Anda di halaman 1dari 16

Sejarah Indonesia

MAKALAH
“KERAJAAN ACEH”

NAMA KELOMPOK

1. PUTU BAGAS ANDRIAWAN


2. KADEK DEWA JAGA PRARAGA
3. KADEK KERTA WINARYA
4. LUH KRISNAYANTI
5. GEDE MICO WAHYUDI
6. PUTU MITA CAHYANI

KELAS X MIPA 1

SMA NEGERI 1 BANJAR


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerajaan Aceh”. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi siswa-siswi pada khususnya dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami
dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.

Banyuatis, Pebruari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………... 1


1.1. Latar Belakang ……………………………………………………. 1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………… 1
1.3. Tujuan Penulisan ………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………........ 3


2.1. Sejarah Bedirinya Kerajaan Aceh ………………………………… 3
2.2. Aspek Kehidupan Kerajaan Aceh ………………………………… 5
2.3. Silsilah Raja – Raja Kerajaan Aceh ……………….………………. 5
2.4. Masa Kejayaan Kerajaan Aceh …………………………………… 7
2.5. Masa Kemunduran Kerajaan Aceh ……………………………….. 8
2.6. Peninggalan Kerajaan Ace ………………………………………... 9

BAB III PENUTUP …………………………………………………………… 12


3.1. Kesimpulan ……………………………………………………….. 12
3.2. Saran ………………………………………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah dan peradaban bangsanya,
dan berusaha melestarikannya sehingga dikenal pula oleh Bangsa-bangsa lain di dunia.
Sebagaimana halnya Aceh yang dulunya merupakan negara Islam termasyhur di kawasan
Asia Tenggara dengan julukan “Serambi Mekkah” bahkan dikenal pula sebagai salah satu
negara yang makmur di antara lima negara terkuat di dunia, yaitu : Aceh, Aqra, Maroko,
Istanbul, dan Isfahan (Persia).
Aceh yang terletak di ujung pulau Sumatra sekarang merupakan salah satu provinsi
dalam negara Indonesia yang disebut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh sebelum
bergabung dengan Indonesia pada tahun 1945 merupakan wilayah kerajaan Islam yang
beribukota Banda Aceh.
Asal nama Aceh juga terdapat cerita di dalam sebuah buku bangsa Pegu (Hindia
Belakang) yang menceritakan perjalanan Budha ke Indo Cina dan kepulauan Melayu.
Mereka melihat di atas gunung di pulau Sumatra. Sebuah pancaran cahaya beraneka ragam
warna dari gunung itu, sehingga mereka berseru : “Acchera Bata (Atjaram Bata Bho =
Alangkah indahnya) jadi dari kata itulah kemudian menjadi asal sebutan nama Aceh.
Gunung yang bercahaya itu di ceritakan terletak dekat pasai yang sekarang tidak ada lagi
karena telah di tembak hancur dengan meriam oleh kapal perang Portugis.
Kreemer dalam bukunya “Atjeh” (Leiden 1922) mengatakan bahwa kerajaan Aceh
pasti belum tahun 1500 sudah berdiri dengan kuat dan megahnya, untuk mengetahui dari
mana tepatnya asalnya mula orang Aceh belum di dapat data-data yang relatif akurat dalam
sejarah kini mungkin seseorang menemukan di antara penduduk Pribumi Aceh orang
dengan ciri-ciri bangsa Melayu, Pakistan, India, Cina dan bahkan dalam jumlah yang lebih
kecil orang-orang dengan ciri-ciri Portugis, Turki, Arab, dan Parsi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Sejarah Bedirinya Kerajaan Aceh ?
1.2.2 Bagaimana Aspek Kehidupan Kerajaan Aceh ?
1.2.3 Siapa Saja yang Pernah memerintah Kerajaan Aceh ?

1
1.2.4 Kapan Masa Kejayaan Kerajaan Aceh ?
1.2.5 Kapan Masa Kemunduran Kerajaan Aceh ?
1.2.6 Apa Saja Peninggalan Kerajaan Aceh ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui Sejarah Bedirinya Kerajaan Aceh
1.3.2 Untuk Mengetahui Aspek Kehidupan Kerajaan Aceh
1.3.3 Untuk Mengetahui Hasil Kebudayaan Kerajaan Aceh
1.3.4 Untuk Mengetahui Masa Kejayaan Kerajaan Aceh
1.3.5 Untuk Mengetahui Masa Kemunduran Kerajaan Aceh
1.3.6 Untuk Mengetahui Peninggalan Kerajaan Aceh

