Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH FARMAKOTERAPI TERAPAN

GANGGUAN MENSTRUASI

HALAMAN JUDUL

OLEH:

KELOMPOK 7

DWI ASTI FIANDARI (O1B1 18 005)

FARADILA CAHYANI (O1B1 18 007)

MARGANITA NURHASANA (O1B1 18 015)

MANTANG (O1B1 18 014)

SYAM FEBRIANTARA (O1B1 18 035)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktu yang ditetapkan.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak
dosen mata kuliah Farmakoterapi terapan, yang telah terlebih dahulu memberikan
pengarahan kepada kami mahasiswa dalam penulisan makalah ini.
Adapun makalah ini berjudul “Gangguan Menstruasi”, merupakan salah
satu tugas kelompok dalam mata kuliah Farmakoterapi terapan. Penulis berharap
agar makalah ini dapat kita manfaatkan untuk menambah pengetahuan kita
mengenai Gangguan Menstruasi serta penatalaksanaannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan.Oleh sebab itu, dengan hati yang terbuka penulis menerima
kritik dan saran yang bersikap membangun dari pembaca.

Kendari, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 6
2.1 Menstruasi.................................................................................................... 6
Definisi ................................................................................................... 6
Siklus Menstruasi ................................................................................... 7
Tanda dan Gejala .................................................................................. 12
Gangguan Menstruasi ........................................................................... 12
2.2 Dismenorea .................................................................................................... 14
Definisi ................................................................................................. 14
Klasifikasi Dismenore .......................................................................... 15
Epidemologi.......................................................................................... 15
Etiologi ................................................................................................. 16
Patofisiologi .......................................................................................... 17
Diagnosis .............................................................................................. 18
Penatalaksanaan Terapi ........................................................................ 19
KIE........................................................................................................ 21
BAB III STUDI KASUS .................................................................................................. 22
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 23
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menstruasi adalah suatu proses yang normal, yang terjadi setiap


bulannya pada hampir semua wanita. Menstruasi terjadinya pengeluaran
darah, dalam jangka waktu 3-5 hari setiap bulannya (Winkjosastro, 2009).
Menstruasi atau disebut juga haid merupakan perdarahan yang terjadi akibat
luruhnya dinding sebelah dalam rahim (endometrium) yang banyak
mengandung pembuluh darah. Lapisan endometrium dipersiapkan untuk
menerima pelekatan embrio atau mempersiapkan uterus untuk kehamilan.
Bila kehamilan tidak terjadi, lapisan ini akan luruh kemudian darah akan
keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009).
Siklus haid yang terjadi diluar keadaan normal, atau dengan kata lain
tidak berada pada interval pola haid pada rentang waktu kurang dari 21 atau
lebih dari 35 hari dengan interval pendarahan uterus normal kurang dari 3
atau lebih dari 7 hari disebut siklus menstruasi/ haid yang tidak teratur
(Berek, 2002).
Gangguan menstruasi menjadi masalah umum selama masa remaja,
dapat mempengaruhi aktifitas sehari- hari dan menyebabkan kecemasan.
Terdapat banyak gangguan yang bisa terjadi, di antaranya adalah masalah
gangguan haid yang sering dialami oleh remaja putri pada setiap bulannya.
Gangguan tersebut dapat berupa dismenorea, oligomenorea, menoragia dan
metroragia. Dismenorea adalah gangguan menstruasi yang paling sering
terjadi (Tamsuri, 2007).
Dismenorea merupakan keluhan pasien yang sering dialami oleh 75%
wanita dan alasan utama para remaja untuk pergi ke dokter. Dismenorea
juga penyebab paling umum 69,78% ketidakhadiran sekolah bagi siswi
perempuan dan pekerja. Wanita yang mengalami dismenorea lebih sering
istirahat dirumah dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami

4
dismenorea. Indonesia diperkirakan mencapai 55% wanita usia produktif
yang mengalami dismenorea selama menstruasi. Angka kejadian
(prevalensi) dismenorea pada kelompok wanita usia produktif adalah
sebesar 45-95% (Ammar, 2016).
Siklus menstruasi merupakan proses kompleks yang mencakup
reproduktif, endokrin yang secara kompleks dan saling mempengaruhi
dalam prosesnya terdapat pengaruh besar hormon. Hormon estrogen salah
satunya peranan yang sangat signifikan, sehingga segala keadaan yang
menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi
siklus menstruasi yang normal (Prawirohardjo, 2005).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penulisan makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan menstruasi ?
2. Bagaimanakah siklus dari menstruasi?
3. Apa saja tanda dan gejala menstruasi?
4. Apa saja gangguan dari menstruasi?
5. Bagaimana penatalaksanaan gangguan pada menstruasi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan menstruasi.
2. Untuk mengetahui siklus dari menstruasi
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala menstruasi.
4. Untuk mengetahui gangguan dari menstruasi.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan pada menstruasi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menstruasi
 Definisi
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus,
disertai pelepasan endometrium yang disertai dengan perdarahan dan
terjadi setiap bulannya kecuali pada saat kehamilan (Sarwono, 2007).
Menstruasi biasanya terjadi pada usia 11 tahun dan berlangsung hingga
menopause (sekitar usia 45- 55 tahun) (Manuaba, 2009). Menstruasi atau
haid mengacu pada pengeluaran darah dan sel-sel secara periodik melalui
vagina yang berasal dari dinding rahim wanita (Maulana, 2008).
Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90%
wanita memiliki siklus 25-35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki
panjang siklus 28 hari, namun beberapa wanita memiliki siklus yang tidak
teratur dan hal ini bisa menjadi indikasi adanya masalah kesuburan.
Panjang siklus menstruasi dihitung dari hari pertama periode menstruasi
sampai hari dimana perdarahan dimulai disebut sebagai hari pertama yang
kemudian dihitung sampai dengan hari terakhir yaitu satu hari sebelum
perdarahan menstruasi bulan berikutnya dimulai.
Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang
mempersiapkan tubuh wanita setiap bulannya untuk kehamilan. Daur ini
melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang
dikeluarkan hipotalamus, kelenjar dibawah otak depan dan indung telur.
Pada permulaan daur, lapisan sel rahim mulai berkembang dan menebal.
Lapisan ini berperan sebagai penyokong bagi janin yang sedang tumbuh
bila wanita tersebut hamil. Hormon memberi sinyal pada telur didalam
indung telur untuk mulai berkembang. Tak lama kemudian, sebuah telur
dilepaskan dari indung telur wanita dan mulai bergerak menuju tuba
falopii dan menuju ke rahim. Bila telur tidak dibuahi oleh sperma pada
saat berhubungan intim, lapisan rahim akan berpisah dari dinding dan

6
mulai luruh serta akan dikeluarkan melalui vagina. Periode pengeluaran
darah dikenal sebagai periode menstruasi yang berlangsung sekitar 3-7
hari. Bila seorang wanita mengalami kehamilan maka, menstruasi
bulanannya akan berhenti. Oleh karena itu, menghilangnya menstruasi
bulanan merupakan tanda (walaupun tidak selalu) bahwa seorang wanita
sedang hamil. kehamilan dapat di konfirmasi dengan pemeriksaan darah
sederhana (Manuaba, 2009).

 Siklus Menstruasi

(Sumber: biomagz.com)
Gambar 1. Siklus terjadinya menstruasi

Siklus menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu,


siklus ovarium (indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu siklus folikuler, siklus ovulasi dan siklus
luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi 4 fase, yaitu: fase
menstruasi, fase post menstruasi, fase intermenstrum dan fase
pramenstrum (Manurung, 2017).
Perubahan didalam rahim merupakan respon terhadap perubahan
hormonal. Rahim terdiri atas 3 lapisan yaitu, perimetrium (lapisan terluar
rahim), miometrium (lapisan otot rahim yang terletak dibagian tengah)

7
dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium adalah lapisan
yang berperan di dalam siklus menstruasi.

(Sumber: Glencoe Mc Graw Hill)


Gambar 2. Siklus Ovarium (Indung Telur)

Siklus uterus berupa pertumbuhan dan pengelupasan bagian dalam


uterus-endometrium. Pada akhir fase mentruasi endometrium mulai
tumbuh kembali dan memasuki fase proliferasi. Pasca ovulasi,
pertumbuhan endometrium berhenti sesaat dan kelenjar endometrium
menjadi lebih aktif-fase sekresi.

(Sumber: Sistem Endokrin, 2017)


Gambar 2. Siklus uterus
Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi
dalam uterus. Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat

8
terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus. Fase-fase
tersebut adalah :
a) Fase menstruasi atau deskuamasi
Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai
dengan perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut
dengan stratum basale, stadium ini berlangsung 4 hari. Potongan-
potongan endometrium dan lendir akan keluar ketika menstruasi, darah
menstruasi tidak membeku karena adanya fermen yang mencegah
pembekuan darah dan mencairkan potongan- potongan mukosa.

b) Fase post menstruasi


Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium
secara berangsur- angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput
lendir baru yang tumbuh dari sel- sel epitel kelenjar endometrium. Pada
waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm, stadium ini dimulai waktu
stadium menstruasi dan berlangsung ± selama 4 hari.
c) Fase intermenstrum atau stadium proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm.
Fase ini berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus haid.
Fase proliferasi dapat dibagi dalam 3 subfase yaitu :
1) Fase proliferasi dini

(Sumber: Sistem Endokrin, 2017)


Gambar 4. Fase proliferasi dini

9
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke 4 sampai hari
ke 9. Fase ini dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya
regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar ini
kebanyakan lurus, pendek dan sempit. Bentuk kelenjar ini
merupakan ciri khas fase proliferasi: sel- sel kelenjar mengalami
mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase
menstruasi dimana terlihat perubahan- perubahan involusi dari epitel
kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian
menunjukkan aktivitas mitosis, sel- selnya berbentuk bintang dan
lonjong dengan tonjolan- tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma
relatif besar karena sitoplasma relatif sedikit.

