik, erupsi likenoid aktinik, liken planus

aktinikus, liken planus anuler atropi, dan likenoid melanodermatosis.

2. Lokasi variasi

Liken planus pada kulit kepala. Secara klinik maupun histologik liken

planopilaris atau liken planus folikuler menyerang kulit kepala. Pada

kulit kepala secara tipikal terlihat seperti gabungan papul keratotik yang

folikuler

Liken planus pada Kuku. Permukaan kuku yang menipis merupakan

karakteristik dari kuku yang abnormal, ridging longitudinal dan adanya

retakan/celah. Dasar kuku mengalami perubahan, akan tetapi non

spesifik seperti kuning karena adanya kerusakan pada warna kuku,

onikolisis dan hiperkeratosis subungual.

Liken planus pada telapak tangan dan tumit. Karakteristik bentuk

lesi LP yang terdapat pada telapak tangan dan tumit serta adanya lesi

perubahan warna di tempat lain. Bentuknya terdiri dari papul atau nodul

dan lebih aktif di bagian pinggir daripada di tengah.

Liken planus pada mukosa. Liken planus menyerang selaput di mulut,

vagina, esofagus, konjunktiva, uretra, hidung dan larings. Ciri utamanya

adalah eritem dan erosi pada lidah ; kadang-kadang ada plak putih

dengan rasa nyeri dan tidak nyaman. Deskuamasi dan erosi pada vulva

dan vagina disertai dengan rasa nyeri terbakar, dispareunia.4


6
BAB II

EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN FISIOLOGI

RONGGA MULUT

2.1 Embriologi rongga mulut

Rongga mulut, faring dan esophagus berasal dari foregut embrionik.

Foregut juga berkemban menjadi rongga hidung, gigi, kelenjar liur, hipofise

anterior, tiroid dan laring, trakea, bronkus dan alveoli paru. Pada minggu
7
ketiga dan keempat masa embrio, ektoderm dan endoderm tumbuh dengan

pesat dan membentuk lekungan besar pada daerah sevalo kaudal cakram

embrio yang lurus, satu pada regio membran bukofaringeal dan satu lagi pada

regio membran kloaka. Selama proses pertumbuhan ini membran

bukofaringeal membalik dan terletak pada daerah ventral lipatan kepala.

Disini membran terletak pada dalam suatu lekukan yang dikenal dengan

stomodeum atau mulut primitif. Stomodeum dibentuk dari ektodermal yang

telah menyatu dan bertemu dengan endodermal pada minggu ketiga.

Stomodeum diliputi oleh ektodermal dan dibawahnya adalah mesenhim,

ektodermal akan berkembang menjadi epitel mulut, dan mesenkim

berkembang menjadi jaringan ikat dibawah nya.1

Pertumbuhan dan perkembangan oromaksilofasial (muka & rongga

mulut) dimulai pada minggu ke-3 intra uterin. Mula-mula masih terbentuk

tube dan terdiri dari 3 unsur yaitu ectoderm, mesoderm dan

endoderm/entoderm. Pertumbuhan dan perkembangan oral / mulut dimulai

dengan proses invaginasi lapisan ectoderm di bagian caudal dan Processus

Prontonasalis dan disebut Stomodeum = Primitive Oral Cavry. Di samping itu

terjadi pula proses invaginasi pada lapisan endoderm yang disebut Primitive

Digestive Tract. Selanjutnya POC dan PDT saling mendekat hingga bertemu

pada membran yang tipis disebut : Membrana Bucco Pharyngeal. Membran

tersebut akhirnya pecah dan terjadilah hubungan yang sempurna antara POC

dan PDT.2
8
2.1.1 Lidah

Pertumbuhan dan perkembangan lidah dimulai pada akhir minggu ke-

4. Mula-mula dibentuk sebuah tonjolan di dasar pharynx, anterior foramen

caecum disebut : Tuberculum Impar. Kemudian dibentuk pula 2 tonjolan di

daerah lateral dari Tuberculum Impar, disebut : Tonjolan Lateral Lidah.

Kemudian tonjolan lateral lidah berfusi membentuk 2/3 anterior lidah dengan

garis fusi pada : 1. Sulcus lingualis media (luar) ;

2. Septum lingual (dalam). Pertumbuhan dan perkembangan Papilla dan Taste

Buds pada lidah . Mula-mula dibentuk papilla filiformis tanpa ada induksi

syaraf sehingga tidak ada taste buds. Saat umur 54 hari dibentuk Papilla

Circum Vallatae, lalu Papilla Foliatae Fungiformis yang diinduksi oleh chorda

tympani (N. VII). Ketiganya terdapat taste buds.2

2.2 Anatomi rongga mulut

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah

bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum

keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar

ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang

membatasi rongga mulut.

Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara

anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk

dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian

eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya,
9
pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang

tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan

jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian

anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir. 1

Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut 2

2.2.1. Bibir dan Palatum

Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang

mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris

dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian

internal.

Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan

bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian

superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi

vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi

vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula

pada bagian inferior.


10
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis,

jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun

dari bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion merupakan

bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel-epitel pada

bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas

pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya

banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada

bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian

vermilion.

Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan

dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di

bagian tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat melakukan

proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan otot-otot orbukularis

oris di bibir akan membantu untuk memosisikan agar makanan berada di antara gigi

bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk

membantu proses berbicara.

Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara

rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut.

Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses mengunyah dan

bernafas pada saat yang sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian

yaitu palatum durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak). Palatum

durum terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum durum merupakan
11
sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga mulut dan rongga

hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang dilapisi

oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap rongga mulut dibentuk oleh

palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi

antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot

yang sama halnya dengan paltum durum, juga dilapisi oleh membran mukosa . 2

Gambar 2.2. Anatomi Palatum 2

2.2.2. Lidah

Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem pencernaan.

Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu kehamilan. Lidah

tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah beserta otot-

otot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang menyusun dasar dari

12
rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh septum

median yang berada disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid pada

bagian inferior, prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula.

Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik

dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot

genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar lidah

(menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian tersebut) dan masuk kedalam

jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot eksternal lidah berfungsi untuk

menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke sisi yang berlawanan dan

menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam. Pergerakan lidah karena otot

tersebut memungkinkan lidah untuk memosisikan makanan untuk dikunyah,

dibentuk menjadi massa bundar, dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulut

untuk proses penelanan. Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari

mulut dan mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya.

Otot-otot intrisik lidah berasal dari dalam lidah dan berada dalam

jaringan ikat lidah. Otot ini mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat

berbicara dan menelan. Otot tersebut terdiri atas : otot longitudinalis superior,

otot longitudinalis inferior, otot transversus linguae, dan otot verticalis linguae.

Untuk menjaga agar pergerakan lidah terbatas ke arah posterior dan menjaga agar

lidah tetap pada tempatnya, lidah berhubungan langsung dengan frenulum lingual,

yaitu lipatan membran mukosa yang berada pada bagian tengah sumbu tubuh dan

13
terletak di permukaan bawah lidah, yang menghubungkan langsung antara lidah

dengan dasar dari rongga mulut.

Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan

lateral lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina propria

yang ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila memiliki kuncup

perasa, reseptor dalam proses pengecapan, sebagian yang lainnya tidak. Namun,

papila yang tidak memiliki kuncup perasa memiliki reseptor untuk sentuhan dan

berfungsi untuk menambah gaya gesekan antara lidah dan makanan, sehingga

mempermudah lidah untuk menggerakkan makanan di dalam rongga mulut.

Secara histologi terdapat empat jenis papila yang dapat dikenali

sampai saat ini, yaitu : 1. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah

yang sangat banyak di lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan terkeratinasi,

hal tersebut menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah. Papila jenis

ini tidak mengandung kuncup perasa. ; 2. Papila fungiformis. Papila fungiformis

mempunyai jumlah yang lebih sedikit dibanding papila filiformis. Papila ini

hanya sedikit terkeratinasi dan berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya

adalah jaringan ikat. Papila ini memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian

permukaan luarnya. Papila ini tersebar di antara papila filiformis. ; 3. Papila

foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi mengandung

lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah dan mengandung kuncup perasa. ; 4.

Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila dengan jumlah paling

sedikit, namun memiliki ukuran papila yang paling besar dan mengandung lebih
14
dari setengah jumlah keseluruhan papila di lidah manusia. Dengan ukuran satu

sampai tiga milimeter, dan berjumlah tujuh sampai dua belas buah dalam satu

lidah, papila ini umumnya membentuk garis berbentuk menyerupai huruf V dan

berada di tepi dari sulkus terminalis.

Pada bagian akhir dari papila sirkumfalata, dapat dijumpai sulkus

terminalis. Sulkus terminalis merupakan sebuah lekukan melintang yang

membagi lidah menjadi dua bagian, yaitu lidah bagian rongga mulut (dua pertiga

anterior lidah) dan lidah yang terletak pada orofaring (satu pertiga posterior

lidah). Mukosa dari lidah yang terletak pada orofaring tidak memiliki papila,

namun tetap berstruktur bergelombang dikarenakan keberadaan tonsil lingualis

yang terletak di dalam mukosa lidah posterior tersebut. 2

15
Gambar 2.3. Penampang Lidah 2

2.3 Fisiologi Menelan

Menelan adalah keseluruhan proses memindahkan makanan dari mulut

melalui esophagus hingga mencapai lambung. Menelan dimulai ketika suatu

bolus atau gumpalan makanan yang telah dikunyah atau encer secara sengaja

didorong oleh lidah ke belakang mulut menuju faring. Tekanan bolus

merangsang reseptor-reseptor tekanan faring yang mengirim impuls aferen ke

pusat menelan yang terletak di medulla batang otak. Pusat menelan

kemudian secara reflex mengaftikan dalam urutan yang sesuai otot-otot yang

16
terlibat dalam proses menelan. Menelan adalah reflex yang paling rumit di

tubuh. Pada proses menelan terjadi pengaktifkan berbagai respons yang sangat

terkoordinasi dalam suatu pola tuntas atau gagal spesifik dalam suatu periode

waktu. Menelan dimulai secara volunteer tetapi sekali dimulai maka gerakan

ini tidak bisa dihentikan. Mungkin anda pernah mengalaminya ketika

sepotong besar permen secara tak sengaja terselip ke bagian dibelakang

tenggorokan anda, memacu proses menelan tanpa anda inginkan. 3

Menelan diabgi menjadi tahap orofaring dan tahap esophagus. Tahap

orofaring berlangsung sekitar 1 detik dan terdiri dari pemindahan bolus dari

mulut melalui faring untuk masuk ke esophagus. Ketika masuk ke faring,

bolus makanan harus diarahkan ke dalam esophagus dan dicegah untuk masuk

ke lubang-lubang lain yang berhubungan dengan faring. Dengan kata lain,

makanan harus dijaga agar tidak masuk kembali ke mulut, masuk ke saluran

hidung atau masuk ke trakea. Semua ini diatur oleh aktivitas-aktivitas

terkoordinasi berikut : Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga

agar mekanan tidak masuk kembali ke mulut sewaktu menelan ; Uvula

terangkat dan menekan bagian belakang tenggorokan, menutup saluran hidung

dari faring sehingga makanan tidak masuk ke hidung ; Makanan dicegah

masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan erat pita suara di

pintu masuk laring atau glottis. Bagian pertama trakea adalah laring, atau

voice box yang dilintangi oleh pita suara. Sewaktu menelan, pita suara

melakukan tugas yang tidak berkaitan dengan berbicara. Kontraksi otot-otot


17
laring mendekatkan kedua pita suara satu sama lain sehingga pintu masuk

glottis tertututp. Bolus juga mendorong suatu lipatan kecil jaringan tulang

rawan, epiglottis (epi artinya diatas) , kebelakang menutupi glottis sebagai

proteksi tambahan agar makanan tidak masuk ke saluran napas ; Yang

bersangkutan tidak melakukan upaya respirasi ketika saluran napas secara

temporer tertutup sewaktu menelan karena pusat menelan secara singkat

menghambat pusat pernapasan didekatnya ; Dengan laring dan trakea tertutup,

otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke dalam esophagus.