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Bedirinya Kerajaan Aceh


Kerajaan Aceh dirintis oleh Mudzaffar Syah. Ketika awal kedatangan Bangsa Portugis
di Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua pelabuhan dagang yang besar sebagai
tempat transit para saudagar luar negeri, yakni Pasai dan Pedir. Pasai dan Pedir mulai
berkembang pesat ketika kedatangan bangsa Portugis serta negara-negara Islam. Namun
disamping pelabuhan Pasai dan Pedir, Tome Pires menyebutkan adanya kekuatan ketiga,
masih muda, yaitu “Regno dachei” (Kerajaan Aceh).
Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan lada yang semula
melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati sebuah Tanjung
Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan besar bagi perdagangan Samudra Hindia,
khususnya Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan pemeluk agama Islam
kini lebih suka berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya
yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil dagangannya dengan harga yang
tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina. Namun hal itu justru dimanfaatkan bangsa
Portugis untuk menguasai Malaka dan sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi
mulai terjadi, khususnya wilayah Aceh (Denys Lombard: 2006, 61-63)
Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan
Ibrahim, berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir pada tahun 1520. Dan pada
tahun itu pula Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam
kekuasaannya. Dari situlah Kerajaan Aceh mulai melakukan peperangan dan penaklukan
untuk memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan
bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524, Kerajaan Aceh bersama pimpinanya Sultan Ali
Mughayat Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra Pasai. Kerajaan Aceh dibawah
pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah tersebut juga mampu mengalahkan kapal Portugis yang
dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh (Poesponegoro: 2010, 28)
Setelah memiliki kapal ini, Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim bersiap-
siap untuk menyerang Malaka yang dikuasai oleh Bangsa Portugis. Namun rencana itu gagal.
Ketika perjalanan menuju Malaka, awak kapal dari armada Kerajaan Aceh tersebut justru

3
berhenti sejenak di sebuah kota. Disana mereka dijamu dan dihibur oleh rakyat sekitar,
sehingga secara tak sengaja sang awak kapal membeberkan rencananya untuk menyerang
Malaka yang dikuasai Portugis. Hal tersebut didengar oleh rakyat Portugis yang bermukim
disana, sehingga ia pun melaporkan rencana tersebut kepada Gubernur daerah Portugis
(William Marsden, 2008: 387)
Selain itu sejarah juga mencatat, usaha Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim
untuk terus-menerus memperluas dan mengusir penjajahan Portugis di Indonesia. Mereka
terus berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di sekitar Aceh, dimana
kerajaan-kerajaan tersebut merupakan kekuasaan Portugis, termasuk daerah Pasai. Dari
perlawanan tersebut akhirnya Kerajaan Aceh berhasil merebut benteng yang terletak di Pasai.
Hingga akhirnya Sultan Ibrahim meninggal pada tahun 1528 karena diracun oleh salah
seorang istrinya. Sang istri membalas perlakuan Sultan Ibrahim terhadap saudara laki-lakinya,
Raja Daya. Dan ia pun digantikan oleh Sultan Alauddin Syah (William Marsden, 2008: 387-
388)
Sultan Alauddin Syah atau disebut Salad ad-Din merupakan anak sulung dari Sultan
Ibrahim. Ia menyerang Malaka pada tahun 1537, namun itu tidak berhasil. Ia mencoba
menyerang Malaka hingga dua kali, yaitu tahun 1547 dan 1568, dan berhasil menaklukan Aru
pada tahun 1564. Hingga akhirnya ia wafat 28 September 1571. Sultan Ali Ri’ayat Syah atau
Ali Ri’ayat Syah, yang merupakan anak bungsu dari Sultan Ibrahim menggantikan kedudukan
Salad ad-Din. Ia mencoba merebut Malaka sebanyak dua kali, sama seperti kakaknya, yaitu
sekitar tahun 1573 dan 1575. Hingga akhirnya ia tewas 1579 (Denys Lombard: 2006, 65-66)
Sejarah juga mencatat ketika masa pemerintahan Salad ad-Din, Aceh juga berusaha
mengambangkan kekuatan angkatan perang, mengembangkan perdagangan, mengadakan
hubungan internasional dengan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti Turki,
Abysinia, dan Mesir. Bahkan sekitar tahun 1563, ia mengirimkan utusannya ke
Konstantinopel untuk meminta bantuannya kepada Turki dalam melakukan penyerangan
terhadap Portugis yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya. Mereka berhasil menguasai
Batak, Aru dan Baros, dan menempatkan sanak saudaranya untuk memimpin daerah-daerah
tersebut.

