1838 PDF
1838 PDF
80-91
Roihatul Muti’ah
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Corresponding author : roihatulmutiah@gmail.co m
ABSTRACT
Malaria is one of the infectious disease is still a problem of the world with high mortality. Therapeutic
purpose of uncomplicated malaria is to eliminate plasmodium cause infection to prevent infection severity,
complications and break the chain of transmission. While the purpose therapy of severe malaria is to prevent
mortality. Recommended therapy of malaria is a combination of two or more antimalarial drugs that mechanisms
action kills malarial parasites in the blood and the amount of each drug works on different receptors. The use of a
combination of several antimalarial drugs has become a necessity for prevention of malaria parasite strains that
are resistant to certain drugs. Combination therapy include: ACTs (artemisinin combination therapies);
artesunate and amodiaquin; artesunate and mefloquin; artesunate with one of the SP, lumefantrin, piperaquin,
pyronaridin; antibiotic (doxyciclin, clindamycine, azithromycin), artemether-lumefantrine (AL); chloroquine and
SP; atovaquone and proguanil (Malarone)
ABSTRAK
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang sampai saat ini masih menjadi problematika dunia
karena menyebabkan kematian yang tinggi. Tujuan terapi malaria tanpa komplikasi adalah mengeliminasi
plasmodium penyebab infeksi secepatnya agar tidak terjadi keparahan dan komplikasi serta memutus rantai
penularan. Sedangkan tujuan terapi malaria yang parah adalah mencegah kematian. Terapi malaria yang
direkomendasikan adalah terapi kombinasi dua atau lebih obat antimalaria yang bekerja membunuh parasit di
darah dan masing-masing obat bekerja pada reseptor yang berbeda. Penggunaan kombinasi beberapa obat
antimalaria tersebut menjadi suatu keharusan untuk mencegah timbulnya galur-galur parasit malaria yang
resisten terhadap obat tertentu. Terapi kombinasi tersebut antara lain : ACTs (artemisinin combination
therapies); artesunat dan amodiaquin; artesunat dan mefloquin; artesunat dengan salah satu dari SP,lumefantrin,
piperaquin, pyronaridin; antibiotic (doxyciclin, clindamicine, azitromisin); Artemeter-lumefantrine (AL);
klorokuin dan SP; Atovaquone dan proguanil (Malarone).
80
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 80-91
sedang di pulau Jawa tersebar di Pacitan, 2. Fase aseksual (skizon) dalam tubuh
Jepara , Kulonprogo, Tulungagung dan hospes perantara/manusia
Malang Selatan. Plasmodium vivax a. Siklus dalam sel hepar (skizon
penyebab malaria tertiana, secara klinis eksoeritrositik)
jauh lebih ringan dan jarang menimbulkan Melalui gigitan nyamuk Anopheles,
kematian dibanding P. falciparum. P vivax sporozoit masuk aliran darah selama ½-2
paling banyak dijumpai di Asia Tenggara jam kemudian menuju hepar untuk
termasuk di Indonesia. Plasmodium berkembang biak (Basuki &
malariae menyebabkan malaria, infeksi Darmowandowo, 2006). Sporozoit-
jenis ini bisa bersifat laten dan bisa sporozoit ini dengan cepat (beberapa menit)
bertahan sampai puluhan tahun. P. malariae menginvasi sel hepar kemudian
banyak dijumpai di beberapa Negara berkembang menjadi skizon eksoeritrositik.
Amerika Tengah, India, Afrika Barat, Masing-masing skizon eksoeritrositik
Papua Nugini dan Indonesia bagian Timur. mengandung merozoit sampai 30.000. sel
Plamodium ovale menyebabkan malaria hapar yang telah terinfeksi skizon
ovale yang gejala klinisnya mirip dengan eksoeritrisitik mengalami ruptur dan
malaria yang di sebabkan P.vivax. kasus P. melepaskan merozoit dewasa ke aliran
ovale pernah dilaporkan di Irian Jaya dan darah (Good, 2007)
Nusa Tenggara Timur (Harijanto, 2006). b. Siklus eritrosit (skizon eritrositik)
Merozoit merozoit yang dilepaskan
II. SIKLUS HIDUP MALARIA dari sel hepar menginvasi eritrosit,
Plasmodium mempunyai siklus berkembang menjadi ringform, kemudian
hidup yang lebih kompleks, karena selain tropozoit, dan akhirnya akan menjadi
terjadi pergantian generasi seksual dan skizon. Eritrosit yang mengandung skizon
aseksual juga mengalami pergantian mengalami ruptur dan melepaskan merozoit
hospes. Terdiri dari siklus seksual yang siap menginvasi eritrosit yang lain.
