Fiqh Mu PM 2018-2
Fiqh Mu PM 2018-2
PENDAHULUAN
A. Pengertian Syari’ah
Se
m
pit
=
no
rm
a-
no
rm
a
ya
ng
m
en
ga
tur
sis
te
m
1
tin
gk
ah
la
ku
ko
nk
rit
ba
ik
in
di
vi
du
al
m
au
pu
n
ko
le
kti
f.
D
an
art
i
se
m
pit
ini
2
ya
ng
u
m
u
m
di
pa
ka
i.
M
ak
a
jik
a
m
en
ye
bu
t
“S
ya
ri’
ah
”
se
pe
rti
ya
ng
di
3
se
bu
t
U
U
no
.7
th.
19
92
te
nt
an
g
pe
rb
an
ka
n,
ke
m
ud
ia
n
di
ub
ah
ol
eh
U
U
4
no
.
10
th.
19
98
Sy
ari
’a
h=
hu
ku
m
Isl
a
m.
B. Seluk beluk Fiqh
1. Obyek kajian.
Klasik = Mengkaji
hukum-hukum syari’ah
yang disimpulkan dari
dalil-dalilnya berupa
teks al-Qur’an dan al-
Hadis.
5
kaitan dengan diktum
hukum.
Analisis teks
atau
Konsekuensinya, analisis
fiqh
A
na
lis
is
tin
gk
ah
la
ku
Namun berdasarkan
konsep al-Gazali, dapat
dikembangkan metode
kajian fiqh
yang disebut : Sui
generis – kum empiris.
6
2. Lingkup Fiqh
Ibadah
Uqubah (hudud, jinayah)
Mu’amalah
Munakahat
Siyasah
M
u’
a
m
al
ah
Ijt
im
a’i
ya
h
Iqtisadiyah
7
Norma = memberikan legitimasi ataupun larangan tertentu
dengan konteks spriritual
Fungsi ganda fiqh apabila ditinjau dari sudut sosiologi hukum, memberikan ciri
spesifik hukum Islam.
a. sebagai hukum= Fiqh tidak lepas dari pengaruh sosial budaya yang hidup di
sekelilingnya. Maka dari segi ini ia adalah manifestasidari proses adaptasi
pikiran/ide manusia dan sistem lingkungan kultural masyarakat dengan
kehendak Allah
b. Sebagai norma= ia memberikan arti bahwa intervensi ide dan ketetapan
Tuhan tidak bisa dihindari dalam pembentukannya.
Pengertian muamalah dalam arti luas:
“Aturan-aturan (hukum) Allah yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia
dalam urusan keduniaan dan sosial kemasyarakatan.”
“Aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan
hidup jasmani.”
Asas dasar fiqh mu’amalat disini adalah dasar yang dapat dikatakan sebagai teori-teori
: yang membentuk hukum mu’amalah adapun asas dasar tersebut adalah sebagai berikut
Bahwa segala sesuatu bentuk kegiatan mumalat harus memberikan keuntungan dan
manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Hal ini menunjukkan bahwa manusia
bukanlah pemilik mutlaq melainkan hanya sebagai pemilik hak manfaatnya saja
berdasarkan firman Allah :
8
ت وواَللولر ل
َض وووماَ بولينوكهوما وولللل كمللكك اَل ل
سوموواَ ل
“Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi serta apa-apa yang ada di antara keduanya
(Al-Maidah: 17)”
2. Asas Pemerataan
Asas ini adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalah yang menghendaki
agar harta tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang sehingga harta itu harus
terdistribusikan secara merata di antara masyarakat baik kaya maupun miskin, oleh karena
itu dibuatlah hukum zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya
Asas ini menyatakan bahwa setiap bentuk muamalat antar muslim atau antar pihak harus
berdasarkan kerelaan masing-masing. Kerelaan disini dalam arti kerelaan melakukan suatu
bentuk mu’amalah atau kerelaan dalam menyerahkan benda yang dijadikan obyek
perikatan dan bentuk muamalah lainnya.
Asas ini merupakan kelanjutan dari asas saling merelakan. Asas adamul gharar berarti
bahwa setiap bentuk mu’malat tidak boleh ada tipu daya atau yang menyebabkan sesuatu
pihak merasa dirugikan oleh pihak lain sehingga mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan
salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi atau perikatan
Asas ini menyatakan bahwa setiap bentuk muamalat yang dilakukan oleh umat muslim
adalah untuk tolong menolong antar sesama manusia dalam rangka al-bir wa taqwa yakni
kebajikan dan ketaqwaan dalam berbagai bentuknya
9
شاالديكد
اواا و …ووتووعاَووكنواَ وعولىَ اَللبلرر وواَلتللقووىَ ووول تووعاَووكنواَ وعولىَ اَ ل لللثلم وواَللكعلدوواَلن وواَتلكقواَ ل
او إللن ل
اَلللعوقاَ ل
ب
Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa dan janglah kamu tolong
menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan,.dan bertaqwalah kamu kepada Allah
.sesungguhnya amat berat siksa Allah
Musyarakah .6
Asas ini menghendaki bahwa setiap bentuk muamalah adalah musyarakah yakni kerja
sama antar pihak yang saling menguntungkan, bukan saja yang terlibat melainkan juga
bagi seluruh masyarakat manusia.
· Dilakukan atas dasar suka rela (‘an taradlin minkum), tanpa ada unsur paksaan.
· Dilakukan dengan pertimbangan mendatangkan maslahat/manfaat dan menghindari
madarat.
1. Islam menyuruh kepada umat Islam untuk totalitas dalam mengamalkan aturan Allah.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah 208:
شلي و
طاَلن إلنلهك لوككلم وعكدوو كملبين ت اَل ل وياَأوييوهاَ اَلللذيون وءاَومكنواَ اَلدكخكلواَ لفي اَل ر
سلللم وكاَفلةة ووول توتلبلكعواَ كخطكوواَ ل
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 208).
10
“Tidak Boleh jual beli di pasar kita kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fiqih
(Mu’malah) dalam agama.”
Dari ungkapan umar di atas dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa tidak boleh berbisnis,
tidak boleh terlibat perbankan, tidak boleh beraktifitas asuransi dan yang lainnya jika tidak
mengerti fiqih mu’malah
Ijma Ulama
Ulama bersepakat bahwa muamalah adalah sesuatu masalah kemanusiaan yang maha
penting.
”Di antara unsur dharurat (terpenting) dalam masyarakat manusia adalah muamalah“
Berdasarkan keterangan di atas maka kiranya dapat dipahami bahwa hukum mempelajari
fiqih mu’malah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi karena setiap
aktifitas manusia tidak lepas dari aspek ini oleh karena itu wajib hukumnya mempelajari
fiqih mu’malah sebagaimana ungkapan
Husein Shahattah dalam kitab Iltizam bi dhawabith asy-Syar’iyyah Fil Mu’amalt Maliyah
“Fiqh muamalah ekonomi, menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam. Tidak ada
manusia yang tidak terlibat dalam aktivitas muamalah, karena itu hukum mempelajarinya
wajib ‘ain (fardhu) bagi setiap muslim.
