Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PRAKEPANITRAAN STASE GERONIK

disusun untuk memenuhi tugas prakepanitraan Stase Gerontik


Dosen pengampu: Ns. Kushariyadi, M.Kep

oleh:
Dahlia Kurniawati Utami
112311101005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMER
2016
A. LAPORAN PENDAHULUAN DIMENSIA
1.1 DEFINISI
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi
aktivitas sosial, okupasi yang normal serta aktivitas kehidupan sehari-hari
(Stanley, 2006). Sindrom demensia dapat didefinisikan sebagai deteriorasi
kapasitas intelektual yang diakibatkan oleh panyakit di otak Penyakit tersebut
biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian (Lumbantobing, 2006). Menurut Kushariyadi (2010),
demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pada sel yang
terletak di dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan
hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk
mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi tersebut mulai
berlangsung, maka tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan
kembali sel-sel yang telah rusak tersebut.

1.2 EPIDEMIOLOGI
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60
tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). Peningkatan angka
kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup
suatu populasi. Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85
tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah
demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang. Demensia
terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler.
Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju
Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar
15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina
demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
1.3 ETIOLOGI
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari
gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain. Tiap penyakit yang melibatkan otak dapat
menyebabkan demensia, misalnya: gangguan peredaran darah di otak, radang,
neoplasma, gangguan metabolic, penyakit degenerative. Semua hal ini harus
ditelusuri.. Sering diagnose – etiologi dapat ditegakkan melalui atau dengan
bantuan kelainan yang menyertai, seperti : hemiparese, gangguan sensibilitas,
afasia, apraksia, rigiditas, tremor. 50%-60% penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya.
Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir (Lumbantobing, 2006).

1.4 KLASIFIKASI
Menurut Lumbantobing (2006), dimensia diklasifikasikan menjadi beberapa
bagian, yaitu:
1. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini.
Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer
sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala:
a) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
b) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan
fungsi eksekutif,
c) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
e) Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,
walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah
ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk
fungsinya juga terjadi perubahan.
2. Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia,
sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer. Penyakit ini disebabkan
adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer tetapi terdapat gejala-
gejala/tanda-tanda neurologis fokal seperti:
a) Peningkatan reflek tendon dalam,
b) Respontar eksensor,
c) Palsi pseudobulbar,
d) Kelainan gaya berjalan,
e) Kelemahan anggota gerak.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor
resiko misalnya: hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan
juga dengan MRI dan aliran darah sentral. Pedoman diagnostik penyakit demensia
vaskuler dapat ditetapkan dengan:
a) Terdapat gejala demensia
b) penurunan fungsi kognitif
c) Adanya gejala neurologis fokal

1.5 Tanda dan Gejala


Secara umum tanda dan gejala demensia yaitu adanya gangguan kognitif,
emosional, dan psikomotor (Lumbantobing, 2006).
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

1.5 Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia.
Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya
genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat
ini kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang
berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi
biokimia. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks
serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi
kognitif dan memori. Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid
berasal dari protein yang lebih besar, protein precursor amiloid (amyloid
precursor protein[APP]). Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini
sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang
diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf. Defisit neurotransmiter
menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada
system saraf. Penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau
menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut. Demensia multi-infark adalah
penyebab demensia kedua yang paling banyak terjadi. Pasien-pasien yang
menderita penyakit serebrovaskular, berkembang menjadi infark multiple di otak.
Namun, tidak semua orang yang menderita infark serebral multiple mengalami
demensia. Dalam perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-
orang dengan demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba,
lebih dari sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat
menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan
penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia (Stanley, 2006).
1.6 Pencegahan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti:
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi.
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

1.7 Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan
dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik,
dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera
setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia
yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pengobatan secara umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan
pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang
mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung,
dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan
sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan
diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap
masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai,
seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal.
Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang
menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat
pasien selama periode waktu yang lama. Jika diagnosis demensia vaskular dibuat,
faktor risiko yang berperan pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan
ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi,
hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan alkohol.
Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian
merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.

DAFTAR PUSTAKA

Kushariyadi.2010. Askep Pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.

Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta:


FKUI

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai