Hari :
Tanggal :
Disetujui oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Pengasih dan Pemurah karena atas
rahmat dan pertolongannya Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dapat
diselesaikan penyusunannya. Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien menjalankan
amanat Undang-undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang didalamnya mewajibkan tiap
rumah sakit untuk mengikuti dan melaksanakan akreditasi Rumah Sakit sebagai bentuk
Peningkatan Mutu dan Layanan yang berorientasi pada keselamatan pasien.
Pedoman ini akan dievaluasi kembali dan dilakukan perbaikan bila dalam perjalanan
implementasi program peningkatan mutu tidak sesuai dengan kondisi rumah sakit yang
berorientasi pada keselamatan pasien terkini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimaksih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah membantu dengan segala upaya demi tersusunnya pedoman
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Universitas Mataram.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan………………………….………………………………………………………..
a. Latar Belakang………………………………………………………………………….
b. Tujuan Pedoman………………………………………………………………………..
c. Ruang Lingkup Pelayanan……………………………………………………………..
d. Landasan Hukum……………………………………………………………………….
BAB II
STANDAR KETENAGAAN ……………………….............................................................
a. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
BAB III
STANDAR FASILITAS RS………………………………………………………………..
a. Denah Ruangan…………………………………………………………………………
b. Standar Fasilitas RS…………………………………………………………………….
BAB IV
Tata Laksana ........................................................................................................
BAB V
Keselamatan Pasien………………………………………………………………………..
BAB VI
Keselamatan Kerja..............................................................................................................
BAB VII
Manajemen Resiko…………………………………………………………………………
BAB VII
Prinsip Dasar Mutu Pelayanan……………………………………………………………..
BAB IX
RCA (Root Cause Analysis)………………………………………………………………..
BAB X
Penutup………………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi
setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai
salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Menurut WHO, Rumah Sakit
adalah suatu badan usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan
medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik,
terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka, mereka yang mau
melahirkan dan menyediakan pelayanan berobat jalan
Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu
dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka
sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung
menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk
pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RS Universitas mataram secara bertahap perlu
terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada
pasien, keluarga maupun masyarakat.
Rumah Sakit Universitas Mataram merupakan Rumah Sakit milik Kementerian Riset dan
Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang dikuasakan kepada Rektor Universitas
Mataram. Rumah sakit ini beroperasi sejak Februari 2016 sesuai Surat Keputusan Walikota
Nomor: 196/II/2016 Tentang Izin Operasional Rumah Sakit Universitas Mataram di atas Luas
Lahan ± 14.155 m2, dengan 3 gedung utama. Gedung A dan B untuk pelayanan dan Gedung
C untuk manajamen Rumah Sakit
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Universitas Mataram dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Universitas
mataram. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu
pelayanan RS Universitas Mataram, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RS
Universitas Mataram dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah sakit.
B. Tujuan
Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau panduan bagi rumah
sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit.
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit secara efektif, efisien dan berkesinambungan serta tersusunnya sistem monitoring
pelayanan rumah sakit melalui indikator mutu pelayanan.
C. Ruang lingkup pelayanan
Rumah sakit Universitas mataram dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
keselamatan pasien memiliki ruang lingkup yang meliputi :
1. Melibatkan semua karyawan rumah sakit dan semua Unit Kerja di RS
2. Panduan Praktik Klinis ditentukan dan dilaksanakan oleh tenaga medis.
3. Clinical Pathways dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari tenaga kesehatan yang
bersangkutan dengan pelayanan rumah sakit.
4. Pengawasan Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathways dilakukan oleh Komite Medis
5. Mutu Unit kerja dilaksanakan oleh petugas masing-masing unit dalam pekerjaaan sehari-
hari dan dengan koordinasi Kepala Unit masing-masing.
6. Pengawasan pelaksanaan peningkatan mutu unit kerja dilakukan oleh Manajer / Kepala
Departemen masing-masing.
7. Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TMKPRS) bertanggung jawab
pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.
8. Keselamatan Pasien dilakukan oleh semua petugas kesehatan yang melakukan asuhan
kepada pasien.
9. Dimensi kinerja mutu pelayanan meliputi:
a) Masalah perspektif pasien
c) Aksesbilitas pelayanan
d) Kesesuaian pelayanan
e) Kontinuitas pelayanan
f) Efektivitas pelayanan
g) Keberhasilan pelayanan
D. Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor : 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431);
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor : 5063 );
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5584).
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang keselamatan dan Kesehatan
kerja Rumah sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan di
fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga perlu disempurnakan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
B. STANDAR FASILITAS
- Pelayanan Rawat Jalan di Rumah sakit universitas Mataram sebanyak 20 Poliklinik
yang diantaranya yaitu :
1. Poli Gynekologi 12. Poli Gigi dan Mulut
2. Poli obstetry 13. Cleft Center
3. Poli Penyakit Dalam 14. Poli Orthopedi
4. Poli Anak 15. Poli Urologi
5. Poli Bedah Umum 16. Poli Rehabilitasi Medik
6. Poli Paru 17. Poli Psikiarti dan Psikologi
7. Poli Syaraf 18. Poli Medical Check Up
8. Poli Mata 19. OK Minor
9. Poli THT
10. Poli Jantung & Pembuluh Darah
11. Poli kulit kelamin
BAB IV
TATA LAKSANA
a. Penanggung Jawab
Penanggung jawab mutu Rumah Sakit Universitas Mataram adalah Kepala Rumah Sakit
b. Indikator Mutu
1) Kepala Rumah Sakit bersama Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
menentukan prioritas masalah yang akan dilakukan perbaikan, diambil dari indikator
mutu klinis, manajerial dan sasaran keselamatan pasien.
2) Prioritas dipilih dengan mempertimbangkan dampak dan keseringan peristiwa, proses
yang beresiko tinggi, serta proses yang cenderung bermasalah.
3) Setiap tahun prioritas akan di evaluasi, bila belum mencapai standar akan diteruskan,
dan bila telah mencapai standar akan digantikan dengan indikator yang lain.
c. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh masing-masing unit atau bagian atau dapat juga diambil
langsung oleh staf Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan frekuensi pengumpulan data tergantung kepada kegiatan atau bidang yang
diukur dengan mempertimbangkan jumlah data.
d. Validasi data
Data yang di validasi adalah data dari indikator mutu klinik dan indikator mutu
keselamatan pasien, untuk data mutu yang telah masuk JCI Library of Measurement tidak
dilakukan validasi data. Mekanisme validasi data atau elemen penting dari validasi data
yang terpercaya mencakup sebagai berikut :
1) Validasi data dilaksanakan dalam bentuk Ronde Kendali Mutu, dilakukan orang kedua
yang tidak terlibat dengan pengumpulan data sebelumnya dengan cara menelusuri
kelapangan untuk melihat bagaimana data dikumpulkan dan dicatat apabila diperlukan.
2) Menetapkan Indikator yang akan di validasi
3) Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara survei dan data sekunder yang dilakukan
seluruh bidang atau dilaksanakan bagian disesuaikan dengan indikator PMKP
4) Menentukan sampel, jika responden lebih dari 500 (lima ratus) sampel maka responden
sebesar 10% .
5) Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan kembali.
6) Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan dengan total
jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi apabila nilai validasi ≥ firs
abstractor (%) dinyatakan valid dan apabila akurasi 90% adalah patokan yang baik.
7) Jika data yang ditemukan ternyata tidak sama, tidak diketahui sebabnya (seperti data
tidak jelas definisinya) dan tidak dilakukan koreksi.
8) Koleksi sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan, menghasilkan tingkat yang diharapkan.
9) Validasi dilakukan bila :
a) Evaluasi baru yang dilakukan.
b) Terjadi perubahan sistem.
c) Terjadi perubahan sumber data.
d) Data yang berasal dari evaluasi yang ada berubahan, tanpa ada penjelasan.
e) Data yang akan dipublikasikan.
e. Analisa Data
1) Analisa data dapat dilakukan 1 bulan, 3 bulan, kepada kegiatan atau bidang yang di
ukur.
2) Proses analisa data dilakukan dengan perbandingan internal satu periode ke periode
selanjutnya, perbandingan antara Rumah Sakit Universitas Mataram dengan standar-
standar ilmiah yang ada.
3) Tujuan analisis data adalah untuk membantu Rumah Sakit Universitas Mataram
memenuhi perubahan dan penyebabnya yang tidak diinginkan dan membantu
memfokuskan upaya perbaikan.
f. Laporan
1) Disusun oleh staf Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di sampaikan
kepada Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien untuk di koreksi serta
dibuatkan analisa dan saran untuk perbaikan.
2) Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien menyampaikan laporan yang
telah di koreksi tersebut kepada Kepala Rumah Sakit.
3) Laporan tersebut disusun dalam format laporan Standar Mutu yang telah ditentukan.
4) Kepala Rumah Sakit beserta Ketua Komite/Kaintal/Kaunit memimpin rapat mutu
setiap bulan dan membahas hasil evaluasi dan penilaian indikator mutu serta
menentukan prioritas indikator mutu yang akan diperbaiki.
5) Hasil tersebut di atas akan disampaikan kembali ke masing-masing bagian untuk
ditindak lanjuti melalui PDSA, usul saran perbaikan.
6) Hasil perbaikan peningkatan indikator mutu di redesign dan dipublikasikan ke semua
unit kerja.
7) Sistem pelaporan standar mutu dilaksanakan setiap Triwulan kepada Direktur Rumah
Sakit Universitas Mataram
Staf Komite
PMKP
Instalasi /
Unit Kerja
Tindak Rapat
Lanjut
Supra Sistem
Dalam megelola program mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Universitas
Mataram menggunakan teknologi sederhana dengan menyediakan komputer dan
software SPSS v.20 untuk Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
4. Diklat Mutu
Program pelatihan tentang mutu diberikan dalam 2 kelompok, yaitu kelompok staf dan
kelompok Tim Mutu.
Pelatihan untuk seluruh staf bertujuan untuk memperkenalkan konsep-konsep mutu yang
umum kepada seluruh staf.
Pelatihan untuk Tim Mutu disesuaikan dengan kebutuhan tim mutu. Pelatihan diberikan
oleh Tim mutu kepada seluruh staf dan oleh tenaga professional dan luar Rumah Sakit untuk
Tim Mutu.
5. Koordinasi Kerja
a. Hubungan antara Mutu dengan Tim Keselamatan Pasien
1) Koordinator bidang peningkatan mutu dan Koordinator bidang keselamatan pasien
adalah orang yang berbeda.
2) Koordinator bidang keselamatan pasien merupakan bagian dari Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien.
3) Laporan keselamatan pasien dibahas bersama-sama dengan Komite Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien, dalam suatu rapat integrasi antara bidang peningkatan mutu
dan bidang keselamatan pasien.
1) Koordinator bidang peningkatan mutu dan ketua Panitia Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi adalah orang yang berbeda.
2) Ketua Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan bagian dari Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
3) Hasil surveilans Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan bagian dari
indikator mutu RS.
4) Laporan hasil surveilans dibahas bersama-sama dengan Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien, dalam suatu rapat integrasi antara bidang peningkatan mutu dan
Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Salah satu proses kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah untuk
mengurangi risiko dalam proses asuhan klinis antara lain dengan membuat :
2) Panduan praktik klinis dan clinical pathway dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
rumah sakit.
3) Review panduan praktik klinis dan clinical pathway setiap 2 tahun, dilakukan perbaikan
jika diperlukan.
6. Clinical Pathway
Clinical pathway dibuat Rumah Sakit Universitas Mataram setiap tahun dengan proses
penentuannya adalah berdasarkan High Cost, High Volume, High Risk.
b. Clinical pathway dibuat oleh masing-masing Kadep dikoordinir oleh Tim Clinical Pathway
/ Komite Medik.
c. Evaluasi clinical pathway dilakukan dengan cara perbandingan sebelum dan sesudah
dilaksanakan clinical pathway.
d. Hasil penerapan clinical pathway dilaporkan kepada Ketua Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien / Koordinator bidang peningkatan mutu.
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
Maksud dan tujuan Keselamatan Pasien adalah untuk mendorong rumah sakit agar
melakukan perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti bagian-bagian
yang bermasalah dalam pelayanan rumah sakit dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus
para ahli atas permasalahan ini. Sistem yang baik akan berdampak pada peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien.
Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menilai kemajuan yang
telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman. Dengan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien Fasilitas pelayanan Kesehatan dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui
perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan
membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu
hal yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah ini juga bisa
membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mencapai sasaran-sasarannya untuk Tata Kelola Klinik,
Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu. Menurut permenkes no 11 tahun 2017, Tujuh langkah
menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien, Ciptakan budaya adil dan terbuka
2. Memimpin dan mendukung staf.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas
pelayanan Kesehatan anda.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan
terjadinya kesalahan
4. Mengembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal ) maupun
eksternal (nasional).
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang
bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk
sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-
hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam
waktu yang cukup lama.
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan,
kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan dengan
peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja, secara langsung dan tidak
langsung.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat K3RS adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia
rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui
upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit sesuai permenkes No.66
BAB VII
MANAJEMEN RISIKO
SKOR DAMPAK
1 2 3 4 5
Insignificant Minor Moderate Major Catastropic
2. Atasan langsung melakukan grading risiko untuk semua jenis insiden keselamatan pasien.
Dalam waktu 1 minggu untuk risiko rendah dan 2 minggu untuk risiko sedang harus
dilakukan investigasi sederhana oleh atasan langsung beserta pimpinan departemennya
untuk kemudian melaporkan ke TMKPRS. Bila risiko grading termasuk tinggi dan extreme
maka atasan langsung melaporkan ke TMKPRS untuk dilakukan investigasi secara intensif
dalam waktu maksimal 45 hari.
3. Analisis secara sederhana dengan mendata kejadian, penyebab langsung dan hal-hal yang
berhubungan dengan kejadiannya.
4. Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis=RCA) untuk insiden keselamatan pasien.
a. Analisis akar masalah adalah analisis insiden dicari akar masalah dengan menyelidiki:
1) Identifikasi insiden yang akan diinvestigasi
2) Kumpulkan data
3) Petakan kronologi kejadian
4) Identifikasi masalah
5) Apa yang harusnya terjadi (kebijakan).
b. Analisis informasi/mengapa terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegahnya
agar tidak terjadi kembali. Penyebab insiden bisa terjadi karena:
1) Penyebab langsung yaitu kejadian-kejadian atau kondisi-kondisi yang terjadi
sebelum terjadinya insiden yang secara langsung menyebabkan kejadian tersebut.
2) Akar masalah adalah dasar penyebab yang tidak dapat diidentifikasi lagi penyebab
yang lain dan merupakan satu dari faktor multipel (kejadian, kondisi, faktor
organisasi) yang perlu digali yaitu:
a) Komunikasi
b) Faktor Tim : koordinasi, kinerja Tim
c) Faktor Staf : kompetensi, kehandalan/skill, kurang pelatihan
d) Faktor tugas : salah tulis unit/kuantitas, salah tulis resep, persiapan operasi tidak
memakai SOP, dsb
e) Faktor lingkungan kerja : alat rusak, TT tanpa penghalang (pasien jatuh)
f) Faktor Organisasi-Manajemen : keterbatasan SDM
g) Faktor Pasien : kerjasama kurang.
3) Bagaimana dapat diketahui tindakan yang dapat meningkatkan keselamatan pasien
(ukuran) berupa rekomendasi dan rencana kerja untuk perbaikan.
5. Analisis FMEA/HFMEA pada kasus-kasus KNC untuk mengurangi atau menghilangkan
KNC atau kejadian lain yang terkait yaitu melalui tahapan-tahapan proaktif: penentuan
diagram proses, kajian KNC dan menentukan efeknya pada pasien, menentukan prioritas
KNC yang ada, identifikasi akar masalah dari KNC dan desain ulang proses, menganalisis
dan menguji proses baru dan akhirnya implementasi dan monitor proses baru.
6. Hasil analisis data digunakan untuk melakukan komunikasi efektif potensi perbaikan atau
untuk mengurangi (atau mencegah) KTD. Penilaian data secara rutin atau data yang
diperoleh dari hasil asesmen intensif menjadi dasar terhadap perbaikan yang perlu
direncanakan termasuk pemberian prioritasnya.Semua perbaikan yang dicapai
didokumentasikan perbaikan dan dipertahankannya.
7. Pengelolaan risiko dapat berupa :
a. Dihindari : tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan
risiko
b. Direduksi : mengurangi / mengendalikan dampak yang
mungkin terjadi
c. Dipindahkan : mengatur agar pihak lain menanggung atau berbagi sebagian
risiko, melalui kontrak, kerjasama, joint venture
d. Diterima : beberapa risiko sangat ringan sehingga dapat diterima / dikelola
sendiri
RANCANGAN PROSES BARU
1. Proses baru atau modifikasinya menggunakan unsur rancangan berasal dari sumber pihak
berwenang, termasuk undang-undang dan peraturan yang berlaku. Termasuk dalam sumber
yang berasal dari pihak berwenang ini adalah pedoman pelayanan klinis, standar nasional,
norma dan sumber informasi lain.
2. Rancangan proses yang baru atau modifikasinya mungkin juga memperoleh informasi dari
pengalaman orang lain dalam praktek klinis yang dianggap baik/lebih baik/sangat baik.
Praktek yang demikian dievaluasi oleh rumah sakit, dan praktek yang relevan dapat
digunakan serta diuji.
3. Rancangan proses yang baik adalah :
a. konsisten dengan misi dan rencana rumah sakit;
b. memenuhi kebutuhan pasien, keluarga, staf dan lainnya;
c. menggunakan pedoman praktek terkini, standar pelayanan klinis, kepustakaanilmiah
dan berbagai informasi berbasis bukti yang relevan dalam hal rancangan praktek klinis;
d. sesuai dengan praktek business yang sehat;
e. mempertimbangkan informasi dari manajemen risiko yang relevan;
f. dibangun pengetahuan dan keterampilan yang ada di rumah sakit;
g. dibangun praktek klinis yang baik/lebih baik/sangat baik dari rumah sakit lain;
h. menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan terkait;
4. Rancangan proses baru diintegrasikan dari berbagai proses dengan sistem.
5. Bila sebuah rumah sakit merancang proses baru, maka harus ditentukan indikator yang sesuai dari
proses baru tersebut dan data harus dikumpulkan untuk mengetahui apakah proses berjalan sesuai
yang diharapkan.
Setiap Kondisi Potensial cedera dan Insiden yang menimpa pasien, keluarga
pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit harus dilaporkan secara
internal kepada atasan langsung dalam waktu paling lambat 2x24 jam
TMKPRS melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan
kegiatan kepada Pimpinan RS setiap 3 bulan dan pada setiap kejadian yang memerlukan
tindak lanjut segera
b. Pelaporan eksternal adalah pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit dengan ketentuan:
1) Mencakup KTD, KNC, dan KTC setelah dianalisis dan mendapatkan rekomendasi
dan solusi dari TMKPRS.
2) Harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak
mudah diakses oleh yang tidak berhak.
c. Pelaporan sesuai dengan format terlampir
d. Pelaporan secara tertulis sesuai format laporan seperti tercantum pada lampiran dan
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) JANGAN melaporkan insidenlebih dari 48 jam.
2) JANGAN menunda laporan insidendengan alasan di follow up atau ditanda tangani.
3) JANGAN menambah catatan medis pasien bila telah tercatat dalam laporan insiden.
4) JANGAN meletakkan laporan insiden sebagai bagian dari rekam medik pasien.
5) JANGAN Membuat copylaporan insiden untuk alasan apapun.
6) CATATLAH keadaan yang tidak diantisipasi.
e. Yang bertanggung jawab melaporkan insiden adalah:
1) Staf RS yang pertama menemukan kejadian atau supervisornya.
2) Staf RS yang terlibat dgn kejadian atau supervisornya.
f. Alur Pelaporan Insiden
TMKPRS
UNIT
DIREKTUR SELESAI
KERJA
SELESAI
j. Umpan balik dari Tim Mutu PMKP ke Gugus Tugas
dan KPRS
Publikasi Informasi Mutu
Penyebaran informasi tentang pencapaian mutu rumah sakit dilakukan secara reguler yaitu melalui
papan pengumuman, rapat staf dan website resmi rumah sakit. Informasi yang disampaikan
adalah hasil monitoring:
1. indikator asuhan klinis,
2. indikator klinis,
3. indikator manajemen,
4. indikator mutu unit kerja,
5. proyek yang baru diselesaikan.
BAB VIII
PRINSIP DASAR MUTU PELAYANAN
1. Konsep Teori
Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses
kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan
oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Tk.II Udayana.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan diatas mengacu pada siklus pengendalian (control
cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-Action” (P-D-S-A). Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai
“Siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart, yang perkembangannya,
metodologi analisis P-D-S-A lebih sering disebut “Siklus Deming”. Konsep ini melakukan perbaikan
secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas
(Quality Improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tapi meningkat ke keadaan yang lebih baik
dan dijalankan di seluruh bagian organisasi. Ada 6 langkah dalam PDSA.
Peningkatan
Pemecahan
A P masalah dan
peningkatan
S D
Standar
A P
Pemecahan masalah
dan peningkatan
S D
Standar
Gambar 2.1 Siklus dan Proses Peningkatan PDSA
Dalam gambar 2.1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian
sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang
terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-
D-S-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-S-A Cycle) diperlihatkan dalam
gambar 2.2.
Plan Study
Do Action
Follow-Up
Corrective
Action
Improvement
Gambar 2.2 Relationship Between Control and Improvement Under P-D-S-A Cycle
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi
berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan
dalam gambar 2.3 berikut
Plan
Action (1)
Menentukan
(6) Tujuan dan
sasaran
Mengambil
tindakan yang tepat
(2)
Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan
(5)
Pembelajaran
sesuai teori
(3) Menyelenggarakan
Stud Do
pendidikan
y dan latihan
(4)Melaksanakan
pekerjaan
2. Definisi Mutu
Mutu adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit secara wajar,
efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan
sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit dan masyarakat
konsumen.
3. Definisi Indikator
Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan kerja suatu kegiatan dengan
menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk memulai suatu
perubahan.
a. Indikator yang ideal
Menurut WHO indikator yang ideal mempunyai 4 kriteria yaitu :
1) Sahih (valid), yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengatur aspek yang akan
dinilai.
2) Dapat dipercaya (realible), yaitu mampu menunjukan hasil yang benar pada
penilaian yang dilakukan secara berulang kembali, artinya komponen indikatornya
tetap.
3) Sensitif, yaitu peka untuk digunakan sebagai bahan pengukuran
4) Spesifik, yaitu mampu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas pada
suatu jenis kegiatan tertentu.
Dalam menyusun dan menetapkan indikator kinerja rumah sakit ditempuh dengan cara
menginventarisasi data apa saja yang tersedia di rumah sakit yang dapat dimanfaatkan untuk diolah
menjadi indikator mutu. Indikator untuk mengukur kinerja rumah sakit juga mengadopsi indikator
mutu pelayanan rumah sakit. Kemudian disusun definisi operasional dari setiap indikator, setiap
indikator dibicarakan dengan bidang/bagian/unit kerja.
b. Cara penggunaan indikator kinerja rumah sakit
Indikator kinerja rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self assessment). Penilaian
dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi secara bulanan. Hasil penilaian ini dijadikan sebagai
bahan rapat bulanan peningkatan mutu oleh Manajemen Rumah Sakit dan Komite Medik. Bagi
kalangan medis, hasilnya dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan tindakan medik di beberapa
bagian/instalasi/departemen. Setiap analisis yang dilakukan dapat digunakan untuk menjawab
pertanyaan apakah kebutuhan dari bagian/instalasi/ departemen ruangan/perawatan telah dipenuhi
sehingga mutu pelayanan dapat terjamin.
c. Cara pandang area indikator
National health service (NHS) mengusulkan 4 area yang perlu disepakati untuk dijadikan
indikator kinerja rumah sakit, yaitu :
1) Clinical effectiveness and outcomes
2) Efficiensy
3) Patient/care experience, and
4) Capacity & capability
d. Indikator yang dipilih
1) Indikator lebih diutamakan untuk menilai output dari pada input dan proses
2) Bersifat umum, yaitu indikator untuk situasi dan kelompok bukan untuk perorangan
3) Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam maupun
di luar negeri
4) Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor.
5) Didasarkan pada data yang ada (evidance based)
e. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
5. Indikator Kinerja Rumah Sakit Yang Berhubungan Dengan Keselamatan Pasien (Standar
Akreditasi Rumah Sakit
Ketetapan identifikasi pasien
a. Peningkatan komunikasi yang efektif
b. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
c. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
d. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
e. Pengurangan risiko jatuh
6. Indikator Kinerja Rumah Sakit Yang Berhubungan Dengan Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit (Kepmenkes 129 / Menkes / SK / II / 2008) Bab III Lampiran 1
a. Gawat darurat l. Transfusi Darah
b. Rawat jalan m. Pelayanan GAKIN
c. Rawat inap n. Rekam Medik
d. Bedah o. Pengelolaan Limbah
e. Persalinan Perinatologi p. Administrasi dan Manajemen
f. Intensif q. Ambulance/Kereta Jenazah
g. Radiologi r. Pemulasaran Jenazah
h. Lab Patologi Klinik s. Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah
i. Rehabilitasi Medik Sakit
j. Farmasi t. Pelayanan Laundry
k. Gizi u. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
8. Definisi KTD, KNC dan Sentinel (Permenkes 1691 / Menkes / Per / VIII / 2011)
a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien, akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau
kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis yang
tidak dapat dicegah. Misalnya :
1) Semua reaksi transfusi yang terjadi di rumah sakit
2) Semua kejadian kesalahan obat, Semua kesalahan medis (medical error) yang signifikan
3) KTD atau pola kejadian yang tidak diharapkan dalam keadaan sedasi atau selama dilakukan
anestesi
4) Kejadian lain, seperti ledakan infeksi mendadak (infection outbreak)
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian yang tergolong KNC dan harus
dilaporkan adalah kesalahan pemberian obat, kesalahan expertise, kesalahan laboratorium.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera. Misalnya : Darah transfusi
yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul cedera/gejala inkompatibilitas. Obat salah pasien
terlanjur diberikan, tetapi tidak timbul cedera
d. Kondisi Potensial Cedera (KPC)
Suatu kondisi/situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.
Misalnya : ICU yang sangat sibuk tetapi jumlah staf selalu kurang (understaff). Penempatan
Defibrilator standby di UGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak.
e. Kejadian sentinel
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Selain itu rumah sakit menetapkan definisi operasional dari kejadian sentinel yang meliputi :
1) Kematian yang tidak diduga yang tidak disebabkan oleh penyakit atau kondisi pasien
(misalnya, akibat bunuh diri)
2) Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait dengan perjalanan
alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya
3) Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi, dan
4) Penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang bukan orang tuanya.
9. Metologi Penelitian
Metologi penelitian yang digunakan pada survei ini adalah metode deskriptif analitik,
penelitian deskriptif analitik ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang mutu pelayanan
Rumah Sakit Tk.II Udayana.
Proses pengambilan data yang digunakan melalui observasi dan kuesioner, untuk kuesioner
pertanyaan tertulis di ajukan kepada responden. Jawaban diisi oleh responden sesuai dengan daftar isian
yang diterima.
BAB IX
RCA (ROOT CAUSE ANALYSIS)
ANALISA AKAR MASALAH
ANALISA AKAR MASALAH (Root cause Analysis/RCA) adalah sebuah alat kerja yang
sangat berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah terjadi.
Sedangkan untuk menganalisa masalah yang belum terjadi, kta menggunakan alat yang
disebut FMEA. Menemuka akar masalah merupakan kata kunci. Sebab, tanpa mengetahui
akar masalahnya, suatu insiden tidak dapat ditanggulangi dengan tepat, yang berakibat pada
berulangnya kejadian insiden tersebut dikemudia hari. Berikut ini adalah tahap-tahap yang
perlu dilakukan untuk memulai suatu aktifitas RCA.
1. Klasifikasi Insiden
Tidak seluruh insiden atau masalah yang terjadi dilakukan prosedur lengkap RCA. Masalah
harus dilakukan klasifikasi dan prioritas. Tujuannya agar terjadi efisiensi dalam pekerjaan.
Hal ini karena prosedur lengkap RCA memerlukan sumber daya yang khusus, jumlahnya
terbatas di organisasi, dan memakan waktu yang tidak sebentar. Sehingga, organisasi perlu
menetapkan suatu metode klasifikasi dan prioritasmasalah. Hanya masalah yang masuk
kriteria saja yang dilanjutkan ke prosedur RCA. Sementara maslah lain yang tidak masuk
kriteria, tetap dilakukan analisa menggunakan prinsip-prinsip RCA tetapi tidak seluruh
urutan prosedur lengkap RCA dilakukan. Yang dimaksud prosedur lengkap RCA adalah
seluruh tahapan prosedur dilakukan.
Salah satu alat yang dapat dipakai untuk melakukan klasifikasi dan prioritas masalah
adalah membuat peringkat maslah berdasarkan konsekuensi dan likelihood. Lonsekuen
adalah seberapa dampak dari masalah itu, sedangkan likelihood seberapa sering masalah itu
terjadi, konsekuen dan likelihood di peringkat menggunakan angka dari 1 sampai 5. Makin
tinggi angka berarti makin berat atau makin sering, setelah angka nilai consecuen (C) dan
likelihood (L) di dapat, kedua angka tersebut dilakukan perkalian, angka hasil perkalian
itulah yang menentukan peringkatnya, makin tinggi angkanya, makin tinggi peringkatnya,
makin tinggi angkanya, makin tinggi peringkatnya. Kita dapat menggolongkan peringkat
menjadi empat golongan, yaitu ekstrim (15-25), besar (8-12), sedang (4-6), kecil (1-3).
Penjelasan tentang consequence dan likelihood dapat dilihat disini, organisasi dapat
membuat kebijakan bahwa hanya masalah yang mempunyai peringkat ekstrim (15-25) saja
yang dilakukan prosedur RCA.
Contoh : perawat tertusuk jarum, konsekuensi dari insiden ini adalah 4, karena dampak dari
tertusuk jarum adalah berat (dapat tertular penyakit HIV,Hepatitis B,C dll. Likelihood dari
insiden ini adalah 5, karena insiden ini terjadi setiap bulan. Sehingga, peringkat risikonya
adalah : 4x5 = 20 (ekstrim). Peringkat insiden ini memenuhi kriteria untuk dilakukan
prosedur RCA.
Catatan :
Untuk kejadian yang berdampak berat (konsekuensinya 4-5, tetapi sangat jarang terjadi,
peringkat resikonya disamakan dengan ekstrim dan dilakukan prosedur RCA.
2. Membentuk Tim RCA
Membentuk tim RCA merupakan langkah berikutnya yang penting, tanpa tim yang
reprensetatif, hasil aktifitas RCA tidak akan valid, rekomendasi yang dihasilaknnya pun tidak
tepat. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus untuk menentukan siapa saja yang dipilih untuk
menjadi anggota tim. Sebagai pedoman, anggota tim haruslah orang-orang yang kompeten
dalam bidang yang akan dinahas. Kemudian, mereka juga harus dalam posisi netral, bukan
orang yang ada sangkut-pautnya langsung dengan masalah yang akan dinahas. Jika
diperlukan, dapat dtunjuk seorang ahli dari luar organisasi untuk menambah bobot dari tim
ini, jumlah anggota im jangan terlalu banyak, ukuran yang normal adalah antara 5 sampai 8
orang.
3. Mengumpulkan data
Tim kemudian bekerja mengumpulkan data. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran
subyektif mungkin atas peristiwa yang telah terjadi. Ingat, yang dikumpulkan hanya data,
bukan asumsi,kesan,atau tafsira. Sumber data dapat diperoleh dari :
a. Catatan Medis
b. Wawancara orang yang terlibat
c. Wawancara dengan seluruh saksi
d. Kunjungan ke lokasi kejadian
e. Peralatan yang terlibat
Data-data di atas diperlukan untuk melengkapi fakta yang terjadi. Disamping itu, diperlukan juga
pengumpulan data-data berikut ini :
a. Kebijakan dan prosedur interna organisasi
b. Peraturan atau perundang-undangan
c. Standar mutu
d. Referensi ilmiah terkini dll
Data-data diatas diperlukan untuk melihat kesenjangan (gap) yang terjadi antara fakta yang terjadi
dengan yang seharusnya dilakukan.
4. Memetakan informasi
Setelah seluruh data terkumpul, insiden yang terjadi direkonstruksi dengan menggunakan
data-data yang tersedia. Seluruh data disusun menurut urutan kejadiannya. Ada beberapa alat
yang dapat dipakai untuk memetakan urutan kejadian ini misalnya :
a. Narrative chronology
b. Time person grid
c. Timelines
d. Tabular timelines
Informasi perihal kapan masing-masing alat tersebut dipakai, kelebihan, kekurangan. Pada kasusu
tertusuk jarum seperti di atas, kita cukup menggunakan narrative chronology, karena insiden
tersebut merupakan peristiwa tunggal dan prosesnya tidak kompleks.
Contoh :
Saat dibawa,
Setelah tutup jarum
Perawat
tindakan, terlepas
mengambil
jarum perawat
sampel
syringe secara
darah
ditutup reflex
pasien
dan berusaha
untuk
dibawa menangkap,
AGD
keluar dan tertusuk
ruangan jarum
suntik
Nama : ...............................................................................
No MR : ..................................... Ruangan : .....................
Umur : …. Bulan …. Tahun
Keompok Umus* : 0-1 bulan > 1 bulan - 1 tahun
> 1 tahun - 5 tahun > 5 tahun - 15 tahun
> 15 tahun - 30 tahun > 30 tahun - 65 tahun
> 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung
biaya pasien : Pribadi Asuransi Swasta
Pemerintah Perusahaan*
BPJS Lain-lain
Tanggal Masuk
Rumah Sakit/
Fasyankes lain : ....................................... Jam : ......................
B. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
3. Kronologis Insiden
.........................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
......................................
4. Jenis Insiden* :
BAB X
PENUTUP
Perbaikan mutu dan keselamatan pasien dilaksanakan berdasarkan data, dimana data tersebut
dapat dipergunakan secara efektif bila praktik-praktik klinis dan manajemen yang telah terbukti
dilaksanakan dalam konteks yang lebih luas. Upaya terus menerus merencanakan, merancang,
mengukur, menganalisis dan meningkatkan proses klinis maupun manajerial harus diatur dengan
baik dan membutuhkan kepimpinan yang jelas agar dicapai hasil maksimal.
Pendekatan ini telah memperhitungkan fakta bahwa sebagian besar proses perawatan klinis
melibatkan lebih dari satu departemen atau unit dan dapat melibatkan banyak individu. Pendekatan
ini juga memperhitungkan bahwa sebagian besar masalah klinis dan manajerial itu saling
berhubungan.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan proses tersebut harus dipandu dengan kerangka
kerja yang menyeluruh baik bagi kegiatan manajemen maupun kegiatan yang berkaitan dengan
perbaikan mutu di rumah sakit, juga dipantau oleh Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien.