1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya saya dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul“Pneumonia” ini.
Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior dibagian Ilmu Penyakit Dalam yang dilaksanakan di RSU Prof.
Dr. Boloni Medan, Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSU Prof. Dr. Boloni Medan :
Yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan agar laporan
kasus ini lebih akurat dan bermanfaat.
Tentunya saya menyadari bahwa laporan kasus ini banyak kekurangan untuk itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya
saya dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut.
Besar harapan saya agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta
dapat memberikan suatu pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk meningkatkan
keilmuannya.
2
BAB I. PENDAHULUAN
Infeksi saluran nafas bawah masih merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan
baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
WHO (1999) : Penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah
infeksi saluran nafas akut (influenza dan pneumonia).
SKRT Depkes (2001) : Infeksi saluran nafas bawah urutan ke 2 penyebab kematian di
Indonesia.
Pneumonia memberikan gambaran yang berbeda dari pneumonia bakterial akut dan
dapat terjadi di lingkungan masyarakat ataupun di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena
latar belakang patofisiologinya berbeda dengan pneumonia bakterial akut.
Pada masa lalu pneumonia dikenal sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan oleh
Str. Pneumoniae dan atipikal yang disebabkan oleh kuman atpik seperti misalnya M.
Pneumoniae. Tapi istilah tersebut tidak lagi dipergunakan. Pada perkembangannya
pneumonia saat ini dikenal atas 2 kelompok utama yaitu pneumonia di rumah perawatan atau
nosokomial (PN) dan pneumonia komunitas (PK) yang didapat di masyarakat. Disamping
kedua bentuk utama ini terdapat pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai.
Pneumonia bentuk khusus terdiri dari pneumonia aspirasi yang terjadi di Amerika
pada pneumonia komunitas sebanyak 1.200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pada
pneumonia nosokomial sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun dengan
insidensi tertinggi pada pria terutama usia anak atau usia lanjut; pneumonia pada gangguan
imunitas yang terjadi tergantung pada defek imunitas tersebut; pneumonia pada usia lanjut
terjadi pada usia diatas 60 terutama terjadi pada 2 kelompok yaitu usia lanjut yang tinggal di
rumah dan yang tinggal di rumah perawatan; pneumonia kronik dapat berupa pneumonia
karena infeksi dan bukan karena infeksi; dan pneumonia bentuk lain yang terdiri dari
pneumonia rekurens atau berulang; penyakit paru eosinofilik merupakan penyakit paru akibat
kelompok gangguan paru yang beragam yang ditandai oleh adanya infiltrasi eosinofil pada
bronkus, alveoli dan interstitium dari paru; dan pneumonia resolusi lambat yaitu bila
pengurangan gambaran konsolidasi pada foto toraks lebih kecil dan 50% dalam 2 minggu dan
berlangsung lebih dari 21 hari.
3
BAB II. LAPORAN KASUS
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
Dokter :
Tanggal Masuk:
ANAMNESIS
Automentesis Heternomentesi
√
s
4
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Deskripsi :
Os datang ke RSU.Prof.Dr.Boloni Medan pada tanggal 06 April 2013 pukul 20.00 WIB
dengan keluhan nafasnya terasa sesak sejak sore hari, sesak tidak dipengaruhi oleh posisi
tubuh, aktivitas dan cuaca. Hal ini baru dialami pertama kalinya. Os juga mengeluhkan batuk
lebih dari satu bulan yang lalu dan berdahak dengan dahak warna hijau, tidak dijumpai batuk
darah dan tidak disertai pilek. Os juga mengalami demam, demam naik turun kurang lebih
sejak lima hari yang lalu, demam tidak disertai menggigil dan berkeringat di malam hari.
Demam turun dengan obat penurun panas. Os menyangkal pernah melakukan perjalanan ke
daerah pantai, makan sembarangan, dan tidak ada riwayat penurunan berat badan. Os belum
pernah mengkonsumsi obat 6 bulan. Os perokok aktif sejak usia 18 tahun hingga sekarang
dengan frekuensi 3 sampai 4 batang rokok sehari. Os mengatakan kepala terasa pusing dan
oyong, lidah terasa pahit, nyeri tenggorokan, mual, muntah, tidak disertai nyeri ulu hati.
Badan terasa lemas, nafsu makan normal dan nafsu minum normal. Buang air kecil normal
dan buang air besar normal.
RPT :-
RPO :-
RIWAYAT PRIBADI
- - - -
5
Kebiasaan Makanan : Tidak ada yang khusus.
Merokok : (+) sejak usia 18 tahun hingga sekarang dengan frekuensi 3 sampai 4
batang rokok perhari.
ANAMNESIS UMUM
(Review of System)
Kepala dan leher : Tidak ada keluhan. Ginjal dan saluran kencing : Tidak ada
keluhan.
Mulut dan Tenggorokan : Batuk berdahak. Sistem saraf : Tidak ada keluhan.
DISKRIPSI UMUM
6
Status Gizi BB = 65 Kg, TB = 175 Cm.
IMT = BB (kg)/TB²(m)
= 65/3,062 kg/ m²
= 21,224.
Kesan : Normowheight.
TANDA VITAL
7
RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN : Dalam batas normal.
THORAX
Anteior Poterior
ST : ronki basah di lapang bawah paru ST : ronki basah di lapang bawah paru
sinistra. sinistra.
JANTUNG
8
Perkusi : Batas Jantung Relatif.
ABDOMEN
PINGGANG
EKSTREMITAS
9
ALAT KELAMIN
REKTUM
NEUROLOGI
BICARA
Normal.
Darah Rutin
10
PEMERIKSAAN LABORATORIUM - Tanggal 08 April 2013
Metabolisme Karbohidrat
URINALISA
Darah Rutin
Feses Rutin
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
FOTO THORAX
11
Kesimpulan : Bronchopneumonia.
2. ANAMNESIS :
Sesak nafas (+), batuk (+) lebih dari satu bulan, berdahak (+) dengan dahak warna hijau. Demam
(+) naik turun kurang lebih sejak lima hari yang lalu. Kepala pusing (+) dan oyong (+), lidah terasa
pahit (+), nyeri tenggorokan (+), mual (+), muntah (+). Lemas (+), nafsu makan (+) normal dan
nafsu minum (+) normal. Buang air kecil (+) normal dan buang air besar (+) normal.
RPT :-
RPO :-
12
RENCANA AWAL
Nama Penderita: Rohman 0 5 0 2 9 2
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana
untuk diagnose, penatalaksanaan dan edukasi)
No Masalah Rencana Rencana Rencana Rencana
Diagnosa Terapi Monitoring Edukasi
1 DD: Pneumonia - Darah rutin - O₂ 2-5 L/i - Klinis Menerangkan
ISPA - Urine rutin - Bedrest - Laboratorium dan menjelaskan
TB paru - Foto thorax - Diet MB keadaan,
- Konsul bagian - IVFD RL 20 gtt/i. penatalaksanaan
penyakit dalam - IVFD dan komplikasi
ciprofloxacin 400 penyakit pada
mg 1 flash/12 jam. pasien dan
- Inj. Ceftriaxone 1 keluarga
gr/12 jam (IV)
skin test.
- Inj. Novalgin 1 gr
/IV.
- Imox tablet 3x1.
- Cefixime tablet
2x2.
- Ambroxol syr
3xCI.
13
Follow Up pasien selama dirawat :
P
Tgl. S O A Diagnost
Terapi
ik
06/04/ Sesak (+), batuk Sens: Compos Mentis. DD : - O₂ 2-5 liter/i.
2013 (+), berdahak (+), TD: 100/70 mmHg. Suspect - Bedrest.
dahak warna HR: 116 x/i. pneumonia, - Diet MB.
hijau, demam (+), RR: 24 x/i. Suspect TB - IVFD RL 20 gtt/i.
pusing (+), oyong T : 40,1⁰C. paru. - IVFD
(+), nyeri tekan ciprofloxacin 400
perut (-), lemas P. Fisik: mg 1 flash/12 jam.
(+), BAK (+) Thorax: - Inj. Ceftriaxone 1
normal, BAB (+) I: simetris fusiform. gr/12 jam (IV)
normal. P: SF kiri > SF kanan. skin test.
P: pekak di lapang - Inj. Novalgin 1 gr
bawah paru sinistra. /IV.
A: SP: vesikuler - Ambroxol syr
diseluruh lapang paru 3xCI.
dextra, vesikuler di
lapang atas dan tengah
paru sinistra.
ST: ronki basah di
bagian bawah paru
sinistra.
P.fisik abdomen:
I: simetris.
P:organomegali (-).
A:peristaltik(+) normal.
P: Timpani diseluruh
14
lapang perut.
Sesak (-), batuk Sens: Compos Mentis. - Pneumonia - O₂ 2-5 liter/i (k/p).
08/04/
(+), berdahak (+), TD: 110/70 mmHg. - Bed Rest.
2013
dahak warna hijau HR: 76 x/i. - Diet MB.
kekuningan, RR: 20 x/i. - IVFD RL 20 gtt/i.
demam (-), T : 36,5 ⁰C. - IVFD
pusing (+), oyong ciprofloxacin 400
(+), nyeri tekan P. Fisik: mg 1 flash/12
perut (-), lemas Thorax: jam.
(+), BAK (+) I: simetris fusiform - Inj. Ceftriaxone 1
normal, BAB (+) P: stem fremitus gr /12 jam.
normal. meningkat di lapang - Paracetmol tablet
bawah paru sinistra. 3x1 (k/p).
P: redup di lapang - Imox tablet 3x1.
bawah paru sinistra. - Cefixime tablet
A: SP: vesikuler 2x2.
15
disluruh lapng paru - Ambroxol syr 3x
dextra, vesikuler di CI.
lapang atas dan tengah
paru sinistra.
ST: ronki basah di
bagian bawah paru
sinistra.
P.fisik abdomen:
I: simetris.
P: organomegali (-).
A: peristaltik(+)
normal.
P: Timpani diseluruh
lapang perut.
16
paru sinistra.
ST: ronki basah di
bagian bawah paru
sinistra.
P.fisik abdomen:
I: simetris.
P: organomegali (-).
A: peristaltik(+)
normal.
P: Timpani diseluruh
lapang perut.
17
paru sinistra.
ST: ronki basah di
bagian bawah paru
sinistra.
P.fisik abdomen:
I: simetris.
P: organomegali (-).
A: peristaltik(+)
normal.
P: Timpani diseluruh
lapang perut.
Kesimpulan :
Prognosis:
18
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang
merupakan penyebabnya yang tersering.
19
(perubahan suara napas dan atau ronki setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah
sakit atau tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama ≥ 14 hari sebelum
timbulnya gejala (IDSA 2000).
Sedangkan Pneumonia di rumah perawatan (PN) adalah pneumonia yang terjadi > 48
jam atau lebih setelah dirawat di RS, baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak
sedang memakai ventilator. Pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator
(PBV) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal.
Pneumonia yang didapat di pusat perawatan kesehatan (PPK) yang juga masih termasuk ke
dalam pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang didapat pada pasien yang dirawat oleh
perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses
infeksi.
Disamping kedua bentuk pneumonia diatas ada pula pneumonia bentuk khusus yang
masih sering dijumpai.
20
› Pneumonia resolusi lambat : Bila pengurangan gambaran konsolidasi pada
foto thorax lebih kecil dan 50% dalam 2 minggu dan berlangsung lebih dari 21
hari.
3.2. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi
saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau komunitas (PK) atau di dalam rumah sakit atau
pusat perawatan atau nosokomial (PN). Kejadian pneumonia nookomial di ICU lebih sering
dari pada pneumonia nosokomial di ruangan umum, yaitu dijumpai hampir 25% dari semua
infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik. Pneumonia yang berhubungan
dengan pemakaian venilator didapat pada 9-27% dari pasien yang diintubasi. Resiko
pneumonia yang berhubungan dengan penggunaan ventilator tertinggi pada saat awal masuk
ICU.
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim
paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia dan sering terjadi pada
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain
seperti diabetes mellitus, payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi
renal, penyakit syaraf konik, dan penyakit hati kronik.
› Kebiasaan merokok.
› Pasca infeksi virus.
› Diabetes Mellitus.
› Keadaan immunodefisiensi.
› Kelainan atau kelemahan struktur organ dada.
› Penurunan kesadaran.
› Tindakan invasif seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan
ventilator.
21
Anamnesis epidemiologi haruslah mencakup keadaan lingkungan pasien, tempat yang
dikunjungi dan kontak dengan orang atau binatang yang menderita penyakit yang serupa.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu
dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur,
mikobakterium atau parasit.
3.3. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini
berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia komuniti (PK) diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri gram positif, pneumonia di rumah sakit
(PN) banyak disebabkan bakteri gram negatif.
Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganime penyebab infeksi saluran nafas
bawah akut akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan tubuh dan
penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga
menimbulkan perubahan karakteristik kuman.
Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri yang jenisnya berbeda antar
negara, antara satu daerah dengan daerah yang lain pada satu negara, di luar rumah sakit dan
di dalam rumah sakit, antara rumah sakit besar atau tersier dengan rumah sakit yang lebih
kecil. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman disuatu tempat. Indonesia belum
mempunyai data mengenai pola kuman penyebab secara umum, karena itu meskipun pola
kuman di luar negeri tidak sepenuhnya cocok dengan pola kuman di Indonesia, maka
pedoman yang berdasarkan pola kuman diluar negeri dapat dipakai sebagai acuan secara
umum.
22
3.4. PATOGENESIS
1. Keadaan imunitas.
2. Mikroorganisme yang menyerang.
3. Lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
1. Inokulasi langsung.
Pada masa kini terlihat perubahan pola mikroorganisme penyebab infeksi saluran
nafas bawah akut akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gagguan kekebalan tubuh
dan penyakit kronik, polusi lingkungan dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang
menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenitas atau jenis
kuman akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh Staphylococus aureus, B.
Catarrhalis, Haemophilus influenzae dan Enterobachtericeae, juga oleh berbagi bakteri
enterik gram negatif.
23
a. Tinggal di rumah jompo.
b. Penyakit kardioulmonal penyerta.
c. Penyakit penyerta yang jamak.
d. Baru selesai mendapatkan terapi antibiotika.
3. Pseudomonas aeruginosa.
a. Penyakit paru struktural.
b. Terapi kortikosteroid.
c. Terapi antibiotik spektrum luas lbih dari 7 hari pada bulan sebelumnya.
Patogenesis pneumonia nosokomial (PN) terjadi akibat proses infeksi bila patogen
yang masuk saluran napas bagian bawah terebut mengalami kolonisasi setelah dapat
melewati hambatan mekanisme pertahanan inang beruba daya tahan mekanik (epitel, cilia
dan mukus), humoral (antibodi dan komplemen) dan selular (lekosit polinklir, makrofag,
limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai faktor penyerta yang
berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindakan invasif pada
saluran pernapasan.
3.5. DIAGNOSIS
24
– Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah.
– Sesak nafas.
– Nyeri dada .
Pada pemeriksaan fisik, presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan
klinisnya. Perhatikan gejala klinis yang mengarah ada tipe kuman penyebab atau patoenitas
kuman dan tingkat berat penyakit. Inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi pekak, pada auskultasi
terdengar suara nafas bronkovaskuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah pada stadium resolusi.
a. Pemeriksaan Radiologis
b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit normal atau
rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus atau mikoplasma atau pada infeksi
yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah.
Leukopenia menunjukkan depresi imunitas. Peningkatan leukosit lebih dari
10.000/ul – 30.000/ul. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri
dan terjadi peningkatan Laju Endap Darah.
25
c. Pemeriksaan Bakteriologis
d. Pemeriksaan Khusus
3.6. PENATALAKSANAAN
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris yang ditujukan
pada patogen yang paling mungkin menjadi penyebab. Bila telah ada hasil kultur dilakukan
penyesuaian obat. Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah pemberian antibiotik
tertentu terhadap kuman tertentu pada sesutu tipe dari infeksi saluran nafas bawah akut baik
pneumonia ataupun betuk lain, dan antibiotik ini dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap
kuman penyebab tersebut. Faktor-faktor yang dipertimbangkan pada pemilihan antibiotik
sebagai berikut :
26
1. Faktor pasien, yaitu urgensi atau cara pemberian obat berdasarkan tingkat
berat sakitnya dan keadaan umum, mekanisme imunologis, usia, defisiensi
genetik atau organ, kehamilan dan alergi.
2. Faktor antibiotik, tidak mungkin mendapatkan satu jenis antibiotik yang
ampuh untuk semua jenis kuman. Karena itu penting dipahami berbagai
aspek tentang antibiotik untuk efisiensi pemakaian antibiotik.
Cara pemilihan antibiotik dapat berupa :
Antibiotik tunggal : dipilih yang paling cocok diberikan pada
pasien pneumonia komunitas yang asalnya sehat dan gambaran
klinisnya sugestif disebabkan oleh kuman tertentu yang sensitif.
Kombinasi antibiotik diberikan dengan maksud untuk mencakup
spektrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk meningkatkan
aktivitas spektrum dan pada infeksi jamak. Bila telah didapat hasil
kultur dan tes kepekaan maka hasil ini dapat dijadikan
pertimbangan untuk pemberian antibiotik yang lebih terarah atau
monoterapi.
3. Faktor farmakologis, farmakokinetik antibiotik mempertimbangkan proses
bakterisidal dengan kadar hambat minimal yang sama degan kadar
bakterisidal minimal, dan bakteriostatis dengan kadar bakterisidal minimal
yang jauh lebih tinggi daripada kadar hambat minimal. Untuk mencapai
efektivitas optimal, obat yang tergolong mempunyai dose dependent perlu
diberikan 3-4 pemberian per hari sedangkan golongan consentration
dependent cukup 1-2 kali sehari namun dengan dosis yang lebih besar.
a. Terapi oksigen untuk mncapai PaO₂ 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan analisis gas darah.
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam.
d. Pengaturan cairan harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan
sirkulasi.
27
e. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan.
f. Obat inotropik seperti dobutmin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila
terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
g. Ventilasi mekanis.
h. Drainase empiema bila ada.
i. Bila terdapat gagal napas berikan nutrisi yang cukup kalori terutama lemak
(>50%), hingga dapat dihindari produksi CO₂ yang berlebihan.
3.7. KOMPLIKASI
3.8. PROGNOSIS
Kejadian pneumonia komunitas di USA adalah 3,4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di
antaranya perlu dirawat di rumah sakit. Secara umum angka kematian pneumonia oleh
pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi
buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian nomer 6 dengan
kejadian sebesar 5%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. mortalitas yang
tinggi ini berkaitan dengan “faktor perubah” yang ada pada pasien.
28
BAB IV. DISKUSI
Faktor predisposisi antara lain : Pada kasus ini, penderita seorang laki-laki
Kebiasaan merokok. dengan usia 56 tahun dengan riwayat
Pasca infeksi virus. habituasi merokok (+) sejak usia 18 tahun
Diabetes Mellitus. dengan frekuensi 3 sampai 4 batang rokok
29
dan keadaan klinis. Demam tinggi 40,1 ⁰C, bersifat naik
Demam, suhu tubuh dapat melebihi turun sejak 5 hari yang lalu.
400C. Sesak nafas.
Sesak nafas. Batuk disertai dahak berwarna hijau.
Nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik regio thorax :
Tanda konsolidasi paru (perkusi paru palpasi SF kiri > SF kanan, perkusi
yang pekak, ronki basah didaerah pekak dilapang bawah paru sinistra,
basale). auskultasi ronki basah dibagian basal
Batuk dan sputum produktif. paru sinistra.
Leukositosis. Pada auskultasi ditemukan Suara
pernafasan: vesikuler di seluruh
lapang paru dextra; vesikuler di
lapangan atas dan lapangan tengah
paru sinistra. Suara nafas tambahan:
ronki basah di lapang bawah paru
sinistra.
Pada pasien ditemukan kadar leukosit
21.000 /mm3.
30
mencakup spektrum kuman-kuman • Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (IV), skin
yang dicurigai, untuk meningkatkan test
aktivitas spektrum dan pada infeksi • Imox 3x1
jamak. Bila telah didapat hasil kultur • Cefixime 2x2
dan tes kepekaan maka hasil ini dapat • Ambroxol syr 3xCI
dijadikan pertimbangan untuk
pemberian antibiotik yang lebih
terarah atau monoterapi.
Terapi oksigen untuk mncapai PaO₂
80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan analisis gas darah.
Humidifikasi dengan nebulizer untuk
pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian
bronkodilator bila terdapat
bronkospasme.
Fisioterapi dada untuk pengeluaran
dahak, khususnya anjuran untuk
batuk dan napas dalam.
Pengaturan cairan harus diatur dengan
baik, termasuk pada keadaan
gangguan sirkulasi.
Pemberian kortikosteroid pada fase
sepsis berat perlu diberikan.
Obat inotropik seperti dobutmin atau
dopamin kadang-kadang diperlukan
bila terdapat komplikasi gangguan
sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
Ventilasi mekanis.
Drainase empiema bila ada.
Bila terdapat gagal napas berikan
nutrisi yang cukup kalori terutama
lema (>50%), hingga dapa dihindari
31
produksi CO₂ yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
W. Sudoyo Aru, Setiohadi Bambang, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta :
Balai Penerbit Interna Publishing : Juni 2006.
Rani A.Aziz, Nafrialdi, dkk. Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Agustus 2008.
http://www.wikipedia.com
hhttp://www.medikastore.com
32