PRESENTASI KASUS
BELL’S PALSY
Disusun oleh :
dr. LULUK NURUL FARIHAH
(Dokter Internship RSUD dr. H. MOH. ANWAR Sumenep)
IDENTITAS PENDERITA
• Nama pasien : Ny. S
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 50 tahun
• Alamat : Lenteng Barat
• Suku : Madura
• Agama : Islam
• Status marital : Menikah
• Ruangan : Balai Pengobatan
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Tanggal pemeriksaan : 01-09-2015
2
Tidak pernah sakit telinga sebelumnya
Tidak pernah sakit kulit sebelumnya
Riwayat pengobatan
Berobat ke bidan tapi tidak ada perbaikan
Riwayat intoksikasi : Tidak ada alergi obat dan makanan
Riwayat keluarga: tidak ditemukan
Riwayat kebiasaan: pasien sering tidur di dekat kipas sambil nonton TV dan kadang bonceng
naik motor tidak memakai helm
OBYEKTIF (O)
Status Interna Singkat :
- Tensi : 120/80mmhg
- Nadi : 100x/menit
- RR : 19x/mnt
- Suhu : 36°C
- Gizi : cukup
- Kepala : a/i/c/d = -/-/-/-
- Leher : Pembesaran tyroid & KGB = -/-
- Paru-paru : Vesikuler =+/+, Rhonki / Wheezing = -/-
- Jantung : Suara S1S2 tunggal regular, murmur= -
- Abdomen : soefl, Nyeri tekan (-), BisingUsus= + (Normal)
- Hepar & Lien : Tidak ada pembesaran
- ekstremitas : Akral hangat(+), Edema(-)
Status Neurologik
A. Kesan Umum :
- Kesadaran
kualitatif : Compos Mentis
kuantitatif : G C S : 4-5-6
3
B. Pemeriksaan Khusus :
A. Rangsangan Selaput Otak
- Kaku Kuduk : (-)
- Laseque Test : (-)
- Kernig Test : (-)
- Brudzinski Tanda Leher : (-)
- Brudzinski Tungkai Kontra lateral : (-)
- Brudzinski Tanda Pipi : (-)
- Brudzinski Tanda simpisis pubis : Tidak dilakukan
B. Saraf Otak
Nervus I KANAN KIRI
Anosmia
Hiposmia Tidak dilakukan
Parosmia
Halusinasi
4
Bentuk Bulat Bulat
Lebar 3mm 3mm
Perbedaan lebar Isokor Isokor
r. cahaya langsung (+) (+)
Waktu gerak
Mengerut dahi (+) (-)
Menutup mata (+) (-)
Bersiul (-) (-)
Memperlihatkan gigi (+) (-)
Pengecapan 2/3 dpn lidah TDE TDE
Hyperakusis TDE TDE
Sekresi air mata TDE TDE
5
Nervus VIII KANAN KIRI
Vestibular
Vertigo Tidak dilakukan
Nistagmus ke
Tinnitus aureum
Cochlear
Weber
Rinne
Tidak dilakukan
Schwabach
Tuli konduktif
Tuli perseptif
Nervus IX , X
Bagian Motorik
Suara biasa / parau / tak bersuara : Suara biasa
Menelan : Bisa
Kedudukan arcus pharynx : Normal
Kedudukan uvula : Di tengah
Pergerakan arcus pharynx / uvula : Normal
Vernet – rideau phenomenon : Tidak dilakukan
Detik jantung : Normal
Bising usus : Normal
Bagian sensorik
Refleks muntah (pharynx) : Tidak dilakukan
Refleks pallatum molle : Tidak dilakukan
6
NERVUS XII
Kedudukan lidah
waktu istirahat ke Tengah Tengah
waktu gerak ke Tengah Tengah
Atrofi (-) (-)
Fasikulasi / tremor (-) (-)
Kekuatan lidah menekan (+) (+)
bagian dalam pipi
Motorik
Kekuatan otot
( N.B : 5 = normal (100%) , 4 = dpt melawan tahanan minimal (75 %), 3= dpt melawan gravitasi
(50%), 2= dpt menggerakan sendi (25%), 1 = msh ada kontraksi otot (10%), 0 = tidak ada gerak
sama sekali (0%).
