Anda di halaman 1dari 103

PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENGATASI REAKSI SIBLING

ANAK USIA TODLER TERHADAP SAUDARA YANG SEDANG


MENJALANI HOSPITALISASI

SKRIPSI

Di Susun Oleh :

FIDELIS DAGU

NIM : B1736915101

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019
PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENGATASI REAKSI SIBLING
ANAK USIA TODLER TERHADAP SAUDARA YANG SEDANG
MENJALANI HOSPITALISASI

SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana (S.Kep)

Di Susun Oleh :

FIDELIS DAGU

NIM : B1736915101

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat, kemurahan dan petunjuk-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini dengan judul “Pengalaman Orang Tua dalam Mengatasi
Reaksi Sibling anak Terhadap Saudara yang Sedang Menjalani Hospitalisasi”.
Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan (S. Kep) pada program studi Ilmu Keperawatan di STIKES
Wiyata Husada Samarinda.
Bersama dengan ini perkenankan saya mengucapkan terimakasih dengan
hati yang tulus kepada Kedua orang tua saya yang memberikan dukungan moral
dan materi serta doa yang tak pernah terhitung untuk kesuksesan dan keberhasilan
saya selama ini. Untuk keluarga dan saudara-saudari saya yang turut ambil adil
dalam memberikan dukungan serta doa dalam kehidupan saya. Saya juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Mujito Hadi, MM selaku ketua yayasan STIKES Wiyata Husada
Samarinda.
2. Bapak Ns. Edy Mulyono, S. Pd., S. Kep., M. Kep., Selaku ketua STIKES
Wiyata Husada Samarinda.
3. Bapak Ns. Rusdi, S. Kep., M. Kep., selaku ketua program studi Ilmu
Keperawatan STIKES Wiyata Husada Samarinda.
4. Direktur Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda yang telah mengijinkan peneliti
untuk melakukan kegiatan penelitian di Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda.
5. Bapak Ns. Aries Abiyoga, S.Kep., M.Kep., selaku penguji utama yang selalu
memberikan masukan demi perbaikan terhadap penulisan penelitian saya baik
proposal maupun skripsi.
6. Ibu Ns. Siti Mukaromah, S. Kep., M. Kep., S. Kom., selaku pembimbing I
yang sudah meluangkan banyak waktu di sela-sela kesibukannya untuk
mengarahkan dan memberikan masukan kepada saya selama proses
penyusunan proposal maupun skripsi
7. Ibu Ns. Sumiati Sinaga, S. Kep., M. Kep., selaku pembimbing II yang juga
sudah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi
saya selama penyusunan proposal dan skripsi.
8. Seluruh staff pengajar dan karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Wiyata Husada Samarinda.
9. Teman-teman saya baik sekelas maupun diluar institusi yang rasanya tak
cukup untuk saya sebutkan namanya satu-persatu dalam tulisan ini karena
telah memberikan banyak memberikan kekuatan dan dukungan yang positif
kepada saya.
Semoga saran, kritik, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama ini
kepada saya dapat menjadi amal ibadah yang terus mengalir pahalanya untuk
keluarga, bapak, ibu dan teman-teman semua serta memperoleh balasan yang
lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa. Saya menyadari bahwa tulisan ini masih
cukup jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang
membangun saya harapkan dapat menjadikan kesempurnaan untuk skripsi atau
tulisan saya selanjutnya.

Samarinda, 2018

Peneliti
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
LEMBAR PENGESAHAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR SKEMA vi
DAFTAR BAGAN vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
ABSTRAK ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan masalah 7
C. Tujuan penelitian 7
D. Manfaat penelitian 7
E. Penelitian terkait 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Telaah pustaka 10
1. Konsep hospitalisasi 10
2. Konsep sibling rivalry 16
B. Kerangka teori 25

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis dan rancangan penelitian 29
B. Lokasi dan waktu penelitian 29
C. Subjek penelitian dan unit anlisis 30
D. Pemilihan subjek penelitian 30
E. Sumber data dan instrumen penelitian 31
F. Teknik pengumpulan data 33
G. Pemeriksaan keabsahan data 34
H. Analisa data 35
I. Etika penelitian 37
J. Alur penelitian 39

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Gambaran umum tempat penelitian 40
B. Hasil penelitian 40
C. Pembahasan 54
D. Keterbatasan penelitian 66

BAB V PENUTUP
A. Lokasi dan waktu penelitian 67
B. Subjek penelitian dan unit anlisis 68

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Kerangka teori Kathryn E. Barnard 23
Skema 2.2 Konsep Child Health Assessment Interaction Theory 23
Skema 2.3 Penerapan konsep teori Kathryn E. Barnard dalam penelitian 27
Skema 3.1 Alur penelitian 35
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 : Tema 1 41
Bagan 2 : Tema 2 44
Bagan 3 : Tema 3 46
Bagan 4 : Tema 4 48
Bagan 5 : Tema 5 50
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat jawaban ijin penelitian


Lampiran 2 : Pedoman pertanyaan wawancara
Lampiran 3 : Penjelasan penelitian
Lampiran 4 : Pernyataan persetujuan menjadi partisipan
Lampiran 5 : Manuskrip
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Fidelis Dagu

NIM : B1736915101

Program Studi : S-1 Keperawatan

Judul Skripsi : Pengalaman Orang Tua Dalam Mengatasi Reaksi Sibling

Anak Usia Todler Terhadap Saudara Yang Sedang

Menjalani Hospitalisasi

Dengan ini menyatakan, bahwa Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri dan
semua sumber, baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan
dengan benar.

Samarinda, 25 Februari 2018

Yang membuat pernyataan

Fidelis Dagu
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Fidelis Dagu

NIM : B1736915101

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Dengan ini menyetuji dan memberikan hak kepada STIKES Wiyata Husada
Samarinda atas karya ilmuah saya yang berjudul :

Pengalaman Orang Tua Dalam Mengatasi Reaksi Sibling Anak Usia Todler
Terhadap Saudara Yang Sedang Menjalani Hospitalisasi

Beserta perangkat yang ada (Jika diperlukan). Dengan hak ini, STIKES Wiyata
Husada Samarinda berhak menyimpan, mengalih media/memformat, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan Skripsi
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik hak
cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

Samarinda, 25 Februari 2019

Yang menyatakan

Fidelis Dagu
PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENGATASI REAKSI SIBLING
ANAK USIA TODLER TERHADAP SAUDARA YANG SEDANG
MENJALANI HOSPITALISASI

Dagu Fidelis1, Mukaromah Siti2, Sinaga Sumiati3

ABSTRAK

Latar Belakang : Kondisi anak sakit akan menyita perhatian juga waktu dari orang tua,
hal ini akan menimbulkan reaksi dari sibling yang berupaya untuk mendapatkan kembali
perhatian dan waktu dari orang tua yang telah lebih memprioritaskan pada saudaranya
yang sakit yang disebut dengan sibling rivalry. Sibling rivalry adalah kompetisi antara
saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu atau dari
kedua orang tua, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih. Dalam hal ini
peran orang tua sangat krusial dalam mengatasi reaksi pada sibling yang muncul untuk
menghindari konflik dan masalah lain yang dapat timbul pada perkembangan emosional
dan kepribadian juga interaksi anak dimasa yang akan datang.
Tujuan Penelitian : Mendeskripsikan pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi
sibling anak usia todler terhadap saudara yang sedang menjalani hospitalisasi.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi dengan jumlah partisipan sebanyak 5 orang yang memenuhi kriteria.
Informan dalam penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling.
Hasil : Penelitian ini menghasilkan lima tema, yaitu Perubahan perilaku sibling sebagai
respon terhadap proses hospitalisasi pada saudaranya, upaya orang tua untuk
mengendalikan reaksi sibling, kesulitan orang tua dalam mengatasi reaksi sibling, cara
orang tua mengatasi hambatan dan harapan orang tua terhadap sikap sibling.
Simpulan : Pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi sibling anak usia todler
terhadap saudara yang sedang menjalani hospitalisasi adalah sama, anak memberikan
respon kepada orang tua dengan berperilaku agresif dan mencari perhatian dan untuk
mengontrol perilaku sibling orang tua berusaha memenuhi permintaan, memberi
penjelasan dan bahkan memberi sanksi. Kesulitan yang ditemui orang tua tentang usia
anak yang terlalu kecil untuk memahami informasi sehingga orang tua mengatasinya
dengan mencoba memberikan perhatian, pengertian dan berusaha mengendalikan emosi
kepada anak. Orang tua berharap agar sibling dapat memahami kondisi yang sedang
dihadapi orang tua sehingga peran orang tua dapat optimal.

Kata Kunci : Pengalaman Orang Tua, Sibling Rivalry, Hospitalisasi

1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiyata Husada
Samarinda
2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiayata Husada
Samarinda
3
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiayata Husada
Samarinda
ABSTRACT

PARENTS’ EXPERIENCE IN OVERCOMING TODDLER’S REACTION


TO THE SIBLING UNDERGOING HOSPITALIZATION

Dagu Fidelis1, Mukaromah Siti2, Sinaga Sumiati3

Background: The condition of sick children will also draw attention from parents, this
will cause a reaction from siblings who try to regain attention and time from parents who
have prioritized their sick siblings which is called sibling rivalry. Sibling rivalry is a
competition between siblings to get love, affection and attention from one or both
parents, or to get recognition or something more. In this case the role of parents is very
crucial in overcoming reactions to sibling that arise to avoid conflicts and other problems
that can arise in the development of emotional and personality as well as future
interactions of children.

Research Objective: Describe the experience of parents in overcoming sibling reactions


of toddler-age children to siblings who are undergoing hospitalization. Method: This
study used a qualitative research method with a phenomenological approach with 5
participants fulfilling the criteria. Informants in this study were taken by purposive
sampling technique.

Result: This study produced five themes, namely changes in sibling behavior as a
response to the process of hospitalization to his siblings, parents’ efforts to control sibling
reactions, parental difficulties in overcoming sibling reactions, the way parents overcome
obstacles and parents' expectations of sibling attitudes.

Conclusion: Parents' experience in overcoming sibling reaction of toddler-age children to


siblings undergoing hospitalization is the same, children respond to parents by behaving
aggressively and seeking attention and to control sibling behavior, parents try to fulfill his
or her requests, provide explanations and even sanction . The difficulties encountered by
parents about the age of children who are too small to understand information so parents
overcome it by trying to give attention, understand and try to control emotions to their
children. Parents hope that sibling can understand the conditions being faced by parents
so that the role of parents can be optimal.

Keywords: Parents' Experience, Sibling Rivalry, Hospitality

1
Student of Nursing Program, Institute of Health Science Wiyata Husada Samarinda.
2
Lecturer of Nursing Program, Institute of Health Science Wiyata Husada
Samarinda. 3Lecturer of Nursing Program, Institute of Health Science Wiyata
Husada Samarinda.

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Orang tua akan selalu dihadapkan dengan masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan ini adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dan yang
penting adalah bagaimana cara orang tua menyikapinya secara positif.
Kemampuan koping yang positif sangat diperlukan dan dapat dilatih dan
dibiasakan pada anggota keluarga, yaitu kemampuan strategi kepada
pemecahan masalah dan bukan menggunakan strategi koping yang negatif,
seperti mengingkari, marah dan menyalahkan orang lain, walaupun untuk
sementara strategi koping tersebut dapat digunakan untuk mengatasi ancaman
psikologis. Anggota keluarga dapat belajar menggunakan koping yang positif
sebagai strategi koping yang baik untuk dipertahankan khususnya ketika
menghadapi masalah sehat-sakit dalam keluarga seperti hospitalisasi pada
anak (Supartini, 2004).
Hospitalisasi pada anak merupakan perasaan sakit karena perlukaan
atau pembedahan menimbulkan respon anak bertanya-tanya, menarik diri dari
lingkungan, dan/atau menolak kehadiran orang lain. Hospitalisasi akan
menimbulkan stresor pada anak yang dirawat di rumah sakit seperti cemas
karena perpisahan, kehilangan kendali dan luka pada tubuh dan rasa sakit
(rasa nyeri). Dampak hospitalisasi pada anak akan tergantung dari reaksi
keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit khususnya dari
orang tua dan saudara kandung (sibling) (Asmadi, 2008).
Hospitalisasi dapat memberi dampak pada anak, mencakup ansietas
serta ketakutan yang berhubungan dengan keseluruhan proses dan
kemungkinan cedera tubuh, bahaya fisik dan nyeri. Selain itu, anak
dipisahkan dari rumah, keluarga, dan teman mereka serta berbagai hal yang
sudah familiar bagi mereka sehingga terjadi kehilangan kontrol secara umum
terhadap kehidupan dan terkadang emosi serta perilaku mereka, hasilnya
dapat berupa perasaan marah dan bersalah, regresi, bertingkah rewel, dan
jenis pertahanan diri yang lain untuk mengatasi efek ini. Reaksi anak terhadap
hospitalisasi juga sangat dipengaruhi oleh tahap perkembangan yang sedang
dialami anak (Carson, Gravley, dan Council, 1992; Clatworthy, Simon, dan
Tiedeman, 1999; Wong, 2003 dalam Yuli Utami, 2014).
Salah satu tahap penting dalam masa perkembangan anak adalah
ketika anak sedang dalam masa todler, pada masa todler anak sering kali
mengalami ambivalensi tentang perpindahan dari kemandirian ke otonomi,
dan ini menghasilkan labilitas emosional. Perilaku agresif biasanya
ditunjukan pada masa todler seperti tempramen yang mempengaruhi
bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan. Anak dapat menggigit,
memukul anak lain dan mengambil mainan. Anak juga akan mengalami
ansietas akibat perpisahan dengan orang tua ketika mereka menyadari bahwa
mereka memiliki kemampuan untuk pergi, begitu juga dengan orang tua
seiring dengan peningkatan keterampilan dalam mobilisasi. Anak cenderung
sangat malu untuk mendekatkan diri kepada orang lain yang tidak mereka
kenal, dan akan mengalami regresi selama peristiwa penuh stres seperti
hospitalisasi (Terry Kyle & Susan Carman, 2014).
Kondisi sakit pada anak sangat memungkinkan membutuhkan
pelayanan kesehatan di rumah sakit (RS), di Amerika Serikat, diperkirakan
lebih dari 5 juta anak menjalani hospitalisasi (2006 dalam Tini Ingriani,
2016). Menurut Sumaryako (2008 dalam Purwandari, 2009), di Indonesia,
diperkirakan 35 per 1000 anak menjalani hospitalisasi. Selama masa anak-
anak sekitar 30% anak pernah mengalami perawatan di rumah sakit,
sementara itu sekitar 5% pernah dirawat beberapa kali di rumah sakit menurut
Kzemi, Ghazimoghaddam, Besharat, Kashani (2012 dalam Winarsih2012), di
Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda jumlah pasien anak pada tiga bulan
terakhir sejak juli hingga september 2018, berjumlah 1.448 anak yang
menjanali hospitalisasi. Anak-anak dapat bereaksi terhadap stres hospitalisasi
sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah pemulangan (Tini
Inggriani, 2016).
Ketika mengalami hospitalisasi, anak sering kali merasa takut
terhadap orang asing dan dapat mengingat peristiwa traumatik. Ansietas
akibat perpisahan akan muncul, ketika anak dipisahkan dari orang tua atau
pengasuhnya dalam lingkungan yang tidak familiar, ansietas perpisahan
menjadi bertambah. Sebagai respon terhadap ansietas ini, anak dapat
memperlihatkan perilaku seperti memohon kepada orang tuanya untuk tetap
tinggal, secara fisik berupaya untuk mengejar orang tua, memunculkan
tempertantrum dan menolak melakukan rutinitas yang biasa dilakukan
ataupun prosedur pengobatan yang dilakukan di rumah sakit. Akibatnya, akan
terjadi hambatan dalam pengobatan dan pemulihan, juga regresi dan
penolakan untuk makan adalah reaksi yang umum dilakukan anak sehingga
anak akan sangat bergantung pada orang tuanya (Terry Kyle & Susan
Carman, 2014).
Reaksi orang tua melihat anak dihospitalisasi dan kesakitan adalah hal
yang sulit. Orang tua dapat merasa bersalah karena tidak mencari perawatan
lebih dini. Orang tua juga dapat memperlihatkan perasaan lain seperti
penyangkalan, marah, depresi, dan kebingungan. Orang tua dapat
menyangkal bahwa anak mereka sakit. Mereka dapat mengekspresikan rasa
marah, terutama diarahkan kepada staf keperawatan, anggota keluarga lain,
atau bahkan pada Tuhan, karena mereka kehilangan kontrol dalam merawat
anak mereka. Depresi dapat timbul karena kelelahan fisik dan psikologis,
kebingungan juga dapat terjadi karena lingkungan yang tidak familiar,
sehingga orang tua akan berusaha untuk meluangkan lebih banyak waktu dan
perhatian untuk memenuhi kebutuhan anak yang sedang dihospitalisasi demi
kesembuhan anak, hal ini akan berdampak dan mempengaruhi respon saudara
kandung dari anak yang menjalani hospitalisasi karena berubahnya rutinitas,
waktu, dan sikap orang tua (Terry Kyle & Susan Carman, 2014).
Saudara kandung dari anak yang di hospitalisasi akan mengalami
kesulitan dalam memahami mengapa saudara kandung mereka sakit atau
mendapatkan seluruh perhatian dan menyisakan sedikit perhatian untuk
mereka. Mereka akan bertanya-tanya apakah saudara kandung mereka akan
meninggal atau akan pulang kembali kerumah. Mereka akan khawatir bahwa
penyakit saudara kandung mereka akan terjadi juga pada mereka. Sedikit
informasi atau pemahaman tentang apa yang terjadi, dikombinasikan dengan
pemikiran magis dan egosentrik mereka, berkontribusi pada ketakutan bahwa
mereka telah menyebabkan penyakit atau cidera akibat pikiran, harapan, atau
perilaku mereka. Jika peran keluarga atau rutinitas beruba secara signifikan,
saudara kandung dapat merasa cemas dan mengalami perubahan kinerja
sekolah atau perubahan perilaku. Saudara kandung dari anak yang di
hospitalisasi juga dapat mengalami ketidakamanan, penolakan, kebingungan,
ansietas, tempramen dan bahkan regresi untuk mendapatkan perhatian orang
tua yang dikenal dengan Sibling Rivalry (Terry Kyle & Susan Carman, 2014).
Sibling rivalry adalah kompetisi antara saudara kandung untuk
mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu atau dari kedua orang
tua, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih. Faktor yang
menyebabkan sibling rivalry, antara lain ingin menunjukan kepada
saudaranya bagaimana pribadinya masing-masing, kurang mendapatkan
perhatian dan waktu orang tua, merasa hubungannya dengan orang tua
terancam karena adanya saudara yang dihospitalisasi, tahap perkembangan
anak dan faktor lainnya. Hal ini akan menimbulkan perubahan sikap dan
perilaku pada anak terhadap orang tua terutama kepada saudaranya yang
sedang dirawat, baik ketika masih di rumah sakit maupun ketika telah
kembali kerumah. Hal-hal seperti memukul, mendorong saudara dari
pangkuan orang tua, menjauhkan saudara dari orang tua, secara verbal
menginginkan saudaranya kembali kedalam perut ibu, ngompol lagi, kembali
tergantung pada susu botol dan bertingkah agresif karena persaingan dan
perasaan takut kehilangan kasih sayang orang tua. Tingkah laku negatif dapat
muncul dan merupakan petunjuk derajad stres pada anak. Oleh karena itu,
orang tua harus bisa menempatkan diri sebagai fasilitator yang baik
(Elisabeth & Endang, 2015).
Dalam mengatasi reaksi Sibling Orang tua perlu menjelaskan dan
memberi pengertian pada anak agar memahami keadaan yang sedang dialami
oleh saudaranya di rumah sakit dan tetap mempertahankan hubungan baik
antara anak dengan saudaranya yang sedang dihospitalisasi dan
mempertahankan pembagian waktu dan juga perhatian yang sesuai pada anak
sesuai dengan kebutuhan pada tahap perkembangan anak (Terry Kyle &
Susan Carman, 2014).
Teori keperawatan yang menerapkan interaksi orangtua/pemberi
asuhan-anak dalam asuhan keperawatan yaitu model interaksi orangtua/
pemberi asuhan- anak (Parent-Child Interaction ) menurut Kathryn E.
Barnard. Fokus teori Barnard adalah perkembangan instrumen pengkajian
untuk mengevaluasi kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak
disamping memandang orangtua/pemberi asuhan dan anak sebagai sebuah
sistem interaktif. Sistem orangtua/ pemberi asuhan-anak dipengaruhi oleh
karakteristik individu setiap anggota dan karakteristik individu
tersebut dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan sistem yang
diharapkan dapat memunculkan perilaku adaptif. Karateristik
orangtua/pemberi asuhan berupa sensitivity to cues, alleviation of distress,
providing growth social, emotional, and cognitive fostering situation.
Sementara karakteristik anak atau bayi berupa clarity to cues, dan
responsiveness to caregiver (Tomey & Aligood, 2010).
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti diruang anak Rumah Sakit
Dirgahayu Samarinda pada 24 oktober 2018 pada dua partisipan orang tua,
orang tua pertama menyatakan tidak ada masalah kecemburuan, regresi, atau
tingkah laku anak yang memusuhi saudaranya. Semua anak dari yang sulung
hingga yang bungsu memiliki hubungan dan interaksi yang baik termasuk
ketika ada saudaranya yang sedang di hospitalisasi. Sedangkan pada orang tua
yang kedua menyatakan, ada salah satu anaknya yang menunjukan perilaku
cemburu pada saudaranya. Anak menunjukan sikap acuh pada saudaranya,
lebih manja dari adiknya dan sangat bergantung pada orang tuanya. Orang tua
mengatakan ketika saudaranya dihospitalisasi anak terus meminta orang
tuanya untuk segera pulang, dan ketika orang tua membawa anak ke rumah
sakit untuk menjenguk saudaranya, anak langsung meminta untuk pulang
padahal baru sampai di rumah sakit tidak lebih dari 10 menit. Orang tua
berusaha berusaha menjelaskan kepada anak bahwa saudaranya sedang sakit
dan orang tua harus menemani adiknya di rumah sakit, namun anak malah
menangis dan meminta segera pulang. Jika di rumah anak yang mengalami
Sibling Rivalry berkelahi dengan saudaranya maka orang tua biasanya
menyuruh anak untuk pergi bermain di luar rumah atau memberikan anak
uang agar mau berdamai dengan saudaranya, karena jika tidak, maka anak
tidak akan mau berdamai dengan saudaranya, atau mengancam akan
mengadukan anak pada ayahnya. Orang tua juga berusaha membuat anak
tidak merasa berbeda dengan saudara-saudaranya, dengan tindakan membagi
rata semua hal yang diberikan kepada anak dan saudaranya seperti uang jajan,
mainan, hingga jumlah lauk ketika makan sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Ervina Erawati (2014) mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sibling rivalry pada balita
menunjukan bahwa ada hubungan sikap orang tua dengan kejadian Sibling
Rivalry pada balita. Orang tua berbagi perhatian kepada adik atau kepada
saudara kandung yang lain yang sedang sakit, dipersepsikan oleh anak
sebagai perhatian yang berlebihan. Perasaan iri sebagai perasaan terancam.
Menganggap adik atau saudaranya sebagai penyebab hilangnya kenikmatan
yang selama ini dirasakan. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian
Sibling Rivalry pada balita. Anak laki-laki dan perempuan memiliki reaksi
yang sangat berbeda terhadap saudara kandungnya. Anak perempuan dengan
saudara kandung perempuan akan terjadi iri hati yang lebih besar dari pada
antara anak perempuan dengan saudara laki-laki atau anak laki-laki dengan
saudara laki-laki. Jenis kelamin juga membuat anak merasa dibedakan karena
pembagian tugas yang berbeda, seperti halnya anak laki-laki selalu
dimintakan tolong untuk membantu adiknya membawa sesuatu atau
mengerjakan sesuatu yang lebih berat. Kemudian ada hubungan antara
perbedaan usia dengan kejadian Sibling Rivalry pada balita. Jarak usia yang
terlalu dekat pada anak yang membuat orang tua cenderung mengasuh anak
dengan cara yang sama meskipun usia yang berbeda sehingga menimbulkan
rasa bersaing untuk mendapatkan perhatian.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ayu Citra Triana Putri et. all
(2013) mengenai dampak sibling rivalry pada anak usia dini (1-8 tahun)
menunjukan bahwa sibling rivalry berdampak tidak hanya pada diri sendiri,
namun juga pada orang lain. Sibling rivalry dapat memunculkan regresi pada
diri sendiri dan agresi terhadap saudara. Sibling rivalry juga membuat
seorang anak berperilaku buruk pada orang lain sehingga sedikit memiliki
teman. Pemicu munculnya sibling rivalry adalah perbedaan usia dengan adik
yang terlalu dekat serta pemutusan pemberian ASI pada anak pertama.
Melihat fenomena diatas maka perlu adanya penelitian untuk
mengetahui sikap orang tua terhadap sibling. Peneliti mengangkat masalah
tersebut sebagai penelitian dengan judul Pengalaman Orang Tua Dalam
Mengatasi Reaksi Sibling Anak Usia Todler Terhadap Saudara Yang Sedang
Menjalani Hospitalisasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apa makna pengalaman
orang tua dalam mengatasi reaksi sibling anak usia todler terhadap saudara
yang menjalani hospitalisasi.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah Mendeskripsikan pengalaman orang tua dalam
mengatasi reaksi sibling anak usia todler terhadap saudara yang sedang
menjalani hospitalisasi.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian tentang
pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi sibling anak terhadap
saudara yang seang menjalani hospitalisasi
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru serta
dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
Memberikan sumbangan teoritis terutama mengenai kemampuan orang
tua dalam merespon reaksi anak dengan sibling rivalry.
2. Manfaat Praktis
a. Orang tua dan masyarakat
Penelitian ini diharapkan menambah pemahaman bagi orang tua dan
masyarakat dalam mengatasi reaksi sibling anak terhadap
saudaranya yang sedang menjalani hospitalisasi
b. Institusi pendidikan kesehatan STIKES Wiyata Husada Samarinda
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk
kalangan lembaga pendidikan dibidang kesehatan sehingga dapat
memberikan pengetahuan bagi mahasiswa dalam memberikan
edukasi kepada orang tua tentang reaksi orang tua dalam mengatasi
reaksi sibling anak terhadap saudara yang sedang di hospitalisasi.
c. Keperawatan: Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan perawat dalam memberikan edukasi terhadap orang
tua tentang cara merespon anak dengan sibling rivalry.
d. Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data, gagasan dan informasi
bagi peneliti lainnya yang berkaitan dengan pengalaman orang tua
dalam mengatasi reaksi sibling anak terhadap saudara yang sedang
menjalani hospitalisasi.

