Laporan 2 KLP 15 Fix-1
Laporan 2 KLP 15 Fix-1
OLEH :
KELOMPOK XV
TUTOR : dr. Safrina Dwiyunarti
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masalah kesehatan individu dan keluarga ?
2. Apa sajafaktor internal terkait masalah kesehatan individu/keluarga ?
3. Apa sajafaktor eksternal terkait masalah kesehatan individu/keluarga ?
4. Bagaimana peran lingkungan keluarga, pekerjaaan dan rumah terhadap masalah
kesehatan individu/keluarga ?
5. Bagaimana pengaruh lingkunagn terhadap masalah kesehatan individu/keluarga ?
6. Bagaimana pengaruh sosial dan budaya terhadap timbul dan berkembangnya
penyakit ?
7. Bagaimana melakukan diagnosis keluarga ?
8. Bagaimana cara menggunakan genogram, mandala of health, konsep blum, dan
APGAR dalam penatalaksanaan masalah kesehatan individu dan keluarga ?
9. Bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarga
10. Bagaimana cara melaksanakan promosi kesehatan pada individe dan keluarga
11. Bagaimana cara melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah
kesehatan pada individu dan keluarga
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan individu dan keluarga
2. Mengidentifikasi faktor internal terkait masalah kesehatan individu/keluarga
3. Mengidentifikasi faktor eksternal terkait masalah kesehatan individu/keluarga
4. Mengidentifikasi peran lingkungan keluarga, pekerjaaan dan rumah terhadap
masalah kesehatan individu/keluarga
5. Mengidentifikasi pengaruh lingkunagn terhadap masalah kesehatan
individu/keluarga
6. Mengidentifikasi pengaruh sosial dan budaya terhadap timbul dan berkembangnya
penyakit
7. Mampu melakukan diagnosis keluarga
8. Mampu menggunakan genogram, mandala of health, konsep blum, dan APGAR
dalam penatalaksanaan masalah kesehatan individu dan keluarga
9. Mampu berkomunikasi dengan pasien dan keluarga
10. Mampu melaksanakan promosi kesehatan pada individe dan keluarga
11. Mampu melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah kesehatan
pada individu dan keluarga
D. Manfaat
1. Manfaat bagi mahasiswa
a. Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di perkuliahan ke
masyarakat.
b. Mahasiswa dapat melihat langsung dan menilai keadaan masyarakat
c. Mahasiswa dapat mengetahui genogram dalam keluarga.
2. Manfaat bagi puskesmas
a. Dengan observasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa ke rumah pasien,
puskesmas dapat mengetahui perkembangan kesehatan pasien.
b. Puskesmas dapat mempertimbangkan laporan yang disusun oleh mahasiswa
mengenai kesehatan keluarga yang berada di wilayah kerjanya.
3. Manfaat bagi keluarga
a. Keluarga mendapat perhatian tentang masalah kesehatan dalam keluarga oleh
mahasiswa dan puskesmas.
b. Keluarga lebih mengetahui penyakit yang diderita melalui edukasi dan keluarga
dapat melakukan pengawasan minum obat terhadap penderita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga
a. Pengertian
Keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial-ekonomi terkecil
dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi, merupakan
kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan
interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi.
Menurut U.S. Bureau of the Census Tahun 2000 keluarga terdiri atas orang-orang
yang hidup dalam satu rumahtangga.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala
Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Anggota rumah tangga yang saling
berhubungan melalui pertalian darah adaptasi atau perkawinan. Keluarga adalah
sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu rumah tangga dalam kedekatan yang
konsisten dan hubungan yang erat.
b. Bentuk-bentuk keluarga
1. Tradisional
1) Nuclear Family atau Keluarga Inti
Ayah, ibu, anak tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi
legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di
luar rumah.
2) Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami atau
istri. Tinggal dalam satu rumah dengan anak-anaknya baik itu bawaan dari
perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru.
3) Niddle Age atau Aging Cauple
Suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua duanya bekerja di
rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah atau
perkawinan/meniti karier.
4) Keluarga Dyad/Dyadie Nuclear
Suami istri tanpa anak.
5) Single Parent
Satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak.
