Anda di halaman 1dari 12

Hubungan antara Dopamin dengan Skizofrenia dan

Mekanisme Kerja Antipsikotik pada Reseptor Dopamin

Jacob Benedick
jacobbenedict91@gmail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Juni 2015

Abstrak: Skizofrenia merupakan salah satu masalah yang masih sering ditemui dalam
keseharian kita. Skizofrenia juga menimbulkan masalah sosial kepada penderitanya.
Penyebab pasti skizofrenia belum ditemukan. Banyak teori yang dikemukakan mengenai
penyebab skizofrenia dan salah satunya adalah hipotesis yang menyatakan bahwa kadar
dopamin yang tidak seimbang di dalam otak memiliki pengaruh terhadap skizofrenia.
Penelitian yang telah dilakukan juga menunjukkan hasil yang mendukung teori tersebut.
Aplikasi hipotesis dopamin pada kasus skizofrenia dapat dilihat dari farmakoterapi yang
digunakan. Mekanisme kerja obat antipsikotik yang bekerja pada reseptor dopamin tercatat
mampu memberikan perbaikan kepada pasien skizofrenia.

Kata kunci : skizofrenia , dopamin, farmakoterapi, antipsikotik, mekanisme kerja


antipsikotik.

Relationship between Dopamin and Schizophrenia dan The pharmacodynamics of


Antipsychotic on Dopamin Receptors

Abstract: Schizophrenia is still a problem that often found in our daily life. Schizophrenia
made social problem to anyone affected by it too. The exact cause for schizophrenia is
uncertain. There are many theories have been released and one of them is the dopamine
hypothesis that states the abnormalities in dopamine level in human brain have an effect on
schizophrenia. Researches those have been done were showing a related result between
dopamine and schizophrenia. The application of this theory is the using of antipsychotic as a
pharmacotherapy of schizophrenia. The mechanism of antipsychotic on dopamine receptor is
proved to be effective on making an improvement for them who took it.
Keywords: schizophrenia, dopamine, pharmacology, antipsychotic , mechanism of
antipsychotic.

Latar Belakang

1
Skizofrenia tetap menjadi salah satu tantangan bagi dunia kesehatan modern. Penyakit
ini mempengaruhi kira-kira 1% populasi global. Penilitian serupa oleh WHO menyebutkan ,
prevalensi skizofrenia di masyarakat berkisar 1-3 permil penduduk. Skizofrenia muncul di
awal usia 20 tahun, serta memberikan akibat yang buruk, khususnya tidak dapat
menyelesaikan sekolah atau mendapat pekerjaan yang layak. Penyakit ini ditandai dengan
adanya gangguan pada kognisi dan emosi, serta mempengaruhi bahasa, pikiran, persepsi,
afek, dan perasaan diri. Gejala meliputi manifestasi psikotik seperti mendengar suara dari
dalam diri,atau mengalami sensasi lain yang tidak berhubungan dengan sumber yang jelas
(halusinasi) dan memberikan arti atau maksud yang tidak biasa pada kejadian normal atau
mempertahankan kepercayaan personal yang salah ( delusi). 1,2

Banyak teori mengenai skizofrenia dan salah satunya adalah teori hipotesa dopamin
yang dinyatakan oleh Van Rossum pertama kali pada 1967. Teori ini menyatakan bahwa
stimulasi yang berlebihan pada reseptor dopamin dapat menjadi salah satu etiologi
skizofrenia. 2

Pengobatan saat ini terhadap skizofrenia didasarkan pada hipotesis dopamin.