2) Fase proliferasi akhir


Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase ini
dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan
banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi.
Stroma bertumbuh aktif dan padat.

d) Fase pramenstruasi atau stadium sekresi


Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14
sampai ke 28. Pada fase ini endometrium kira - kira tetap tebalnya,
tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk keluk dan
mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Dalam
endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak
diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi
dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
a. Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase
sebelumnya karena kehilangan cairan.
b. Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium
berkembang dan menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi mulai
mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak. Akhir
masa ini, stroma endometrium berubah kearah sel-sel; desidua,

10
terutama yang ada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan
ini memudahkan terjadinya nidasi. Disamping itu dalam siklus
menstruasi hormone sangat berpengaruh diantaranya adalah yang
dihasilkan gonadotropin hipofisis yaitu: Luteinizing Hormon
(LH) yang dikeluarkan oleh hipotalamus untuk merangsang
hipofisis mengeluarkan LH. LH merupakan glikoprotein yang
dihasilkan oleh sel-sel asidofilik (afinitas terhadap asam), bersama
dengan FSH berfungsi mematangkan folikel dan sel telur, serta
merangsang terjadinya ovulasi. Folikel yang melepaskan ovum
selama ovulasi disebut korpus rubrum yang disusun oleh sel-sel
lutein dan disebut korpus luteum.
Folikel Stimulating Hormon (FSH) yang dikeluarkan oleh
hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH. FSH
merupakan glikoprotein yang dihasilkan oleh sel-sel basofilik
(afinitas terhadap basa). Hormon ini mempengaruhi ovarium
sehingga dapat berkembang dan berfungsi pada saat pubertas. FSH
mengembangkan folikel sprimer yang mengandung oosit primer
dan keadaan padat (solid) tersebut menjadi folikel yang
menghasilkan estrogen.
Prolaktin Releasing Hormon (PRH) yang menghambat
hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin. Berbeda dengan LH dan
FSH, prolaktin terdiri dari satu rantai peptida dengan 198 asam
amino dan sama sekali tidak mengandung karbohidrat. Secara
pilogenetis, prolaktin adalah suatu hormon yang sangat tua serta
memiliki susunan yang sama dengan hormon pertumbuhan
(Growth hormone, Somatogotropic hormone, TSH, Somatotropin).
Secara sinergis dengan estradia, prolaktin mempengaruhi payudara
dan laktasi, serta berperan pada pembentukan dan fungsi korpus
luteum.

11
 Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang dapat terjadi pada
saat masa menstruasi :
a) Kram perut
b) Nyeri payudara
c) Perubahan suasana hati
d) Timbul jerawat
e) Tekanan pada panggul
f) Sakit punggul
g) Sakit kepala dan kelelahan
h) Kesulitan berkonsentrasi

 Gangguan Menstruasi
Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat
digolongkan dalam:
1. Gangguan Siklus Haid
a. Polimenorea
Siklus haid lebih pendek dari normal, yaitu kurang dari 21 hari,
perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak daripada haid normal.
Penyebabnya adalah gangguan hormonal, kongesti ovarium karena
peradangan, endometriosis, dan lain-lain. Pada gangguan hormonal
terjadi gangguan ovulasi yang menyebabkan pendeknya masa luteal.
Diagnosis dan pengobatan membutuhkan pemeriksaan hormonal dan
laboratorium lain.
b. Oligomenorea
Siklus haid lebih panjang dari normal, yaitu lebih dari 35 hari,
dengan perdarahan yang lebih sedikit. Umumnya pada kasus ini
kesehatan penderita tidak terganggu dan fertilitas cukup baik.
c. Amenorea
Keadaan dimana tidak adanya haid selama minimal 3 bulan
berturut-turut.Amenorea dibagi menjadi 2, yaitu amenorea primer dan

12
sekunder.Amenorea primer ialah kondisi dimana seorang perempuan
berumur 18 tahun atau lebih tidak pernah haid, umumnya dihubungkan
dengan kelainan-kelainan kongenital dan genetik.Amenorea sekunder
adalah kondisi dimana seorang pernah mendapatkan haid, tetapi
kemudian tidak mendapatkan haid, biasanya merujuk pada gangguan
gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain. Ada
pula amenorea fisiologis yaitu masa sebelum pubertas, masa kehamilan,
masa laktasi, dan setelah menopause.

