Makalah Kerajaan Aceh
Makalah Kerajaan Aceh
MAKALAH
“KERAJAAN ACEH”
NAMA KELOMPOK
KELAS X MIPA 1
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerajaan Aceh”. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi siswa-siswi pada khususnya dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami
dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER …………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah dan peradaban bangsanya,
dan berusaha melestarikannya sehingga dikenal pula oleh Bangsa-bangsa lain di dunia.
Sebagaimana halnya Aceh yang dulunya merupakan negara Islam termasyhur di kawasan
Asia Tenggara dengan julukan “Serambi Mekkah” bahkan dikenal pula sebagai salah satu
negara yang makmur di antara lima negara terkuat di dunia, yaitu : Aceh, Aqra, Maroko,
Istanbul, dan Isfahan (Persia).
Aceh yang terletak di ujung pulau Sumatra sekarang merupakan salah satu provinsi
dalam negara Indonesia yang disebut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh sebelum
bergabung dengan Indonesia pada tahun 1945 merupakan wilayah kerajaan Islam yang
beribukota Banda Aceh.
Asal nama Aceh juga terdapat cerita di dalam sebuah buku bangsa Pegu (Hindia
Belakang) yang menceritakan perjalanan Budha ke Indo Cina dan kepulauan Melayu.
Mereka melihat di atas gunung di pulau Sumatra. Sebuah pancaran cahaya beraneka ragam
warna dari gunung itu, sehingga mereka berseru : “Acchera Bata (Atjaram Bata Bho =
Alangkah indahnya) jadi dari kata itulah kemudian menjadi asal sebutan nama Aceh.
Gunung yang bercahaya itu di ceritakan terletak dekat pasai yang sekarang tidak ada lagi
karena telah di tembak hancur dengan meriam oleh kapal perang Portugis.
Kreemer dalam bukunya “Atjeh” (Leiden 1922) mengatakan bahwa kerajaan Aceh
pasti belum tahun 1500 sudah berdiri dengan kuat dan megahnya, untuk mengetahui dari
mana tepatnya asalnya mula orang Aceh belum di dapat data-data yang relatif akurat dalam
sejarah kini mungkin seseorang menemukan di antara penduduk Pribumi Aceh orang
dengan ciri-ciri bangsa Melayu, Pakistan, India, Cina dan bahkan dalam jumlah yang lebih
kecil orang-orang dengan ciri-ciri Portugis, Turki, Arab, dan Parsi.
1
1.2.4 Kapan Masa Kejayaan Kerajaan Aceh ?
1.2.5 Kapan Masa Kemunduran Kerajaan Aceh ?
1.2.6 Apa Saja Peninggalan Kerajaan Aceh ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui Sejarah Bedirinya Kerajaan Aceh
1.3.2 Untuk Mengetahui Aspek Kehidupan Kerajaan Aceh
1.3.3 Untuk Mengetahui Hasil Kebudayaan Kerajaan Aceh
1.3.4 Untuk Mengetahui Masa Kejayaan Kerajaan Aceh
1.3.5 Untuk Mengetahui Masa Kemunduran Kerajaan Aceh
1.3.6 Untuk Mengetahui Peninggalan Kerajaan Aceh
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berhenti sejenak di sebuah kota. Disana mereka dijamu dan dihibur oleh rakyat sekitar,
sehingga secara tak sengaja sang awak kapal membeberkan rencananya untuk menyerang
Malaka yang dikuasai Portugis. Hal tersebut didengar oleh rakyat Portugis yang bermukim
disana, sehingga ia pun melaporkan rencana tersebut kepada Gubernur daerah Portugis
(William Marsden, 2008: 387)
Selain itu sejarah juga mencatat, usaha Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim
untuk terus-menerus memperluas dan mengusir penjajahan Portugis di Indonesia. Mereka
terus berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di sekitar Aceh, dimana
kerajaan-kerajaan tersebut merupakan kekuasaan Portugis, termasuk daerah Pasai. Dari
perlawanan tersebut akhirnya Kerajaan Aceh berhasil merebut benteng yang terletak di Pasai.