4
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar.
Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian Kerajaan Aceh,
dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah
selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera,
dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara (Harry Kawilarang, 2008:
24)

2.2. Aspek Kehidupan Kerajaan Aceh


1. Kehidupan Sosial
Adalanya penggolongan masyarakat menjadi beberapa golongan, yaitu teuku
(kaum bangsawan), golongan teungku (Kaum ulama yang memegang), Hulubalang
(prajurit) serta rakyat biasa. Antara Golongan teuku dan Teungku sering timbul
persaingan yang mengakibatkan melemahnya kerajaan Aceh.
2. Kehidupan Politik
Aceh tumbuh secara cepat menjadi kerajaan besar karena didukung oleh letaknya
yang strategis, kemudian Kerajaannya memiliki Bandar pelabuhan. Aceh juga memiliki
daerah yang kaya akan tanaman lada. Tanaman ini sendiri merupakan komoditi ekspor
yang sangat penting. Selain itu, jatuhnya malaka ke tangan Portugis menyebabkan
pedagang Islam banyak singgah ke Aceh, ditambah Jalur pelayaran beralih melalui
sepanjang pantai barat Sumatera.
3. Kehidupan Ekonomi
Letaknya yang sangat strategis, di jalur pelayaran dan perdagangan Selat malakah
menitikberatkan pada , maka Kerajaan Aceh menitikberatkan pada perekonomian pada
bidang perdagangan. Penguasaan atas daerah pantai barat dan timur sumatera banyak
menghasilkan lada. Sementara di Semenanjung Malaka menghasilkan lada dan timah.

2.3. Silsilah Raja – Raja Kerajaan Aceh


Berikut adalah silsilah sultan sultan yang berkuasa di kerajaan aceh darussalam,
silsilahnya adalah sebagai berikut :
1) Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah 916-936 H (1511 - 1530 M)
2) Sultan Salahuddin 939-945 H (1530 - 1539M)

5
3) Sultan Alaidin Riayat Syah II, terkenal dengan nama AL Qahhar 945 - 979 H (1539 -
1571M)
4) Sultan Husain Alaidin Riayat Syah III, 979 - 987 H (1571 - 1579 M)
5) Sultan Muda Bin Husain Syah, usia 7 bulan, menjadi raja selama 28 hari
6) Sultan Mughal Seri Alam Pariaman Syah,987 H (1579M) selama 20 hari
7) Sultan Zainal Abidin, 987 - 988 H (1579 - 1580 M)
8) Sultan Aialidin Mansyur Syah, 989 -995H (1581 -1587M)
9) Sultan Mugyat Bujang, 995 - 997 H (1587 - 1589M)
10) Sultan Alaidin Riayat Syah IV, 997 - 1011 H (1589 - 1604M
11) Sultan Muda Ali Riayat Syah V 1011 - 1015 H (1604 - 1607M)
12) Sultan Iskandar Muda Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah 1016 - 1045H (1607 -
1636M)
13) Sultan Mughayat Syah Iskandar Sani,1045 - 1050 H (1636 - 1641M)
14) Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat, 1050-1086H (1641 -
1671M)
15) Sultanah Sri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin (anak angkat Safiatuddin), 1086 - 1088 H
(1675-1678 M)
16) Sultanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah (putri dari Naqiatuddin) 1088 - 1098 H
(1678 - 1688M)
17) Sultanah Sri Ratu Kemalat Syah (anak angkat Safiatuddin) 1098 - 1109 H (1688 -
1699M)
18) Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalul Lail 1110 - 1113 H (1699 - 1702M)
19) Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoi Bin Syarif Ibrahim. 1113 - 1115H (1702 -1703 M)
20) Sultan Jamalul Alam Badrul Munir Bin Syarif Hasyim 1115 - 1139 H (1703 - 1726M)
21) Sultan Jauharul Alam Imaduddin,1139H (1729M)
22) Sultan Syamsul Alam Wandi Teubeueng
23) Sultan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah 1139 - 1147H (1727 - 1735H)
24) Sultan Alaidin Johan Syah 1147 - 1174 (1735-1760M
25) Sultan Alaidin Mahmud Syah 1174 -1195 H (1760 - 1781M
26) Sultan Alaidin Muhammad Syah 1195 -1209 H (1781 - 1795M
27) Sultan Husain Alaidin Jauharul Alamsyah,1209 -1238 H (1795-1823M