Proses menelan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan mekanan

dari mulut ke faring secara volunteer. Tahap kedua, transport makanan

melalui faring dan tahap ketiga jalannya bolus melalui esophagus keduanya

secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah ; pengunyahan makanan

dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole

mendorong bolus ke orofaring. Otot suprahioid berkontraksi, elevasi tulang

hyoid dan laring dan dengan demikian membuka hipofaring dan sinus

piriformis. Secara bersamaan otot laryngitis intrinsic berkontraksi dalam

gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari

lidah bagian belakang akan mendorong makanan ke bawah melalui

orofaring, gerakan dibantu oleh konttraksi otot konstriktor faringitis media

dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esophagus ketika otot

konstriktor faringis inferior berkontarksi dan otot krikofaringeus berelaksasi.

18
Peristaltik dibantu gaya berat, menggerakkan makanan melalui esophagus

dan masuk ke lambung.1

BAB III

ORAL LICHEN PLANUS

3.1. Definisi

Perubahan warna mukosa mulut yang normal berwarna kemerahan

menajdi putih merupakan suatu kelainan mulut yang paling sering dijumpai.

Istilah leukoplakia digunakan sangat berbeda oleh beberapa orang bahwa

leukoplakia berarti hanya bercak putih yang tidak dapat hilang dengan

digosok.

19
Retensi dan produksi keratin meningkat oleh epitel berlapis gepeng

mukosa terdapat penyebab yang paling sering dari bercak putih rongga mulut.

Hal ini disebut hiperkeratosis dan mungkin berhubungan dengan iritasi

mekanis yang kronik dan faktor-faktor lain. Biopsi bercak putih menunjukkan

perubahan sitologik dengan derajat tertentu menguatkan pertimbangan sebagai

premalignansi ; perubahan-perubahan ini termasuk diskeratosis, bentuk inti

yang abnormal dan ukuran dan sejumlah bentuk mitosis yang meningkat.

Lesi mulut yang terdapat pada 30-40 % penderita dengan liken planus

kulit tampak pada mukosa bukal, lidah, gingival dan bibir. Kurang lebih pada

25% kasus hanya terdapat lesi mulut saja. Lesi mulut ini dapat mendahului

bentuk lesi kulit selama beberapa tahun. Lesi mukosa bukal dan labial yang

khas terjadi sebagai jalinan seperti renda baik dari papula hyperkeratosis

retikular yang berwarna putih (striae Wickham) dan bentuk seperti plak

berwarna abu-abu atau lesi anular pada dorsum lingua. Pada mukosa bukal,

asal mula lesi pada daerah posterior dan menyebar ke arah anterior. Pada

umumnya, lesi-lesi ini tidak memberikan gejala, meskipun dapat memberikan

rasa seperti logam atau rasa tidak enak yang ringan. Adakalanya terjadi erosi

superfisial lesi bulosa dan ulserasi yang dalam, kronik, dan nyeri. 1

Oral Lichen Planus (OLP) adalah penyakit yang umum dijumpai dan

hanya mempengaruhi lapisan epitel skuamosa berlapis. Penyakit ini terdapat

diseluruh belahan dunia, mayoritas terjadi pada dekade usia kelima dan

keenam, dan risikonya dua kali lipat pada wanita dibandingkan pria.
20
Oral Lichen Planus (OLP) adalah penyakit inflamasi kronik pada

mukosa mulut yang penyebabnya tidak diketahui.4

3.2 Etiologi

Etiologi yang tepat untuk keadaan ini sebenarnya belum diketahui.

Data terkini menyebutkan bahwa OLP adalah penyakit autoimun yang

dimediasi oleh sel T dimana sel CD 8 memicu terjadinya apoptosis dari sel

epitel mulut. Beberapa faktor predisposes telah dilibatka dalam pathogenesis

dari OLP, diantaranya : Obat-obatan sistemik sistemik seperti obat anti-

malaria, obat anti inflamasi non steroid (NSAID), anti hipertensi dihubungkan

dengan reaksi likenoid oral, obat lain yang dilaporkan menyebabkan reaksi

likenoid oral adalah diuretik, penisilamin dan beta bloker ; Bahan gigi seperti

amalgam, logam, dan emas telah diasosiasikan dengan patofisiologik OLP.

Penambalan amalgam menginduksi luka likenoid oral yang telah dilaporkan

dalam banyak studi. Seorang peneliti, Thornlill menemukan bahwa 70%

amalgam berkontak dengan reaksi hipersensitifitas menjadi likenoid oral.

Penggantian amalgam menghasilkan perbaikan 93%. Nikel, yang merupakan

bahan yang paling sering digunakan untuk bahan perawatan ortodontik dan

restorasi crown/bridge juga dilaporkan menyebabkan reaksi likenoid oral

berupa peradangan gusi ; LP dapat diasosiasikan dengan banyak penyakit

sistemik, beberapa telah dikonfirmasi, namun infeksi virus Hepatitis C (HCV)

dapat memproduksi tanda ekstrahepatik yang termasuk satu diantaranya

adalah LP. Sel T spesifik-HCV mungkin memiliki peranan dalam patogenesis


21
pada beberapa kasus OLP. Dalam review sistematis terkini yang menyertakan

studi terkontrol, proporsi manusia yang terinfeksi HCV lebih tinggi pada

kelompok LP dibanding kelompok kontrol yaitu 20 dari  25 studi, dan pasien

dengan LP memiliki risiko lima kali lipat lebih besar terinfeksi HCV

dibanding kelompok  kontrol. Namun, hal ini tidak terlihat pada kasus yang

terjadi di Inggris maupun Eropa Utara. OLP yang terkait HCV diasosiasikan

dengan HLA kelas II alel HLA-DR6 pada pasien Italia tetapi tidak pada

pasien Inggris, hal ini dapat menjelaskan sebagian alasan bahwa heterogenitas

geografis juga berpengaruh ; Latar belakang genetik memainkan peranan

dalam terjadinya oral liken planus seperti yang dilaporkan dalam beberapa

penelitian dilaporkan ada keterlibatan HLA-A3 dalam sebuah kelompok

keluarga yang menderita oral lichen planus.5

3.3 Patofisiologik

OLP adalah penyakit autoimun mediasi sel T namun penyebabnya

tidak diketahui secara pasti pada kebanyakan kasus. Peningkatan produksi

sitokin TH1 merupakan kunci dan penanda awal terjadinya LP, yang

diinduksi secara genetik, dan adanya polimorfisme genetik dari sitokin yang

terlihat mendominasi, baik pada lesi yang berkembang hanya pada

mulut(diasosiasikan dengan interferon-gamma (IFN-γ) atau pada mulut dan

kulit(diasosiasikan dengan tumor nekrosis faktor-alfa (TNF-α)). Sel T yang

teraktivasi kemudian akan tertarik dan bermigrasi melalui epitelium mulut,

lebih jauh akan tertarik oleh adhesi molekul interseluler (ICAM-1 dan
22
VCAM), regulasi ke atas dari protein matriks ekstraseluler membran dasar