Berdasarkan uraian-uraian di atas bahwa mumalah adalah sesuatu hal yang penting maka
dengan mempelajari fiqih mu’amalah diharapkan setiap muslim dalam beraktifitas
khususnya dalam bidang perekonomiam mampu menerapkan atarun-aturan Allah dalam
rangka memperoleh, mengembangkan dan memanfaatkan harta, sehingga kebahagiaan
dunia dan akhirat akan tercapai sebagaimana tujuan muslim pada umumnya yang
senantiasa memohon doa tersebut kepada Allah
HARTA (AL-MAL)
11
A. Pengertian :
.كلل ما يمكن حيازته و احرازه والناتفاع به على وجه معتاد
Inti makna harta adalah : a. dapat disimpan untuk dimiliki b. dapat dimanfaatkan c.
dalam kondisi normal.
1. sesuatu belum bisa dimiliki dan dimanfaatkan tetapi bisa diwujudkan untuk
dimiliki dan dimanfaatkan. Apakah disebut harta?
2. Tidak bisa dimiliki tetapi bisa dimanfaatkan.
3. Bisa disimpan tetapi tidak dapat dimanfaatkan dalam kondisi normal.
Warisan
Wasiat
Hibah
Pinjaman
C. Fungsi harta : social: harta benda merupakan milik bersama (public goods)
meskipun dimiliki oleh perorangan, QS; Adz-Dzariyat; 19
12
- sifat harta adalah berkembang dan nilainya berkembang. Nilai edukatif harta
bertujuan untuk mendidik manusia menjauhi sifat tamak dan bakhil ; QS Ali Imran:
180
.(at-Taghabun : 15-16)
E. Macam-macam harta:
mutaqawwim
Dilihat dari segi kemungkinan dapat dipindahkan iqar (harta tidak bergerak) .2
manqul (harta bergerak)
Contoh : ijarah
Istihlaki dalam ijarah = mentasharufkan manfaat barang untuk tujuan tolong menolong
ariyah pengambilan manfaat tanpa imbalan.
a. Al-mamluk ( harta yang dimiliki ) baik milik pribadi/ badan hukum ( organisasi
kemasyarakatan, Negara dsb )
c. Al- mubah (harta yang tidak dimiliki) seperti sumber mata air, hewan buruan
a. Al-Ashl (harta pokok); harta yang menghasilkan; tanah, pepohonan dan hewan
14
b. Ats-Tsamr (harta hasil) ; buah yang dihasilkan dari suatu harta; sewa
rumah, buah-buahan dari pepohonan, susu dari sapi dan kambing
a. Harta khas; harta pribadi, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui
pemiliknya
a. Harta yang bisa dibagi(mal qabil li al-qismah) ; harta yang jika dibagi tidak
menjadi rusak dan manfaatnya tidak hilang.; beras, tepung dll
b. Harta yang tidak bisa dibagi(mal ghair qabil li al-qismah); apabila dibagi rusaklah
manfaatnya; mesin, meja, kursi dll
a. Harta ‘Ain; harta yang berbentuk benda; rumah, pakaian, mobil dll
b. Harta dain ; sesuatu yang berada dalam tanggung jawab; uang yang berada
dalam tanggung jawab seseorang
A. Konsep kekayaan
15
م و ال ما الدنيا فى الخارة إل مثل ما.عن المستوردا قال قال رسول ال ص
.يجعل أحدكم أصبعه هذه و أشار يحى بالسببابة فى اليم فلينظر بم ترجع
.رواه مسلم
Artinya: Diriwayatkan dari al-Mustaurid bahwa Rasulullah saw bersabda: "Demi Allah,
Dunia ini dibanding akhirat adalah seperti seseorang memasukkan telunjuk- nya (ketika
menerangkan itu, Yahya (perawi hadis) mengisyaratkan telunjuknya) ke dalam laut, dan
hendaklah ia melihat seberapa air yang tinggal di telunjuknya." HR. Muslim.
Kekayaan harus didapatkan, dipelihara, dan digunakan untuk memperoleh derajat
tinggi dalam kepatuhan kepada Allah.
Dua cara mendapatkan kekayaan:
1. Usaha, melalui tanah – kerja – modal
2. Pemindahan yang dilembagakan dalam masyarakat, seperti: warisan, wasiat,
wakaf, hibah.
على حصير فقام و قد أثبـر فى جنبه.م. نام رسول ال ص:عـن عبد ال قال
فقلنا يا رسول ال لو ابتخّذنا لك وطـاء فقـال مالى و ما للدنيا ما أنا فى الدنيا إل
جاء رجل يريد أخاذ مالى قال فل تعطـه ما لك قال أرأيت إن قاتلنى قال قاتله قال
أرأيت إن قتلنى قال فأنت شهيد قال أرأيت إن قتلته قال هو فى النار .رواه
مسلم.
عـن رافع بن خاديج قال :قال رسول ال ص.م .من زرع فى أرض قوم بغير اذنهم
HAK MILIK
شخصى
17
مـال أصلى
Hak عين
تابعى
غـي مال
Hak 'aini adalah kewenangan yang ditetapkan syara' untuk seseorang atas suatu benda,
seperti hak milik. Seorang pemilik benda memiliki kewenangan secara langsung atas harta
benda yang dimilikinya. Ia memiliki kewenangan untuk memanfaatkan barangnya sesuai
dengan kehendaknya, dan memiliki keistimewaan untuk menghalangi orang lain
memanfaatkanya tanpa seizin pemiliknya.
Dengan adanya pembagian hak syakhsi dan hak 'aini terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan;
Hak 'aini bersifat permanen dan selalu mengikuti pemiliknya, sekalipun benda
tersebut telah berada di tangan orang lain. Misalnya, harta milik seseorang telah
dicuri lalu dijual kepada orang lain, maka pemilik sah harta tersebut bisa menuntut
agar barang dikembalikan kepadanya
18
Materi hak 'aini dapat berpindah tangan, sedang hak syakhsi tidak dapat berpindah
tangan, melainkan melekat pada pribadi sebagai sebuah tanggung jawab atau
kewajiban
hak 'aini gugur apabila materi (obyek) hak hancur atau musnah,
sedangkan syakhsi tidak akan gugur dengan hancur atau musnahnya materi.
Karena hak syakhsi melekat pada diri seseorang kecuali pemilik hak meninggal.
Misalnya, hak syakhsi dalam hutang piutang barang,sekali pun barang yang di
hutang hancur, pemiliknya tetap berhak menagih pelunasan hutang tersebut.
(Zuhaili, 1989, IV : 20)
3. Sebab-sebab pemilikan
a. Ihraz al-mubahat (penguasaan harta mubah) = harta benda yang tidak termasuk
dalam milik yang dilindungi (dikuasai oleh orang lain) dan tidak ada larangan
hukum untuk memilikinya. Seperti: ikan di laut; rumput di pinggir sungai; hewan
di hutan. Syarat yang harus dipenuhi:
1) tidak ada orang lain yang mendahului من سبق إل مـباح فقـد ملكه.
2) penguasaan harta itu dilakukan untuk tujuan dimiliki.