Hingga akhirnya Sultan Ibrahim meninggal pada tahun 1528 karena diracun oleh salah
seorang istrinya. Sang istri membalas perlakuan Sultan Ibrahim terhadap saudara laki-lakinya,
Raja Daya. Dan ia pun digantikan oleh Sultan Alauddin Syah (William Marsden, 2008: 387-
388)
Sultan Alauddin Syah atau disebut Salad ad-Din merupakan anak sulung dari Sultan
Ibrahim. Ia menyerang Malaka pada tahun 1537, namun itu tidak berhasil. Ia mencoba
menyerang Malaka hingga dua kali, yaitu tahun 1547 dan 1568, dan berhasil menaklukan Aru
pada tahun 1564. Hingga akhirnya ia wafat 28 September 1571. Sultan Ali Ri’ayat Syah atau
Ali Ri’ayat Syah, yang merupakan anak bungsu dari Sultan Ibrahim menggantikan kedudukan
Salad ad-Din. Ia mencoba merebut Malaka sebanyak dua kali, sama seperti kakaknya, yaitu
sekitar tahun 1573 dan 1575. Hingga akhirnya ia tewas 1579 (Denys Lombard: 2006, 65-66)
Sejarah juga mencatat ketika masa pemerintahan Salad ad-Din, Aceh juga berusaha
mengambangkan kekuatan angkatan perang, mengembangkan perdagangan, mengadakan
hubungan internasional dengan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti Turki,
Abysinia, dan Mesir. Bahkan sekitar tahun 1563, ia mengirimkan utusannya ke
Konstantinopel untuk meminta bantuannya kepada Turki dalam melakukan penyerangan
terhadap Portugis yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya. Mereka berhasil menguasai
Batak, Aru dan Baros, dan menempatkan sanak saudaranya untuk memimpin daerah-daerah
tersebut.
4
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar.
Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian Kerajaan Aceh,
dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah
selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera,
dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara (Harry Kawilarang, 2008:
24)
5
3) Sultan Alaidin Riayat Syah II, terkenal dengan nama AL Qahhar 945 - 979 H (1539 -
1571M)
4) Sultan Husain Alaidin Riayat Syah III, 979 - 987 H (1571 - 1579 M)
5) Sultan Muda Bin Husain Syah, usia 7 bulan, menjadi raja selama 28 hari
6) Sultan Mughal Seri Alam Pariaman Syah,987 H (1579M) selama 20 hari
7) Sultan Zainal Abidin, 987 - 988 H (1579 - 1580 M)
8) Sultan Aialidin Mansyur Syah, 989 -995H (1581 -1587M)
9) Sultan Mugyat Bujang, 995 - 997 H (1587 - 1589M)
10) Sultan Alaidin Riayat Syah IV, 997 - 1011 H (1589 - 1604M
11) Sultan Muda Ali Riayat Syah V 1011 - 1015 H (1604 - 1607M)
12) Sultan Iskandar Muda Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah 1016 - 1045H (1607 -
1636M)
13) Sultan Mughayat Syah Iskandar Sani,1045 - 1050 H (1636 - 1641M)
14) Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat, 1050-1086H (1641 -
1671M)
15) Sultanah Sri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin (anak angkat Safiatuddin), 1086 - 1088 H
(1675-1678 M)
16) Sultanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah (putri dari Naqiatuddin) 1088 - 1098 H
(1678 - 1688M)
17) Sultanah Sri Ratu Kemalat Syah (anak angkat Safiatuddin) 1098 - 1109 H (1688 -
1699M)
18) Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalul Lail 1110 - 1113 H (1699 - 1702M)
19) Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoi Bin Syarif Ibrahim. 1113 - 1115H (1702 -1703 M)
20) Sultan Jamalul Alam Badrul Munir Bin Syarif Hasyim 1115 - 1139 H (1703 - 1726M)
21) Sultan Jauharul Alam Imaduddin,1139H (1729M)
22) Sultan Syamsul Alam Wandi Teubeueng
23) Sultan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah 1139 - 1147H (1727 - 1735H)