epitelial, termasuk kolagen tipe IV dan VII, laminin dan integrin, dan

kemungkinan oleh jalur sinyal CXCR3 dan CCR5. Sitokin disekresi oleh

keratinosit misalnya TNF-α dan interleukin (IL)-1, IL-8, IL-10, dan IL-12

yang juga kemotaktik untuk limfosit. Sel T kemudian akan berikatan pada

keratinosit dan IFN-γ, dan regulasi berkelanjutan dari p53, matriks

metalloproteinase 1 (MMP1) dan MMP3 memicu proses kematian sel

(apoptosis), yang akan menghancurkan sel basal epitelial.5

Perjalanan  kronis dari OLP merupakan hasil dari aktivasi faktor

nuklear mediator inflamasi kappa B (NF), dan inhibisi dari jalur pengontrol

faktor pertumbuhan transformasi (TGF-beta) yang menyebabkan

hiperproliferasi keratinosit yang memicu timbulnya lesi putih.

3.3.1 Gambaran Klinis

OLP dapat muncul sebagai lesi kecil, putih, panjang seperti tali dan

bertambah banyak, papula ataupun plak, dan dapat memicu penyakit

keratotik seperti leukoplakia.  Lesi atrofik dan erosi adalah bentuk yang

paling sering menimbulkan rasa sakit.

Bagian yang paling umum muncul lesi adalah mukosa bukal, lidah

(terutama pada dorsum), gingiva, mukosa labial, dan tepi vermilion dari bibir

bawah. Sekitar 10% dari pasien dengan OLP memiliki lesi yang hanya

terbatas pada gingiva . Lesi eritrematous pada gingiva menyebabkan gingivitis

deskuamasi, tipe LP gingival yang paling umum, yang muncul dapat berupa
23
plak ataupun papula kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak,

dan dapat menyerupai friksional keratosis maupun leukoplakia.

Lesi pada palatum, dasar mulut, dan bibir atas jarang terjadi. LP yang

terisolasi pada satu tempat dalam rongga mulut selain di gingiva juga jarang

terjadi, namun pada beberapa pasien pernah terlihat adanya lesi yang terisolasi

pada bibir atau lidah saja. Lesi likenoid juga dapat terisolasi (lihat bawah).

OLP dapat secara klinis terlihat berbeda, namun pada banyak kasus

tidak. Bentuk seperti plak dari LP dapat menyerupai leukoplakia, terutama

leukoplakia verukosa proliferatif. Lesi putih berstriata, dengan atau tanpa

erosi dapat menyerupai lupus eritrematosa. Pada kasus yang jarang dimana

lesi putih tidak dapat terlihat dalam bentuk erosif atau terulserasi, maka lesi

ini dapat sulit untuk dibedakan secara klinis dari penyakit vesikuloerosif

lainnya misal pemphigus dan pemphigoid. Lesi terkadang dapat menyerupai

karsinoma.6

Gambar 3.1 Pola reticular keratotik putih halus khas OLP 4

24
Gambar 3.2 Sebuah wilayah lebih luas dari erosi atrofi halus mukosa 4

3.4 Diagnosa

OLP yang berupa lesi putih yang umum mungkin akan mudah

didiagnosis dengan benar apabila terdapat lesi kulit ataupun lesi ekstraoral

lainnya. Namun, biopsi oral disertai pemeriksaan histopatologis, keduanya

direkomendasikan untuk mengonfirmasi diagnosa klinis dan khususnya untuk

mengesklusi displasia dan malignansi.

Perlu diketahui, hasil pemeriksaan histopatologis OLP dapat bersifat

subyektif dan, pada setengah dari beberapa kasus, terdapat korelasi buruk

klinikopatologis. Pada kondisi ini, mungkin akan membantu dengan

melakukan pemeriksaan imunofluorescence secara langsung, yang akan

menunjukkan bentuk linear fibrin dan fibrinogen yang terdeposit pada

membran dasar epitelial atau badan sitoid (Russel bodies), atau keduanya

apabila tidak adanya deposisi fibrinogen.6

Diagnosa akhir liken planus oral, terutama pada kasus penyakit erosif,

seringkali bersandar dengan biopsi jaringan mukosa yang terpengaruh. Setelah

25
anestesi lokal yang sesuai, wedge elips seharusnya didapatkan memanjang

jaringan lesi ke dalam mukosa normal disekitarnya. Penggunaan metode

kauterisasi tidak direkomendasikan untuk tujuan ini karena perubahan

artifaktual yang sering mereka sebabkan di dalam spesimen. Selain itu, lesi

erosif atau ulseratif harus ditangani dengan perlahan untuk meminimalisir

kemungkinan pengelupasan atau terbelahnya epitelium permukaan dari

jaringan ikat dibawahnya, sangat menurut kegunaan diagnostik dari spesimen.

Saat hal tersebut penting untuk mengeluarkan kondisi vesicullobulosa spesifik

seperti mucous membrane pemphigoid, sampel yang terpisah harus didapatkan

untuk pemeriksaan immunofluoresent langsung karena fiksasi formalin rutin

mengganggu dengan pemprosesan immunofluorescent langsung. Hal ini dapat

dilakukan dengan dua biopsi yang terpisah, namun juga ditangani melalui

perencanaan yang cermat dan pengambilan spesimen insisional tunggal.

