Abstract
Introduction: Mandibular fractures constitute one of the most substansial porpotion of cases of
facial bone trauma or maxillofacial trauma. This study investigated the incidence, distribution,
causes and treatment of mandibular fractures at the Wahidin Sudirohusodo Makassar Hospital.
Methods : Retrospective Study from Medical Records with mind diagnostic mandible fracture at
the Wahidin Sudirohusodo hospital on 2015 – 2017, the data classified by : Years, Sex, age range,
cause of trauma, type and mandible fracture site and treatment.
Results : 120 patients were admitted at Wahidin Sudirohusodo Hospital over a 3 years period.
Men are 3 times susceptible to mandibular fracture than women (77.5%), age 10 to 19 years old
sustained the most mandibular fractures (38.3). Most fractures were caused by motorcycle
collusion (93,3%), site of fracture at body of the mandible (30%)
Conclusions : The incidence and causes of mandibular fracture reflect trauma patterns within the
community and, as such, can provide a guide to the design of programs geared toward prevention
and treatment.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur mandibula merupakan salah satu dari beberapa fraktur pada tulang
wajah. Fraktur mandibula bisa berdiri sendiri atau disertai kombinasi dari cedera
wajah lainnya. Pola dari fraktur mandibula telah dilaporkan dari beberapa negara
dan data statistik sudah diedarkan antar negara dan itu telah jelas bahwa sebagian
dari variasi dapat dihubungkan dengan sosial, budaya, dan faktor lingkungan.
Sebagian besar penyebab fraktur mandibula adalah :
Kecelakaan lalulintas
Perkelahian
Cedera olahraga
Kecelakaan kerja
Dan lain-lain.(1)
2
menunjang kesembuhan; 4) restorasi fungsi seoptimal dan seawal mungkin serta
5) pencegahan infeksi. (3,4)
I.3. Manfaat
Diharapkan pada evaluasi kasus ini dapat memberikan gambaran dan
data mengenai kasus fraktur mandibula di RSUP. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
I.4. Metode
Evaluasi kasus ini bersifat deskriptif retrospektif dengan mengambil
data dari bagian rekam medik (RM) RSUP. Wahidin Sudirohudoso Makassar.
I.5. Tempat
RSUP. Wahidin Sudirohusodo Makassar
I.6. Waktu
Periode Januari 2015 s/d Desember 2017
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah
wajah, terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang
mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus
yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang
mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-
masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan
prosesus koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum.
Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan
tulang halus yang disebut simfisis mentum, yang merupakan tempat pertemuan
embriologis dari dua buah tulang.(9,23)
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus
alveolaris, yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah
korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan
korpus mandibula, kurang lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis
yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus
mandibula cekung dan didapatkan linea milohioidea yang merupakan pertemuan
antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan
mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikularis.(9,23)
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa
artikularis permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago
artikuler melapisi bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus,
sedangkan bagian posterior tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus
ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di depan tragus. Antara prosesus
koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus mandibula dimana
lewat vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari permukaan medial ramus
4
mandibula didapatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk kedalam
kanal yang mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui
oleh vasa pembuluh darah dan saluran limfe.(9,23)
5
depan di dalam tulang. A.mentalis beranastomosis dengan a.fasialis,
a.submentalis, a.labii inferior. A.submentalis dan a.labii inferior merupakan
cabang dari a.facialis. A.mentalis memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik
dari mandibula melalui v.alveolaris inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis
mengalirkan darah ke v.submentalis yang selanjutnya mengalirkan darah ke
v.fasialis anterior. V. fasialis posterior dan v.fasialis comunis mengalirkan darah ke
v.jugularis interna.(9,23)
Aliran limfe mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang
selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna.(9,23)
N.alveolaris inferior cabang dari n.mandibularis berjalan bersama arteri
dan vena alveolaris inferior masuk melalui foramen mandibularis berjalan di
kanalis mandibularis memberi cabang sensoris ke gigi bawah, dan keluar di
foramen sebagai n.mentalis, merupakan saraf sensoris daerah dagu dan bibir
bawah.(9,23)
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter,
m.temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis. Sedangkan
m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai
fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri
berkontraksi mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi
terbuka. Saat mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid
mengangkat os hyoid, keadaan ini penting untuk proses menelan.(9,23)
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu :
Rotasi melalui sumbu horizontal yang melalui sentral dari kondilus
Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.(9,23)
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 fase, yaitu :
a. Fase membuka.
b. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami
kontraksi isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometrik dari elevator hanya
terjadi bila gigi atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras
diantaranya akhir fase menutup.