Extremitas atas bawah 5 5
7
KESIMPULAN
Anamnesa
Pasien mengeluh mulut mencong ke kanan sejak 1 minggu yang lalu tiba-tiba pagi hari
saat bangun tidur
Bicara agak kurang jelas
Di buat makan susah makanan banyak keluar dari sisi kiri
Tidak ada kelemahan pada tangan dan kaki.
Telinga terasa penuh dan pendengaran menurun
Susah memejamkan mata kiri
Tidak ada pusing, mual dan muntah
BAB dan BAK normal
Pemeriksaan fisik :
o KU : Baik
o Tensi : 120/80 mmhg
o Nadi : 100 x/menit
o RR : 19 x/mnt
o Suhu : 36°C
8
Sekresi air mata TDE TDE
Diagnosa Banding :
1. Otitis media
2. Rmasy Hunt Syndrom
3. Stroke
ASSESMENT (A)
DIAGNOSA :
- Diagnosis Klinis : Parese N.VII
Makan dan minum susah
Pendengaran menurun
lagoftalmus
- Diagnosis Topik : N.VII perifer
- Diagnosis Etiologi : Bell’s palsy
PLANNING
TERAPI
Terapi Umum
Kortikosteroid Prednison 60mg selama 7 -14 hari diturunkan secara tapp off
vitamin B1, B6, B12 3x500
Acyclovir 400mg 5x sehari
tetes mata
Terapi Khusus
Fisioterapi
9
EDUKASI :
Tidak tidur depan kipas
Pakai helm dengan pelindung wajah apabila hendak bepergian jauh dengan menggunakan
kendaraan motor
Kontrol ke Poli Saraf RSUD Sumenep
MONITORING :
Rutin kontrol atau tidak
Kelumpuhan N.VII perifer membaik atau tidak
PROGNOSIS :
Dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bell’s palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial perifer
yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma paralisis
fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh Sir Charles
Bell’s palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling sering di dunia.
Insidensi Bell’s palsy di Amerika Serikat adalah sekitar 23 kasus per 100.000
orang. Insiden Bell’s palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang keturunan Jepang, dan
tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasien-pasien dengan Bell’s palsy. Usia
mempengaruhi probabilitas kontraksi Bell’s palsy. Insiden paling tinggi pada orang
dengan usia antara 15-45 tahun. Bell’s palsy lebih jarang pada orang-orang yang berusia
gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur, dan spasme spontan. Permasalahan yang
dan psikologis sehingga dapat merugikan tugas profesi penderita, permasalahan kapasitas
11
fisik (impairment) antara lain berupa asimetris wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi
lesi, penurunan kekuatan otot wajah pada sisi lesi, potensial terjadi kontraktur dan
perlengketan jaringan, potensial terjadi iritasi pada mata sisi lesi. Sedangkan permasahan
wajah, seperti makan dan minum, berkumur, gangguan menutup mata, gangguan bicara
dan gangguan ekspresi wajah. Semua hal ini dapat menyebabkan individu tersebut
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara lebih dalam
Bell’s pals
2.1. Definisi
yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat disebabkan oleh bawaan
iatrogenik. Yang paling sering menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah adalah
Bell’s palsy. Bell’s palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell.
Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan
12
2.2. Struktur anatomi
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan
lakrimalis.
d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot
mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang
mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit dari
tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda
nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar
13
Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens, dan
serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian ventrolateral
nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Karena
posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka nervus VI dan
VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis
masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok
tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam. Pada
sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat dekat
dengan genu.
14
Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum
superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius
yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui
foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima
venter posterior.
15
2.3. Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden
terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy
setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan.
Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes
mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai
laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang
berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang
sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur
15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan
2.4. Etiologi
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih
diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau
menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu
Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bell’s palsy,
karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian
otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada
cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy berat yang menjalani pembedahan dan
16
menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara
axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan
terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan local pada myelin.
2.5. Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy
hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada
saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal
melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada
pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut,
konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan
daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan
asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca
jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena
itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut
17
cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus
abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut
akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi.
Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes
(HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus
herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes
zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
18
Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah
seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan
pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut
tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan.
Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun.
Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus
fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa
dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di
dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik
ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi
kerusakan.
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur
masih baik.
19
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis).
Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan
gangguan salivasi.
Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen
stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering
pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media perforata dan
mastoiditis.
20
2.7. Penegakan Diagnosis
pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari
nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata dan
adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. Harus
dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat LMN.
a. Anamnesis.
Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa mereka
Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis
Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata
mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga
saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak
dipercepat.
empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat
Mata kering.
21
Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung akibat
b. Pemeriksaan fisik.
paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang nervus facialis tidak
mengalami gangguan.
nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat terlibat. Nervus
sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi yang
diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas wajah pada sisi yang
diserang.
Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di atas
dan dua per tiga bagian bawahnya mengalami paralisis. Musculus orbicularis,
normal.
22
Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang tampak
c. Pemeriksaan laboratorium.
Bell’s palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c dapat
atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya
d. Pemeriksaan radiologi.
Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Bell’s
dengan Bell’s palsy umumnya akan mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu.
tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom),
penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid ataupun telinga tengah, Guillen
Barre syndrome.
23
2.9. Penatalaksanaan
a. Agen antiviral.
efektifitas obat-obat antivirus pada Bell’s palsy, hampir semua ahli percaya pada
itu, zat antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksaan farmakologis
digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy. Acyclovir akan berguna jika diberikan
pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.
24
b. Kortikosteroid.
kerugian pemberian steroid pada Bell’s palsy. Para peneliti lebih cenderung memilih
menggunakan steroid untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Bila telah diputuskan
dengan dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari selama 3 hari, diturunkan
pasien.
25
Perhatian Penghentian pemberian glukokortikoid secara tiba-tiba dapat
menyebabkan krisis adrenal; hiperglikemia, edema,
osteonekrosis, miopati, penyakit tukak lambung, hipokalemia,
osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia gravis, penurunan
pertumbuhan, dan infeksi dapat muncul dengan penggunaan
bersama glukokortikoid.
c. Perawatan mata.
Mata sering tidak terlindungi pada pasien-psien dengan Bell’s palsy. Sehingga pada
mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar benda asing. Atasi dengan
Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun untuk mengganti air mata
Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat terbangun jika
air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah satu kerugiannya adalah
Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan mengurangi
dengan kornea.
d. Konsultasi.
Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pemeriksaan lanjutan yang ketat.
tanda-tanda yang tidak khas dari Bell palsy, maka segera dirujuk.
Ahli penyakit mata: bila terjadi nyeri okuler yang tidak jelas atau gambaran yang
lanjutan.
otot wajah yang lama, atau kelemahan yang rekuren, sebaiknya dirujuk.
untuk pasien dengan Bell palsy. Pasien dengan prognosis yang buruk setelah
pemeriksaan nervus facialis atau paralisis persisten cukup baik untuk dilakukan
pembedahan.
2.10. Komplikasi
Hampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa mengalami
deformitas kosmetik, tetapi sekitar 5% mengalami gejala sisa cukup berat yang tidak
Bagian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf eferen yang
regenerasi yang tidak optimal, maka dapat terjadi paresis semua atau beberapa
27
Gangguan tampak sebagai (1) inkompetensi oral, (2) epifora (produksi air
Dysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai dengan stimulus
normal).
regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf akan mengambil jalan
involunter (seperti gerakan menutup mata yang satu diikuti dengan gerakan
2.11. Prognosis
Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor
28
b. Paralisis komplit.
c. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh.
Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh
dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur
60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi
meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki
perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa.
Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita
nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23%
kasus Bell’s palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bell’s palsy kambuh pada 10-15 %
penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau
29
BAB III
KESIMPULAN
Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang
akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bell’s palsy adalah
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa
dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di
dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke
arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.
Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obatan
pasien dengan Bell’s palsy relative baik meskipun pada beberapa pasien, gejala sisa dan
30
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bell’s Palsy. Available from :
Ropper AH, Brown RH. Bell’s Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams and Victor’s
Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw Hill, 2005. 1181-1184.
Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5 th ed.
Rohkamm, Reinhard. Facial Nerve Lesions. Color Atlas of Neurology 2 nd ed. George Thieme
31