Idealnya, biopsi “dengan kekuatan ganda” seharusnya meluas dari tepat di

dalam tepi jaringan lesi hingga beberapa milimeter ke dalam mukosa yang

terlihat normal. Panjang keseluruhan 8 mm hingga 10 mm memastikan

pengambilan sampel yang memadai untuk kedua penelitian. Saat jaringan

dikeluarkan, jaringan tersebut dapat di bawah ke meja atau kasa steril dan

dipisahkan melintasi sumbu pendek dengan skalpel yang tajam. Setengah

spesimen “lesional” seharusnya diletakkan dalam formalin untuk pemeriksaan

histopatologis rutin. Setengah “yang normal” kemudian dapat diletakkan

dalam larutan Michel, medium cair khusus dirancang untuk


26
immunofluorescence langsung. Liken planus oral memiliki beberapa ciri

histopatologis khas, termasuk hiperkeratosis, degenerasi vakuolar lapisan sel

basal dan keratinosit yang mengalami degenerasi yang disebut badan kolloid

atau Civatte. Rete ridge mungkin tidak ada atau memanjang dengan gambaran

yang runcing atau “gigi gergaji”. Infiltrat seperti pita limfosit kecil segera

terlihat disebelah epitel, terkadang menghancurkan permukaan antara

epitelial-jaringan ikat. Sayangnya, ciri ini tidak spesifik untuk liken planus

oral dan dapat terlihat pada beberapa kondisi yang lain, seperti reaksi

amalgam likenoid, reaksi obat likenoid, reaksi kayu manis mukosal, lupus

eritematosus, penyakit graft versus host, dan stomatitis ulseratif kronis.

Sebagai akibatnya, liken planus oral merupakan diagnosa yang memerlukan

korelasi cermat lingkungan klinis dengan hasil dari pemeriksaan biopsi rutin.

Banyak dokter akrab dengan penyakit vesikulo-bulosa oral seperti mukus

membran pemfigoid (sikatrikal) atau pemfigus vulgaris. Sebaliknya, sebagian

besar dokter gigi dan dokter tidak akrab dengan stomatitis ulseratif kronis,

penyakit autoimun mukokutaneous spesifik yang pertama kali dijelaskan pada

tahun 1990 yang dapat menyerupai ciri klinis liken planus oral. Stomatitis

ulseratif kronis yang berhubungan dengan perkembangan autoantibodi yang

bersirkulasi menjadi antigen nuklear dalam epitel skuamosa lurik yang disebut

sebagai p63. Untuk alasan ini, stomatitis ulseratif kronis juga telah

dibandingkan dengan liken planus oral dan lupus eritematosus, penyakit

autoimun yang lain yang dikarakteristikan dengan produksi antibodi anti-


27
nuklear.  Sebagian besar pasien stomatitis ulseratif kronis merupakan wanita

dewasa yang lebih tua, dan beberapa pasien juga telah datang dengan lesi kulit

erosif atau bullosa. Secara intraoral, lokasi yang paling sering terpengaruh

adalah lidah, diikuti dengan mukosa labial atau bukal dan gingiva. Serupa

dengan liken planus oral erosif, lesi terlihat sebagai ulserasi dangkal, tidak

teratur namun striae keratotik perifer, jika ada, biasanya berbentuk lebih kecil

atau samar. Keterlibatan gingiva menghasilkan gambaran klinis gingivitis

deskuamatif. Pengujian immunofluorescent langsung spesimen liken planus

oral serupa dengan pemeriksaan histopatologis rutin dimana hasilnya dapat

menyarankan mengenai atau sesuai dengan diagnosa liken planus oral, namun

mereka tidak spesifik terhadap liken planus saja. Sebagian besar lesi

memperlihatkan pita linear yang tidak teratur dari deposisi fibrinogen pada

zona membran basalis, suatu ciri yang dibagi dengan bentuk mukositis

likenoid lain, penyakit graft versus host, lupus eritematosus dan stomatitis
7
ulseratif kronis. Ciri yang membedakan dari spesimen pasien stomatitis

ulseratif kronis adalah penemuan tambahan dari deposit IgG yang menekan

(seperti titik), intranuklear pada sel-sel basilar epitel skuamosa lurik

permukaan. Pasien dengan stomatitis ulseratif kronis telah diperlihatkan

merespon dengan paling baik terhadap perawatan dengan hydroxychloroquine

(Plaquenil) dan biasanya resisten terhadap tindakan perawatan awal yang

direkomendasikan untuk pemikiran persuasif untuk mendapatkan pemeriksaan

immunofluorescent rutin dan langsung pada semua kasus liken planus oral
28
erosif. Walaupun stomatitis ulseratif kronis telah dijelaskan sebagai penyakit

autoimun yang jarang atau bahkan langka, sejumlah kasus yang menyerupai

liken planus oral seharusnya penting karena kesamaan dalam ciri

histopatologis klinis dan bahkan rutin mereka. Pasien seharusnya disarankan

bahwa keuntungan diagnosa yang benar (termasuk pengeluaran bentuk

penyakit autoimun yang lain seperti pemfigoid atau pemfigus) dan permulaan

dini perawatan yang efektif untuk pasien lebih dari sekedar pembenaran biaya

tambahan dari pengujian immunofluorescent langsung awal.

3.4.1 Diagnosa Banding

Dalam persentasi yang terbatas pada plak keratotik dorsal, dan

terutama dorsalateral, lidah, biopsi akan diharuskan untuk mengeluarkan

kemungkinan displasia (perubahan epitelial prakanker) atau karsinoma sel

skuamosa.

Untuk pasien dengan liken planus oral erosif yang dicurigai, diagnosa

banding dapat menjadi cukup luas. Biopsi seharusnya direkomendasikan

untuk mendukung atau memastikan diagnosa kerja dokter dan mengeluarkan

kondisi lain dan yang secara potensial lebih serius. Tergantung pada

lingkungan klinis yang tepat, pembedaan dapat mengikutsertakan displasia

epitelial, karsinoma sel skuamosa, reaksi likenoid terhadap obat, benda asing,

amalgam, atau bahan kontak yang lain (seperti penyedap rasa kayu manis

artifisial), lupus eritematosus dan stomatitis ulseratif kronis. Pada pasien

dengan riwayat transplantasi sumsum tulang, komplikasi yang dikenal sebagai


29
penyakit graft versus host dapat sangat menyerupai ciri klinis liken planus

oral. Jika gambaran seperti gingivitis deskuamatif yang mendominasi, kondisi

seperti reaksi benda asing likenoid (kemungkinan bahan profilaksis dental),

mukus membran (sikatrikal) pemfigoid, stomatitis ulseratif kronis dan

pemfigus vulgaris akan perlu dipertimbangkan. Dengan demikian, suatu

biopsi seharusnya dipertimbangkan untuk kasus gingivitis deskuamatif

persisten yang tidak merespon terhadap tindakan kebersihan lokal konservatif.