Penemuan chlorpromazine sejak sekitar 60 tahun yang lalu mengakibatkan hipotesis dopamin
banyak diterima. Peningkatan dopamin pada region subkortikal otak, kemampuan
amphetamine, dan agen dopaminergik lainnya yang mampu menginduksi gejala-gejala positif
menunjukkan bahwa dopamin memiliki hubungan dengan skizofrenia.3

Definisi Skizofrenia
Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu schizo yang
berarti “terpotong” atau “ terpecah” dan phren yang berarti pikiran, sehingga skizofrenia
berarti pikiran yang terpecah. Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan karakteristik utama
dari gangguan skizofrenia berupa pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang
yang mengalaminya. Definisi skizofrenia yang lebih mengacu kepada gejala kelainannya
adalah gangguan psikis yang ditandai oleh penyimpangan realitas, penarikan diri dari
interaksi social, disorganisasi persepsi, pikiran , dan kognisi.4

Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada
dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam
fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang “ringan”. Selama
periode ini pasien cenderung menarik diri atau mengisolasi diri, dan “aneh”. Pasien dapat

2
kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu
atau karena sifatnya yang aneh. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang
tidak dapat dikoreksi.2, 4

Penampilan dan kebiasan-kebiasan mereka mengalami kemunduran serta afek mereka


terlihat tumpul. Pada sebagian besar pasien , performa uji kognitifnya buruk. Skizofrenia
sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut PPDGJ III yahun 1993 yaitu
skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci,
skizofrenia pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, dan skizofrenia
lainnya. 4,5

Etiologi Skizofrenia

Etiologi yang pasti mengenai skizofrenia belum ditemukan sampai saat ini. Penyebab
skizofrenia terbagi menjadi berbagai pendekatan. Beberapa hasil penelitian yang dilaporkan
saat ini dari segi biologi menunjukkan tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang
patognomonik ditmukan pada penderita skiofrenia. Beberapa gangguan organik dapat terlihat
( telah direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling banyak
dijumpai adalah pelebaran ventrikel tiga dan lateral. Kelainan ini kadang-kadang sudah
terlihat sebelum awitan penyakit. Kelainan lain yang ditemukan adalah atropi bilateral lobus
temporal medial. Secara spesifik atropi tersebut terjadi pada girus parahipokampus,
hipokampus dan amigdala. Penelitian yang lebih lanjut juga menemukan disorientasi spasial
sel pyramid hipokampus dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral. 1,4-6

Teori psikogenik menyatakan skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional.


Penyebab utama dalam teori ini adalah konflik, stress psikologik dan hubungan antar manusia
yang mengecewakan.4

3
Gambar 1. Pembesaran ventrikel otak pada pasien skizofrenia ( kanan) .
Google images.

Teori genetic lebih menekankan penyebab skizofrenia pada ekspresi gen yang bisa
menyebabkan gangguan mental. Beberapa peneltian menunjukkan bahwa factor genetic
sangat berperan dalam perkembangan skizofrenia. Penelitian menemukan bahwa skizofrenia
cenderung menurun dalam keluarga. Penelitian yang dilakukan National Institute of Mental
Health (NIMH) pada keluarga penderita skizofrenia menyatakan bahwa skizofrenia muncul
pada 10% populasi yang memiliki keluarga kandung dengan riwayat skizofrenia. American
Journal of Medical Genetics menyatakan bahwa apabila kedua orangtuanya mengidap
skizofrenia maka kemungkinan anaknya mengalami skizofrenia adalah sebesar 40%. Hal ini
menyimpulkan bahwa semakin dekat hubungan biologis dengan individu yang sakit, maka
semakin besar juga kemungkinan seseorang menderita skizofrenia.1,4

Pendekatan Stress-vulnerability meyakini bahwa orang-orang tertentu memiliki


kerentanan genetik terhadap skizofrenia akan memunculkan gejala skizofrenia jika mereka
hidup dalam lingkungan yang penuh dengan stress. Peristiwa dalam hidup dapat memberikan
kontribusi pada perkembangan skizofrenia bagi mereka yang telah memiliki predisposisi pada
penyakit ini.7

