Refka - Anestesi Pada Fraktur Femur Komplit
Refka - Anestesi Pada Fraktur Femur Komplit
Disusun Oleh:
Pembimbing Klinik:
Dr. Fery Lumintang,Sp.AN
Anestesi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “An” yang berarti “tidak,
tanpa” dan “aesthesos” yang berarti “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara
umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh.Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes
(1809-1894) yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara,
karena anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
pembedahan. Sedangkan Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk
menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien.1
Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi
umum dan anestesi regional.Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa
nyeri yang reversible akibat pemberian obat – obatan, serta menghilangkan rasa
sakit seluruh tubuh secara sentral.Perbedaan dengan anestesi regional adalah
anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri tanpa kehilangan
kesadaran.Masing-masing anestesi memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli
anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya
tersebut.2
Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang
pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi
yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi
usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan
obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu
saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu
menghentikan impuls saraf di area itu.3
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu
terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi
atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.3
Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun,
oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka
pasien yang sudah di anestesi regional masih bisa sadar dan mampu
berkomunikasi, walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang
dioperasi.3
Anestesi regional dapat meliputi spinal, epidural dan caudal. Anestesi
spinal juga disebut sebagai blok subarachnoid (SAB) umumnya digunakan pada
operasi tubuh bagian bawah, seperti ekstremitas bawah, perineum, maupun
abdomen bagian bawah. Anestesia regional dapat dipergunakan sebagai teknik
anesthesia, namun perlu diingat bahwa anestesia regional sering menyebabkan
hipotensi akibat blok simpatis dan ini sering dikaitkan pada pasien dengan
keadaan hipovolemia.4
Fraktur adalah kehilangan atau terputusnya kontinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. 5,6
Fraktur terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau
tekanan yang sedang pada tulang yang terkena penyakit, misalnya osteoporosis. 7
Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma.6 Gambaran klasik fraktur adalah adanya
riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas
(angulasi, rotasi, diskrepansi), nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi
muskuloskletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskular.8
Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur (transversal, spiral,
oblik, segmental, komunitif, kupu-kupu, simpel, kompresi), lokasi (diafise,
metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi
(terbuka atau compound dan tertutup).8,9 Fraktur terbuka merupakan suatu
keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi
risiko infeksi sebab fraktur tebuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi
hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga memungkinkan
masuknya kuman dari luar ke dalam luka sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi.5,8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 FEMUR
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh.Tulang itu
bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini
menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa
tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung yaitu ujung atas,
batang femur dan ujung bawah.5
A. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya atau hilangnya kontinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total
maupun parsial.5,7Fraktur femur adalah terputusnya atau hilangnya
kontinuitas batang tulang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung.Kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur
terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,
jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang
disebabkan oleh trauma langsung pada paha.5
B. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi Etiologi5
- Fraktur traumatik: fraktur yang terjadi karena trauma yang yang
terjadi secara tiba-tiba.
- Fraktur patologis: fraktur yang terjadi karena kelemahan tulang
akibat keadaan patologis tulang.
- Fraktur stress: fraktur yang terjadi karena trauma yang terus
memenerus pada suatu tempat tertentu.
b. Klasifikasi Klinis5
- Fraktur tertutup: fraktur yang tidak ada hubungan dengan dunia
luar.
- Fraktur terbuka: fraktur yang mempunyai hubungan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak. Bisa dari dalam (from
within) atau dari luar (from without).
Klasifikasi fraktur tebuka yang dianut adalah menurut
Gustilo, Merkow, dan Templeman yaitu:
Grade I
Luka kecil < 1 cm panjangnya, bersih, biasanya
karena luka tusukan dari fragmen tulang yang menembus
keluar kulit.Terdapat sedikit kerusakan jaringan atau tidak
terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan
lunak.Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple,
transversal, oblik pendek, atau sedikit komunitif.
Grade II
Ukuran luka antara 1-10 cm, tetapi tidak ada
kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.Terdapat
kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit
kontaminasi dari fraktur.
Grade III
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak
termasuk otot, kulit, dan struktur neurovaskuler dengan
kontaminasi yang hebat.Tipe ini biasanya disebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Tipe III dibagi lagi dalam 3 subtipe:
Grade III a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya
flap.Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat.
Grade III b
Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan
kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan
(stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat
serta fraktur komunitif yang hebat.
Grade III c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan
arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memerhatikan
tingkat kerusakan jaringan.