Memasukkan jaringan untuk pemeriksaan immunofluoresen rutin dan

langsung akan membantu pengeluaran atau konfirmasi penyakit autoimun

yang spesifik, seperti pemfigus vulgaris, secepat mungkin.

Seharusnya juga dilihat bahwa liken planus oral, bentuk retikuler dan erosif,

mungkin menjadi diperumit oleh timbulnya mikroorganisme fungal

superfisial, biasanya kandida albikans. Pada sebagian besar kasus, hal ini

mungkin menggambarkan infeksi oportunistik karena kndida mengkonsumsi

keratin dan substansi ini dengan mudah tersedia pada papula dan striae

keratotik yang dihasilkan oleh liken planus oral.

Kandidiasis yang tumpang tindih mungkin menyebabkan ketidak nyamanan

“rasa terbakar” yang ringan dari mukosa yang terpengaruh, bahkan pada liken

planus oral retikuler, dan dapat semakin memperumit diagnosa dengan

menutupi pola seperti jaring klasik dari striae keratotik. Pemeriksaan sitologis

atau kultur dapat membantu dalam penanganan kasus-kasus ini dengan

memberikan identifikasi positif mikroorganisme. Bahkan tanpa test


30
diagnostik, pemberian empiris terapi antifungal yang sesuai (seperti permen

hisap klotrimazol atau tablet flukonazol) mungkin mengungkapkan ciri klinis

khas dari liken planus oral yang mendasari dan membantu mengurangi gejala

yang berhubungan dengan candidiasis.

3.5 Tata Laksana

Perawatan LP bergantung pada gejala, perluasan dari keterlibatan oral

dan ekstraoral secara klinis, riwayat medis, dan faktor lainnya. Pada kasus

pasien dengan reaksi likenoid, faktor presipitasinya harus dieliminasi. Pasien

dengan OLP retikular dan asimptomatik lainnya umumnya tidak

membutuhkan perawatan aktif. Luka mekanis atau iritan seperti tepi restorasi

atau gigi tiruan yang tidak nyaman harus diberi perhatian serius dan perlu

dibuat program untuk mengoptimalkan higienitas oral, terutama pada pasien

LP gingival. Pasien dengan lesi simptomatik juga membutuhkan perawatan

,biasanya dengan obat, terkadang dibutuhkan terapi bedah.6

 Perawatan Obat

Perawatan dengan agen topikal lebih diutamakan untuk mencegah efek

samping. Namun, agen sistemik mungkin dibutuhkan apabila lesi telah

meluas, atau terjadi penyakit yang bersifat recalcitrant. Obat untuk OLP

umumnya bersifat imunosupresif dan beberapa dikembangkan khusus untuk

penyakit oral, konsekuensinya, kurang adanya studi yang mencukupi

31
mengenai penggunaannya. Pasien harus diberi peringatan mengenai

pentingnya mengikuti instruksi yang ada, terutama pada instruksi obat yang

terdapat tulisan, “hanya untuk pemakaian luar”

 Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal dengan potensial sedang seperti triamsinolon, steroid

poten yang terfluorinasi seperti fluokinolon asetonid dan fluokinonid, dan

steroid superpoten terhalogenasi seperti klobetasol, terbukti efektif pada

kebanyakan pasien. Eliksir seperti deksametason, triamkinolon dan klobetasol

dapat digunakan sebagai obat kumur untuk pasien dengan keterlibatan oral

yang difus/ menyebar atau pada kondisi dimana sulit untuk mengaplikasikan

medikasi pada bagian tertentu di dalam mulut. Tidak terdapat data yang

definitif  untuk membuktikan steroid topikal dengan bahan adesif lebih efektif

dibanding bentuk preparasi lainnya, walaupun telah digunakan secara luas.

Pasien harus dinstruksikan untuk mengaplikasikan steroid (ointment, spray,

obat kumur atau bentuk lain)  beberapa kali dalam sehari, untuk menjaga agar

obat tetap berkontak dengan mukosa selama beberapa menit, dan pasien harus

menunda makan atau minum selama satu jam setelahnya.

Mayoritas studi menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal lebih aman

apabila diaplikasikan pada membran mukosa dalam interval waktu yang

pendek, selama 6 bulan, namun terdapat potensi terjadinya supresi adrenal

pada pemakaian dengan jangka waktu lama, terutama pada penyakit yang

32
sudah kronis, sehingga membutuhkan follow up berkala dan penanganan yang

lebih hati-hati. Supresi adrenal lebih sering terjadi pada pemakaian steroid

sebagai obat kumur. Beberapa efek samping yang serius dapat muncul dari

penggunaan kortikosteroid topikal, namun pada pasien OLP yang mengalami

kandidiasis sekunder, beberapa klinisi memberikan obat antifungal.

 Agen Topikal Lainnya

Agen imunosupresan dan imunomodulator yang lebih poten seperti

inhibitor kalsineurin (siklosporin, takrolimus atau pimekrolimus) atau retinoid

(tretinoin) dapat membantu. Siklosporin dapat digunakan sebagai obat kumur

namun mahal, kurang efektif dibanding klobetasol topikal dalam menginduksi

perbaikan klinis OLP, walaupun dua jenis obat ini memiliki efek yang hampir

sama dalam mengatasi gejala.

Takrolimus, 100 kali lebih poten dibanding siklosporin, menunjukkan

efektifitas tanpa efek samping secara klinis pada beberapa studi klinis tanpa

kelompok kontrol, namun mengakselerasi karsinogenesis kulit pada kulit

sehingga Food and Drug Administration (FDA) membatasi penggunaannya.

Saat ini, terdapat laporan yang menunjukkan kanker oral pada OLP yang

diobati dengan takrolimus.