6) Dual Carrier
Suami istri / keluarga orang karier dan tanpa anak
7) Commuter Married
Suami istri / keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu,
keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
8) Single Adult
Orang dewasa hidup sendiri dan tidak ada keinginan untuk kawin.
9) Extended Family
1, 2, 3 geneasi bersama dalam satu rumah tangga.
10) Keluarga Usila
Usila dengan atau tanpa pasangan, anak sudah pisah
2. Non Tradisional
1) Commune Family
Beberapa keluarga hidup bersama dalam satu rumah, sumber yang sama,
pengalaman yang sama.
2) Cohibing Coiple
Dua orang / satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
3) Homosexual/Lesbian
Sama jenis hidup bersama sebagai suami istri.
4) Institusional
Anak-anak / orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
5) Keluarga
orang tua (pasangan) yang tidak kawin dengan anak
d. Fungsi Keluarga
1. Reproduksi. Keluarga akan mempertahankan jumlah populasi masyarakat
dengan andanya kelahiran. Adanya keseimbangan angka natalitas dan mortalitas
menjadikan populasi manusia menjadi eksis.
2. Sosialisasi. Keluarga menjadi tempat untuk melakukan tansfer nilai-nilai
masyarakat, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sains yang akan
diteruskan kepada generasi penerus.
3. Penugasan peran sosial. Keluarga sebagai mediasi identitas keturunan (ras, etnis,
agama, sosial ekonomi, dan peran gender) serta identitas perilaku dan
kewajiban. Sebagai contoh, dalam beberapa keluarga, anak perempuan
diarahkan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan menjadi pengasuh
anak, sedangkan anak laki-laki diarahkan untuk menjadi pencari nafkah.
4. Dukungan ekonomi. Keluarga menyediakan tempat tinggal, makanan, dan
perlindungan. Pada beberapa keluarga di negara-negara industri, semua anggota
keluarga kecuali anak-anak berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi.
B. Dokter Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter yang mengabdikan dirinya dalam pelayanan dan
pengembangan kedokteran keluarga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh melalui pendidikan / pelatihan khusus di bidang kedokteran keluarga serta
mempunyai wewenang menyelenggarakan praktek dokter keluarga.
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit (pelayanan pari purna),
pelayanan tanpa memandang jenis penyakit, organ, golongan usia dan jenis kalamin,
pelayanan kontak pertama pasien untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang
di hadapi, serta pelayanan yang di selenggarakan oleh dokter keluarga bersama tim di
suatu sarana pelayanan kesehatan strata pertama (layanan primer).
Pada pelayanan berpusat padakeluarga diartikan bahwa keluarga
merupakanmitra dalam pembuatan keputusan,dukungan, perawat kesehatan sehari-hari
yangpaling mengerti tentang pasien, sekaligusmeningkatkan kompetensi dokter
keluargadan timnya dalam memberikan pelayananberdasarkan keunikan pasien.
Pelayanan dokter keluarga yang berpusat pada pasien pada prinsipnya adalah
memberikan pelayanan multidimensi pada manusia yang menderita sakit atau berisiko
sakit dengan tujuan menyelesaikan permasalahan pasiendalam pola kemitraan.
Dengan memahami karakteristik pelayanandokter keluarga yang multi faset,
multidimensi yang melibatkan aspek pribadi yangmengalami penderitaan sakit,
keluarga tempat pribadi serta lingkungan kerja dan lingkunganlainnya yang masih
terkait dengan jejaringsosial pasien, perlu dikembangkan kerangkakerja diagnosis
dokter keluarga yang bisamenggambarkan berbagai aspek tersebut.Diagnosis ini juga
berimplikasi pada aspekpenatalaksanaan masalah yang dihadapipenderita dan jejaring
sosialnya secarakomprehensif.
Diagnosis dokter keluarga (sesuai dengankarakternya) tidak saja berpusat pada
penyakitatau diagnosis biomedis saja, melainkan pula pada aspek konteks pasien
sebagai pribadi, dalam hubungan dengan anggota keluargaserta jejaring sosial pasien.