6
c. Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus pada otot
elevator.(9,23)
Setelah makanan dihaluskan dan berbentuk bolus dilanjutkan dengan
proses menelan. Untuk fungsi membuka dan menutup mulut, serta mengunyah
dan menelan yang baik dibutuhkan :
Tulang mandibula yang utuh dan rigid
Oklusi yang ideal
Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.(9,23)
Etiologi
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologis.
(7,10)
7
2). Fraktur patologis
Fraktur patologis dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis
imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang. (10,23)
Insiden
Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga
tengah. Schuchordt dan kawan-kawan (1966) dalam serangkaian 2901 kejadian
fraktur, menemukan 1997 fraktur terjadi pada mandibula itu sendiri, sedangkan
156 kasus terjadi baik pada mandibula maupun pada bagian sepertiga tengah dari
skeleton fasial, sehingga terdapat 2103 fraktur mandibula. (11) Fraktur mandibula
meliputi 40% - 62% dari seluruh fraktur wajah, perbandingan pria dan wanita,
yaitu 3 : 1 - 7 : 1 tergantung dari penelitian dan negara asal penelitian. (12)
Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur
angulus lebih sering pada remaja dan dewasa muda.(5)
Klasifikasi
1. Berdasarkan Tipe
a. Single fraktur
Pada kasus single fraktur, tulang hanya mengalami fraktur pada satu daerah.
Fraktur semacam ini bersifat unilateral. Pada mandibula, kasus ini paling
sering terjadi dibeberapa lokasi berikut : (6,23)
- Angulus, khususnya jika ada gigi molar ke-3 yang tidak erupsi.
- Foramen mentale, dan
- Leher kondilus.
b. Multiple fracture
Pada multiple farktur, tulang mengalami fraktur pada dua daerah atau
lebih. Multiple fraktur biasanya bilateral. Tipe fraktur inilah yang paling
sering terjadi pada mandibula. Multiple fracture dapat pula bersifat
unilateral, dimana tulang yang mengalami fraktur terbagi menjadi beberapa
bagian pada salah satu sisi.(6,2
c. Simple fracture
8
Simple fracture adalah fraktur yang tidak berhubungan dengan lingkungan
luar intraoral maupun ekstraoral. Fraktur semacam ini dapat terjadi dimana
saja pada ramus mandibula, mulai dari kondilus hingga angulus.(6,23)
d. Compound fraktur
Compound fraktur merupakan fraktur yang memiliki hubungan dengan
lingkungan luar karena disertai dengan pembentukan luka terbuka. Fraktur
ini paling sering terjadi disebelah anterior angulus.(6,23)
e. Comminuted fracture
Comminuted fraktur paling sering terjadi didaerah simfisis mandibula. Pada
kasus fraktur ini tulang terbagi menjadi beberapa bagian atau hancur.(6,23)
f. Complicated fracture
Fraktur yang sekaligus terjadi pada maxilla dan mandibula, juga fraktur
yang terjadi pada keadaan dimana maxilla atau mandibula mengalami
edentulism, digolongkan dalam complicated fraktur.(6,23)
2. Berdasarkan Lokasi
a. Dento-alveolar fracture
Fraktur dento-alveolar terdiri dari avulsi, subluksasi atau fraktur gigi
dengan maupun tanpa disertai fraktur alveolar. Fraktur ini dapat saja
ditemukan sebagai satu-satunya fraktur yang terjadi pada mandibula, dapat
pula berkombinasi atau berhubungan dengan fraktur dibagian lain pada
mandibula.(6,23)
b. Condilar fracture
Fraktur kondilus dapat terjadi secara intrakapsul, tetapi lebih sering terjadi
secara ekstrakapsul, dengan atau tanpa dislokasi kepala kondilus. Fraktur
pada daerah ini biasanya gagal terdeteksi melalui pemeriksaan sederhana.
(6,23)
c. Processus coronoid fracture
Fraktur prosesus koronoid jarang terjadi, dan biasanya ditemukan saat
dilakukannya operasi kista besar. Fraktur ini sulit terdiagnosis secara pasti
pada pemeriksaan klinis.(6,23)
d. Ramus fracture
9
Otot pterygiomasseter menghasilkan efek splinting yang kuat sehingga
fraktur pada daerah ramus jarang terjadi.(6,23)
e. Angulus fracture
Daerah ini umumnya mengalami karena tulang pada daerah ini lebih tipis
jika dibandingkan dengan tulang pada daerah korpus. Relative tingginya
insiden impaksi molar ke tiga menyebabkan daerah ini menjadi lemah.