Retinoid topikal seperti tretinoin atau isotretinoin telah cukup banyak

digunakan pada pasien OLP, terutama bentuk atrofik-erosif, dengan perbaikan

33
yang memuaskan namun retinoid memiliki efek samping dan kurang efektif

jika dibanding kortikosteroid topikal.

 Obat Sistemik

Beberapa kortikosteroid sistemik yang dianggap paling efektif untuk

mengobati OLP, pada penelitian terkini menunjukkan tidak adanya perbedaan

respon yang signifikan antara prednison sistemik (1 mg/kg/hari) dengan

klobetasol topikal pada bahan adesif dibandingkan dengan klobetasol saja.

Kortikosteroid sistemik biasanya digunakan pada kasus dimana aplikasi topikal

tidak berhasil, terdapat OLP rekalsitran, erosif atau eritrematus, atau pada OLP

yang menyebar hingga kulit, genital, esofagus, dan kulit kepala. Prednisolon

40-80 mg tiap hari biasanya cukup untuk mendapat respon perbaikan; toksisitas

yang mungkin timbul membuatnya hanya diresepkan apabila benar-benar

dibutuhkan, pada dosis terendah, dan untuk jangka waktu terpendek yang

paling memungkinkan. Harus diberikan pada jangka waktu yang mencukupi 

(5-7 hari) kemudian dihentikan, atau dosisnya dapat dikurangi 5-10 mg/ hari

secara gradual selama 2-4 minggu. Efek samping dapat diminimalkan apabila

pasien dapat menoleransi total dosis yang sama pada hari lainnya.

 Bedah

Reseksi direkomendasikan pada plak yang terisolasi ataupun erosi yang tidak

menyembuh, karena dengan prosedur ini dapat diambil spesimen jaringan untuk

konfirmasi diagnosis secara histopatologis, dan dapat menyembuhkan lesi yang

34
terlokalisasi, namun hanya beberapa data yang mendukung hal tersebut. Graft

jaringan lunak dapat diberikan pada OLP erosif, dan OLP simptomatik akan

hilang secara menyeluruh dengan perawatan graft gingival setelah follow up 3.5

tahun. Namun, bedah periodontal juga dilaporkan dapat memicu OLP.

Cryosurgery telah digunakan secara khusus pada OLP erosif yang resisten

terhadap obat, tetapi lesi ini dapat berkembang pada bekas lesi yang telah

sembuh ataupun sembuh dalam bentuk jaringan parut. Laser juga telah

digunakan untuk merawat OLP; laser karbon dioksida digunakan pada lesi

multisentrik atau area yang sulit dijangkau, dan laser eksimer 308 nm dengan

dosis rendah terbukti cukup menjanjikan pada tiga kali percobaan, namun perlu

bukti lebih lanjut untuk membukti efektifitasnya pada OLP, sebagaimana pada

kasus terapi fotodinamik.6

3.6 Prognosis

Pasien dengan keadaan umum sehat yang datang untuk pemeriksaan

rutin ataupun mengeluh sakit gigi yang mungkin saja dijumpai adanya lesi liken

planus oral memiliki prognosis yang baik. Dalam hal ini walaupun lesi tersebut

dapat menjadi kanker mulut kemungkinannya adalah sangat kecil. Oleh karena

itu pemeriksaan histopatologik dapat sangat berperan sebagai konfimlasi bahwa

lesi tidak mengandung sel-sel premalignan, sehingga pasien tidak cemas

ataupun panik akan keadaan mulutnya. Hal ini perlu dijaga sebab umumnya lesi

lichen planus dapat tinggal di dalam mulut selama berbulan bahkan bertahun.4

35
BAB IV

RESUME

Rongga mulut adalah pintu awal masuknya makanan ke dalam tubuh kita.

Karena itu rongga mulut memainkan peranan yang sangat penting dalam menjaga

kesehatan tubuh secara keseluruhan. Sebagai salah satu bagian dari sistem pencernaan

ia merupakan pintu gerbang dimana didalamnya terjadi proses kompleks yang

dijalankan oleh fungsi gigi, kelenjar ludah dan lidah.

 Secara histologis mukosa mulut terdiri dari 3 lapisan, yaitu: 1) Lapisan

epitelium, yang melapisi di bagian permukaan luar, terdiri dari berlapis-lapis sel mati

yang berbentuk pipih (datar) dimana lapisan sel-sel yang mati ini selalu diganti terus-

menerus dari bawah, dan sel-sel ini disebut dengan stratified squamous epithelium. 2)

Membran basal, yang merupakan lapisan pemisah antara lapisan ephitelium dengan

lamina propria, berupa serabut kolagen dan elastis. 3) Lamina propria, Pada lamina

propria ini terdapat ujung-ujung saraf rasa sakit, raba, suhu dan cita rasa. Selain

ujung-ujung saraf tersebut terdapat juga pleksus kapiler, jaringan limf dan elemen-

elemen penghasil sekret dari kelenjar-kelenjar ludah yang kecil-kecil. Kelenjar ludah

yang halus terdapat di seluruh jaringan mukosa mulut, tetapi tidak terdapat di jaringan

mukosa gusi kecuali di mukosa gusi daerah retromolar. Disamping itu lamina propria

ini sebagian besar terdiri dari serabut kolagen, serabut elastin dan sel-sel fibroblast

36
serta sel-sel daerah yang penting untuk pertahanan melawan infeksi. Jadi mukosa ini

menghasilkan sekret, bersifat protektif dan sensitif

Banyak kondisi-kondisi tertentu yang dapat menyebabkan suatu kelainan pada

rongga mulut salah satunya adalah Oral Lichen Planus (OLP). OLP adalah penyakit

yang umum dijumpai dan hanya mempengaruhi lapisan epitelium skuamosa berlapis.

Penyakit ini terdapat diseluruh belahan dunia, mayoritas terjadi pada dekade usia ke

lima dan ke enam, dan risikonya dua kali lipat pada wanita dibandingkan pria. Belum

diketahui pasti penyebab dari OLP ini, diduga yang banyak berperan dalam

pathogenesis penyakit ini adalah reaksi imunologis yang melibatkan sel T dan CD8.

Dimana ke dua agen kimia tersebut memicu terjadinya apoptosis sel.