6
28) Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah 1238 - 1251 H (1823 - 1836M
29) Sultan Sulaiman Ali Alaidin Iskandar Syah 1251-1286 H (1836 - 1870 M)
30) Sultan Alaidin Mahmud Syah 1286 - 1290 H (1870 - 1874M)
31) Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah, 1290 -.....H (1884 -1903 M)

2.4. Masa Kejayaan Kerajaan Aceh


Kerajaan Aceh menjalani masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda, yaitu sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636. Pada masa ini, kerajaan aceh mengalami
banyak kemajuan di berbagai bidang, baik dalam hal wilayah kekuasaan, ekonomi,
pendidikan, politik luar negeri, maupun kemiliteran kerajaan.
Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus meningkatkan
perdagangan rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor yang berpotensial bagi
kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai Pahang tahun 1618, daerah Kedah
tahun 1619, serta Perak pada tahun 1620, dimana daerah tersebut merupakan daerah
penghasil timah. Bahkan dimasa kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang
Johor dan Melayu hingga Singapura sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar
Iskandar Agung dari Timur.
Kemajuan dibidang politik luar negeri pada era Sultan Iskandar Muda, salah satunya
yaitu Aceh yang bergaul dengan Turki, Inggris, Belanda dan Perancis. Ia pernah
mengirimkan utusannya ke Turki dengan memberikan sebuah hadiah lada sicupak atau lada
sekarung, lalu dibalas dengan kesultanan Turki dengan memberikan sebuah meriam perang
dan bala tentara, untuk membantu Kerajaan Aceh dalam peperangan. Bahkan pemimpin
Turki mengirimkan sebuah bintang jasa pada sultan Aceh.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan
beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang
masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan,
Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri
dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-
Tulabb Fi Fashil.

7
Dalam hubungan ekonomi-perdagangan dengan Mesir, Turki, Arab, juga dengan
Perancis, Inggris, Afrika, India, Cina, dan Jepang. Komoditas-komoditas yang diimpor
antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar lumat, anggur, kurma, timah putih dan hitam,
besi, tekstil dari katun, kain batik mori, pinggan dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air
mawar, dan lain-lain yang disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor
dari Aceh sendiri antara lain kayu cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah perca,
obat-obatan.
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar.
Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian Kerajaan Aceh,
dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah
selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur
sejahtera, dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara.

2.5. Masa Kemunduran Kerajaan Aceh


Setelah era kebesaran sultan iskandar muda berakhir, belanda mencium peluang
kembali untuk mendapatkan wilayah aceh dan sekitarnya. Memasuki abad ke-18, aceh mulai
terlibat konflik dengan belanda dan inggris, lalu memasuki akhir abad akhir ke-18, wilayah
aceh di semenanjung Malaya, yaitu kedah dan pulau pinang dikuasai inggris. Tahun 1871
belanda mengancam aceh. Dan pada 26 maret 1873 belanda secara resmi menyatakan perang
dengan kerajaan aceh. Dalam perang tersebut belanda gagal menaklukan aceh. Pada 1883,
1892, dan 1893, perang kembali meletus, namun, lagi lagi belanda gagal merebut aceh.
Setelah mangkatnya sultan iskandar tsani (1636-1641), aceh masuk dalam
kepemimpinan sultanah. Diawali oleh janda dari sultan iskandar tsani, yang merupakan anak
dari sultan iskandar muda- ratu safiatudin tajul alam- hingga ratu zainattudin kamalat syah,
tanah rencong mengalami kegoncangan. Setelah ini, aceh dipimpin oleh sebelas orang sultan
yang tidak berarti. Tiga orang keturunan arab (1699-1726), dua orang melayu (1726), dan
enam orang bugis (1727-1838). Pada masa kepemimpinan mereka wilayah aceh yang luas
sudah tak terkendali dengan baik.negeri negeri tetangga seperti johor dan minangkabau terus
terusan menggerogoti wilayah kekuasaan aceh, hingga pada akhir abad ke 18 aceh tak lebih
besar dari wilayah provinsi naggroe aceh darussalamnya itu sendiri kala ini. Bahkan