(6,23)
f. Corpus Fracture
Keberadaan gigi kaninus pada kasus fraktur korpus menyebabkan daerah
ini menjadi lemah. Tidak bererupsinya gigi molar ke tiga juga berhubungan
dengan kejadian fraktur ini.(6,23)
g. Symphisis dan parasymphisis Fracture
Fraktur pada daerah simfisis dan parasimfisis jarang terjadi. Ketebalan
mandibula pada daerah ini menjamin bahwa fraktur pada daerah simfisis
dan para simfisis hanyalah berupa keretakan halus. Keadaan ini akan
menghilang jika posisi tulang tetap stabil dan oklusi tidak terganggu.(6,23)
10
Tanda dan gejala
1. Nyeri
Rasa nyeri yang hebat dapat dirasakan saaat pasien mencoba menggerakkan
rahang untuk berbicara, mengunyah atau menelan.(8,11)
2. Perdarahan dari rongga mulut.(13)
3. Maloklusi
Keadaan dimana rahang tak dapat dikatupkan, mulut seperti keadaan sebelum
trauma.(13)
Maloklusi
4. Trismus
Ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35 mm, batas terendah nilai
normal adalah 40 mm.(14)
5. Pergerakan Abnormal.
a. Ketidakmampuan membuka rahang membuat dugaan pergesekan pada
prosesus koronoid dalam arkus zygomatikcus.
b. Ketidakmampuan menutup rahang menandakan fraktur pada prosessus
alveolar, angulus, ramus dari simfisis.(14)
6. Krepitasi tulang
Krepitasi tulang tulang adalah bunyi berciut yang terdengar jika tepian-tepian
fraktur bergesakan saat berlangsungnya gerakan mengunyah, bicara, atau
menelan.(2)
11
7. Mati rasa pada bibir dan pipi
Patognomonis untuk fraktur distal dari foramen mandibula.(2)
8. Edema daerah fraktur dan wajah tidak simetris.(11)
Diagnosis
Diagnosis fraktur mandibula dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dari
riwayat kejadian, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan radiologis.(14)
I. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula
dicurigai dari adanya nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada
distribusi saraf mentalis, pembengkakan, memar, perdarahan dari soket gigi, gigi
yang fraktur atau tunggal, trismus, ketidakmampuan mengunyah.(8) Selain itu
keluhan biasanya disertai riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan,
terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit patologis.(12)
12
menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan
menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah
bercampur darah menetes dari sudut mulut pasien.(11)
Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap
daerah kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan
kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-bagian
melunak harus ditemukan pada daerah-daerah fraktur, demikian
pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi tulang. Jika
fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan
mengalami mati rasa.(11)
3. Pemeriksaan Radiologis
Evaluasi radiologi dibutuhkan untuk mempertegas bukti
dan memberikan data yang lebih akurat.(5) Adapun pemeriksaan
radiologis yang dapat dilakukan yaitu :(14)
a. Foto panoramik dapat memperlihatkan keseluruhan
mandibula dalam satu foto. Pemerikasaan ini memerlukan
kerjasama pasien, dan sulit dilakukan pada pasien trauma,
selain itu kurang memperlihatkan TMJ, pergeseran kondilus
medial dan fraktur prosessus alveolar.
13
b. Pemeriksaan radiologi definitif terdiri dari foto polos
mandibula posisi PA ( Posterior Anterior ) dan posisi oblique
lateral.
c. CT Scan baik untuk fraktur kondilar yang sulit dilihat dengan
foto panoramik.
Penatalaksanaan
A. Perawatan Pendahuluan
Pada penderita cedera wajah terlebih dahulu harus diperhatikan
pernapasan, kondisi klinis secara umum dan kesadaran. Jika terdapat patah
tulang dengan atau tanpa perdarahan, jalan napas bagian atas mudah
tersumbat akibat dislokasi, udem, atau perdarahan. Dalam hal ini selalu harus
diingat bahaya aspirasi darah atau isi aliran balik lambung (regurgitasi).
Disamping itu lidah mudah menutup faring pada penderita yang pingsan.(1)
Resusitasi merupakan tindakan pertolongan terhadap seseorang yang
terancam jiwanya karena gangguan pernapasan yang kadang disertai henti
jantung. Resusitasi ditujukan untuk menjamin tersedianya oksigen dijaringan
vital. Untuk itu dibutuhkan jalan napas yang bebas (A : airway), pernapasan
dan ventilasi paru (B : breathing) yang baik, serta peredaran darah (C :
circulation) yang memadai..(1)
14
Jika pasien datang dengan dugaan fraktur mandibula, hal yang terpenting
adalah mempertahankan jalan napas yang tetap bebas. Karenanya pasien
harus dirawat dengan posisi terbaring pada satu sisi atau dalam posisi duduk
dengan kepala menengadah, selain itu perlu pemberian antibiotik dan injeksi
toksoid tetanus.(15)
B. Perawatan defenitif
Prinsip umum perawatan fraktur mandibula secara esensial tidaklah
berbeda dari perawatan fraktur-fraktur manapun saja pada tubuh. Fragmen
tulang direduksi ke dalam suatu posisi yang baik dan kemudian dilakukan
imobilisasi sampai waktu tertentu sehingga terbentuk penyatuan tulang.(11)
Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yaitu
cara tertutup atau disebut juga perawatan konservatif, dan cara terbuka yang
ditempuh dengan cara pembedahan.Pada cara tertutup imobilisasi dan reduksi
fraktur dicapai dengan penempatan peralatan fiksasi maksilomandibular.