E. Penelitian Terkait
Ada beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan
yaitu:
1. Nago Tejena dan Tience Debora Valentina (2015) dengan judul Sibling
Rivalry antara anak dengan Mild Intellectual Diability dan saudara
kandung. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Subjek penelitian ini adalah seorang anak berusia 11 tahun
dengan Mild Intellectual Disability, dan memiliki dua saudara kandung.
Jenis penelitian ini kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik
pengambilan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, catatan
lapangan dan rekaman audio visual. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui dinamika Sibling Rivalry pada anak dengan Mild
Intellectual Disability. Hasil penelitian ini ditemukan 33 kategori yang
dikelompokan menjadi 6 pola yaitu faktor-faktor Sibling Rivalry, pemicu
pertengkaran, Sibling Rivalry, cara penyelesaian masalah ketika terjadi
konflik, setelah pertengkaran selesai dan sudut pandang antara subjek
dan saudaranya.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan
penelitian Nago Tejena dan Tience Debora Valentina adalah
menggunakan objek orang tua yang memiliki anak dengan sibling
rivalry. Perbedaannya adalah penelitian yang akan dilakukan ingin
mengetahui pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi sibling anak
terhadap saudara yang sedang menjalani hospitalisasi, sedangkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Nago Tejena dan Tience Debora
Valentina adalah ingin mengetahui dinamika Sibling Rivalry pada anak
dengan Mild Intellectual Disability.
2. Esty Aryani Safithry (2016) dengan judul terapi perilaku untuk
mengurangi dampak Sibling Rivalry pada anak. Jenis penelitian yang
digunakan adalah studi kasus dengan subjek penelitian anak berusia 3
tahun. Pengambilan data dengan menggunakan wawancara dan
observasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana
reaksi anak terhadap saudaranya setelah diberikan terapi perilaku. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa penerapan terapi perilaku yang tepat
dapat mengurangi perilaku Sibing Rivalry pada anak.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Esty Aryani Safithry
dengan penelitian yang akan dilakukan dalam peneliti yaitu
menggunakan objek orang tua yang memiliki anak dengan sibling
rivalry. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Esty Aryani
Safithry untuk melihat bagaimana reaksi anak terhadap saudaranya
setelah diberikan terapi perilaku, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan ingin mengetahui pengalaman orang tua dalam mengatasi
reaksi sibling anak terhadap saudara yang sedang menjalani hospitalisasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Konsep Horpitalisasi
a. Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mengharuskan
anak berada di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan
yang sampai pemulangannya kembali kerumah (Supartini, 2004,
dalam Tini Inggriani, 2016). Hospitalisasi adalah bentuk stressor
individu yang berlangsung selama individu tersebut dirawat di
rumah sakit (Wong, 2003 dalam Yuli Utami, 2014). menurut WHO,
hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam ketika anak
menjalani hospitalisasi karena stressor yang dihadapi dapat
menimbulkan perasaan tidak aman.
b. Hospitalisasi pada Anak Usia Todler
Sesuai dengan teori Ericson dalam Price & Gwin (2005),
bahwa pada fase ini anak sedang mengembangkan kemampuan
otonominya. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan
kehilangan kebebasan dalam mengembangkan otonominya.
Keterbatasan aktifitas, kurangnya kemampuan untuk memilih dan
perubahan rutinitas dan ritual akan menyebabkan anak merasa tidak
berdaya. Toddler bergantung pada konsistensi dan familiaritas ritual
harian guna memberikan stabilitas dan kendali selama masa
pertumbuhan dan perkembangan. Area todler dalam hal kebiasaan
mencakup makan, tidur, mandi, toileting dan bermain. Jika rutinitas
tersebut terganggu, maka dapat terjadi kemunduran terhadap
kemampuan yang sudah dicapai atau disebut dengan regresi
(Wong,2003 dalam Yuli Utami 2014).
Pemahaman todler tentang citra tubuh, terutama definisi
batasan tubuh, perkembangannya masih sangat buruk. Pengalaman
intrusif seperti pemeriksaan telinga atau mulut atau pemeriksaan
suhu rektal merupakan prosedur yang sangat mencemaskan dan
todler bereaksi sama kerasnya dengan prosedur yang menyakitkan.
Secara umum, anak dalam kelompok usia ini terus bereaksi dengan
kemarahan emosional yang kuat dan resistensi fisik terhadap
pengalaman nyeri baik yang aktual maupun yang dirasakan. Perilaku
yang mengindikasikan nyeri antara lain, meringis kesakitan,
mengatupkan gigi dan atau bibir, membuka mata lebar-lebar,
mengguncang-guncang, menggosok-gosok, dan bertindak agresif,
seperti menggigit, menendang, memukul, atau melarikan diri. Tidak
seperti orang dewasa yang biasanya mengurangi aktifitasnya pada
saat nyeri, anak-anak cenderung lebih gelisah dan sangat aktif,
seringkali respon ini tidak diketahui sebagai akibat dari nyeri. Di
akhir periode ini, toddler biasanya mampu mengkomunikasikan
nyeri dengan cara menunjuk area spesifik nyeri yang mereka
rasakan, meskipun begitu anak belum mampu menggambarkan jenis
dan intensitas nyeri.
c. Dampak Hospitalisasi pada Anak
Anak-anak dapat bereaksi terhadap stres hospitalisasi
sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah
pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting
dibandingkan usia dan kematangan intelektual dalam
memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi (Carson,
Gravley, dan Council,1992; Clatworthy, Simon, dan Tiedeman,1999;
Wong,2003 dalam Yuli Utami, 2014).
Sejumlah faktor resiko membuat anak-anak tertentu lebih
rentan terhadap stres hospitalisasi dibandingkan dengan lainnya.
Dapat karena perpisahan yang merupakan masalah penting seputar
hospitalisasi bagi anak-anak yang lebih muda, anak yang aktif dan
berkeinginan kuat, cenderung lebih baik ketika hospitalisasi
dibandingkan anak yang pasif. Hal ini mengharuskan perawat harus
mewaspadai anak-anak yg pasif karena membutuhkan dukungan
yang lebih banyak daripada anak yang aktif. Berkembangnya
gangguan emosional jangka panjang dapat merupakan dampak dari
hospitalisasi. Gangguan emosional tersebut terkait dengan lama dan
jumlah masuk rumah sakit, dan jenis prosedur yang dijalani di rumah
sakit. Hospitalisasi berulang dan lama rawat lebih dari 4 minggu
dapat berakibat gangguan dimasa yang akan datang. Gangguan
perkembangan juga merupakan dampak negatif lain dari
hospitalisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Lilis Murtutik dan
Wahyuni (2013) pada anak preschool penderita leukemia di RSUD
Dr. Moewardi menunjukkan bahwa semakin sering anak menjalani
hospitalisasi beresiko tinggi mengalami gangguan pada
perkembangan motorik kasar.
d. Keluarga dengan anak yang menjalani Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan perasaan sakit karena perlukaan atau
pembedahan menimbulkan respon anak bertanya-tanya, menarik diri
dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran orang lain.
1) Stresos pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit
a) Cemas Karena Perpisahan
Sebagian besar stres yang terjadi pada bayi di usia
pertengahan sampai anak peride prasekolah, hubungan anak
dengan ibu adalah sangat dekat, akibatnya perpisahan
dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan pada anak
akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan
yang dikenal olehnya yang menimbulkan rasa tidak nyaman
dan cemas.
Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3
tahap, yaitu :
i Tahap protes (Phase of Protest)
Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat,
menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan
tingkah laku agresif, seperti menendang, mengigit,
memukul, mencubit, mencoba untuk membuat orang
tuanya untuk tinggal, dan menolak perhatian orang lain.
Secara verbal, anak meyerang dengan rasa marah,
sepeti mengatakan “pergi”.
ii Tahap Putus Asa (Phase of Despair)
Pada tahap ini, anak tampak tegang, tangisnya
berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk bermain,
tidak ada nafsu makan, menarik diri, tidak mau
berkomunikasi, sedih, apatis dan agresif (misalnya:
mengompol atau mengisap jari). Pada tahap ini, kondisi
anak mengkhawatirkan karena anak menolak untuk
makan, minum dan bergerak.
iii Tahap Menolak (Phase of Denial)
Pada tahap ini, secara samar-samar anak menerima
perpisahan, mulai tertarik dengan apa yang ada di
sekitarnya, dan membina hubungan dangkal dengan
orang lain. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini
biasanya terjadi setelah perpisahan yang lama dengan
orang tua.
b) Kehilangan Kendali
Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan
kehilangan kebebasan pandangan egosentris dalam
mengembangkan otonominya. Hal ini akan menimbulkan
regresi. Ketergantungan merupakan karakteristik dari peran
sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan
negativistis, terutama anak akan menjadi cepat marah dan
agresif. Jika terjadi ketergantungan dalam waktu lama
(karena penyakit kronis), maka anak akan kehilangan
otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri dari
hubungan interpersonal.
c) Luka pada Tubuh dan Rasa Sakit (Rasa Nyeri)
Reaksi balita terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu
masih bayi, namun jumlah variabel yang mempengaruhi
responya lebih kompleks dan bermacam-macam. Anak akan
bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menyeringaikan wajah,
menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka
mata dengan lebar, atau melakukan tindakan yang agresif
seperti menggigit, menendang, memuluk, atau berlari
keluar.
Pada akhir periode balita, anak biasanya sudah
mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami
dan menunjukan lokasi nyeri. Namun demikian,
kemampuan mereka dalam menggambarkan bentuk dan
intensitas dari nyeri belum berkembang.
2) Reaksi Keluarga Terhadap Anak yang Sakit dan Dirawat di
Rumah Sakit
a) Reaksi orang tua
Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat
di rumah sakit dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
antara lain :
 Tingkat keseriusan penyakit anak
 Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan dirawat di
rumah sakit
 Prosedur pengobatan
 Sistem pendukung yang tersedia
 Kekuatan ego individu
 Kemampuan dalam menggunakan koping
 Dukungan dari keluarga
 Kebudayaan dan kepercayaan
 Komunikasi dalam keluarga
Reaksi orang tua yang dapat timbul yaitu :
i Penolakan/ketidakpercayaan (denial/disbelif)
Yaitu menolak atau tidak percaya. Hal ini terjadi
terutama bila anak tiba-tiba sakit serius.
ii Marah atau merasa bersalah atau keduanya
Setelah mengetahui bahwa anaknya sakit, maka reaksi
orang tua adalah marah dan menyalahkan dirinya
sendiri. Mereka merasa tidak merawat anaknya dengan
benar, mereka mengingat-ingat kembali mengenai hal-
hal yang telah mereka lakukan yang kemungkinan
dapat mencegah anaknya agar tidak jatuh sakit., atau
mengingat kembali hal-hal yang menyebabkan anaknya
sakit. Jika anaknya dirawat di rumah sakit, orang tua
menyalahkan dirinya sendiri karena tidak dapat
menolong mengurangi rasa sakit yang dialami oleh
anaknya.
iii Ketakutan, cemas dan frustasi
Ketakutan dan cemas dihubungkan dengan seriusnya
penyakit dan tipe prosedur medis. Frustasi dihubungkan
dengan kurangnya informasi mengenai prosedur dan
pengobatan, atau tidak familiar dengan peraturan rumah
sakit.
iv Depresi
Biasnya depresi ini terjadi setelah masa krisis anak
berlalu. Orang tua biasnya sering mengeluh merasa
lelah baik secara fisif maupun mental. Orang tua mulai
merasa khawatir terhadap anak-anak mereka yang lain,
yang dirawat oleh anggota keluarga lainnya, oleh teman
atau tetangga. Hal lain yang dapat membuat orang tua
merasa depresi adalah kesehatan anaknya di masa-masa
yang akan datang, misalnya efek dari prosedur
pengobatan dan juga biaya pengobatan.
b) Reaksi saudara kandung (sibling)
Reaksi saudara kandung terhadap anak yang sakit dan
dirawat di rumah sakit adalah kesepian, ketakutan, khawatir,
marah, cemburu, benci dan merasa bersalah. Orang tua
sering kali mencurahkan perhatian yang lebih besar
terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak yang
sehat. Hal ini akan menimbulkan rasa cemburu pada anak
yang sehat dan anak merasa ditolak.
c) Penurunan peran anggota keluarga
Dampak dari perpisahan terhadap peran keluarga
adalah kehilangan peran orang tua, saudara, dan anak cucu.
Perhatian orang tua hanya tertuju pada anak yang sakit.
Akibatnya, saudara-saudaranya yang lain menganggap
bahwa hal tersebut adalah tidak adil. Respon tersebut
biasanya tidak disadari dan tidak disengaja. Orang tua
sering menyalahkan perilaku saudara kandung tersebut
sebagai perilaku antisosial.
Sakit akan membuat anak kehilangan kebersamaan
mereka dengan anggota keluarga yang lain atau teman
sekelompok.
2. Konsep Sibling Rivalry
a. Pengertian Sibling Rivalry
Menurut kamus kedokteran dorland (Su herni, 2008): sibling
(aglo-saxon sib dan ling bentuk kecil) anak-anak dari orang tua
yang sama, seorang saudara laki-laki atau perempuan. Disebut juga
sib. Rivalry keadaan kompetisi atau antagonisme. Sibling rivalry
adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan
cintakasih, afeksi dan perhatian dari satu atau kedua orang tuanya,
atau untuk mendapatkan pengakuan atau satu yang lebih.
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan
pertngkaran antara saudara laki-laki dan/atau saudara perempuan.
Hal ini terjadi pada semua orang tua yang mempunyai dua anak atau
lebih. Sibling rivalry atau perselisihan yang terjadi pada anak-anak
tersebut adalah hal yang biasa bagi anak-anak usia antara 5-11 tahun.
Bahkan kurang dari 5 tahunpun sudah sangat mudah terjadi sibling
rivalry itu. Istilah ahli psikologi hubungan antara anak-anak seusia
seperti itu bersifat ambivalent dengan love heart relationship.
Perubahan sikap dan perilaku dengan kehadiran sibling rivalry yang
dapat ditunjukan oleh anak, antara lain:
1) Memukul bayi
2) Mendorong bayi dari pangkuan ibu
3) Menjauhkan puting susu dari mulut bayi
4) Secara verbal menginginkan bayi kembali keperut ibu
5) Ngompol lagi
6) Kembali tergantung pada susu botol
7) Bertingkah agresif
Antisipasi terhadap sikap dan perilaku dengan menyiapkan secara
dini untuk kelahiran bayi beberapa hal, diantaranya :
1) Mulai kenalkan dengan organ reproduksi dan seksual
2) Beri penjelasan yang konkret tentang petumbuhan bayi dalam
rahim dengan menunjukan gambar sederhana tentang uterus dan
perkembangan vetus
3) Beri kesempatan anak untuk ikut gerakan janin
4) Libatkan anak dalam perawatan bayi
5) Beri pengertian mendasar tentang perubahan suasana rumah,
seperti alasan pindah kamar
6) Lakukan aktivitas yang biasa dan lakukan dengan anak seperi
mendongeng sebelum tidur atau piknik bersama.
b. Penyebab Sibling Rivalry
Banyak faktor yang menyebabkan sibing rivalry antara lain :
1) Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi
mereka, sehingga ingin menunjukan pada saudara mereka.
2) Anak merasa kurang mendapatkan perhatian.
3) Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam
oleh kedatangan anggota keluarga baru / bayi.
4) Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat
mempengaruhi proses kedewasan dan perhatian terhadap satu
sama lain.
5) Anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau
memulai permainan dengan saudra mereka.
6) Perbedaan usia 2-4 tahun
7) Jenis kelamin yang sama
8) Sosial budaya
9) Dinamika keluarga dalam memainkan peran
10) Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang
berlebihan dalam keluarga adalah normal
11) Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama
dengan angota keluarga.
12) Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
13) Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya
14) Cara orang tua dalam memeperlakukan anak dan menangani
konflik yang terjadi pada mereka
c. Sibling Rivalry pada Anak Usia Todler
Usia toddler merupakan usia emas dalam tahap
perkembangan anak. Anak di usia toddler ini mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Perkembangan
anak usia 1-3 tahun meliputi perkembangan kemampuan bahasa,
kreativitas, kesadaran sosial, dan emosional. Salah Satu tahapan
dalam perkembangan toddler yang harus diantisipasi orang tua
adalah respon terhadap kehadiran anggota keluarga baru. Semua
anak memiliki peran menurut urutan kelahirannya. Jika anak tersebut
menyukai perannya masing-masing, tentunya semuanya akan
berjalan dengan baik, tetapi sebaliknya jika peran yang
didapatkan anak bukan peran yang diinginkan dan disukainya,
memungkinkan terjadinya perselisihan antar saudara. Hal inilah yang
menyebabkan memburuknya hubungan anak dengan orang tua
maupun hubungan anak dengan saudara kandungnya, ditambah
dengan beberapa faktor lain seperti jarak usia anak yang sangat
dekat, jenis kelamin yang sama, pembagian tugas yang
memberatkan anak yang lebih tua dan menganak emaskan salah
satu anak (dalam Indanah dan Dewi Hartinah 2017).
d. Segi Positif Sibling Rivalry
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yag negatif tetapi
ada segi positifnya, antara lain :
1) Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan
mengembangkan beberapa keterampilan penting yaitu
keterampilan sosial dan bersosialisasi
2) Anak dapat belajar untuk berkompromi dan bernegosiasi
3) Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif
Oleh karena itu, agar segi positif tersebut dapat tercapai, maka orang
tua harus menjadi fasilitator yang baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi
sibling rivalry, sehingga anak dapat bergaul dengan baik, antara lain
:
a. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain
b. Membiarkan anak menjadi diri mereka sendiri
c. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak
d. Membuat anak-anak mampu bekerja sama dari pada bersaing
antara satu sama lain
e. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik
biasa terjadi
f. Mengajarkan anak-anak tengtang cara-cara positif untuk
mendapatkan perhatian dari satu sama lain
g. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan
kebutuhan anak. Sehinga adil bagi anak satu dengan yangi lain
berbeda
h. Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi
semua orang
i. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan
kebebasan mereka sendiri
j. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat ada
tanda-tanda akan kekerasan fisik
k. Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada
anak-anak
l. Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak
menyalahkan satu sama lain
m. Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak
n. Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari
perilaku orang tua sehari-hari adalah cara pendidikan anak-anak
untuk menghindari sibling rivalry yang paling bagus.
e. Adaptasi Kakak Sesuai Tahap Perkembangan
Respon kanak-kanak atas kelahiran seorang bayi laki-laki atau
perempuan bergantung pada umur dan tingkat perkembangan.
Biasanya anak-anak kurang sadar akan kehadiran anggota baru,
sehingga menimbulkan persaingan dan perasaan takut kehilangan
kasih sayang orang tua. Tingkah laku negatif dapat muncul dan
merupakan petunjuk derajad stres pada anak-anak ini. Tingkahlaku
ini antara lain berupa :
1) Masalah tidur
2) Peningkatan upaya menarik perhatian orang tua maupun anggota
keluarga lain
3) Kembali kepola tingkah laku kekanak-kanakan seperti :
ngompol dan menghisap jempol
Batita (Bawah Tiga Tahun)
Pada tahapan perkembangan ini, yang termasuk batita (bawah tiga
tahun) ini adalah usia 1-2 tahun. Cara beradaptasi pada
perkembangan ini antara lain :
1) Mengubah pola tidur bersama dengan anak-anak pada beberapa
minggu sebelum kelahiran.
2) Mempersiapkan keluarga dan kawan-kawan anak batitannya
dengan menanyakan perasaannya terhadap kehadiran anggota
baru.
3) Mengajarkan pada orang tua untuk menerima perasaan yang
ditunjukan oleh anaknya
4) Memperkuat kasih sayang terhadap anaknya
Anak Yang Lebih Tua
Tahap perkembangan pada anak yang lebih tua, dikategorikan pada
umur 3-12 tahun. Pada anak seusia ini jauh lebih sadar akan
perubahan-perubahan tubuh ibunya dan mungkin menyadari akan
kelahiran bayi. Anak akan memberikan perhatian terhadap
perkembangan adiknya. Terdapat pula, kelas-kelas yang
mempersiapkan mereka sebagai kakak sehingga dapat mengasuh
adiknya
f. Peran Orang Tua Dalam Meminimalkan Dampak Hospitalisasi
Mempersiapkan anak menghadapi pengalaman rumah sakit
dan prosedur merupakan hal yang dilakukan untuk meminimalkan
dampak negatif yang ditimbulkan karena hospitalisasi. Semua
tindakan atau prosedur di rumah sakit dilakukan berdasarkan prinsip
bahwa ketakutan akan ketidaktahuan (fantasi) lebih besar dari pada
ketakutan yang diketahui. Oleh karena itu, mengurangi unsur
ketidaktahuan dapat mengurangi ketakutan tersebut.
Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan
dukungan bagi anak dan keluarga guna mengurangi respon stres
anak terhadap hospitalisasi. Intervensi untuk meminimalkan respon
stres terhadap hospitalisasi menurut Hockenberry dan Wilson
(2007), dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Meminimalkan pengaruh perpisahan
2) Meminimalkan kehilangan kontrol dan otonomi
3) Mencegah atau meminimalkan cedera fisik
4) Mempertahankan aktivitas yang menunjang perkembangan
5) Bermain
6) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
7) Mendukung anggota keluarga
8) Mempersiapkan anak untuk dirawat di rumah sakit
g. Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Sibling Rivalry Saat
Hospitalisasi
Untuk mengatasi hal ini, perawat dapat membantu orang tua
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan sibling antara lain:
1) Memberikan informasi tentang kondisi penyakit saudara
kandung dan sejauh mana perkembangannya
2) Membiarkan sibling untuk mengunjungi saudaranya yang
dirawat
3) Anjuran untuk memberikan perhatian seperti membuatkan
gambar atau kartu serta,
4) Menelepon saudaranya yang dirawat, membiarkan sibling untuk
terlibat dalam perawatan saudara kandung semampunya (Price
& Gwin,2005 dalam Yuli Utami, 2014).
h. Mekanisme Koping
Orang tua yang memilki anak dengan sibling rivalry
cenderung akan mengalami stres, jika tidak dapat menangani dengan
baik konflik yang terjadi pada anak, hal ini akan berdampak pada
bagaimana orang tua memberi respon kepada anak atas semua
stimulus yang muncul, orang tua harus mengetahui stategi koping
yang tepat.
Menurut Stuat dan Sundeen (1995), mekanisme koping
digolongkan menjadi dua yaitu :
1) Mekanisme koping adaptif
Yaitu mekanisme koping yang mendukung sistem integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara
efektif tehnik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas
konstruktif.
2) Mekanisme koping maladaptif
Yaitu mekanisme koping yang menghambat sistem integrasi
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebih atau tidak
makan, bekerja berlebih, menghindar.
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah
aspek sosial (Lazarus dan Folkman, 1985: Stuart dan Sundeen, 1995;
Townsend, 1995; Herawati, 1991; Keliat, 1999) yaitu :
1) Reaksi orientasi tugas
Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari
situasi stres secara realistis, dapat berupa konstruktif dan
deduktif.
2) Mekanisme pertahanan diri
Serafino (dalam Smet 1994) menyatakan bahwa dalam
menghadapi stressor ada dua jenis koping yang digunakan:
a) Emotional focus coping, digunakan untuk mengatur respon
emosional terhadap stres. Pengaturan ini melalui perilaku
individu.
b) Problem focus coping, digunakan untuk mengurangi stresor,
individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan yang baru. Individu akan cenderung
menggunakan strategi ini, bila yakin akan mengubah situasi.
i. Model Parent Child Interaction Kathryn E. Barnard
Berbagai teori keperawatan diperkenalkan oleh para ahli
keperawatan. Salah satunya adalah teori Kathryn E. Barnard. Fokus
teori Barnard adalah perkembangan alat pengkajian untuk
mengevaluasi kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak
disamping memandang orangtua dan anak sebagai sebuah sistem
interaktif. Sistem orangtua-anak dipengaruhi oleh karakteristik
individu setiap anggota dan karakteristik individu tersebut yang
dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan sistem dan Barnard
mendefinisikan modifikasi sebagai perilaku adaptif.
Care giver-parent Infant Characteristics:
Characteristics: Sensitivity Clarity to cues
to cues Alleviation of Responsiveness to
distress, Providing growth-
fostering situation caregiver

