Anda di halaman 1dari 26

1

CHEEK BITING

Oleh :

ASSYIFA DINDA RUDI F

19100707360804039

NIKE LASMUTIA

19100707360804102

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang di berikan oleh dosen

pembimbing Lab. Oral Medicine. Shalawat serta salam semoga selalu kita

curahkan kepada Nabi Muhammad SAW , yang telah membawa kita dari alam

kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan sekarang

ini.

Makalah ini berjudul “Cheek Biting” yang nantinya akan memberikan

pemahaman kepada pembaca, Mungkin penulis tidak bisa membuat makalah ini

sesempurna mungkin. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan

dari para pembaca. Khususnya dari dosen yang telah membimbing penulis dalam

mata kuliah ini.

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1LatarBelakang....................................................................................1

1.2RumusanMasalah...............................................................................1

1.3TujuanPenelitian..................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2

2.1Definisi...............................................................................................

22.2Etiologi.............................................................................................2

2.3Gambaran Klinis................................................................................2

2.4Perawatan...........................................................................................2

2.5Diagnosis Banding.............................................................................3

BAB IIIPEMBAHASAN......................................................................................5

3.1 Anamnesis Pasien..............................................................................5

BAB IVPENUTUP.............................................................................................8

4.1Kesimpulan.......................................................................................8

ii
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Liken planus (LP) pertama kali dijelaskan oleh Erasmus Wilson pada

tahun 1869. Liken planus diklasifikasikan sebagai penyaki tpapulosquamous,

walaupun gejala menonjolnya adalah bersisik tetapi tidak sama dengan psoriasis

dan penyakit kulit lainnya yang termasuk dalam kategori ini.

            Liken planus paling sering ditemukan pada ektremitas superior, kulit

kepala, kuku,  genitalia, dan membran mukosa.5 Liken planus (leichen dalam

bahasa Yunani berarti “pohon lumut” ; planus dalam bahasa Latin berarti “datar”)

merupakan suatu kelainan yang unik, suatu penyakit inflamasi yang berefek ke

kulit, membran mukosa, kuku, dan rambut. Lesi yang tampak pada lichen planus-

like atau dermatitis lichenoidtampak seperti ketombe, beralur halus, kotoran yang

kering dari tumbuh-tumbuhan simbiosis yang dikenal sebagai liken. Walaupun

morfologik ini mungkin sulit untuk dibandingkan, liken planus merupakan suatu

kesatuan yang khusus dengan bentuk papul “lichenoid” yang menunjukkan warna

dan morfologik yang khusus, berkembang di lokasi yang khas, dan pola

perkembangan karakteristik yang nyata.

            Liken planus memiliki karakteristrik tersendiri yaitu berupa papul flat-

miring  yang berwarna keunguan dengan predileksinya pada badan dan

permukaan fleksor.
4

            Etiologi pasti LP masih belum diketahui, tetapi itu mungkin dihubungkan

dengan penyakit sistemik lainnya seperti diabetes mellitus, penyakit kolagen,

infeksi kuman virus dan stress emosional.

            Liken planus merupakan penyakit kulit yang gatal, mukokutaneus yang

mengalami erupsi dan anak-anak jarang mengalaminya daripada orang dewasa

dengan histologik yang pasti. Sekurang-kurangnya 2-3 dengan kasus LP terjadi

pada umur antara 30 dan 60. Walaupun tidak ada pengecualian untuk kelompok

umur, penyakit ini tidak biasa pada usia yang sangat muda dan sangat tua.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Lichen planus adalah penyakit dermatologi kronis jinak pada epitelial

skuamosa berlapis yang mempengaruhi kulit, mukosa mulut, dan genital. Lesi

memiliki pola karakteristik garis interkoneksi yang disebut striae, menyerupai

pola tanaman lichen seperti tumbuh pada batu dan pohon.1,3,7,11

2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi dari lichen planus belum diketahui, tetapi bukti menunjukkan