Pada prosedur terbuka bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan
pembedahan dan segmen direduksi serta difiksasi secara langsung dengan
menggunakan kawat (osteosynthesis wire) atau plat (osteosynthesis plate).
Kedua teknik ini tidak selalu dilakukan tersendiri tetapi kadang-kadang
dikerjakan bersama-sama atau disebut dengan prosedur kombinasi.
Pendekatan ketiga adalah merupakan modifikasi dari teknik terbuka, yaitu
metode fiksasi skeletal eksternal.
Metode imobilisasi pada mandibula apabila terdapat gigi dikategorikan
dalam dua golongan tergantung dari apakah dikenakan fiksasi secara
langsung :
a). Fikasasi secara langsung pada gigi-gigi
- Pengawatan gigi-gigi (dental wiring) kemungkinan dapat :
(a) langsung atau (b) eyelet
- Bar lengkung
- Splint
b). Fiksasi langsung pada tulang
15
- Pengawatan lintas tulang kemungkinan dapat (a) pengawatan
pada batas atas atau (b) pengawatan batas bawah
- Pemasangan plat tulang
- Fiksasi pin eksternal
- Fiksasi lintas dengan kawat Kirschner
Adapun jenis kawat yang dapat dipakai pada penanganan fraktur
mandibula : a). Kawat dengan berbagai ukuran, dan b). Kawat kirschner.(5)
1. Reduksi tertutup
Reduksi tertutup sangat sesuai untuk penatalaksanaan kebanyakan
fraktur mandibula dan secara spesifik diindikasikan untuk kasus dimana gigi
terdapat pada semua segmen atau segmen edentulous disebelah proksimal
dengan pergeseran yang hanya sedikit (5).
a. Aplikasi Arch – bar
Metode ini sangat sederhana, fraktur direduksi dan kemudian gigi-gigi
pada fragmen-fragmen utama diikatkan kesebuah bar metal yang
dilengkungkan untuk menyamakan lengkung gigi.(12) Arch – bar dengan
mudah bisa dipasang menggunakan anastesi lokal atau umum, dengan
jalan mengikatkannya terhadap gigi menggunakan kawat baja tahan karat
ukuran 0,018 atau 0,20 inchi, 0,45, atau 0,5 mm. Kawat tersebut
diinsersikan melingkari tiap-tiap gigi (melalui bagian atas arch-bar satu
sisi, dan dibawah arch-bar sisi lainnya) dan ujung kawat dipilin searah
16
dengan arah jarum jam. Ujung kawat terlebih dipotong dan dan dilipat
sedemikian rupa (5)
b. Pengawatan langsung
Metode pengawatan langsung yang sederhana adalah dengan
menempatkan kawat melingkari gigi-gigi didekatnya. Pada rahang yang
berwarna, kawat-kawat tersebut kemudian dikaitkan satu sama lain
sedemikian rupa sehingga membentuk X (teknik Gilmer) uintuk
membantu fiksasi maksilomandibular.(5)
c. Pengawatan Eyelet (Ivy Loops)
Pengawatan eyelet dilakukan dengan membentuk loop kawat dan
memasukkan kedua ujung kawat ke ruang inter proksimal. Kedua ujung
kawat kemudian dimasukkan lagi kearah bukal. Ujung distal ditelusupkan
kedalam loop. Kemudian ujung-ujung kawat tersebut ditarik supaya
ikatannya kuat, dan akhirnya dipilinkan satu sama lain.(5)
d. Splint
Merupakan alat individual yang ditujukan untuk imobilisasi atau
membantu imobilisasi segmen-segmen fraktur. Splint ini biasanya
merupakan logam ruang (cor) atau terbuat dari akrilik. Splint secara
khusus diindikasikan apabila terjadi kehilangan substansi tulang (misalnya
luka kena tembak) untuk mencegah kolaps atau untuk mendapatkan
kembali panjang lengkung rahang. Splint bisa disemenkan atau dipasang
dengan kawat terhadap gigi. (5)
2. Reduksi terbuka
Untuk melakukan reduksi terbuka pada fraktur mandibula bisa melalui
kulit atau oral. Antibiotik dan peralatan intra oral yang baik memberikan
dukungan tambahan pada pendekatan peroral. Secara teknis setiap daerah pada
mandibula dapat dicapai dan dirawat secara efektif secara oral kecuali pada
daerah subkondilar. (5) Fraktur yang bergeser memerlukan reduksi terbuka
dengan fiksasi flat dan sekrup. Pemaparan didapatkan dari intraoral atau
ekstraoral. Pemaparan intraoral lebih disukai untuk bagian anterior segmen
horizontal mandibula. Fraktur angulus dapat diterapi dari intraoral jika
17
sederhana dan non kominuta. Jika kompleks dan kominuta dilakukan
pendekatan ekstraoral. (4) Teknik-teknik fiksasi interna yaitu : pengawatan
lintas tulang, pemakaian plat tulang, dan pemakaian sekrup dan pin.(14)
a. Pemaparan transoral
Reduksi tulang peroral dari fraktur mandibula sering dilakukan untuk
mengendalikan fragmen eduntulus proksimal yang bergeser. Tindakan
dilakukan pada pasien diberi anastesi.
- Tahap-tahap pengikatan intraosseus secara intraoral.
- Incisi dilakukan disepanjang alveolar crest pada daerah fraktur.
- Periosteum dielevasi dari permukaan tulang dengan periosteum
elevator
- Fragmen tulang diungkit, kemudian reposisi dilakukan
- Lubang dibuat pada masing-masing segmen fraktur
- Kawat dipasang melalui lubang bur
- Kawat dibelit untuk mempertahankan posisi fragmen, ujung kawat
dipotong lalu dihaluskan , sisanya dililitkan dan ditekuk kedalam.
- Permukaan daerah operasi dijahit dengan menggunakan benang
absorbable.(5)
b. Pemaparan perkutan (transfacial)
Reduksi terbuka perkutan diindikasikan apabila reduksi tertutup
atau peroral tidak berhasil terjadi luka-luka terbuka, atau apabila akan
dilakukan graft tulang seketika.(5) Adapun pendekatan yang dapat dipakai
yaitu (6,23)
1) Pendekatan submandibular
- Buat insisi kurang lebih 2cm di bawah angulus mandibula
- Diseksi lemak subkutan dan fascia servikal superfisial untuk
mencapai platysma.
- Diseksi tajam platysma untuk mencapai lapisan superficial dari
fascia servikal profunda, saraf mandibula berjalan dalam lapisan
ini.
18
- Diseksi tulang melalui fascia servikal profunda hingga mencapai
tautan pterygomasseter.
- Pisahkan tautan secara tajam untuk melihat tulang.(6,23)
2) Pendekatan Retromandibular
- Insisi sepanjang 0,5 cm di bawah lobus telinga dan teruskan ke
bawah. Tempatkan di tepi posterior mandibula.
- Teruskan diseksi hingga platysma, lapisan mukuloaponeuretik
superficial kapsul parotis.
- Percabangan saraf facial pada tepi mandibular dan servikal
mungkin dapat dilihat.
- Vena retromandibular berjalan secara vetikal dalam region ini dan
seringkali terlihat. Hal ini menentukan ligasi, kecuali bila
dilakukan transeksi.
- Insisi keluar melalui tautan pterygomasseterika.
- serabut otot permukaan lateral dari mandibula superior, yang mana
memberikan akses dari subkondilar regio mandibula.(5)
3) Pendekatan Preaurikel
- Langkah ini sangat baik untuk sendi temporomandibula.
- Lakukan insisi tajam pada lipatan preauricular sekitar 2,5 – 3,5 cm.
- Jangan lakukan insisi secara inferior, karena dapat merusak saraf
wajah pada tepi bawah kelenjar parotis.
- Insisi dan diseksi perikondrium kartilago tragus. Hindari insisi
yang melewati tragus.
- Fascia temporal ditemukan melalui insisi porsio superior perdalam
sampai ke fascia temporal superfisial atau fascia temporoparietal.
- Buat insisi melalui lapisan superfisial fasia temporalis dimulai dari
akar arkus zygomatikus di depan tragus secara anterosuperior
untuk tiap retraksi bagian atas.
- majukan elevator periosteal dalam insisi fasial, perdalam sampai
fasia temporalis dan gerakan maju mundur.
19
- Tempat elevator 1 cm dibawah arcus, melalui insisi yang sudah
dilakukan.
- retraksi sekali flap ke anterior, sehingga sendi kapsul terlihat, lokasi
fraktur terlihat dan kapsul dibuka.(6,23)
c. Pengawatan lintas tulang
Pengawatan secara transoral telah dijelaskan diatas, sedangkan
dengan perkutan (pengawatan batas bawah) yaitu dengan tiga metode : 1).
Simpel atau pengawatan langsung, 2). Pengawatan kawat delapan, 3).
