Anda di halaman 1dari 51

KANKER TIROID

PEMBIMBING:
dr. Kamal Basri Siregar, SP. B (K) Onk

DISUSUN OLEH:
KEVIN EFFENDI 120100131
FENNY 120100076
HESTI AFRIANI 120100036
SITI HALIMAH NOVITA 120100300
KASSATRIA HIA 120100358
ABRAHAM SIHOTANG 120100353
SARAH PANGARIBUAN 120100392
NURUL AKLA 120100349
RINI FITRI YANI 120100189
M. ARIEF FADHILLAH AULIA 120100333
MAISARA HISHAMUDIN 120100423
AHMAD FAHRUROZI LUBIS 090100088
KIRUBAH SAI PATNAIK 120100507

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2017
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kami yang
berjudul “Kanker Tiroid”.
Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Kamal Basri Siregar, SP. B(K)
Onk, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan
laporan kasus ini.
Adapun pembuatan laporan kasus ini bertujuan untuk mendiskusikan
kasus kanker tiroid, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaan pada pasien
yang dirawat inap selama masa kepanitraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan. Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang lebih baik sehingga dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia.

Medan, September 2017

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan....................................................................................................................2
1.3. Manfaat..................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Kelenjar Tiroid 3
2.1.1. Embriologi Kelenjar Tiroid 3
2.1.2. Anatomi Kelenjar Tiroid 4
2.1.3. Histologi Kelenjar Tiroid 5
2.1.4. Fisiologi Kelenjar Tiroid.....................................................................6
2.1.5. Kelainan pada Tiroid...........................................................................13
2.1.5.1. Neoplasma Jinak…..............................................................20
2.1.5.2. Neoplasma Ganas.................................................................21
2.2. Kanker Tiroid 25
2.2.1. Definisi Kanker Tiroid 25
2.2.2. Epidemiologi Kanker Tiroid 26
2.2.3. Faktor Risiko dan Patogenesis Kanker Tiroid 27
2.2.4. Patofisiologi, Gejala dan Tanda Klinis Kanker Tiroid 30
2.2.5. Biomolekuler Kanker Tiroid 38
2.2.6 Diagnosis Kanker Tiroid4 42
2.2.7. Penatalaksanaan 44
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT
BAB 4 DISKUSI KASUS
BAB 5 FOLLOW UP
BAB 6 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh


dunia. Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Jumlah
kasus dan kematian karena kanker semakin meningkat, seiring pertumbuhan
populasi, usia, dan gaya hidup. Hal ini menjadi penting pada negara dengan
pendapatan rendah sampai menengah seperti Indonesia, mengingat transisi
ekonomi yang sedang berjalan, termasuk perubahan budaya, peran wanita, dan
peningkatan akses ke pasar internasional. Akibatnya, faktor risiko terjadinya
kanker, seperti penggunaan rokok, inaktivitas fisik, kelebihan berat badan, dan
1,2
pola reproduksi menjadi semakin umum ditemukan.
Salah satu kanker yang dapat terjadi pada endokrin adalah kanker tiroid. Data
The National Cancer Institute (NIH) menunjukkan bahwa kanker tiroid
merupakan kanker endokrin yang paling sering terjadi dengan estimasi kasus baru
sebesar 64.330 kasus di tahun 2016. Kanker tiroid berasal dari sel folikel tiroid.
Keganasan tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik,
yaitu bentuk papilar, folikular, atau campuran keduanya, karsinoma medular yang
berasal dari sel parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin, dan kasrsinoma
3,4
berdiferensiasi buruk/ananplastik.
Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa kanker tiroid
merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru terbesar ke 8 pada
wanita, yaitu sebesar 3,5%. Di Amerika Serikat, insidennya sekitar 5.4% pada
laki-laki dan 6,5% pada wanita dari tahun 2006 sampai 2010, meningkat baik dari
insiden dari penyakit itu sendiri, maupun penemuan awal gejala subklinisnya. Di
Indonesia, diketahui bahwa kanker tiroid merupakan kanker terbanyak ke-6 di RS
1,5,6
Kanker Dharmais dari tahun 2010 sampai 2013.

1
2

Untuk itu, diagnosis pada stadium awal sangat berperan penting untuk
tercapainya pengobatan yang maksimal. Sebagian besar kanker tiroid dapat
diobati dalam banyak kasus dengan cara pembedahan dan pengobatan lainnya.
Pembedahan yaitu tiroidektomi sering dilakukan sebagai penatalaksanaan
definitif, yang tentunya memerlukan biaya yang cukup mahal sehingga dapat
menjadi permasalahan yang serius dalam sistem pembiayaan pelayanan kesehatan
di dunia dan di Indonesia sehingga diperlukan perhatian khusus dalam mengatasi
permasalahan ini.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
kanker tiroid dan membandingkannya dengan landasan teori yang sesuai.
Penyusunan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan
Program Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat

Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan


kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintergrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang dijumpai
di lapangan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelenjar Tiroid

2.1.1. Embriologi Kelenjar Tiroid

Pada masa embrional minggu ke-4, kelenjar tiroid mulai terbentuk dari
penebalan entodermal (divertikulum tiroid) pada dasar primitif faring, dan
terhubung dengan foramen sekum oleh duktus tiroglosus. Kemudian, pada masa
embrional minggu ke-7, kelenjar tiroid sudah turun, dan posisi terakhirnya berada
di ventral trakea, setingkat vertebra servikal C5, C6, dan C7 serta vertebra torakal
T1, sedangkan duktus tiroglosus rudimenter kadang masih tersisa, yang kemudian
bisa kita jumpai sebagai lobus piramidalis, yang terletak di isthmus menuju hyoid
(50%). Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri padaminggu ke-12
masa kehidupan intrauterine dan pada minggu ini, folikel tiroid pertama mulai
4
terisi koloid.

Gambar 2.1. Embriologi Kelenjar Tiroid

3
4

2.1.2. Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh
darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis
dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran.
Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar
tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis,
vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung
tertutup di latero dor rsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum
masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam
4
ruang antara fasia media dan prevertebralis.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan
kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala
dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena
terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea
media di sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang
mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan
4
cabang dari nervus laringeus superior.
5

Gambar 2.2. Anatomi Kelenjar Tiroid

2.1.3. Histologi Kelnjar Tiroid

Secara mikroskopis, kantung bentuk sferis yang disebut folikel tiroid


membentuk hampir seluruh kelenjar tiroid dengan rata-rata diameter 30µm.
6
Terdapat sekitar 3x10 folikel pada kelenjar tiroid laki-laki dewasa. Folikel tiroid
memiliki lumen yang berisi koloid, yaitu suatu bahan yang berfungsi sebagai
7
tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon-hormon tiroid.
Pada kelenjar tiroid terdapat dua jenis sel yang memproduksi hormone, yaitu
sel folikuler dan sel parafolikuler atau sel C. Sel folikuler terdapat pada dinding
folikel yang meluas ke bagian lumen dari folikel. Ketika sel folikular tidak aktif,
bentuknya kuboidal rendah hingga skuamos, tetapi dibawah pengaruh TSH sel folikel
akan aktif mensekresi dan epitelnya kuboidal hingga kolumnar rendah. Sel ini
menghasilkan hormone tiroid, yaitu thyroxine atau tetraiodo-thyronin (T4) dan
triiodothyronin (T3). Sedangkan sel C (sel parafolikuler) yang terletak diantara
6

folikel, memproduksi hormon kalsitonin yang membantu meregulasi kadar


8
kalsium dalam darah.

Gambar 2.3 Folikel Tiroid

2.1.4 Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri dari sel folikel-folikel. Pada folikel terdapat sel
folikuler yang menghasilkan hormone yang mengandung iodium, yaitu hormon
tiroid (tetraiodo-thyronin / T4 dan triiodothyronin / T3 ). Di ruang interstitium di
antara folikel-folikel terdapat sel parafolikuler atau sel C yang mensekresi hormon
9
kalsitonin.
Produksi hormon tiroid diatur oleh otak melalui Thyrotropin Releasing
Hormone (TRH ) yang dihasilkan oleh hipotalamus yang akan masuk ke vena
hypophyseal dan mengalir ke hipofisis anterior, menstimulasi sel Thyrotroph
untuk mensekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH). TSH akan menstimulasi
8
kelenjar tiroid untuk pembentukan dan sekresi dari hormon tiroid (T3 dan T4).
Pelepasan TRH dan TSH dipengaruhi oleh kadar T3 dan T4 dalam darah. Jika
kadar T3 dan T4 berlebihan dalam darah, maka akan memberikan efek negatif
terhadap hipotalamus dan hipofisis sehingga kadar TRH dan TSH akan menurun dan
kemudian sel sel folikuler kelenjar tiroid mengurangi produksi hormon T3 dan T4,
dan sebaliknya rendahnya kadar T3 dan T4 dalam darah menstimulasi sekresi
7

TRH oleh hipotalamus yang juga akan menstimulasi sekresi TSH dan menstimulasi
8,10
produksi T3 dan T4. Inilah yang disebut negative feed back mechanism.

Gambar 2.4 Positive-Negative feedback mechanism of thyroid

Bahan dasar untuk sintesis hormone tiroid adalah tirosin dan iodium, yang
keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Pembentukan dan
penyimpanan, dan sekresi hormone tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut:
1. Pengambilan iodida. Sel folikuler tiroid menangkap iodida secara
transport aktif dari darah ke sitosol. Hampir semua iodium di tubuh
dipindahkan ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon tiroid, sehingga
8,9
kelenjar tiroid mengandung sebagian besar iodin dalam tubuh.
2. Sintesis tiroglobulin. Disaat sel folikuler menangkap iodida, sel folikuler
juga mensintesis tiroglobulin (TGB), glikoprotein yang dihasilkan oleh
kompleks golgi/retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu
ke dalam molekul triglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi.
Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari
9
sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis.
8

3. Oksidasi iodida. Beberapa asam amino pada tiroglobulin adalah tirosin


yang akan teriodinisasi. Iodide tidak dapat berikatan dengan tirosin sampai
ion tersebut teroksidasi menjadi iodin. Saat sedang teroksidasi, ion-ion
melewati membrane menuju ke lumen folikel (koloid).
4. Iodinisasi tirosin. Di dalam koloid, Iodin terikat dengan tirosin yang
merupakan bagian dari tiroglobulin. Berikatan dengan satu atom iodin
akan disebut monoiodotyrosine (T1), dan iodin kedua disebut
diiodotyrosine (T2). Tiroglobulin yang telah terikat dengan iodin
terakumulasi dan tersimpan dalam koloid.
5. Penggabungan T1 dan T2. Saat tahap akhir sintesis hormon tiroid, terjadi
proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium
membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua molekul dari T2 akan
menghasilkan T4 atau satu dari T1 dan satu dari T2 menghasilkan T3.
Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul T1.
6. Fagositosis koloid. Karena reaksi-reaksi ini berlangsung di dalam molekul
tiroglobulin, semua produk tetap melekat ke protein besar ini. Hormon
tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah
dan disekresikan. Sehingga pengeluaran hormone-hormon tiruoid ke
dalam sirkulasi sistemik memerluka proses yang agak rumit. Koloid
masuk kembali ke sel folikuler kemudian akan difagosit sehingga molekul
triglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya dan bergabung dengan
lisosom. Enzim didalam lisosom memecah TGB, memisahkan hormone
tiroid yang aktif secara biologis ( T3 dan T4) dengan iodotirosin nonaktif
(T1 dan T2).
7. Sekresi hormon tiroid. Karena T3 dan T4 merupakan hormon larut dalam
lemak, mereka berdifusi melalui membrane plasma menuju cairan
interstitial dan kemudian ke darah.(tortora) T4 disekresi lebih banyak
dibanding T3, meskipun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar 3-8 lebih
poten dibanding T4. Hanya 20% dari T3 yang dihasilkan oleh thyroid,
80% dihasilkan oleh hati, renal, dan hasil dari konversi T4.
9

Sebagian besar T4 yang disekresikan dikonversi atau diaktifkan menjadi


T3 dengan melepas satu iodine di hati dan ginjal oleh mikrosomal 5’-
th
deiodase. (color atlas of physiology 6 ed.) Sel-sel folikel mengandung
suatu enzim yang dengan cepat mengeluarkan iodium dari T1 dan T2,
sehingga iodium yang dibebaskan dapat didaur ulang untuk sintesis
9
hormon yang lebih banyak.
8. Transport dalam darah. Lebih dari 99% dari T3 dan T4 berikatan dengan
protein transport pada darah, terutama thyroxine binding globulin (TBG),
thyroxine binding prealbumin (TBPA), serum albumin. TBG transport
duapertiga dari T4 di darah, sedangkan sisanya berikatan dengan TBPA
dan serum albumin. Kurang dari 0,3% dari total T3 dan T4 bebas di darah,
dimana bentuk yang bebas atau tidak berikatan yang dapat berikatan
11
dengan reseptor dan menimbulkan efek.

11
Gambar 2.5 Fisiologi Tiroid

Hormone tiroid yang bebas akan masuk ke membrane sel dengan cara difusi
atau dibawa oleh karier spesifik dan dibawa ke membrane nuclear dengan cara
10

berikatan dengan protein spesifik. T4 akan diiodinisasi menjadi T3 dan masuk ke


nukleus dengan cara transport aktif, setelah itu akan berikatan dengan reseptor
hormon . Reseptor T3 serupa dengan reseptor untuk glukokortikoid,
mineralkortikoid, estrogen, vit D, dan asam retinoid. Pada manusia, terdapat dua
tipe gen reseptor T3 ( α dan β) yang terletak pada kromosom 3 dan 17. Bentuk α
7
banyak terdapat pada system saraf, sedangkan bentuk β utama di hati.
Sebenarnya hampir seluruh sel dalam tubuh memiliki reseptor hormon
8
tiroid, berikut beberapa peran hormon tiroid dalam tubuh :
1. Hormon tiroid meningkatkan basal metabolic rate (BMR) dengan
menstimulasi penggunaan oksigen sel dalam memproduksi ATP. Saat
BMR meningkat metabolisme seluler karbohidrat, lipid, dan protein
meningkat.
2. Menstimulasi sintesis pompa natrium-kalium tambahan, dimana
membutuhkan ATP dalam jumlah besar untuk kemudian melepas ion
+ +
natrium (Na ) dari sitosol ke ekstraseluler dan ion kalium (K ) dari
cairan ekstraseluler ke sitosol. Selama sel memproduksi dan
menggunakan lebih banyak ATP, membuat temperatur tubuh
meningkat. Fenomena ini disebut efek kalorigenik. Dalam hal ini,
hormone tiroid memiliki peranan penting dalam mengatur suhu tubuh.
3. Hormon ini memiliki efek umun bahkan yang spesifik pada
pertumbuhan. Bersama dengan hormon pertumbuhan dan insulin,
hormon tiroid memercepat pertumbuhan, termasuk pertumbuhan
nervus dan system skeletal. Defisiensi dari hormone tiroid selama
masa perkembangan fetus, infan, dan kanak-kanak menyebabkan
mental retardasi berat dan pertumbuhan tulang terhambat.
4. Stimulasi metabolisme karbohidrat termasuk menigkatkan penggunaan
glukosa oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan
gluconeogenesis, meningkatkan absorbsi di saluran cerna, dan bahkan
meningkatkan sekresi insulin. Hormon ini juga meningkatkan lipolisis
dan meningkatkan ekskresi kolestrol, hingga menurunkan kadar
8,12
kolestrol dalam darah.
11

5. Hormone ini juga memiliki efek inotropik positif dan kronotropik pada
2+
jantung dengan cara meningkatkan Ca ATPase di reticulum
sarkoplasma dan meningkatkan jumlah reseptor β-adrenergik dan
konsentrasi dari protein G.
6. Meningkatkan beberapa efek katekolamin (norepinefrin dan epinefrin)
karena hormone ini menambah jumlah reseptor beta. Karena hal ini,
gejala dari hipertiroid yaitu meningkatnya detak jantung, detak jantung
lebih kuat, dan meningkatnya tekanan darah.
7. Hormon ini juga meningkatkan motilitas gastrointestinal. Sehingga
pada hipertiroid menunjukkan gejala diare, sedangkan hipotiroid sering
menyebabkan konstipasi.
8. Meningkatkan laju respiratorik karena meningkatnya kebutuhan
oksigen untuk metabolisme dan meningkatkannya pembentukan
karbondioksida.
9. Meningkatkan sekresi dari kebanyakan kelenjar endokrin lainnya
disertai juga meningkatkan kebutuhan jaringan terhadap hormon
tersebut. Misalnya, meningkatnya sekresi tiroksin meningkatkan
metabolisme glukosa dan oleh karena itu menyebabkan meningkatnya
seksresi insulin oleh pankreas. Selain itu hormon tiroid juga
meningkatkan aktifitas metabolik yang berhubungan dengan
pembentukan tulang sehingga meningkatkan paratiroid hormon.

12
Gambar 2.6 Pengaruh hormon tiroid terhadap tubuh
12

Kelenjar tiroid selain menghasilkan hormon tiroid, sel parafolikuler pada


kelenjar tiroid menghasilkan hormon kalsitonin. Kalsitonin menurunkan kadar
kalsium dalam darah dengan cara menginhibisi kerja dari osteoklas (sel yang
menghancurkan ekstraseluler matriks pada tulang). Ketika kadar kalsium di darah
tinggi, kalsitonin menurunkan kadar kalsium dan posfat dalam darah dengan
menginhibisi resopsi tulang (penghancuran ekstraseluler matriks tulang) oleh
osteoklas dan mempercepat pengambilan kalsium dan posfat ke ekstraseluler
matriks tulang dan sebaliknya saat kadar kalsium rendah dalam darah. Sekresi dari
kalsitonin dikontrol oleh negative feedback system .

2.1.5. Kelainan pada Tiroid


Kelainan glandula tiroidea dapat berupa gangguan fungsi, seperti
tirotoksikosis, atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti
penyakit tiroid nodular. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya
4
disebut struma.
Goiter atau struma atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar
tiroid apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa
seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodosa yang berarti bahwa terdapat nodul
dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa,
bila hanya terdapat 1 nodul, dan multinodular, bila terdapat lebih dari satu nodul
4
pada satu lobus atau kedua lobus.
1. Hipertiroid
Istilah tirotoksikosis masih digunakan dalam terminology hipertiroid karena
gejala-gajala yang timbul sehubungan dengan peningkatan kadar sirkulasi hormone
2
tiroid dalam tubuh. Beberapa tipe dari tirotoksikosis adalah sebagai berikut.
➢ Diffuse toxic goitre (Graves’ disease)
➢ Toxic nodular goitre
➢ Toxic nodule
➢ Hipertiroid karena penyebab yang jarang

1.1. Diffuse Toxic Goitre (Graves’ Disease)


13

Graves’ disease adalah suatu hipertiroidisme yang sering dijumpai.


Penyakit ini biasanya dijumpai pada wanita muda dan disebut juga tirotoksikosis
primer. Walaupun etiologi penyakit Graves ini tidak diketahui, tampaknya ada
peranan suatu antibodi yang dapat ditangkap oleh reseptor TSH (Thyroid
Stimulating Hormone), yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan
produksi hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi
4,13
yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.
Goiter dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kekurangan
yodium akibat autoregulasi kelenjar tiroid, stimulasi oleh TSH karena rendahnya
kadar hormon tiroksin dalam darah, masuknya bahan goitrogenik yang terkandung
dalam makanan, air, obat, dan rokok, yang mengganggu masuknya yodium ke
dalam sel folikuler kelenjar tiroid, adanya kelenjar congenital yang menimbulkan
gangguan sistem hormon tiroid, dan terjadi kelebihan yodium, sehingga proses
4
iodinasi dalam kelenjar tiroid menjadi terhambat.

13
Gambar 2.7. Graves’ disease
1.2. Toxic Nodular Goitre
Merupakan sebuah nodul goiter yang muncul dalam jangka waktu yang
lama sebelum terjadinya hipertiroidisme, biasanya muncul pada usia pertengahan
14

atau pada usia lanjut, dan sering tidak berhubungan dengan gejala pada mata.
Toxic nodular goitre ini disebut juga tirotoksikosis sekunder. Pada sejumlah kasus,
nodul pada toxic nodular goitre bersifat inaktif, tetapi jaringan tiroid
internodularnya bersifat overeaktif. Akan tetapi, pada beberapa toxic nodular
goitre, satu atau beberapa nodulnya bersifat overeaktif dan hal ini dikarenakan
13
adanya autonomous thyroid tissue yang dikenal dengan toxic adenoma.
1.3. Toxic Nodule
Adalah nodul soliter yang bersifat overeaktif, yang merupakan toxic
adenoma yang sebenarnya. Hipertrofi dan hiperplasia dari nodul ini tidak
berhubungan dengan TSH-RAb. Sekresi TSH ditekan oleh tingginya kadar
sirkulasi dari hormon tiroid dan jaringan tiroid normal sekitar nodul tertekan
13
sendiri dan menjadi inaktif.
Gejala dan tanda penyakit hipertiroid ini merupakan manifestasi
peningkatan metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara
klinis terlihat jelas. Adapun gambaran klinis dari penyakit hipertiroid ini adalah
keringat berlebihan, tremor tangan, toleransi terhadap panas menurun, berat badan
menurun, emosi tidak stabil, insomnia, mengalami gangguan menstruasi berupa
amenora, dan sering buang air besar. Secara klinis, sering dijumpai adanya
pembesaran kelenjar tiroid, dan kadang terdapat juga manifestasi pada mata,
4
berupa eksoftalmos, dan miopati otot bola mata.
2. Hipotiroid
Kretinisme (Hipotiroid Fetus atau Infantil)
Kretinisme merupakan salah satu konsekuensi dari produksi hormon tiroid
yang tidak adekuat selama perkembangan pada masa fetus dan neonatal. Selain
itu, ada juga dikenal dengan istilah kretinisme endemik. Kretinisme endemik
disebabkan oleh karena defisiensi diet yodium, dimana pada kasus sporadik sering
disebabkan oleh kesalahan metabolism tiroid bawaan atau karena agenesis
kompleks atau parsial dari kelenjar. Tangisan yang serak, makroglosia, dan hernia
umbilikalis pada neonates dengan gejala kegagalan tiroid menunjukkan diagnosis
dari penyakit ini. Diagnosis dan terapi segera dalam beberapa hari setelah lahir
penting untuk mencegah kerusakan yang progresif dan perkembangan fisik dan
15