8
beberapa wilayah aceh seperti di meulabouh dan tapaktuan masuk ke dalam koloni dagang
minangkabau.
Mundurnya angkatan perang aceh juga disebabkan oleh pudarnya dominasi turki di
lautan tengah. Negara negara barat macam inggris dan belanda, sudah tak takut lagi dengan
pengaruh militer Turki utsmani di aceh.
Kemunduran kerajaan aceh juga dikait kaitkan karena terlalu berhasilnya kerajaan
aceh di masa sebelumnya. Terlalu luasnya wilayah aceh hingga banyak memberikan celah
kemerosotan, baik itu di bidang kekuasaan karena banyaknya pemberontakan, maupun
perekonomian di karenakan banyaknya rakyat yang kekurangan lahan dan tanah potensial,
di bidang pertanian dan kurang strategisnya lahan dagang. Kekuasaan luas juga
menyusahkan kerajaan aceh yang sudah tanpa kepala tegak itu mengatur orang orang kaya
dan berkuasa di sekitar wilayah aceh baru. Namun dengan terus melemahnya aceh, dan
hilangnya taring dan gema nya, aceh masih tetap aceh, aceh berulang kali di serang dan
masih bertahan meski tidak seluas dan sehebat di masa sebelumnya terutama daerah aceh
besar.

2.6. Peninggalan Kerajaan Aceh


1. Masjid Raya Baiturrahman
Peninggalan Kerajaan Aceh yang pertama
dan yang paling dikenal adalah Masjid
Raya Baiturrahman. Masjid yang
dibangun Sultan Iskandar Muda pada
sekitar tahun 1612 Masehi ini berada di
pusat Kota Banda Aceh. Saat agresi
militer Belanda II, masjid ini sempat
dibakar. Namun pada selang 4 tahun setelahnya, Belanda membangunnya kembali
untuk meredam amarah rakyat Aceh yang hendak berperang merebut syahid. Saat
bencana Tsunami melanda Aceh pada 2004 lalu, masjid peninggalan sejarah Islam di
Indonesiasatu ini menjadi pelindung bagi sebagian masyarakat Aceh. Kekokohan
bangunannya tak bisa digentarkan oleh sapuan ombak laut yang kala itu
meluluhlantahkan kota Banda Aceh.

9
2. Benteng Indrapatra
Peninggalan Kerajaan Aceh yang
selanjutnya adalah Benteng Indrapatra. Benteng
ini merupakan benteng pertahanan yang
sebetulnya sudah mulai dibangun sejak masa
kekuasaan Kerajaan Lamuri, kerajaan Hindu
tertua di Aceh, tepatnya sejak abad ke 7 Masehi.
Benteng yang kini terletak di Desa Ladong, Kec. Masjid Raya, Kab. Aceh Besar ini
pada masanya dulu memiliki peranan penting dalam melindungi rakyat Aceh dari
serangan meriam yang diluncurkan kapal perang Portugis.
Sekarang, kita hanya dapat menemukan 2 benteng yang masih kokoh berdiri.
Benteng tersebut berukuran 70 meter x 70 meter dengan tinggi 4 meter dan tebal sekitar
2 meter. Selain menjadi peninggalan bersejarah, benteng Indrapatra kini juga dikenal
sebagai objek wisata unggulan Kab. Aceh Besar. Gaya arsitekrur serta keunikan
konstruksinya yang hanya terbuat dari susunan batu gunung ini membuat banyak orang
penasaran dan tertarik untuk mengunjunginya.

3. Gunongan
Gunongan adalah peninggalan Kerajaan Aceh
yang berupa sebuah taman lengkap dengan
bangunan keratonnya. Taman ini berdasarkan
sejarahnya merupakan bukti cinta Sultan
Aceh pada permaisurinya yang sangat cantik.
Permaisuri yang tak diketahui namanya ini
merupakan putri raja Kerajaan Pahang yang ditawan karena kerajaannya kalah perang.
Sang Sultan jatuh cinta dan mempersuntingnya, hingga kemudian si permaisuri
tersebut meminta dibuatkan sebuah taman yang sama persis dengan istana kerajaannya
yang terdahulu untuk mengobati rasa rindunya. Gunongan saat ini terletak tak jauh dari
Masjid Raya Baiturrahman. Tepatnya berada di Desa Sukaramai, Kec. Baiturrahman,
Kota Banda Aceh. Jika berkunjung ke Banda Aceh, jangan lupa sempatkan diri Anda
singgah di taman asmara ini.