karena kelainan imunologi dengan limfosit T tertarik ke antigen dalam epithelium.
Baik sel CD4 dan subset sel CD8-T banyak ditemukan tersebar pada interfase
jaringan ikat-epitel dari jaringan yang nekrosis. Keradangan kronis ini
menimbulkan perubahan epitel, jumlah deposit fibrinogen yang sangat kuat
banyak di membran dasar, dan pada akhirnya, kerusakan lapisan dasar epithelium
yang bersangkutan. Mediasi sel imun memegang peran penting dalam patogenesis
dari lichen planus. Sel imun yang berperan yaitu sel limfosit T yang dapat
menyebabkan gangguan mediasi. Penyakit ini berkepanjangan disertai periode
remisi dan ekstrasebasi. 1,3,5,6,10
Faktor predisposisi dari lichen planus karena faktor genetik, stres telah
paling sering terjadi, lesi lichenoid antara lain karena bahan restorasi gigi
(terutama amalgam dan emas), penyakit graft-versus-host kronis, terlihat pada
pasien transplantasi sumsum tulang, infeksi dengan virus hepatitis C, obat
antiinflamasi non-steroidal, dan berbagai gangguan sistemik lainnya, seperti
hipertensi dan diabetes, dapat terjadi dari manifestasi dari reaksi terhadap obat
yang digunakan. Penggunaan obat dan vaksin seperti obat antidiabetes, obat
antirematik (terutama NSAID), dan obat antihipertensi, seperti beta-blocker,
tiazida dan diuretik, serta antimalaria, seperti quinacrine.1,3,5,6
6

2.3 Gambaran Klinis

Gambaran Gambaran klinis lichen planus berpengaruh terhadap mukosa


mulut adalah susunan garis interkoneksi putih tipis yang disebut “striae”. Lesi
yang mendasar terdapat susunan papula dan stria / nodul putih pada mukosa,
berukuran kecil, dan mengkilap. Lesi lichen planus biasanya simetris dalam
rongga mulut. Karateristik dari LPO ialah hiperkeratosis vaskualisasi sel basal
dengan keratosis apoptosis, dan infiltrasi sel mononuklear pada epithelium.7,11
Lesi kulit lichen planus secara klasik digambarkan berupa papula berwarna
ungu, pruritus, dan poligonal. Pada awalnya terdiri atas papula yang kecil, rata,
berwarna merah, dengan bagian tengah yang cekung. Lesi dapat membesar dan
menjadi bentuk poligonal atau bergabung menjadi plak yang lebih besar. Papula
berangsur-angsur akan berwarna keunguan dan permukaan berwarna putih, yang
terdiri dari stria yang sangat halus.3
Lesi kulit biasanya gatal dan berubah menjadi kuning atau cokelat sebelum
akhirnya hilang. Disisi lain keterlibatan ekstraoral meliputi kelenjar penis, mukosa
vulva dan kuku yang dapat menyebabkan perubahan distrofik, misalnya : alopecia
atau kuku cacat terlihat sesekali. Lesi genital biasanya putih atau erosif. Pada
umumnya lesi akan ditemukan secara bilateral pada permukaan fleksor anggota
gerak (pergelangan tangan).1,2,3
Trauma dapat menyebabkan lesi (Koebner Fenomena). Seorang pasien
dapat terkena lebih dari satu bentuk lesi. Daerah yang paling sering terkena adalah
mukosa bukal. Lidah, bibir, palatum, gingival, dan dasar mulut juga dapat terkena.
Pada umumnya ditemukan lesi yang bilateral dan relatif simetris.2,3,5
Lichen planus oral secara klinis dikalsifikasikan menjadi beberapa tipe
yaitu retikular, plak, papular, bulla, atropik, dan erosif1,2,3.
1. Retikular

Berupa garis putih interlace halus yang tersusun dalam anyaman seperti
jala yang disebut “Wickham’s striae” (paling banyak ditemui dan mudah
dikenali dari LPO). Lesi ini biasanya tidak tetap berbentuk seperti lilin dan
berkurang selama beberapa minggu atau bulan. Lesi ini paling sering
ditemukan bilateral pada posterior mukosa bukal dan bersifat
7

asimptomatik. Permukaan mukosa mulut lain yang dapat terlibat


bersamaan seperti lidah lateral dan dorsal, gingiva, palatum, dan vermilion
border. Pada dorsal lidah terlihat lebih seperti plak keratotik dengan atropi
papila. Plak putih halus menggantikan permukaan normal papila lidah.2,3,9

Gambar 1
Lichen planus tipe retikular

2. Plak

Plak berwarna putih yang padat atau bercak yang mempunyai permukaan
halus sampai sedikit tidak teratur dan konfigurasi asimetris. Lesi ini
ditemukan pada mukosa bukal atau lidah. Pasien bisa saja tidak menyadari
keberadaan lesi ini. Biasanya sulit dibedakan karena menyerupai
leukoplakia. Lesi berwarna putih dan dapat timbul terutama pada mukosa
bukal posterior dan lidah.3,9

Gambar 2
Lichen planus tipe plak

3. Papular

Lesi berwarna putih yang sedikit lebih tinggi dari sekitarnya dengan
diameter 0,5-1 mm, biasanya terlihat pada mukosa mulut yang berkeratin.4
8

Gambar 3
Lichen planus tipe papular

4. Bulla

Lesi vesikulobulosa disertai variasi retikular atau erosif dan jarang


ditemui. Lesi terletak pada mukosa bukal khususnya pada posterior,
bagian bawah antara molar dua dan molar tiga, serta jarang ditemukan
pada lidah, gingiva, bibir.2,4,9

Gambar 4
Lichen planus tipe bulla

5. Atropik

Atropik menunjukkan mukosa mulut yang mengalami inflamasi dan


ditutupi epitel tipis berwarna merah, kombinasi suatu perubahan keratosis
dengan stria dan eritema, disertai variasi retikular dan erosif. Atrofi dapat
mensimulasikan eritroplasia.4,5,9
9

Gambar 5
Lichen planus tipe atropik

6. Erosif

Berupa ulkus yang tertutup pseudomembran dan dikelilingi eritema. Lesi


ini bersifat simptomatik dan terjadi jika epitelium permukaan sama sekali
hilang dan terjadi erosi. Mukosa bukal dan lidah merupakan daerah yang
umumnya terkena. Vesikel atau bula pada awalnya akan terbentuk, pecah,
dan menimbulkan erosi. Lesi yang matang mempunyai tepi merah yang
tidak teratur, pseudomembran sentral yang nekrotik dan kekuningan, serat
bercak putih anular, sering kali ditemukan di bagian tepi. Kondisi ini
menimbulkan rasa nyeri terus menerus dan dapat berkembang dengan
cepat. Erosif kadang - kadang terdapat atrofi dan ulserasi yang dibatasi
mukosa gingiva menghasilkan pola reaksi yang disebut gingivitis
deskuamatif , dapat menghasilkan eritema gingiva dan nyeri saat ditekan.
1,3,4

Gambar 6
Lichen planus tipe erosif
.
10

2.4 Gambaran Histopatologi

Perawatannya Terdapat 3 gambaran histologi yang perlu diperhatikan untuk


mendiagnosis LPO :
1. Daerah hiperkeratosis, atau hiperortokeratosis dengan penebalan pada
lapisan sel granular dan gambaran saw-tooth pada retepeg.

2. Biasanya terjadi degenerasi likuifaksi atau nekrosis pada lapisan sel basal
yang digantikan dengan pita eosinofilik.

3. Adanya pita subepitelial yang padat dari limfosit.1,4

Gambar 7
Pada pemeriksaan biopsi menunjukkan adanya hiperkeratosis,
infiltrasi dari limfosit dan vakuolisasi lapisan sel basal disertai apoptosis

Gambar 8

Pada pemeriksaan histokimia terlihat adanya gambaran saw tooth dari retepeg yang umumnya

merata dan terjadinya pengurangan ketebalan dari epitel disertai infiltrasi limfosit T pada lapisan

dasar epitelium
11

2.5 Diagnosis banding

Diagnosis banding LPO didapat dari pemeriksaan klinis didukung dengan


pemeriksaan histopatologis. Beberapa lesi mulut yang memiliki kemiripan dengan
LPO :
1. Pemfigoid bulosa
Pemfigoid bulosa merupakan penyakit autoimunkronik. Lesi didalam
mulut tersebut ditemukan pada 20% kasus. Ditandai dengan bula
subepidermal yang besar dan berdinding tegang disertai vesikel dan
eritema. Bula tersebut dapat pecah di daerah erosif yang luas, khususnya
pada perlekatan gingiva. Daerah lainnya yang dapat terkena pada palatum
lunak, mukosa bukal, bagian dasar mulut. Pada pemeriksaan
immunofluoresensi terdapat IgG dan C3 sepanjang dasar dari membran
basalis.3