Skema 2.1 Model Teori Barnard

Barnard kemudian mengembangkan teorinya dengan menggunakan


konsep Child Health Assessment Interaction Theory yang memiliki 3
konsep dasar yaitu model The Child Health Assessment Interaction
Model.

Parent: Environment:
Psichological asset People
Concern Object
Expectation Place
Amount of life Sound
changes Visual
Parenting style tactil
Adaptation skill

Child:
Temperament
Adaptation
Interaction Sleeping patern
Fisical
appearance

Skema 2.2 konsep Child Health Assessment Interaction Theory

Barnard mendefinisikan istilah-isltilah dalam gambar :


1) Perilaku bayi atau anak
a) Infant’s Clarity to cues (Kejelasan isyarat bayi)
Untuk berpartisipasi dalam suatu hubungan yang seimbang.
Bayi harus memberikan isyarat kepada caregivers. Isyarat
yang diberikan dapat mempermudah atau mempersulit
orangtua untuk memahami isyarat tersebut dan membuat
modifikasi yang tepat sesuai dengan perilaku tersebut. bayi
memberikan beberapa isyarat seperti: rewel, tempramen,
tidur, cari perhatian, rasa lapar dan rasa kenyang dan
perubahan dalam aktivitas tubuh. Apabila isyarat yang
ditunjukkan membingungkan, maka dapat menggangu
adaptasi terhadap caregiver (Tomey & Alligood, 2010)
b) Infants responsiveness to caregiver (Respon bayi terhadap
pengasuh)
Bayi tidak hanya mengirimkan isyarat kepada orangtua
untuk memodifikasikan perilaku, tetapi bayi juga harus
dapat membaca isyarat tersebut sehingga memodifikasi
kembali perilakunya. Jika bayi tidak berespon terhadap
perilaku dari orangtua atau petugas kesehatan, maka
adaptasi tidak mungkin terjadi (Tomey & Alligood, 2010)
2) Perilaku orang tua atau pemberi asuhan
a) Parent sensitivity to thechild’s cues (Rasa sensitif orang tua
terhadap isyarat bayi)
Seperti halnya bayi, orang tua juga harus dapat
menginterpretasi dengan tepat isyarat yang ditunjukkan
bayi, sehingga dapat memodifikasi perilaku dengan tepat
pula. Kesensitifan orang tua dalam hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya status keuangan, emosi, stress
perkawinan dan sebagainya. Masalah tersebut dapat
mengurangi kemampuan orangtua untuk membaca isyarat
yang ditunjukkan bayi (Tomey & Alligood, 2010)
b) Parent’s ability to alleviate the infant’s distress
(Kemampuan orang tua mengurangi distress pada bayi)
Beberapa isyarat yang diberikan bayi membantu orang tua.
Efektifitas orangtua dalam mengurangi distress bayi
bergantung pada beberapa hal, yaitu : orang tua harus
mengenali bahwa distress sedang terjadi, harus mengetahui
tindakan yang tepat untuk mengurangi distress. Dan
akhirnya orangtua harus mampu melaksanakan tindakan
sesuai pengetahuannya (Tomey & Alligood, 2010)
c) Parent’s social and emotional growth fostering activities
(Orang tua membantu pertumbuhan sosial dan emosional)
Kemampuan untuk membantu aktivitas pertumbuhan sosial
emosional bergantung kemampuan orang tua untuk
beradaptasi secara luas. Orang tua harus mampu bermain
dengan mesra dengan anak, menggunakan interaksi sosial
saat memberi makan memberi pujian atas perilaku anak.
Orang tua harus menyadari tingkat perkembangan anak dan
mampu mengatur perilaku yang sesuai. Hal ini bergantung
pada kemampuan orang tua dalam menerapkan
pengetahuan dan keahliannya (Tomey & Alligood, 2010).
d) Parent’s cognitive growth fostering activities (Orangtua
membantu perkembangan kognitif)
Pertumbuhan kognitif difasilitasi dengan pemberian
stimulasi sesuai tingkat pemahaman anak. Untuk
melaksanakannya orangtua harus memiliki pemahaman
tentang kemampuan anaknya dan orang tua harus memiliki
pemahaman tentang kemampuan anaknya dan orangtua
harus memiliki energi untuk menerapkan keahliannya
(Tomey & Alligood, 2010)
3) Lingkungan
Lingkungan diwakili oleh lingkaran besar. Lingkungan
disini merujuk pada lingkungan pengasuh dan anak.
Lingkungan pengasuh mencakup aktivitas-aktivitas yang
dilakukan pengasuh untuk mengenalkan dan mengarahkan anak
kepada dunia luar dan lingkungan anak berupa objek-objek yang
tersedia yang membuat anak untuk melakukan eksplorasi dan
manipulasi. Lingkungan sangat dipengaruhi oleh sekitarnya baik
fisik, pengaruh budaya, dan aspek ekstrinsik lain yang
mempengaruhi seperti pada saat menyusui. Selain itu
karekteristik lingkungan meliput aspek lingkungan fisik dan
keluarga, keterlibatan ayah, dan tingkat hubungan orangtua yang
saling menguntungkan dengan anaknya.
Ketiga lingkaran berkumpul di titik yang dihasilkan dari
lingkaran tumpang tindih. Daerah ini merupakan interaksi
lingkungan, anak/bayi dan orangtua. Masing-masing dari
ketiganya memiliki potensi untuk mempengaruhi satu sama lain.
Menurut Barnard karakteristik individu dari tiap anggota
mempengaruhi sistem orangtua/pemberi asuhan-anak/bayi
sehingga terjadi modifikasi perilaku adaptasi untuk memenuhi
kebutuhan sistem. Teori Barnard berfokus pada interaksi
orangtua-anak dengan lingkungan.
Karakter orang tua:
1. Sensitivitas orang tua Karakter anak:
terhadap isyarat anak 1. Kejelasan isyarat anak:
2. Kemampuan orang tua Rewel, manja, malas, cari
mengurangi distres anak Interaksi perhatian
3. Orang tua membantu 2. respon anak terhadap
pertumbuhan sosial- orang tua:
emosional anak: Membagi  Perubahan sikap anak
waktu dan perhatian pada terhadap orangtua (ingin
anak lebih dekat dengan
4. Orang tua membantu orangtua)
perkembangan kognitif  Protes
anak:Menjelaskan keadaan
saudaranya yang sakit dan
membutuhkan orang
tuanya

Child Health Assessment Interaction Theory

Orang tua:
 Aset psikologi: stres Anak : Lingkungan:
dan tekanan  Tempramen: agresif,  Orang: saudara yang
pengasuhan kasar, manja sedang di
 Perhatian: anak yang  Adaptasi: tidak hospitalisasi
sakit dan saudaranya mandiri  Objek: anak melihat
yang cemburu  Pola tidur: gelisah orangtua lain dengan
 Harapan: anak tidak  Fisik: murung, kurang anaknya
cemburu pada aktif dan tidak ceria  Tempat: anak
saudaranya dan anak  Penampilan: tidak terpisah dari
yang sakit segera bersemangat orangtuanya
pulih  Suara: anak tidak
 Pengalaman: mendengar suara
kemampuan orangtua orangtuanya
menangani distres  Gambar: anak tidak
 Pola asuh: kebiasaan melihat orangtuanya
orangtua mendidik  Reflek: menangis,
anak malas, regresi
 Kemampuan
adaptasi: cara orang
tua menyesuaikan diri

Skema 2.3 Aplikasi Teori Barnard


BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN


Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif adalah suatu
strategi inquiry yang menekankan pencarian makna, pengertian, konsep,
karakteristik, gejala, simbol, maupun deskriptif tentang suatu fenomena;
fokus dan multimetode, bersifat alami dan holistik; mengutamakan kualitas,
menggunakan beberapa cara, serta disajikan secara naratif. Dari sisi lain dan
secara sederhana dapat dikatakan bahwa tujuan penelitian kualitatif adalah
untuk menemukan jawaban terhadap suatu fenomena atau pertanyaan melalui
aplikasi prosedur ilmiah secara sistematis menggunakan pendekatan
kualitatif. (A. Muri Yusuf, 2014).
Dalam konteks penelitian kualitatif, fenomena merupakan suatu yang
hadir dan muncul dalam kesadaran peneliti dengan menggunakan cara
tertentu, sesuatu menjadi tampak dan nyata. Peneliti mendeskripsikan sesuatu
seperti penampilan fenomena, seperti barangnya sendiri tanpa mengandalkan
praduga-praduga konseptual. Penelitian fenomenologi selalu difokuskan pada
menggali, memahami dan menafsirkan arti fenomena, peristiwa dengan
hubungannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu, sedangkan
Bogdan dan Biklen (1982) mengemukakan bahwa fenomenologi merupakan
suatu tipe/jenis penelitian kualitatif yang berusaha memahami makna dari
suatu peristiwa dan interaksi orang dalam situasi tertentu. (A. Muri Yusuf,
2014).

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda.
2. Waktu penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada 19, 25, 29, desember 2018 dan
02 januari 2019.
C. SUBJEK PENELITIAN DAN UNIT ANALISIS
Subjek penelitian menurut Arikunto (2013) merupakan suatu yang
sangat penting kedudukannya dalam penelitian, subjek penelitian harus ditata
sebelum peneliti siap untuk mengumpulkan data. Subjek penelitian dapat
berupa benda, hal atau orang. Dengan demikian subjek penelitian pada
umumnya manusia atau apa saja yang menjadi urusan manusia. Pada
penelitian ini subjek penelitiannya adalah orang tua yang memiliki anak
dengan Sibling Rivalry.
Unit analisis dalam penelitian adalah suatu hal tertentu yang
diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2013). Pada penelitian
ini yang dimaksud dengan unit analisis adalah orang tua anak dengan sibling
Rivalry.

D. PEMILIHAN SUBJEK PENELITIAN


Pemilihan subjek penelitian menggunakan metode Purposive
sampling. Purposive sampling disebut juga judgement sampling adalah suatu
teknik atau metode penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara
populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam
penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi
yang telah dikenal sebelumnya. Ukuran sampel atau subjek penelitian bisa
kecil atau besar, tergantung pada pertanyaan penelitian, bahan dan waktu,
termasuk jumlah peneliti. Morse (2000) mengemukakan bahwa ukuran
perkiraan sampel dalam studi kualitatif, diperlukan agar diperoleh saturasi
data. Dukes (1984) menyatakan ukuran untuk sampel yang tidak banyak,
yaitu 1 sampai 10 partisipan diperlukan untuk usulan penelitian fenomenologi
dan ukuran 1 sampai 2 partisipan untuk usulan naratif. Pada penelitian ini,
peneliti mendapatkan 5 partisipan sebagai sampel dikarenakan kendala dalam
mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini dan
keterbatasan waktu dalam menyelesaikan penelitian ini serta berdasarkan
kejenuhan data yang telah diperoleh dalam penelitian ini. Subjek pada
penelitian ini adalah anak usia todler. Sesuai dengan teori Ericson dalam
Price & Gwin (2005), Toddler bergantung pada konsistensi dan familiaritas
ritual harian guna memberikan stabilitas dan kendali selama masa
pertumbuhan dan perkembangan. Anak dalam tahap perkembangan kognitif
praoperatif (todler dan prasekolah) memiliki keterbatasan kemampuan untuk
membedakan pandangan mereka dan pandangan orang lain (Blum dkk, 1995)
dalam Wong, 2008. Daniel bernstein & Steven P. Shelow, (2016) menyatakan
temper tantrum, khususnya pada anak usia 1 sampai 3 tahun, sering terjadi.
Pada masa perkembangan ini, temper tantrum biasanya mencerminkan rasa
frustasi dengan kemunculan independensi psikologi akibat dikuasainya
keterampilan bahasa dan motorik baru. Seperti yang dikatakan Armini, NW.
Sriasih, NGK. Marhaeni, GA (2017) bahwa perilaku ini jika tidak ditangani
dengan positif perilaku ini dapat menyebabkan risiko tambahan yang dapat
terbawa ketika anak memasuki lingkungan sosial yang lebih besar seperti
sekolah. Perilaku agresif disekolah dapat menyebabkan penolakan dari
kelompok, hukuman oleh guru dan kegagalan dalam pembelajaran.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1. Orang tua yang memiliki anak usia todler dengan Sibling Rivalry yang
salah satu saudaranya sedang dirawat dirumah sakit.
2. Bersedia menjadi partisipan dan mengikuti penelitian dari awal hingga
akhir penelitian
3. Dapat memberikan informasi dengan baik dan benar.
Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah :
1. Orang tua yang tidak dapat memberikan informasi yang benar dan
lengkap pada proses penelitian.
2. Pengasuh lain seperti kakek, nenek atau anggota keluarga lain selain
orang tua pasien.