10
4. Makam Sultan Iskandar Muda
Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya
adalah Makam dari Raja Kerajaan Aceh yang
paling ternama, Sultan Iskandar Muda. Makam
yang terletak di Kelurahan Peuniti, Kec.
Baiturrahman, Kota Banda Aceh ini sangat kental
dengan nuansa Islami. Ukiran dan pahatan kaligrafi pada batu nisannya sangat indah
dan menjadi salah satu bukti sejarah masuknya Islam di Indonesia.

5. Meriam Kerajaan Aceh


Kesultanan Aceh telah mampu membuat sarana
persenjataannya sendiri. Hal ini dibuktikan dengan
keberadaan meriam-meriam tua yang kini berjajar di
benteng Indraparta dan musium Aceh. Awalnya
meriam-meriam tersebut dianggap berasal dari
pembelian ke Kerajaan Turki, namun setelah diteliti ulang, ternyata bukan. Teknisi-
teknisi kerajaan Aceh-lah yang membuatnya berbekal ilmu yang mereka pelajari dari
kerajaan Turki Ustmani. Peranan meriam-meriam ini sangat penting dalam perlawan
dan perang terhadap para penjajah dan kapal-kapal perang musuh yang hendak
menyandar ke dermaga tanah rencong.

6. Uang Emas Kerajaan Aceh


Aceh berada di jalur perdagangan dan pelayaran
yang sangat strategis. Berbagai komoditas yang
berasal dari penjuru Asia berkumpul di sana pada
masa itu. Hal ini membuat kerajaan Aceh tertarik
untuk membuat mata uangnya sendiri. Uang logam
yang terbuat dari 70% emas murni kemudian dicetak lengkap dengan nama-nama raja
yang memerintah Aceh. Koin ini masih sering ditemukan dan menjadi harta karun yang
sangat diburu oleh sebagian orang. Koin ini juga bisa dianggap sebagai salah satu
peninggalan Kerajaan Aceh yang sempat berjaya pada masanya.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan Aceh di perkirakan berdiri pada tahun 1511 M, dengan raja pertamanya
Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Pada masa pemerintahannya kerajaan Aceh
berkembang selama empat abad, sampai Belanda mengalahkannya dalam perang Aceh
(1873-1912). Sultan Iskandar Muda (1607-1636) adalah pengganti Sultan Ali Mughayat
Syah, yang pada masa pemerintahannya Aceh mengalami puncak kejayaannya. Ia berhasil
menaklukkan Semenanjung Malaka Yakni : Pahang, Kedah, Perlak, Johor, dan sebagainya.
Kehidupan ekonomi yang utama masyarakat Aceh pelayaran dan perdagangan. Aceh juga
penghasil Lada dan Timah, sehingga perdagangan-perdagangan Barat bisa membeli Lada
dari Aceh.
Salah satu masjid terindah di Indonesia adalah Mesjid Baiturrahman yang dibangun
pada masa Sultan Iskandar Muda.Mesjid ini pernah dibakar dan dikuasai oleh Belanda pada
masa perang Aceh. Namun dibangun kembali pada tahun 1875. Aliran Ahli Sunnah
Waljama’ah adalah aliran agama terbesar dalam islam, mengaku sebagai pengikut tradisi
Nabi Muhammad Saw. Aliran Syiah adalah pengikut Ali Bin Ani Thalib, sekarang salah
satu aliran besar dalam agama islam yang menyakini kepemimpinan (imamah) Ali dan
keturunannya setelah Nabi.

3.2 Saran
Dari keberadaanya Kerajaan Aceh di nusantara pada masa yang lalu. Maka kita
wajib mensyukurinya. Rasa syukur tersebut dapat di wujudkan dalam sikap dan perilaku
dengan hati yang tulus serta di dorong rasa tanggung jawab yang tinggi untuk melestarikan
dan memelihara budaya nenek moyang kita. Jika kita ikut berpartisipasi dalam menjamin
kelestariannya berarti kita ikut mengangkat derajat dan jati diri bangsa. Oleh karena itu
marilah kita bersama – sama menjaga dan memelihara peninggalan budaya bangsa yang
menjadi kebanggaan kita semua

12
DAFTAR PUSTAKA

Ari L, Dwi, dan Leo Agung. 2004. Sejarah Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Media Tama
Tim Edukatif HTS, Modul Sejarah IPS, Surakarta, CV Hayati Tumbuh Subur
http://awal-berdiri-kerajaan-aceh.blogspot.com/
http://kumpulanmakalah96.blogspot.com/2016/10/makalah-sejarah-kerajaan-aceh.html

13

Anda mungkin juga menyukai