mental dapat menjadi normal. Pada area non-endemik dan masyarakat yang
menggunakan garam beryodium, hipotiroid sporadic ternyata juga terjadi dengan
perbandingan 1:4.000 kelahiran hidup dan skrining biokemikal dengan
menggunakan penilaian TSH dan T4 dari sampel darah yang diambil dari tumit
neonates masih banyak digunakan.Wanita hamil yang mengkonsumsi obat anti-
tiroid akan melahirkan bayi dengan hipotiroid dan iodin radioaktif tidak boleh
13
diberikan pada wanita hamil.
Hipotiroid pada Orang Dewasa
Istilah myxoedema seharusnya digunakan pada kegagalan tiroid yang berat
dan tidak diaplikasikan pada defisiensi tiroid ringan. Adapun tanda-tanda dari
13
defisiensi tiroid meliputi:
1. Bradikardi
2. Ekstremitas yang dingin
3. Kulit dan rambut yang kering
4. Bengkak pada periorbital
5. Suara serak
6. Bradikinesis dan pergerakan yang lambat
7. Fase relaksasi yang terlambat pada hentakan pergelangan kaki

1. Kelelahan
2. Kelemahan mental
3. Intoleransi terhadap dingin
4. Peningkatan berat badan
5. Konstipasi
6. Gangguan menstruasi
7. Carpal tunnel syndrome

4
3. Struma Nodosa
Struma endemik, biasanya dalam bentuk struma nodosa atau struma
adenomatosa, terutama ditemukan di daerah pegunungan yang airnya kurang
mengandung yodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa dijumpai pada
16

keluarga tertentu. Etiologinya umumnya multifaktor. Biasanya tiroid sudah mulai


membesar pada usia muda, awalnya difus, dan berkembang menjadi multinodular.
Struma multinodular biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut, dan
perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia
dan bagian yang berinvolusi. Pada awalnya, sebagian struma multinodosa dapat
dihambat pertumbuhannya dengan pemberian hormone tiroksin.
Biasanya, penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak
mengalami hipo- atau hiper- tiroidisme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan
berkembang/berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degenerasi
jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Kerena pertumbuhan terjadi
secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain adanya
benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik. Sebagian besar
penderita struma nodosa dapat hidup dengan struma tanpa keluhan.
Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu pernafasan
karena pertumbuhannya ke arah lateral atau ke anterior, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan
bilateral seperti demikian dapat terlihat melalui foto Rontgen polos leher sebagai
“trakea pedang”. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan
trakea ke arah kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi
pernafasan. Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan gangguan pernafasan
dengan gejala stridor inspiratoar.
Secara umum, struma adenomatosa benigna, walaupun besar, tidak
menyebabkan gangguan neurologik, muskuloskeletal, vaskular, atau respirasi,
atau menyebabkan gangguan menelan akibat tekanan atau dorongan. Keluhan
yang sering timbul ialah rasa berat di leher, adanya benjolan yang bergerak naik
turun waktu menelan, dan alasan kosmetik. Jarang terjadi hipertiroidisme pada
struma adenomatosa.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda
keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan (lebih
cepat), dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan
jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens
17

(perubahan suara), trakea (dispnea), atau esophagus (disfagia). Adanya nodul


tunggal harus tetap mendapat perhatian karena dapat merupakan nodul koloid,
kistik, adenoma tiroid, dan atau suatu karsinoma tiroid.

13
Gambar 2.8 Nodul Koloid

13
Gambar 2.9 Multinodular Goiter
4. Tiroiditis
Merupakan inflamasi pada kelenjar tiroid, dapat terjadi secara akut, subakut,
atau kronik. Setiap tipe tiroiditis memiliki karakteristik berupa inflamasi, fibrosis,
14
atau infiltrasi dari limfosit pada kelenjar tiroid.
1. Tiroiditis Akut
Tiroiditis akut merupakan suatu gangguan yang jarang yang disebabkan
oleh infeksi pada kelenjar tiroid oleh bakteri, jamur, mikrobakteri, atau parasit.
18

Staphlococcus aureus atau stafilokokus jenis lainnya merupakan penyebab yang


paling sering. Infeksi ini biasanya menyebabkan nyeri dan bengkak pada leher
anterior, demam, disfagia, dan disfonia. Faringitis atau nyeri pada faring juga
sering muncul. Pada pemeriksaan sering ditemukan kelenjar tiroid yang teraba
14
hangat, eritema (kemerahan), dan teraba keras.
2. Tiroiditis Subakut
Tiroiditis subakut disebut juga subacute granulomatous thyroiditis
(deQuervain’s Thyroiditis) atau painless thyroiditis (silent thyroiditis atau
subacute lymphocytic thyroiditis). Tiroiditis subakut merupakan suatu gangguan
inflamasi pada kelenjar tiroid yang umumnya terjadi pada wanita usia 40-50
14
tahun. Tiroiditis subakut termasuk inflamasi akut yang mengenai seluruh
kelenjar tiroid, yang mungkin disebabkan oleh infiltrasi sel neutrofil yang disusul
4
oleh sel limfosit dan histiosit; jenis radang ini jarang ditemukan.
Adapun gambaran klinis dari tiroiditis subakut berupa pembesaran tiroid
sedang atau ringan yang sangat nyeri, disertai gejala dan tanda sistemik. Penyakit
ini biasanya mereda setelah beberapa minggu, tetapi sering kambuh kembali.
Umumnya penderita eutiroidisme, tetapi pada tahap akut mungkin terjadi
4
hipertiroidisme.
4
3. Tiroiditis Kronik
Tiroiditis kronik yang sering dijumpai adalah tiroiditis limfositik atau
tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto didapatkan infiltrasi limfosit ke
seluruh kelenjar tiroid yang menyebabkan destruksi progresif folikel kelenjar.
Dalam beberapa tahun terjadi atrofi kelenjar dengan fibrosis. Berbagai macam
antibody antitiroid dapat ditemukan dalamkadar tinggi di darah sebagai tanda
reaksi autoimun.
Penyakit ini cukup sering dijumpai dan lebih sering terjadi pada wanita.
Biasanya mulai pada usia dewasa dengan atau tanpa pembesaran tiroid. Jika
terdapat pembesaran tiroid, akan dirasakan sedikit nyeri, padat pada palpasi, dan
nyeri pada penekanan. Pada awalnya penderita eutiroidisme, kemudian berubah
secara bertahap menjadi hipotiroidisme yang memerlukan terapi substitusi dengan
sediaan hormon tiroid. Struma Hashimoto juga sering ditemukan asimetrik.
19

2.1.5.1 Neoplasma Jinak


Banyak jenis pertumbuhan dan tumor bisa berkembang di kelenjar tiroid.
Sebagian besar ini jinak (non-kanker) tapi yang lainnya ganas (kanker), yang
15
berarti mereka bias menyebar ke jaringan terdekat dan ke bagian tubuh lainnya.

Gambar 2.10. Tabel Tumor Tiroid menurut WHO (2004)

Adenoma tiroid biasanya terpisah-pisah. Dengan pengecualian yang jarang,


memang begitu berasal dari epitel folikuler dan mungkin semuanya disebut adenoma
folikular. Berbagai istilah telah diusulkan untuk mengklasifikasikan adenoma
berdasarkan derajat pembentukan folikel dan koloid isi folikel. Adenoma koloid
sederhana (adenoma makrofobik), umum bentuk, menyerupai jaringan tiroid normal;
yang lain melakukan rekapitulasi tahap dalam embryogenesis tiroid normal (janin
atau mikrofolokular, embrio atau trabekuler). Ada utilitas terbatas dalam hal ini
klasifikasi karena pola campuran biasa terjadi, dan sebagian besar tumor jinak ini
tidak fungsional Secara klinis, adenoma folikular bisa sulit dibedakan dari nodul
dominan hiperplasia folikular atau dari karsinoma folikuler yang kurang umum.
Sejumlah penelitian telah dilakukan memperjelas bahwa adenoma bukanlah
20

pelopor kanker kecuali dalam kasus yang jarang terjadi. Walaupun sebagian besar
adenoma tidak berfungsi, sebagian kecil menghasilkan hormon tiroid dan
menyebabkan tirotoksikosis yang jelas secara klinis. Produksi hormon dalam
adenoma fungsional ("toksik adenoma ") terjadi terlepas dari stimulasi TSH dan
merupakan contoh tiroid lainnya otonomi, analog dengan goiter beracun
16
multinodular.

2.1.5.2 Neoplasma Ganas


Jenis utama dari kanker tiroid adalah:
• Diferensiasi (termasuk sel papiler, folikular dan galur)
• Medullary
• Anaplastik (tumor yang tidak berdiferensiasi agresif)

Sebagian besar kanker tiroid adalah kanker yang terdiferensiasi. Sel-sel di


kanker ini terlihat sangat mirip jaringan tiroid normal bila dilihat dengan
mikroskop. Kanker ini berkembang dari sel tiroid tiroid. Ini dijelaskan di bawah
15
ini.

Kanker papiler (PTC)

Sekitar 8 dari 10 kanker tiroid adalah kanker papiler (disebut juga karsinoma
papiler atau adenokarsinoma papiler). Kanker papiler cenderung tumbuh sangat
perlahan dan biasanya berkembang hanya dalam satu lobus kelenjar tiroid. Meskipun
mereka tumbuh secara perlahan, kanker papiler sering menyebar ke kelenjar getah
bening di leher. Tetap saja, ini kanker yang telah menyebar ke kelenjar getah bening
sering dapat diobati dengan sukses dan jarang fatal.

Ada beberapa subtipe kanker papiler. Dari jumlah tersebut, subtipe folikel
(juga disebut varian papilary-follicular campuran) paling sering terjadi. Bentuk
papiler yang biasa kanker dan subtipe folikel memiliki prognosis baik yang sama
saat ditemukan awal, dan mereka diperlakukan dengan cara yang sama. Subtipe
lain dari karsinoma papiler (kolumnar, sel tinggi (tall cell), insular, dan sclerosing
15
diffuse) tidak begitu umum dan cenderung tumbuh dan menyebar lebih cepat.
21

Gambaran makroskopik : konsistensi keras, keputihan, permukaan yang


dipotong granular dengan kemungkinan kalsifikasi. Gambaran histopatologi
karakteristik adalah ditemukannya sturtur papiler dari sel-sel ganas, yang uniform
baik ukuran maupun intinya. Kadang-kadang tipe ini disertai adanya folikuler atau
spamoma bodies (40-50%) ditengah-tengah struktur yang papiler. Sel raksasa juga
10
sering ditemukan.

Kanker folikular (FTC)

Kanker folikular, juga disebut karsinoma folikuler atau folikular


adenokarsinoma, adalah jenis yang paling umum berikutnya, membentuk sekitar 1
dari 10 tiroid kanker. Hal ini lebih sering terjadi di negara-negara di mana orang
tidak mendapatkan cukup yodium dalam mereka diet. Kanker ini biasanya tidak
menyebar ke kelenjar getah bening, tapi bisa menyebar ke yang lain bagian tubuh,
seperti paru-paru atau tulang. Prospek (prognosis) untuk folikel kanker tidak
15
begitu bagus seperti kanker papiler, meski masih sangat baik kebanyakan kasus.

Penyebaran terutama melalui sistem vaskuler (hematogen), metastasis jauh


ke tulang, organ-organ visceral seperti hati, paru-paru dan kulit, jarang ke kelenjar
getah regional. Kemungkinan untuk mengalami transformasi menjadi karsinoma
anaplastik dua kali lebih besar dari tipe adenokarsinoma papiler. Diduga ada
hubungan dengan keadaan goiter endemic. Subtipe karsinoma folikuler : Hurtle
10
cell carcinoma dan insular carcinoma.

Histopatologi, makroskopik tumor mengandungi sel-sel folikel neoplastik,


yang secara keseluruhan mempunyai komponen solid, trabekular atau follicular
growth patern (umumnya memproduksi microfollicle). Sel-sel folikel pada tumor
ini tidak mempunyai karakteristik yang khas seperti pada karsinoma papiler.
Diagnosis jenis kanker folikuler didasarkan pada ada tidaknya invasi sel tumor ke
kapsul tiroid atau pembuluh darah. Ada tiga macam invasi sel yaitu :

1. Invasi minimal ( encapsulated ): invasi hanya pada kapsul


2. Invasi moderate : ditemukan angioinvasi
3. Invasi luas : invasi pada kapsul dan pembuluh darah (ekstensi).
22

Penderita dengan adenoma folikuler benigna memerlukan pemantauan, karena ada


10
kemungkinan bagian yang merupakan tanda keganasan tidak terlihat pada seksi.

Hurthle kanker sel

Jenis ini juga dikenal sebagai karsinoma sel oxyphil. Tentang 3% kanker
tiroid tipe ini. Lebih sulit untuk menemukan dan mengobati. Karakteristik
makroskopik berupa adanya sel-sel poligonal dan hiperkromatik. Insidensi
10,15
metastasis ke kelenjar getah bening sedikit lebih tinggi dibanding FTC.

Karsinoma tiroid medullary (MTC)

MTC menyumbang sekitar 4% kanker tiroid. Ini berkembang dari sel C


kelenjar tiroid, yang biasanya membuat kalsitonin, hormon itu membantu
mengendalikan jumlah kalsium dalam darah. Terkadang kanker ini bisa menyebar
ke kelenjar getah bening, paru-paru, atau hati bahkan sebelum nodul tiroid
15
ditemukan.

Banyak mengandungi amiloid, yang merupakan sifat khasnya.


Mikroskopis terlihat adanya hiperplastik sel C yang mengandung immunoreaktif
kalsitonin. Kalsitonin dapat diukur dengan radioimmunoassay dapat digunakan
10
untuk screening atau follow up penyakit ini.
15
Jenis kanker tiroid ini lebih sulit ditemukan dan diobati, ada 2 jenis MTC:

• Sporadis MTC, yang menyumbang sekitar 8 dari 10 kasus MTC,


tidak diwariskan (artinya tidak berjalan dalam keluarga). Hal ini
terjadi terutama pada orang dewasa yang lebih tua dan
mempengaruhi hanya satu lobus tiroid.
• Familial MTC diwariskan dan 20% sampai 25% dapat terjadi pada
setiap generasi keluarga. Kanker ini sering berkembang selama
masa kanak-kanak atau awal masa dewasa dan bisa menyebar lebih
awal Penderita biasanya memiliki kanker di beberapa daerah lobus.
Familial MTC sering dikaitkan dengan peningkatan risiko jenis
tumor lainnya.
23

Anaplastik (tidak berdiferensiasi) kanker tiroid

Anaplastic carcinoma (juga disebut undifferentiated carcinoma (UTC))


adalah bentuk tiroid yang jarang, membuat sekitar 2% dari semua kanker tiroid.
Hal ini diperkirakan kadang berkembang dari kanker papiler atau folikel yang ada.
Kanker ini disebut tidak berdiferensiasi karena sel kanker tidak terlihat sangat
mirip sel tiroid normal di bawahnya mikroskop. Kanker ini sering menyebar
15
dengan cepat ke leher dan ke bagian lain tubuh, dan sangat sulit untuk diobati.

Perjalanan penyakit ini cepat dan biasanya fatal. Penyebaran melalui


sistem getah bening dan bermetastasis jauh. Dalam beberapa minggu atau bulan
sudah menyebabkan keluhan akibat penekanan dan invasi karsinoma berupa
gejala obstruksi pernafasan atau obstruksi esophagus. Keadaan umum cepat
10
menurun dan tumor cepat mengadakan metastasis jauh.

Subtipe kanker ini secara histopatologi terdiri dari anaplastic spindle cell,
giant cell dan small cell. Ke-3 sel ini menunjukkan aktivitas mitosis yang tinggi,
fokus nekrosis yang luas dan inflitrasi yang nyata. Dengan pewarnaan
immunohistokimia sering menunjukkan ekspresi keratin positif dan terkadang
10
positif pada tiroglobulin.

Limfoma Maligna

Limfoma maligna primer di tiroid berjumlah 1% dari semua kanker tiroid.


Limfoma dapat primer maupun sekunder.. Tipe yang dominan aalah Non Hodgkin
Limfoma umunya terjadi pada wanita tua (dekade 7) yang menderita tiroiditis
Hashimoto. Gambaran klinis hamper sama dengan UTC, berupa massa di leheryang
tumbuh cepat dengan gejala dispagia dan disponia. Histologik, berupa gambaran sel
10
yang monomorfik dan non-kohesif dengan pewarnaan yang positif CD20.

Thyroid Kanker Kurang Umum

Kurang dari 4% kanker yang ditemukan di tiroid adalah limfoma tiroid,


15
sarkoma tiroid, atau tumor langka lainnya.
24

Sarkoma

Sarkoma pada kelenjar tiroid sangat jarang. Biasanya merupakan tumor


yang sangat agresif serupa dengan karsinoma anaplastik. Sel tumor berasal dari
stroma atau vaskular dalam kelenjar. Tipe yang pernah dilaporkan adalah
15
angiosarkoma dan leimiosarkoma.

Kanker paratiroid

Dibalik, namun melekat pada, kelenjar tiroid adalah 4 kelenjar kecil yang
disebut paratiroid. Itu kelenjar paratiroid membantu mengatur kadar kalsium
tubuh. Kanker paratiroid kelenjar sangat jarang - mungkin ada kurang dari 100
15
kasus setiap tahun di United States.

Kanker paratiroid sering ditemukan karena menyebabkan kadar kalsium


darah tinggi. Ini membuat seseorang lelah, lemah, dan mengantuk. Hal ini juga
bisa membuat anda buang air kecil (kencing) banyak, menyebabkan dehidrasi,
yang bisa membuat kelemahan dan kantuk parah. Gejala lain meliputi nyeri tulang
15
dan patah tulang, nyeri akibat batu ginjal, depresi, dan sembelit.

Kanker paratiroid yang lebih besar juga dapat ditemukan sebagai nodul di
dekat tiroid. Tidak penting berapa besar nodulnya, satu-satunya perawatan adalah
dengan mengeluarkannya secara operasi. Kanker paratiroid jauh lebih sulit
15
disembuhkan daripada kanker tiroid.

2.2 Kanker Tiroid

2.2.1 Definisi Kanker Tiroid

Kanker tiroid merupakan kanker yang berasal dari sel folikel tiroid.
Keganasan tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik,
yaitu bentuk papilar, folikular, atau campuran keduanya, karsinoma medular yang
berasal dari sel parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin, dan kasrsinoma
4
berdiferensiasi buruk/ananplastik.
25

2.2.2 Epidemiologi Kanker Tiroid

Prevalensi kanker tiroid adalah 10-30% dari nodul tiroid secara


keseluruhan (nodul tunggal dan multipel). Kanker tiroid merupakan keganasan
endokrin yang tersering dan diperkirakan 3% dari seluruh keganasan manusia.
Mayoritas kasus (70%) terjadi pada wanita. Insiden pertahun di Amerika Serikat
68/satu juta penduduk. Insiden tertinggi di Hawai (119/ satu juta wanita dan 45/
satu juta pria). Menurut data dari American Cancer Society, penderita kanker
tiroid di Amerika Serikat pada tahun 2014 berjumlah 62.980 kasus baru, dan
terdapat 1.890 kematian diakibatkan karena kanker tiroid. Di Departemen THT
FKUI RSCM tercatat 32 kasus keganasan tiroid selama tahun 2012. Di Indonesia
dari registrasi Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia didapatkan
6,10
kanker tiroid menempati urutan ke-9 dari 10 kanker terbanyak (4,43%).
Kanker tiroid sering terjadi pada kelompok usia muda. Menurut beberapa
literatur, onsetnya menunjukkan kurva bell-shaped dengan insiden tertinggi pada
dekade dua, tiga dan empat kehidupan. Pada dua dekade terakhir, terjadi
peningkatan insiden pada dekade empat dan kelima kehidupan. Peningkatan ini
mungkin berhubungan dengan penemuan tumor pada studi imaging untuk
kepentingan lain. Kanker Tiroid umumnya tergolong tumor dengan pertumbuhan
dan perjalanan penyakit yang lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah.
Mortalitas paling rendah pada individu dengan usia dibawah 50 tahun dan
meningkat tajam pada usia dibawah 50 tahun dan meningkat tajam pada usia
diatasnya. Namuan sebagian kecil adapula yang tumbuh cepat dan sangat ganas
dengan prognosis yang fatal. Angka kematian akibat karsinoma tiroid hanya 0.4%
17
dari semua kematian akibat kanker atau berkisar 5/ satu juta penduduk pertahun.

Insidensnya lebih tinggi di negara endemk struma, terutama jenis folikular


dan jenis berdferensiasi buruk/ananplastik. Nodul tiroid dapat dijumpai pada semua
usia. Insidensnya meningkat seiring dengan meningkatnya isoa, dengan pucaknya
pada usia antara 25-40 tahun. Nodul tiroid didapatkan pada 5-8% populasi; wanita 2-4
kali lebih sering mengalami nodul ini daripada laki-laki. Risiko karsinoma pada
26

benjolan tunggal tiroid bervariasi 2,5-4,3%. Terdapat perbedaan pada proporsi


4
antara karsinoma papiler dan folikular.

2.2.3 Faktor Risiko dan Patogenesis Kanker Tiroid

Terdapat beberapa faktor risiko terkait karsinoma tiroid, diantaranya goiter,


paparan radiasi, tiroiditis limfositik, faktor hormonal dan faktor herediter (genetik).
Goiter merupakan proliferasi kelenjar tiroid yang dapat terkait kondisi eutiroid, hipo-
maupun hipertiroid akibat penyakit primer pada tiroid maupun rangsangan sekunder
oleh faktor hormonal maupun faktor lain. Di Indonesia, beberapa wilayah masih
tercatat sebagai daerah endemis goiter akibat rendahnya asupan iodium. Adapula
kasus goiter dengan etiologi yang belum jelas diketahui, dikenal sebagai goiter
sporadik diyakini berkaitan dengan faktor biologis intrinsik (prevalensi goiter lima
hingga sepuluh kali lipat lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki),
18,19
goitrogen alami, merokok, defisiensi zinc atau selenium dan stress emosional.

Goiter dapat menimbulkan hiperplasia yang bersifat difusa maupun noduler


(nodul tunggal dan multipel) dan dipercaya mempengaruhi peningkatan insiden
kanker tiroid. Analisis klonal telah dimanfaatkan dalam membedakan hiperplasia
dengan neoplasia, dimana hiperplasia digolongkan sebagai proliferasi yang bersifat
poliklonal sedangkan neoplasia merupakan proliferasi monoklonal dari sel yang
mengalami transformasi genetik. Pada tiroid, ditemukan perubahan pola monoklonal
pada kelompok nodul yang sebelumnya merupakan nodul hiperplastik. Mekanisme
bagaimana perubahan poliklonal menjadi monoklonal ini merupakan interaksi antara
faktor risiko goiter dan adanya predisposisi genetik yang selanjutnya menciptakan
lingkungan mutagenik yang ditandai oleh peningkatan proliferasi sel disertai
pembentukan radikal bebas yang memicu adanya mutasi somatik tirosit. Klonal tumor
terbentuk jika defek genetik tidak dapat diperbaiki. Pada kondisi ini, mutasi
merupakan pencetus proliferasi sel. Goiter meningkatkan risiko karsinoma tiroid
18,19
sebanyak dua setengah kali lipat.

Ditemukan bahwa insiden Kanker Tiroid Folikuler lebih tinggi terjadi pada
area goiter endemik yang berkaitan dengan rendahnya asupan iodium. Sedangkan
insiden Kanker Tiroid Papiler lebih sering berkaitan dengan goiter sporadik pada
27

area dengan asupan iodium yang cukup. Sebuah penelitian eksperimental pada
hewan coba yang sebelumnya dengan asupan iodium rendah kemudian diberikan
suplementasi iodium didapatkan terjadinya perubahan morfologi folikuler menjadi
papiler. Hal ini menunjukkan peranan kadar iodium lebih penting dalam
memodulasi morfologi tumor daripada inisiator pada karsinogenesis tiroid. Jika
propilaksis iodium diberikan, maka terjadi penurunan rata-rata TSH (Thyroid
Stimulating Hormone) serum dan peningkatan perbandingan rasio struktur papiler
: folikuler. Selain itu peningkatan iodium juga berkaitan dengan frekuensi mutasi
BRAF dengan mekanisme yang belum diketahui dan baru dibuktikan melalui
18,20
beberapa studi epidemiologi.

Radiasi meningkatkan risiko karsinoma tiroid hingga enam kali lipat.


Paparan radiasi menyebabkan terjadinya tata ulang kromosom yang
menghidupkan aktivitas gen secara berlebih, memicu instabilitas genomik melalui
mekanisme langsung maupun tak langsung, menyebabkan perubahan awal genetik
yang melibatkan jalur sinyal mitogen activated protein kinase (MAPK). Aktivasi
onkogenik sinyal MAPK selanjutnya meningkatkan instabilitas genomik, memicu
perubahan lanjut genetik yang melibatkan jalur sinyal lainnya, regulator siklus sel
dan berbagai molekul adesi. Instabilitas genomik dan perubahan genetik secara
18,20
bersama-sama memicu progresi karsinoma tiroid.

Gambar 2.11 Patogenesis Kanker Tiroid


28

Infiltrat limfosit seringkali dijumpai pada Kanker Tiroid Papiler,


mengindikasikan faktor imunologis yang terlibat dalam progresi Kanker Tiroid
Papiler. Limfositik tiroiditis seperti pada tiroiditis Hashimoto maupun autoimun
memicu tidak hanya melalui peningkatan level TSH tetapi juga dengan
memproduksi berbagai sitokin proinflamasi dan tekanan oksidatif yang
18
meningkatkan tumorigenesis tiroid.
Terrjadinya kasus kanker tiroid yang dua hingga empat kali lebih sering
pada wanita menunjukkan bahwa hormon pada wanita mengatur karsinogenesis
tiroid. Beberapa penelitian melaporkan bahwa reseptor estrogen diekspresikan
oleh sel-sel epitel folikel, sehingga pada pasien pemakai kontrasepsi oral maupun
yang menjalani terapi estrogen rentan mengalami karsinoma tiroid karena
estrogen dapat memicu proliferasi sel epitel folikel. Faktor lain seperti pada
kehamilan terjadi peningkatan hormon tiroid serum dan estrogen yang mendukung
peranan estrogen dalam karsinogenesis tiroid. Penelitian terbaru menyebutkan
bahwa estrogen dapat meningkatkan ekspresi reseptor estrogen α (ERα) pada sel
Kanker Tiroid Papiler non anaplastik, meningkatkan proliferasi sel dan
menghambat ekspresi protein pro-apoptosis. Sinyal estrogen berkaitan dengan
Kanker Tiroid Papiler yang tidak agresif, dengan diferensiasi dan prognosis yang
baik. Hal ini terjadi karena pada mayoritas Kanker Tiroid Papiler, efek proliferasi
18
ERα akan dihambat oleh ekspresi dominan reseptor estrogen β (ERβ).
Risiko karsinoma tiroid meningkat hingga enam kali lipat jika orang tua
atau saudara mengalami karsinoma tiroid, hal ini menunjukkan adanya peranan
faktor herediter. Bentuk idiopatik familial non-medullary thyroid carcinoma
ditemukan pada 3,5-6,2% kasus karsinoma tiroid. Karsinoma tiroid familial
berkaitan dengan beberapa sindrom tumor seperti gen adenomatous polyposis coli
(APC), Cowden disease (terkait mutasi gen PTEN/ Phosphatase with tensin
homology gene), sindrom Werner (terkait mutasi gen WRN) serta karsinoma sel
renal papiler (terjadi kerentanan pada lokus 1q21) dan goiter multinoduler familial
18
(kerentanan pada lokus 19p13.2).
29

2.2.4 Patofisiologi, Gejala dan Tanda Klinis Kanker Tiroid

4
Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 di antara 10 kanker
terbanyak. Karsinoma tiroid merupakan sekitar 3-5% dari semua keganasan.
Insidensnya lebih tinggi di negara endemik struma, terutama jenis folikular dan
jenis berdiferensiasi buruk/anaplastik. Nodul tiroid dapat dijumpai pada semua
usia. Insidensnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia, dengan
puncaknya pada usia antara 21-40 tahun. Nodul tiroid didapatkan pada 5-8%
populasi; wanita 2-4 kali lebih sering mengalami nodul ini daripada laki-laki.
Beberapa kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa suatu tumor tiroid
diperkirakan bersifat ganas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.1. Ramalan keganasan pada kelenjar tiroid (menurut Riccabona) :
1. Umur < 20 tahun dan > 50 tahun
2. Riwayat terpapar radiasi leher pada masa kanak-kanak
3. Pembesaran kelenjar tiroid yang cepat
4. Struma dengan suara parau
5. Disfagia
6. Nyeri spontan
7. Riwayat keluarga menderita kanker
8. Struma hiperplasia yang tetap membesar setelah diobati dengan tiroksin
9. Sesak napas

Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Keganasan tiroid


dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, yaitu bentuk
papilar, folikular, atau campuran keduanya, karsinoma medular yang berasal dari
sel parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin (APUD-oma), dan karsinoma
berdiferensiasi buruk/anaplastik. Karsinoma sekunder pada kelenjar tiroid sangat
jarang dijumpai. Perubahan dari struma endemik menjadi karsinoma aplastik
dapat terjadi terutama pada usia lanjut. Fokus karsinoma tampaknya muncul
secara de novo di antara nodul dan bukan di dalamnya.
30

Kebanyakan karsinoma tiroid bermanifestasi sebagai struma mononodular


dan multinodular. Sekitar 25% nodul tunggal yang muncul merupakan karsinoma
tiroid. Oleh karena itu, jika menghadapi penderita dengan nodul tiroid tunggal,
perlu dipertimbangkan faktor risiko, dan ciri keganasan lain (lihat Tabel 2 dan 3).
Diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB), kecuali
pada karsinoma folikular.
Tabel 2.2. Diagnosis banding nodul tiroid ganas dan jinak
Ganas Jinak
Usia <40 tahun >40 tahun
Kelamin Laki-laki Perempuan
Benjolan Tunggal Multipel
Lamanya Baru Lama
Terapi supresi Mungkin berpengaruh Ada kemungkinan
Diagnosis radioaktif Dingin/fungsi (-) regresi
Ultrasonografi Padat Fungsi (-) atau (+)
lain-lain Pernah radiasi leher Mungkin kista
-

Tabel 2.3. Risiko dan diagnosis keganasan nodul tiroid tunggal


1. Risiko pada pria lebih tinggi
2. Bila diet yodium cukup, risiko lebih kecil (dataran rendah, konsumsi ikan)
3. Defisiensi yodium (di pegunungan) membuat risiko lebih besar
4. Usia muda (risiko keganasan sekitar 30%)
5. Anamnesis radiasi masa muda (risiko tinggi)
6. Sidik yodium: nodul dingin
• Adenokarsinoma
• Kista adenomatosa (jinak)
7. Ultrasonografi untuk membedakan nodul padat dan kista
8. Biopsi aspirasi jarum halus biasa menentukan diagnosis
31

Untuk menentukan stadium karsinoma tiroid, biasanya digunakan


klasifikasi TNM yang menggambarkan tahap pertumbuhan dan penyebarannya
(lihat Tabel 4).
Tabel 2.4. Klasifikasi TNM karsinoma tiroid
T. Tumor primer
T0 Tidak terbukti tumor primer
T1 <1 cm
T2 1-4 cm
T3 >4 cm
T4 Tumor (biarpun kecil) menembus sampai tiroid

N. Kelenjar getah bening regional


N0 Tidak ditemukan
N1 Pembesaran (dapat dipalpasi)
N1a Hanya ipsilateral
N1b Kontralateral, bilateral, garis tengah, atau mediastinum
M. Metastasi jauh

M0 Tidak ada
M1 Ada

4.1. Adenokarsinoma Papilar


Adenokarsinoma papilar merupakan 80-85% dari seluruh keganasan pada
kelenjar tiroid. Karsinoma tipe ini dapat terjadi pada semua umur, dengan pucak
kejadian pada usia 40-49 tahun. Karsinoma ini merupakan karsinoma tiroid yang
bersifat kronik, tumbuh lambat, dan mempunyai prognosis paling baik di antara jenis
karsinoma tiroid lainnya. Walaupun telah ada metastasis limfogen di leher, dengan
pengobatan yang baik , dapat dicapai ketahanan hidup sampai 20 tahun atau lebih.
Karena tumbuh lambat dan penyebarannya di luar tiroid juga lambat, sukar untuk
menilai keberhasilan berbagai cara teknik pembedahan atau penanganan lain. Faktor
yang membuat prognosis baik ialah usia di bawah 40 tahun, wanita, dan jenis
32

histologik papilar. Penyebaran limfogen tidak terlalu mempengaruhi prognosis.


Faktor yang membuat prognosis kurang baik adalah usia di atas 45 tahun serta
grade tumor T3 dan T4. Tumor ini jarang bermetastasis secara hematogen, tetapi
pada 10% kasus dapat bermetastasis jauh.
Secara makroskopis, adenokarsinoma papiler tipe tiroid merupakan tumor
tidak berkapsul, berbatas tegas dengan jaringan tiroid normal, kadang didapatkan
gambaran kistik, kalsifikasi atau osifikasi. Delapan belas multisentris dan sering
didapatkan pada kedua lobus. Sebagian besar disertai pembesaran kelenjar getah
bening regional di leher.
DIAGNOSIS. Pada anamnesis, dijumpai keluan tentang benjolan pada
leher bagaian depan, Benjolan tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan oleh
penderita sendiri atau oleh orang lain. Benjolan membesar dengan sangat lambat,
dan jika terjadi cepat, harus dicurigai sebagai degenerasi kistik atau karsinoma
aplastik. Yang terakhir ini umumnya disertai dengan tanda penekanan terhadap
organ dan struktur di sekitarnya. Pada anamnesis, juga harus ditanyakan adanya
faktor risiko karsinoma tiroid.
Kadang terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher bagian lateral,
yaitu grup juguler. Penyebaran ke kelenjar getah bening di bagian kranial kutub
atas tiroid akan menimbulkan yang dahulu dikenal sebagai tiroid aberans. Tumor
primernya biasanya tidak dikeluhkan dan tidak dapat ditemukan secara klinis. Bila
tumor cukup besar, akan timbul keluhan karena desakan mekanis pada trakea dan
esofagus atau hanya timbul rasa mengganjal di leher.
PEMERIKSAAN FISIK. Tumor biasanya dapat dilihat dan dipalpasi
dengan mudah. Yang khas untuk tumor tiroid adalah tumor ikut dengan gerakan
menelan. Akan tetapi, pada stadium yang telah lanjut yang telah berinfiltrasi ke
jaringan sekitar, tumor menjadi terfiksasi, dan sering kali tidak lagi bergerak pada
waktu menelan. Hal ini sering menjadi indikator bahwa tumor sudah tidak dapat
diangkat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG. Ultrasonografi dilakukan untuk
membedakan nodul kistik atau padat, dan untuk menentukan volume tumor.
Pemeriksaan Roentgen berguna untuk melihat dorongan, tekanan, dan penyempitan
33

pada trakea, serta membantu diagnosis dengan melihat adanya kalsifikasi di dalam
jaringan tiroid. Foto thoraks dibuat untuk melihat kemungkinan ekstensi struma ke
retrosternum dan penyebaran karsinoma tiroid ke mediastinum bagian atas atau ke
paru.
Pemeriksaan CT-scan bermanfaat terutama pada karsinoma tiroid stadium
lanjut, yaitu untuk melihat ekstensi tumor ke jaringan sekitar, adanya pembesaran,
dan metastasis pada kelenjar getah bening leher. CT-scan juga berguna untuk
merencanakan pembedahan, tetapi tidak dapat membedakan ganas atau jinaknya
suatu nodul tiroid jika belum terjadi infiltrasi ke jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan bahan radioaktif
yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang ditangkap oleh nodul tiroid,
dikenal adanya nodul dingin, yaitu nodul yang tidak menangkap atau sedikit
menangkap yodium dibandingkan dengan sel kelenjar normal. Nodul hangat
menangkap yodium radioaktif sama banyak dengan sel kelenjar normal, dan nodul
panas menangkap yodium radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiler biasanya
kurang atau sama sekali tidak menangkap yodium.
Biopsi insisi tidak dianjurkan pada karsinoma tiroid yang layak bedah.
Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) merupakan cara diagnosis yang sangat baik
dan sederhana. Ketepatan diagnosis sangat bergantung pada teknik pengambilan,
persiapan slide, kejelian serta pengalaman ahli patologi di bidang sitologi.

Gambar 2.12 Gambaran histopatologi Adenokarsinoma Papilar


34

4.2. Adenokarsinoma Folikuler


Karsinoma folikuler pada umumnya timbul pada usia lebih tua, paling
sering pada usia 50-59 tahun dan jarang terjadi pada usia kurang dari 30 tahun.
Angka kejadiannya lebih jarnag daripada kejadian karsinoma papilar, yaitu 5-20%
dari semua keganasan tiroid di daerah non-endemik. Kadang ditemukan adanya
tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak atau humerus, yang merupakan
metastasi sjauh dari adenokarsinoma folikular yang tidak ditemukan karena kecil
(occult) dan tidak bergejala.

Gambar 2.13 Gambaran Histopatologi Adenokarsinoma Folikular

4.3. Adenokarsinoma Medular


Karsinoma medular merupakan 5-10% dari semua keganasan pada kelenjar
tiroid, sering sebagai bagian dari multiple endocrine neoplasia dan sebagian besar
bilateral. Tumor ini berasal dari sel parafolikular yang memproduksi kalsitonin.
MEN tipe 2a (sindrom sipple) sering disertai dengan hiperparatiroidisme dan
feokromasitoma, sedangkan MEN tipe 2b disertai feokromasitoma dan adanya
neuromatosis mukosa pada bibir dan lidah, ganglioneuromatosis usus, dan
gambaran deformitas marfanoid pada tulang rangka. Bentuk penyakit familir non-
MEN tidak disertai dengan gangguan ekstratiroid. Bentuk ini sering dijumpai pada
orang dewasa dan memiliki prognosis yang jelek.
Adenokarsinoma medular berasal dari sel parafolikular atau sel C yang
memproduksi tirokalsitonin. Kadang dihasilkan pula CEA (carcinoembryonic
antigen). Tumor adenokarsinoma medular berbatas tegas dan kerasa pada perabaan.
Tumor ini terutama didapat pada usia di atas 40 tahun, tetapi juga ditemukan pada
usia yang lebih muda bahkan pada anak, dan biasanya disertai gangguan endokrin
35

lainnya. Bila dicurigai adanya adenokarsinoma medular, dilakukan pemeriksaan


kadar kalsitonin darah sebelum dan sesudah perangsangan dengan suntikan
pentagastrin atau kalsium. Kalsitonin, juga merupakan hormon, dapat
dipergunakan sebagai alat skrining pada keluarga dengan karsinoma medular.

Gambar 2.14 Gambaran Histopatologi Adenokarsinoma Medular

4.4. Adenokarsinoma Anaplastik


Karsinoma anaplastik didapatkan pada 5-15% dari keganasan tiroid dan
lebih sering ditemukan pada dekade 6 sampai 8 kehidupan, khsusnya wanita. Pada
umumnya berawal dari pembesaran kelenjar tiroid yang sudah ada dalam waktu
lama, tiba-tiba membesar dengan cepat dan disertai nyeri yang menjalar ke telinga
dan suara parau. Tumor ini sangat ganas, terdapat terutama pada usia lanjut, dan
lebih banyak pada wanita. Tumor tumbuh progresif, mengadakan invasi ke
struktur sekitarnya. Sebagian tumor terjadi pada struma nodosa lama yang
kemudian membesar dengan cepat. Tumor ini sering disertai nyeri dan nyeri alih
ke daerah telinga dan suara serak karena infiltrasi ke n. rekurens. Biasanya waktu
penderita datang sudah terjadi penyusupan ke jaringan sekitarnya, seperti laring,
faring, dan esofagus sehingga prognosisnya buruk. Karsinoma anaplastik
memiliki prognosis yang jelek dan sebagian besar meninggal dalam waktu satu
tahun esejak pertama kali didiagnosis. Insular carcinoma merupakan salah satu
varian karsinoma anaplastik yang memiliki prognosis lebih baik daripada bentuk
klasik. Karakteristik insular carcinoma yaitu sel yang membentuk pulau-pulau,
131
karena memiliki kemampuan mengambil I .
36

Pada anamnesis ditemukan struma yang telah diderita cukup lama dan
kemudian membesar dengan cepat, disertai rasa nyeri dan penekanan terhadap,
atau infiltrasi ke, organ dan struktur. Salah satu gejala yang mungkin timbul
adalah suara menjadi parau pada penerita struma nodosa yang sudah lama, maka
harus dicurigai adanya degenerasi maligna, yaitu karsinoma anaplastik.
Pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen toraks, leher dan seluruh tulang
dilakukan untuk mencari metastasis ke organ tersebut.

Gambar 2.15 Gambaran Histopatologi Adenokarsinoma Anaplastik

4.5. Tumor sel Hϋrtle


Tumor sel Hϋrtle merupakan 5% dari seluruh keganasan tiroid dan sering
bilateral. Sel Hϋrtle, disebut juga sel eosinofilik, onkosit, atau sel oksifil,
merupakan sel bulat dengan granula eosinofilik halus pada sitoplasma yang
menunjukkan banyaknya mitokondria. Tumor ganas ditandai dengan invasi pada
kapsul dan pembuluh darah, bahkan pada jaringan di luar kelenjar tiroid, dan
sering disertai metastasis ke kelenjar getah bening leher.

4.6. Limfoma
Limfoma primer pada kelenjar tiroid merupakan 5% dari seluruh kasus
limfoma dan merupakan 10% dari keganasan pada tiroid. Biasanya ditandai dengan
tumor pada kelenjar tiroid yang membesar dengan cepat, terutama pada penderita
yang sebelumnya sudah menderita struma multinodosa atau tiroiditis limfositik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa padat, keras atau agak kenyal,
sering terfiksasi dan tidak nyeri. Biasanya massa cukup besar dan sering disertai
tanda-tanda hipotiroidisme.
37

Untuk diagnosis tumor non-Hodgkin dilakukan biopsi, baik biopsi terbuka


maupun dengan FNAB. Secara histologis, sebagian besar limfoma tiroid
merupakan non-Hodgkin’s lymphoma derajat keganasan tinggi dengan varian
terbanyak merupakan small-cell noncleaved type dan large-cell noncleaved
follicular cell type. Jaringan tiroid normal digantikan oleh gambaran jaringan
tumor yang homogen dengan sisa-sisa jaringan tiroid yang atrofi.

4.7. Keganasan lain


Karsinoma epidermoid (diperkirakan sebagai varian karsinoma anaplastik)
dan sarkoma jarang sekali ditemukan pada kelenjar tiroid. Tumor sekunder jarang
dijumpai pada kelenjar tiroid. Karsinoma ginjal, ovarium, dan payudara
bermetastasis ke kelenjar tiroid.

2.2.5 Biomolekuler Kanker Tiroid

Dalam dekade terakhir, kita dapat mengetahui perkembangan dari Biologi


molekuler dan genetik. Akumulasi data terbaru telah menemukan aplikasi klinisi
yang penting untuk massa depan. Kemajuan ilmu dalam penelitian tentang biologi
molekuler tiroid tidak hanya memberi tahu tentang penyakit tiroid tetapi
bagaimana cara nya mengdiangnosis secara akurasi serta terapi yang pontensial
terhadap kanker tiroid. Mayoritas kanker tiroid dapat terbagi atas sel folikular dan
klasifikasi sebagai kanker tiroid undifferentiated. Diangnosis pada kanker tiroid
21
dapat dilakukan secara biopsi pada benjolan atau operasi terhadap benjolan.

Secara histologi kanker tiroid dapat dibagi menjadi papillary carcinoma,


follicular carcinoma, medullary thyroid carcinoma, anaplastic thyroid carcinoma,
21
primary lymphoma tiroid dan primary sarcoma tiroid.

Tujuan dari pembelajaran biologi molekuler adalah mengidentifikasi


aktifasi dari oncogen seperti serine/threonine-kinase B-type Raf kinase (BRAF),
22
rat sarcoma viral oncogene (RAS).
38

Penelitian terhadap varias molekul yang bermutasi pada kanker tiroid salah
satu contoh nya adalah BRAF dan Gen RAS ( KRAS,HRAS,NRAS) sebagai
mana diketahui bahwa PTC reseptor dari tyrosine kinase (TRK) memiliki
hubungan yang dapat terdeteksi melalui jalur MAPK dimana dapat kita temukan
pada kanker papillary tiroid (PTC) dan mutasi RAS pada poliferasi gen 8- atau
peroxisome yang teraktifasi pada reseptor gamma (PAX8-PPARɤ) yang
berhubungan dengan identifikasi kanker folikular. Lipid kinase
phosphatidylinostol -3- kinase (PI3K/AKT) jalur yang memiliki sinyal yang
berbeda dari kanker tiroid . Adanya mutasi gen dari TP53 DAN cateninβ 1
(CTNNB1) yang terdapat pada poorly differentiated dan kanker anplastik, dimana
23
point mutasi terhadap lokasi pada RET terdapat di kanker tiroid medula.

Yang termasuk pada pemeriksan marker yaitu galectin-3, Hector Battifora


Mesothelial cell (HBME-1), human telomerase reverse transcriptase(Htert),
24
telomerase, microRNA.

Teori Mekanisme Pada Kanker Tiroid

Teori pada kanker tiroid yaitu multistep carcinogenesis. Pada dasarnya


tumor tersebut diaktifasi oleh variasi dari growth factors dan proto-oncogenes.
Dan hasil nya berdifferensasi menjadi kanker tiroid seperti papillary follicular
25
dananaplastcarcinoma.

Gambar 2.16. Signaling Pathways in thyroid Cancer


39

Jalur pada mitogenis telah dijelaskan pada kanker tiroid yaitu adanya variasi
dari stimulasi dan inhibitor dari hormon, growth faktor dan neurotransmitter. Jalur
26
dari level molekul adalah titik paling penting dari perkembangan kanker tiroid.

Jalur MAPK secara klasik melalaui intracellular yang termasuk dari


poliferasi, differentiasi, apoptosis dab survival. Bahwa aktifasi MAPK adalah hal
yang terpenting dari perkembangan kanker tiroid. Aktifasi dari jalur MAPK pada
kanker tiroid dicetuskan oleh faktor binding dari reseptor tyrosine kinases dan
hasil dari aktivasi autophosphorylation yang berasal dari sisa tirosine terjadi
dalam kompartement intracellular. Jalur MAPK berperan penting dalam
mentransmisi ke sell target melalui sistem transduksi ke inti sel dimana terjadi
regulasi gen secara regulasi ke selluler melalui cel pertumbuhan, poliferasi,
27
apoptosis dan diferensiasi.

Gambar 2.17 Biomolekuler Kanker Tiroid


40

Perubahan genetik adalah salah satu faktor penting dari tumorigenesis dan
progresi tiroid, berdasarkan penelitian yang terbaru bagaimana perkembangan dari
kanker tiroid. Baru ini telah ditemukan genetik penting dari kanker tiroid yaitu
onkogenik TI799A yang mutasi secara transversi dari BRAF (adalah gen yang
27
berupa B-type Raf kinase, BRAF).

BRAF yang bermutasi adalah genetik penting di dalam kanker tiroid,


dimana terjadi sekitar 45% dari papilary sporadis kanker tiroid (PTCs), dalam
subtipe yang relatif agresif yaitu tall-cell PTC. Mutasi tersebut saling berhubungan
terhadap perubahan genetik pada umumnya. Ini terjadi secara berkesinambungan
dimana merupakan faktor lainnya terhadap perubahan dari onkogenik yang
ditunjukan dalam penelitian terhadap tikus dimana mutasi BRAF berkembang dari
27
PTC yang dimulai dengan bertransisi sehingga menjadi kanker tiroid anaplastic.

Mutasi BRAF saling berhubungan dengan RET/PTC dan juga adanya


hubungan dengan usia terhadap perubahan genetik pada umumnya di kanker
tiroid, itu adalah mutasi dari T1799A BRAF yang terjadi secara khusus di dalam
PTC dan PTC yang berasal dari kanker tiroid anaplastik dimana spesifikasi untuk
mengdiangnosis dalam marker kanker ketika mengidentifikasi dalam sitologi dan
23
spesimen histologi.

Penemuan pada mutasi tersebut dapat dikatikan dengan hasil klinis yang
lebih buruk dan merupakan tanda prognostik molekuler yang tersendiri dalam
mengevaluasi marker pada kanker tiroid. Bahkan nilai dari evaluasi preklinik dan
klinik dapat digunakan untuk terapi secara spesifik dalam hal mitogen yang aktif
pada protein kinase inhibitor pada kanker tiroid dapat dicegah. Mutasi dari BRAF
ini memiliki dampak yang penting pada kanker tiroid dalam pemeriksanan secara
klinik

2.2.6 Diagnosis

Penegakan diagnosis kanker tiroid dapat dilakukan dengan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik dan teliti. Pada anamnesis,
pasien seringkali mengeluhkan munculnya benjolan pada leher bagian depan,
41

Benjolan tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan oleh penderita sendiri atau
oleh orang lain. Anamnesis lebih lanjut mengenai benjolan tersebut haruslah
dilakukan, meliputi kapan timbulnya benjolan, perubahan ukuran dan gejala yang
berhubungan dengan benjolan tersebut, seperti rasa nyeri, disfagia, dispnea, atau
perasaan tercekik. Selain itu, perlu juga ditanyakan adanya faktor risiko
karsinoma tiroid, seperti riwayat paparan radiasi serta ditanyakan pula riwayat
4,7
kanker tiroid pada keluarga.
Pada pemeriksaan fisik, tumor biasanya dapat dilihat dan dipalpasi dengan
mudah. Yang khas untuk tumor tiroid adalah tumor ikut dengan gerakan menelan.
Akan tetapi, pada stadium yang telah lanjut yang telah berinfiltrasi ke jaringan
sekitar, tumor menjadi terfiksasi, dan sering kali tidak lagi bergerak pada waktu
menelan. Hal ini sering menjadi indikator bahwa tumor sudah tidak dapat
diangkat. Palpasi kelenjar tiroid yang baik dilakukan dari arah belakang pasien
dengan posisi leher pasien sedikit ekstensi. Kartilago cricoidea merupakan
penanda yang penting, oleh karena isthmus terletak tepat dibawahnya. Selain
pemeriksaan pada kelenjar tiroid, perlu juga dilakukan pemeriksaan pada kelenjar
4,7
getah bening servikal dengan cara palpasi.
Terdapat beberapa modalitas radiologis yang dapat digunakan dalam
membantu penegakan diagnosis kanker tiroid, yaitu pemeriksaan foto roentgen,
ultrasonografi, CT, MRI ataupun PET scan. Pemeriksaan roentgen berguna untuk
melihat dorongan, tekanan, dan penyempitan pada trakea, serta membantu
diagnosis dengan melihat adanya kalsifikasi di dalam jaringan tiroid. Foto thoraks
dibuat untuk melihat kemungkinan ekstensi struma ke retrosternum dan
penyebaran karsinoma tiroid ke mediastinum bagian atas atau ke paru.
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang berguna untuk
mendeteksi nodul tiroid yang tidak dapat ditemukan dengan palpasi, membedakan
nodul solid dan kistik, serta mengidentifkasi adanya limfadenopati. Gambaran
kalsifikasi pada pemeriksaan ultrasonografi dengan pembesaran nodul regional
meningkatkan kemungkinan tumor yang ditemukan bersifat ganas. Pemeriksaan
ultrasonografi juga memiliki keunggulan oleh karena sifatnya yang tidak invasif,
7
tidak menghasilkan radiasi dan biayanya yang tidak terlalu mahal.
42

Pemeriksaan CT-scan dan MRI bermanfaat terutama pada karsinoma tiroid


stadium lanjut, yaitu untuk melihat ekstensi tumor ke jaringan sekitar, adanya
pembesaran, dan metastasis pada kelenjar getah bening leher. Pemeriksaan CT-
scan dan MRI juga berguna dalam perencanaan tindakan pembedahan, tetapi tidak
dapat membedakan ganas atau jinaknya suatu nodul tiroid jika belum terjadi
4
infiltrasi ke jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan bahan radioaktif
yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang ditangkap oleh nodul tiroid,
dikenal adanya nodul dingin, yaitu nodul yang tidak menangkap atau sedikit
menangkap yodium dibandingkan dengan sel kelenjar normal. Nodul hangat
menangkap yodium radioaktif sama banyak dengan sel kelenjar normal, dan nodul
panas menangkap yodium radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiler biasanya
4
kurang atau sama sekali tidak menangkap yodium.
Biopsi insisi tidak dianjurkan pada karsinoma tiroid yang layak bedah.
Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) merupakan cara diagnosis yang sangat baik
dan sederhana. Ketepatan diagnosis sangat bergantung pada teknik pengambilan,
4
persiapan slide, kejelian serta pengalaman ahli patologi di bidang sitologi.

2.2.7. Penatalaksanaan

Apabila ada pasien yang datang dengan benjolan / nodul di leher pertama-
tama yang harus dilakukan adalah pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah
nodul tiroid tersebut suspect benigna atau suspect maligna. Bila nodul tersebut
suspect maligna harus dibedakan apakah nodul tersebut operable atau inoperable.
Bila kasus yang dihadapi nodul tiroid suspect maligna inoperable maka dilakukan
tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologik secara blok paraffin.
10
Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoterapi.

Bila kasus yang dihadapi nodul tiroid supect maligna operable maka dilakukan
tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku ( VC ). Akan ada 5
16
kemungkinan hasil yang di dapat :
43

1. Lesi jinak maka tindakan operasi isthmolobektomi selesai lalu dilanjutkan


dengan observasi.
2. Karsinoma papilare
Dibedakan atas resiko tinggi dan rendah:
- Bila resiko tinggi, dilakukan tindakan tiroidektomi total.
- Bila resiko rendah, tindakan operasi isthmolobektomi selesai dilanjutkan
dengan observasi.
3. Karsinoma folikulare: Dilakukan tindakan tiroidektomi total.
4. Karsinoma medulare: Dilakukan tindakan tiroidektomi total.
5. Karsinoma anaplastik
• Bila memungkinkan, dilakukan tindakan tiroidektomi total.
• Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.

Bila kasus yang dihadapi telah ada metastasisnya maka penatalaksanaanya yaitu :

1. Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastasis regional.


Dipastikan terlebih dahulu apakah yang dihadapi operable atau
inoperable.
• Bila kasus tersebut inoperable tindakan yang dipilih adalah dengan

radioterapi eksterna atau dengan kemoradioterapi dengan


adriamicin.
• Bila kasus tersebut operable dilakukan penilaiaan infiltrasi kgb
terhadap jaringan sekitar.
• Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total ( TT ) dan
functional RND
• Bila ada infiltrasi pada n. aksesorius dilakukan TT + RND standar
• Bila ada infiltrasi pada v. jugularis interna tanpa infiltrasi pada n.
aksesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1
• Bila ada infiltrasi hanya pada M. sternokleidomastoideus
dilakukan TT + RND modifikasi 2.
44

28
2. Penatalaksanaan kanker tiroid dengan metastase jauh

Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi


baik atau buruk.

• Bila berdiferensiasi buruk dilakukan kemoterapi dengan adriamicin.


• Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan
I131 kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+)
dilanjutkan dengan terapi supresi / substitusi.

Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah tidak boleh ada jaringan
tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap iodium radioaktif.

• Bila respon negative diberikan kemoterapi adriamicin.


• Pada lesi metastasisnya, bila operable dilakukan eksisi luas.

28
Follow Up

Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik.

• Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh


tubuh
• Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131
kemudian dilanjutkan dengan terapi substitusi / supresi dengan hormone
tiroid ( thyrax ) sampai kadar TSHs ≤ 0,1.
• Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan langsung terapi
substitusi supresi.
• Setelah 6 bulan terapi substitusi/ supresi normal dilakukan pemeriksaan
sidik seluruh tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi
selama 4 minggu sebelum pemeriksaan.
• Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna dengan I131
dilanjutkan terapi substitusi / supresi.
• Bila tidak ada metastasis, terapi substitusi/ supresi dilanjutkan dan
pemeriksaan sidik seluruh tubuh di ulang setiap tahun selama 2-3 tahun dan
45

bila 3 tahun berturutan hasilnya tetap negative maka evaluasi cukup


dilakukan 3-5 tahun sekali.
• Dalam follow up karsinoma tiroid diferensiasi baik, pemeriksaan kadar
human Tiroglobulin dapat dipakai sebagai penanda tumor untuk
mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.

Karsinoma tiroid jenis medulare

Tiga bulan setelah tiroidektomi atau TT + diseksi leher radikal, dilakukan


pemeriksaan kalsitonin. Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan
dengan observasi, bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT
scan atau MRI untuk mencari rekurensi local pada tempat-tempat yang dicurigai
metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati. Akan ada 3 kemungkinan :

1. Tidak terdapat tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan


kemudian diperiksa kadar kalsitoninnya.
2. Terdapat residif local, maka harus dilakukan reseksi
3. Terdapat metastasis jauh, harus dinilai apakah operable atau inoperable.
Bila operable dilakukan eksisi, bila inoperable tindakan yang dilanjutkan
28
hanya paliatif untuk memperpanjang hidup saja .

Karsinoma papiler dan folikuler dikenal sebagai karsinoma berdifferensiasi baik


(DTC) merupakan mayoritas dari karsinoma tiroid. Prognosis DTC umumnya baik,
tapi pada proporsi tertentu mengalami rekurensi dan bahkan meninggal pada penyakit
ini. Usia saat diagnosa ditegakkan , jenis kelamin, tipe histologi, ukuran tumor dan
invasi ekstra tiroid berhubungan erat dengan hasil klinis terapi, sementara pengaruh
10
hasil prognosis merupakan faktor prognosis yang buruk .
46

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Data dan Informasi


Kementrian Kesehatan RI, Stop kanker; 2015.
2. Torre L, Siegel R, Ward E, Jemal A. Global Cancer Incidence and Mortality
Rates and Trends--An Update. Cancer Epidemiology Biomarkers &
Prevention. 2015;25(1):16-27.
3. National Cancer Institute. Surveillance, Epidemiology, and End Results
(SEER). SEER Stat Fact Sheets: Thyroid Cancer.
http://seer.cancer.gov/statfacts/html/thyro.html. Accessed September 10,
2017.
4. Murtedjo U, Iyad HA, Manoppo AE, Manuaba TW. Sistem Endokrin.
Dalam: Sjamsuhidajat, deJong Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2010: 806-814.
5. International agency for research on cancer globocan 2012: estimated cancer
incidence, mortality, and prevalence worldwide 2012
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx
6. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2014. Atlanta:
American Cancer Society; 2014.
7. Liang MK, Anderson RE, Jaffe BM and Beerger DH. Thyroid, Parathyroid,
and Adrenal. In: Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, et al., editor.
th
Schwartz’s Principles of Surgery 10 Ed. United States of America: Mc
Graw- Hill Education. 2015; 1521-1528
8. Tortora Gerard J, Derrickson Bryan. Principles of Anatomy dan Physiology:
th
The Endocrine System 12 Ed. United States Of America: John Wiley &
Sons, Inc.2009; 658-664
9. Sheerwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem: Organ Endokrin
Perifer Edisi 6. Jakarta: EGC. 2007 ; 645-648
10. suyatno
11. Despopoulos Agamemnon, M.D , Silbernagl Stefan, M.D. Color Atlas of
th
Physiology: Thyroid Hormones 5 Ed. New York: Thieme. 2003; 286-291
47

12. Hall, J. and Guyton, A. Textbook Of Medical Physiology: , Eleventh Edition.

Philadelphia, Penn.: Elsevier Saunders. 2006 ; 9311-939


13. Williams NS, Bulstrode CJK, O’Connel PR. The Thyroid and Parathyroid
th
Glands. In: Bailey & Love’s Short Parcatice of Surgery 26 Edition. Boca
Raton: CRC Press; 2013: Chapter 48.
14. Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. Assessment and
Management of Patients With Endocrine Disorders. In: Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing. Lippincott Williams &
Wilkins; 2009: Chapter 42.
15. American Cancer Society, 2016, About Thyroid Cancer
16. Neoplasm of the Thyroid. http:// jpck.zju.edu.cn>jcyxjp>files .
http://www.mdconsult.com/das/book/body/139339021-4/0/1249/295.html.
17. Shah J. Thyroid Carcinoma: Epidemiology, Histology, and Diagnosis. Clin
Adv Hematol Oncol. 2015;13(4):3–6.
18. Kondo, T., Ezzat, S., Asa, S.L.Pathogenetic mechanisms in thyroid
follicular-cell neoplasia. Nature Reviews, 2006; 6 (Suppl. 4): 292–306.

19. Führer, D., Bockisch, A., Schmid, K.W. 2012. Euthyroid Goiter With and
Without Nodules—Diagnosis and Treatment. Medicine, 2012; 109 (Suppl
29–30): 506–516.
20. Pellegriti, G., Frasca, F., Regalbuto, C., Squatrito, S.,Vigneri, R..
Worldwide Increasing Incidence of Thyroid Cancer: Update on
Epidemiology and Risk Factors. Hindawi, 2013; 1-7.
21. Schmid KW. Molecular pathology of thyroid tumors. Pathologe. 31(Suppl
2):229-33, 2010
22. Giusti F, Falchetti A, Franceschelli F, Marini F, Tanini A, Brandi ML.
Thyroid cancer: current molecular perspectives. J Oncol. 2010:351679,
2010.
23. Kimura ET, Nikiforova MN, Zhu Z, Knauf JA, Nikiforov YE, Fagin JA.
High prevalence of BRAF mutations in thyroid cancer: genetic evidence
for constitutive activation of the RET/PTC-RAS-BRAF signaling pathway
in papillary thyroid carcinoma. Cancer Res. 63(7):1454-7, 2003
48

24. Kato MA, Fahey TJ. 3rd. Molecular markers in thyroid cancer diagnostics.
Surg Clin North Am. 89(5):1139-55, 2009
25. Parameswaran R, Brooks S, Sadler GP. Molecular pathogenesis of
follicular cell derived thyroid cancers. Int J Surg. 8(3):186-93, 2010
26. Carter WB, Tourtelot JB, Savell JG, Lilienfeld H. New treatments and
shifting paradigms in differentiated thyroid cancer management. Cancer
Control. 18(2):96-103, 2011
27. Riesco-Eizaguirre G, Gutiérrez-Martínez P, García-Cabezas MA, Nistal M,
Santisteban P. The oncogene BRAF V600E is associated with a high risk of
recurrence and less differentiated papillary thyroid carcinoma due to the
impairment of Na+/I- targeting to the membrane. Endocr Relat Cancer.
13(1):257-69, 2006
28. NCCN guidelines for patients thyroid cancer, version 1, 2017.
http://www.nccn.org.>physician_gls>pdf

Anda mungkin juga menyukai