Dalam sebuah negara: konsep ihraz al-mubahat menjadi terbatas, karena adanya
aturan hukum yang memb atasi harta mubah apa saja yang dapat dimiliki secara bebas.
Karena demi melindungi kepentingan publik, negara berhak menyatakan sumber kekayaan
alam tertentu sebagai milik negara. Misalnya: barang tambang – kayu di hutan – hewan
19
langka – cagar alam dan lain-lain. Maka kata "larangan hukum" = mencakup kebijakan
yang diterbitkan negara.
b. Tawallud (berkembang biak)
berlaku = pada harta yang bersifat produktif = hewan – kebun – sektor jasa
mobil – rumah (sewa).
c. khalafiyah (penggantian), ada 2 cara:
1) Penggantian atas seseorang oleh orang lain, misalnya: pewarisan.
2) Penggantian benda atas benda yang lainnya, misalnya: pertanggungan karena
merusakkan barang/menghilangkan.
d. Akad = merupakan sebab pemilikan yang paling kuat dan luas berlaku dalam
kehidupan manusia yang membutuhkan distribusi harta kekayaan.
Dalam Islam: pemilik harta bebas memanfaatkan dan mengembangkannya
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari'ah Islam. Namun
pemilik hakiki adalah Allah, harta di tangan manusia adalah amanah. – Individu
bagian dari masyarakat, maka dalam setiap harta yang dimiliki oleh individu
terdapat hak-hak orang lain yang harus dipenuhi = zakat. – maka kebebasan
dalam bertindak terhadap milik pribadinya tidak boleh melanggar hak publik
yang berkaitan dengan kepentingan umum.
4. Pembagian macam-macam milkiyah:
a. Dari segi obyek:
1) milk al-'ain (benda)
2) milk al-manfaah
3) milk ad-dain (milik piutang). Seperti: harta yang dihutangkan – harga jual yang
belum terbayar – harga kerugian barang yang dirusak.
b. Dari segi unsur harta (benda dan manfaat)
1) Al-milk at-tam = pemilik benda dan manfaat
2) Al-milk an-naqish = pemilik hanya salah satu unsur harta saja.
a) pemilikan atas manfaat: diperoleh via ijarah – i'arah – wakaf
b) pemili kan a tas benda tanpa manfaat: wasiat
c. Dari segi bentuk, milik dibedakan menjadi:
20
1) milk mutamayyaz (milik jelas) = pemilikan sesuatu benda yang mempunyai batas-
batas yang jelas; tertentu yang dapat dipisahkan dari yang lainnya. Seperti: pemilikan
seekor binatang – sebuah kitab – sebuah rumah.
2) milk masya' (milik campuran) = pemilikan atas sebagian, tidak tertentu dari sebuah
harta benda. Seperti: pemilikan atas separuh rumah; 1/4 kebun dan sebagainya. Jika
diadakan pembagian atas harta campuran maka menjadi milk mutamayyaz.
Milk masya' = bisa berupa milk 'ain atau milk dain, seperti ad-duyun al-
musytarikah: 2 orang atau lebih membeli sesuatu secara tangguh.
21
mereka mempunyai kewajiban moral untuk menyerahkan harta, karena kekayaan
itu juga merupakan hak masyarakat. Adz-dzariyat (51): 19
Ketentuan Syari'ah yang Mengatur Kekayaan Pribadi:
1. Pemilikan kekayaan
Dalam Islam tidak diperbolehkan memiliki kekayaan yang tidak
digunakan.
Nabi saw bersabda, yag artinya: orang yang menguasai tanah
yang tidak
bertuan tidak lagi berhak atas tanah itu jika setelah 3 tahun
menguasainya
Ia tidak menggarapnya dengan baik.
Seperti dipraktikkan Khalifah Umar yang mengambil kembali
beberapa bid.Tanah yang telah diberikan Nabi kepada Bilal bin al-
Haris, karena ia tidak memanfaatkan.
2. pemanfaatan kekayaan
a. jika pemilik menggunakan kekayaan dengan boros dan tidak produktif.
b. memusatkan usaha dengan suatu cara tertentu dan mengabaikan cara yang
lainnya.
c. pemusatan kekayaan hanya di tangan sebagian kecil orang sehingga merugi-
kan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam kasus seperti di atas, negara Islam berhak turun tangan untuk menjaga
keseimbangan kepentingan dan kegiatan perekonomian.
22
ععن أعببيِ أمامةع النبابهلبييِ عقاعل ورعأى بسككةة وعشنيةئا بمن آلعبة النحر ب
ث فعـعقاعل عسبمنع أ
ِت النكبكي عن ن ع عع عع ع ن
23
4) penggunaan yang tidak merugikan
24
8) kepentingan kehidupan = hak waris.
Haq Al-Irtifaq
Di beberapa literatur fiqh muamalat haq Al-irtifaq disebut juga dengan milk al-
manfaah al-‘aini. Secara etimologi irtifaq berarti pemanfaatan terhadap sesuatu.
Sedangkan terminologi dari hak irtifaq adalah :
”.Hak pemanfaatan benda tidak bergerak, baik benda itu milik pribadi atau milik umum “
1) Haq asy-Syurbi adalah hak manusia atau hewan terhadap air untuk memanfaatkannya.
Dalam hak, ini ulama mambagai air kepada 4 macam : a) air yang ditampung dalam
tempat khusus oleh pemiliknya, b) air sumur, c) air sungai khusus yang melewati lahan
pribadi tertentu atau pengairan yang dibuat orang/kelompok tertentu, dan e) air sungai
25
besar (umum). Dasar hukum hak ini adalah hadits Rasulullah yang diriwayatkan ole h
Ahmad ibn Hanbal, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, yang
berbunyi :“Manusia itu berserikat dalam tiga hal yaitu air, rumput, dan api.” {HR.
Ahmad ibn Hanbal }
2) Haq al-Majra adalah hak pemilik lahan yang jauh dari aliran air untuk irigasi dalam
rangka mengairi lahannya, baik melalui lahan orang lain ataupun tidak. Dasar hukum dari
hak ini adalah kasus antara dua orang sahabat yang bertengkar dalam persoalan air,
pemilik lahan yang dekat dengan sumber air tidak mau mengalirkan air atau tidak mau
lahannya dijadikan aliran air ke lahan orang yang jauh dari sumber air. Ketika Umar bin
Khattab berupaya mendamaikan keduanya, pemilik lahn yang dekat dengan sumber air
tetap bersih keras dengan pendiriannya. Akhirnya Umar bin Khattab berkata :Ðemi Allah
saya akan mengalirkan air itu,sekalipun melalui perut engkau”, kisah ini diriwayatkan
imam malik dalam kitabnya, al-Muwatta’ Juz II.
3) Haq al-Masil adalah hak seseorang untuk menyalurkan kotoran, baik manusia atau
pun rumah tangga, ke penampungan atau saluran umum dengan mempergunakan selang
yang melalui jalan raya, lahan, rumah dan perusahaan milik orang lain. Pemanfaatan hak
ini tidak boleh mengganggu kemaslahatan orang lain. Maka dari itu, pemilik hak
berkewajiban memelihara atau mengamati secara intensif alat yang dipergunakan untuk
mengalirkan limbah tersebut.