Gambaran klinis yang dapat terlihat dari OLP ini adalah berupa lesi putih

garis halus, berwarna keputihan yang saling bersilangan disebut sebagai striae

Wickham terkadang dapat terlihat pada permukaan atau bagian tepi papula dan plak

dengan bagian atas yang rata. Perubahan kuku yang distrofik terjadi pada beberapa

pasien dan wanita dapat memiliki keterlibatan vulvo-vaginal yang mungkin bersifat

simptomatik.

Liken planus oral biasanya terjadi pada orang dewasa berusia pertengahan,

dan wanita terpengaruh lebih sering dibandingkan pria. Hal tersebut cukup jarang

terjadi pada masa kanak-kanak. Oleh karena gambaran klis OLP menyerupai lesi pra

kanker, maka OLP harus ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi dan

imunofluoresensi.

37
OLP merupakan kondisi kronis yang lebih umum yang seringkali menetap

selama beberapa tahun, jika tidak selama beberapa dekade. Seperti dengan sebagian

besar bentuk penyakit autoimun, tidak ada penyembuhan untuk liken planus oral.

Tujuan utama perawatan adalah untuk mengurangi lama dan keparahan penyakit

selama periode aktivitas dan, jika memungkinkan, meningkatkan periode tidak

adanya penyakit. Seperti yang telah disebutkan, pasien dengan liken planus oral

retikuler yang asimptomatis tidak memerlukan intervensi terapeutik. Tindakan

konservatif untuk memperbaiki kebersihan oral dan meminimalisasi iritasi jaringan

oral mungkin membantu mengurangi periode “kekasaran” jaringan yang terlihat. Hal

ini dapat mengikutsertakan penurunan interval diantara profilaksis dental profesional

(setiap empat bulan daripada setiap enam bulan), merekomendasikan penggunaan

pasta gigi atau formula obat kumur tawar dan menghaluskan/ memperbaiki gigi,

restorasi, atau protesa yang tajam atau patah. Dalam kasus kandidiasis yang tumpang

tindih, terapi antifungal akan sesuai untuk mengurangi gejala yang berhubungan.

Perawatan liken planus oral erosif yang simptomatis sangat berdasarkan pada

penggunaan kortikosteroid topikal, terutama formulasi dengan potensi yang lebih

tinggi seperti fluokinonid (Lidex) 0.05 persen, betametason yang diperkuat

(Diprolene) 0.05 persen dan klobetasol (Temovate) 0.05 persen. Untuk pasien

dengan penyakit simptomatik yang menyebar atau pasien yang memiliki keahlian

manual yang terbatas, kemungkinan akibat kondisi yang mendasari seperti artritis,

larutan kortikosteroid encer mungkin merupakan pilihan yang efektif untuk formulasi

gel. Pilihannya termasuk salep deksametason (Decadron), 0.5 mg/5 ml dan sirup
38
prednisolon (Prelone), 15 mg/ 5 ml. Pasien seharusnya diinstruksikan untuk

mengumurkan larutan di atas area yang terpengaruh selama 1 menit dan

membuangnya tanpa pembilasan setelah makan dan sebelum tidur.

Suatu variasi medikasi yang lain telah digunakan dalam merawat liken planus oral,

termasuk immunosupresif lokal yang lain (takrolimus, retinoid, siklosporin), bahan

sistemis (kortikosteroid, retinoid, dapson, azatioprin, griseofulvin, talidomid,

levamisol), dan PUVA (psoralen oral dan ultraviolet A berdosis rendah) atau terapi

laser. Walaupun hasil yang menggembirakan telah dilaporkan, bahan-bahan ini

biasanya lebih mahal dibandingkan terapi kortikosteroid topikal tanpa bukti jelas

efektifitas yang lebih baik. Saat ini, penggunaan mereka seharusnya disimpan untuk

pasien liken planus oral erosif yang terbukti sukar sembuh terhadap perawatan

kortikosteroid topikal dan diberikan di bawah petunjuk spesialis dental (yaitu,

patologis oral dan maksilofasial) atau spesialis medis, yaitu, dermatologis. Pasien

dengan keadaan umum sehat yang datang untuk pemeriksaan rutin ataupun mengeluh

sakit gigi yang mungkin saja dijumpai adanya lesi liken planus oral memiliki

prognosis yang baik. Dalam hal ini walaupun lesi tersebut dapat menjadi kanker

mulut kemungkinannya adalah sangat kecil. Oleh karena itu pemeriksaan

histopatologik dapat sangat berperan sebagai konfimlasi bahwa lesi tidak

mengandung sel-sel premalignan, sehingga pasien tidak cemas ataupun panik akan

keadaan mulutnya. Hal ini perlu dijaga sebab umumnya lesi lichen planus dapat

tinggal di dalam mulut selama berbulan bahkan bertahun.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Boies, R. Lawrence. Embrologi, Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut,

Faring, Esofagus dan Leher. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.

Jakarta : EGC, 2012


40
2. Raharja. H. Anatomi Rongga Mulut. Diunduh

http://repository.usu.ac.id/bitstream/anatomironggamulut/hapter%20II.pdf

[Diakses 22 Agustus 2014]

3. Sherwood, L. Sistem Pencernaan-Mulut. Dalam Sherwood L. Fisiologi

Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2009

4. Sugerman, PB. Oral lichen planus: Causes, diagnosis and management.

Diunduh http://www.ada.org.au/app_cmslib/media/lib/06.pdf [Diakses 22

Agustus 2014]

5. Ismail, Sumairi B. Oral Lichen Planus and Lichenoid Reactions :

Etiopathogenesis, Diagnosis, Management, and Malignant Transformation.

Diunduh http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17634721 [Diakses 22

Agustus 2014]

6. Edwards, Paul C. Oral Lichen Planus: Clinical Presentation and

Management. Diunduh https://www.cda-adc.ca/jcda/vol-68/issue-8/494.pdf

[Diakses 22 Agustus 2014]

7. Primasari, Ameta. Peranan Pemeriksaan Histologi Dalam Menegakkan

Diagnosa Lichen Planus di Rongga Mulut. Diunduh

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1156/1/fkg-ameta.pdf

[Diakses 22 Agustus 2014]

41

Anda mungkin juga menyukai