Prinsip – prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran
WHO dan WONCA yang mencantumkan prinsip – prinsip ini dalam banyak
terbitannya. Prinsip – prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat meningkatkan
kualitas layanan dokter primer dalam melaksanakan pelayanan kedokteran. Prinsip –
prinsip pelayanan / pendekatan kedokteran keluarga adalah memberikan / mewujudkan
:
a Pelayanan yang holistik dan komprehensif
b Pelayanan yang kontinu
c Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
d Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
e Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya
f Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
tempat tinggalnya
g Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
h Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan
i Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu
Kompetensi dokter keluarga seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi
Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun
2006 adalah :
1. Kompetensi Dasar
a. Ketrampilan Komunikasi Efektif
b. Ketrampilan Klinik dasar
c. Ketrampilan menerapkan dasar – dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu
perilaku, dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga
d. Ketrampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun
masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan,
terkoordinir, dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer
e. Memanfaaatkan, menilai secara kritis, dan mengelolainformasi
f. Mawas diri dan pengembangan diri / belajar sepanjang hayat
g. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik
2. Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Utama
a. Bedah
b. Penyakit Dalam
c. Kebidanan dan Penyakit Kandungan
d. Kesehatan Anak
e. THT
f. Mata
g. Kulit dan Kelamin
h. Psikiatri
i. Saraf
j. Kedokteran Komunitas
3. Ketrampilan Klinis Layanan Primer Lanjut
a. Ketrampilan melakukan “health screening”
b. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
c. Membaca hasil EKG
d. Membaca hasil USG
e. BTLS, BCLS, dan BPLS
4. Ketrampilan Pendukung
a. Riset
b. Mengajar kedokteran keluarga
5. Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Pelengkap
a. Semua cabang ilmu kedokteran lainnya
b. Memahami dan menjembatani pengobatan alternatif
6. Ilmu dan Ketrampilan Manajemen Klinik
a. Manajemen klinik dokter keluarga
C. Morbus Hansen
1. Definisi kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian
tubuh diantaranyasaraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa
pada saraf tepid an mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit adalah
tanda yang bisa di amati dari luar. Bila tidak di tangani, kusta dapat sangat progresif
menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata.
2. Epidemiologi
Jumlah penderita kusta di seluruh dunia dari tahun ke tahun mengalami
penurunan, tetapi di Indonesia jumlah penderita kusta cenderung naik. Peningkatan
jumlah kusta di Indonesia dibuktikan dengan data statistik terbaru yang
menyebutkan bahwa Indonesia menjadi negara peringkat ketiga untuk penderita
kusta terbanyak, seperti yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan pada peringatan
Hari Kusta Sedunia pada tanggal 31 Januari 2011 yang lalu (Kemenkes RI,
2011,diperoleh tanggal 23 Februari 2011). Tahun 2008 prevalensi penderita kusta
global yang terdata dari 118 negara sejumlah 212.802 kasus yang berarti mengalami
penurunan sebanyak 19,6% dari tahun 2007. Penurunan sejumlah 4% pun juga
tercatat dari tahun 2006 ke 2007. Didapat catatan dari beberapa negara yang
sebelumnya sangat endemik kebanyakan sekarang telah mencapai eliminasi atau
hampir bebas kusta.
Saat ini Indonesia mencatat 19 Provinsi yang telah mencapai eliminasi
(penurunan kejadian) kusta dengan angka penemuan kasus kurang dari 10 per
100.000 populasi atau kurang dari 1.000 kasus per tahun. Sampai akhir 2009
tercatat 17.260 kasus baru kusta di Indonesia dan telah diobati. Jawa Tengah
merupakan daerah endemis rendah kusta dan ada di peringkat kedua untuk jumlah
penemuan kasus baru yang mencapai 130 penderita pada triwulan pertama tahun
2010. Sebanyak 9 daerah di sepanjang pantura Jawa Tengah meliputi Blora,
Rembang, Kudus , Demak, Brebes, Tegal, Pemalang, Kota Pekalongan, dan
Kabupaten Pekalongan, merupakan daerah endemis tinggi kusta, dengan rata-rata
jumlah kasus lebih dari 1 per 10.000 penduduk.
3. Etiologi
Kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen merupakan penyakit
infeksi yang kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat
intraseluler obligat, melalui kulit dan mukosa hidung. Ketidaktahuan masyarakat
tentang pendeteksian dini dan pencegahan cacat kusta membuat jumlah penderita
kusta meningkat.
Kelompok yang beresiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah
endemic dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air
yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, adanya penyertaan penyakit lain seperti
HIV yang dapat menekan system imun. Kurangnya informasi yang benar tentang
penyakit kusta membuat persepsi salah pada masyarakat sehingga kerap
menganggap penyakit kusta sebagai penyakit kutukan, penyakit keturunan, akibat
guna-guna, salah makan, hingga penyakit sangat menular dan tidak dapat
disembuhkan. Pemahaman keliru melahirkan tindakan keliru oleh masyarakat.
Penderita kusta semakin memprihatinkan. Ketakutan masyarakat tertular, membuat
mereka tega mengusirpenderita kusta. Bahkan, yang sudah sembuh dan tidak
menular kesulitan untuk memulai hidupnya lagi.
4. Patogenesis Penyakit Kusta
Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh manusia masa sampai
timbulnya gejala dan tanda adalah sangat lama dan bahkan bertahun-tahun, masa
inkubasinya bisa 3-20 tahun. Sering kali penderita tidak menyadari adanya proses
penyakit di dalam tubuhnya. Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis
mudah terinfeksi, namun banyak orang punya kekebalan alamiah dan tidak menjadi
penderita kusta.
Mycobacterium leprae seterusnya bersarang di sel schwann yang terletak di
perineum, karena basil kusta suka daerah yang dingin yang dekat dengan dengan
kulit dengan suhu sekitar 27-300C. Mycobacterium leprae mempunyai kapsul yang
dibentuk dari protein 21 KD, yang mam-dystroglycam. Kemampuan adesi tersebut
merupakan cara invasi basil kusta pada perineum, sel schwnn sendiri merupakan
sejenis fagosit yang bisa menangkap antigen seperti M. leprae, tetapi tidak dapat
menghancurkannya karena sel tersebut tidak mempunyai MHC klas II yang mampu
berikatan dengan SD4 limfosit, akibatnya basil kusta dapat berkembang biak di sel
schwann.-2 G receptor sejenis pu berikatan dengan reseptor yang dipunyai sel
schwann yaitu laminin
Sel schwann seterusnya mengalami kematian dan pecah, lalu basil kusta
dikenali oleh sistem imunitas tubuh host, tubuh melakukan proteksi melalui 2 (dua)
aspek yaitu imunitas non-sepesifik dan spesifik, makrofag menjadi aktif memfagosit
dan membersihkan dari semua yang tidak dikenali (non-self). Peran Cell Mediated
Immunity sebagai proteksi kedua tubuh mulai mengenali DNA mengidentifikasi
antigen dari M. leprae. Ternyata makrofag mampu menelan M. leprae tetapi tidak
mampu mencernanya. Limfosit akan membantu makrofag untuk menghasilkan
enzim dan juices agar proses pencernaan dan pelumatan berhasil.
Keterkaitan humoral immunity dan Cell Mediated Immunity dalam
membunuh basil kusta dapat memunculkan rentangan spektrum gambaran klinik
penyakit kusta seperti tipe Tuberkuloid – Tuberkuloid (TT), tipe Borderline
Tuberkuloid (BT), tipe Borgerline – Borderline (BB), tipe Borderline Lepromatous
(BL) dan tipe Lepromatous – Lepromatous (LL).
5. Tanda dan gejala
Tanda-tandaseseorang menderitapenyakit kusta antara lain, kulit mengalami
bercak putih seperti panu pada awalnya hanya sedikit tetapi lama kelamaan semakin
lebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan yang tersebar pada kulit, ada
bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut
muka, muka benjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa),
dan mati rasa Karena kerusakan syaraf tepi. Gejalanya memang tidak selalu tampak.
Justru sebaiknya waspada jika ada anggota keluarga yang menderita luka tak
kunjung sembuh dalam jangka waktu lama. Juga bila luka di tekan dengan jari tidak
terasa sakit.
Namun pada tahap awal kusta, gejala yang timbul dapat hanya
berupakelainan warna kulit. Kelainan kulit yang di jumpai dapat berupa perubahan
warna seperti hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang), hiperpigmentasi
(warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa ( kemerahan pada kulit). Gejala-
gelala umum pada kusta , reksi panas dari derajat yang rendah sampai dengan
menggigil, anoreksia, nausea, kadang-kadang disertai vomitus, cephalgia, kadang-
kadang di sertai iritasi, orchitis dan pleuritis, kadang-kadang diserta nephrosia,
nepritis dan hepatosplenomegali, neuritis.
6. Diagnosis
Penyakit kusta disebut juga dengan the greatest immitator karena
memberikan gejala yang hampir mirip dengan penyakit lainnya. Diagnosis
penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (cardinal sign), yaitu:
- Bercak kulit yang mati rasa
Pemeriksaan harus di seluruh tubuh untuk menemukan ditempat tubuh
yang lain, maka akan didapatkan bercak hipopigmentasi atau eritematus,
mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat
total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.
- Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai dengan atau tanpa
gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu
Gangguan fungsi sensoris: hipostesi atau anestesi
Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan
rambut yang terganggu.
- Ditemukan kuman tahan asam
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus
ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat
ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan
pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis
kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan
7. Pemeriksaan Bakterioskopis
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah
sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut
Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
1 + Bila 1 – 10 BTA dalam 100 LP
2 +Bila 1 – 10 BTA dalam 10 LP
3 +Bila 1 – 10 BTA rata – rata dalam 1 LP
4 +Bila 11 – 100 BTA rata – rata dalam 1 LP
5 +Bila 101 – 1000BTA rata – rata dalam 1 LP
6 +Bila> 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP
8. Pengobatan
ujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan
insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya
penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan
didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita.
Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu
mengahalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan
antagonis kompetitif dari para- aminobezoic acid (PABA) dan mencegah
penggunaan PABA untuk sintesis folat oleh bakteri. Efek samping dari dapson
adlah anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, dan
vertigo
Lamprene (Clofazimin), merupakan bakteriostatik dan dapat menekan
reaksi kusta. Clofazimin bekerja dengan menghambat siklus sel dan transpor dari
NA/K ATPase. Efek sampingnya adalah warna kulit bisa menjadi berwarna ungu
kehitaman, warna kulit akan kembali normal bila obat tersebut dihentikan, diare,
nyeri lambung.
Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin bekerja dengan
cara menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel bakteri dengan
berikatan pada subunit beta. Efek sampingnya adalah hepatotoksik, dan
nefrotoksik.
Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta. Sulfas Ferrosus
untuk penderita kusta dgn anemia berat. VitaminA, untuk penderita kusta dgn
kekeringan kulit dan bersisisk (ichtyosis). Ofloxacin dan Minosiklin untuk penderita
kusta tipe PB I.
Regimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang
direkomendasikan oleh WHO/DEPKES RI (1981). Untuk itu klasifikasi kusta
disederhanakan menjadi
1. Pausi Basiler (PB)
2. Multi Basiler (MB)
Dewasa(50-70
600 mg 400 mg 100 mg
kg)
Anak
300 mg 200 mg 50 mg
(5-14 th)
Rifampicin Dapson
(10-14 th)
MB dengan lesi > 5.Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama
12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan FT/=Realease
From Treatment yaitu berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT
dilakukan secara pasif untuk tipe PB selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun.
Pengobatan reaksi kusta. Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan
tepat maka dapat timbul kecacatan berupa kelumpuhan yang permanen seperticlaw
hand , drop foot, claw toes dan kontraktur. Untuk mengatasi hal-hal tersebut
diatas dilakukan pengobatan prinsip pengobatan reaksi kusta yaitu
immobilisasi/istirahat, pemberian analgesik dan sedatif, pemberian obat-obat
anti reaksi, MDT diteruskan dengan dosis yang tidak diubah.
A. DATA KELUARGA
No Nama Status Umur Jenis Pekerjaan Kesehatan
Kelamin
1. Bp.R SUAMI(Pasien) 37 Laki-laki Pengrajin Penyakit
kayu kusta
B. Anamnesis
a) Autoanamnesis
Keluhan utama : sakit perut bagian ulu hati sejak sehari yang lalu
Keluhan lain : mual dan demam
b) Riwayat penyakit sebelumnya
Memiliki riwayat penykit lepra 3 tahun yang lalu
c) Riwayat penyakit keluarga :
Ayah pasien diperkirakan berusia diatas 60 tahun dengan riwayat penyakit
demam rematik,
ibu pasien telah meninggal diusia sekitar 60 tahun karena komplikasi hipertensi.
d) Riwayat minum obat:
Riwayat minum obat lepra selama 1 tahun pada 4 tahun yang lalu
Minum obat anti nyeri untuk nyeri epigastriumnya
e) Riwayat pola makan
Tidak teratur
f) Life- style :
Aktifitas fisik : bermasalah
Hygiene : cukup baik
Pengetahuan pasien tentang penyakit : sangat mengetahui kondisi penyakit
saat ini
g) Harapan
Pasien : bisa segera sehat kembali sehingga dapat bekerja
Keluarga :pasienbisa sehat dan dapat beraktivitas normal serta tidak menular
kepada anak-anak
h) Kekhwatiran
Istri khwatir dengan keadaan suami
Istri dan suami takut jika penyakit menular
Keluarga takut jika tetangga sekitar mengetahui penyakit bapak. R
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran baik
Tinggi badan : 176 cm
Terdapat benjolan yang banyak di anggota gerak atas
TD : 90/70
C. SKENARIO
Dari hasil pengamatan yang kami lakukan di Puskesmas Abeli, kami
membuat skenario : Seorang laki-laki usia 37 tahun datang ke puskesmas Abeli
dengan keluhan sakit perut bagian ulu hati sejak sehari yang lalu disertai dengan
mual dan demam. Dari anamnesis didapatkan bahwa bapak tersebut memiliki
riwayat kusta empat tahun yang lalu dan telah menjalani operasi karena luka yang
tidak kunjung sembuh 2 tahun yang lalu. Hipopigmentasi disangkal pasien. Bapak
tersebut mengatakan bahwa beliau telah menjalani serangkaian pemeriksaan sekret
hidung dan belakang telinga serta rutin meminum obat selama 1 tahun penuh.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan BTA +. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
banyak benjolan pada lengan dan area kakinya. Menurut beliau benjolan tersebut
bersifat hilang timbul jika kondisi kesehatan bapak tersebut menurun maka benjolan
tersebut semakin terlihat.
Bapak tersebut tinggal di daerah pesisir, tepatnya di lingkungan pasar
Lapulu dengan rumah seluas 5 x 7 m2, lingkungan tempat tinggal pasien termasuk
kedalam golongan padat penduduk. Beliau bekerja sebagai pengrajin kayu di Asera,
Konawe Selatan dan telah berhenti bekerja semenjak terdapat gejala kusta. Ayah
pasien diperkirakan berusia diatas 60 tahun dengan riwayat penyakit demam
rematik, sedangkan ibu pasien telah meninggal diusia sekitar 60 tahun karena
komplikasi hipertensi. Ayah mertua pasien berusia sekitar lebih dari 70 tahun
menderita diabetes, dan pernah lumpuh karena tingginya kadar kolesterol darah,
beliau juga rutin mengkonsumsi obat diabetes oral. Ibu mertua pasien yang saat
kunjungan rumah tinggal bersama dirumah pasien diperkirakan berusia 70 tahun
menderita hipertensi dan juga rutin mengkonsumsi obat antihipertensi.
D. GENOGRAM
2001 2007
16 10
N. C Mr. F
KETERANGAN :
6. : laki-laki : hipertensi
: meninggal : obesitas
: Kusta
A. STRUKTUR KELUARGA
Menurut Sussman, bentuk keluarga ini ialah traditional family yaitu keluarga
yang pembentukannya sesuai atau tidak melanggar norma-norma kehidupan masyarakat
yang secara tradisional dihormati bersama. Sedangkan menurut GoldenBerg keluarga
ini merupakan keluarga besar yang terdiri dari ibu, ayah, anak kandung serta sanak
saudara lain yang tinggal bersama (nenek).
Bentuk, fungsi, dan siklus keluarga pada kasus ini
a. Berdasarkan skenario, keluarga ini termasuk keluarga kecil yang terdiri dari
suami, istri, 2 anak kandung dan mertua.
b. Berdasarkan skenario, tidak ada fungsi keluarga yang terganggu
c. Berdasarkan skenario, keluarga ini termasuk dalam tahapan keluarga yang
harmonis
B. SIKLUS KELUARGA
Menurut Duvall, siklus keluarga ini berada pada tahap keempat yaitu keluarga
dengan anak usia sekolah yaitu C (16 Tahun) dan F (10 Tahun)
C. APGAR SCORE
Berdasarkan penilaian keluarga sejahtera dari BKKBN, maka keluarga ini
termasuk dalam keluarga sejahtera tahap II, yaitu keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan fisik dan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi
keseluruhan kebutuhan pengembangannya, seperti menabung dan informasi.
Indikator untuk mengukur sehat atau tidak sehatnya suatu keluarga diukur
dengan menggunakan APGAR KELUARGA. Penilaian ini dilakukan pada semua
anggota keluarga dan diambil rata-ratanya.
Tabel APGAR Score
Total 10
Apgar keluarga menilai 5 fungsi pokok keluarga yaitu :
I. Adaptasi
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang diperlukan
dari anggota keluarga lainnya.
Pada kasus poin adaptasi bernilai 2
II. Kemitraan
Tingkat kepuasan dalam mengambil keputusan terhadap suatu masalah yang sedang
dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
Pada kasus, poin kemitraan bernilai 2
III. Pertumbuhan
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan pada tiap
anggota keluarganya.
Pada kasus, poin pertumbuhan bernilai 2
IV. Kasih sayang
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional
dalam keluarga.
Pada kasus, poin kasih sayang bernilai 2
V. Kebersamaan
Tingkat kepuasan terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang
antarkeluarga.
Pada kasus, poin kasih sayang bernilai 2
Interpretasi :
7 – 10 : sehat
4 – 6 : kurang sehat
0 – 3 : tidak sehat
Pada kasus total nilai bernilai 10 (sehat).
D. MANDALA OF HEALTH
Gaya hidup
Kurang
Lingkungan fisik:
Faktor biologi: ventilasi rumah baik,
riwayat pemukiman lembab dan
keluarga tidak padat, menggunakan air
ada PAM, terdapat kandang
ayam didepan rumah,
jamban diluar rumah
G. RENCANA PENATALAKSANAAN
a) Pengendalian
Langkah paling awal adalah memberikan penyuluhan mengenai penyakit kusta
kepada penderita dan keluarga penderita
Edukasi mengenai pengobatan yang rutin dan teratur yang harus di lakukan pada
penderita kusta kepada penderita dan keluarga penderita
b) Tindakan
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Melakukan kosultasi sesuai anjuran dokter
c) Tindakan yang telah diberikan
Tingkat pelayanan kesehatan :
Pemberian obat MDT kepada penderita kusta
Edukasi mengenai penyakit kusta kepada penderita dan keluarga
Pemberian obat dan pemberian cairan untuk nyeri ulu hati kepada penderita
H. DISKUSI
Kelompok mendapat topik tentang penyakit kusta. Wilayah yang kami kunjungi
adalah kecamatan Abeli kelurahan Lapulu tepatnya daerah sekitar pasar Lapulu. Disana
terdapat sebuah keluarga dimana kepala keluarga menderita penyakit kusta . Kami
melakukan anamnesis hasil yang didapatkan bapak R memiliki riwayat kusta sejak 4
tahun yang lalu, selain itu sehari yang lalu penderita masuk ke Puskesmas dengan
keluhan nyeri ulu hati disertai mual dan muntah. Namun telah membaik dan
dipulangkan ke rumah. Penderita telah mendapatkan pengobatan selama 1 tahun untuk
penyakit kusta yang diderita dan tetap melakukan konsultasi rutin sampai saat ini.
Berdasarkan genogram, bapak R memiliki hubungan yang dekat dengan ibu
mertua, istri dan kedua anaknya. Dari struktur keluarga, bapak R memiliki keluarga
kecil yang terdiri dari ibu mertua, istri, dan 2 orang anak. Siklus keluarga ini berada
pada tahap 4 yaitu keluarga dengan anak usia sekolah.
Dari Apgar keluarga, keluarga ini memiliki skor 10 yang menunjukkan tidak ada
disfungsi keluarga, dilihat dari jawaban mengenai pertanyaan tentang kepuasaan dalam
keluarga.
Pada Mandala of Health, keluarga ini memiliki beberapa masalah yaitu gaya
hidup yang kurang baik, higiene keluarga dan lingkungan kurang, rumah yang kurang
kondusif, jamban terletak diluar rumah, terdapat kandang ayam yang terletak di depan
rumah, serta lingkungan kerja pada daerah yang lembab dengan tingkat kesehatan yang
masih kurang. Untuk itu diperlukan upaya penyelesaian meliputi, Edukasi untuk rajin
menjaga kebersihan diri, edukasi mengenai perilaku bersih dan sehat, membuang
sampah pada tempatnya, membersihkan rumah secara rutin terutama daerah dekat
kandang rumah, rajin membuka ventilasi agar cahaya matahari bisa masuk,
mengadakan kerja bakti minimal 1 kali seminggu, menggunakan alat pelindungan diri
saat bekerja
Dari diagnosis holistik, pada aspek personal dan Klinis, bapak R mengalami
Morbus Hansen atau lepra dengan keluhan utama nyeri ulu hati dan pembesaran saraf
tepi. Pada aspek resiko internal, gaya hidup keluarga yang masih kurang sehat. Pada
aspek resiko eksternal kondisi lingkungan di dalam dan di luar rumah masih kumuh.
Pada aspek derajat fungsional, bapak R masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari
yang ringan (2).
Dilihat dari segi fungsi keluarga , keluarga penderita memberikan dukungan
moril maupun material.
Adapun rencana penatalaksanaan meliputi pengendalian dengan langkah paling
awal adalah memberikan penyuluhan mengenai penyakit kusta kepada penderita dan
keluarga penderita serta edukasi mengenai pengobatan yang rutin dan teratur yang
harus di lakukan pada penderita kusta kepada penderita dan keluarga penderita.
Tindakan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, melakukan kosultasi sesuai anjuran
dokter. Dengan tindakan yang telah diberikan oleh tingkat pelayanan kesehatan:
pemberian obat MDT kepada penderita kusta, edukasi mengenai penyakit kusta kepada
penderita dan keluarga, dan pemberian obat dan pemberian cairan untuk nyeri ulu hati
kepada penderita
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Keadaan bapak R merupakan keluarga yang sejahtera dan harmonis karena saling
memberikan dukungan moril maupun material dan status keluarga 3 yaitu anak usia
sekolah.
2. Bapak R terjangkit kusta 4 tahun yang lalu dari lingkungan kerjanya di Asera yang
merupakan tempat yang lembab dan kumuh, sempat sembuh setelah melewati
serangkaian pengobatan selama setahun.
3. Lingkungan rumah yang kurang bersih dan padat sehingga perlu edukasi PHBS.
4. Dari diagnosis holistik, pada aspek personal dan Klinis, bapak R mengalami
Morbus Hansen atau lepra dengan keluhan utama nyeri ulu hati dan pembesaran
saraf tepi.
5. Pada aspek resiko internal, gaya hidup keluarga yang masih kurang sehat.
6. Pada aspek resiko eksternal kondisi lingkungan di dalam dan di luar rumah masih
kumuh.
7. Pada aspek derajat fungsional, bapak R masih mampu melakukan kegiatan sehari-
hari yang ringan.
B. SARAN
Saran dalam kunjungan ini yaitu diharapkan semoga peningkatan PHBS di
tingkat RT/RW dan kebersihan lingkungan dan peningkatan masyarakat mengenai
hunian yang layak dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Bakri, Ishak, Azhari, Lega Bisa Diantara. 2013. implementasi penyuluhan kesehatan
terhadap perubahan dan dan sikap tentang penyakit kusta pada masyarakat desa
suka pindah. Palembang.
Prasetyawati, E., A., 2012. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Fakultas Kedokteran
Sebelas Maret. Solo.
Puspitawati, Herien, 2012. Konsep dan Teori Keluarga. Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia-Institut Pertanian. Bogor.
Rahayu, Desi Ariyana. 2012. Dukungan Psikososial Keluarga Penderita Kusta di
Kabupaten Pekalongan. Seminar Hasil-Hasil Penelitian. Semarang. Universitas
Muhammadiyah.
Rohmat. 2013. Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak. Purwokerto.
Romadhon, A., Y., 2012. Manajemen Diagnosis bagi Dokter Keluarga. CDK-199/
vol. 39 no. 11. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Sutedja Endang dkk, (2003), Kusta, Edisi II Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
LAMPIRAN