- Fraktur dengan komplikasi: fraktur yang disertai dengan
komplikasi misalnya infeksi tulang, malunion, delayed union, dan
nonunion.
c. Klasifikasi Radiologis5
- Lokalisasi
Diafisis.
Metafisis.
Intra artikuler.
Fraktur dengan dislokasi.
A. DEFINISI
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid)
ialah pemberian obat anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid.
Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikan anestesi lokal
kedalam ruang subaracnoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan
mudah dikerjakan.1
6. Posisi duduk
Ada 2 macam posisi dalam melakukan anestesi spinal, yaitu:
1) Posisi Duduk
Dagu pasien menempel di dada, lengan bersandar di lutut dan
menggunakan tempat duduk yang memiliki sandaran kaki.
2) Posisi Lateral
Bahu pasien harus tegak lurus dengan tempat tidur, posisi
pinggang di tepi tempat tidur dan pasien memeluk bantal atau
posisi lutut menempel di dada.Pria cenderung mempunyai bahu
yang lebih lebar daripada pinggang sehingga harus menaikkan
posisi kepala ketika berbaring.Wanita dengan pinggang lebih
lebar harus menurunkan posisi kepala.
1. Identitas Penderita
Nama : Tn.S
Umur : 59 tahun
Alamat : Parigi
Agama : Islam
Ruangan : Teratai
Tanggal Pemeriksaan : 18 Desember 2018
No.Rek.Medis :
2. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada paha kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Unit Gawat Daruat RSUD Undata dengan
keluhan nyeri pada paha kiri setelah mengalam kecelakaan lalu lintas dua
hari yang lalu.Tidak ada keluhan pingsan maupun muntah pasa saat
kejadian.Tidak ada perdarahan yang keluar daru mulut, hidung, maupun
telinga.Buang air kecil dan besar pasien lancar.Demam (-), sesak (-),
muntah (-), nyeri menelan (-) dan gangguan menelan (-).
o Riwayat alergi (-)
o Riwayat asma (-)
o Riwayat penyakit jantung (-)
o Riwayat penyakit berat lainnya (-)
o Riwayat anestesi tidak ada
Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada riwayat penyakit spesifik lainnya
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 V5 M6)
Berat Badan : 57 kg
Status Gizi : Gizi baik
Airway : Paten
Pernafasan : Respirasi 20 kali/menit
Nadi : 79 kali/menit, regular, kuat angkat
TD :130/80mmHg
Suhu : 36,7oC
a. B1 (Breath) :
Airway :bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), protrusi mandibular (-),
buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 5 cm, jarak hyothyoid 6 cm, leher
pendek (-), gerak leher bebas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-), frekuensi
pernapasan : 20 kali/menit, suara pernapasan : vesikular (+/+), suara
pernapasan tambahan ronchi(-/-),wheezing(-/-),skor Mallampati : 1, massa
(-), gigi ompong (+), gigi palsu (-).
b. B2 (Blood) :
Akralhangat : ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),tekanan
darah : 130/80 mmHg, denyut nadi : 79kali/menit, reguler, kuat angkat,
bunyi jantung S1/S2 murni regular, bunyi jantung tambahan (-).
c. B3 (Brain) :
Kesadaran:Composmentis, pupil: isokor 2mm/2mm, defisit neurologis (-).
d. B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 3-4 kali sehari berwarna
kekuningan.
e. B5 (Bowel) :
Abdomen: tampak datar, peristaltik (+) kesan normal, mual (-), muntah (-
)massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
f. B6 (Back &Bone) :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 17 desember 2018
Tabel 2. Hematologi Rutin
Parameter Hasil Satuan Range Normal
RBC 3,91 106/mm3 4,50-6,50
Hemoglobin (Hb) 12,0 gr/dl 13,0-17,0
Hematokrit 36,4 % 40,0-54,0
PLT 270 103/mm3 150-500
WBC 8,0 103/mm3 4,0-10,0
BT 3’ 30” menit 1-5
CT 8’ 30” menit 4-10
Tabel 4. Imunoserologi
Parameter Hasil
HbsAg Negatif
7. Kesan Anestesi
Pria 59 tahun dengan diagnosisOpen Fracture Femur (S) Dysplaced pro Open
Reduction Internal Fixation + Debridement dan PS ASA II.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yaitu :
Medikamentosa :
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Ketorolac 30mg / 8 jam / IV
• Inj. Omeprazole 40mg / 24 jam / IV
• Inj. Anbacim 1gr / 12 jam / IV
Rencana operasi :ORIF + Debridement
Di Ruangan :
Surat persetujuan tindakan operasi (+), surat persetujuan tindakan anestesi
(+), site mark (+).
9. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosis Pre Operatif :Open Fracture Femur (D) Dysplaced pro ORIF +
Debridement
Status Operatif : ASA II, Mallampati I
Jenis Anastesi : Sub Arachnoid Block (spinal anestesi)
12. Preinduksi
Pemeriksaan fisik preoperative
B1 (Breath) :
Airway : bebas, gurgling/snoring/crowing : (-/-/-), protrusi mandibular
(-), buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 5 cm, jarak hyothyoid 6 cm,
leher pendek (-), gerak leher bebas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-),
frekuensi pernapasan : 18 kali/menit, suara pernapasan : vesikuler
(+/+), suara pernapasan tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), skor
Mallampati : 1, massa (-), gigi ompong (+), gigi palsu (-).
B2 (Blood) :
Akral hangat : ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),
tekanan darah : 108/75 mmHg, denyut nadi : 68 kali/menit, reguler,
kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular, bunyi jantung
tambahan (-).
B3 (Brain) :
Kesadaran : Composmentis, pupil : isokor 2mm/2mm, defisit
neurologis (-).
B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 3-4 kali sehari berwarna
kekuningan.
B5 (Bowel) :
Abdomen : tampak datar, peristaltik (+) kesan normal, mual (-),
muntah (-) massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
B6 Back &Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-),
edema ekstremitas bawah (-/-).
Midazolam 2mg
09.25 98/60 60 100% Efedrine 5mg
Operasi sedang
6x 57 = 342 cc hingga 8 x 57 = 456 cc
3. Selama 2 jam 20 menit operasi cairan yang hilang
342 x 2,5 jam – 456 x 2,5 jam
855-1140cc/ 2 jam 20 menit
Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk – cairan dibutuhkan = 1000 ml – 1255
= - 255 ml
Pasien laki-laki usia 59 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
pada paha sebelah kiri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Setelah diperiksa
dengan pemeriksaan fisik ditemukandeformitas (+) pada tungkai sebelah kiri,
terdapat vulnus laceratum pada femur lateral sinistra aukuran ± 2 cm, nyeri tekan
(+), Gerak aktif-pasif terbatas karena nyeri.Pasien didiagnosis open fraktur femur
dextra. Berdasarkan pemeriksaan preoperative, pasien digolongkan pada PS ASA
II sesuai dengan klasifikasi penilaian status fisik menurut The American Society of
Anesthesiologistyaitu PS. ASA 2 (Pasien dengan gangguan sistemik ringan
sampai sedang, yang disebabkan baik oleh keadaan yang harus diobati dengan
jalan pembedahan maupun oleh proses patofisiologis).Dengan demikian, pasien
digolongkan kedalam PS ASA II karena pasien mengalami anemia (Hb:12,0 g/dl).
Pasien masuk keruang OK pada pukul 08.45 dilakukan pemasangan NIBP
dan O2 dengan hasil TD 108/75 mmHg; Nadi 68x/menit, dan SpO2 99%.
Pada kasus ini dilakukan tindakan internal fiksasi pada femur sinistra
dengan menggunakan jenis anestesi spinal (blok subaraknoid). Hal ini sesuai
dengan indikasi anestesi blok subaraknoid yang digunakan pada:bedah
ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum perineum, bedah
obstetrik-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, pada bedah abdomen
atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikandengan anesthesia umum
ringan. Anestesi blok subaraknoid banyak digunakan karena relatif murah,
pengaruh sistemik minimal, menghasilkan analgesi adekuat dan kemampuan
mencegah respon stresslebih sempurna.Dengan demikian, pemilihan jenis anestesi
pada kasus ini sudah tepat.
Ada dua golongan besar obat anestesi regional berdasarkan ikatan kimia,
yaitu golongan ester dan golongan amide. Keduanya hampir memiliki cara kerja
yang sama namun hanya berbeda pada struktur ikatan kimianya. Mekanisme kerja
anestesi lokal ini adalah menghambat pembentukan atau penghantaran impuls
saraf. Tempat utama kerja obat anestesi lokal adalah di membran sel. Kerjanya
adalah mengubah permeabilitas membran pada kanal Na+ sehingga tidak
terbentuk potensial aksi yang nantinya akan dihantarkan ke pusat nyeri. Sifat
hambatan sensoris lebih dominan dibandingkan dengan hambatan motorisnya,
ekskresi melalui ginjal sebagian kecil dalam bentuk utuh, dan sebagian besar
dalam bentuk metabolitnya, konsentrasi 0,25 – 0,75 %. Dosis 1 – 2 mg/Kg BB,
dosis maksimal untuk satu kali pemberian 200 – 500 mg.