24) Sultan Alaidin Johan Syah 1147 - 1174 (1735-1760M
25) Sultan Alaidin Mahmud Syah 1174 -1195 H (1760 - 1781M
26) Sultan Alaidin Muhammad Syah 1195 -1209 H (1781 - 1795M
27) Sultan Husain Alaidin Jauharul Alamsyah,1209 -1238 H (1795-1823M
6
28) Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah 1238 - 1251 H (1823 - 1836M
29) Sultan Sulaiman Ali Alaidin Iskandar Syah 1251-1286 H (1836 - 1870 M)
30) Sultan Alaidin Mahmud Syah 1286 - 1290 H (1870 - 1874M)
31) Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah, 1290 -.....H (1884 -1903 M)
7
Dalam hubungan ekonomi-perdagangan dengan Mesir, Turki, Arab, juga dengan
Perancis, Inggris, Afrika, India, Cina, dan Jepang. Komoditas-komoditas yang diimpor
antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar lumat, anggur, kurma, timah putih dan hitam,
besi, tekstil dari katun, kain batik mori, pinggan dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air
mawar, dan lain-lain yang disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor
dari Aceh sendiri antara lain kayu cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah perca,
obat-obatan.
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar.
Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian Kerajaan Aceh,
dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah
selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur
sejahtera, dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara.
8
beberapa wilayah aceh seperti di meulabouh dan tapaktuan masuk ke dalam koloni dagang
minangkabau.
Mundurnya angkatan perang aceh juga disebabkan oleh pudarnya dominasi turki di
lautan tengah. Negara negara barat macam inggris dan belanda, sudah tak takut lagi dengan
pengaruh militer Turki utsmani di aceh.
Kemunduran kerajaan aceh juga dikait kaitkan karena terlalu berhasilnya kerajaan
aceh di masa sebelumnya. Terlalu luasnya wilayah aceh hingga banyak memberikan celah
kemerosotan, baik itu di bidang kekuasaan karena banyaknya pemberontakan, maupun
perekonomian di karenakan banyaknya rakyat yang kekurangan lahan dan tanah potensial,
di bidang pertanian dan kurang strategisnya lahan dagang. Kekuasaan luas juga
menyusahkan kerajaan aceh yang sudah tanpa kepala tegak itu mengatur orang orang kaya
dan berkuasa di sekitar wilayah aceh baru. Namun dengan terus melemahnya aceh, dan
hilangnya taring dan gema nya, aceh masih tetap aceh, aceh berulang kali di serang dan
masih bertahan meski tidak seluas dan sehebat di masa sebelumnya terutama daerah aceh
besar.
9
2. Benteng Indrapatra
Peninggalan Kerajaan Aceh yang
selanjutnya adalah Benteng Indrapatra. Benteng
ini merupakan benteng pertahanan yang
sebetulnya sudah mulai dibangun sejak masa
kekuasaan Kerajaan Lamuri, kerajaan Hindu
tertua di Aceh, tepatnya sejak abad ke 7 Masehi.
Benteng yang kini terletak di Desa Ladong, Kec. Masjid Raya, Kab. Aceh Besar ini
pada masanya dulu memiliki peranan penting dalam melindungi rakyat Aceh dari
serangan meriam yang diluncurkan kapal perang Portugis.
Sekarang, kita hanya dapat menemukan 2 benteng yang masih kokoh berdiri.
Benteng tersebut berukuran 70 meter x 70 meter dengan tinggi 4 meter dan tebal sekitar
2 meter. Selain menjadi peninggalan bersejarah, benteng Indrapatra kini juga dikenal
sebagai objek wisata unggulan Kab. Aceh Besar. Gaya arsitekrur serta keunikan
konstruksinya yang hanya terbuat dari susunan batu gunung ini membuat banyak orang
penasaran dan tertarik untuk mengunjunginya.