Gambar 9
Pemfigoid bulosa

2. Pemfigoid sikatriksial
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti, akan tetapi diduga karena
akibat autoimun. Ditandai dengan adanya bula yang dapat berubah
menjadi sikatriks, terutama terjadi pada mukosa dan konjungtiva. Bula
yang berdinding tegang, bula yang pecah akan terbentuk ulkus yang
dikelilingi oleh eritema. Pada gingiva terlihat edema difus berwarna merah
terang. Pada 90% kasus lesi didalam rongga mulut terdapat di gingiva,
12

mukosa bukal, dan palatum. Pada pemeriksaan immunoflouresensi


terdapat antibodi dan IgG pada membran basalis.3

Gambar 10
Pemfigoid sikatriksial

3. Lupus eritematosus kronis


Lupus eritematosus kronis lebih dominan terjadi pada wanita dan bersifat
asimptomatik, seperti tidak nyaman, terbakar, dan sakit saat mengonsumsi
makanan yang pedas dan panas. Ditandai dengan ulkus yang dikelilingi
eritema, plak keratotik dan terkadang ada sikatriks. Terdapat pada mukosa
bukal, mukosa labial, gingiva, dan palatum. Pada pemeriksaan
immunoflouresensi terdapat immunoglobulin dan C3 dengan adanya
deposit granular sepanjang membran basalis.1,3,5,9

Gambar 11
Lupus eritematosus kronis

4. Pemfigus vulgaris
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit vesikulobulosa. Etiologi penyakit ini
belum diketahui, akan tetapi dipengaruhi oleh autoimun. Ditandai dengan adanya
vesikel yang mudah pecah, bula berdinding kendur, dan erosi disertai
pembentukan krusta yang dapat bertahan lama. Umumnya krusta memiliki tepi
yang tidak rata, kasar, dan sakit. Pemfigus vulgaris dapat meluas dan
menimbulkan rasa nyeri sehingga mengganggu penderita pada saat makan. Lesi
ini terdapat pada mukosa dan kulit. Pada pemeriksaan immunoflouresensi
terdapat IgG pada epidermis.3
13

Gambar 12
Pemfigus vulgaris

5. Leukoplakia
Gambaran klinis leukoplakia diawali dengan lesi putih bening tidak teraba, yang
kemudian menebal dengan pengerasan, dan bentuk permukaan yang bervariasi.
Ada yang berbentuk homogenus, bercak, nodul dan veruka. Warna putih dan
penebalan jaringan disebabkan oleh penebalan lapisan keratin permukaan
(hiperkeratosis) dan penebalan lapisan epitel dibawahnya (akantosis). 3,11

Gambar 13
Leukoplakia

6. Kandidiasis pseudomembran (Thrush).


Bercak seperti krim berwarna putih mutiara atau putih kebiruan yang dapat
dikerok dan meninggalkan dasar yang berwarna merah. Bercak tersebut
terdiri dari epitel deskuamasi, keratin, fibrin, jaringan nekrotik, sisa
makanan, sel radang dan kuman yang terinfiltrasi oleh hifa. Penyebabnya
karena pertumbuhan yang berlebihan dari dari spesies Candida Albican.
Pengobatan topikal diberi Nistatin suspense oral. Pengobatan sistemik
diberikan ketokonazol 200 mg – 400 mg.3,8
14

Gambar 14
Kandidiasis pseudomembran (Thrush)

7. Hairy Leukoplakia.
Lipatan putih vertikal yang berorientasi sebagai pagar di sepanjang perbatasan
lidah. Biasanya memiliki permukaan bergelombang dan mempengaruhi
margin lidah hampir secara eksklusif. Lesi dapat juga ditampilkan sebagai
plak putih, agak tinggi dan tidak dapat dikerok.
Penyebabnya karena replikasi Eipstein-Barr virus (EBV) yang aktif.
Pengobatan dengan diberikan obat antiretroviral dan asiklovir.3,9,10