Kombinasi (basket wire).(17)
Adapun langkah-langkahnya yaitu : fraktur pada daerah angulus dan
corpus dicarikan jalan masuk melalui diseksi submandibular. Insisi
ditempatkan sejajar garis tegangan kulit pada daerah inframandibula.
Bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan diseksi tumpul dan tajam.
Pengelupasan periosteum diusahakan minimal dan hanya dilakukan
pembukaan flap secukupnya saja untuk jalan masuknya alat. Lubang
dibuat pada tepi inferior dari kedua fragmen, dan kawat baja tahan karat
(0,018 atau 0,02 inchi, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan.(5)
Reduksi dilakukan pertama kali dengan manipulasi dan dipertahankan
dengan memilinkan kedua ujung kawat transosseus satu sama lain. Bagian
yang direduksi kemudian diirigasi dan diamati. Periosteum pertama-tama
dirapatkan dengan jahitan chromic gut 2,0 atau 3,0. Selanjutnya luka
ditutup lapis demi lapis dan dipasang pembalut tekan yakni berupa kasa
penyerap dengan anyaman serat yang halus, yang diberikan xeroform dan
gulungan pembalut yang lebarnya 4–5 inchi.(5)
Kawat-kawat Kirschner secara luas dipakai dalam praktek ortopedik
dan arena itu biasanya tersedia dirumah sakit. Pada keadaan darurat kawat
ini dipakai untuk memperolah stabilisasi sementara pada mandibula yang
terkena fraktur. Fraktur dijaga dalam kedudukan yang sudah direduksi dan
satu atau lebih kawat dimasukkan melalui fragmen tersebut dengan
mengebor sedemikian rupa sehingga kawat lewat melalui tulang yang
tidak rusak melalui sisi fraktur.(11)
20
Pengawatan Lintas Tulang
21
Sekrup itu dimasukkan kedalam bagian yang sempit dan saat telah benar-
benar kencang maka kepalanya akan berada di lubang yang bergaris
tengah terlebar yang ditanamkan kearah terbalik menerimanya. Lubang-
lubang itu dibuat sebuah pada tiap sisi fraktur.(11)
e. Fiksasi Skeletal Eksterna
Pada teknik ini pin ditelusupkan kedalam kedua segmen untuk
mendapatkan tempat perlekatan alat penghubung yang bisa dibuat dari
logam atau akrilik, yang menjembatani bagian-bagian fraktur dan
menstabilkan segmen tanpa melakukan imobilisasi mandibula. Semua
metode perawatan
tersebut masing-masing mempunyai indikasi , keuntungan dan
kekurangan.(4,5)
Fiksasi Eksterna
C. Perawatan Lanjut
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan pada pasien setelah dilakukan fiksasi
yaitu :
1. Pengawasan umum
Pasien yang telah mengalami trauma dan dirawat rumah sakit harus
diperiksa secara hati-hati, fiksasi harus terlihat agar dapat diperiksa
22
bilamana fiksasi terlepas juga untuk memastikan diperolehnya kemajuan
sesuai dengan yang diharapkan.(11)
2. Postur
Pasien akan merasa lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk
dengan dagu kearah depan dengan syarat tidak ada kontraindikasi terhadap
postur ini. Pasien keadaan koma atau kesadaran menurun paling baik
ditidurkan miring sehingga air ludah dan darah, tidak mengganggu jalan
napas dan dapat dikeluarkan melalui sisi mulut yang terendah.(11)
3. Pencegahan Infeksi
Untuk pencegahan infeksi sebaiknya pasien diberikan antibiotik. Jika
penyembuhan berjalan baik antibiotik dapat diberikan 5 hari sesudah
dilakukan imobilisasi.(11)
4. Kebersihan mulut
Kebersihan mulut yang dilakukan secara efektif merupakan hal
penting dalam mencegah infeksi. Pasien yang sadar hendaknya diberikan
pencuci mulut setiap kali sesudah makan. Dan bagi pasien dengan
imobilisasi cara pengawatan dapat menjaga fiksasi tetap bersih dengan
menggunakan sikat gigi.(11)
5. pemberian makanan
Pada pasien yang dengan imobilisasi intermaksillaris diberikan diet
yang dihaluskan. Rata-rata pasien kehilangan berat badan 15 – 20 pon jika
dilakukan fiksasi maksillaris selama 4 – 6 minggu. Sedangkan dengan
fiksasi plat dapat diberikan diet normal.(8)
23
Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu (11)
1. Komplikasi yang timbul selama perawatan
- Infeksi
- Kerusakan saraf
- Gigi yang berpindah tempat
- Komplikasi pada daerah gingival dan periodontal
- Reaksi terhadap obat(11)
2. Komplikasi lanjut
- Malunion
- Union yang tertunda
- nonunion(11)
24
BAB III
III.1 HASIL.
25
dan merata. Dari 120 kasus diatas, yang terbanyak terdapat pada tahun 2015
sebanyak 47 kasus, sisanya pada tahun 2016 (37 kasus), dan 2017 (36 kasus).
Melihat persentase distribusi yang tidak berbeda jauh dari tahun 2015 sampai
dengan tahun 2017,
Dari data diatas tampak bahwa kasus fraktur mandibula terdapat total 120
kasus dari berbagai kelompok umur. Dari 120 kasus tersebut didapatkan kasus
terbanyak 46 orang (38.3%) pada kelompok umur 10 – 19 tahun. Dari data juga
didapatkan bahwa kelompok umur > 60 thn terdapat 2 orang (1.6%) dengan data
primer usia termuda 5 tahun, pada kelompok umur 0-9 tahun terdapat 1 kasus
(0.8%).
26
Jenis Kelamin kasus %
Laki-Laki 93 77.5
Perempuan 27 22.5
Dari Jumlah 120 100 data
pada table 3 tentang distribusi fraktur mandibular berdasarkan
jenis kelamin, selama periode januari 2015 sampai desember 2017 pada 120 kasus
didapatkan bahwa laki-laki 3 kali lebih sering mendapatkan fraktur mandibular
dibanding perempuan. Hal ini dibuktikan dari data pada table 3 dimana laki laki
terdapat 93 kasus (77.5%) sedangkan perempuan hanya 27 kasus (22.5%). Hal ini
juga didapatkan oleh Galvan et al, yang menemukan jenis kelamin laki-laki
merupakan penderita terbanyak dibanding wanita pada kasus fraktur mandibular
di Philipina.
Penyebab kasus %
Kecelakaan lalu lintas 112 93.3
Perkelahian 3 2.5
Kecelakaan kerja 1 0,8
Jatuh dari ketinggian 4 3.3
Cedera olahraga 0 0
Jumlah 120 100
27
Dari data pada table 4 diatas, dimana penyebab terbanyak trauma dari
kasus fraktur mandibular di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo tahun 2015
sampai 2017 yaitu kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas disini
didefinisikan sebagai kecelakaan akibat kendaraan bermotor yang menabrak
kendaraan bermotor lain. Terdapat 112 kasus (93.3%) dari 120 kasus fraktur
mandibula, memiliki mekanisme trauma akibat kecelakan lalu lintas. Hasil ini
sejalan dengan teori dan banyak literature bahwa penyebab tersering cedera
kepala dan trauma atau fraktur pada mandibula tersering adalah karena
kecelakaan lalu lintas, kemudian disusul oleh jatuh dari ketinggian,
perkelahian dan kecelakaan kerja. Goodison dan kawan-kawan menyatakan
68% kasus diakibatkan dari kecelakaan lalu lintas, dilain pihak Berbera dan
kawan-kawan menyatakan terdapat 43% kasus fraktur mandibular diakibatkan
oleh kecelakaan lalu lintas.
Lokasi Fraktur n %
Korpus 36 30
Angulus 7 5.8
Simfisis dan parasimfisis 27 22.5
Ramus 5 4.2
Alveolar 5 4.2
Kombinasi 40 33.3
TOTAL 120 100
28
Dari 120 kasus yang ditemukan pada RS Wahidin Sudirohusodo periode
Januari 2015 sampai Desember 2017, lokasi fraktur tersering didapatkan pada
korpus mandibular dengan jumlah kasus 36 (30%),dilain sisi didapatkanfraktur
terbanyak adalah fraktur kombinasi pada tulang wajah dengan jumlah 40 (33.3%).
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Khorasani dan kawan-kawan (2009)
pada Research Journal of Biological Science, Medwell Journal, mendapatkan
lokasi fraktur mandibular pada propinsi Qavzin di Iran, pada daerah korpus
mandibula (41,77%) diikuti condyles (14,80%) dan simfisis (14,15%) dari total
304 kasus .
Tindakan N %
Tidak operasi 13 10.8
Operasi
IDW 1 0.8
IDW + Archbar 1 0.8
Miniplate 84 70
IDW + Miniplate 6 5
Archbar + Miniplate 15 12.5
TOTAL 126 100
Dari 120 penderita terdapat 107 orang (89.2%) yang dioperasi, dan 13
orang (10.8%) tidak dioperasi. Dari kasus fraktur mandibular pada RS Wahidin
Sudirohusodo yang dioperasi selama periode Januari 2015 sampai Desember
2017, terdapat 84 orang (70%) dilakukan tindakan Miniplate, 15 orang (12.5%)
dilakukan tindakan Archbar + Miniplate, 6 orang (5%) dilakukan tindakan IDW +
Miniplate, 1 orang (0.8%) IDW dan 1 orang (0,8%) dilakukan tindakan IDW +
Archbar.
29
III.2 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan jumlah kasus fraktur mandibula dari Januari
2015 sampai Desember 2017 adalah sebanyak 120 kasus, sesuai dengan banyak
penelitian yang dilakukan, diantaranya Ajmal dan kawan-kawan di Pakistan
Institute of Medical Science Hospital (1997 – 2000) yang mendapatkan fraktur
mandibular adalah salah satu trauma yang paling sering didapatkan pada trauma
wajah dengan intensitas per tahun yang hampir sama dengan total penemuan
kasus sebanyak 228 orang. Fraktur mandibular sendiri merupakan salah satu
trauma maksilofacial terbanyak secara global. Sementara Ahmad Khan dan
kawan-kawan mendeskripsikan kasus fraktur mandibular di Peshawar sebanyak
150, dengan rentang waktu 1 september 2004 sampai 31 desember 2005 dan
dirawat di Departement of Oral and Maxillofacial Surgery, Khyber College of
Dentistry, Peshawar Pakistan. Data ini didapatkan berdasarkan pemeriksaan klinis
dan radiologis. (16,17)
30
sebagai alat transportasi pribadi di Sulawesi Selatan secara umum dan kota
Makassar secara khusus, menginggat pada rentang usia tersebut seseorang belum
mencapai kematangan berkendaraan.
31
simpisis mandibula terdapat 27 kasus (22.5%) dan angulus mandibula sebanyak 7
kasus (5.8%).
32
Pemeriksaan penunjang radiologi tidak cukup hanya dengan foto kepala
untuk mendeteksi fraktur kondilus sebaiknya dibuat orthophantogram menurut
clementchitsch yaitu radiogram posteroanterior dengan mengukur sudut-sudutnya.
Selain itu dapat dilakukan foto panoramic untuk mengukur jarak dan sudut dari
bagian mandibula.
BAB IV
RINGKASAN DAN SARAN
33
1. Kasus fraktur mandibula yang dirawat di RS. Wahidin Sudirohusodo
selama periode 1 Januari 2015 sampai 31 Desember 2017 sebanyak 120
kasus.
2. Jumlah kasus fraktur mandibula hampir merata dan cenderung mengalami
penurunan pada setiap tahunnya selama periode penelitian.
3. Penderita kasus fraktur mandibula lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dan terutama terjadi pada kelompok umur 10 - 19 tahun.
4. Korpus mandibula adalah lokasi fraktur mandibula terbanyak selama
periode penelitian
5. Dari 120 kasus yang ditelusuri, sebagian besar ditangani dengan tindakan
operasi dan sebagian kecil pulang atas permintaan sendiri tanpa tindakan
operasi.
6. Tindakan operasi yang terbanyak dilakukan pada kasus fraktur mandibula
adalah tindakan operasi menggunakan miniplate
7. Sebagai saran, mengingat begitu banyak kekurangan dalam sistem
pencatatan dan pelaporan sekiranya perlu dilakukan perbaikan sehingga
kedepan jumlah kasus yang dievaluasi dengan mudah didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
34
1. Goodisson D, et all, Head injury and associated maxillofacial injuries,
NZMJ 10 September 2014, Vol 117 No 1201 Available from URL:
http://www.nzma.org.nz/journal/ 117-1201/1045/ Accessed on 16 may 2017
3. Sjamsuhidajat R. Jong WD., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC,
Jakarta, 2017, 118-120, 442-443.
7. Pederson G., Bedah Mulut, Alih Bahasa Purwanto, EGC, Jakarta, 2015,
236-248
10. Manson P, John C., Terapi Bedah Mutakhir Jilid Dua, Alih Bahasa
Widjaya Kusuma, Edisi Empat, Binarupa Aksara, Jakarta, 2018, 471, 482-
484.
35
11. Hardjowasito W., Sugiharto Setyo., Penanganan Fraktur Mandibula Pada
Anak Dengan Pemasangan Arch-Barr, Dalam Majalah Kedokteran
Unibraw, 1996. 38-43
12. Archer H., Oral And Maxillofacial Surgery, 5 th Edition, W.B Saunders
Company, Philadelphia,1978, 1045-1052.
13. Babak J.P. : Facial Bone Anatomy, Department of Head and Neck Surgery,
Baldwin Park Medical Center, www.emedicine.com/
ameloblastoma\anatomi\eMedicine - Facial Bone Anatomy Article by
Babak Jahan-Parw.htm Accessed on 11 juni 2018
36
20. Khorasani M, et al. The Epidemiology of Mandibular Fractures in Qazin
Province, Iran a Retrospective Study (1995-2005) in Research Journal of
Biological Science 4 (6,23) 2013 page 738-742
37