E. SUMBER DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN


1. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data adalah dari mana data itu diperoleh,
atau subjek yang menyediakan data penelitian atau dari siapa dan
darimana data itu diperoleh. Responden dalam penelitian kualitatif
umumnya menggunakan istilah partisipan, atau informan pada
kebanyakan penelitian etnografi. Widoyoko (2012) sumber data dapat
diklasifikasikan menjadi 4 singkatan huruf p (4P) dari bahasa inggris
yaitu: person: sumber data berupa orang; place: sumber data berupa
tempat; proces: sumber data berupa gerak/aktivitas; dan paper: sumber
data berupa simbol. Dari sumber ini maka sumber data dapat
dikategorikan menjadi dua katogori, yaitu sumber data primer dan
sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh
langsung dilapangan penelitian melalui observasi, wawancara atau
kuisioner. Jadi sumber primer merupakan sumber langsung (subjek
pertama) yang memberi data penelitian. Sumber data sekunder yaitu
sumber data yang diperoleh tidak langsung dari subjek penelitian
melainkan dari data yang sudah ada seperti dokumentasi perusahaan,
dokumentasi rumah sakit, laporan pemerintah, majalah dan lainnya.
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah
dengan melakukan kontak awal dengan partisipan, membina hubungan
saling percaya, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dan menanyakan
kesediaan partisipan dalam penelitian yang dilakukan peneliti, setelah itu
peneliti meminta partisipan untuk menandatangani surat persetujuan dan
melakukan kontrak waktu dengan partisipan untuk melakukan
wawancara. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti bertemu dengan
partisipan sesuai dengan waktu yang disepakati, sebelum wawanara
peneliti memulai pembicaraan biasa, untuk membuat suasana menjadi
tenang, nyaman, santai, kemudian peneliti menanyakan kesediaan
partisipan, dan peneliti juga menyediakan alat rekam berupa handphone
dan alat tulis dan juga notebook untuk mencatat. Lama wawancara yang
dilakukan bervariasi pada masing-masing partisipan, berkisar 10 hingga
35 menit setiap partisipan. Peneliti dan partisipan bertatap muka dengan
posisi duduk berdampingan. Pada saat wawancara, peneliti
menggunakan pedoman wawancara untuk memandu peneliti dalam
mengajukan pertanyaan, disamping itu peneliti juga membuat catatan
lapangan, setelah selesai wawancara, peneliti tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada partisipan, dan kemudian peneliti melakukan kontrak
waktu dengan partisipan untuk melakukan pengecekan hasil wawancara,
setelah itu transkrip wawancara dibuat.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disebut human-
instrument, yaitu peneliti sendiri yang berfungsi sebagai instrumen dan
yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai
sumber data, melakukan pengumpula data, menilai kualitas data, analisis
data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya. Selain
itu, sebagai instrumen penelitiannya, peneliti fenomenologi perlu
divalidasi seberapa jauh peneliti melakukan penelitian yang selanjutnya
terjun kelapangan. Validasi peneliti sebagai instrumen meliputi validasi
terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan
terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek
penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi
diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan
teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan
bekal memasuki lapangan (Sugiyono, 2015). Peneliti juga
mempersiapkan perlengkapan yang akan digunakan dalam wawancara
yaitu handphone yang memiliki aplikasi rekam yang dapat merekam
wawancara peneliti dengan partisipan, pedoman wawancara, notebook,
dan pulpen untuk mencatat apa yang menjadi informasi tambahan selama
berada dilapangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 5
pertanyaan pokok wawancara mendalam dengan menanyakan bagaimana
reaksi sibling terhadap saudara yang sedang menjalani hospitalisasi,
bagaimana cara orang tua mengatasi reaksi sibling yang muncul, apa saja
hambatan orang tua dalam mengatasi reaksi sibling, apa usaha yang
dilakukan orang tua untuk mengatasi kendala yang ada, dan bagaimana
harapan orang tua tentang reaksi sibling terhadap saudaranya yang
sedang menjalani hospitalisasi.
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Wawancara
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang
mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan formal. Tidak
seperti pada percakapan biasa, wawancara ditujukan untuk mendapatkan
informasi dari individu yang diwawancarai, oleh karena itu hubungan
asimetris harus tampak antara pewawancara dengan individu yang
diwawancarai. Peneliti melakukan wawancara mengeksplorasi perasaan,
persepsi dan pemikiran partisipan (Yati Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen pedoman
wawancara, yang terdiri dari lima pertanyaan yang berkembang selama
proses wawancara.
2. Observasi
Kegiatan observasi meliputi memperhatikan dengan seksama, termasuk
mendengarkan, mencatat, dan mempertimbangkan hubungan antaraspek
pada fenomena yang sedang diamati (Yati Afiyanti & Rachmawati,
2014). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi tidak
berstruktur dan peneliti mengobservasi ekspresi, mimik, intonasi dan
kondisi lingkungan selama proses penelitian berlangsung.
3. Dokumentasi
Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan metode studi dokumen,
karena dokumen dapat memberi informasi tentang situasi yang tidak
dapat diperoleh langsung melalui observasi langsung atau wawancara
(Yati Afiyanti & Rachmawati, 2014). Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi. Pada
penelitian ini, peneliti mendokumentasikan hasil penelitian berupa
rekaman wawancara dan catatan lapangan serta foto atau gambar orang
tua yang menjadi partisipan.
Adapun tahapan secara rinci yang dilalui dalam penelitian ini terbagi
dalam beberapa tahap berikut ini :
a. Tahap Persiapan
Setelah peneliti mendapatkan izin penelitian dari lahan penelitian,
peneliti kemudian menjelaskan kepada perawat diruang perawatan
tentang kriteria partisipan yang dapat mengikuti penelitian, setelah
itu penjaringan partisipan dibantu oleh perawat ruangan. Setelah
terjaring peneliti memberi penjelasan kepada calon partisipan dan
membuat kontrak waktu penelitian dengan membebaskan keputusan
kepada setiap calon partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian
sehingga calon partisipan tertarik secara mandiri untuk berpartisipasi
dalam penelitian yang akan dilakukan dan diharapkan dengan cara
seperti ini partisipan dapat memberikan informasi dengan terbuka
dan tidak ada unsur keterpaksaan sebagai partisipan dalam kegiatan
penelitian ini.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti mulai melakukan proses wawancara
mendalam dengan memulai tiga fase, yaitu; fase orientasi, fase kerja,
dan fase terminasi. Fase orientasi, penelitian mulai dengan
menanyakan kesiapan partisipan dan setelah itu partisipan mengisi
lembar informed consent atau surat persetujuan menjadi partisipan,
menciptakan suasana yang nyaman dan peneliti menyiapkan hand
phone. Fase kerja merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti
dengan pertanyaan semi struktur dan dalam bentuk pertanyaan
terbuka. Wawancara dengan pertanyaan terbuka memberikan
kebebasan dan keleluasaan yang lebih besar dalam menjawab
dibandingkan jenis wawancara lain (Speziale, 2011). Peneliti
menggunakan pedoman wawancara untuk memandu peneliti dalam
mengajukan pertanyaan. Dilakukan pada setiap partisipan rata-rata
25 menit. Setiap selesai wawancara mengucapkan terima kasih atas
kerjasama yang terjalin dalam penelitian yang telah dilakukan.
c. Tahap Terminasi
Tahap terminasi dilakukan dengan mengawali klarifikasi
pertanyaan yang kurang jelas kepada partisipan, kemudian
melakukan validasi pada seluruh item pertanyaan wawancara
yang telah dijawab, memberikan kesempatan pada partisipan
untuk menyampaikan hal yang ingin disampaikan sebelum
wawancara di tutup dan diakhiri. Mengucapkan terima kasih atas
kerja sama dan partisipasinya telah menjadi partisipan dalam
penelitian ini.

G. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA


1. Uji Kredibilitas (Keterpercayaan) data
Uji Kredibilitas (keterpercayaan) data. Uji kredibilitas data atau
ketepatan dan keakurasian data yang dihasilkan dari studi kualitatif
atau informasi dari data yang dihasilkan dan proses analisis data dari
penelitian yang dilakukan. Kredibilitas dapat juga didapakan melalui
praktik-praktik membuat deskripsi pada hasil penelitiannnya atau
melakukan triangulasi dan member check. Peneliti dalam penelitian ini
melakukan dengan cara merekam hasil wawancara dan mendengarkan
secara berulang kali hasil wawancara tersebut, hasil rekaman menjadi
bukti keabsahan data yang diteliti dan bukan merupakan hasil rekayasa
peneliti. Peneliti juga melakukan pendalaman kemampuan wawancara
menggunakan 1-2 partisipan sebagai uji coba wawancara dengan
pembimbing.
2. Transferabilitas atau keteralihan data (applicability, fittingness)
Seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat diaplikasikan
dan dialihkan pada keadaan atau konteks lain atau kelompok atau
partisipan lainnya merupakan pertanyaaan untuk menilai tingkat
keteralihan atau transferabilitas. Supaya orang lain dapat memahami
hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan
hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam membuat laporannya
harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis dan dapat
dipercaya. Peneliti membuat penjelasan yang menceritakan rekaman
wawancara dan catatan lapangan kemudian membuat pembahasan
terhadap hasil penelitian menggunakan literatur, hasil penelitian yang
terkait dengan judul penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti
menguraikan secara rinci hasil temuan yang didapat dan kemudian
dibuat penjelasan tentang hasil wawancara dalam bentuk naratif yang
menceritakan rekaman wawancara.
3. Dependabilitas (Ketergantungan)
Pertanyaan dasar untuk memperoleh nilai dependabilitas atau reabilitas
dari studi kualitatif adalah bagaimana studi yang sama dapat diulang atau
dapat direplikasi pada saat yang berbeda dengan menggunakan metode
yang sama, partisipan yang sama dan dalam konteks yang sama. Dengan
kata lain, dependabilitas mempertanyakan tentang konsistensi dan
reabilitas suatu instrumen yang digunakan lebih dari sekali penggunaan.
Suatu penelitian yang reabel apabila yang lain dapat mengulangi atau
mereplikasi proses penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif, uji
dependabilitas dilakukan dengan melakuka audit terhadap keseluruhan
proses penelitian. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pemeriksaan
(auditing) dengan pembimbing penelitian, sebagai orang yang
berkompeten.
4. Konfirmabilitas (Confirmability)
Konfirmabilitas menggantikan aspek objektivitas pada penelitian
kuantitatif namun tidak persis sama arti dari keduanya, yaitu kesediaan
peneliti untuk mengungkap secara terbuka proses dan elemen-elemen
penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif uji konfirmabilitas mirip
dengan uji dependabilitas hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang
dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian
yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
konfirmabilitas. Pada penelitian ini, peneliti melakukan konfirmasi
dengan partisipan tentang hasi penelitian sementara.
H. ANALISIS DATA
Tahapan proses analisis data kualitatif terdapat beberapa model
analisis, salah satunya menggunakan model Colaizzi. Alasan pemilihan
metode analisis ini didasarkan pada kesesuaian dengan filosofi Hussert, yaitu
suatu penampakan fenomena partisipan realitas itu sendiri yang tampak (M.
Sofiyudin Dahlan, 2016). Fenomena penelitian ini tentang pengalaman orang
tua dalam mengatasi reaksi anak usia todler terhadap saudara yang sedang
menjalani hospitalisasi. Langkah-langkah analisa data kualitatif dari Colaizzi,
(1978) adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan fenomena yang diteliti. Peneliti mencoba memahami
fenomena gambaran konsep penelitiannya dengan cara memperkaya
informasi melalui studi literatur.
2. Mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat atau pernyataan
dari partisipan. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dan
menuliskannya dalam bentuk naskah transkip untuk dapat
mendeskripsikan gambaran konsep penelitian.
3. Membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh
semua partisipan.
4. Membaca kembali transkip hasil wawancara dan mengutip pernyataan-
pernyataan yang bermakna dari semua partisipan. Setelah mampu
memahami pengalaman partisipan, peneliti membaca kembali transkip
hasil wawancara, memilih pernyataan-pernyataan dalam naskah transkip
yang signifikan dan sesuai dengan tujuan penelitian untuk menemukan
unit analisis yang mengandung pernyataan spesifik.
5. Menguraikan arti yang ada dalam pernyataan-pernyataan signifikan.
Peneliti membaca kembali unit analisis yang telah diidentifikasi dan
mencoba menemukan esensi atau makna dari koding untuk membentuk
kategori.
6. Mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan ke dalam
kelompok tema. Peneliti membaca seluruh kategori yang ada,
membandingkan dan mencari persamaan diantara kategori tersebut, dan
pada akhirnya mengelompokkan kategori-kategori yang serupa ke dalam
sub tema dan tema.
7. Menuliskan deskripsi yang lengkap. Peneliti merangkai tema yang
ditemukan selama proses analisis data dan menuliskannya menjadi
sebuah deskripsi dalam bentuk penelitian.
8. Menemui partisipan untuk melakukan validasi deskripsi hasil analisis.
Peneliti kembali kepada partisipan dan membacakan kisi-kisi hasil
analisis tema. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah gambaran
tema yang diperoleh sebagai hasil penelitian sesuai dengan keadaan yang
dialami partisipan.
9. Menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi hasil analisis.
Peneliti menganalisis kembali data yang diperoleh selama melakukan
validasi kepada partisipan, untuk ditambahkan ke dalam deskripsi akhir
yang mendalam pada laporan penelitian sehingga pembaca mampu
memahami pengalaman partisipan.

I. ETIKA PENELITIAN
Etika berasal dari bahsa yunani “ethos”. Istilah etika bila ditinjau dari
aspek etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang
berlaku dalam masyarakat. Prinsip dasar etik merupakan landasan untuk
mengatur kegiatan suatu penelitian. Pengaturan ini dilakukan untuk mencapai
kesepakatan sesuai kaidah penelitian antara peneliti dan subjek penelitian.
Subjek pada penelitian kualitatif adalah manusia dan peneliti wajib mengikuti
seluruh prinsip etik penelitian selama melakukan penelitian.
Pertimbangan etik dalam studi kualitatif berkenaan dengan hak-hak
partsipan. Mauthner, Birch, Jessop, dan Miller (2005) menyatakan bahwa
pemenuhan hak-hak tersebut minimal memiliki prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Menghargai Harkat dan Martabat Partisipan
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek untuk mendapatkan
informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta
memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk
berparisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan
yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan matabat manusia
adalah peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subjek (informed
consent) yang terdiri dari:
a. Penjelasan manfaat penelitian
b. Penjelasan risiko atau ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan
c. Penjelasan manfaat yang akan didapat
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan
subjek berkaitan dengan prosedur penelitian
e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri kapan saja
f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan
Dalam penelitian ini, ketika peneliti melakukan bina hubungan saling
percaya (BHSP) peneliti menjelaskan kembali mengenai penelitian yang
akan dilakukan, bahwa peneliti ini ingin menggali pengalaman orang tua
dalam mengatasi reaksi sibling anak usia todler terhadap saudara yang
sedang menjalani hospitalisasi. Ketika partisipan melakukan kontrak
waktu peneliti memberikan kesempatan pada partisipan untuk menentukan
tempat dan waktu dilakukannya wawancara, sekali lagi hal ini dilakukan
untuk memberikan rasa nyaman dan bebas dari kerugian fisik, psikologis,
sosial, maupun finansial.
2. Prinsip Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek penelitian
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat
terbukannya informasi partisipan termasuk informsinya diketahui oleh
orang lain, sehingga peneliti memperhatikan hak-hak dasar individu dari
partisipan. Dalam aplikasinya peneliti tidak boleh menampilkan informasi
mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subjek dalam kuisioner
atau alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas
subjek. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan koding (insial atau
identification number) sebagai pengganti identitas responden.
3. Prinsip Keadilan dan Inklusivitas
Hak ini memberikan semua partisipan hak yang sama untuk dipilih dan
berkontribusi dalam penelitian tanpa diskriminasi. Semua partisipan
memperoleh perlakuan dan kesempatan yang sama dengan menghormati
seluruh persetujuan yang disepakati. Prinsip ini menyatakan bahwa semua
partisipan penelitian memiliki hak untuk diperlakukan adil dan tidak
dibeda-bedakan diantara mereka selama kegiatan riset dilakukan. Dalam
prinsip ini partisipan diperlakukan sama, tanpa membedakan satu dengan
yang lainnya, baik strata sosial, etnis, budaya, suku dan agama. Partisipan
harus diperlakukan adil baik sebelum, selama, dan sesudah
keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila
mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari proses penelitian.

4. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)


Pernyataan persetujuan diberikan para partisipan setelah memperoleh
berbagai informasi berupa tujuan penelitian, prosedur penelitian, durasi
keterlibatan pasien, hak-hak partisipan dan bentuk partisipasinya dalam
penelitian yang dilakukan dari peneliti. Bentuk pernyataan persetujuan
partisipan dengan memberikan tanda tangan atau bentuk lainnya, seperti
cap jari pada lembar persetujuan bagi partisipan yang tidak memiliki
kemampuan baca tulis. Dalam penelitian ini partisipan menyatakan
persetujuannya dengan menandatangani surat persetujuan yang disediakan
oleh peneliti setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap terkait
penelitian yang akan diikuti oleh partisipan.
J. ALUR PENELITIAN
Alur penelitian yang dilakukan peneliti dapat dilihat sebagai berikut:

Pengalaman orang Tua dalam mengatasi reaksi sibling anak terhadap


saudara yang sedang menjalani hospitalisasi

Partisipan diambil menggunakan metode purposive sampling

Pengumpulan data

Observasi Wawancara Dokumntasi

Transkrip wawancara

Analisa data dengan membuat tema dan kategori

Hasil penelitian

Kesimpulan dan saran

Skema 3.1 Alur Penelitian


BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian


Pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di Ruang Perawatan
Anak St. Theresia lantai II dan III RS. Dirgahayu Samarinda yang dimulai
pada bulan desember 2018 hingga januari 2019. RS. Dirgahayu Samarinda
merupakan salah satu Rumah Sakit swasta yang ada di kota Samarinda,
tepatnya berada di jalan Gunung Merbabu Kelurahan Jawa kota
Samarinda.
Suasana lingkungan ruang perawatan anak St. Theresia lantai II dan
III yang menarik dengan hiasan khas anak-anak, sangat membantu dalam
proses penyembuhan pasien anak, walaupun beberapa anak masih ada
yang menangis dan rewel.
Di RS. Dirgahayu Samarinda inilah peneliti melakukan wawancara
terhadap partisipan yang merupakan orang tua dari anak-anak yang
mengalami sibling rivalvy kepada saudaranya yang sedang menjalani
dihospitalisasi, dimana peneliti membuat janji dan kontrak waktu sebelum
melakukan wawancara.