Gambar 15

Hairy Leukoplakia
2.6 Perawatan

Asimptomatik : Tidak ada perawatan, dilakukan pemeriksaan berkala (1


sampai 2 kali per tahun) terjadi pada lichen planus oral bentuk retikular, plak, dan
papular.
Simptomatik : Kortikosteroid topikal, kortikosteroid oral, pemeriksaan biopsi
dan histologi disarankan pada beberapa lesi yang tidak konsisten pada lichen
planus oral. Jika terdapat candidiasis dilakukan smear dan diberikan terapi
antifungi, terjadi pada lichen planus oral bentuk eritema dan useratif.
Kortikosteroid topikal berupa Triamcinolone acetonide, dioleskan dengan kapas
pada lesi sampai terbentuk lapisan tipis 2-3 kali sehari, tergantung tingkat
keparahan. Salah satu kortikosteroid topikal yang lebih kuat misalnya
fluocinonide, betametason, gel clobetasol yang dioleskan beberapa kali per hari ke
area yang paling bergejala biasanya cukup untuk merangsang penyembuhan
dalam jangka 1 atau 2 minggu. Penggunaan agen seperti retinoid topikal,
tacrolimus atau siklosporin telah sesekali digunakan untuk kasus yang parah.
Siklosporin memiliki efek samping yang signifikan. 1,2,5,7,12
Kortikosteroid oral berupa prednisone atau prednisolon 20-40 mg / hari
adalah andalan perawatan parah, gejala lichen planus oral, terutama bentuk erosif.
Terapi lesi LPO erosif yang meluas pada gingiva dapat dirawat dengan
menggunakan splint pada oklusal. Studi yang telah dilaporkan bahwa pasien
dengan lichen planus mungkin dapat terjadi peningkatan resiko berkembangnya
displasia epitel oral, karsinoma sel skuamosa, dan lesi reaktif oral.1,4,6,7,8
Penggantian bahan restorasi seperti amalgam dan emas dekat lesi oral
harus diganti dengan bahan lain, karena dapat menghasilkan reaksi lichenoid atau
memperburuk lesi lichen planus. Berhenti konsumsi tembakau dan alkohol, serta
menjaga kebersihan mulut

7
BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus diatas, diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil

anamnesis dan pemeriksaan klinis. Dari anamnesis diketahui pasien memiliki

kebiasaan bruruk seperti menghisap- hisap pipi dan pada pemeriksaan intraoral

ditemukan lesi primer berupa plak dan berwarna putih, konsistensi kenyal, lokasi

di mukosa bukal sinistra, dipalpasi tidak sakit. Diagnosis tetap pasien ditegakkan

sebagai Cheek Biting sebagai suatu lesi lokal di dalam rongga mulut.

Cheek biting adalah suatu lesi akibat kebiasaan seseorang menghisap atau

menggigit pipi kronis (mukosa bukal) disebabkan oleh karena maloklusi,

kebiasaan oral atau kurangnya koordinasi dalam pengunyahan sehingga dapat

menyebabkan trauma pada area tersebut (Meisawati, 2011)

Gambaran klinis dari cheek biting adalah, abrasi epitelium superfisial yang

meninggalkan fragmen keputihan dengan latarbelakang kemerahan yang

umumnya terbatas pada mukosa labial bawah dan atau mukosa bukal di dekat

garis oklusi (Scully, 1988).

Etiologi cheek biting dapat berupa faktor psikogenik seperti stress atau

cemas, kelainan neuromuskular (Meisawati, 2011) selain itu kasus ini juga dapat

diakibatkan dari kebiasaan buruk, seperti menggigit pipi, dan juga dapat terjadi

diakibatkan trauma mekanis, seperti pemasangan piranti ortodonti. Pada kasus ini,

pasien menyampaikan bahwa kondisi seperti ini sering terjadi disaat pasien

mengalami stress dan ketika pasien sedang mengalami banyak pikiran, dimana

dari proses anamnesis diketahui bahwa pasien banyak pikiran. Pada laporan kasus

8
ini, pasien Pasien sedang banyak tugas sehingga pasien banyak pikiran dan pasien

juga sedang dalam pemakaian piranti orthodontic.