4) Haq al-Murur / ath-Thariq adalah hak seseorang untuk sampai kerumah atau
lahannya dengan melalui lahan orang lain, baik milik umum ataupun pribadi. Misalnya,
Irham berjalan menuju rumahnya melawati depan rumah Hamid. Ulama fiqh membagi
permasalahan dalam hak ini ke dalam 2 macam : a) apabila yang dilewati jalan raya, maka
semua orang dapat memanfaatkan jalan tersebut (melewati, parkir, berjualan ) asalkan
tidak menimbulkan mudharat pada orang lain, b) apabila jalan yang dilewati adalah jalan
khusus, boleh dipergunakan ketika jalan raya sedang padat. Namun, tentunya pemilik hak
harus menjaga agar jalan tersebut tidak rusak sehingga dapat menimbulkan kemudharatan
bagi orang lain.
5) Haq at-Ta’ali adalah hak seseorang untuk tinggal di tingkat atas pada perumahan
bertingkat (aparteman, hotel) dan menjadikan loteng rumah orang di tingkat bawah
sebagai lantainya.
6) Haq al-Jiwar adalah hak seseorang untuk tinggak bersebelahan dengan tetangganya
disebabkan saling bertemunya batas milik masing-masing. Para ulama sepakat dalam
keadaan seperti ini, masing-masing pemilik boleh memeanfaatkan milik tetangganya,
selama tidak membawa mudharat kepada tetangganya itu. Misalnya, dinding rumah
menyatu, maka masing-masing pihak boleh mempergunakan dinding tersebut untuk
menggantung lukisan atau perabotan lainnya.
26
عب بدد الل د ه
ه حددث ننناَ ن
د ن
عيِ د
س ه
ن ن عب بدد الل د ه
ه بب د حددث ننناَ ن
ن
ن
ع بي ن شيِ بنباَن ه يب ال دش دو نح ب
ن ن بب ه ش
خنرا ه ن ه بب د
ن
ن اب ب هع ب
د ن ه د
جاَ ه م نن د
ع بب ن ش د و ن
ح بن نوام ه ب ب ه ال ب ن
ع د
صدلىَّ الل د د
ه ه ن ل الل د ه
سو دل نر د قاَ ن ل نقاَ نس نعدباَ د ن
في شنر ن
كاَءد ه ن د مو نسل ه د
م بم ال ب د
سل د ن
و نه نعل نيِ ب ه ن
ه وث ن ن
من د د ر ن وال بك ننل ه ن
والدناَ ه ء ن في ال ب ن
ماَ ه ث ه ث ننل د
قاَ ن ن
عهني ال ب ن
ماَءن د ين ب
عيِ دس ه
ل أدبو ن م ن حنرا م ن
. رواه ابن ماَجه.ي جاَر ن ال ب ن
a. Air di sini adalah air yang masih belum diambil, baik yang keluar dari mata air,
sumur, maupun yang mengalir di sungai atau danau, bukan air yang dimiliki
oleh perorangan di rumahnya. (al-Mawardi, al-Ahkam, p. 180-184.
b. Al-Kala' = padang rumput, baik rumput basah/hijau maupun rumput kering
yang tumbuh di tanah, gunung, atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya
(asy-Syaukani, Nail, VI: 49).
c. An-Nar = bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait dengannya, termasuk
kayu bakar. (Abd. Rahman al-Maliki, Politik Ek. P. 91.
Bentuk kepemilikan umum tidak hanya terbatas pada tiga macam benda
tersebut, melainkan juga mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh
masyarakat dan jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan persengketaan.
1. Sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu.
Seperti sabda Nabi saw:
27
ك بعـنيةتا يأبظلذ ع
ك ببمةنى عقاعل عل ت قأـنلعنا عيا عرأسوعل اللكبه أععل نعـنببنيِ لع ع ععنن ععائب ع
شةع عقالع ن
رواه.صبحيثح خ من سبعق عقاعل أعبو بعيسى هعذا ح ب ب
سثن ع ع ح
ع ثث دي ع ع ع أ ع ع ن ع أ ناع م
أ نىة م
.الترمذى
Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu (sampai
kepadanya).
Makna Hadis tersebut bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum
muslimin siapa saja yang lebih dahulu sampai di bagian tempat di Mina dan ia
menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan merupakan milik
perorangan, sehingga orang lain tidak boleh memilikinya.
Demikian juga jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya. Oleh
karena itu, penggunaan jalan yang dapat merugikan orang lain yang membutuhkan,
tidak boleh diijijnkan oleh penguasa. (Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam as-
Sulthaniyah, p. 253).
Berlaku juga untuk masjid (an-Nabhani, p. 182). Kereta api, instalasi air dan
listrik, tiang listrik, saluran air dan pipanya.
رواه التمذى
28
Bahwa ia datang kepada Rasulullah saw meminta (tambang) garam, maka beliau
pun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada
Nabi "wahai Rasulullah, taukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhn
ya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir". Lalu ia berkata:
kemudian Rasulullah pun menarik kembali tambang itu dari padanya. HR. at-
Tirmidzi.
Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam, tetapi meliputi
seluruh barang tambang yang jumlah depositnya banyak (laksana air mengalir)
atau tidak terbatas. Hal ini mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang
tampak di permukaan bumi (garam, batu mulia), atau tambang yang berada dalam
perut bumi (emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah, dan sejenisnya. (al-Maliki,
politik Ek., p.80).
30
PRIVATISASI BUMN DI INDONESIA
1. PT. Semen Gresik – Krakatau Steel = status hasil produksinya bisa dimiliki
perorangan. Negara bisa memprivatisasikannya dengan catatan saham yang
31
dijual harus tidak lebih dari 55 %. Dampak privatisasi = bisa mempengaruhi
harga-harga barang lainnya (harga rumah – sewa – pembangunan).
2. Sektor jasa telekomunikasi dan perhubungan yang melibatkan PT. Telkom dan
PT. Indosat, digolongkan kepemilikan negara. Meskipun termasuk dalam
layanan urusan dan kepemilikan umum. Jika ada pesaing dari swasta, negara
tetap harus memberikan pelayanan kepada warganya dalam bidang ini,
sehingga terjadi fair competation dalam harga dan layanan jasa.
3. Sektor jasa angkutan laut dan udara = PT. Angkasa Pura, PT. Pelindo II dan III
= kepemilikan umum. Karena laut dan udara = milik umum. Sehingga
pelabuhan dan bandar udara sebagai tempat bersandar = milik umum. Maka
perusahaan tersebut tidak boleh diprivatisasi. Termasuk PT. KAI, PT. Jasa
Marga. Hal tersebut berbeda dengan PT. PELNI = jasa angkutan laut, karena
dari jenis kendaraannya kapal laut dapat dimiliki secara individu. Dilihat dari
segi prasarananya, laut = milik umum, namun pengoperasiannya tidak
menghalangi siapa pun, mengingat sangat luasnya lautan (bandingkan dengan
KA, sehingga status kepemilikannya berbeda).
6. kesimpulan:
32
a. Ekonomi Islam menyelaraskan dan melindungi 2 kepentingan yang
berbeda: kepentingan dunia dan akhirat, dengan melibatkan negara
sebagai wakil Allah di bumi, dan sekaligus sebagai pemegang amanah
dari seluruh rakyat dengan memegangi ketentuan syara'.
b. Privatisasi diperbolehkan pada jenis kepemilikan harta individual dan
sebagian jenis kepemilikan harta negara, dengan adanya jaminan
kestabilan harga oleh negara.
c. Kepemilikan harta umum = tidak boleh diprivatisasi. Dalam hal negara
dilarang melakukan privatisasi BUMN, maka wajib mencabut ijin
pengelolaan barang tambang yang sudah terlanjur diberikan kepada
swasta, termasuk di dalamnya adalah perusahaan minyak asing raksasa
Exxon (via Caltex) dan PT. Freeport Indonesia di Papua.
HAK ( AL-HAQ)
33
1. poin B1: menekankan fungsi syari’ah atau aturan hukum, sebagai sumber
rujukan hak. Oleh karena itu definisi tersebut baru berbicara tentang sumber, dan
belum menggambarkan substansi hak.
2. Poin B2 ada 2 substansi hak :
a. hak sebagai kewenangan atas sesuatu (hak aini) hak penguasaan
atas benda – harta perwalian – atas harta dan lain-lain.
b. hak sebagai keharusan atau kewajiban pada pihak lain (hak syakhshi).
Contoh : hak istri – hak anak (sumber dari syara’)
hak buruh atas upah – hak pelunasan hutang – hak yang timbul
dari akad jual beli – sewa menyewa (sumber dari akad)
D. Teori Hak
Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia.
Ketika mereka berhubungan dengan orang lain, maka akan timbul hak dan kewajiban yang
mengikat keduanya. Dalam hal jual beli misalnya, ketika kesepakatan telah tercapai, maka
akan muncul hak dan kewajiban. Yakni, hak pembeli untuk menerima barang, dan
kewajiban penjual untuk menyerahkan barang. Atau, kewajiban pembeli untuk
menyerahkan harga barang (uang), dan hak penjual untuk menerima uang.
1. Dari segi pemilik hak
a. Hak Allah
Hak Allah ini tidak bisa dilanggar ataupun digugurkan, tidak bisa ditolerir ataupun
diubah. Had potong tangan bagi pencuri, tidak bisa digugurkan hanya karena orang
yang kecurian memaafkan kesalahan pencuri. Selain itu, hak Allah ini tidak bisa
diwariskan. Ahli waris tidak diwajibkan untuk menanggung ibadah yang
34
ditinggalkan pewaris, kecuali mendapat wasiat, ahli waris juga tidak akan ditanya
tentang kejahatan dan dosa pewaris.
b. Hak manusia (haq al-‘ibad), yaitu hak yang pada hakikatnya untuk memelihara
kemaslahatan setiap pribadi manusia. Hak ini ada yang bersifat umum seperti menjaga
(menyediakan) sarana kesehatan, menjaga ketentraman, melenyapkan tindakan kekerasan
(pidana) dan tindakan-tindakan lain yang dapat merusak tatanan masyarakat pada
umumnya.
Kemudian ada lagi hak manusia yang bersifat khusus, seperti menjamin hak milik
seseorang, hak isteri mendapatkan nafkah dari suaminya, hak ibu memelihara anaknya,
hak penjual atas harga dan hak pembeli atas obyek transaksi, hak ganti rugi seseorang
yang hartanya dirusak dan hak berusaha (berikhtiar) dan lain-lain yang sifatnya untuk
pribadi (individu).
Secara asal, hak anak Adam bisa digugurkan, berbeda dengan dzat (benda). Seperti
qishas dan hak syuf'ah atau hak khiyar. Ada pun hak anak Adam yang tidak bisa
digugurkan adalah sebagai berikut
35
[449] Bahiirah: ialah unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu
jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi
lagi dan tidak boleh diambil air susunya.
[450] Saaibah: ialah unta betina yang dibiarkan pergi kemana saja lantaran sesuatu
nazar. Seperti, jika seorang Arab Jahiliyah akan melakukan sesuatu atau perjalanan
yang berat, Maka ia biasa bernazar akan menjadikan untanya saaibah bila maksud
atau perjalanannya berhasil dengan selamat.
[451] Washiilah: seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari
jantan dan betina, Maka yang jantan ini disebut washiilah, tidak disembelih dan
diserahkan kepada berhala.
[452] Haam: unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi, karena telah dapat
membuntingkan unta betina sepuluh kali. perlakuan terhadap bahiirah, saaibah,
washiilah dan haam ini adalah kepercayaan Arab jahiliyah.
Hak-hak yang terkait dengan hak orang lain, seperti hak seorang ibu untuk
menerima perawatan, hak orang yang kecurian atas had pencuri. Hak ini tidak bisa
digugurkan, karena berhubungan dengan hak orang lain.
Ulama fiqh sepakat, hak-hak yang dimaksudkan sebagai penguat sebuah transaksi, boleh
untuk diwariskan. Seperti hak untuk menahan marhun (barang yang digadaikan, jaminan)
sampai utang bisa dilunasi, hak menahan obyek transaksi hingga pembeli menyerahkan
uang, hak atas kafalah bi ad-dain. Hak-hak ini bisa diwariskan, karena bersifat lazim.
Ulama Hanafiyah menyatakan, hak dan manfaat tidak bisa diwariskan. Karena, hukum
36
waris hanya terkait dengan harta benda, sedangkan hak dan manfaat bukanlah harta. Ada
pun hutang bisa diwariskan, karena ia merupakan harta secara hukum, dan bisa ditemukan
dalam kekayaan orang yang berhutang. Ulama selain madzhab Hanafi menyatakan, hak,
manfaat dan hutang bisa diwariskan, karena semuanya merupakan harta. Hal ini
dilandaskan pada sabda Rasululullah saw yang artinya:"Barang siapa meninggalkan harta
atau hak, maka untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan beban atau keluarga,
maka menjadi tanggunganku" (HR. al-Bukhari dan Muslim (az- Zuhaili, 1989, IV: 18 )
Contoh kedua, hak qishas bagi wali orang yang terbunuh. Dalam hak ini terdapat hak
Allah, yakni membebaskan manusia dari tindak kriminal pembunuhan. Selain itu, terdapat
hak wali orang yang terbunuh, yakni menghilangkan amarah dan kejengkelan, serta
menenangkan hatinya dengan matinya orang yang membunuh keluarganya. Dalam
konteks ini, hak anak Adam yang dimenangkan, karena tendensi
diadakannya qishas adalah adanya persamaan.