(sporogoni) yang berlangsung pada nyamuk Sebagian besar merozoit masuk kembali ke
Anopheles betina, dan siklus aseksual yang eritrosit dan sebagian kecil membentuk
berlangsung pada manusia. Siklus hidup gametosit jantan dan betina yang siap untuk
pada manusia terdiri dari fase exo- dihisap nyamuk Anopheles betina dan
erithrocytic di dalam parenkim sel hepar melanjutkan siklus hidupnya di tubuh
dan fase erithrocytic schizogoni (Good, nyamuk. Siklus aseksual di eritrosit pada
2007) Plasmodium falciparum terjadi selama 48
1. Fase seksual eksogen (sporogoni) jam (Gardiner et al , 2005)
dalam tubuh nyamuk
Nyamuk Anopheles betina
mengingesti eritrosit yang mengandung
mikrogametosit dan makrogametosit dari
penderita. Di dalam tubuh nyamuk terjadi
perkawinan antara mikrogametosit dan
makrogametosit menghasilkan zigot.
Perkawinan ini terjadi di dalam lambung
nyamuk. Zigot berkembang menjadi
ookinet, kemudian masuk ke dinding
lambung nyamuk berkembang menjadi
ookista, setelah ookista matang dan pecah,
keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar
saliva nyamuk dan siap untuk ditularkan ke Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium
manusia (BPPT, 2007). falciparum.
81
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 80-91
infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara infeksi malaria. Bila terjadi infeksi malaria,
dua keadaan paroksismal. splenomegali akan sering dijumpai pula
c. Recrudescense: berulangnya gejala pada penderita malaria karena peningkatan
klinik dan parasitemia dalam masa 8 fungsi sistem retikuloendotelial. Limpa
minggu sesudah berakhirnya serangan akan teraba setelah 3 hari dari serangan
primer yang berasal dari stadium infeksi akut. Limpa menjadi bengkak,
eritrositer aseksual yang perisisten. nyeri, dan hiperemis. Mungkin juga
Dapat terjadi berupa berulangnya gejala dijumpai gejala kuning (jaundice) disertai
klinik sesudah periode laten dari pembesaran hepar dan gangguan faal hepar
serangan primer. Hal ini terjadi pada berupa peningkatan aktifitas enzim SGOT
Plasmodium falciparum dan dan SGPT (Harijanto, 2006).
Plasmodium malariae, yaitu spesies
yang tidak mempunyai stadium 2. Mekanisme Parasit Plasmodium
hipnozoit. Disebut juga short term falciparum dalam menginfeksi
relapse. eritrosit
d. Recurrence: berulangnya gejala klinik a. Masuknya parasit
atau parasitemia setelah 24 minggu Masuknya parasit ke eritrosit bukan
berakhirnya serangan primer. Terjadi melalui uptake atau fagositosis eritrosit,
disebabkan adanya merozoit yang karena eritrosit tidak mampu untuk
berasal dari stadium hipnozoit hati yang fagositosis. Membran eritrosit mempunyai
aktif kembali. Ini terjadi karena infeksi dua dimensi sitoskeleton submembran yang
Plasmodium vivax dan Plasmodium menghalangi terjadinya endositosis
ovale. Disebut juga long term relapse sehingga daya pendorong untuk
pembentukan parasitophorous vacuole
harus datang dari parasit. Membran eritrosit
di redistribusi pada saat pembentukan
junction sehingga area kontaknya bebas
dari membran eritrosit. Hal ini dilakukan
oleh merozoit serine protease yang
memecah protein band 3 eritrosit. Protein
Gambar 2. Perjalanan Klinis Infeksi Malaria band 3 berperan penting dalam homeostasis
(Wiser,2008) submembran skeleton, degradasinya dapat
melokalisir sitoskeleton yang rusak
Anemia merupakan gejala yang kemudian parasitophorous vacuolar
sering dijumpai pada infeksi malaria. membrane (PVM) terbentuk di junction
Derajat anemia sangat bervariasi, area. Membran ini mengalami invaginasi.
tergantung jenis parasit yang menginfeksi Komponen rhoptry seperti membrane
dan derajat infeksinya. Beberapa lamelar dan beberapa protein rhoptry
mekanisme terjadinya anemia adalah terlokalisir ke dalam PVM. Ini
pengerusakan eritrosit oleh parasit, menunjukkan bahwa rhoptry berperan
hambatan eritropoiesis sementara, dalam pembentukan PVM. Akibat
hemolisis karena proses complement pembentukan PVM, junction antara parasit
mediated immune complex, dan eritrosit menjadi seperti cincin dan
eritrofagositosis, penghambatan parasit berpindah masuk melalui annulus ini
pengeluaran retikulosit, dan pengaruh dan memperluas parasitophorous vacuole
sitokin (Harijanto, 2006; Sardjono dan Fitri, (Wiser, 2006a). PVM ini berasal dari lipid
2007). merozoit (Dluzewski et al., 1992).
Limpa merupakan organ yang
penting dalam pertahanan tubuh terhadap
83
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 80-91
c. Atovakuon dan senyawa lain tertentu baik secara in-vitro maupun in-vivo,
menghambat transport elektron dalam sehingga bisa digunakan untuk malaria
mitokondria dan melalui penghambatan yang berat. Selain itu artemisin mampu
oksidoreduktase sitokrom C. Dalam menurunkan transmisi malaria di daerah
mitokondria antifolat mengganggu endemis karena artemisin bersifat
biosintesis folat de novo dalam sitosol. gametosidal (Sukarban dan Bustomi., 1995;
d. Obat anti-malaria Sulfadoksin Tjitra, 2004; Harijanto, 2006; Felix, 2006).
Pyrimetamin (SP) dan kombinasi baru Artemisin merupakan obat yang
Klorproguanil-Dapson (Lapdap) diabsorbsi dengan baik, aman, cepat diubah
merupakan inhibitor kompetitif yang menjadi bentuk metabolit yang aktif, larut
berperan dalam jalur folat. dalam air, aktivitasnya luas dan sangat kuat.
e. Generasi obat dari Artemisin Kelemahan dari artemisin ini adalah
menghasilkan radikal bebas yang memerlukan waktu pengobatan lama
berfungsi untuk mengalkilasi membran apabila pengobatan hanya menggunakan
parasit. obat artemisin (monotherapy). Penggunaan
artemisin direkomendasikan dalam bentuk
Penggolongan obat antimalaria kombinasi dengan obat lain (ACT) agar
berdasarkan tempat kerja obat anti malaria tidak terjadi rekrudesensi. Derivat artemisin
pada organel subseluler Plasmodium ada beberapa golongan, yaitu artesunat,
diilustrasikan pada gambar di bawah ini: artemeter, dihidroartemisin, artemisinin,
arteeter, asam artelinik. Obat-obat
antimalaria tersebut dapat diberikan secara
oral, injeksi im/iv, maupun suppositoria
(Sukarban et al., 1995; Tjitra, 2004;
Harijanto, 2006).
Mekanisme kerja artemisin awalnya
pada jembatan peroksida, obat artemisinin
diketahui bekerja secara spesifik selama
tahap eritrositik (gambar 3). Struktur
jembatan peroksida artemisinin diputus
oleh ion Fe2+ (ion besi II) menjadi radikal
bebas yang reaktif. Radikal-radikal
artemisin ini kemudian menghambat dan
memodifikasi berbagai macam molekul
dalam parasit yang mengakibatkan parasit
Gambar 5. Penggambaran mekanisme aksi
tersebut mati. Sumber ion besi II intrasel
senyawa antimalaria pada intra eritrositic
Plasmodium falciparum. Gambar ini adalah heme (komponen penting dalam
merupakan ilustrasi dari tabel 2. (David et al, hemoglobin), selama pertumbuhan dan
2004) penggandaannya dalam eritrosit, parasit
memakan dan menghancurkan sampai 80%
V. MEKANISME KERJA ARTEMISIN sel hemoglobin inang dalam vakuola
SEBAGAI ANTIMALARIA makanan. Ini akan melepaskan Fe2+-hem,
Artemisin merupakan senyawa teroksidasi menjadi Fe3+-hematin, dan
seskuiterpen lakton yang diekstrak dari kemudian mengendap dalam vacuola
tanaman Artemisia annua. Merupakan obat makanan membentuk pigmen Kristal
baru yang berasal dari Cina (Qinghaosu) disebut hemozoin. Efek antimalaria dari
yang memberikan efektivitas yang tinggi artemisin disebabkan oleh masuknya
terhadap strain yang multiresisten. Senyawa molekul ini ke dalam vakuola makanan
ini menunjukkan sifat skizontosida darah parasit dan kemudian berinteraksi dengan
yang cepat, dengan waktu paruh ± 2 jam, Fe2+-hem. Interaksi menghasilkan radikal
86
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 80-91
bebas yang menghancurkan komponen vital lain dekat dengan PfATP6 dalam retikulum
parasit sehinnga parasit mati. (Paul et al, endoplasma. Radikal bebas yang dihasilkan
2010). artemisin mengikat dan menghambat
PfATP6 secara ireversibel dan spesifik.