B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Karakteristik Informan Penelitian
Gambaran karakteristik informan ini adalah orang tua yang berstatus
sebagai ayah atau ibu dari anak yang dirawat di ruang anak St.
Theresia lantai II dan lantai III RS. Dirgahayu Samarinda yang
bersedia menjadi informan. Adapun karakteristik informan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Umur informan
Karakteristik informan berdasarkan umur diketahui bahwa
informan berumur 31 tahun satu orang, 32 tahun tiga orang dan
38 tahun satu orang.
b. Pekerjaan informan
Berdasarkan jenis pekerjaan informan diketahui bahwa empat
orang berkerja sebagai ibu rumah tangga, satu orang sebagai
fulltimer disuatu tempat ibadah.
2. Profil Informan
a. Informan 1
Seorang ibu dengan tinggi 155 cm, berwajah tirus, kulit
sawo matang, dan rambut lurus diurai berwana hitam sepanjang
bahu. Berumur 31 tahun, dengan pendidikan SLTA. Informan
sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Informan
mempunyai tiga orang anak, dengan anak pertama berumur 7,2
tahun, yang kedua berumur 3,5 tahun dan yang ketiga berumur
1,5 tahun. Suami sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta.
Pada tanggal 19 Desember 2018 pukul 08.30 wita, peneliti
mendatangi ruangan partisipan dimana anak partisipan dirawat
untuk melakukan wawancara sesuai janji yang telah dibuat
sebelumnya pada pagi pukul 07.40 wita. Informan menyambut
peneliti dengan sikap yang ramah dan menawarkan kursi untuk
duduk. Wawancara dilakukan diluar kamar dimana anak dirawat
dan anak dijaga sementara oleh suaminya. Sebelum melakukan
wawancara peneliti menjelaskan kembali secara singkat tujuan,
maksud dan kesiapan informan untuk diwawancara. Proses
wawancara berjalan lancer meskipun ada beberapa anak
diruangan lain yang menangis dan ada petugas diruangan itu yang
melintas.
b. Informan 2
Seorang ibu dengan tinggi 160 cm, berwajah bulat, kulit
sawo matang, rambut lurus sepanjang baju dan diikat, berumur 32
tahun. Informan sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Informan mempunyai dua anak berumur 3 tahun 5 tahun. Suami
sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta.
Pada tanggal 25 desember 2018 pukul 13.50 wita, peneliti
mendatangi ruangan partisipan dimana anak partisipan dirawat
setelah melakukan janji sebelumnya pada pukul 07.20 wita.
Informan menyambut baik peneliti dan bersikap sangat ramah
ketika diwawancara. Sebelum melakukan wawancara, peneliti
menjelaskan kembali secara sigkat tujuan, kesiapan partisipan
untuk diwawancara. Proses wawancara berlangsung dikoridor
ruangan kamar dimana anak partisipan dirawat dengan
menggunakan kursi, proses wawancara berjalan lancer meskipun
anak petugas yang lewat untuk operan jaga.
c. Informan 3
Seorang ibu dengan tinggi 165 cm, berwajah oval, kulit
putih, dan rambut lurus diikat sepanjang bahu. Berumur 38 tahun,
dengan pendidikan Sarjana. Informan sehari-hari bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Informan mempunyai empat orang anak,
dengan anak pertama berumur 7 tahun, yang kedua dan yang
ketiga kembar berumur 2,9 tahun dan yang keempat berumur 2
bulan. Suami sehari-hari bekerja sebagai rohaniawan.
Pada tanggal 29 Desember 2018 pukul 20.10 wita, peneliti
mendatangi ruangan partisipan dimana anak partisipan dirawat
untuk melakukan wawancara sesuai dengan kontrak waktu yang
telah dibuat sebelumnya. Informan menyambut peneliti dengan
sikap yang ramah dan menawarkan kursi untuk duduk.
Wawancara dilakukan diluar dalam kamar dimana anak dirawat
dan anak dijaga sementara oleh keluarga pasien disebelahnya.
Sebelum melakukan wawancara peneliti menjelaskan kembali
secara singkat tujuan, maksud dan kesiapan informan untuk
diwawancara. Proses wawancara berjalan lancar meskipun ada
anak diruangan yang menangis.
d. Informan 4
Seorang ibu dengan tinggi 155 cm, berwajah bulat, kulit
sawo matang, dan rambut lurus diikat sepanjang bahu. Berumur
32 tahun, dengan pendidikan Sarjana. Informan sehari-hari
bekerja sebagai fulltimer disuatu tempat ibadah. Informan
mempunyai dua orang anak, dengan anak pertama berumur 2,9
tahun, yang kedua berumur 9 bulan. Suami sehari-hari bekerja
sebagai karyawan tambang.
Pada tanggal 29 Desember 2018 pukul 20.50 wita, peneliti
mendatangi ruangan partisipan dimana anak partisipan dirawat
untuk melakukan wawancara sesuai dengan kontrak waktu yang
telah dibuat sebelumnya. Informan menyambut peneliti dengan
sikap yang ramah dan menanyakan tempat yang nyaman untuk
berwawancara Wawancara dilakukan diluar kamar dimana anak
dirawat dan anak dijaga sementara oleh neneknya. Sebelum
melakukan wawancara peneliti menjelaskan kembali secara
singkat tujuan, maksud dan kesiapan informan untuk
diwawancara. Proses wawancara berjalan lancar meskipun anak
dari partisipan yang pertama menangis meminta susu.
e. Informan 5
Seorang ibu dengan tinggi 165 cm, berwajah bulat, kulit
putih, dan rambut lurus sedikit pirang dan diikat, sepanjang bahu.
Berumur 32 tahun, dengan pendidikan Diploma. Informan sehari-
hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Informan mempunyai dua
orang anak, dengan anak pertama berumur 5 tahun, yang kedua
berumur 3 tahun. Suami sehari-hari bekerja sebagai karyawan
tambang.
Pada tanggal 03 Januari 2019 pukul 16.30 wita, peneliti
mendatangi ruangan partisipan dimana anak partisipan dirawat
untuk melakukan wawancara sesuai dengan kontrak waktu yang
telah dibuat sebelumnya. Informan menyambut peneliti dengan
sikap yang ramah. Wawancara dilakukan diluar kamar dimana
anak dirawat dan anak dijaga sementara oleh tantenya. Sebelum
melakukan wawancara peneliti menjelaskan kembali secara
singkat tujuan, maksud dan kesiapan informan untuk
diwawancara. Proses wawancara berjalan lancar meskipun di luar
ruangan.
3. Tema Hasil Analisis Penelitian
Penelitian ini akan menggambarkan keseluruhan tema yang terbentuk
berdasarkan jawaban informan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
mengacu pada tujuan khusus peneliti. Lima pertanyaan khusus peneliti
terjawab dalam lima tema hasil penelitian sehingga narasi penjelasan
sesuai tujuan khusus. Adapaun tema yang telah didapat dari hasil
analisis peneliti digambarkan dalam skema sebagai berikut :
Tema 1: Perubahan perilaku Sibling sebagai respon terhadap proses
hospitalisasi pada saudaranya
Perubahan perilaku sibling sebagai respon terhadap proses hospitalisasi
pada saudaranya merupakan suatu kesatuan dari ungkapan yang diperoleh dari
partisipan meliputi reaksi emosional sibling yang dingkapkan mulai dari reaksi
secara halus hingga reaksi secara kasar diperlihatkan terhadap proses hospitalisasi
pada saudaranya.
Tema ini muncul dari dua kategori yaitu : (1) perilaku agresif; (2) perilaku
mencari perhatian. Pernyataan kategori-kategori ini diperoleh dari pertanyaan
“Bagaimana reaksi sibling terhadap saudaranya yang sedang menjalani
hospitalisasi?” yang digambarkan secara rinci untuk memperoleh tema pada bagan
4.1.
Ada tiga partisipan yang mengatakan bahwa perubahan perilaku Sibling
sebagai respon terhadap proses hospitalisasi pada saudaranya yaitu dengan
menarik tangan ibu ketika menggendong saudaranya yang sakit, menangis dan
berteriak-teriak hinggan memukul saudaranya yang lain dan secara umum semua
partisipan mengatakan ada juga perilaku manja, cemburu dan ingin selalu dekat
dengan orang tuanya yang ditunjukan oleh sibling..
Kata kunci Kategori Tema

“Narikin”
(tangan ibu).

“Nangis
teriak-teriak”
Perilaku agresif
“Memukul
saudara”

“Berteriak-
teriak”
Perubahan
“Lebih perilaku Sibling
manja” sebagai respon
terhadap proses
hospitalisasi
Pura-pura
pada saudaranya
kesakitan

“Naro kepala
dipaha”

“Tangan saya
diambil trus Perilaku mencari
ditaro perhatian
dikepalanya”

Cemburu

“Juga pingin
digendong”

“Mau nempel
terus” (dekat
dengan ibu)
Bagan 4.1 Tema 1
Peneliti akan menampilkan beberapa hasil wawancara dari partisipan seperti
dibawah ini
Kata kunci terkait perilaku agresif:
“Ia ada, kalo misal kakaknya digendong itu dia narikin (tangan ibu).
Pokoknya kaya dia ini sakit juga sudah rasanya haha.” (P1)

“Kalo menangis. Nangisnya kalo misalnya tadi saya tolak gitu. Dia
nangis teriak, teriak, teriak.”
“Yang lain... yang lain dia pukul saudara kembarnya.” (P3)

“Trus itu kalo waktunya dia (kakaknya) mau tidur trus saya masih
ngurusin dia (adiknya) nah dia itu teriak-teriak.” (P4)

Kata kunci terkait perilaku mencari perhatian :


“Yah pastinya cemburu, soalnya kalo dipangku aja ini kakaknya kan
pasti cemburu, nah mau juga dipangku” (P1)

“Kaya cemburu gitu kalo kakaknya di manja-manjain dia mau juga


digituin.” (P2)

“Ya dia diam aja, cuma lebih manja aja dia ini. ” (P2)

“Itu jelas pasti, ada rasa kecemburuan, apa lagi ee... apa, jarak
mereka kan dekat bedakan cuma dua tahun kan.”

“Dia pura-pura nanti buka pintu dijepitin tangannya jadi “mama


apit, amma apit” gitu.”

“Kalo pas ini sakit ya, datang juga. Mamanya datang gini, datang-
datang udah naro kepalanya di paha.”

“Maunya disayang. Tangan saya diambil trus ditaro dikepalanya


gitu.” (P3)

“Aa.. Seperti kalo eee sekarangkan jamannya handphone, nah jadi


kadang kalo adenya rewel saya pake diamin karna dia suka musik dan
lagu-lagu, saya kasih ke dia (adiknya), nah biasanya dia cemburu
maunya dia.” (P4)

“Biasanya sih kaya kalo saya lagi gendong dia (adenya) dia
(kakaknya) juga pingin digendong nah itu.” (P4)

“Nah dia itu gimana ya, kadang ada cemburunya, kadang dia
nanya-nanya kakaknya.” (P5)

“Kadang saya mau nemani kakaknya itu suka dilarang sama dia trus
mulai mau nempel terus (dekat dengan ibu) kan jadi susah.” (P5)

Tema 2: Upaya orang tua untuk mengendalikan reaksi sibling


Upaya orang tua untuk mengendalikan reaksi sibling merupakan cara
orang tua untuk meminimalkan dampak yang dapat berpengaruh buruk pada
hubungan dan interaksi antara sibling dengan saudaranya bahkan lingkungan
disekitarnya.
Tema ini berasal dari tiga kategori yaitu : (1) memenuhi permintaan
sibling; (2) memberi penjelasan; (3) dan memberi sanksi. Pernyataan kategori-
kategori ini diperoleh dari pertanyaan “Bagaimana cara orang tua mengatasi
reaksi sibling anak terhadap saudaranya yang sedang menjalani hospitalisasi?”
yang digambarkan secara rinci untuk memperoleh tema pada bagan 4.2.
Ada tiga partisipan yang mengatakan bahwa cara orang tua mengatasi
reaksi sibling anak terhadap saudaranya yang sedang menjalani hospitalisasi yaitu
dengan meladeni sibling terlebih dahulu dan memberikan apa yang dimintanya,
juga memberitahu jika kondisi saudaranya sedang sakit dan membutuhkan
perhatian lebih dari orang tuanya, dan ada dua partisipan yang mengatakan
menyuruh anaknya berdiri dipojok ruangan, masuk kedalam kamar untuk
mengurungnya atau meminta maaf ketika anaknya sedang marah pada ibu atau
saudaranya.

kata kunci Kategori Tema

“Ladeni kakaknya (sibling)


dulu”
Memenuhi
permintaan
“Kalo minta HP saya kasih”

“Saya kasih tau, “itu


kakakmu lagi sakit” Memberi
penjelasan Upaya orang tua
“Nanti ya, ini adenya lagi untuk
sakit” mengendalikan
reaksi sibling
“saya (menyuruh anak)
“masuk kamar!!!”

“Berdiri dipojokan”

Memberi sanksi
“Suruh peluk, peluk
kembarannya”

“Ambil sikap tegas, nada


tinggi”

Bagan 4.2 Tema 2


Kata kunci terkait dengan memenuhi permintaan:
“Yah,, pasti dianu, diladeni kakaknya (sibling) dulu, tapi kalo
adenya nangis juga ya adenya lagi.” (P1)

“Kadang kalo minta HP saya kasih HP (handphone) biar dia main


sampai ngantuk.” (P2)

“Kalo engga saya kasih handphone hahaha biasalah jaman ini ya


hahha saya kasih handphone kedia baru dia diam karna biasa dia
minta HP aja biar diam.” (P4)

Kata kunci terkait memberi penjelasan:


“... saya kasih tau (sibling) “itu kakakmu lagi sakit, coba lihat
makan aja susah, nanti dulu ade ya, jadi pintar dulu ya..” (P2)

“Nanti ya, ini adenya lagi sakit”. Kadang dia ngerti kadang engga.”
(P4)

“Kalo saya selalu saya coba kasih tau dia (sibling), “ini kakakmu,
kalian berdua itu anak mama, jadi ngga boleh pelit sama kaka” (P5)

Kata kunci terkait memberi sanksi:


“Ee.. saya (menyuruh anak) “masuk kamar!!!” gitu sampai dia
diam, baru saya bolehkan keluar.”

“Berdiri dipojokan, pojok ruangan. Pokoknya tunggu sampai dia


kaya bosan, sampai mengantuk nah baru saya suruh tidur.”

“Oh ia kalo engga nanti suruh peluk, peluk kembarannya.” (P3)

“Tapi kadang saya langsung ambil sikap tegas, nada tinggi “diam,
ade lagi sakit” nah tapi baru dia pergi baru dia baring tapi sedikit dia
nangis tapi nda lama kelamaan dia diam.” (P4)

Tema 3: Kesulitan orang tua dalam mengatasi reaksi sibling


Kesulitan orang tua dalam mengatasi reaksi sibling merupakan
merupakan permasalahan tersendiri bagi orang tua yang sebenarnya telah
mencoba untuk mengatasi reaksi yang muncul pada sibling terhadap saudaranya.
Tema ini berasal dari satu kategori yaitu : Usia anak. Pernyataan pada
kategori ini diperoleh dari pertanyaan “Apa saja kendala atau hambatan orang tua
dalam mengatasi reaksi sibling anak?” yang digambarkan secara rinci untuk
memperoleh tema pada bagan 4.3.
Semua partisipan yang diwawancarai mengatakan bahwa kendala atau
hambatan orang tua dalam mengatasi reaksi sibling anak yaitu anak yang masih
teralu kecil untuk menerima atau memahami banyak hal dalam waktu singkat.

Kata kunci Kategori Tema

“umurnyakan
masih kecil”

“masih kecil
juga kan” Kesulitan orang
Usia anak tua dalam
“Dia (sibling) menangani reaksi
masih kecil kan” sibling

“ya karna masi


kecil”
Bagan 4.3 Tema 3

Kata kunci terkait dengan usia anak :


“Kalo itu ya pasti karna umurnya kan masih kecil apa-apa ya
masih susah, kasih tau ya kadang susah juga, kalo mau dimarahin ya
namanya anak-anak nanti paling dia ulang lagi.” (P2)

“Apa karna masih kecil juga kan ngga bisa juga terlalu dipaksa.”
(P3)

“Dia masih kecilkan jadi ya itu aja paling susahnya kalo dikasih tau
ya lama ngertinya, itu aja sih haha.” (P4)

“Umurnya kali ya karna masih kecil jadi kalo dipaksain ngerti ya


susah.” (P5)

Tema 4: Usaha orang tua dalam mengatasi hambatan


Usaha orang tua dalam mengatasi hambatan merupakan usaha yang
dilakukan orang tua untuk mencari solusi pemecahan masalah terkait hambatan
yang muncul untuk mengatasi persoalan reaksi dari sibling kepada saudaranya.
Tema ini berasal dari tiga kategori yaitu : (1) memberi perhatian; (2)
mengendalikan emosi; (3) dan memberi pengertian. Pernyataan kategori-kategori
ini diperoleh dari pertanyaan “Apa saja usaha orang tua untuk mengatasi kendala
dan hambatan dalam mengatasi reaksi sibling pada anak?” yang digambarkan
secara rinci untuk memperoleh tema pada bagan 4.4.
Ada dua partisipan yang mengatakan bahwa usaha orang tua untuk
mengatasi kendala dan hambatan dalam mengatasi reaksi sibling pada anak yaitu
dengan menggendong sibling terlebih dahulu dan mengikuti apa kemauan sibling,
dan ada juga dua partisipan mengatakan tidak ingin memaksa sibling untuk segera
paham untuk menghindari emosi pada sibling dan menghindari untuk memukul
anak dengan menyuruh anak masuk kedalam kamar, dan dari lima partisipan ada
empat partisipan mengatakan mencoba untuk tetap memberi pengertian.
Kata kunci Kategori Tema

“Gendong dia
(sibling) dulu”
Memberi
“Saya ikutin aja perhatian
sih maunya
(sibling)”

Nanti malah
bikin kita emosi
(jika memaksa
anak untuk
segera paham)
Usaha orang tua
Mangendali
“dari pada saya dalam mengatasi
kan emosii hambatan
mukul (sibling)
“masuk kedalam
kamar”
(menyuruh
sibling)

“Saya kasih tau,


nanti lama-
lamakan dia Memberi
pelan-pelan pasti pengertian
ngerti”

Bagan 4. 4 Tema 4
Kata kunci terkait memberi perhatian :
“Ya saya gendong dia (sibling) dulu, soalnya dia (sibling) kalo
nangis kaya berontak, ribut sekali saya kan ngga enak disini kan
rame.” (P1)

“Kalo sekarang ya saya ikutin aja sih maunya (sibling) atau ngga
saya coba kasih tau pelan-pelan itu aja.” (P2)

Kata kunci terkait manajemen emosi :


“Karna mau dipaksa gimana juga masih kecil nanti malah bikin kita
emosi karna susah masih buat dikasih tau apa-apa haha” (P2)

“... sudah suntuk kepala saya dengan ini sakit, ini kan nangis trus lagi
suntuk seringkali kendalanya ya emosi, dari pada saya mukul
“masuk kedalam kamar” itu aja sih....” (P3)

Kata kunci terkait memberi pengertian :


“... saya kasih tau juga biar gantian sama kakaknya dulu...” (P1)

“ya kadang saya kasih tau juga sih kalo kakaknya itu lagi sakit..”
(P2)
“Apa ya, paling saya gitu aja sih sambil saya kasih tau nanti lama-
lama kan dia pelan-pelan pasti ngerti juga nanti.” (P4)

“Tetap sih saya coba kasih tau, mungkin kalo dia sering dengar nanti
lama-lama dia ingat kan, trus kan lama-lama tambah besar biar dia
mikir juga.” (P5)

Tema 5: Harapan orang tua terhadap sikap sibling


Harapan orang tua terhadap sikap sibling merupakan keinginan dari orang
tua terhadap sikap dan reaksi dari sibling ketika ada saudaranya yang sakit dan
membutuhkan perlakuan yang berbeda dari sebelum sakit. Tema ini berasal dari
dua kategori yaitu : (1) pemahaman anak; (2) dan optimalisasi peran orang tua.
Pernyataan kategori-kategori ini diperoleh dari pertanyaan “Bagaimana harapan
orang tua terhadap reaksi sibling terhadap saudara yang sedang menjalani
hospitalisasi?” yang digambarkan secara rinci untuk memperoleh tema pada bagan
4.5. Semua partisipan mengatakan bahwa harapan orang tua terhadap reaksi
sibling terhadap saudara yang sedang menjalani hospitalisasi yaitu agar sibling
dapat bermain sendiri dan dapat lebih mengerti, dan ada 3 partisipan mengatakan
agar dapat menjaga anak yang sakit dan dapat lebih tenang mengurus anak yang
sakit.
Kata kunci Kategori Tema

“Dia (sibling)
bisa main
sendiri”

“bisa ngerti lah”


Pemahaman
“pengertian dari anak
anak lah” terhadap
peran orang
“Dia (Sibling) tua
Lebih ngerti”
Harapan orang
“mau dia ngerti tua terhadap
lah” sikap sibling

“Saya bisa jagain


kakaknya (anak
yang sakit)” Pelaksanaan
peran orang
“Lebih tenanglah tua
kita urus yang
sakit”

Bagan 4.5 Tema 5


Kata kunci terkait pemahaman:
“Ya saya maunya sih dia bisa main sendiri gitu na.” (P1)

“Ya pasti maunya bisa ngerti lah paling ngga.” (P2)

“Ya.. anak-anak kita pengertian kalo mamanya itu sedang bingung,


sedang emosi menghadapi satu anak yang sakit, pokoknya pengertian
dari anak lah. “ (P3)

“Harapannya sih, dia lebih ngerti. Dia ngerti kalo dia sudah punya
adik, (P4)

“Ya pasti mau dia ngerti lah, mau dikasih tau.” (P5)

Kata kunci terkait optimalisasi peran:


“ya biar pas dibawa kesini juga ndak manja biar saya bisa jagain
kakaknya ini.” (P1)
“kalo belum bisa bantu apa-apa kan paling nggak bisa lebih tenang
lah kita urus yang sakit ini sama kerjain yang lain-lain itu.” (P2)

“Ngga manja dulu biar kakaknya mudah diurus, kan dikasih apa-apa
kakaknya juga biar cepat sembuh biar mau makan, mau minum obat
paling gitu sih.” (P5)