2. Gangguan Volume dan Lama Haid


a. Hipermenorea (menoragia)
Merupakan perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau
lebih lama dari 8 hari.Penyebab kelainan ini terdapat pada kondisi
dalam uterus.Biasanya dihubungkan dengan adanya mioma uteri
dengan permukaan endometrium yang lebih luas dan gangguan
kontraktilitas, polip endometrium, gangguan peluruhan endometrium,
dan sebagainya. Terapi kelainan ini ialah terapi pada penyebab utama.
b. Hipomenorea
Merupakan perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih
sedikit dari normal.Penyebabnya adalah terdapat pada konstitusi
penderita, kondisi uterus, gangguan endokrin, dan lain-lain.Terapi
hipomenorea adalah bersifat psikologis untuk menenangkan penderita,
kecuali bila sudah didapatkan penyebab nyata lainnya. Kondisi ini tidak
memperngaruhi fertilitas.

3. Gangguan lain terkait haid


a. Dismenorea
Dismenorea adalah gangguan ginekologik berupa nyeri saat
menstruasi, yang umumnya berupa kram dan terpusat di bagian perut
bawah. Rasa kram ini seringkali disertai dengan nyeri punggung
bawah, mual muntah, sakit kepala atau diare. Istilah dismenorea hanya
dipakai jika nyeri terjadi demikian hebatnya, oleh karena hampir

13
semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bagian bawah
sebelum dan selama haid. Dikatatakan demikian apabila nyeri yang
terjadi ini memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan
aktivitasnya untuk beberapa jam atau hari.
b. Pre Menstrual Syndrome/Tension
Merupakan kumpulan keluhan yang umumnya dimulai satu
minggu hingga beberapa hari sebelum mulainya haid dan menghilang
sesudah haid mulai, meskipun terkadang berlangsung sampai selesai
haid. Keluhan yang sering muncul umumnya berupa iritabilitas,
gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran
dan rasa nyeri payudara, dan lain-lain. Keluhan pada kasus berat dapat
meliputi depresi, rasa takut, gangguan konsentrasi, dan lain-lain.
Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, tetapi salah satu
factor yang berpengaruh adalah ketidakseimbangan antara estrogen
dan progesteron yang mengakibatkan retensi cairan dan natrium,
penambahan berat badan, serta terkadang edema. Perempuan yang
mudah mengalami premenstrual syndrome ini adalah perempuan yang
lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan factor-
faktor psikologis.

2.2 Dismenorea

 Definisi
Dismenorea adalah gangguan ginekologik berupa nyeri saat
menstruasi, yang umumnya berupa kram dan terpusat di bagian perut
bawah.17 Rasa kram ini seringkali disertai dengan nyeri punggung bawah,
mual muntah, sakit kepala atau diare.14 Istilah dismenorea hanya dipakai
jika nyeri terjadi demikian hebatnya, oleh karena hampir semua wanita
mengalami rasa tidak enak di perut bagian bawah sebelum dan selama
haid. Dikatatakan demikian apabila nyeri yang terjadi ini memaksa
penderita untuk beristirahat dan meninggalkan aktivitasnya untuk beberapa
jam atau hari (Smletzer, 2002).

14
 Klasifikasi Dismenore
Smeltzer (2002) menyebutkan dismenore dibagi menjadi dua macam
yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder.
a. Dismenore primer
Dismenore primer nyeri haid tanpa kelainan alat-alat genital yang
nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche
biasanya setelah 12 bulan atau lebih, karena siklus haid pada bulan
pertama stelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak
disertai dengan rasa nyeri. Nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau
bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk
beberapa jam, walaupun dalam beberapa kasus dapat berlansung
beberapa hari.
b. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder terjadi karena adanya kelainan pada organ genital
dalam rongga pelvis. Dismenore ini disebut juga sebagai dismnore
organik. Kelainan ini dapat timbul setiap saat dalam perjalanan hidup
wanita, contohnya pada wanita dengan endometriosis atau penyakit
peradangan pelvic, penggunaan alat kontrasepsi yang dipasang dalam
rahim dan tumor atau polip berada didalam rahim.

 Epidemologi
Sebesar 15,8%- 89,5% perempuan dilaporkan mengalami dismenora
pada berbagai studi di dunia, dimana perempuan usia remaja memiliki
angka yang lebih tinggi. Menurut studi yang dilakukan Zhou di sebuah
universitas di China menyebutkan bahwa 56,4% mahasiswi di universitas
tersebut mengalami dismenorea. Di Indonesia sendiri diperkirakan 60%–
70% perempuan mengalami dismenorea. Sebuah survey di Canada yang
diikuti oleh lebih dari 1.500 perempuan menstruasi yang dipilih acak
menyebutkan bahwa angka kejadian dismenorea sedang hingga berat
terjadi pada 60% responden, yang menyebabkan penurunan aktivitas pada
50% responden serta absen pada sekolah atau pekerjaan pada 17%
responden. Studi lain pada populasi remaja perempuan di Tbilisi, Georgia

15
menyebutkan bahwa 52,07% responden mengalami dismenorea (Ammar,
2016).
Beberapa studi melaporkan bahwa angka kejadian dismenorea
meningkat pada perempuan dengan riwayat keluarga yang mengalami
dismenorea, merokok, indeks massa tubuh kurang dari 20, menarche dini
(sebelum usia 12 tahun), serta jarak antar menstruasi dan durasi menstruasi
yang lebih panjang. Sedangkan kontrasepsi oral, olahraga dan menikah
dilaporkan menurunkan kemungkinan dismenorea (Ammar, 2016).