4
Teori biokimia mengenal hipotesis dopamin dan serotonin-glutamat. Teori glutamate
menyebutkan bahwa penurunan kadar glutamate akan menyebabkan penurunan regulasi
reseptor N-methyl-D-aspartate ( NMDA) dan menyebabkan gejala-gejala psikotik serta defisi
kognitif. Aktivitas berlebihan reseptor dopamin saraf pada jalur mesolimbik bisa
menyebabkan timbulnya gejala positif, sedangkan penurunan aktifitas dopamin neuron pada
jalur mesokorteks di dalam korteks prefrontalis bisa menyebabkan gejala negatif. Tiga faktor
yang menyebabkan tingginya aktivitas dopamin antara lain konsentrasi dopamin yang tinggi,
sensitivitas yang tinggi dari reseptor dopamin, dan jumlah reseptor dopamin yang lebih
banyak di sinapsis. Pelepasan dopamin berkaitan dengan fungsi serotonin. Penurunan
aktivitas serotonin berkaitan dengan peningkatan aktivitas dopamin. Interaksi antara
serotonin dan dopamin, khususnya reseptor 5-HT2A, dapat menjelaskan mekanisme obat
psikotik atipikal dan rendahnya potensi untuk menyebabkan efek samping ekstrapiramidal.
Stimulasi 5-HT1A juga meningkatkan fungsi dopaminrgik.1,4,5,8

Disfungsi sistem glutamatergik di korteks prefrontal diduga terlibat dalam


patofisiologi skizofrenia. Hipotesis ini muncul setelah pemberian antagonis reseptor N-metil-
D-Aspartat (NMDA) seperti phencyclidine (PCP) dan ketamin pada orang sehat
menghasilkan efek yang mirip dengan gejala dan gangguan kognitif yang terkait dengan
skizofrenia. Efek dari antagonis NMDA menyerupai gejala negatif dan positif serta defisit
kognitif skizofrenia. 1,4,5

Dopamin

Dopamin (bahasa Inggris: dopamine, prolactin-inhibiting factor, prolactin-inhibiting


hormone, prolactostatin, PIF, PIH) adalah salah satu sel kimia dalam otak berbagai jenis
hewan vertebrata dan invertebrata. Dopamin merupakan sejenis neurotransmitter (zat yang
menyampaikan pesan dari satu saraf ke saraf yang lain), dan merupakan perantara bagi
biosintesis hormon adrenalin dan noradrenalin. Dopamin sendiri juga termasuk hormon dan
dihasilkan di Hipotalamus. Fungsi utamanya sebagai hormon adalah menghambat pelepasan
prolaktin dari kelenjar hipofisis. Fungsi lainnya yang tidak kalah penting diantaranya
termasuk perilaku dan kognisi, gerakan, motivasi dan rasa penghargaan, tidur, mood,
perhatian, dan proses belajar. Dopamin diproduksi di neuron dopaminergik pada area ventral
tegmental pada otak tengah, substansia nigra pars compacta, dan nucleus arkuata dari
hipotalamus. 9

5
Dopamin merupakan anggota keluarga katekolamin dan merupakan prekursor
norepinefrin (noradrenalin) serta epinefrin (adrenalin) dalam jalur biosintesis untuk
neurotransmitter ini. 9

Dopamin diinaktifasi oleh reuptake melalui transporter dopamin. Dopamin


didegradasi enzimatik oleh transferase katekol-O-metil (COMT) dan monoamine oksidase
(MAO). Dopamin yang tidak diuraikan oleh enzim, disimpan kembali ke dalam vesikel untuk
digunakan kembali.

Reseptor dopamin

Reseptor dopamin dibagi menjadi lima sub tipe. Kelima subtipe dapat dimasukkan ke
dalam dua kelompok. Dalam kelompok pertama D1 dan D5, menstimulasi pembentukan
cAMP dengan mengaktivasi protein G stimulator (Gs). Reseptor D 5 baru ditemukan, dan
kurang diketahui tentang sifatnya dibandingkan tentang reseptor D1. Salah satu perbedaan
antara kedua reseptor tersebut adalah bahwa reseptor D5 mempunyai afinitas yang jauh lebih
tinggi terhadap dopamin dibandingkan reseptor D1. Kelompok reseptor dopamin kedua terdiri
dar reseptor D2, D3 dan D4. Reseptor D2 menghambat pembentukan cAMP dengan
mengaktivasi protein G inhibitor (Gi) dan beberapa data menyatakan bahwa reseptor D3 dan
D4 bekerja secara serupa. Salah satu perbedaan antara D 2, D3 dan D4 adalah distribusinya
yang berbeda. Reseptor D3 terutama terkonsentrasi di nukleus akumbens. Reseptor D4
terutama terkonsentrasi di korteks frontalis, selain pada daerah lainnya.6

Obat-obat antipsikosis menduduki reseptor D2 secara stereoselektif. Afinitas ikatannya


sangat kuat pada sebagian lokasi dan mempunyai korelasi dengan potensi klinis antipsikosis
dan ekstrapiramidal. Observasi terhadap studi mengenai ikatan reseptor menunjukkan
tidaklah mungkin antagonis reseptor dopamin selain reseptor D2 mempunyai peranaan
terhadap obat-obat antipsikosis. Antagonis reseptor D3 yang selektif masih belum tersedia
sedangkan antagonis reseptor D1 yang spesifik telah dikembangkan, dan setidaknya hanya
satu yang terbukti gagal dalam percobaan klinis. Usaha-usaha untuk menemukan efek
antagonisme D4 selama ini menemukan jalan buntu. Partisipasi glutamate, GABA, dan
reseptor asetikolin didalam patofisiologi skizofrenia juga telah dilaporkan. Obat-obat yang
menjadi target didalam sistem glutamatergik dan kolinergik baru merupakan awal untuk
dievaluasi didalam skizofrenia.

6
Hubungan dopamin dan skizofrenia

Transmisi dopaminergik yang abnormal telah lama dihubungkan dengan gejala


psikosis dan skizofrenia.2 Hipotesis dopamin pada skizofrenia adalah yang paling
berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang
rasional. Pada jalur saraf dopamin terdiri dari empat jalur yang mempunyai mekanisme kerja
dan fungsi masing-masing, yaitu:10

- Jalur nigrostiatal:dari substansia nigra ke bangsal ganglia. Jalur yang bertanggung


jawab dalam gerakan motorik. Diblokir oleh neuroleptik, menyebabkan efek
samping ekstrapiramidal.

- Jalur mesolimbik: dari substansia nigra menuju ke system limbic. Hiperaktivitas


dari daerah ini menyebabkan symptom positif dari skizofrenia.

- Jalur mesokortikal : dari substansia nigra menuju ke frontal cortex hipoaktivitas


dari daerah ini menyebabkan symptom negative dan gangguan kognitif.

- Jalur tuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary. Berperan dalam


mengontrol sekresi prolaktin. Diblokir oleh neuroleptik, menyebabkan hiper-
prolaktinemia.

Beberapa bukti yang terkait menunjukkan bahwa aktifitas dopaminrgik yang


berlebihan dapat mempengaruhi penyakit skizofrenia tersebut :2,11

- Kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam


sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal

- Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminrgik, seperti levodopa (suatu


prekursor), amfetamin (pelepas dopamin), atau apomorfin (suatu agonis reseptor
dopamin langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada
beberapa pasien.

- Densitas reseptor dopamin telah terbukti, postmortem, meningkat di otak pasien


skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis

- Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor


dopamin pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat

7
dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita
skizofrenia

- Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah
homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamin, di cairan serebrospinal,
plasma, dan urin.

Hipotesis dopamin saat ini masih jauh dari sempurna. Ketidaknormalan fisiologis
dopamin yang mempengaruhi patogenesis skizofrenia seharusnya mengakibatkan obat-obat
antipsikosis akan lebih bermanfaat dalam pengobatan pasien, tetapi obat-obat tersebut tidak
begitu efektif bagi beberapa pasien dan tidak efektif sama sekali bagi beberapa pasien.
Antagonis reseptor NMDA seperti phencyclidine pada beberapa kasus saat diberikan kepada
orang-orang yang non-psikosis, dapat menimbulkan gejala-gejala “mirip skizofrenia”
daripada agonis dopamin. 6

Sampai saat ini masih dipertanyakan apakah terlibatnya D1 dan D2 memiliki hubungan
terhadap kognisi pada pasien skizofrenia. Jeleknya system kognisi dan turunnya daya ingat
seringkali dihubungkan dengna meningkatnya kadar dopamin dan reseptor D 1 pada korteks
prefrontal pasien skizofrenia. Penemuan meningkatnya reseptor D 2 juga ditemukan pada
kondisi basal pada daerah striatum pada pasien skizofrenia. 6

Usaha utama pengembangan obat saat ini adalah untuk menemukan obat yang lebih
poten dan lebih selektif dalam menyakat reseptor D2. Fakta menunjukkan bahwa beberapa
obat antipsikosis mempunyai dampak lebih sedikit terhadap reseptor D 2 dan belum efektif
dalam terapi untuk skizofrenia. Perhatian saat ini kemudian dialihkan ke peranan reseptor
dopamin yang lain dan kepada reseptor non-dopamin khusunya subtype reseptor serotonin
yang dapat memediasi efek-efek sinergistik atau melindungi dari konsekuensi ekstrapiramidal
dari antagonisme D2. Sebagai hasil pertimbangan ini, arah penelitian telah berubah ke fokus
yang lebih besar tentang komponen yang mungkin aktif bekerja pada beberapa sistem
reseptor-transmitter. Harapan terbesar yaitu untuk menghasilkan obat-obatan dengan tingkat
efisiensi yang lebih tinggi dan sedikit menimbulkan efek yang tak diinginkan, khususnya
toksisitas ekstrapiramidal. 6,9,12

Antipsikotik dan mekanisme kerjanya

8
Ada banyak obat antipsikotik yang saat ini beredar di pasaran untuk pengobatan
skizofrenia. Obat antipsikotik terdiri dari dua jenis yaitu antipsikotik konvensional dan
antipsikotik atipikal. Antipsikotik konvensional bekerja pada reseptor D2 pada otak dan ikut
campur pada kerja neurotramisi dopaminrgic. Contoh dari antipsikotik konvensional
diantaranya adalah chlorpromazine, haloperidol, perphenazine, prochlorperazine, dan
trifluoperazin.

Efek samping dari penggunaan obat ini adalah terjadinya gejala ekstrapiramidal akibat
blockade terhadap D2 yang dapat merugikan pasien. Gejala extrapiramidal terdiri dari gejala
parkinsonisme ( mis: tremor), dystonia, dyskinesia, akathisia, dan gerakan involunter pada
wajah, lidah dan rahang. Haloperidol dan khlorpromazine dapat meningkatkan metabolism
dopamin pada daerah yang kaya dopamin. Hal ini menunjukkan bahwa kedua zat ini bekerja
sebagai dopamin antagonis . Obat antipskotik tipe ini dapat menghambat aktifitas dopamin
yang diinduksi oleh amfetamin. Perilaku streotipi yang dimediasi oleh penggunaan dopamin
dapat berkurang dengan pemberian antipsikotik konvensional.4,13

Efek antipsikotik konvensional dikaitkan dengan afinitasnya yang kuat terhadap D2. Ia
bekerja efektif bila 80% kadar D2 di otak dapat dihambat. Hambatan terhadap reseptor D2
sangat besar, dapat terjadi gejala extrapiramidal.

Obat antipsikotik atipikal dilain pihak memberikan efek antipsikotika dengan jalan
menurunkan aktivitas dopamin. Antipsikotik atipkal misalnya clozapine, risperidone,
olanzepine dan quetiapine.