Kemungkinan besar radikal bebas
Artemisisnin memodifikasi berbagai sisi
pada satu target tunggal dan juga dapat
Gambar 6. Jembatan proksida yang merupakan mengikat beberapa jenis protein-protein
gugus aktif (farmakofor) antimalaria senyawa parasit lain. Fungsi ATPase pada sistim
artemisin (Paul et al, 2010) kompleks pompa ion Na+ /K + adalah
mengatur kadar ion di dalam sel.
Kegagalan fungsi PfATP6 mengakibatkan
penurunan drastis ion kalium dalam sel
yang sangat mematikan parasit (Paul et al,
2010).
Artesunat adalah garam suksinil
natrium artemisinin yang larut baik dalam
air tetapi tidak stabil dalam larutan.
Sedangkan artemeter adalah metil eter
artemisin yang larut dalam lemak.
Artemeter segera diserap dan mencapai
kadar puncak dalam 2-3 jam. Obat ini
mengalami demetilasi di hati menjadi
dihidroartemisinin. Waktu paruh eliminasi
artemeter sekitar 4 jam, sedangkan
dihidroartemisinin sekitar 10 jam. Ikatan
Gambar 7. Detoksifikasi hemoglobin oleh protein plasma beragam antar spesies, pada
parasit ; hemoglobin oleh enzim protease akan manusia sekitar 77% terikat pada protein
di ubah menjadi heme (Fe 2+), kemudian heme
(Fe2+) mengalami dimerisasi menjadi (Syarif, 2007).
hematin(Fe 3+) yang toksik bagi parasit, Pemberian artemisin harus
selanjutnya parasit mengubah hematin menjadi dilakukan dengan dosis awal (loading dose)
hemozoin (fe3+) yang tidak toksik bagi parasit yang lebih tinggi dari dosis berikutnya.
dan sebagai sumber makanan bagi parasit (Paul Untuk artesunat diberikan oral 600 mg
et al, 2010) sebagai dosis awal, dilanjutkan dengan 100
mg tiap hari selama 4 hari. Untuk artemeter
Mekanisme kerja yang baru diberikan injeksi 160 mg sebagi loading
membuktikan bahwa Artemisin bekerja dose, diikuti 80 mg per hari selama 4 hari
melalui penghambatan enzim ATPase (Sardjono dan Fitri, 2007).
bergantung kalsium (PfATP6) . PfATP6
mirip dengan ATPase mamalia yang
terletak dalam kompartemen intrasel VI. KESIMPULAN
terbungkus membrane yang disebut
1. Malaria adalah penyakit menular yang
retikulum endoplasma. Pada parasit
disebabkan oleh parasit (protozoa) dari
kompartemen ini tersebar luas dalam
genus plasmodium, yang dapat
sitoplasma diluar vakuola makanan parasit.
ditularkan melalui gigitan nyamuk
Artemisin yang terbungkus di dalam
anopheles
gelembung membran diangkut dari eritrosit
2. Manifestasi klinis malaria tergantung
ke dalam parasit. Sekali dalam parasit
pada imunitas penderita dan tingginya
Artemisin diaktifkan oleh ion besi bebas
transmisi infeksi malaria, sedangkan
atau proses-proses yang bergantung besi
87
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 80-91
berat ringannya infeksi dipengaruhi oleh tunnel or just another train? Posgrad
jenis Plasmodium, daerah asal infeksi, Med J, 81: 5005-509
umur, dugaan konstitusi genetik, Good M., 2007. Malaria Research
keadaan kesehatan dan nutrisi, serta http://www.qimr.edu.au/research/lab
kemoprofilaksis dan pengobatan s/michaelg/index.html diakses
sebelumnya tanggal 19 Juni 2009
3. Penggolongan obat antimalaria dapat Harijanto P.N., 2006. Buku Ajar Ilmu
dibedakan menurut cara kerja obat pada Penyakit Dalam. Jakarta: PIP FKUI:
siklus hidup Plasmodium , berdasarkan 1732-1744
struktur kimia obat, dan tempat kerja Harijanto P.N., Nugroho A., Gunawan
obat pada organel subseluler A.C., 2009, Malaria dari Molekuler
Plasmodium ke Klinis, Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran (EGC)
VII. DAFTAR PUSTAKA Hommel M., 2007. Artemisin : natural,
Abbas A.K. dan Lichtman A.H., 2005. sintetik, atau rekombinan.
Cellular and Molecular http://id.shvoong.com/medicine-
Immunology. Fifth Edition. Elseveir and-health/comparative-
Saunders, Philadelphia medicine/1858022-artemisinin-
Basuki P.S., dan Darmowandowo W., 2006. natural-sintetik-atau-rekombinan/.
Malaria. (online). Diakses tanggal 23 September 2009.
http//www.pediatrik.com. diakses 1 Martindale, 2009. The Complete Drug
juni 2009 Reference, 36th ed. . Sweetman SC,
BPPT, 2007. Siklus Parasit Malaria. Situs (ed). Pharmaceutical Press, : 594-
Kedai Iptek –BPPT 595
David A.F, Roshenthal, Croft L.S, Brun Paul M.O, Victoria E. B. and Stephen A.
Reto dan Nwaka Solomon, 2004, W. The Molecular Mechanism of
Antimalarial Drug Discovery: Action of Artemisinin—The Debate
Efficacy Model For Compound Continues. Review.Molecules 2010,
screening, Nature review drug 15, 1705-1721
Discovery Volume 3 hal.509 Rosenthal PJ., 2003. Review Antimalarial
Dluwzewski A.R., Mitchell G.H., Fryer drug discovery: old and new
P.R., Griffiths S.,.Wilson R.J.M, approaches, The Journal of
and Gratzer W. B., 1992. Origin of Experimental Biology 206:3735-
the Parasitoporous Vacuole 3744
emmbran of the malaria parasite http://jeb.biologist.org/cgi/reprint/20
Plasmodium falciparum, in human 6/21/3735 diakses pada 21 April
red blod cells, journal of the Cell 2010
Science 102: 527-532 Sardjono T.W., dan Fitri L.E. 2007.
Chang H.H., Tanpa Tahun. Heme Malaria, Mekanisme terjadinya
Detoxification in P. falciparum. The Penyakit dan Pedoman
Marletta lab Universityof California, Penanganannya. Malang: Lab
Berkeley. Parasit FKUB.
http://www.cchem.berkeley.edu/mm Sherman I.W. 1998. Malaria: Parasite
argrp/research/malaria/hrp.html. biology, pathogenesis, and
diakses Agustus, 7, 2009 protection, Department of Biology,
Gardiner D.L., MsCarthy J.S., Trenhole University of California :5,6,11.
K.R., 2005. Malaria in the post Sukarban S., Bustami Z.S., 1995.
genomic era; Light at end of the Farmakologi dan Terapi Ed. 4.
Jakarta: Gaya Baru: 545-559.
88
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 80-91
89
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 80-91
90
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 80-91
hemoglobin Protease
hydrolysis Plasmepsins inhibitors Stock et al.,2002
Francis et al.,
1994
Haque et al.,
1999
Protease Rosenthal,
Falcipains inhibitors 2001b;
Shenai et al .,
2003
Pembentukan Vennesstrom et
radikal unkown artemisin New peroxides al.,2000;
Borsnik et
bebas al.,2002
transport Cyt. C
mitokondria elektron Oxidoreductase atovaquone
Protein Apikoplast
apikoplas synthesis ribosom antibiotics
DNA
synthesis DNA gyrase qinolones
Transkripsi RNA polymerase Rifampin
Tipe II fatty Waller et al.,
acid FabH Thiolactomycin 1998
bosynthesis
Surolia and
Fabl Triclosan surolia,2001
Isoprenoid DOXP Jomaa et
synthesis reductoisomerase Fosmidomycin al.,1999
Protein Farmesyl Onkanda et
farnesylation transferase Peptidomimeics al.,2001
Chacrabarti
91