 Etiologi
Berikut Beberapa faktor yang memegang peran sebagai penyebab
dismenorea primer, antara lain:
1. Faktor kejiwaan
Dismenorea mudah terjadi pada remaja yang emosinya tidak stabil.
2. Faktor konstitusi
Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan, dapat juga
menurunkan ketahanan pada rasa nyeri, seperti anemia, penyakit
menahun, dan lainnya dapat mempengaruhi timbulnya dismenorea.
3. Faktor obstruksi kanalis servikalis
Stenosis kanalis servikalis pada perempuan dengan uterus
hiperantefleksi adalah teori tertua terjadinya dismenorea primer, namun
hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai
penyebab dismenorea.
4. Faktor endokrin
Kontraksi uterus yang berlebihan umumnya dianggap sebagai
sebab kejang yang terjadi pada dismenorea primer. Faktor endokrin
memiliki hubungan dengan tonus dan kontraktilitas uterus, dimana
estrogen disebutkan merangsang kontraktilitas uterus sedangkan
progesteron menghambat, tetapi teori ini tidak dapat menerangkan fakta
bahwa pada perdarahan disfungsional anovulatoar yang biasanya
bersamaan dengan kadar estrogen yang berlebihan tidak menimbulkan

16
rasa nyeri. Penjelasan lain menyebutkan bahwa prostaglandin
merangsang kontraksi otot polos dan bila dilepaskan secara berlebih ke
dalam sirkulasi darah dapat menyebabkan dismenorea. Penyelidikan
dalam tahun-tahun terakhir hal inilah yang memegang peranan
terpenting dalam etiologi dismenorea primer.
5. Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya hubungan dismenorea
dengan urtikaria, migraine atau asma bronkial.

 Patofisiologi
Berbagai studi menghasilkan fakta bahwa iskemik miometrium oleh
karena kontraksi uterus yang sering dan berkepanjangan menyebabkan
dismenorea primer. Endometrium pada fase sekretori mengadung
simpanan besar asam arakidonat, yang akan dikonversikan menjadi
prostaglandin F2α (PGF2α), prostaglandin E2 (PGE2), dan leukotrien saat
menstruasi. PGF2α akan selalu menstimulasi kontraksi uterus dan
merupakan mediator utama dismenorea. Terapi dengan inhibitor
siklooksigenase (COX) akan menurunkan level prostaglandin dan
menurunkan aktivitas kontraksi uterus. Kontraksi otot polos uterus
menyebabkan rasa kram, spasme perut bagian bawah, nyeri punggung
bawah serta persalinan atau aborsi yang diinduksi prostaglandin. Pada
perempuan dengan dismenorea primer, kontraksi uterus selama menstruasi
dimulai saat peningkatan level tonus basa l(>10 mmHg), menimbulkan
tekanan intrauterus yang lebih tinggi (seringkali mencapai 150-180mmHg
dan dapat melampaui 400mmHg), terjadi lebih sering (>4-5kali/ 10menit)
dan tidak beritmik. Ketika tekanan intrauterus melampaui tekanan arteri
untuk periode waktu yang terus-menerus, hasil iskemia dalam produksi
metabolit anaerob merangsang neuron C tipe kecil, yang berkontribusi
pada nyeri saat dismenorea. Selain itu, PGF2α dan PGE2 dapat
menstimulasi kontraksi otot polos bronkus, usus dan vaskular, yang
menyebabkan bronkokonstriksi, mual, muntah, diare, dan hipertensi.

17
Dismenorea primer mulai sebelum atau bertepatan dengan onset
menstruasi dan menurun secara bertahap selama 72 jam berikutnya. Kram
menstruasi terjadi intermiten, intensitasnya bervariasi, dan biasanya
berpusat di daerah suprapubik, meskipun beberapa perempuan juga
mengalami nyeri di paha dan punggung bawah. Penurunan aliran darah ke
uterus dan peningkatan hipersentivitas saraf perifer juga berkontribusi
terhadap nyeri yang terjadi.
Berbeda dengan dismenorea primer, perempuan dengan dismenorea
sekunder yang berhubungan dengan kelainan pelvis, seperti endometriosis,
nyeri semakin berat sering terjadi pada pertengahan siklus dan selama
seminggu sebelum menstruasi, beserta gejala dispareunia. Pada perempuan
dengan dismenorea sekunder yang berhubungan dengan mioma uterus,
utamanya nyeri disebabkan karena menoragia, dengan intensitas yang
berkorelasi dengan volume aliran menstruasi (Ammar, 2016).