Pada pasien digunakan obat anestesi golongan amide yaitu bupivakain
HCL. Berdasarkan teori bupivakain lebih kuat dan lama kerjanya 2 – 3 x lebih
lama dibanding lidokain atau mepivakain, Onset anestesinya juga lebih lambat
dibanding lidokain, ikatan dengan HCl mudah larut dalam air, pada konsentrasi
rendah blok motorik kurang adekuat. Pada pasien digunakan Bupivakain 0,5%
dengan dosis 12,5 mg dengan durasi pembedahan 2 jam 20 menit.
Pasien juga diberikan ondansentron. Ondansetron suatu antagonis reseptor
5HT3 yang bekerja secara selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun
mengatasi mual dan muntah. Pada pasien tidak ditemukan mual dan muntah.
Namun mual selama anestesi biasa terjadi oleh karena hipoperfusi serebral atau
terhalanginya stimulus vagus usus. Biasanya mual adalah tanda awal hipotensi.
Bahkan blok simpatis mengakibatkan tak terhalangnya tonus parasimpatis yang
berlebihan pada traktus gastrointestinal.
Selama perioperatif cairan kristaloid yang diberikan pada pasien adalah
Ringer Laktat (RL) yang merupakan larutan isotonik (Natrium Klorida, kalium
klorida, kalsium klorida dan natrium laktat) yang komposisinya serupa dengan
cairan ekstraseluler, mengandung ion-ion yang terdistribusi kedalam cairan
intravaskular sehingga bermanfaat untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit.
Pada beberapa penelitian menganjurkan cairan kristaloid untuk digunakan sebagai
preload pada tindakan anestesi spinal.Hal ini dikarenakan cairan kristaloid ini
mudah didapat, komposisi menyerupai plasma (acetated ringer, lactated ringer),
bebas reaksi anafilaksis.Pemberian kristaloid saat dilakukan anestesi spinal lebih
efektif dalam menurunkan insidensi terjadinya hipotensi, karena dengan cara ini
kristaloid masih dapat memberikan volume intravaskuler tambahan (additional
fluid) untuk mempertahankan venous return dan curah jantung. Pada beberapa
penelitian prehidrasi dengan larutan kristaloid 10-20 ml/kg berat badan efektif
mengkompensasi pooling darah di pembuluh darah vena akibat blok simpatis
atau pemberian cairan Ringer Laktat 500 - 1000 ml secara intravena sebelum
anestesi spinal dapat menurunkan insidensi hipotensi.
Terapi cairan pada pasien ini adalah pemberian cairan RL untuk memenuhi
kebutuhan cairan selama puasa dan proses operasi. Dimana cairan pengganti
puasa yang dibutuhkan pasien sebanyak 760 cc – 944 cc untuk memenuhi
keebutuhan selama puasa 8 jam namun yang masuk hanya sebanyak 750 cc. jadi
kebutuhan cairan pre operatif pasien belum terpenuhi. Dalam durante operasi,
estimasi kehilangan cairan termasuk perdarahan yang dialami pasien yaitu
sebanyak 1255 cc dengan cairan intra operatif yang masuk sebanyak 1000 cc RL.
Jadi keseibangan cairan pasien juga belum terpenuhi.Sebelum selesai
pembedahan, pasien diberikan injeksi ketorolac 30mg sebagai obat analgesic post
operasi.
Pada pukul 11.30 WITA, pembedahan selesai dilakukan, dengan
pemantauan akhir TD 104/67 mmHg; Nadi 62x/menit, dan SpO2 100%.
Pembedahan dilakukan selama 2 jam 20 menit dengan perdarahan ±400cc. Untuk
memenuhi cairan maintenance pasien post operasi dibutuhkan cairan per jam: 57
kg x 1-2 cc/kgBB/jam = 57-114 cc / jam. Kebutuhan cairan per 24 jam: 1.368 cc –
2.736 cc. Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Selama
di ruang pemulihan, jalan napas dalam keadaan baik, pernapasan spontan dan
adekuat serta kesadaran composmentis. Dilakukan pemantauan tensi, nadi,
pernapasan, aktivitas motorik.Berikan antibiotik profilaksis, antiemetic, H2
reseptor bloker dan analgetik, dan bila Bromage Score ≤2maka pasien sudah
boleh pindah ruangan.
BAB V
KESIMPULAN