3. Gunongan
Gunongan adalah peninggalan Kerajaan Aceh
yang berupa sebuah taman lengkap dengan
bangunan keratonnya. Taman ini berdasarkan
sejarahnya merupakan bukti cinta Sultan
Aceh pada permaisurinya yang sangat cantik.
Permaisuri yang tak diketahui namanya ini
merupakan putri raja Kerajaan Pahang yang ditawan karena kerajaannya kalah perang.
Sang Sultan jatuh cinta dan mempersuntingnya, hingga kemudian si permaisuri
tersebut meminta dibuatkan sebuah taman yang sama persis dengan istana kerajaannya
yang terdahulu untuk mengobati rasa rindunya. Gunongan saat ini terletak tak jauh dari
Masjid Raya Baiturrahman. Tepatnya berada di Desa Sukaramai, Kec. Baiturrahman,
Kota Banda Aceh. Jika berkunjung ke Banda Aceh, jangan lupa sempatkan diri Anda
singgah di taman asmara ini.
10
4. Makam Sultan Iskandar Muda
Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya
adalah Makam dari Raja Kerajaan Aceh yang
paling ternama, Sultan Iskandar Muda. Makam
yang terletak di Kelurahan Peuniti, Kec.
Baiturrahman, Kota Banda Aceh ini sangat kental
dengan nuansa Islami. Ukiran dan pahatan kaligrafi pada batu nisannya sangat indah
dan menjadi salah satu bukti sejarah masuknya Islam di Indonesia.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan Aceh di perkirakan berdiri pada tahun 1511 M, dengan raja pertamanya
Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Pada masa pemerintahannya kerajaan Aceh
berkembang selama empat abad, sampai Belanda mengalahkannya dalam perang Aceh
(1873-1912). Sultan Iskandar Muda (1607-1636) adalah pengganti Sultan Ali Mughayat
Syah, yang pada masa pemerintahannya Aceh mengalami puncak kejayaannya. Ia berhasil
menaklukkan Semenanjung Malaka Yakni : Pahang, Kedah, Perlak, Johor, dan sebagainya.
Kehidupan ekonomi yang utama masyarakat Aceh pelayaran dan perdagangan. Aceh juga
penghasil Lada dan Timah, sehingga perdagangan-perdagangan Barat bisa membeli Lada
dari Aceh.
Salah satu masjid terindah di Indonesia adalah Mesjid Baiturrahman yang dibangun
pada masa Sultan Iskandar Muda.Mesjid ini pernah dibakar dan dikuasai oleh Belanda pada
masa perang Aceh. Namun dibangun kembali pada tahun 1875. Aliran Ahli Sunnah
Waljama’ah adalah aliran agama terbesar dalam islam, mengaku sebagai pengikut tradisi
Nabi Muhammad Saw. Aliran Syiah adalah pengikut Ali Bin Ani Thalib, sekarang salah
satu aliran besar dalam agama islam yang menyakini kepemimpinan (imamah) Ali dan
keturunannya setelah Nabi.
3.2 Saran
Dari keberadaanya Kerajaan Aceh di nusantara pada masa yang lalu. Maka kita
wajib mensyukurinya. Rasa syukur tersebut dapat di wujudkan dalam sikap dan perilaku
dengan hati yang tulus serta di dorong rasa tanggung jawab yang tinggi untuk melestarikan
dan memelihara budaya nenek moyang kita. Jika kita ikut berpartisipasi dalam menjamin
kelestariannya berarti kita ikut mengangkat derajat dan jati diri bangsa. Oleh karena itu
marilah kita bersama – sama menjaga dan memelihara peninggalan budaya bangsa yang
menjadi kebanggaan kita semua
12
DAFTAR PUSTAKA
Ari L, Dwi, dan Leo Agung. 2004. Sejarah Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Media Tama
Tim Edukatif HTS, Modul Sejarah IPS, Surakarta, CV Hayati Tumbuh Subur
http://awal-berdiri-kerajaan-aceh.blogspot.com/
http://kumpulanmakalah96.blogspot.com/2016/10/makalah-sejarah-kerajaan-aceh.html
13