 Diagnosis
Dismenorea primer adalah diagnosa klinis, berdasarkan riwayat
karakteristik gejala dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan tidak
terdapat kelainan pelvis seperti endometriosis, adenomiosis, mioma uterus
atau penyakit kronis inflamasi pelvis. Secara umum, tes laboratorium dan
laparaskopi tidak dibutuhkan untuk menetapkan diagnosis, tetapi
melakukan USG transvaginal dapat sangat membantu untuk
mengidentifikasi mioma uterus, endometrioma dan adenomiosis pada
dismenorea sekunder (Chapman, 2006).
Usia saat menarche dan onset dismenorea, interval antar menstruasi,
volume dan durasi menstruasi, serta gejala bercak antar menstruasi atau
premenstruasi adalah riwayat menstruasi yang perlu diperhatikan. Selain
itu hubungan antara onset nyeri dan onset menstruasi, derajat dan lokasi
nyeri, dan gejala lain seperti mual, muntah, diare, nyeri punggung, atau
sakit kepala juga perlu diketahui. Hal lain yang perlu ditanyakan pada
pasien adalah sejauh mana rasa nyeri mengganggu kegiatan sehari-hari

18
(pekerjaan, sekolah, atau olahraga), penggunaan obat- obatan dan
efektifitasnya, derajat nyeri dari waktu ke waktu, serta kemunculan nyeri
selain saat menstruasi. Riwayat-riwayat inilah yang umumnya dapat
membedakan perempuan dengan dismenorea primer maupun sekunder
(Cunningham, 2005).
Onset nyeri pada wanita dengan dismenorea primer dilaporkan
sebelum usia 25 tahun, sedangkan perempuan dengan adenomiosis
mempunyai onset nyeri setelah usia 35 tahun serta nyeri pelvis kronis yang
tidak berkala. Perempuan dengan endometriosis umumnya mengalami
nyeri di luar waktu menstruasi dan sering mengalami bercak
premenstruasi, dispareunia, efektifitas yang terbatas dari terapi obat-obat
anti inflamasi non steroid (NSAID) dan peningkatan derajat keparahan
dari waktu ke waktu. Obat-obat NSAID sangat efektif dalam mengurangi
nyeri pada dismenorea primer, nyeri yang sulit diatasi oleh NSAID
menunjukkan bahwa terdapat kelainan pelvis (Ammar, 2016).
Pada perempuan dengan dismenorea sekunder yang berhubungan
dengan kelainan pelvis, pemeriksaan pelvis dapat menunjukkan keadaan
normal, tetapi umumnya menunjukkan keadaan tidak normal yang
memberikan petunjuk pada penyebab utama (Ammar, 2016).

 Penatalaksanaan Terapi
Penatalaksanaan terapi yang dapat diberikan pada penderita
dismenorhea antara lain terapi farmakologi dan terapi non farmakologi
(Purwantiastuti, 2004).
1. Terapi Farmakologi
a. NSAID
Merupakan pilihan utama pada remaja dan dewasa
perempuan yang mengalami dismenorea primer.Berbagai studi
menyebutkan efektivitas NSAID pada 70%-90% penderita.
Beberapa contoh NSAID yang dapat dipilih adalah derivat asam
propinat (seperti naproxen dan ibuprofen) dan golongan fenamat

19
(seperti asam mefenamat dan meklofenamat), semuanya sangat
efektif. Efikasi NSAID berasal dari kemampuannya dalam
menurunkan produksi prostaglandin endometrium dan menurunkan
aliran menstruasi (Tamsuri, 2007).
b. Golongan fenamat juga memblok aksi prostaglandin.
Terapi NSAID dapat dimulai saat onset menstruasi dan
dilanjutkan selama durasi nyeri.Perempuan dengan dismenorea
berat dapat memulai terapi 1-2 hari sebelum menstruasi. NSAID
perlu dikonsumsi dengan makanan untuk mencegah efek pada
saluran pencernaan. Derivat asam proprionat adalah pilihan yang
baik karena terjangkau dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
c. Analgesik
Dapat diberikan sebagai terapi simptomatik, seperti
kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein.
d. Terapi hormonal
Terapi hormonal berupa kontrasepsi oral juga efektif pada
dismenorea dan dapat menjadi pilihan pertama pada perempuan
yang aktif secara seksual yang membutuhkan kontrasepsi, intolerasi
terhadap NSAID dan tidak berkurang nyerinya pada terapi NSAID.
Efikasi kontrasepsi oral didapat dari kerjanya menginhibisi ovulasi,
menurunkan produksi prostaglandin endometrium dan menurunkan
volume dan durasi menstruasi (Wikjosastro, 2009).
e. Kompres hangat pada perut bawah
Kompres hangat selama beberapa jam dapat mengurangi
nyeri. Pada penderita dengan terapi NSAID dan atau terapi
hormonal yang tidak berkurang nyerinya serta mengalami nyeri
berulang dan nyeri yang lebih berat perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut, seperti laparoskopi untuk memeriksa kemungkinan
terjadinya dismenorea sekunder. Terapi dismenorea sekunder
adalah terapi sesuai dengan kelainan penyebabnya.