Pada kasus Cheek biting dilakukan KIE kepada pasien bahwa kondisi yang

dialaminya diakibatkan kebiasaan buruk pasien , dan memberi informasi bahwa

yang dialami pasien tidak berbahaya dan dapat hilang atau kembali normal jika

pasien menghentikan kebiasaan buruknya. Menjaga kebersihan rongga mulut

pasien, yaitu dimana menyikat gigi sebanyak 2 kali sehari dan kepada pasien

untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi

Anamnesis

Data pasien

Nama : Nike Lasmutia

Tempat/tgllahir : Padang, 20 Mei 1997

Jeniskelamin : Perempuan

Suku/ras : Minang

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jln. Limau Manih 15 b lapai

Keluhan utama :Pasien datang ke RSGM dengan keluhan terdapat

permukaan garis yang menonjol, tidak sakit pada pipi bagian dalam sebelah kiri.

Pasien tidak menyadari mulai kapan permukaan garis tersebut timbul. Permukaan

garis tersebut tidak melebar dan tidak menggangu. Pasien mengakui sering

menghisap-hisap pipi.

9
Keluhan tambahan :tidak ada.

Riwayat sistemik

Golongan darah :A

Tekanan darah : 110/80 (normal)

Penyakit jantung : Tidak ada

Diabetes : Tidak ada

Kelainan darah : Tidak ada

Hepatitis : Tidak ada

Penyakit lainnya : Lambung

Riwayat penyakit terdahulu: Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga : Diabetes melitus

Riwayat sosial : Pasien sedang banyak tugas sehingga pasien

banyak pikiran dan pasien juga sedang dalam pemakaian piranti orthodontic.

Pemeriksaan objektif

Kesadaranumum : Kompus mentis

Tanda vital

Tekanandarah : 110/80

Nadi : 73/mnt

10
Suhu : 36,6OC

Respirasi : 20x/mnt

Pemeriksaan ekstra oral

Tmj : Normal

Mata : Normal

Sirkumoral : Normal

Bibir : Normal

Pemeriksaan intra oral

Mukosalabial : Normal

Frenulum : Normal

Lidah :Normal

Mukosa bukal :Garis putih, bergelombang, menonjol, dengan

panjang ± 3 cm pada mukosa bukal yang menghadap

regio 36-38

Dasarmulut : Normal

Palatum : Normal

Gingiva : Normal

Jaringanperiodontal : Normal

Kelenjarsaliva : Normal

Tonsil : Normal

Pemeriksaan penunjang : TDL

11
Diagnosis klinis : Cheek Biting

Diagnosis banding : Linea alba, kandidiasis pseudomembran akut

Diagnosis banding cheek biting adalah linea alba dan kandidiasi

spseudomembran akut, dimana terdapat gambaran klinis yang memiliki kesamaan,

akan tetapi salah satu hal yang dapat membedakan diantara ketiganya adalah

etiologi dari masing-masing kasus. Dimana linea alba merupakan variasi dari

struktur dan penampakan dari mukosa rongga normal. Lesi ini merupakan bentuk

umum dari hyperkeratosisfisiologis yang merupakan kondisi yang terdiri dari

penebalan pada epitel mukosa sebagai respon terhadap friksi atau gesekan

secara berulang. Linea alba merupakan garis putih keabu-abuan yang terjadi

di sepanjang mukosa bukal pada ketinggian dataran oklusal. Etiologi dari

kandidiasis merupakan infeksi jamur candida albikan.

Prognosis : Baik

Prognosis dari kasus ini dinyatakan baik karena, cheek biting dapat

sembuh jika factor penyebab dihilangkan dan pasien diberikan edukasi mengenai

penyebab terjadinya cheek biting.

Perawatan :

Perawatannya ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab iritasi

kronis, baik itu permukaan mahkota gigi yang tajam atau tepi protesa yang perlu

diperbaiki. Kadang, penggunaan acrylic guard dapat diaplikasikan pada malam

hari, guna mencegah cheek atau lip chewing(Lewis, 2004).

Pada kasusini, perawatan yang digunakan terdiri dari dua jenis perawatan, yaitu

perawatan Non farmakologis, dan perawatan Farmakologis.

