Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

FENOMENA MUTASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA ERA DESENTRALISASI

UNTUK MEMENUHI UTS


MATA KULIAH : MANAJEMEN SDM SEKTOR PUBLIK
DOSEN : Dr. LAYLA KURNIAWATI, M.Pd

DISUSUN OLEH :

DADING KALBUADI
MAPD 31.2740

MAGISTER ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH


INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Fenomena Mutasi Pegawai Negeri Sipil ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dan juga penulis berterima kasih pada Ibu Dr. Layla Kurniawati, M.Pd selaku dosen mata kuliah
Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik Magister Administrasi Pemerintahan Daerah
yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan dan
pengetahuan kita serta dapat memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah manajemen
sumber daya manusia sektor publik. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna, Baik itu dari bahasa yang digunakan, materi,
maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan dalam penyempurnaan tugas ujian akhir semester ini.
Terakhir penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Jatinangor, 10 September 2018


Penulis

Dading Kalbuadi
MAPD 31.2740
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada era desentralisasi sekarang ini, ada satu fenomena yang menarik dicermati, di beberapa
daerah tentu saja, yaitu seolah-olah kehebatan seorang kepala daerah, dapat ditandai dengan
keberanian melakukan mutasi yang penuh kejutan. Entah dari mana asalnya kepercayaan pada
perilaku desentralisasi yang sudah cenderung kebablasan. Mutasi kadang terkesan dilakukan tanpa
pertimbangan profesional, bahkan ada kecenderungan dilakukan melalui pertimbangan-
pertimbangan yang tidak rasional. Akibatnya tentu tidak aneh, jika mutasi dikomentari sebagai
kaitan dengan kepentingan tertentu. Menariknya lagi, alasan dilakukannya mutasi yang penuh
kejutan tersebut biasanya diwarnai oleh penjelasan yang sepele.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan penulisan makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Seperti apakah mutasi itu ?
2. Bagaimana fenomena mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada era desentralisasi ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan dari makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui definisi mutasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana fenomena mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di era desentralisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI MUTASI


H. Malayu S.P. Hasibuan (2008 : 102) menyatakan bahwa mutasi adalah suatu perubahan
posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal di dalam
satu organisai. Pada dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi pengembangan karyawan, karena
tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam perusahaan (pemerintahan )
tersebut.
Sedangkan Nasution (1994:111), mutasi adalah kegiatan memindahkan pegawai dari unit
atau bagian yang kelebihan tenaga ke unit/ bagian yang kekurangan tenaga atau yang memerlukan.
Jadi, pada dasarnya mutasi merupakan fungsi pengembangan pegawai, karena tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dalam organisasi yang
bersangkutan. Jelaslah bahwa mutasi pegawai harus diartikan sebagai program jenjang karier
pegawai dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

2.2 PROSEDUR MUTASI/ PERPINDAHAN PNS


Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003
tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
4. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 tahun 2003 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
5. Peraturan Gubernur (daerah yang bersangkutan ) tentang Pendelegasian Wewenang
menetapkan Dan Pemberian Kuasa Menandatangani Surat Keputusan serta surat -surat
Lainnya di Bidang Kepegawaian di Lingkungan Pemerintah Provinsi.

MUTASI PNS
Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi
Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan
ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri (ayat 1 pasal73, UU No 5 th
2014)
Ayat 4 pasal 68 : "PNS dapat berpindah antar dan antara Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan
Administrasi, dan Jabatan Fungsional di Instansi Pusat dan Daerah berdasarkankualifikasi,
kompetensi, dan penilaian kinerja.

CONTOH KASUS
Pergantian kekuasaan atau berlanjutnya kekuasaan seorang kepala daerah, kerap membuat
perubahan besar pada jajaran kabinetnya. Perubahan kabinet bahkan cenderung ekstrem, menggilas
nasib pegawai yang dianggap membangkang atau berpihak kepada lawan politik pemenang pilkada.
Setidaknya, itulah yang terjadi pada 199 Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Kuantan Singingi
(Kuansing), Riau. Bupati Kuansing, Sukarmis yang berhasil melanjutkan kekuasaan untuk jabatan
kedua periode 2011-2015 langsung merombak kabinetnya, satu setengah bulan setelah dilantik
kembali 1 Juni 2011 lalu.
Tidak tanggung-tanggung, pada SK Mutasi pertama tanggal 14 Juli, Sukarmis memutasikan
137 jabatan PNS dilingkungan Pemerintah Kabupaten Kuansing. Empat hari kemudian, giliran 62
orang dipindahkan dari jabatannya.
Hanya saja, mutasi itu dianggap keterlaluan, karena lebih dari 100 orang tidak lagi memiliki
posisi dan sebagian bahkan diturunkan pangkat. Sebanyak tujuh orang pejabat eselon II tidak
mendapat jabatan lagi. Puluhan pejabat eselon III dan IV dipindahkan ke posisi yang bukan
merupakan keahliannya.
Tidak tahan dengan kondisi itu, sebanyak 60 orang PNS yang dimutasi akhirnya menggugat
SK Mutasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru. Pada sidang perdana hari Senin
(26/9/2011), puluhan PNS Kuansing berpakaian batik Korpri ramai-ramai mendatangi pengadilan
yang berlokasi di kawasan Panam, Pekanbaru itu yang berjarak sekitar 140 kilometer dari Kota
Taluk Kuantan, ibukota Kuansing.
Bukan hanya hadir, mereka juga membentangkan dua spanduk berisi foto Sukarmis
bertuliskan "Bupati Kuansing, Stop Kezaliman dan Kesewenang-wenanganmu" dan "Bupati
Kuansing, Perlakukan Kami Secara Manusiawi". "SK mutasi tidak sesuai prosedur dan tidak
manusiawi, jadi kami meminta PTUN dapat membatalkan SK itu," ujar juru bicara PNS Kuansing
yang menggugat, Helfian Hamid.
Helfian, yang dahulunya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kuansing
mengungkapkan, sebenarnya lebih dari 100 PNS tidak setuju mutasi sewenang-wenang Bupati
Sukarmis. Namun yang berani menggugat hanya sebanyak 60 orang. "Kami hanya tidak ingin
kejadian ini menjadi preseden buruk bagi pembinaan karir PNS di masa depan," ungkap Helfian.

Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2011/09/26/1607447/Dimutasi.Sewenang-
Wenang.PNS.Menggugat

ANALISIS

Menjelang dan pasca Pilkada di banyak daerah di Indonesia, banyak PNS yang dimutasikan
tanpa kejelasan. Di antara yang dimutasikan merasa terkejut dengan keputusan mutasi yang
diterima secara tiba-tiba. Sebagian kalangan menganggap hal tersebut erat kaitannya dengan
suksesi kepemimpinan di daerah. Artinya, kental nuansa politisnya. Pemerintah Daerah yang
sedang berkuasa dan mempunyai otoritas dianggap oleh beberapa kalangan sebagai penyebab dari
pemutasian Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara sepihak. Hal ini tidak saja terjadi pasca Pemilukada
atau pergantian kepemimpinan di daerah, tetapi fenomena ini juga merupakan dampak dari
kebijakan otonomi daerah yang salah kaprah.
Pemerintah daerah merasa mempunyai wewenang untuk mengangkat, memutasikan
(memindahkan), memberikan sanksi administratif, bahkan memecat PNS sekalipun. Dalam
menjawab keluhan beberapa kalangan, pemerintah daerah berdalih dan mempunyai alasan demi
penyegaran dan efektifitas kinerja PNS di lingkungan pemerintah daerah. Simak saja komentar-
komentar kepala daerah di media masa tentang alasan mereka melakukan mutasi, seperti : “mutasi
itu kan hal yang biasa dilakukan dalam sebuah organisasi, jadi tidak perlu dibesar-besarkan”,
“mutasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan serta sama sekali tidak ada unsur politisnya”.
Disinilah sebenarnya letak persoalannya, karena kegiatan mutasi itu sudah dinilai hal yang
biasa dan dianggap sebagai sebuah rutinitas. Dengan disertai kepercayaan mutasi sebagai hak
prerogatif kepala daerah, maka tidaklah mengherankan kalau beberapa kepala daerah
menggunakannya juga sekalian untuk ajang unjuk gigi, menunjukkan keberanian dalam
menjalankan kekuasaannya, sekaligus untuk memberi pelajaran kepada pihak yang tidak
disukainya. Bahkan mungkin saja menggunakannya sebagai ajang untuk balas dendam.
Jika budaya balas dendam dalam bentuk pemutasian secara ngawur dan membabi buta tidak
dihilangkan di lingkungan pemerintah daerah, maka akan memberikan dampak yang buruk dalam
kontinuitas penerapan dan pengelolaan otonomi di daerah-daerah. Semestinya, otonomi daerah
dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, efektif, dan efisien bagi PNS dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat secara luas. Tetapi, jika para PNS dibuang ke tempat
yang tidak pas, maka mereka akan merasa tidak nyaman dalam bekerja. Kalau PNS sudah merasa
tidak nyaman bekerja di lingkungan kerjanya, maka hasil kinerjanya pun akan menjadi tidak
optimal. Hal ini tentu sangat kontraproduktif atau bertentangan dengan cita-cita otonomi daerah itu
sendiri.
Dalam perspektif perilaku organisasi dan manajemen sumber daya manusia, mutasi itu tentu
bukan hal biasa, apalagi dianggap sebagai sebuah rutinitas. Secara teoritis, tujuan organisasi
melakukan mutasi adalah dalam upaya meningkatkan potensi dan karir pegawai. Artinya ada aspek
penting yang harus dipertimbangkan dalam setiap pelaksanaan mutasi, yaitu terkait dengan
peningkatan potensi dan pengembangan karir pegawai.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Mutasi sangat penting di dalam suatu organisasi karena dapat memberikan penyegaran
suasana atau lingkungan kerja sehingga diidealkan akan terwujud kinerja pegawai yang lebih baik
dan terjadi peningkatan pada kualitas pelayanan publik. Idealnya mutasi dilakukan secara
profesional oleh pimpinan berdasarkan kemampuan pegawai dan aturan yang telah disepakati
bersama secara transparan serta dilakukan proses analis jabatan dan evaluasi kinerja, maka hal ini
mampu menciptakan the right man in the right place on the right job.

3.2 SARAN
Kiranya, Pemerintah daerah bisa bertindak profesional dan lebih arif dalam melakukan
pemutasian PNS. Tidak layak, kalau mutasi itu hanya untuk mengikuti ambisi seorang yang rakus
dan yang suka bertindak sewenang-sewang. Sudah saatnya Pemerintah Daerah memutasikan PNS
secara objektif, serta melakukan penilaian dan prosedur yang benar. Oleh karena itu, pemerintah
daerah yang salah kaprah dengan kewenangan yang diberikan oleh otonomi daerah harus
mengkoreksi kebijakan pemutasian PNS secara sepihak dan sewenang-wenang, demi efektifitas
kinerja PNS di lingkungan Pemerintahan Daerah itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Biro kepegawaian dalam http://sapa.kemendagri.go.id/faq/detil/7#.VlkPAG7-bIU

https://books.google.co.id/books/about/Manajemen_Sumber_Daya_Manusia.html

http://regional.kompas.com/read/2011/09/26/1607447/Dimutasi.Sewenang-
Wenang.PNS.Menggugat

Anda mungkin juga menyukai