20
2. Terapi Non Farmakologi (Smeltzer, 2002)
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan antara lain:
a. Kompres nyeri dengan air hangat (bantal pemanas ) minuman
hangat, mandi air hangat
b. Hidup yang sehat dan teratur (tidur dan istirahat cukup, olahraga
teratur, yoga , makan yang bergizi )
c. Aroma terapi.

 KIE
Perlu dijelaskan bahwa dismenorea adalah gangguan yang tidak
berbahaya bagi kesehatan dan diberi nasihat mengenai makanan yang
sehat, istirahat yang cukup serta olahraga. Selain itu menjelaskan
penghentian penggunaan obat jika skala nyeri berkurang (Smeltzer,
2002).

21
BAB III
STUDI KASUS

KASUS: GANGGUAN MENSTRUASI


Seorang perempuan 22 tahun ke dokter karena merasa nyeri bagian pelvic
dan kram perut selama menstruasi dan tidak masuk kerja 1-2 hari selama
menstruasi. Siklus menstruasi terakhir 9 hari lalu dan menstruasi pertama umur 11
tahun. siklus 26 – 28 hari setiap menstruasi. Setiap nyeri dia menggunakan
asetaminofen dan ibuprofen. Pernah mengalami clamidiasis. Riwayat penyakit
adalah asma dan menggunakan fluticasone 110 mcg 2 semprotan 2x/hari dan
albuterol 90 mcg 2 semprotan prn jika sesak.
Hasil pemeriksaan fisik terdapat jerawat pada bagian wajah dan dada, nyeri
panggul sedang – berat saat haid.
VS: TD 116/64, HR 74, Pernapasan 14, BB 58.2 kg, TB 163 cm, BMI: 22 kg/m2.
Bagaimana penilaian pasien?
Apa tujuan terapi? Bagiaman tatalaksana terapi non farmakologi dan terapi
farmakologi?
Bagaimana parameter monitoring efektivitas terapi?

Metodologi penyelesaian kasus:


1. Tujuan terapi
2. Obat terpilih
3. Alasan pemilihan terapi
4. KIE dan Monitoring

22
PENYELESAIAN

1. Penilaian terhadap pasien


Berdasarkan gejala yang dialami pasien menderita Dismenorhea Primer
 Dismenore primer didefinisikan sebagai rasa nyeri/ kram pada perut
bagian bawah, punggung, di daerah pelvis akan terasa sensasi penuh dan
sensai mulas juga akan menjalar bahkan sampai paha bagian dalam hingga
area lumbosakralis tanpa kelainan yang nyata pada alat genital, di mana
nyeri bisa timbul sebelum haid atau bersamaan dengan awal terjadinya
haid.
 Selain itu, pasien saat ini berusia 22 tahun dan tidak masuk kerja 1-2 hari
selama menstruasi. Usia 15- 25 tahun merupakan usia dimana dismenore
primer akan mencapai maksimalnya dan sebagai konsekuensinya penderita
harus meninggalkan pekerjaanya selama berjam-jam untuk beristirahat
(Andira, 2013).
2. Tujuan Terapi
Tujuan dilaksanakan terapi adalah untuk menghilangkan atau mengurangi
derajat nyeri dan terapi asma untuk menghindari kekambuhan asma pasien.

3. Tatalaksana Terapi
 Terapi non farmakologi
Dismenorea
d. Kompres nyeri dengan air hangat (bantal pemanas ) minuman hangat,
mandi air hangat
e. Hidup yang sehat dan teratur (tidur dan istirahat cukup, olahraga
teratur, yoga , makan yang bergizi )
f. Aroma terapi.
Asma
a. Menghindari pemicu seperti debu, asap rokok, polusi,temperatur
dingin.
b. Melakukan relaksasi/ yoga ( latihan pernapasan ).

22
 Terapi farmakologi
Dismenorea
Penggunaan asetaminofen dihentikan dan untuk meredakan nyeri
direkomendasikan menggunakan NSAID yaitu Asam mefenamat 500 mg 3
kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan
dilanjutkan selama 2-3 hari.
Asma
Tetap diberikan terapi obat dengan dosis yang sama yaitu :
Fluticasone 110 2 semprotan 2 x per hari dan Albuterol 90 mcg 2x
semprotan jika sesak.

4. Alasan pemilihan terapi


Dismenorea
Asam mefenamat : golongan NSAID yang merupakan lini pertama untuk
dismenorea yang digunakan sebagai analgesik dapat menghilangkan nyeri
dismenore ringan sampai sedang. Beberapa mengklaim bahwa asam
mefenamat lebih bermanfaat untuk pengobatan dismenore karena
kemampuannya untuk memblokir siklooksigenase dan jalur lipoksigenase
dalam formasi prostaglandin (Koda – Kimble, 2008)

5. KIE dan Monitoring


Perlu dijelaskan pada pasien bahwa dismenorea adalah gangguan yang
tidak berbahaya bagi kesehatan dan diberi nasihat mengenai makanan yang
sehat dan istirahat yang cukup. Selain itu menyarankan penghentian
penggunaan obat jika skala nyeri berkurang.
Dismenorea
Melakukan monitoring terkait pengukuran skala nyeri pasien
Monitoring efektivitas terapi farmakologi yang diberikan
Asma
Monitoring efektivitas obat terkait teknik penggunaan inhaler
Pemantauan PEF dari hasil spirometer atau peak flow meter.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah:


1. Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat
darah di atas normal, sedangkan Gout didefinisikan sebagai salah satu tipe
dari arthritis yang disebabkan inflamasi karena terlalu banyak atau tidak
normalnya kadar asam urat didalam darah (hiperurisemia) karena tubuh
tidak bisa mensekresikan asam urat secara normal.
2. Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa
kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Gout dapat
bersifat primer, sekunder, maupun idiopatik. Asam urat adalah produk
akhir dari degradasi atau metabolisme purin .
3. Faktor resiko asam urat meliputi Suku bangsa /ras, alkohol, konsumsi ikan
laut, penyakit,obat-obatan, Jenis Kelamin, diet tinggi purin .
4. Manifestasi klinis gout berupa hiperurisemia, simptomatik, atritis gout
akut, gout interkritika, chronic tophaceous gout.
5. Diagnosa asam urat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, dan
cairan sendi.
6. Penatalaksanaan terapi gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,
istirahat sendi dan pengobatan dengan terapi farmakologi seperti kolkisin,
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau hormon
ACTH..
,

23
DAFTAR PUSTAKA

Ammar, Ulya .R. 2016. “Faktor ResikoDismenore primer pada wanita usia subur
di kelurahan ploso kecamatan tambak sari surabaya”. J. Berkala
Epidemologi.Vol.4(1). Universitas Airlangga Surabaya.

Berek, Novak’s. 2007. Gynecology: Jonathan S. Berek MD, MMS. Editors:


Rebecca D. Rinehart.

BKKBN. 2011. Data survey Kesehatan Reproduksi Indonesia. Jakarta

Chapman, V. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta : EGC.

Cunningham. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.

Koda-Kimble, M.A., Young L.Y. and Alldredge B.K., 2008, Applied.


Therapeutics. The Clinical Use Of Drug.

Maulana, Mirza. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan. Jogjakarta : Kata hati

Manuaba, I. B. G. 2009. Memahami kesehatan reproduksi wanita Edisi 2..


Penerbit EGC: Jakarta.

Manurung, Nixson. 2017. Sistem Endokrin. Depublish: Yogyakarta.

Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.

Purwantiastuti. 2004. Penyakit terapi dan obatnya. Intisari Mediatama.

Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. EGC: Jakarta.

Widyastuti, Yani,dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya.

Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo: Jakarta.

iv
PERBAIKAN FARMAKOTERAPI TERAPAN

1. Disminorea
2. Knp asam mefenamat dipilih? Bagaimana dengan asmanya?
o Clamydiasis untuk disminorea sekunder
o Jika dismenorea primer tidak disebabkan oleh Clamydiasis
o Primer tidak ada penyakit penyerta nya
o Kalau sekunder ada penyakit penyerta
o Disminore Primer terjasi ketika mens langsung sakit
o Sekunder beberapa tahun setelah mens pertama baru merasakan
sakit.
o Dilihat dari riwayat penggunaan obatnya, penderita primer
memberikan efek jika diberikan NSAID, namun pada kasus
pemberian Asetaminofen dan Ibuprofen pasien tetap mengalami
nyeri
o NSAID + dengan kontrasepsi oral kombinasi
o Setiap mens keluar prostaglandin yang dipicu oleh hormone
esterogen
o Kontrasepsi oral bisa untuk meredakan nyeri haid, dilakukan
kombinasi dengan NSAID karena:
NSAID -> prostaglandin
Kontasepsi -> endometrium
o NSAID yang digunakan adaah Naproxen
o Jerawat terapinya pakai apa?
Antibiotic gol. Makrolida
Jika tingkat keparahan sedang-berat kombinasi
KIE : Terapi panas dan pemberian vitamin
As. Mefenamat resikonya ke lambung.

iv

Anda mungkin juga menyukai