C. Pembahasan
1. Perubahan perilaku Sibling sebagai respon terhadap proses
hospitalisasi pada saudaranya
Perubahan perilaku sibling sebagai respon terhadap proses
hospitalisasi pada saudaranya merupakan akumulasi emosional yang
dialami sibling dan diungkapkan melalui berbagai bentuk aktivitas
dan juga perilaku untuk mendapatkan perhatian orang tua yang secara
umum telah lebih besar diberikan kepada saudaranya yang sedang
menjalani hospitalisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
peneliti pada partisipan yang bersedia menjadi partisipan, maka
diperoleh hasil bahwa munculnya perilaku sibling rivalry sebagai
respon terhadap proses hospitalisasi yang dijalani saudaranya yang
mengakibatkan berubahnya porsi waktu dan perhatian orang tua yang
diberikan terhadap sibling yang terbagi atas dua kategori yaitu
perilaku agresif dan perilaku mencari perhatian.
Jhonson mendefinisikan perilaku seperti yang disepakati oleh
para ahli biologi dan perilaku, yaitu suatu keluaran dari struktur
intraorganisma dan proses yang terkoordinasi didalamnya serta
dimunculkan dan direspon untuk mengubah stimulasi sensori. Jhonson
(1980) menitik beratkan pada perilaku yang dipengaruhi secara aktual
atau potensial terhadap segala sesuatu yang membutuhkan adaptasi
atau penyesuaian keadaan yang bermakna. Perubahan perilaku yang
terjadi pada sibling tidak selalu dimulai ketika sibling memiliki
saudara yang menjalani hospitalisasi, namun dapat muncul sejak
sebelum saudaranya menjalani hospitalisasai. Kondisi saudara yang
menjalani hospitalisasi akan meningkatkan reaksi sibling yang
berupaya mempertahankan intensitas interaksi dengan orang tua dan
mendapatkan kembali perhatian yang mulai berkurang dari orang tua.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ervina Erawati, (2014)
menunjukan bahwa ada hubungan sikap orang tua dengan kejadian
sibling rivalry pada balita. Orang tua berbagi perhatian kepada adik
atau kepada saudara kandung yang lain yang sedang sakit,
dipersepsikan oleh anak sebagai perhatian yang berlebihan. Perasaan
iri sebagai perasaan terancam. Menganggap adik atau saudaranya
sebagai penyebab hilangnya kenikmatan yang selama ini dirasakan.
Menurut Elisabeth & Purwoastuti, (2015) anak dikatakan
mengalami sibling rivalry terhadap saudara yang sakit dan dirawat di
rumah sakit ketika merasa kesepian, ketakutan, khawatir, marah,
cemburu, benci dan merasa bersalah. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan peneliti pada partisipan yang bersedia menjadi
partisipan dalam penelitian ini, maka diperoleh hasil bahwa ada tiga
partisipan yang mengatakan bahwa sibling memberikan reaksi yang
agresif, yaitu dengan menarik tangan ibunya ketika menggendong
saudaranya, menangis, berteriak-teriak dan memukul saudaranya.
Berkaitan dengan perilaku agresif, menurut Anantasari, (2006)
perilaku agresif merupakan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan
untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Daniel
bernstein & Steven P. Shelow, (2016) menyatakan temper tantrum,
khususnya pada anak usia 1 sampai 3 tahun, sering terjadi. Pada masa
perkembangan ini, temper tantrum biasanya mencerminkan rasa
frustasi dengan kemunculan independensi psikologi akibat
dikuasainya keterampilan bahasa dan motorik baru. Berteriak,
memukul, dan mengatakan “Tidak” adalah gejala umum.
Seperti yang dikatakan Armini, NW. Sriasih, NGK. Marhaeni,
GA (2017) bahwa perubahan sikap dan perilaku dengan kehadiran
sibling rivalry yang dapat ditunjukan oleh anak, antara lain memukul
bayi, mendorong bayi dari pangkuan ibu, menjauhkan puting susu dari
mulut bayi, secara verbal menginginkan bayi kembali keperut ibu,
ngompol lagi, kembali tergantung pada susu botol, bertingkah agresif
merupakan usaha yang dilakukan anak untuk mendapatkan perhatian
orang tua, perilaku ini jika tidak ditangani dengan positif perilaku ini
dapat menyebabkan risiko tambahan yang dapat terbawa ketika anak
memasuki lingkungan sosial yang lebih besar seperti sekolah. Perilaku
agresif disekolah dapat menyebabkan penolakan dari kelompok,
hukuman oleh guru dan kegagalan dalam pembelajaran.
Perilaku agresif pada anak bukan hanya dapat merugikan pihak
lain diluar anak yang ada disekitarnya namun juga dapat
menyebabkan kerugian pada anak itu sendiri. Sikap agresif yang
berlangsung terus menerus akan menyebabkan anak akan dipandang
sebagai pembawa kekacauan bahkan oleh lingkungan, hal ini akan
menyebabkan anak akan sulit untuk mendapatkan teman. Dalam hal
yang lebih ekstrim perilaku agresif jangka panjang akan merubah
karakter anak dan menjadikan anak antisosial dan akan cenderung
mudah untuk melakukan kekerasan. Perilaku agresif harus dipandang
orang tua sebagai suatu stimulus yang perlu ditanggapi dengan serius.
Sehingga orang tua dapat melakukan upaya-upaya untuk
menanganinya secara benar dan menghindarkan anak pada proses
perkembangan yang salah dan juga memberi pemahaman yang benar
terkait cara untuk mendapatkan hal yang diinginkan.
Selain reaksi agresif, ada lima partisipan yang menyatakan
sibling juga memberi reaksi lain yang lebih halus, hal ini sesuai
dengan perilaku mencari perhatian, menurut syamsul bahri, (2018)
mencari perhatian adalah perasaan yang timbul secara psikologis
ketika anak-anak bosan, stres, marah, lelah dan jenuh beraktivitas
akan mencari perhatian dan kasih sayang agar mereka kembali
bersemangat.
Perilaku sibling mencari perhatian orang tua bertujuan untuk
mendapatkan kembali perhatian dan cinta kasih dari orang tua yang
dipandang anak telah berkurang atau bahkan hilang kepada dirinya.
Untuk mendapatkan perhatian dari orang tua anak akan berusaha
melakukan hal-hal yang dianggap dapat menarik perhatian orang
tuanya seperti pada masa sebelumnya sehingga akan mendorong anak
untuk bersikap regresi sehingga akan cenderung melakukan hal-hal
sebenarnya telah dilalui anak pada masa perkembangan sebelumya.
Perilaku mencari perhatian yang menyebabkan regresi pada
anak harus disikapi dengan cepat dan cermat oleh orang tua, hal ini
dikarenakan regresi yang berkepanjangan dan diabaikan akan
membuat anak merasa bahwa perilaku itu adalah benar dan harus
mempertahankan sikap itu untuk tetap mendapatkan perhatian dari
orang tua. Sikap regresi sebagai akibat untuk mendapatan perhatian
orang tua yang berkepanjangan juga akan mengganggu perkembangan
anak baik motorik kasar dan motorik halusnya dimasa mendatang.
Jika orang tua dapat mengatasinya dengan tepat dan segera maka
perkembangan anak akan berjalan sebagaimana mestinya dan anak
akan memahaminya sebagai suatu proses pembelajaran tentang mana
yang masih boleh untuk dilakukan dan mana yang sudah tidak boleh
untuk dilakukan pada usianya.
2. Upaya orang tua untuk mengendalikan reaksi sibling
Upaya orang tua untuk mengendalikan reaksi sibling adalah
gambaran dari keinginan orang tua agar hubungan dan interaksi
sibling dengan saudaranya terjalin dengan baik termasuk dalam
keadaan ketika saudaranya sedang menjalani hospitalisasi. Dalam
proses pelaksanaannya orang tua yang menjadi partisipan mengatakan
akan berusaha untuk memenuhi permintaan sibling sambil mencoba
untuk memberi penjelasan dan bahkan memberikan sanksi kepada
anak untuk mengandalikan sikap dan respon anak yang berlebihan.
Partisipan dalam penelitian ini memenuhi permintaan sibling
dengan memberikan apa yang diminta oleh anak termasuk barang,
perlakuan berupa sentuhan, waktu dan perhatian. Memenuhi
permintaan sibling dapat membuat anak tidak merasakan perbedaan
kondisi yang sedang terjadi, baik ketika ada saudaranya yang
dihospitalisasi maupun tidak. Dalam prosesnya disaat bersamaan
orang tua juga diharuskan untuk dapat memberi perhatian yang lebih
pada anak yang sakit. Kondisi hospitalisasi juga memungkinkan
sibling akan terpisah dengan saudara dan orang tuanya untuk beberapa
saat yang menyebabkan orang tua tidak dapat selalu memenuhi
keinginan sibling. Menurut Wong, (2009) menyatakan bahwa pemberi
asuhan harus mendengarkan anak sehingga mereka menyadari rasa
takut dan kekhawatiran anak dan harus memberi tahu betapa
pentingnya mereka, begitu juga dengan hal-hal yang mereka anggap
sebagai masalah. Kontak fisik menyamankan dan menenangkan anak.
Menyentuh atau menggendong anak akan menimbulkan relaksasi dan
kenyamanan serta memfasilitasi komunikasi. Meluangkan waktu yang
tidak tergesa-gesa bersama anak, jalan-jalan kelarga, liburan dan
pemajanan anak terhadap pengaruh positif membantu kekuatan dan
keamanan anak. Hubungan interpersonal yang mendukung penting
untuk kesejahteraan psikologi anak. Hal ini berbanding terbalik
dengan apa yang disampaikan oleh Vera Itabiliana, psikolog dari
Universitas Indonesia, anak yang kemauannya selalu dituruti oleh
orang tuanya akan merasa hidupnya serba mudah, padahal lingkungan
di luar rumah belum tentu seindah di dalam rumah. Ini membuatnya
tumbuh menjadi seorang yang tidak mandiri.
Orang tua dalam memenuhi permintaan anak juga perlu
memperhatikan intensitas dan hal apa yang diminta oleh anak untuk
mengindari pemahaman anak yang berbeda dengan tujuan dari
perlakuan orang tua. Memenuhi permintaan anak akan membuat anak
akan merasa dicintai dan diinginkan, hal ini akan sangat berpengaruh
pada perkembangan emosional anak dan kepercayaan diri anak.
keinginan anak yang tidak terpenuhi tanpa penjelasan akan membuat
anak menerima dan memahaminya sebagai peasaan diabaikan oleh
orang tua. Pengabaian dari orang tua akan membuat anak akan terus
mencari cara lain sebagai pembuktian bahwa dirinya juga memerlukan
perhatian dan pengakuan dari orang tua sebagai pihak yang penting,
dalam usaha untuk mencapainya, anak bisa salah dalam memilih cara
untuk mendapatkan perhatian dari orang tua. Pengabaian juga dapat
membuat anak akan merasa rendah diri dan sulit untuk bersosialisai
karena kurangnya dukungan fisik dan moral dari orang tua.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa partisipan selain
berupaya untuk memenuhi kemauan sibling juga mencoba memberi
pemahaman pada anak. Menurut KBBI pemahaman adalah gambaran
atau pengetahuan tentang sesuatu di dalam pikiran. Perlunya orang tua
memberi pemahaman pada anak terkait saudaranya yang sedang
menjalani hospitalisasi tidak semata-mata karena orang tua
menginginkan agar anak paham akan kondisi yang sedang terjadi,
tetapi juga sebagai bentuk gambaran yang diberikan kepada anak
dalam penjelasan oleh orang tua terkait kondisi yang sedang terjadi.
Alasan melibatkan penjelasan tentang mengapa suatu tindakan salah
dan biasanya tepat untuk anak yang lebih besar, terutama jika
melibatkan masalah moral. Namun, anak yang lebih kecil tidak dapat
diharapkan untuk “melihat sisi yang lain” karena sifat egosentris
mereka. Anak dalam tahap perkembangan kognitif praoperatif (todler
dan prasekolah) memiliki keterbatasan kemampuan untuk
membedakan pandangan mereka dan pandangan orang lain (Blum
dkk, 1995) dalam Wong, 2008.
Memberikan penjelasan pada anak dapat membantu anak
untuk pelan-pelan memahami apa yang dimaksud oleh orang tua
sehingga dapat mencegah interpretasi anak yang salah dalam
memahami kondisi yang terjadi dan dapat menghindari reaksi yang
negatif dari anak. Jika orang tua tidak memberikan penjelasan pada
anak maka anak akan mencari pemahamananya sendiri dan melakukan
apapun sesuai dengan apa yang dia pahami baik yang positif maupun
negatif.
Partisipan juga mengatakan sebagai orang tua akan
memberikan sanksi kepada anak untuk mengontrol sikap dan perilaku
anak yang telah berlebihan agar tetap memiliki sikap disiplin. Dalam
penelitian ini partisipan memberikan sanksi fisik dan moral kepada
anak. Menurut Gunarsa, (2007) maksud dari sanksi atau hukuman
adalah mencegah timbulnya tingkah laku yang tidak baik dan
mengingatkan anak untuk tidak melakukan apa yang tidak boleh.
Memberi sanksi bermaksud untuk mendisiplinkan anak dan
mengatur perilaku. Kebebasan anak dalam mengekspresikan emosi
yang tidak terbatas merupakan ancaman besar bagi keselamatan dan
keamanan mereka. Sehingga orang tua perlu untuk mendisiplinkan
anak dalam memberi reaksi dan bahkan memberi sanksi kepada anak
untuk meminimalkan kesalahan. Anak dapat berperilaku salah karena
peraturan yang tidak jelas dan tidak secara konsisten diterapkan.
Penundaan sanksi pada anak dapat melemahkan tujuannya yaitu untuk
memberi penegasan dan aturan yang jelas pada anak.
Memberikan sanksi pada anak juga memiliki dampak positif
dan negatif pada anak, dampak positifnya yaitu anak dapat belajar
untuk menahan diri, mengingat dan mengetahui reaksi mana yang
dapat diberikan anak ketika anak ingin mengekspresikan emosisnya
terhadap suatu keadaan. Dampak negatifnya adalah jika orang tua
memberi sanksi pada anak dengan melibatkan ancaman kepada anak
dapat memberi konotasi yang buruk terhadap orang tuanya. Sikap
orang tua dalam memberi sanksi kepada anak juga harus berfokus
hanya pada kesalahan yang dilakukan anak dan tidak memojokan anak
atau memberi sanksi yang berbeda jauh dari kesalahan yang
dilakukannya untuk tetap menjalin hubungan interpersonal yang baik
antara orang tua dan anak.
3. Kesulitan orang tua dalam mengatasi reaksi sibling
Kesulitan orang tua dalam mengatasi reaksi sibling merupakan
kendala yang dihadapi oleh orang tua ketika ingin menyelesaikan
persoalan yang timbul termasuk ketika ada anak yang menjalani
hospitalisasi. Dalam penelitian ini, kendala utama yang dimiliki oleh
partisipan dalam mengatasi reaksi sibling adalah usia anak. Menurut
kamus besar bahasa indonesia usia adalah lama waktu hidup atau ada
(sejak dilahirkan atau diadakan). Usia anak yang masih sangat kecil
sangat berpengaruh pada proses penyerapan informasi, pemahaman
dan tidak dapat dipaksakan secara cepat untuk dapat segera
menyesuaikan dengan apa yang menjadi harapan oleh orang tua.
Dengan mengasimilasi informasi melalui indra, memprosesnya
dan melakukannya anak semakin memahami hubungan antar-objek
dan antara diri mereka dan dunia. Dengan perkembangan kognitif,
anak-anak membutuhkan kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
untuk berpikir secara logis, dan untuk mengatur fungsi intelektual atau
kinerja kedalam susunan struktur yang lebih tinggi. Perkembangan
bahasa, moral, dan spiritual muncul saat kemampuan kognitif telah
meningkat. Piaget, mengemukakan tiga tahap berpikir yaitu intuisi,
operasional konkret, dan operasional formal. Ketika mereka
memasuki tahap berpikir konkret pada usia 7 tahun, anak-anak mampu
membuat keputusan logis, mengklasifikasi dan menghadapi
banyaknya hubungan mengenai hal-hal konkret. Piaget dalam Wong,
(2003) juga membagi tahap perkembangan kognitif anak berdasarkan
usia menjadi beberapa kategori yaitu sensorimotor (lahir sampai 2
tahun), praoperasional (2 sampai 7 tahun), operasional konkret (7
sampai 11 tahun) dan operasional formal (11 sampai 15 tahun).
Efektifitas kesiapan anak untuk menerima stimulus sangat dipengaruhi
oleh tingkat usia yang sedang berlangsung pada anak.
4. Usaha orang tua dalam mengatasi hambatan
Usaha orang tua mengatasi hambatan merupakan apa yang
dilakukan oleh orang tua ketika menemukan hambatan yang
mempersulit dalam usaha untuk memberi jalan keluar atas berbagai
reaksi sibling yang muncul. Penelitian ini menjelaskan bagaimana
cara partisipan dalam mengatasi kendala yang terjadi dalam mengatasi
hambatan yaitu dengan memberi perhatian, mengendalikan emosi dan
memberi pengertian, dimana partisipan menegaskan pada anak apa
yang baik dan yang tidak baik untuk dilakukan. Sejalan dengan Rimm,
(2003) yang menyebutkan bahwa tidak ada pola asuh yang sempurna
yang dapat diterapkan pada anak dan juga barangkali tidak baik pada
anak. Hal yang paling berguna dalam mendidik anak adalah kasih
sayang, rasa antusias, rasa humor,kesabaran, keberanian, bersikap
tegas tepat pada waktunya dan konsisten.
Tingkah laku negatif dapat muncul dan merupakan petunjuk
derajad stres pada anak-anak ini. Tingkah laku ini antara lain berupa
masalah tidur, peningkatan upaya menarik perhatian orang tua
maupun anggota keluarga lain, kembali kepola tingkah laku kekanak-
kanakan seperti ngompol dan menghisap jempol. Armini, NW.
Sriasih, NGK. Marhaeni, GA (2017).
Orang tua sebagai partisipan dalam penelitian ini
mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi kendala
dalam menangani reaksi sibling yakni dengan tetap berupaya untuk
memberikan perhatian pada sibling. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti usia sibling termasuk dalam usia todler, hal ini
juga sesuai dengan teori perkembangan psikosisial menurut Erikson,
dimana pembelajaran yang mereka peroleh sebagian besar didapat dari
meniru aktivitas dan perilaku orang lain. Perasaan negatif seperti ragu
dan malu muncul ketika anak-anak diremehkan, ketika pilihan-pilihan
mereka membahayakan atau ketika mereka dipaksa untuk bergantung
dalam beberapa hal yang sebenarnya mereka mampu melakukannya.
Hasil yang diharapkan adalah kontrol diri dan ketekunan. Untuk
mencapai hal itu tentu orang tua perlu memberikan perhatian pada
anak untuk memastikan bahwa perasaan negatif tidak muncul dalam
diri anak.
Perhatian yang kurang atau bahkan tidak didapatkan
khususnya pada usia todler beresiko membuat anak salah dalam
menerjemahkan perubahan perilaku orang tua. Perhatian dari orang
tua sangat dibutuhkan anak untuk meningkatkan kepercaan diri dan
perasaan menerima sayang dari oleh tuanya. Perhatian dari orang tua
juga memberikan dampak yang baik pada interaksi dan relasi antara
anak dan orang tua serta mempertahankan hubungan antara orang tua
dan anak.
Partisipan juga mengatakan bahwa memberikan pengertian
pada anak merupakan upaya yang tetap perlu dilakukan untuk
memberikan stimulus positif dan pandangan yang benar pada anak
untuk melihat suatu kondisi. Meskipun anak masih dan memiliki
kerbatasan dalam memahami hal-hal yang kompleks, tetapi anak
sudah mampu untuk menerima dan menerjemahkan informasi-
informasi yang lebih sederhana. Menurut KBBI pemahaman adalah
gambaran atau pengetahuan tentang sesuatu di dalam pikiran. Peran
orang tua dalam memberikan pemahaman pada anak tentu sangat
berbeda dengan yang dilakukan pada orang dewasa. Anak dengan usia
dini akan bisa memahami informasi dengan cara penyampaian yang
perlahan dan singkat, dan disampaikan berulang-ulang, meskipun
tidak memahami secara keseluruhan tetapi sudah cukup untuk
membuat mereka tidak bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya
terjadi dan berasumsi untuk mendapatkan jawaban tentang apa reaksi
yang dapat mereka berikan.
Pemahaman yang diberikan orang tua kepada anak tidaklah
berbeda dengan apa yang diberikan pada orang yang lebih dewasa,
hanya saja cara penyampaian dan bagaimana cara mereka memberi
respon atas apa yang mereka mengerti yang akan membedakannya.
Perlunya orang tua untuk memberikan pemahaman pada anak selain
mencoba untuk membuat anak mengerti akan situasi yang sedang
dihadapi oleh keluarga juga akan mengajarkan anak bagaimana cara
berpikir kritis akan suatu hal dengan benar. Meskipun kecil dampak
dari keberhasilan dalam membuat anak memahami apa yang
dimaksudkan oleh orang tua adalah kontribusi yang diberikan anak
yang secara tidak langsung juga akan meringankan beban dari orang
tua. Pemahaman anak akan menghasilkan reaksi yang berbeda jika
dibandinghkan dengan anak yang tidak diberi penjelasan.
Pengendalian emosi orang tua juga merupakan hal yang sangat
penting untuk menjalin hubungan interpersonal yang positif dengan
anak. seperti yang diungkapkan oleh Beck, (1993) dalam Wong
(2008) seseorang yang mengalami emosi yang labil merasa emosinya
tidak stabil dan tidak dapat ia kendalikan. Biasanya ditandai dengan
menangis tanpa alasan, mudah marah dan amarah yang meledak-
ledak. Perilaku menyuruh anak berdiri dipojokan, menyuruh anak
masuk kedalam kamar dan meminta maaf ketika anak melakukan
kesalahan merupakan bentuk tindakan time-out yang sebenarnya
bentuk tindakan yang biasa dilakukan dan merupakan tipe
konsekuensi yang tidak berhubungan. Ketika anak ditempatkan
disuatu tempat yang tidak menstimulasi dan terisolasi, anak menjadi
bosan dan akhirnya setuju untuk berperilaku yang sesuai untuk
memasuki kelompok keluarga.
Time-out menghindari banyak masalah dari pendekatan
disiplin yang lain, karena tidak ada hukuman fisik yang dilakukan,
tidak ada alasan atau memarahi. Hal tersebut juga memberi waktu
“pendinginan” pada orang tua dan anak, sehingga membantu dalam
pengendalian emosi dan situasi yang sebelumnya kurang kondusif
antara sikap anak dan respon orang tua yang keduanya sama-sama
negatif. Sedangkan dampak buruk emosi orang tua yang tidak
dikendalikan dengan benar akan membuat orang tua berperilaku
berdasarkan amarahnya dimana saat bersaman juga dapat menjadikan
anak sebagai sasaran untuk meluapkan emosi dari berbagai masalah
lain yang dihadapi oleh orang tua dan terakumulasi menjadi satu.
Luapan emosi akan sangat mudah disalurkan pada objek jauh lebih
lemah dan tidak dapat melawan, dimana anak adalah sasaran yang
sangat rentan untuk menerima reaksi itu.
Ekspresi emosi dapat berupa fisik dan psikis yang keduanya
memiliki dampak traumatik pada anak, dimana secara fisik perilaku
emosi dapat menyakiti anak. jika orang tua tidak dapat mengendalikan
emosi dengan baik dan meluapkannya pada anak akan memberi
pengajaran yang berbeda pada anak yakni anak akan merasa bahwa
perilaku kekerasan baik fisik maupun psikis adalah perilaku yang
wajar dapat diterima dan membuat anak menjadi terbiasa untuk
menerima perlakuan itu dari orang tua dan juga dapat mengakibatkan
cedera fisik pada anak, dengan sifat anak pada usia todler yang
mempelajari sesuatu dengan menduplikasi apa yang dilakukan orang
lain disekitarnya akan beresiko pada perubahan pola pemahaman dan
perilaku anak yang cenderung akan mudah untuk menyakiti orang lain
baik secara verbal maupun nonverbal nantinya. Pengendalian emosi
memiliki dampak yang sangat baik jika dapat dilakukan dengan benar
oleh orang tua. Selain melatih kesabaran yang bedampak langsung
bagi kesehatan, ketenangan dan koping orang tua juga dapat
mengajarkan kepada anak tentang bagaimana mereka harus bersikap
ketika menghadapi dan menyelesaikan masalah dikemudian hari.
5. Harapan orang tua terhadap sikap sibling
Pada penelitian ini partisipan mengungkapkan harapannya agar
sibling dapat memahami keadaan bahwa saudaranya sedang menjalani
hospitalisasi sehingga otang tua akan memberikan waktu dan
perlakuan yang berbeda kepada saudaranya untuk mencapai
kesembuhan yang lebih cepat. Harapan adalah keadaan yang ingin
diperoleh atau diwujudkan dimasa yang akan datang, sedangkan
masalah atau kendala yang ada merupakan jarak antara harapan
dengan kenyataan yang ada (Ahmad Subagyo, 2008). Menurut Ahmad
Jauhar Tauhid, (2007) harapan adalah aspek dalam diri manusia untuk
hidup dan tumbuh, harapan adalah unsur terdalam kehidupan,
dinamika spirit manusia. Perlunya orang tua memiliki harapan yaitu
untuk memunculkan ide atau gagasan yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan masalah dengan mengambil jalan keluar yang bertuju
pada harapan yang telah dibangun sebelumnya, seperti halnya harapan
partisipan dalam penelitian ini yaitu agar anaknya dapat memahami
keadaan saudaranya yang sakit dan akan optimalnya orang tua dalam
menjalankan perannya. Ketika ada anak yang menjalani hospitalisasi
fokus utama dari orang tua adalah kesembuhan pada anak yang sakit.
Harapan akan kesembuhan anak dapat memberikan motivasi orang tua
dalam merawat anak yang sakit dengan berupaya mengatasi segala
kendala yang ada untuk mengoptimalkan perannya sebagai orang tua.
Pemahaman merupakan dasar yang baik dalam membangun
komunikasi dan interaksi yang ramah. Pemahaman mampu
menghasilkan perubahan sikap, perilaku dan reaksi yang sangat
berbeda kepada orang lain yang dapat terlihat dalam proses interaksi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pemahaman adalah suatu hal
yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Pemahaman adalah
kemampuan seseorang untuk mengartikan, menafsirkan,
menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan carannya sendiri
dengan pengetahuan yang pernah diterimanya. Pemahaman dapat
diperoleh setelah mendapatkan penjelasan atau informasi. Pemahaman
dapat ditunjukan melalui perubahan perilaku dan reaksi yang
ditunjukan.
Dalam penelitian ini partisipan mengharapkan pemahaman
juga dapat tumbuh dalam anaknya khususnya pada sibling ketika ada
saudaranya sedang menjalani hospitalisasi, hal ini dikarenakan adanya
perubahan pada sikap dan peran orang tua pada saat itu. Pemahaman
pada sibling akan berdampak baik pada motivasi dan sikap yang
ditunjukan oleh orang tua yang secara tidak langsung juga akan
membawa pengaruh yang positif baik pada sibling dan pada anak
yang sakit. Orang tua akan lebih tenang dalam menyelesaikan masalah
dan tidak perlu khawatir akan hal-hal lain. Anak yang paham juga
akan meringankan beban orang tua dalam membagi waktu antara
kebutuhan anak yang sakit, anak yang sehat, urusan lain dalam
keluarga, pekerjaan dan bahkan urusan pribadinya sendiri. Anak yang
yang tidak paham akan kondisi yang sedang dihadapi oleh orang
tuanya akan menambah beban orang tua dan menyulitkan orang tua
dalam menyusun prioritas dalam penyelesaian masalah.
Partisipan juga mengatakan harapannya akan kemampuannya
dalam menjalankan perannya sebagai orang tua ketika anaknya sakit
bisa tetap optimal. Menurut Wong, (2008) bila ikatan keluarga kuat,
kontrol sosial lebih efektif dan sebagian besar anggota keluarga dapat
menjalankan perannya masing-masing dengan tulus dan penuh
komitmen. Konflik timbul ketika orang tidak dapat memenuhi peran
mereka sesuai dengan yang diharapkan oleh anggota keluarga lainnya,
dan juga karena mereka tidak menyadai harapan tersebut atau karena
mereka memilih untuk tidak memenuhi harapan tersebut. Dalam
penelitian ini, harapan orang tua adalah ingin memenuhi apa yang
menjadi harapan untuk dapat mengurus dan merawat anak yang sakit
dengan baik untuk mempercepat proses pemulihan. Pemenuhan
harapan ini juga bergantung pada reaksi yang diberikan oleh sibling.
Reaksi positif yang diberikan sibling terhadap orang tua dapat menjadi
kekuatan bagi orang tua upaya merawat anak yang sakit dan
meningkatkan kepercayaan diri orang tua dalam mengurus anaknya
baik sehat maupun sakit.

D. Keterbatasan Penelitian
1. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan kesulitan dalam hal posisi
informan yang juga merupakan orang tua anak yang sedang menjalani
hospitalisasi sehingga perlu menyesuaikan waktu dengan kondisi anak
atau menunggu keluarga untuk menjaga anak yang sakit.
2. Suasana tempat wawancara yang terkadang ribut, sehingga menggangu
proses dan hasi wawancara.
3. Dalam menjawab pertanyaan, partisipan masih tampak kaku.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi
sibling anak terhadap saudara yang sedang menjalani hospitalisasi,
dihasilkan lima tema, yaitu : Perubahan perilaku sibling sebagai respon
terhadap proses hospitalisasi pada saudaranya, upaya orang tua untuk
mengendalikan reaksi sibling, kesulitan orang tua dalam mengatasi reaksi
sibling, cara orang tua mengatasi hambatan dan harapan orang tua
terhadap sikap sibling. Dimana tema-tema ini memberikan gambaran
tentang pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi sibling anak.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perubahan perilaku sibling sebagai respon terhadap proses
hospitalisasi pada saudaranya adalah dengan menunjukan perilaku
agresif dan perilaku mencari perhatian.
2. Upaya orang tua untuk mengendalikan reaksi sibling adalah dengan
memenuhi permintaan sibling, sambil juga memberi penjelasan hingga
memberikan sanksi kepada anak untuk mengontrol sikap sibling agar
tidak menjadi kebiasaan.
3. Kesulitan orang tua dalam mengatasi reaksi sibling sangat dipengaruhi
oleh satu faktor yaitu usia anak, dimana usia anak mempengaruhi
kemampuan anak untuk berpikir logis dan mudah menerima
pemahaman.
4. Cara orang tua mengatasi hambatan dalam mengatasi reaksi sibling
anak adalah dengan cara memberi perhatian, memberi pengertian dan
mengendalikan emosi untuk tidak melakukan kekerasan fisik pada
anak.
5. Harapan orang tua terhadap sikap sibling adalah agar sibling bisa lebih
mengerti keadaan yang sedang dihadapi orang tua dan agar orang tua
dapat lebih mengoptimalkan peran sebagai orang tua dalam merawat
anak yang sakit.
B. Saran
1. Institusi Pendidikan Keperawatan
Institusi pendidikan keperawatan diharapkan dapat berkontribusi
dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya bagi orang
tua untuk lebih memperhatikan reaksi sibling dengan edukasi terhadap
orang tua melalui praktik klinik, komunitas dan kegiatan penyuluhan
kesehatan.
2. Orang Tua
Orang tua diharapkan dapat menangani reaksi yang diberikan anak
sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak serta
memperhatikan kebutuhan sibling disamping kebutuhan anak yang
sakit akan kasih sayang dan perhatian dari orang tua terutama ketika
anak sudah menunjukan reaksi kekerasan verbal dan nonverbal.
3. Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan agar memperluas topik dan
fokus penelitian pada cara penanganan dan pola asuh orang tua, serta
memperkaya teori-teori pendukung yang dapat menunjang keakuratan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y. & Rachmawati, I. N. (2014) Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam


Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Anantasari. 2006. Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta : KANISIUS

Arikunto (2013) Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta

Armini, NW. Sriasih, NGK. Marhaeni, GA (2017) Asuhan Kebidanan : Neonatus,


Bayi, Balita & Anak prasekolah.Yogyakarta: Andi Offset

Asmadi (2008) Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Bahri, Samsul (2018). Akar karakter Anak Saleh. Yogyakarta : Diandra Kreatif

Bernstein, Daniel. (2007). The Cardiovascular System. Dalam: Kliegman,


Robert M. et al. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18th Edition. Saunders
Elsevier, Philadelphia: 1828 – 1928.

Djiwandono (2008:144). Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta : Kanisius

Elisabeth & Purwoastuti, E. 2015. Asuhan Kebidanan: Masa Nifas & Menyusui,
Yogakarta: PUSTAKABARUPRESS.

Gunarsa, Singgih D (2007). Konseling dan Psikologi. Jakarta : Gunung Mulia

Inggriani, T (2016) Pengalaman Perawat Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada


Anak di Rumah Sakit Umum daerah Dr. Adjidarmo Rangkasbitung.
(internet), Diambil dari: http://ejournal.stik-
immanuel.ac.id/file.php?file=jurnal&id=542&cd=9590039574730b3f7065c5
c12bf651c7&name=769%20-%20780%20Tini%20Inggriani.pdf.> (diakses
senin, 22 okober 2018)

Irawati, E (2014) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sibling Rivalry Pada Balita


di Kemukiman Kandang Kecamatan Kluet Selatan Aceh Selatan tahun 2014.
(internet), diambil dari: simtakp.uui.ac.id/docjurnal/ERVINA_IRAWATI-
jurnal.pdf> (diakses pada 10 oktober 2018)
KBBI. Arti kata (internet), diambil dari https://kbbi.web.id/. > (diakses pada 17
Januari 2019)

Muharto & Ambarita, A (2016) Metode Penelitian Sistem Informasi: Mengatasi


Kesulitan Mahasiswa dalam Menyusun Proposal Penelitian. Yogyakarta:
Deepublish
Muhith (2015) Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET

Nursalam. (2017) Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, Susilaningrum. E, Sri. U (2008) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak


(Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika

Putri, A.C.T., Deliana, S. M & Hendriyani, R (2013) Dampak Sibling Rivalry


(Persaingan Saudara Kandung) Pada Anaka Usia Dini. (internet), diambil
dari: https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp/article/view/2071> (diakses
pada 10 oktober 2018)

Rimm, Sylvia (2003). Mendidik dan Menerapkan Disiplin Pada Anak


Prasekolah : Pola Asuh Masa Kini. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Safithry E.A (2006) Terapi Perilaku Untuk Mengurangi Perilaku Sibling Rivalry
Pada Anak (internet), diambil dari
jurnal.umpalangkaraya.ac.id/libs/download.php?file=FKIP_Vol2_No1_part2
16> (diakses pada 25 oktober 2018)

Subagyo, Ahmad (2008) Studi kelayakan : Teori dan aplikasi. Jakarta : Gramedia

Supartini (2014) Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Tauhid, Ahmad J. (2007) Kompas Rohani. Jakarta : Serambi ilmu semesta

Tejena, N & Valentina, T. D (2015) Sibling rivalry antara anak dengan mild
intellectual disability dan saudara kandung. (internet), diambil dari:
https://www.e-jurnal.com/2017/03/sibling-rivalry-antara-anak-dengan-
mild.html> (diakses pada 30 Oktober 2018)

Terry, K. & Susan, C. (2015) Buku Ajar Keperawatan Pediatri: Edisi 2, Vol 1.
Jakarta: EGC

Terry, K. & Susan, C. (2015) Buku Ajar Keperawatan Pediatri: Edisi 2, Vol 2.
Jakarta: EGC

Utami, Y. (2014) Dampak Hospitalisasi Terhadapa Perkembangan Anak.


(internet), diambil dari: https://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/jurnal-
ilmiah/article/view/177/156> (diakses senin, 22 oktober 2018)

Yusuf. A.M (2014) Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Gabungan


(Edisi pertama). Jakarta: Prenadamedia Grup

Widoyoko, EP (2012) Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:


Pustaka Belajar
Wong (2008) Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth,

Calon Partisipan

Di-Tempat

Dengan Hormat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fidelis Dagu

NIM : B1736915101

Bersama dengan surat ini menyampaikan bahwa dalam rangka


menyelesaikan tugas akhir Program Studi S1 Keperawatan di STIKES Wiyata
Husada Samarinda akan dilakukan penelitian yang berjudul Pengalaman orang tua
dalam mengatasi reaksi sibling anak usia todler terhadap saudara yang sedang
menjalani horpitalisasi.

Saya mengharapkan untuk bersedia menjadi partisipan dalam penelitian


Pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi sibling anak usia todler terhadap
saudara yang sedang menjalani horpitalisasi, informasi yang diberikan tidak akan
mengakibatkan kerugian apapun dan akan dijamin kerahasiaanya.

Apabila responden bersedia, dimohon untuk menandatangani lembar


persetujuan responden dan mengisi lembar pernyataan terlampir dalam lembar ini.
Atas perhatiannya dan kesediaannya saya mengucapkan terimakasih.

Peneliti

Fidelis Dagu
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti maka saya bersedia


berpartisipasi sebagai partisipan peneliti dengan judul Pengalaman orang tua
dalam mengatasi reaksi sibling anak usia todler terhadap saudara yang sedang
menjalani horpitalisasi.

Maka saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Tempat, tanggal lahir :

Alamat :

Memahami bahwa penelitian ini tidak akan merugikan saya dan keluarga
saya serta informasi yang saya berikan dijamin kerahasiaannya. Saya juga
memahami bahwa hasil penelitian ini akan menjadi bahan masukan bagi
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan karena itu jawaban yang saya berikan
adalah yang sebenarnya.

Saya telah diberikan penjelasan mengenai segala sesuatu yang


berhubungan dengan penelitian ini dan telah mendapatkan penjelasan yang
memuaskan. Berdasarkan hasil tersebut, maka dengan ini saya sukarela bersedia
menjadi partisipan dan berpartisipasi dalam penelitian.

Partisipan

…………………
PEDOMAN PERTANYAAN WAWANCARA

“Pengalaman Orang Tua Dalam Mengatasi Reaksi Sibling Anak Usia


Todler Terhadap Saudara Yang Sedang Menjalani Hospitalisasi”

Tujuan : Mendeskripsikan pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi


sibling anak terhadap saudara yang sedang menjalani
hospitalisasi.

Waktu Pelaksanaan :
Hari/Tanggal :
Jam :
Identitas Informan
Nama (Inisial) :
Umur :
Pendidikan :

PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana reaksi sibling terhadap saudaranya yang sedang menjalani


hospitalisasi?
2. Bagaimana cara orang tua mengatasi reaksi sibling terhadap saudaranya
yang sedang menjalani hospitalisasi?
3. Apa saja kendala dan hambatan orang tua dalam mengatasi reaksi
sibling?
4. Apa saja usaha orang tua untuk mengatasi kendala dan hambatan dalam
mengatasi reaksi sibling pada anak?
5. Bagaimana harapan orang tua terhadap reaksi sibling kepada saudara
yang sedang menjalani hospitalisasi?
PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENGATASI REAKSI SIBLING
ANAK USIA TODLER TERHADAP SAUDARA YANG SEDANG
MENJALANI HOSPITALISASI

Dagu Fidelis1, Mukaromah Siti2, Sinaga Sumiati3


1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiyata Husada, Jl.
Kadrie OeningNo. 77, Samarinda, Kalimantan Timur
Email: fidelisdagu@gamil.com
2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiayata Husada Jl.
Kadrie OeningNo. 77, Samarinda, Kalimantan Timur
Email: s.mukaromah2014@gmail.com
3
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiayata Husada Jl.
Kadrie OeningNo. 77, Samarinda, Kalimantan Timur
Email: sumiatisinaga@stikeswhs.ac.id

ABSTRAK
Latar Belakang : Kondisi anak sakit akan menyita perhatian juga waktu dari orang tua,
hal ini akan menimbulkan reaksi dari sibling yang berupaya untuk mendapatkan kembali
perhatian dan waktu dari orang tua yang telah lebih memprioritaskan pada saudaranya
yang sakit yang disebut dengan sibling rivalry. Sibling rivalry adalah kompetisi antara
saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu atau dari
kedua orang tua, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih. Dalam hal ini
peran orang tua sangat krusial dalam mengatasi reaksi pada sibling yang muncul untuk
menghindari konflik dan masalah lain yang dapat timbul pada perkembangan emosional
dan kepribadian juga interaksi anak dimasa yang akan datang. Tujuan Penelitian :
Mendeskripsikan pengalaman orang tua dalam mengatasi reaksi sibling anak usia todler
terhadap saudara yang sedang menjalani hospitalisasi.Metode : Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan
jumlah partisipan sebanyak 5 orang yang memenuhi kriteria. Informan dalam penelitian
ini diambil dengan teknik purposive sampling. Hasil : Penelitian ini menghasilkan lima
tema, yaitu Perubahan perilaku sibling sebagai respon terhadap proses hospitalisasi pada
saudaranya, upaya orang tua untuk mengendalikan reaksi sibling, kesulitan orang tua
dalam mengatasi reaksi sibling, cara orang tua mengatasi hambatan dan harapan orang tua
terhadap sikap sibling. Simpulan : Pengalaman orang tua sangat mempengaruhi
bagaimana perilaku sibling nantinya, baik kepada saudranya maupun kepada orang
tuanya. Kemampuan orang tua dalam memahami, merespon, dan menangani reaksi
sibling akan mempengaruhi sejauh mana sibling memberikan reaksi.

Kata Kunci : Pengalaman Orang Tua, Sibling Rivalry, Hospitalisasi

ABSTRACT

Background: The condition of sick children will also draw attention from parents, this
will cause a reaction from siblings who try to regain attention and time from parents
who have prioritized their sick siblings which is called sibling rivalry. Sibling rivalry
is a competition between siblings to get love, affection and attention from one or both
parents, or to get recognition or something more. In this case the role of parents is very
crucial in overcoming reactions to sibling that arise to avoid conflicts and other
problems that can arise in the development of emotional and personality as well as
future interactions of children. Research Objective: Describe the experience of
parents in overcomingreactions of sibling toddler-age children to siblings who are
undergoing hospitalization.Method: This study used a qualitative research method
with a phenomenological approach with 5 participants fulfilling the criteria.
Informants in this study were taken by purposive sampling technique. Results: This
study produced five themes, namely changes inbehavior sibling as a response to the
process of hospitalization to his siblings, parents 'efforts to controlreactions sibling,
parental difficulties in overcomingreactions sibling, the way parents overcome
obstacles and parents' expectations ofattitudes sibling. Conclusion: Parents'
experience greatly influences howbehavior sibling later, both to their siblings and to
their parents. The ability of parents to understand, respond to, and handlereactions
sibling will influence the extent to which sibling reacts.