Terapi dengan obat tersebut terbukti memberikan efek samping yang lebih sedikit
dibanding obat konvensional. Hal ini karena afinitasnya terhadap D 2 rendah sedangkan
terhadap 5-HT2 tinggi. Hal ini yang menyebabkan rendahnya efek samping
ekstrapiramidal.4,13

Penutup

Dopamin merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh otak dan
memiliki peran yang cukup penting pada keseharian manusia. Peningkatan maupun
penurunan dopamin secara berlebihan dapat mengakibatkan beberapa penyakit. Salah satu
penyakit yang disebabkan oleh aktivitas dopamin yang terganggu adalah skizofrenia seperti
yang dibahas pada hipotesis dopamin.

9
Pada penderita skizofrenia, didapati produksi neurotransmitter dopamin berlebihan.
Kadar dopamin yang tidak seimbang dapat mengakibatkan gejala positif dan gejala negative
pada pasien skizofrenia.

Hubungan antara dopamin dengan skizofrenia juga dapat dilihat dari cara kerja obat
antipsikotik pada umumnya yang berhubungan dengan pengendalian kadar dopamin dalam
otak . Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap cara kerja dan
hubungan dopamin terhadap skizofrenia.

Daftar Pustaka

1. Sadock BJ, Sadock VA. Schizophrenia in: Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, ed. Kaplan and
Saddock’s synopsis of psychiatry. 10th ed . Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;
2007. p. 468-97.

2. Seeman P, Kapur S. Schizophrenia : more dopamin, more D2 receptors . Proc Natl Acad
Sci U S A. 2000 Jul 5; 97(14): 7673–7675..

10
3. Kantrowitz JT, Javitt DC. Glutamate : new hope for schizophrenia treatment. Current
psychiatry. April 2011. Vol 10, no 4. P. 69- 74.

4. Amir N. Skizofrenia in: Elvira SD, Hadisukanto G, ed. Buku ajar psikiatri. Ed 2.. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI; 2014. P. 173-203.

5. Veague HB. Introduction of Schizophrenia. In: Psychological disorders: schizophrenia.


2007. Infobase Publishing. New York. P 1-12.

6. Brisch R, Saniotis A, Wolf R, Bielau H, Bernstein H, Johann S, et al. The role of dopamin
in schizophrenia from a neurobiological and evolutionary perspective : old fashioned, but
still in vogue. Frontiers in psychiatry may 19, 2014 .doi:10.3389/fpsyt.2014.00047.
7. Goh C, Agius M. the stress-vulnerability model how does stress impact on mental illness at
the level of the brain and what are the concequences? Psychiatria Danubina 2010 vol
22(2). P 198-202.

8. El- Missiry A, Aboraya AS, Manseur H, Manchester J, France C, Border K. An update on


the epidemiology of schizophrenia with a special reference to clinically important risk
factors. International journal of mental health addiction [internet] 2011. [Updated 2009
Aug 14 cited 2009 Oct 2 ]. Available from : Doi 10.1007/s11469-009-9241-1.

9. Mandal A. Dopamin functions. News medical januari 2014 diunduh dari :.


http://www.news-medical.net/health/Dopamin-Functions.aspx pada 2 juni 2015.

10. Meltzer H. antipsychotic agents & lithium in : BG, Masters SB, Trevor AJ. Katzung
basic & clinical pharmacology 11th ed. New York: Mc Grawhill Lange ;2009. P. 487-
507.
11. Patel NH, Vyas NS, Puri BK, Nijran KS, Al-Nahhas . Positron emission tomography in
schizophrenia : a new perspective . The Journal of Nuclear Medicine. 2010 april vol
51(4) p. 511-520. Doi: 10.2967/jnumed.109.066076.
12. Neal MJ. Zat transmitor sentral in: at a glance farmakologi 5 th ed. 2005. Jakarta penerbit
erlangga p. 50-1.
13. Ashton M, Todd A. Current research and development of new trearments for
schizophrenia. The Pharmaceutical Journal [internet]. 2011 [updated 2011 feb ; cited
2011 feb]. available from : http://www.pharmaceutical-
journal.com/opinion/comment/current-research-and-development-of-new-treatments-for-
schizophrenia/11068376.article

11
12

Anda mungkin juga menyukai