12
Non Farmakologi

1. Memberi penjelasan kepada pasien bahwa kondisi yang dialaminya

diakibatkan kebiasaan buruk pasien, dan memberi informasi bahwa

yang dialami pasien tidak berbahaya dan dapat hilang atau kembali

normal jika pasien menghentikan kebiasaan buruknya

2. Memberi KIE berupa menjaga kebersihan rongga mulut pasien,

yaitu dimana menyikat gigi sebanyak 2 kali sehari dan memberi

KIE kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi

Farmakologi:

1. Pemberian obat analgetik, Alocair gel, dengan cara pemakaian 2

kali sehari

2. Pemberian adjuvant, yaitu vitamin C, dikonsumsi 2 kali sehari

setelah makan

3. Pemberian obat kumur, povidone iodine, dengan instruksi

pemakaian pada pasien dengan cara dikumurkan, 2 kali sehari

13
(Gambaran klinis pasien)

14
8

BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut seperti faktor

lokal ataupun sistemik. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan perubahan di dalam

rongga mulut yang selanjutnya disebut sebagai variasi rongga mulut., baik normal

maupun patologis. Variasi normal rongga mulut adalah suatu keadaan rongga

mulut dimana terdapat kelainan di dalamnya, namun tidak perlu dikhawatirkan

karena umumnya tidak mengganggu keseharian pasien. Sementara itu variasi

patologis rongga mulut adalah suatu keadaan rongga mulut dimana terdapat

kelainan di dalamnya, hanya saja kelainan yang ditemukan ini perlu di waspadai

karena dapat mengakibatkan gangguan baik secara lokal maupun sistemik.

Cheek bitingadalah suatu lesi akibat kebiasaan seseorang menghisap atau

menggigit pipi kronis(mukosa bukal) disebabkan oleh karena maloklusi,

kebiasaan oral atau kurangnya koordinasi dalam pengunyahan sehingga dapat

menyebabkan trauma pada area tersebut. Etiologinya yaitu faktor psikogenik

seperti stress atau cemas, kelainan neuromuskular. Gambaran klinisnya berupa

abrasi epitelium superfisial yang meninggalkan fragmen keputihan dengan latar

belakang kemerahan yang umumnya terbatas pada mukosa labial bawah dan atau

mukosa bukal di dekat garis oklusi.


Daftar Pustaka

1. Meisawati HF. 2011. Gambaran Klinis dan Diagnosa Banding Cheek

Biting. Jakarta : FKG UPDM (B), 4.

2. Boras, Vania Vucicevic, Ana Cekic-Arambasin, Karmela Svub. “Case

Report: Parafunctional Cheek Biting.” Acta Stomat Croat. (School of

Dental Medicine, University of Zagreb, Croatian Dental Society - Croatian

Medical Association), 34, no.3 (2000): 335-336.

3. Scully C, Cawson RA. 1988. Atlas Bantu Kedokteran Gigi : Penyakit

Mulut. Jakarta : Hipokrates, 59, 61, 81, 83, 91, 105.

4. Lewis MAO, Jordan RCK. 2004. A Colour Handbook of Oral Medicine.

New York : Thieme, 72.

5. Strassburg, Manfred, Gerdt Knolle. Diseases of the Oral Mucosa: A Color

Atlas. Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc, 1994.

6. Lynch MA, Brightman VJ, Greenberg MS. Burket Ilmu Penyakit Mulut :

Diagnosis & Terapi. 1993. Jakarta : Binarupa Aksara, 266-268.

7. Langlais RP, Miller CS. 1992. Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.

Jakarta : Hipokrates, 70, 78, 80, 129, 131.

11
8. Greenberg, Martin S., Michael Glick. “Acute Pseudomembranous

Candidiasis(Thrush).” Burket’s Oral Medicine Tenth Edition. November,

2012.http://burketsoralmedicine.blogspot.com/2012/11/acute-

pseudomembranous-candidiasis.html (Diakses pada tanggal 28 juni 2013).

9. Pindborg JJ. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Jakarta: Binarupa

Aksara, 108-109.

10. Gandolfo S, Scully C, Carrozzo M. 2006. Oral Medicine. Toronto :

Elsevier, 74.

11. http://fkgmantab.wordpress.com/2011/11/15/tumor-jinak-rongga-mulut/

(Diakses pada tanggal 3 agustus 2013.)

12

Anda mungkin juga menyukai