Dalam contoh kedua, hak anak Adam yang dimenangkan. Implikasinya adalah hak
tersebut bisa dinegosiasikan, wali orang yang terbunuh, dibolehkan untuk memaafkan
dosa pembunuh, bisa diupayakan jalan damai dengan kompensasi yang disepakati, atau
jalan lain yang disetujui bersama. (az-Zuhaili,1989, IV: 13-17)
a. Haq Maali
37
Hak yang berhubungan dengan harta seperti hak penjual terhadap harga barang yang
dijualnya dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya. Demikian juga hak orang yang
menyewakan terhadap benda yang disewakannya dan hak penyewa terhadap barang yang
disewanya (manfaatnya, tidak memilki).
b. Haq ghairu maali
Hak-hak yang tidak terkait denga harta benda (materi), seperti hak qhisash, seluruh
hak Asasi manusia, hak wanita dalam talak karena suaminya tidak memberi nafkah, hak
suami untuk mentalak istrinya karena mandul, hak perwalian terhadap seseorang dan hak-
hak politik (hak bebas menggunakan pendapat).
c. Haq syakhsyi adalah hak-hak yang yang ditetapkan syara’ bagi pribadi berupa
kewajiban terhadap orang lain, seperti hak pejual untuk menerima harga barang yang
dijualnya, dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya. Demikian hak seseorang
terhadap utang, hak seseorang untuk menerima ganti rugi, karena hartanya dirampas atau
dirusak, dan hak istri atau kerabat untuk menerima nafkah.
d. Haq ‘aini adalah hak seseorang yang ditetapkan syara’ terhadap suatu zat, sehingga
ia memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan haknya itu,
seperti hak memiliki suatu benda, hak irtifaaq (pemanfaatan sesuatu seperti jalan, saluran
air) dan hak terhadap benda yang dijadikan sebagai jaminan utang.
e. Haq mujarrad
Hak murni yang tidak meninggalkan bekas. Apabila digugurkan melalui perdamaian
atau pemaafan. Umpamanya : dalam persoalan utang . jika pemberi utang menggugurkan
utang tersebut , dalam pengertian tidak menuntut pengembalian utang itu, maka hal itu
tidak memberi bekas sedikitpun bagi yang berutang.
38
a. Hak diyaani (keagamaan), yaitu hak-hak yang tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan
kehakiman. Umpamanya : dalam persoalan utang yang tidak dapat dibuktikan oleh
pemberi utang, karena tidak cukup alat-alat bukti di depan pengadilan. Sekalipun tidak
dapat dibuktikan di depan pengadilan, maka tanggung jawab yang diutang di hadapan
Allah tetap ada dan dituntut pertanggung jawabannya di ahirat kelak. Oleh sebab itu bila
lepas dari hak kekuasaan kehakiman, seseorang tetap dituntut di hadapan Allah dan di
tuntut hati nuraninya sendiri.
b. Hak qadhaai adalah seluruh hak dibawah kekuasaan pengadilan (hakim) dan pemilk
hak itu mampu membuktikan haknya di depan hakim. Perbedaan antara haq diyaani dan
haq qadhaai terletak pada persoalan dzahir (lahir) dan batin.
a. Akad, yaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al-'aqidaini) untuk melakukan
suatu kesepakatan (perikatan), seperti akad jual beli, sewa-menyewa dan lainnya
39
d. Al-Fi’lu adl-Dlar (Perbuatan yang merugikan) merusakkan sesuatu-
melanggar hak/ kepentingan orang lain terbebani iltizam atau kewajiban
tertentu.
5. Iltizam berlaku atas :
a. Harta benda seperti penjual berkewajiban menyerahkan barang kepada multazam
lahu/pembeli. Pembeli menyerahkan uang.
b. Hutang orang yang berhutang harus melunasi
c. Perbuatan, seperti buruh berkewajiban melakukan pekerjaan tertentu. Peminjam
barang = mengembalikan barang/ harganya.
c. Haq al-masil = adalah hak untuk menyalurkan air pembuangan rumah tangga
(comberan) atau selokan ke penampungan atau saluran umum dengan
mempergunakan saluran yang melintasi lahan orang lain. Hukum haqqul masil
sama seperti hukum haqqul majra.
40
d. Haq al-murur = hak melewati tanah orang lain
e. Haq al-jiwar = hak tetangga yang dindingnya bersebelahan atau bersatu
f. Haq at-ta’ali = hak tetangga pada rumah susun yaitu atap bangunan yang di bawah
menjadi lantai bagi bangunan di atasnya.
Pada prinsipnya, Islam memberikan jaminan perlindungan hak bagi setiap orang. Setiap
pemilik hak boleh menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi pelanggaran atau
perusakan hak, maka pemilik hak dapat menuntut ganti rugi atau kompensasi yang
sepadan dengan haknya.
Dalam konteks ibadah (yang merupakan hak Allah), hak ini dilindungi dengan nilai-nilai
agama, seperti janji Allah akan nikmat surga bagi yang menjalankan ibadah kepada-Nya,
atau juga berupa ancaman neraka bagi yang meninggalkannya.
Di samping itu, terdapat lembaga hisbah yang berfungsi untuk menjalankan amar ma'ruf
nahi mungkar.
Adapun hak anak Adam juga dilindungi dengan norma agama, seperti kewajiban setiap
insan untuk menghormati hak orang lain atas harta, harga diri, atau darahnya. Apabila
terjadi perselisihan dalam pemenuhan hak, maka pihak pemerintah atau hakim wajib
memaksa pihak tertentu agar memenuhi hak orang lain.
Pada prinsipnya, Islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan
haknya sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Atas dasar prinsip ini, pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk bermaksiat,
seperti menghambur-hamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam
pandangan Islam, perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang berdosa.
Kebebasan menggunakan hak, selain dibatasi dengan tidak bertentangan dengan syariat
Islam juga dibatasi dengan 'tidak melanggar hak atau merugikan kepentingan orang lain'.
Prinsip perlindungan hak dalam Islam berlaku pada dan untuk semua orang. Sehingga
perlindungan kebebasan dalam menggunakan hak pribadi harus seimbang dengan
perlindungan hak orang lain, terutama perlindungan hak masyarakat umum. (az-
Zuhaili,1989, IV: 25-29)
Jika dalam menggunakan haknya, seseorang bebas melanggar hak orang lain atau
masyarakat umum, maka perlindungan hak menjadi tidak seimbang. Penggunaan hak
secara berlebihan yang menimbulkan pelanggaran hak dan kerugian terhadap kepentingan
orang lain atau masyarakat umum dalam Islam disebut ta'asuf fi isti'malil haqq.
ta'asuf fi isti'malil haqq telah ditegaskan dalam Islam sebagai perbuatan terlarang dan
berdosa. Di antara dalil yang menunjukkan larangan tersebut adalah sebagai berikut; QS.
41
Al- Baqarah: \231 wa laa tumsikuhunna dliraaran lita’taduu …dan QS. An- Nisa:12 min
ba’di washiyatin yuushi biha au dain ghaira mudlaarrin….
[145] Umpamanya: memaksa mereka minta cerai dengan cara khulu' atau
membiarkan mereka hidup terkatung-katung.
12. dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu
dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
42
[274] Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a.
Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud
mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi
hak waris, juga tidak diperbolehkan.
