Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN 12

ETIK UMB

TINDAKAN KORUPSI DAN


PENYEBABNYA

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

12
Desain dan Seni Desain Produk A31195EL SAKDUN ,SAG M.Pd
Kreatif

Abstract Kompetensi
Pembahasan tentang Tindakan Setelah perkuliahan ini mahasiswa
Korupsi dan Penyebabnya yang diharapan dapat memahami dan
meliputi : menganalisis tentang Tindakan Korupsi
dan Penyebab Terjadinya Korupsi.
1. Pengertian Korupsi
2. Penyebab Terjadinya Korupsi

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


1 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
TINDAKAN KORUPSI DAN
PENYEBABNYA

A. PENGERTIAN KORUPSI

Merebaknya praktek korupsi yang terjadi dimana – mana merupakan fakta yang sudah
jelas terbukti. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas di masyarakat.
Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi
dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan
semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan independen,
dari 146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-5 sebagai negara terkorup di
dunia pada tahun 2013.
Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau
kebobrokan. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat
disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil,
mental, dan umum.
Webster’s Third New International Dectionary (1961) memberi definisi tentang korupsi
sebagai “perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad buruk (seperti suap)
agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya”. Lalu suap (sogokan) diberi definisi sebagai
“hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan,
dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama dari seorang dalam
kedudukan terpercaya (sebagai pejabat pemerintah).”
Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan kepada kerabat dan
famili saja, serta penggelapan uang negara. Dalam kedua hal ini terdapat “perangsang dengan
pertimbangan tidak wajar.” Jadi korupsi, sekalipun khusus terkait dengan penyuapan dan
penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai hasil
pertimbangan demi mengejar keuntungan pribadi, keluarga dan kelompok.
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupakan tindakan melawan
hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang
secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-
nilai keadilan masyarakat.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut :
 perbuatan melawan hukum,
 penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
 memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
 merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah :


 memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
 penggelapan dalam jabatan,
 pemerasan dalam jabatan,
 ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
 menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Pengertian tindak pidana korupsi menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun
2001, itu dapat dibedakan dari 2 segi, yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif.
Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah :
1. secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara,
2. dengan tujuan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatn
atau kedudukannya,
3. memberi hadiah atau janji dengan mengingat kekuasaan atau wewenang pada jabatan
atau kedudukannya,
4. percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat,
5. memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat,
6. memberi sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya,
7. memberi janji,
8. sengaja membiarkan perbuatan curang,
9. sengaja menggelapkan uang atau surat berharga.

Sedangkan korupsi pasif, antara lain :

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
1. menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat,
2. menerima penyerahan atau keperluan dengan membiarkan perbuatan curang,
3. menerima pemberian hadiah atau janji,
4. adanya hadiah atau janji diberikan untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu,
5. menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya.

Selain itu juga, dalam prakteknya jenis korupsi itu sendiri dapat dikelompokkan kedalam
dua bentuk, yaitu :
1. Administrative Corruption, dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai
dengan hukum/peraturan yang berlaku. Akan tetapi individu-individu tertentu
memperkaya diri sendirinya (contoh; penerimaan CPNS) dan
2. Against the Rule Corruption, artinya korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya
bertentangan dengan hukum (seperti; penyuapan, penyalahgunaan jabatan, pemberian
dan lain-lain).

Pengertian Korupsi Secara Yuridis


Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya telah dirumuskan, di dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1971. Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya
terbatas kepada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan
delik, yang merugikan masyarakat atau orang perseorangan.

Oleh karena itu, rumusannya dapat dikelompokkan sebagai berikut :


1. Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara,
(sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi).
2. Kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang menyuap) maupun pasif (yang disuap) serta
gratifikasi. (sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat(1) dan
ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, dan d, serta Pasal 12B ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Piddana Korupsi).

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
3. Kelompok delik penggelapan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 8, Pasal 10 huruf a
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
4. Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij, extortion). (sebagaimana diatur
dalam Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
5. Kelompok delik pemalsuan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tidak Pidana Korupsi).
6. Kelompok delik yang berkaitan dengan pemborongan, leveransir dan rekanan.
(sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12 huruf g dan huruf i
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Dari 6 (enam) kelompok delik di atas, hanya 1 (satu) kelompok saja yang memuat unsur
merugikan negara diatur di dalam 2 pasal yaitu pasal 2 dan 3, sedangkan 5 kelompok lainnya
yang terdiri dari 28 pasal terkait dengan perilaku menyimpang dari penyelenggara negara atau
pegawai negeri dan pihak swasta.

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana
tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis
juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan
karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan
biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitupun dalam upaya
pemberantasan tidak lagi dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan
karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat,
kelompok sendiri). Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk
keuntungan para penguasa yang mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi
dalam hal ini korupsi lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Faktor politik, faktor yuridis
dan faktor budaya adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Strategi
program percepatan pemberantasan korupsi salah satunya tertuang dalam Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi.

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Melawan praktek korupsi adalah tanggung jawab setiap orang. Pencegahannya memerlukan
usaha yang terkoordinasi dari tingkat individu, komunitas dan negara. Sehingga korupsi lambat
laun dapat akan terkikis dan berkurang secara signifikan.
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupakan tindakan melawan
hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang
secara langusng maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang
dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-
nilai keadilan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang sejarahnya, pengertian korupsi itu sangat berkaitan erat
dengan sistem kekuasaan dan pemerintahan di zaman dulu maupun di zaman modern ini.
Adapun pengertian korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan pertama kali dipopulerkan oleh
E. John Emerich Edwards Dalberg Acton, yang mengatakan: “The Power tends to corrupt, but
absolute power corrupts absolutely” (Kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang
berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula).
Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus di
Indonesia, korupsi menjadi terminologi yang akrab bersamaan dengan kata kolusi dan
nepotisme. Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang kemudian dinyatakan
sebagai perusak perekonomian bangsa.
Pelaku korupsi disebut koruptor. Koruptor sendiri dibagi dua, pertama koruptor yang
berbuat korupsi karena dipikat oleh orang lain agar melakukannya; kedua, koruptor yang
berbuat korupsi dan memikat orang lain agar bersama-sama dengannya melakukan korupsi.
Nampaknya koruptor kategori yang kedua ini yang lebih rusak daripada koruptor yang pertama.

B. PENYEBAB KORUPSI

Menurut analisis Syed Hussain Alatas (1987:120), korupsi yang melanda segenap
negara dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Perang Dunia II. Mengutip Laporan
Komite Shantanam, ia mengatakan, peperangan yang meluas yang menguras pengeluaran
pemerintah dalam jumlah besar untuk pengadaan dan persediaan logistik, telah memberi
peluang bagi korupsi. Bahkan di sebuah negara yang sedikit saja dipengaruhi oleh mobilitas
seperti itu, seperti Saudi Arabia, korupsi juga ada. Dalam hal Asia Tenggara, pendudukan
Jepang menimbulkan korupsi yang membengkak secara mendadak. Kelangkaan barang dan
2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning
6 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
makanan bersamaan dengan inflasi yang tinggi karena lemahnya pengawasan pemerintah,
menjadikan korupsi sebagai jalan menutup kekurangan pendapatan. Jelas bahwa situasi
perang melahirkan masalah korupsi.
Faktor lain yang ikut menyebabkan terjadinya korupsi adalah pemerintahan Kolonial.
Karena korupsi terhadap pemerintahan Kolonial dianggap sebagai patriotik karena merupakan
bentuk perlawanan terhadap penjajah. Contoh di India, semasa penjajahan Inggris, menipu
pemerintah umumnya dianggap perbuatan patriotik. Mencopoti bola lampu dan perlangkapan
lain di kereta api, melindungi para pelanggar hukum dari tangkapan polisi, semua itu dianggap
sebagai perbuatan yang bertujuan agar pemerintahan Kolonial tidak merampas uang rakyat
India. Setelah kemerdekaan pada tahun 1947, kebiasaan bersikap tidak jujur kepada
pemerintah terus berlanjut.
Sebab-sebab korupsi lainnya ialah bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat,
dengan akibat gaji mereka menjadi sangat kurang. Hal itu selanjutnya mengakibatkan perlunya
pendapatan tambahan. (Wertheim, 1970). Pengaruh koruptif masa perang, bertambahnya
jumlah pegawai negeri dengan cepat, bertambah luasnya kekuasaan dan kesempatan birokrasi
dibarengi dengan lemahnya pengawasan dari atas dan pengaruh partai-partai politik
menjadikan lahan subur bagi korupsi. Terhadap birokrasi yang rapuh itulah dunia usaha dan
industri memperkenalkan metode “semir” (pelicin). Padahal birokrasi itu sendiri sudah lama
mengidap penyakit “semir”, apalagi ditambah rangsangan sari faktor luar, maka semakin marak
saja praktik korupsi berlangsung.
Korupsi juga bisa disebabkan oleh sistem birokrasi patrimonial. Menurut Max Weber
(1968), kelemahan jabatan patrimonial adalah terutama tidak mengenal perbedaan birokrasi
antara lingkup “pribadi” dan lingkup “dinas”. Juga pelaksanaan pemerintahan dianggap sebagai
urusan pribadi sang penguasa. Dengan demikian tingkah laku kekuasaannya sama sekali
bebas, tidak dibatasi campur tangan tradisi suci yang kukuh. Dalam masalah-masalah politik,
hak penguasa menghilangkan batas yurisdiksi para pejabat. Batas-batas di antara berbagai
fungsi jabatan sangat tipis. Menurut Weber, hal itu merupakan gambaran kekanak-kanakan
orang Asia. Sedang dalam birokrasi modern, di Barat, pejabat mempunyai lingkup yurisdiksi,
suatu jenis kegiatan yang teratur, dan seperangkat peraturan yang menata kegiatan birokrasi.
Termasuk pula di dalamnya penggunaan file dan catatan-catatan secara teratur.
Korupsi juga sering terjadi karena sikap solidaritas kekeluargaan dan kebiasaan saling
memberi hadiah. Pemberian hadiah di kalangan birokrasi bahkan telah melembaga, meskipun
pada awalnya tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan. Menurut penelitian Alatas
(1987:132), bahwa korupsi bagaikan benalu yang merayap ke segenap lingkungan yang cocok

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
untuk tumbuh, dan lingkungan yang paling subur untuk tempat tumbuhnya benalu itu adalah
lembaga hadiah. Memang ada yang mengatakan bahwa hadiah dan suap itu berbeda seperti
halnya perkawinan dan pelacuran. Meskipun secara lahiriah beberapa perilaku tertentu dari
perkawinan dan pelacuran itu sama, tetapi secara fenomenologis keduanya berbeda. Tetapi
faktor hadiah diakui oleh banyak penulis, bisa menjerumuskan pelakunya kepada korupsi.
Korupsi juga terjadi karena lemahnya disiplin pemerintah dalam mengendalikan
kekuasaan negara, yang menurut Gunnar Myrdal (1968), seperti dikutip Alatas (1987:126),
disebut sebagai negara yang lembek. Negara yang lembek ialah negara yang tidak memiliki
disiplin sosial, di mana pemerintah menuntut sangat sedikit kepada warga negaranya, dan
sedikit kewajiban yang tidak dilakukan secara memadai pula. Weber mengaitkan negara yang
lembek dengan otak yang lembek. Otak yang lembek adalah otak yang kesadaran etisnya
lemah, yang tidak berkemampuan memberlakukan sanksi etis, dan yang tidak mampu
membedakan urusan pemerintahan dengan urusan pribadi. Mereka yang mengelola negara
dengan lembek pastilah orang yang berotak lembek, seperti halnya orang-orang yang korup
pastilah berpikir korup.
Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk keuntungan para
penguasa yang mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi dalam hal ini
korupsi lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Tetapi faktor sosial, seperti pranata
budaya, kemiskinan, penderitaan yang luar biasa, perubahan politik besar-besaran,
peperangan, sistem hukum yang tidak sempurna; pengaruh yang berasal dari luar diri individu,
semuanya bisa menjadi sebab-sebab terjadinya korupsi.

Menurut Alatas (1986:46), penyebab-penyebab korupsi khususnya di Indonesia, bisa


diidentifikasi sebagai berikut:
1. Ketiadaan atau kelemahan pemimpin dalam posisi-posisi kunci yang mampu
memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
2. Kelemahan pengamalan ajaran-ajaran agama dan etika.
3. Akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintahan asing tidak menggugah
kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
4. Kurang dan lemahnya pengaruh pendidikan.
5. Kemiskinan yang bersifat struktural.
6. Sanksi hukum yang lemah.
7. Kurang dan terbatasnya lingkungan anti korupsi.
8. Struktur pemerintahan yang lunak.

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
9. Perubahan radikal sehingga terganggunya kestabilan mental dan korupsi muncul
sebagai penyakit tradisional.
10. Kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cerminan
keadaan masyarakat secara keseluruhan.

Dari beberapa faktor penyebab korupsi yang telah diuraikan, secara garis besar dapat
diklasifikasi menjadi 3 faktor saja yaitu :

1. Faktor Politik
Faktor politik sebagai penyebab korupsi telah banyak terjadi di berbagai negara. Para
penguasa adalah pihak yang paling memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi
dengan kekuasaannya. ”Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely”
(kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan
korupsi berlebihan pula” (Lord Acton, 1834-1902).

2. Faktor Yuridis
Faktor yuridis di sini ialah lemahnya sanksi hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Dalam hal ini ada dua aspek: (a) peranan hakim dalam menjatuhkan putusan; (b) sanksi
yang memang lemah berdasarkan bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat pada peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. (Lihat: UU Nomor
31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 20 tahun
2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi).

3. Faktor Budaya
Sebagaiamana telah dijelaskan, bahwa budaya korupsi merupakan warisan budaya
kolonial, dan ketika pemerintahan kolonial sudah berakhir praktik korupsi masih terus
berjalan. Termasuk dalam kategori ini adalah adanya praktik pemberian hadiah yang
sudah melembaga, budaya pemerintahan patrimonial yang menganggap bahwa
kekuasaan adalah miliknya, budaya nepotisme yaitu mengakomodasi kepentingan
keluarga dalam pemerintahan secara tidak wajar, dan sebagainya.