Keywords : Parents' Experience, Sibling Rivalry, Hospitality


PENDAHULUAN Sumaryako (2008 dalam Purwandari,
2009), di Indonesia, diperkirakan 35
Orang tua akan selalu dihadapkan
per 1000 anak menjalani hospitalisasi.
dengan masalah dalam kehidupan
Selama masa anak-anak sekitar 30%
sehari-hari dan ini adalah suatu hal
anak pernah mengalami perawatan di
yang tidak dapat dihindari dan yang
rumah sakit, sementara itu sekitar 5%
penting adalah bagaimana cara orang
pernah dirawat beberapa kali di
tua menyikapinya secara positif.
rumah sakit menurut Kzemi,
Anggota keluarga dapat belajar
Ghazimoghaddam, Besharat, Kashani
menggunakan koping yang positif
(2012 dalam Winarsih2012), di
sebagai strategi koping yang baik
Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda
untuk dipertahankan khususnya ketika
jumlah pasien anak pada tiga bulan
menghadapi masalah sehat-sakit
terakhir sejak juli hingga september
dalam keluarga seperti hospitalisasi
2018, berjumlah 1.448 anak yang
pada anak (Supartini,
menjanali hospitalisasi.
2004).Hospitalisasi akan
Hospitalisasi adalah bentuk stressor
menimbulkan stresor pada anak yang
individu yang berlangsung selama
dirawat di rumah sakit seperti cemas
individu tersebut dirawat di rumah
karena perpisahan, kehilangan kendali
sakit (Wong, 2003 dalam Yuli Utami,
dan luka pada tubuh dan rasa sakit
2014).Ketika mengalami
(rasa nyeri). Dampak hospitalisasi
hospitalisasi, anak sering kali merasa
pada anak akan tergantung dari reaksi
takut terhadap orang asing dan dapat
keluarga terhadap anak yang sakit dan
mengingat peristiwa
dirawat dirumah sakit khususnya dari
traumatik.Akibatnya, akan terjadi
orang tua dan saudara kandung
hambatan dalam pengobatan dan
(sibling) (Asmadi, 2008).
pemulihan, juga regresi dan
Kondisi sakit pada anak sangat
penolakan untuk makan adalah reaksi
memungkinkan membutuhkan
yang umum dilakukan anak sehingga
pelayanan kesehatan di rumah sakit
anak akan sangat bergantung pada
(RS), di Amerika Serikat,
orang tuanya (Terry Kyle & Susan
diperkirakan lebih dari 5 juta anak
Carman, 2014).Reaksi orang tua
menjalani hospitalisasi (2006 dalam
terhadap anaknya yang sakit dan
Tini Ingriani, 2016). Menurut
dirawat di rumah sakit berupa lebih.Perubahan sikap dan perilaku
penolakan/ketidakpercayaan dengan kehadiran sibling rivalry yang
(denial/disbelif). Hal ini terjadi dapat ditunjukan oleh anak, antara
terutama bila anak tiba-tiba sakit lain memukul bayi, mendorong bayi
serius, marah atau merasa bersalah dari pangkuan ibu, menjauhkan
atau keduanya, ketakutan, cemas dan puting susu dari mulut bayi, secara
frustasi, dan depresi. verbal menginginkan bayi kembali
Jika peran keluarga atau rutinitas keperut ibu, mengompol lagi, kembali
berubah secara signifikan, saudara tergantung pada susu botol,
kandung dapat merasa cemas dan bertingkah agresifArmini, NW.
mengalami perubahan kinerja sekolah Sriasih, NGK. Marhaeni, GA (2017).
atau perubahan perilaku. Saudara Dampak sibling rivalry ada tiga yaitu
kandung dari anak yang di dampak pada diri sendiri, pada
hospitalisasi juga dapat mengalami saudara kandung dan pada orang lain.
ketidakamanan, penolakan, Dampak sibling rivalry pada diri
kebingungan, ansietas, tempramen sendiri yaitu adanya tingkah laku
dan bahkan regresi untuk agresif, self efficacy rendah. Dampak
mendapatkan perhatian orang sibling rivalry pada saudara yaitu
tua(Terry Kyle & Susan Carman, agresi, tidak mau berbagi dengan
2014). Keadaananak yang saudara, tidak mau membantu saudara
dihospitalisasi akan berdampak dan dan mengadukan saudara. Selain
mempengaruhi respon saudara damapak pada diri sendiri dan
kandung dari anak yang menjalani dampak pada saudara, sibling rivalry
hospitalisasi karena berubahnya juga berdampak pada orang lain.
rutinitas, waktu, dan sikap orang tua Ketika pola hubungan antara anak dan
(Terry Kyle & Susan Carman, 2014). saudara kandugnya tidak baik, maka
Sibling rivalry adalah kompetisi sering terjadi pola hubungan yang
antara saudara kandung untuk tidak baik tersebut akan dibawa anak
mendapatkan cintakasih, afeksi dan kepada pola hubungan sosial diluar
perhatian dari satu atau kedua orang rumah (Hurlock, 1989 : 211) dalam
tuanya, atau untuk mendapatkan Putri, A.C.T., Deliana, S. M &
pengakuan atau satu yang Hendriyani, R (2013).
METODE Berdasarkan hasil wawancara yang
telah dilakukan kepada 5 orang
Penelitian ini merupakan penelitian
partisipan mengenai perubahan
kualitatif dengan menggunakan
perilaku sibling terhadap saudaranya
pendekatan fenomenologi dan yang
yang sedang menjalani hospitalisasi,
menjadi sampel dalam penelitian ini
partisipan 1, 3, dan 4 mengatakan
adalah orang tua yang memiliki anak
bahwa sibling menunjukan perilaku
usia todler yang salah satu saudranya
agresif baik kepada orang tuanya
sedang menjalani hospitalisasi,
maupun kepada saudaranya yang lain
dimana pengambilan sampel
dengan menarik tangan ibunya ketika
dilakukan dengan menggunakan
menggendong saudaranya yang sakit,
tehnik Purposive sampling.
berteriak-teriak dan menangis dengan
Tehnik pengambilan data dalam keras. Partisipan 1,2,3,4,dan 5 juga
penelitian ini menggunakan mengatakan bahwa selain perilaku
wawancara sebagai metode agresif sibling juga menunjukan
pengambilan data utama. Selain perilaku mencari perhatian kepada
melakukan wawancara, pengambilan orang tua yaitu dengan menunjukan
data penelitian ini juga dilakukan kecemburuan, menjadi lebih manja,
melalui observasi. Data yang ingin selalu dekat dengan orang
diperoleh kemudian dibuat dalam tuanya dan ingin digendong pada saat
bentuk transkrip wawancara dan orang tuanya sedang dekat dengan
dilakukan proses pengolahan data saudaranya yang sedang sakit.
mulai dari coding, membuat kategori “Ia ada, kalo misal kakaknya
digendong itu dia narikin (tangan
hingga membuat tema.
ibu). Pokoknya kaya dia ini sakit juga
sudah rasanya haha.” (P1)
HASIL
Tema 2: Upaya orang tua untuk
Penelitian ini menghasilkan lima
mengendalikan reaksi sibling.
tema, yaitu :
Berdasarkan hasil wawancara yang
Tema 1: Perubahan perilaku
telah dilakukan kepada 5 orang
sibling sebagai respon terhadap
partisipan mengenai upaya orang tua
proses hospitalisasi pada
untuk mengendalikan sibling,
saudaranya.
partisipan 1, 2 dan 4 berupaya untuk
memenuhi permintaan sibling, “Kalo itu ya pasti karna umurnya
kan masih kecil apa-apa ya masih
partisipan 2, 4 dan 5 uga mengatakan
susah, kasih tau ya kadang susah
tetap berusaha memberikan juga, kalo mau dimarahin ya
namanya anak-anak nanti paling dia
penjelasan kepada sibling agar mau
ulang lagi.” (P2)
memahami keadaan adiknya yang
sedang sakit dan membutuhkan Tema 4: Cara orang tua mengatasi
perhatian lebih dari orang tuanya, hambatan.
partisipan 3 dan 4 juga mengatakan Berdasarkan hasil wawancara yang
memberikan sanksi kepada sibling telah dilakukan kepada 5 orang
untuk mendisiplinkan sikap sibling partisipan mengenai cara orang tua
yang memberikan reaksi negatif. dalam mengatasi kendala yang ada,
“Tapi kadang saya langsung ambil partisipan 1 dan 2 mengatakan dengan
sikap tegas, nada tinggi “diam, ade
memberikan perhatian kepada sibling
lagi sakit” nah tapi baru dia pergi
baru dia baring tapi sedikit dia agar sibling agar tidak merasa
nangis tapi nda lama kelamaan dia
ditinggalkan dan untuk menghindari
diam.” (P4)
perilaku memberontak dari sibling
Tema 3: Kesulitan orang tua dalam
karena perubahan kebiasaan yang
mengatasi reaksi sibling.
tiba-tiba terjadi. Partisipan 2 dan 4
Berdasarkan hasil wawancara yang
juga mengatakan berupaya untuk
telah dilakukan kepada 5 orang
menjaga emosinya agar tidak
partisipan mengenai hambatan yang
menyakiti sibling baik secara fisik
dialami oleh orang tua dalam
maupun psikisnya. Dan hampir
mengatasi reaksi sibling, partisipan
semua partisipan yakni partisipan 1,
2,3,4, dan 5 mengatakan bahwa usia
2, 4, dan 5 mengatakan tetap
anak merupakan penyulit dalam
memberikan pengertian kepada
mengatasi reaksi sibling pada anak,
sibling dengan harapan secra perlahan
dikarenakan keterbatasan anak untuk
sibling mampu memahami keadaan
menyerap dan menerima dan
yang sedang terjadi dan
memahami keadaan yang sedang
mempertahankan hubungan
terjadi termasuk penjelasan dan
interpersonal antara orang tua dan
perubahan perilaku yang ditunjukan
anak.
oleh orang tuanya.
“Ya saya gendong dia (sibling) dulu,
soalnya dia (sibling) kalo nangis kaya
berontak, ribut sekali saya kan ngga mempengaruhi sejauh mana sibling
enak disini kan rame.” (P1)
memberikan reaksi.
Tema 5: Harapan orang tua
PEMBAHASAN
terhadap sikap sibling.
Berdasarkan hasil wawancara yang Perubahan perilaku sibling
telah dilakukan kepada 5 orang sebagai respon terhadap proses
partisipan mengenai harapan orang hospitalisasi pada saudaranya
tua terhadap sikap sibling dimana merupakan akumulasi emosional yang
semua partisipan mengatakan dialami sibling dan diungkapkan
harapannya agar sibling dapat melalui berbagai bentuk aktivitas dan
memahami keadaan yang sedang juga perilaku untuk mendapatkan
dihadapi oleh keluarganya, termasuk perhatian orang tua yang secara
peningkatan perhatian dan waktu dari umum akan lebih besar kepada
orang tua kepada saudara yang sedang saudaranya yang menjalani
sakit. Partisipan 1, 2 dan 5 juga hospitalisasi. Berdasarkan hasil
mengatakan berharap agar penelitian yang dilakukan peneliti
peranannya sebagai orang tua dalam pada partisipan yang bersedia menjadi
merawat anak yang sakit dapat partisipan, maka diperoleh hasil
terpenuhi dengan maksimal sebagai bahwa munculnya perilaku sibling
bentuk tanggung jawabnya sebagai rivalry sebagai respon terhadap
orang tua. proses hospitalisasi yang dijalani
“Ya.. anak-anak kita pengertian kalo saudaranya yang mengakibatkan
mamanya itu sedang bingung, sedang
berubahnya porsi waktu dan perhatian
emosi menghadapi satu anak yang
sakit, pokoknya pengertian dari anak orang tua yang diberikan terhadap
lah. “ (P3)
sibling yang terbagi atas dua kategori
yaitu perilaku agresif dan perilaku
Pengalaman orang tua sangat
mencari perhatian.
mempengaruhi bagaimana perilaku
Upaya orang tua untuk
sibling nantinya, baik kepada
mengendalikan reaksi sibling adalah
saudranya maupun kepada orang
gambaran keinginan orang tua agar
tuanya. Kemampuan orang tua dalam
hubungan dan interaksi sibling
memahami, merespon, dan
dengan saudaranya terjalin dengan
menangani reaksi sibling akan
baik termasuk dalam keadaan ketika menemukan hambatan yang
saudaranya sedang menjalani mempersulit dalam usaha untuk
hospitalisasi, dalam proses memberi jalan keluar atas berbagai
pelaksanaannya orang tua yang reaksi sibling yang muncul. Penelitian
menjadi partisipan mengatakan akan ini menjelaskan bagaimana cara
berusaha untuk memenuhi permintaan partisipan dalam mengatasi kendala
sibling sambil mencoba untuk yang terjadi dalam mengatasi
memberi penjelasan dan bahkan hambatan yaitu dengan memberi
memberikan sanksi kepada anak perhatian, mengendalikan emosi dan
untuk mengandalikannya. memberi pengertian, dimana
Kesulitan orang tua dalam partisipan menegaskan pada anak apa
mengatasi reaksi sibling merupakan yang baik dan yang tidak baik untuk
kendala yang dihadapi oleh orang tua dilakukan. Sejalan dengan Rimm,
ketika ingin menyelesaikan persoalan (2003) yang menyebutkan bahwa
yang timbul ketika ada anak yang tidak ada pola asuh yang sempurna
menjalani hospitalisasi. Dalam yang dapat diterapkan pada anak dan
penelitian ini, kendala utama yang juga barangkali tidak baik pada anak.
dimiliki oleh partisipan dalam Hal yang paling berguna dalam
mengatasi reaksi sibling adalah usia mendidik anak adalah kasih sayang,
anak. Menurut kamus besar bahasa rasa antusias, rasa humor,kesabaran,
indonesia usia adalah lama waktu keberanian, bersikap tegas tepat pada
hidup atau ada (sejak dilahirkan atau waktunya dan konsisten.
diadakan). Usia anak yang masih Pada penelitian ini partisipan
sangat kecil sangat berpengaruh pada mengungkapkan harapannya agar
proses penyerapan informasi, sibling dapat memahami keadaan
pemahaman dan tidak dapat bahwa saudaranya sedang menjalani
dipaksakan secara cepat untuk dapat hospitalisasi sehingga otang tua akan
segera menyesuaikan dengan apa memberikan waktu dan perlakuan
yang menjadi harapan oleh orang tua. yang berbeda kepada saudaranya
Cara orang tua mengatasi untuk mencapai kesembuhan yang
hambatan merupakan apa yang lebih cepat. Dalam penelitian ini
dilakukan oleh orang tua ketika partisipan mengharapkan pemahaman
juga dapat tumbuh dalam anaknya anak, dimana usia anak
khususnya pada sibling ketika ada mempengaruhi kemampuan anak
saudaranya sedang menjalani untuk berpikir logis dan menerima
hospitalisasi, hal ini dikarenakan pemahaman.Cara orang tua mengatasi
adanya perubahan pada sikap dan hambatan dalam mengatasi reaksi
peran orang tua pada saat itu. Orang sibling anak adalah dengan cara
tua juga ingin memenuhi apa yang memberi perhatian, memberi
menjadi harapan untuk dapat pengertian dan mengendalikan emosi
mengurus dan merawat anak yang untuk menghindari kekerasan fisik
sakit dengan baik untuk memeprcepat pada anak.Harapan orang tua terhadap
proses pemulihan. Pemenuhan sikap sibling yaitu agar sibling bisa
harapan ini juga bergantung pada lebih mengerti keadaan yang sedang
reaksi yang diberikan oleh sibling. dihadapi orang tua sehingga orang tua
Reaksi yang diberikan sibling dapat mengoptimalkan peran sebagai
terhadap orang tua dapat menjadi orang tua dalam merawat anak yang
penguat bagi orang tua upaya sakit.
merawat anak yang sakit.
UCAPAN TERIMAKASIH
KESIMPULAN
Terimakasih kepada pihak rumah
Perubahan perilaku sibling sebagai sakit yang telah bersedia menjadi
respon terhadap proses hospitalisasi tempat penelitian dan kepada perawat
pada saudaranya dengan menunjukan diruangan yang dilakukan penelitian
perilaku agresif dan perilaku mencari yang telah bersedia mendukung
perhatian, orang tua berupaya untuk dalam memfasilitasi pertemuan
mengendalikan reaksi sibling dengan peneliti dengan partisipan.
memenuhi permintaan sibling, sambil
RFERENSI
juga memberi penjelasan hingga
Afiyanti, Y. & Rachmawati, I. N.
memberikan sanksi kepada anak
untuk mengontrol sikap sibling agar (2014) Metodologi Penelitian
Kualitatif Dalam Riset
tidak menjadi kebiasaan.Kesulitan
orang tua dalam mengatasi reaksi Keperawatan. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada
sibling sangat dipengaruhi oleh usia
Anantasari. 2006. Menyikapi Perilaku Gunarsa, Singgih D (2007).
Agresif Anak. Yogyakarta : Konseling dan Psikologi. Jakarta
KANISIUS : Gunung Mulia
Arikunto (2013) Prosedur Penelitian: Inggriani, T (2016) Pengalaman
Suatu Pendekatan Praktik. Perawat Mengatasi Dampak
Jakarta: Rineka Cipta Hospitalisasi Pada Anak di
Armini, NW. Sriasih, NGK. Rumah Sakit Umum daerah Dr.
Marhaeni, GA (2017) Asuhan Adjidarmo Rangkasbitung.
Kebidanan : Neonatus, Bayi, (internet), Diambil dari:
Balita & Anak http://ejournal.stik-
prasekolah.Yogyakarta: Andi immanuel.ac.id/file.php?file=jurnal
Offset &id=542&cd=9590039574730b3f70

Asmadi (2008) Konsep Dasar 65c5c12bf651c7&name=769%20-

Keperawatan. Jakarta: EGC %20780%20Tini%20Inggriani.pdf.>

Bahri, Samsul (2018). Akar karakter (diakses senin, 22 okober 2018)


Anak Saleh. Yogyakarta : Irawati, E (2014) Faktor-Faktor yang

Diandra Kreatif Mempengaruhi Sibling Rivalry Pada

Bernstein, Daniel. (2007). The Balita di Kemukiman Kandang

Cardiovascular System. Dalam: Kecamatan Kluet Selatan Aceh

Kliegman, Selatan tahun 2014. (internet),

Robert M. et al. 2007. Nelson diambil dari:


simtakp.uui.ac.id/docjurnal/ERVINA
Textbook of Pediatrics 18th
_IRAWATI-jurnal.pdf> (diakses pada
Edition.
10 oktober 2018)
Saunders Elsevier, Philadelphia: 1828
KBBI. Arti kata (internet), diambil
– 1928.
darihttps://kbbi.web.id/. > (diakses
Djiwandono (2008:144). Menyikapi
pada 17 Januari 2019)
Perilaku Agresif Anak.
Muharto & Ambarita, A (2016) Metode
Yogyakarta : Kanisius
Penelitian Sistem Informasi:
Elisabeth & Purwoastuti, E. 2015.
Mengatasi Kesulitan Mahasiswa
Asuhan Kebidanan: Masa Nifas
dalam Menyusun Proposal
& Menyusui, Yogakarta:
Penelitian. Yogyakarta: Deepublish
PUSTAKABARUPRESS.
Muhith (2015) Pendidikan Keperawatan Sugiyono (2015). Metode Penelitian
Jiwa. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Nursalam. (2017) Metodologi Cetakan 22. Bandung : Alfabeta
Penelitian Ilmu Keperawatan: Supartini (2014) Buku Ajar Konsep Dasar
Pendekatan Praktis edisi 4. Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Jakarta: Salemba Medika Tauhid, Ahmad J. (2007) Kompas


Nursalam, Susilaningrum. E, Sri. U Rohani. Jakarta : Serambi ilmu
(2008) Asuhan Keperawatan semesta
Bayi dan Anak (Untuk Perawat Tejena, N & Valentina, T. D (2015) Sibling

dan Bidan). Jakarta: Salemba rivalry antara anak dengan mild

Medika intellectual disability dan saudara

Putri, A.C.T., Deliana, S. M & Hendriyani, kandung. (internet), diambil dari:

R (2013) Dampak Sibling Rivalry https://www.e-

(Persaingan Saudara Kandung) jurnal.com/2017/03/sibling-rivalry-

Pada Anaka Usia Dini. (internet), antara-anak-dengan-mild.html>

diambil dari: (diakses pada 30 Oktober 2018)

https://journal.unnes.ac.id/sju/inde Terry, K. & Susan, C. (2015) Buku


x.php/dcp/article/view/2071> Ajar Keperawatan Pediatri:
(diakses pada 10 oktober 2018) Edisi 2, Vol 1. Jakarta: EGC
Rimm, Sylvia (2003). Mendidik dan Terry, K. & Susan, C. (2015) Buku
Menerapkan Disiplin Pada Anak Ajar Keperawatan Pediatri:
Prasekolah : Pola Asuh Masa Kini. Edisi 2, Vol 2. Jakarta: EGC
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Utami, Y. (2014) Dampak
Safithry E.A. (2016) Terapi perilaku untuk Hospitalisasi Terhadapa
mengurangi perilaku sibling rivalry Perkembangan Anak. (internet),
pada anak. (iternet), diambil dari: diambil dari: https://e-
jurnal.umpalangkaraya.ac.id/libs/do journal.jurwidyakop3.com/index.ph
wnload.php?file=FKIP_Vol2_No1_pa p/jurnal-
rt216> (diakses pada 25 oktober ilmiah/article/view/177/156>
2018) (diakses senin, 22 oktober 2018)
Subagyo, Ahmad (2008) Studi kelayakan Yusuf. A.M (2014) Metode
: Teori dan aplikasi. Jakarta : Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif,
Gramedia dan Gabungan (Edisi
pertama). Jakarta: Prenadamedia Wong (2008) Buku Ajar Keperawatan
Grup Pediatrik. Jakarta : EGC
Widoyoko, EP (2012) Teknik
Penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)

Wiyata Husada Samarinda

BIODATA PENELITI

A. Biodata Pribadi
1. Nama : Fidelis Dagu
2. Jenis kelamin : Laki-Laki
3. Tempat & Tangal Lahir: Paga, Flores 11 November 1992
4. Agama : Katolik
5. Alamat : Jl. Adonara RT. 001 Desa Loa Janan Ulu
Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai
Kartanegara
6. Email : fidelisdagu@gmail.com
7. No. Hp : 0858-2084-6353
8. NIM : B1736915101
9. Program Studi : S1 - Ilmu Keperawatan
10. Judul Skripsi : Pengalaman Orang Tua Dalam Mengatasi
Reaksi Sibling Anak Usia Todler Terhadap
Saudara Yang Sedang Menjalani Hospitalisasi
11. Dosen Pembimbing : 1. Ns. Siti Mukaromah, S. Kep., M. Kep.,
S. Kom
2. Ns. Sumiati Sinaga, S. Kep., M. Kep

B. Riwayat pendidikan
1. SD : SD Negeri 2 Desa Sukamandang G-II
2. SMP : SMP Negeri 2 Desa Sukamandang G-I
3. SMA : SMA Katolik WR. Soepratman Samarinda
4. DIPLOMA : AKPER Dirgahayu Samarinda

C. Riwayat Bekerja
 RS. PKT Bontang : Januari 2015 – September 2017

Anda mungkin juga menyukai