Berdasarkan ayat ini, seseorang tidak boleh membuat wasiat apabila menimbulkan
mudlarat terhadap ahli warisnya, sekalipun wasiat tersebut merupakan hak bagi setiap
pemilik harta benda. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Sa'ad bin Abi Waqqash, ia
berkata, aku bertanya kepada Nabi Muhammad saw. sebagai berikut;
"Wahai Rasulullah, aku adalah seorang yang kaya, aku tidak mempunyai ahli waris
kecuali seorang anak wanita, bolehkah aku bersedekah 2/3 dari hartaku? Nabi
menjawab,"Tidak" aku bertanya lagi kepadanya,"Bagaimana jika aku bersedekah 1/3 dari
hartaku? Nabi menjawab,"Ya boleh, 1/3 adalah cukup banyak. Sungguh jika engkau
tinggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada engkau
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga mereka meminta-minta kepada
orang lain" (HR Muttafaq 'Alaih)
Hadist ini menafsirkan keumuman QS. An- Nisa’:12 bahwasannya 1/3 harta merupakan
batas maksimal hak kebebasan wasiat yang tidak menimbulkan kemudlaratan terhadap
ahli waris. Namun pada prinsipnya, hadist tersebut melarang berwasiat yang menimbulkan
kerugian atau risiko terhadap ahli waris. (Mas'adi, 2002, hal 39-41).
Pertama, pada prinsipnya kebebasan dalam Islam tidaklah mutlak, melainkan kebebasan
yang bertanggung jawab. Yakni kebebasan menggunakan hak yang disertai sikap
bertanggungjawab atas terpeliharanya hak dan kepentingan orang lain. Pelaksanaan
kebebasan secara mutlak menimbulkan konsekuensi kebebasan melanggar hak dan
kepentingan orang lain. Hal ini hanya akan menimbulkan perselisihan dan pemusuhan
antar sesama manusia.
Kedua, prinsip tauhid mengajarkan bahwa Allah adalah pemilik hak sesungguhnya,
sedangkan hak yang dimiliki manusia merupakan amanat Allah yang harus digunakan
sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Dalam bahasa sosial, kehendak Allah dapat
diterjemahkan sebagai 'kepentingan atas terpeliharanya kemaslahatan publik'. Oleh karena
itu, penggunaan hak sama sekali tidak boleh melanggar hak atau kepentingan masyarakat
umum. (Zuhalili. 1989, IV: 31)
Di antara jenis perbuatan yang tergolong dalam ta'asuf fi isti'malil haqq adalah sebagai
berikut;
Apabila seseorang dalam mempergunakan haknya mengakibatkan pelanggaran
terhadap hak orang lain atau menimbulkan kerugian terhadap kepentingan orang
lain. Seperti kesewenangan dalam menggunakan hak rujuk dan hak wasiat
43
Apabila seseorang melakukan perbuatan yang tidak disyariatkan dan tidak sesuai
dengan tujuan kemaslahatan yang ingin dicapai dalam penggunaan hak tersebut.
Misalnya seseorang yang melakukan nikah tahlil^(1). Dalam hal ini Rasulullah
bersabda," Allah melaknat orang yang melakukan nikah tahlil dan yang
memanfaatkan nikah tahlil". (HR Imam empat kecuali at-Tarmidzi).
Apabila seseorang menggunakan haknya untuk kemaslahatan pribadinya, tetapi
mengakibatkan madlarat yang lebih besar terhadap orang lain. Atau kemaslahatan
yang ditimbulkannya sebanding dengan madlarat yang ditimbulkannya, baik
terhadap kepentingan pribadi, lebih-lebih terhadap kepentingan publik. Dalam hal
ini Rasulullah bersabda yang artinya:"Jangan (ada di antara kamu) melakukan
aniaya dan jangan pula teraniaya" (HR. Ibnu Majah dan ad-Daruquthni). Atau
misalnya praktik ihtikar^(2), Rasulullah bersabda yang artinya:"tidak ada orang
yang melakukan ihtikar kecuali ia pendosa besar".
Apabila seseorang menggunakan haknya tidak sesuai pada tempatnya atau berten-
tangan dengan adat kebiasaan yang berlaku serta menimbulkan madlarat terhadap
orang lain. Misalnya membunyikan tape, radio dengan keras sekali, sehingga
mengganggu ketentraman para tetangga. Kecuali jika hal tersebut telah menjadi
adat kebiasaan suatu masyarakat, seperti orang yang punya kerja memasang
pengeras suara.
Apabila seseorang menggunakan haknya secara ceroboh (tidak hati-hati) sehingga
menimbulkan mudlarat terhadap pihak lain. (Zuhaili. 1989, IV : 32-37)
Keterangan:
1. Nikah tahlil adalah nikah tidak untuk tujuan membina keluarga yang langgeng,
melainkan untuk tujuan diceraikan, dan untuk membolehkan mantan suami
menikahlagi dengan mantan isteri yang ditalak tiga
44
perjanjian yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai suatu alat bukti bagi kedua belah
pihak. Oleh sebab itu, demi kemudahan kita dalam memahami makna perikatan yang
sesungguhnya ada baiknya terlebih dahulu kita memahami makna perjanjian. Yang oleh
Prof. Syamsul Anwar disebut sebagai sumber pokok lahirnya sebuah perikatan
Disamping undang- undang sebagai sumber kedua.
Ada beberapa hal yang merupakan prinsip fiqih Muamalah. Prinsip tersebut
berkaitan dengan hak, milik, harta dan tasharruf (tindakan hukum). Tasharruf adalah
segala tindakan yang muncul dari seseorang yang kehendaknya dan syara’ menetapkan
beberapa hak atas orang tersebut. Tasharruf ada dua macam, yaitu tasarruf fi’li (segala
tindakan yang dilakukan dengan anggota badan selain lidah) dan tasharruf qauli (segala
ucapan yang berkaitan dengan transaksi). Tasharruf qauli ada dua bentuk, yaitu ‘aqdi
(perkataan kedua pihak yang berhubungan seperti jual beli dan menyewa) dan ghairu ‘aqdi
(pernyataan mengadakan hak atau menggugurkannya seperti wakaf dan talak serta ada
yang berupa tuntutan hak seperti gugatan, ikrar dan sumpah untuk menolak gugatan).
Pembicaraan mengenai fiqih Muamalah meliputi bentuk-bentuk perikatan tertentu.
46
dalam sebuah perikatan (bahkan dalam segala hubungan muamalat) itulah yang
dinamakan tasharruf.
Kesimpulan
Untuk memperjelas uraian di atas, berikut saya lampirkan table kesimpulan
tentang pengertian Perjanjian, Perikatan dan Kontrak. Akad, Iltizam dan
Tasharrufat.
No Nama Pengertian Persamaan Perbedaan Sumber
.1 Perikatan Hubungan hukum Menyebabkan Akibat dari Undang-
antara dua orang atau timbulnya hak perjanjian yang Undang dan
dua pihak berdasarkan untuk tuntut terikat oleh perjanjian.
pihak yang satu menuntut antara undang- undang.
berhak menuntut kedua belah Berbentuk
sesuatu hal dari pihak pihak. implementasi
yang lain dan pihak dari perjanjian
yang lainnya
berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu
.2 Perjanjian Suatu hubungan Menyebabkan Sebagai sebabKesepakatan
hukum antara dua timbulnya haktimbulnya dan atau
belah pihak atau lebih untuk tuntutperikatan. persetujuan.
berdasarkan kata menuntut antaraBerbentuk
sepakat untuk kedua belahpernyataan-
menimbulkan akibat pihak. pernyataan .
hukum
47
.3 Kontrak Perjanjian tertulis Perikatan yang
sebagai media atau mengaitkan
bukti kedua belah Undang-
pihak Undang.
Dalam hukum Islam kontemporer dikenal istilah iltizām untuk menyebut sebuah
perikatan, sedangkan istilah akad digunakan untuk menyebut perjanjian dan atau kontrak.
Akad merupakan istilah yang sudah digunakan sejak zaman klasik, namun istilah iltizām
Iltizām ini sepadan dengan arti akad secara umum (berlawanan dengan arti akad
secara khusus), yakni setiap sesuatu yang dikehendaki oleh seseorang untuk
melakukannya. Baik atas kehendaknya sendiri atau atas kehendak dari dua belah pihak.
Namun pada zaman sekarang, istilah iltizām baru digunakan untuk menyebut perikatan
(iltizām) adalah keadaan di mana seseorang diwajibkan menurut hukum syara’ untuk
Dari uraian sedikit tentang perikatan di atas, dapat diketahui bahwa objek dari
sebuah perikatan adalah lebih berupa sebuah hak dan kewajiban yang timbul pada para
pihak. Ada dua orientasi hukum perikatan, yakni orientasi yang dicirikan dengan
dengan semangat subjektivisme. Dalam hukum yang disemangati oleh subjektivisme ini
perikatan lebih banyak dilihat pada segi hubungan antar subjek perikatan, yaitu debitur
dan kreditor dari pada segi objek perikatan itu sendiri. Sebaliknya, hukum yang
disemangati oleh objektivisme melihat perikatan lebih pada sisi objeknya yang berupa hak
dan kewajiban yang timbul dalam perikatan. Hukum Jerman mewakili kelompok ini, dan
Macam-macam perikatan dilihat dari segi kaitannya dengan objek, maka secara
Perikatan utang adalah suatu bentuk perikatan yang objeknya adalah sejumlah
uang atau sejumlah benda misal (miṡli). Konsep utang dalam hukum Islam adalah bahwa
utang itu dinyatakan sebagai suatu yang terletak dalam ẓimmah(tanggungan) seseorang.
dalam hal ini uang belum ada, masih dalam kesanggupan dan tanggungan si berutang
49
untuk mengadakannya. Suatu yang masih dalam kesanggupan seseorang untuk
Perikatan benda yang dimaksud adalah suatu hubungan hukum yang objeknya
adalah benda tertentu untuk dipindah milikkan -baik bendanya itu sendiri maupun
manfaatnya-, untuk diserahkan, atau untuk dititipkan kepada orang lain. Seperti menjual
tanah tertentu kepada seseorang, menyewakan gedung untuk diambil manfaatnya, atau
Perikatan kerja atau melakukan sesuatu adalah suatu hubungan hukum antara dua
pihak untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh adalah akad istiṣna’dan ijārah. Akad
istiṣna’ adalah perikatan untuk melakukan atau membuat sesuatu. Misalnya seseorang
minta dibuatkan sebuah lukisan kepada pelukis. Dalam akad ini, kerja dan bahan dari
pembuat (pi hak kedua). Namun ada yang berpendapat bahwa objek dari akad ini adalah
pekerjaannya, maka ini terlepas apakah bahan dari pihak kesatu atau kedua.
Adapun ijārah dalam hukum Islam didefinisikan sebagai suatu akad atas beban
yang objek nya adalah manfaat dan jasa. Akad ini terbagi menjadi dua macam, yakni sewa
kemanfaatan (Ijārah al-Manāfi`) seperti sewa-menyewa rumah, mobil. Sewa jasa (Ijārah
al-A’māl) seperti menjahit, membangun dan sebagainya. Para ulama` fikih mendefinisikan
ijārah al-a’māl sebagai suatu akad yang objeknya adalah melakukan pekerjaan tertentu.
Bentuk sewa yang kedua inilah yang merupakan contoh dari perikatan kerja
50
Perikatan menjamin adalah sebuah bentuk perikatan yang objeknya adalah
menanggung suatu perikatan, maksudnya adalah pihak ketiga mengikatkan diri untuk
menanggung perikatan yang dibuat oleh pihak kedua terhadap pihak pertama. Misal A
bersedia menanggung utang B kepada C. Contoh dari perikatan ini adalah akad al-kafalah
(penanggungan).
apabila telah sampai pada waktu yang telah disepakati, secara otomatis
berakhirlah perikatan yang dibuat oleh para pihak. Dasar hukum tentang hal
mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu
seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas
[629] Maksud yang diberi tangguh empat bulan itu Ialah: mereka yang memungkiri janji mereka
dengan Nabi Muhammad SAW. Adapun mereka yang tidak memungkiri janjinya Maka Perjanjian itu
diteruskan sampai berakhir masa yang ditentukan dalam Perjanjian itu. sesudah berakhir masa itu,
51
Ibnu Kaṡir berkata bahwa ayat فأتوما إليهم عهدهم ال مدتمsangat selaras
redaksinya seperti halnya sebuah hadis dibawah ini :
فعهده ال مدته،ومن كان بينه وبي رسومل ال صلى ال عليه وسلم عهد
(9): 7)
12. jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan
52
kafir itu, karena Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dap
At-Taubah (9) : 12
mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai
memerangi kamu?. Mengapakah kamu takut kepada mereka Padahal Allah-lah yang berhak untuk
kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman ( At-Taubah (9) : 13)
c. Jika ada pengkhianatan
Apabila salah satu pihak melakukan pengkhianatan dan telah terdapat
berkhianat.
53
1. PENDAHULUAN: SYARI’AH –FIQH
2. HARTA
3. HAK MILIK
5. PERIKATAN
BUKU REFERENSI :
D
1. Ad-Dabu, Ibrahim. ‘Aqd al-Mudharabah, Baghdad: Diwan al-Auqaf, 1973
2. Az-Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Beirut: Dar al-Fikr, 1989
3. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001
4. Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Press, 2007
5. Dewan Syariah Nasional (DSN) - MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional, Jakarta. Majelis Ulama Indonesia, 2006
6. Marthan, Sa’id Saad, Madkhal lil fikr al- Iqtishad fi al-Islam, Beirut: Muassasah al
Risalah, 1999
7. Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia. 2006
8. Basyir, Ahmad Azhar, Asas-asas hukum Mu’amalah
54
10. Ash Shiddieqi, T.M. Hasbi, Fiqh Mu’amalah
11. Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Persada, 2003
12. Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah : Studi tentang Teori Akad dalam Fiki
Muamalat, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
14. Mas’adi, ghufran A, Fiqih Muamalah kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002
16. Rahman, Abdul Ghazaly Dkk, Fiqih Muamalah, Jakarta : Kencana, 2010
55
A
56