Mengapa tindakan korupsi bisa terjadi? Banyak sekali faktor-faktor yang dapat menjadi dari
penyebab tindakan korupsi ini. Faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut ini.

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
1. Iman Yang Tidak Kuat (Iman yang lemah)
Orang-orang yang memiliki kelemahan iman, sangat mudah sekali untuk melakukan
tindakan kejahatan seperti korupsi contohnya. Apabila iman orang tersebut kuat, mereka
tidak akan melakukan tindakan korupsi ini. Banyak sekali alasan yang diberikan oleh
penindak korupsi ini.

2. Lemahnya penegakan hukum


Lemahnya dan tidak tegasnya penegakan hukum merupakan faktor berkembangnya
tindakan korupsi. Penegakan hukum yang lemah ini dapat menghindarkan para pelaku
korupsi dari sanksi-sanksi hukum.

3. Kurangnya Sosialisasi dan Penyuluhan kepada Masyarakat


Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak tahu tentang mengenai bentuk-bentuk
tindakan korupsi, ketentuan dan juga sanksi hukumnya, dan juga cara menghindarinya.
Akibatnya, banyak sekali diantara mereka yang menganggap "biasa" terhadap tindakan
korupsi, bahkan merekapun juga akan melakukan hal tersebut.

4. Desakan Kebutuhan Ekonomi


Dengan keadaan ekonomi yang sulit, semua serba sulit, berbagai tindakan pun akan
dilakukan oleh seseorang, guna untuk mempermudah kebutuhan ekonomi seseorang,
salahsatunya adalah dengan melakukan tindakan korupsi.

5. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan yang baik akan berdampak baik juga bagi orang yang berada dilingkungan
tersebut, tetapi bagaimana jika di lingkungan tersebut penuh dengan tindakan korupsi
dan lain-lain. Maka orang tersebut juga akan terpengaruh dengan tindakan kriminal,
contohnya korupsi.

Faktor-Faktor Penyebab Korupsi

Penyebab adanya tindakan korupsi bervariasi. Dalam teori yang dikemukanan oleh Jack
Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
korupsi meliputi :

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
1. Greeds (keserakahan), berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunities (kesempatan), berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau
masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk
melakukan kecurangan.
3. Needs (kebutuhan), berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu-
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4. Exposures (pengungkapan), berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi
oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu
individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan
korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures
berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang
kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seorang melakukan tindakan korupsi
yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan
faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol
dan sebagai). Lain lagi yang dikemukakan oleh OPSTIB Pusat, Laksamana Soedomo yang
menyebutkan ada lima sumber potensial korupsi dan penyelewengan yakni proyek
pembangunan fisik, pengadaan barang, bea dan cukai, perpajakan, pemberian izin usaha, dan
fasilitas kredit perbankan.
Selain penyebab yang telah disebutkan diatas, masih banyak lagi penyebab derasnya
korupsi yang terjadi di Indonesia, antara lain sebagai berikut korupsi yang terjadi di Indonesia,
antara lain sebagai berikut:
1. Tanggung jawab profesi, moral, dan sosial yang rendah
2. Sanksi yang lemah dan penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak
hukum, institusi pemeriksa./ pengawas yang tidak bersih/ independen
3. Rendahnya disiplin/ kepatuhan terhadap Undang-Undang dan Peraturan
4. Kehidupan yang konsumtif, boros, dan serakah (untuk memperkaya diri sendiri)
5. Lemahnya pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas.

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

1. Primi Artiningrum, Agustina Kurniasih, Arissetyanto Nugroho. 2013. Etika dan Perilaku
Profesional Sarjana, Jakarta: Graha Ilmu dan Universitas Mercu Buana.

2. Pengertian Korupsi Definisi Korupsi Serta Faktor Penyebab Korupsi, http://www.definisi-


pengertian.com/2016/02/pengertian-korupsi-definisi-faktor-penyebab.html diakses pada
Selasa, 22 Nopember 2016. Pukul. 12.00 Wib.

3. Muhammad Yudil Khairi, Korupsi, Penyebab dan Strategi Pemberantasannya,


http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=147 diakses pada Selasa,
20 Nopember 2016, Pukul. 12.30 Wib.

4. Korupsi, https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diakses pada Selasa, 22 Nopember 2016.


Pukul. 12.35 Wib.

5. 5 Faktor Penyebab Tindakan Korupsi, http://www.multipengetahuan.com/2014/10/faktor-


penyebab-tindakan-korupsi.html diakses pada Selasa, 22 Nopember 2016, Pukul. 12.45
Wib.

2019 ETIK UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


12 SAKDUN ,SAG M.Pd http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai