Anda di halaman 1dari 98

METODE HYDRAULIC FRACTURING MENGGUNAKAN

MLF-P3D

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh
Qisty Nadiva MP 16010098
M. Fuhaidillah 16010132

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN
INDRAMAYU
2019

i
METODE HYDRAULIC FRACTURING MENGGUNAKAN
MLF-P3D

Nama : Qisty Nadiva MP, M. Fuhaidillah


NIM : 16010098, 16010132
Dosen Pembimbing : Desi Kusrini, M. T

ABSTRAK

Stimulasi sumur merupakan salah satu cara untuk memperbesar


permeabilitas batuan. Adapun jenisnya ada dua yaitu acidizing dan hydraulic
fracturing. Dalam pembahasan kali ini, kita membahas tentang hydraulic
fracturing (HF). Hydraulic fracturing yaitu merangsang produksi dari suatu
sumur dengan jalan merekahkan pori batuannya demi mendapatkan permeabilitas
lebih besar dari sebelumnya. Metode yan digunakan juga beragam, salah satunya
yaitu dengan MLF-3D melalui software FracCade. Teknik ini dapat digunakan
untuk memecah formasi apa pun, tetapi memiliki keuntungan tertentu (1) ketika
rasio konduktivitas fraktur yang besar tidak dapat direalisasikan dengan proppants
kecil, (2) ketika formasi tebal atau permeabilitas tinggi akan retak

Kata kunci : Permeabilitas, hydraulic fracturing

ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Qisty Nadiva MP dan M. Fuhaidillah
NIM : 16010098 dan 16010132
Program Studi : Teknik Perminyakan
Judul Tugas Akhir : Metode Hydraulic Fracturing Menggunakan
MLF-P3D

Dengan ini menyatakan bahwa :


1. Tugas Akhir ini adalah benar-benar karya saya sendiri, dan bukan hasil plagiat
dari karya orang lain. Semua sumber yang dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar.

2. Apabila dikemudian hari terbukti diketahui bahwa isi Tugas Akhir saya
merupakan hasil plagiat, maka saya bersedia menanggung akibat hukum dari
keadaan tersebut.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran dan tanpa paksaan.

Indramayu, Juli 2019

Yang menyatakan

Qisty Nadiva MP 16010098


M. Fuhaidillah 16010132

iii
LEMBAR PENGESAHAN
METODE HYDRAULIC FRACTURING MENGGUNAKAN
MLF-P3D

Oleh

Qisty Nadiva MP 16010098


M. Fuhaidillah 16010132

Disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan


Pendidikan Diploma III (D-III)
Pada Program Studi Teknik Perminyakan,
Akamigas Balongan Indramayu

Indramayu, Juli 2019


Disahkan oleh

Dosen Pembimbing 1

Desi Kusrini, M. T

Mengetahui,

Ketua Program Studi Teknik Perminyakan

Ir.H.Bambang S, MKKK

iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul
“Metode Hydraulic Fracturing Menggunakan MLF-P3D ”. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada ayah, ibu, serta adek-adek yang senantiasa memberi support
kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah


membantu dalam penyusunan laporan kerja praktek ini, terutama kepada :

1. Bapak Drs. H. Nahdudin Islami, M.Si., selaku Ketua Yayasan Bina Islami;

2. Ibu Ir. Hj. Hanifah Handayani, M.T., selaku Direktur Akamigas Balongan;
3. Bapak Ir. H. Bambang S, MKKK, selaku Ketua Program Studi Teknik
Perminyakan Akamigas Balongan;
4. Ibu Desi Kusrini, M. T, selaku Dosen Pembimbing 1

Indramayu, Juli 2019

Qisty Nadiva MP 16010098


M. Fuhaidillah 16010132

v
DAFTAR PUSTAKA

file:///E:/AKAMIGAS%20MATERI%20KULIAH/STIMULASI%20sem%2

04%202019/kiel1970.pdf

A New Hydraulic Fracturing Process Othar M. KM, SPE-AIME, Esso Production


ResearchCo.
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat produksi, lazimnya sangat banyak ditemukan permasalahan
yang dapat menghambat proses pengangkatan fluida dari dalam sumur ke
permukaan (proses produksi minyak) yang di karenakan masalah teknis
(alat) maupun non teknis (reservoir). Dalam hal ini, diperlukan suatu
pengerjaan stimulasi atau perangsangan pada sumur tersebut agar tetap
dapat memproduksikan fluida terus – menerus.
Adapun tujuan dari stimulasi ini ialah tidak lain untuk
meningkatkan produktivitas sumur itu sendiri. Ada beberapa jenis
stimulasi yang dapat dilakukan, namun pada kali ini jenis stimulasi yang
dipilih ialah dengan cara peretakan batuan secara hidrolik (hydraulic
fracturing) dengan tujuan untuk memperbesar permeabilitas batuan,
sehingga diharapkan fluida dari reservoir dapat masuk ke dalam lubang
bor dengan akumulasi yang relatif stabil seperti sebelum dilakukan proses
stimulasi.
Adapun faktor-faktor yang mendasari pemilihan
hydraulic fracturing adalah :
• Cadangan reservoir tersebut masih relatif ekonomis.
• Kondisi permeabilitas batuannya relatif rendah.
• Tekanan yang terakumulasi di dalam lapisan formasi masih relatif
besar.

Faktor-faktor tersebut merupakan faktor utama dipilihnya


perekahan hidrolik batuan untuk merangsang produktivitas sumur
produksi. Adapun keadaan sumur tersebut setelah dilakukan stimulasi jenis
perekahan hidrolik batuan ini ialah :
• Meningkatkan permeabilitas sumur (fluida relatif mudah untuk
mengalir ke dalam lubang sumur).
• Memperbaiki zona damage akibat proses produksi sebelumnya.

1
2

• Mengurangi fines atau produksi pasir yang dapat merusak peralatan


produksi.
Proses pengerjaan perekahan hidrolik batuan ini di harapkan
untukdapat mendongkrak produktivitas sumur itu kembali. Sehingga
sumur tersebut masih dapat diproduksikan dan tidak meninggalkannya.
1.2 Tema
Tema laporan tugas ini adalah mengenai proses perekahan batuan
hidrolik untuk meningkatkan tingkat produksi suatu sumur dengan cara
memperbesar permeabilitas batuannya . Adapun judul spesifik yang
diambil ialah “Metode Hydraulic Fracturing Menggunakan MLF-P3D”.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui dan memahami pekerjaan Hydraulic Fracturing.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui metode Hydraulic Fracturing menggunakan
software FracCade.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
1. Dapat mengaplikasikan metode Hydraulic Fracturing.
1.4.2 Manfaat Bagi Akamigas Balongan
1. Tersusunnya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan nyata di
lapangan.
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 DATA

Sebelum melakukan pengolahan data mengenai stimulasi hydraulic


fracturing menggunakan metode MLF-3D pada software FracCade, data yang
harus diketahui terlebih dahulu yaitu data sumur.

DATA SUMUR

Nama sumur : X-120

Nama field : Oasis

Nama formasi : Sahara 102

Total MD : 5000 ft

Hole size : 8,5”

Treatment pump through : Tubing

BHS temperature : 120 0F

Surface temperature : 80 0F

Tubing N80

MD : 2500 ft

OD/ID : 3,5” / 2,75” #12,7lb/ft

Collapse pressure : 15306 psi

Burst pressure : 15000 psi

Casing K55

MD : 200 ft

OD/ID : 13,375” / 12,615” #54,5 lb/ft

26
27

Collapse pressure : 1130 psi

Burst pressure : 2730 psi

Casing K55

MD : 3000 ft

OD/ID : 9,625” / 8,921” #36 lb/ft

Collapse pressure : 2020 psi

Burst pressure : 3520 psi

Casing P110

MD : 4995 ft

OD/ID : 7” / 6,094” #32 lb/ft

Collapse pressure : 10760 psi

Burst pressure : 12460 psi

DATA PAYZONE 1

Top TVD : 2775 ft

Top MD : 2775 ft

Gross height : 20 ft

Leakoff height : 20 ft

Net height : 20 ft

Spacing : 160 Acres

Rock type : Limestone

Porosity :6%
28

Permeability : 11 md

Fracture gradient : 0,642 psi/ft

Minimum In-situ Stress : 1775 psi

Reservoir pressure : 1265 psi

Young’s modulus : 1000E+06 psi

Poison’s ratio : 0,25

Fracture toughness : 1200 psi in 0,5

Rock Compressibility : 4,49E-4 1/psi

Total Compressibility : 7,49E-4 1/psi

Specific Gravity : 2,71

Embedment Strenght : 60000 psi

Saturations

Gas : 85 %

Oil :0%

Water : 15 %

Heat Capacity : 0,239 Btu/lbm/dF

Thermal Cond : 1,156 BTU/ft/h/Df

DATA PAYZONE 2

Top TVD : 3075 ft

Top MD : 3075 ft

Gross height : 15 ft
29

Leakoff height : 15 ft

Net height : 15 ft

Spacing : 160 Acres

Rock type : Limestone

Porosity :6%

Permeability : 11 md

Fracture gradient : 0,642 psi/ft

Minimum In-situ Stress : 1979 psi

Reservoir pressure : 1443 psi

Young’s modulus : 1000E+06 psi

Poison’s ratio : 0,25

Fracture toughness : 1200 psi in 0,5

Rock Compressibility : 4,31E-4 1/psi

Total Compressibility : 6,31E-4 1/psi

Specific Gravity : 2,71

Embedment Strenght : 60000 psi

Saturations

Gas : 80 %

Oil :0%

Water : 20 %

Heat Capacity : 0,239 Btu/lbm/dF

Thermal Cond : 1,156 BTU/ft/h/dF


30

DATA PAYZONE 3

Top TVD : 3390 ft

Top MD : 3390 ft

Gross height : 30 ft

Leakoff height : 30 ft

Net height : 30 ft

Spacing : 160 Acres

Rock type : Limestone

Porosity :6%

Permeability : 11 md

Fracture gradient : 0,642 psi/ft

Minimum In-situ Stress : 2186 psi

Reservoir pressure : 1559 psi

Young’s modulus : 1000E+06 psi

Poison’s ratio : 0,35

Fracture toughness : 1200 psi in 0,5

Rock Compressibility : 4,31E-4 1/psi

Total Compressibility : 6,31E-4 1/psi

Specific Gravity : 2,71

Embedment Strenght : 60000 psi


31

Saturations

Gas : 90 %

Oil :0%

Water : 10 %

Heat Capacity : 0,239 Btu/lbm/dF

Thermal Cond : 1,156 BTU/ft/h/dF

5.2 Pemilihan Jenis Hydraulic Fracturing

Pada hydraulic fracturing terdapat berbagai jenis. Pemilihan jenis-

jenis ini dipilih tergantung dari karakteristik formasi yang meliputi

permeabilitas, faktor skin, sensitifitas fluida dan kekuatan formasinya.

Berikut ini adalah jenis-jenis dari hydraulic fracturing:

5.2.1 Low Permeability Fracturing

Low permeability fracturing sering digunakan pada formasi

sumur gas dengan permeabilitas yang sangat rendah. Dengan

kisaran harga permeabilitas pada formasi ini, yaitu antara 1 mD

sampai 1 µD. Fracturing jenis ini juga dapat digunakan pada sumur

minyak dengan nilai permeabilitas yang rendah walaupun nilai

permeabilitasnya dua kali lebih besar daripada permeabilitas sumur

gas.

5.2.2 High Permeability Fracturing

Fracturing dengan formasi high permeability proses

perpindahan fluida batuan menuju rekahan cenderung lebih mudah.


32

Bagian yang sulitnya adalah membuat rekahan lebih konduktif

daripada formasi disekitar area lubang bor. Formasi dengan

permeabilitas yang tinggi mempunyai leakoff fluid yang sangat

tinggi sehingga volume pad menjadi bagian yang penting pada

treatment ini.

5.3 Pemilihan Jenis Fluida Perekah dan Proppant

Dalam laporan tugas akhir ini, kita menggunakan fluida perekah antara

lain, dimana contoh, kita mengambil 2 sample ( 1 berhasil dan 1 gagal) :

 105 lb/k HEC w/0,2% J 503+20PPTJ464

 10 ppg (21,5%) CaCl2 Brine

 YF 130 D

 WF 130

 YF 120 D

Sedangkan proppant yang digunakan yaitu :

 16/20 NAPTALITE

 16/30 Ceramax P

 12/20 Arizona

 16/30 BM Poland
33

5.3.1 Pengujian sumur menggunakan fluida perekah 105 lb/k HEC

w/0,2% J 503+20PPTJ464 dengan proppant 16/20 NAPTALITE

(flush : WF 130)

Dari pengujian tersebut didapat data setiap payzone, yang

menyatakan hydraulic fracturing ini berhasil seperti dibawah ini :

PAYZONE 1

Initial fracture top TVD : 2775 ft

Initial fracture bottom TVD : 2775 ft

EOJ hyd half-length : 135,8 ft

ACL Prop half-length : 135,8 ft

Initial inj rate : 9,5 bbl/min

EOJ rate : 12,5 bbl/min

EOJ efficiency : 0,751

EOJ net pressure : 1873 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 43660 md.ft

Effective fcd : 29,2

Average prop width : 0,791”

Slurry volume : 556,1 bbl

Fluid volume : 17806 gal

Pad volume : 2583 gal

Proppant mass : 120889 gal


34

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 3250 psi

PAYZONE 2

Initial fracture top TVD : 3075 ft

Initial fracture bottom TVD : 3090 ft

EOJ hyd half-length : 55,5 ft

ACL Prop half-length : 55,5 ft

Initial inj rate : 2 bbl/min

EOJ rate : 0,5 bbl/min

EOJ efficiency : 0,277

EOJ net pressure : 1856 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 14518 md.ft

Effective fcd : 23,8

Average prop width : 0,331”

Slurry volume : 48,4 bbl

Fluid volume : 1733 gal

Pad volume : 701 gal

Proppant mass : 6517 gal

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 50,8 min


35

Max surface pressure : 3250 psi

PAYZONE 3

Initial fracture top TVD : 3390 ft

Initial fracture bottom TVD : 3419,9 ft

EOJ hyd half-length : 79,1 ft

ACL Prop half-length : 79,1 ft

Initial inj rate : 3,5 bbl/min

EOJ rate : 2 bbl/min

EOJ efficiency : 0,378

EOJ net pressure : 1837 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 21691 md.ft

Effective fcd : 24,9

Average prop width : 0,55”

Slurry volume : 156,9 bbl

Fluid volume : 5461 gal

Pad volume : 1761 gal

Proppant mass : 24596 gal

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 3250 psi


36

Hasil pengujian menggunakan software FracCade


37
38

5.3.2 Pengujian sumur menggunakan fluida perekah YF 13O D dan

proppant 16/30 BM Poland (flush : 10 ppg (21,5%)CaCl2 Brine)

PAYZONE 1

Initial fracture top TVD : 2775 ft

Initial fracture bottom TVD : 2775 ft

EOJ hyd half-length : 198,2 ft

ACL Prop half-length : 198,2 ft

Initial inj rate : 9 bbl/min

EOJ rate : 14,4 bbl/min

EOJ efficiency : 0,750

EOJ net pressure : 720 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 16874 md.ft

Effective fcd : 7,7

Average prop width : 0,309”

Slurry volume : 599,6 bbl

Fluid volume : 19186 gal

Pad volume : 2998 gal

Proppant mass : 130656 gal

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 2319 psi


39

PAYZONE 2

Initial fracture top TVD : 3075 ft

Initial fracture bottom TVD : 3090 ft

EOJ hyd half-length : 63,8 ft

ACL Prop half-length : 63,8 ft

Initial inj rate : 1,8 bbl/min

EOJ rate : 0,1 bbl/min

EOJ efficiency : 0,075

EOJ net pressure : 603 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 3898 md.ft

Effective fcd : 5,6

Average prop width : 0,134”

Slurry volume : 32,4 bbl

Fluid volume : 1210 gal

Pad volume : 527 gal

Proppant mass : 3319 gal

Total pump time : 37,4 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 2319 psi


40

PAYZONE 3

Initial fracture top TVD : 3390 ft

Initial fracture bottom TVD : 3419,9 ft

EOJ hyd half-length : 101,1 ft

ACL Prop half-length : 101,1 ft

Initial inj rate : 4,2 bbl/min

EOJ rate : 0,6 bbl/min

EOJ efficiency : 0,146

EOJ net pressure : 679 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 9830 md.ft

Effective fcd : 8,8

Average prop width : 0,261”

Slurry volume : 129,3 bbl

Fluid volume : 4604 gal

Pad volume : 1475 gal

Proppant mass : 18027 gal

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 2319 psi


41

Hasil pengujian menggunakan software FracCade


42
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Stimulasi yang baik dengan cairan fraktur viskositas tinggi

adalah layak dan menguntungkan dalam banyak situasi. Cairan

viskositas tinggi menghasilkan fraktur lebar yang dapat dipertahankan

dengan proppants besar untuk memberikan fraktur konduktivitas tinggi.

Tes-tes lapangan dan studi-studi laboratorium telah menunjukkan bahwa

adalah mungkin untuk:

1. Memberikan cairan yang sangat sarat pasir, viskositas tinggi ke

permukaan formasi dengan kehilangan tekanan rendah di pipa.

2. Menghasilkan fraktur lebar dengan cairan viskositas tinggi, karena

penurunan kehilangan cairan dan peningkatan penurunan tekanan pada fraktur.

3. Meningkatkan konduktivitas fraktur dengan menggunakan pasir besar

di fraktur lebar atau dengan membawa pasir jauh ke dalam formasi.

4. Merangsang reservoir permeabilitas tinggi dan rendah.

22
DIAGRAM ALIR
PENDAHULUAN

PENGUMPULAN DATA

JENIS FLUIDA PEREKAH:


DATA SUMUR: JENIS
• 105 lb/k HEC w/0,2% J PROPPANT:
• Depth
503+20PPTJ464
• Lithology • 16/20
• YF 130 D
• Letak payzone NAPTALITE
• YF 120 D
• Jenis komplesi • 16/30
• Permeabilitas JENIS FLUSH:
CERAMAX P
• Porositas • 12/20
• WF 130
• Diameter lubang ARIZONA
• 105 lb/k HEC w/0,2% J
sumur • 16/30 BM
503+20PPTJ464
• P dan T POLAND
• YF 130 D
• Saturasi • 10 ppg (21,5%)CaCl2
• SG Brine
• Kompresibilitas
batuan
• Mekanika batuan

PENGOLAHAN DATA:

• Mengkorelasikan jenis fluida


dengan proppant
• Mengkorelasikan flush
• Mengkorelasikan data
tersebut dengan keadaan
lubang sumur
• Diameter perforasi
• Chart kecocokan formasi
dengan fluida dan proppant

HASIL:
Fluida+Proppant+flush
yang dipake cocok

24
DAFTAR ISI
halaman
Cover................................................................................................................. i
Abstrak.............................................................................................................. ii
Lembar Orisinalitas........................................................................................... iii
Lembar Pengesahan........................................................................................... iv
Kata Pengantar................................................................................................... v
Daftar isi............................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................... 1
Tema..................................................................................................... 2
Tujuan................................................................................................... 2
Manfaat................................................................................................. 2
BAB II DASAR TEORI
Prinsip Dasar.......................................................................................... 3
Mekanisme Perekahan Batuan............................................................... 5
Fluida Perekah....................................................................................... 6
Propping Agent..................................................................................... 15
Jenis hydraulic fracturing..................................................................... 15
Peralatan hydraulic fracturing............................................................... 17
Prosedur Stimulasi hydraulic fracturing............................................... 19
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Pendahuluan.......................................................................................... 23
Pengambilan data.................................................................................. 23
Pengolahan Data.................................................................................... 23
Diagram alir.......................................................................................... 24

vi
BAB IV GAMBARAN PERUSAHAAN.................................................... 25
BAB V PEMBAHASAN
Data.................................................................................................. 26
Pemilihan jenis hydraulic fracturing............................................... 31
Pemilihan jenis proppant................................................................. 32

vii
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam mengerjakan laporan tugas akhir ini, penulis menggunakan

beberapa metode untuk mendukung penyusunan dan kajian yang dilaksanakan,

antara lain :

3.1 Pendahuluan

Dengan cara melakukan kajian dengan buku referensi serta paper nasional

maupun internasional yang berhubungan dengan materi hydraulic fracturing.

3.2 Pengambilan Data

Data yang dibutuhkan dalam kajian tugas akhir ini meliputi depth, jenis

komplesi, permeabilitas, porositas, payzone depth, lithology formasi, dan tentunya

well profile yang didapat dari hasil survey geologist.

3.3 Pengolahan Data

Data-data yang telah didapat, kemudian diolah dengan jenis fluida beserta

proppant yang hendak kita pakai. Kita korelasikan data data tersebut ke software

FracCade sehingga kita bis mengetahui keefektifan penggunaan fluida dan

proppant-nya.

23
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Prinsip Dasar

Hydraulic fracturing ialah cabang dari proses stimulasi sumur

dengan tujuan memperbesar pemeabilitas batuan dan mulai populer sekitar

tahun 1948 dan sejak tahun 1980 keatas mulai meningkat kembali

karena penggunaan pada formasi yang permeabilitas yang besar. Pada saat

ini hydraulic fracturing bukan saja digunakan untuk meningkatkan

produksi dengan menembus zona damage dan meningkatkan permeabilitas

namun juga digunakan untuk menahan fines atau produksi pasir pada

formasi yang berpermeabilitas besar.

Hydarulic fracturing didefinisikan sebagai suatu cara untuk

meningkatkan produktivitas lapisan penghasil hidrokarbon dengan cara

perekahan lapisan tersebut secara hidrolik. Untuk melakukan perekahan

digunakan cairan perekah yang dipompakan ke permukaan reservoir hingga

melampaui batas kekuatan batuan maksimum dengan pemompaan fluida

dengan tekanan yang sangat tinggi. Setelah terjadi rekahan, pemompaan

cairan hidrolik masih dilanjutkan agar rekahan yang terjadi bertambah lebar

dan memanjang jauh kedalam batuan. Untuk menghindari tertutupnya

kembali rekahan tersebut, sebagai tahap terakhir pada cairan perekah yang

di injeksikan ditambahkan material pengganjal atau biasa disebut proppant

(propping agent). Propping agent ini akan terbawa masuk kedalam rekahan

dan akan mengisi seluruh bagian rekahan. Bila semua proppant telah

3
4

dipompakan kedalam sumur, maka pemompaan dihentikan. Meskipun

pemompaan dihentikan, proppant akan tetap berada pada rekahan. Dengan

demikian didalam rekahan batuan terisi proppant yang permeabilitasnya

lebih baik dari permeabilitas batuan formasi. Sebagai pemilihan sumur

untuk di lakukan hydraulic fracturing ialah sumur dengan karakteristik

“Damage Ratio” yang kecil.

Damage Ratio adalah perbandingan antara permeabilitas nyata

terhadap permeabilitas semula. Permeabilitas absolut asli diperoleh dari

data re, sedangkan permeabilitas nyata diperoleh dari dari uji tekanan

dalam bentuk permeabilitas efektif. Rekahan yang dihasilkan dapat

menembus zona yang rusak (damage zone) dan mungkin pula dapat

menghubungkan daerah yang porous permeabel dengan lubang sumur yang

semula terhalang oleh suatu penghalang (barrier). Karena permeabilitas

rekahan lebih besar daripada permeabilitas formasi, maka aliran fluida dari

reservoir menuju lubang sumur\akan lebih lancar. Perbaikan

permeabilitas ini juga akan memperbesar daerah penyerapan sumur

(drainage area). Hasil stimulasi dengan cara hydraulic fracturing

tergantung dari karakteristik batuan, cara penyelesaian sumur dan

keberhasilan dari proses hydraulic fracturing itu sendiri. Adapun

keberhasilan operasi hydraulic fracturing itu sendiri sangat bergantung

pada penentuan parameter perekah, yaitu : tekanan hidrolik yang diberikan,

pemilihan jenis fluida perekah dan pemilihan jenis maupun ukuran proppant

sebagai material pengganjalnya.


5

2.2 Mekanisme Perekahan Batuan

Untuk dapat merekahan batuan reservoir, batuan tersebut harus

diberi tekanan hidrolik sampai melebihi kekuatan dan gaya - gaya yang

mempertahankan keutuhan dari batuan itu. Ada dua gaya utama yang

mempertahankan keutuhan batuan untuk tidak rekah, yaitu gaya vertikal dan

horizontal. Apabila gaya horizontal yang mempertahankan keutuhan

batuan lebih kecil dari gaya vertikalnya, maka batuan tersebut akan dapat

direkahan dengan arah vertikal. Besar tekanan hidrolik untuk

memecahkan batuan pada umumnya berkisar antara 600 psi – 1000 psi

untuk setiap 1000 ft kedalaman. Tekanan rekah batuan formasi tergantung

dari :

• Kekuatan batuan pembentuk formasi. Semakin besar tensil strength

dan compressional strength batuan, semakin besar pula tekanan

rekah yang dibutuhkan.

• Tekanan overborden. Semakin dalam lapisan, maka semakin besar

pula tekanan formasi dan semakin besar pula tekanan rekah

yang dibutuhkan.

• Permeabilitas batuan formasi. Penetrasi fluida perekah ke dalam

formasi semakin efektif bila permeabilitas batuan semakin besar.

Hal ini akan mempermudah proses batuan tersebut.

• Keseragaman lapisan. Lapisan – lapisan yang terbentuk dari

batuan yang mempunyai sifat – sifat fisik yang seragam akan

semakin mudah untuk direkahkan.


6

• Diameter lubang sumur. Sumur dengan diameter

besar akan memperbesar proses perekahan batuan. Hal ini karena

lapisan batuan sudah mengalami damage yang cukup besar.

2.3 Fluida Perekah

Fluida perekah pada umumnya ialah suatu cairan yang digunakan

untuk menghantarkan daya pompa ke batuan formasi, dan juga befungsi

sebagai pembawa material pengganjal (proppant) ke dalam hasil rekahan.

2.3.1 Pemilihan Jenis Fluida Perekah

Pemilihan fluida perekah yang tepat untuk pengerjaan

ini adalah syarat mutlak. Fluida yang digunakan harus

memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:

1. Stabil pada temperatur formasi.

2. Tidak menyebabkan kerusakan terhadap formasi.

3. Tingkat kehilangan cairan (Filtration loss) kecil.

4. Kehilangan tekanan karena gesekan dengan pipa

(casing,tubing) rendah.

5. Mempunyai kemampuan yang efektif untuk membawa

proppant (material pengganjal) ke dalam batuan.

6. Dapat dikeluarkan dengan mudah setelah operasi perekahan

selesai.

7. Tidak membentuk emulsi yang stabil dengan fluida sumur.

8. Mudah didapat, ekonomis dan relatif mudah dipompakan.


7

2.3.2 Jenis Fluida Perekah

Fluida perekah berbahan dasar air dapat digunakan pada

reservoir minyak maupun gas dengan kapasitas pemompaan tinggi.

Adapun keuntungan fluida berbahan dasar air yaitu :

1. Tidak ada bahaya kebakaran yang ditimbulkan.

2. Murah dan mudah didapat.

3. Mempunyai friction loss rendah.

4. Mudah dan sangat efektif untuk di “ treat” dengan friction

loss additive.

5. Mempunyai viskositas rendah, sehingga mudah untuk

dipompakan (hal ini sangat menguntungkan terutama pada

kapasitas injeksi yang tinggi dan kondisi aliran turbulen).

6. Mempuntai spesific gravity (Sg) tinggi, sehingga relatif

terhadap minyak. Dengan demikian tekanan hidrostatiknya

besar dan mengurangi tekanan pompa yang diperlukan untuk

perekahan.

7. Mempunyai daya pengangkutan yang baik terhadap proppant

ke dalam rekahan.

Adapun kerugiannya ialah sbb :

1. Kurang efektif tehadap formasi bertekanan rendah.

2. Kurang efektif untuk batuan formasi yang bersifat dibasahi

minyak (water wet formation) .


8

Fluida Perekah Berbahan Dasar Minyak Fluida perekah

jenis ini tidak dapat digunakan untuk reservoir gas, karena sangat

berpotensi terjadi kebakaran. Ada beberapa jenis fluida perekah

berbahan dasar minyak yaitu :

1. Napalm Gel : bahan dasar yang digunakan ialah kerosen atau

minyak diesel atau crude oil, yang dipadatkan dengan

penambahan napalm (allumunium fatty acid salt). Gel

ini mempunyai viskositas tinggi dan mampu membawa

proppant dan fluid loss-nya rendah

2. Viscous Refined Oil : mudah didapatkan (dari refinery) dan

dapat dihasilkan kembali sebagai hasil produksi.

Viskositasnya akan berkurang apabila bercampur dengan

fluida formasi, sehingga mudah dikeluarkan kembali setelah

operasi perekahan selesai.

3. Crude Oil : minyak mentah yang pekat dan kental dapat

digunakan sebagai fluida perekah setelah ditambah fluid loss

agent. Additive yang digunakan biasanya ialah Adormite Mark

II (sulfonated Alkylbenzene)

4. Gelled Oil : fluida perekah ini merupakan hasil campuran

minyak air dengan sedikit fatty acid soap dan caustic sehingga

dapat berbentuk gel.

Adapun jenisnya yang paling sering digunakan ialah gelled oil,

karena selain mudah didapat, koefisien geseknya terhadap dinding


9

pipa realtif kecil. Namun jenis fluida ini tidak dapat digunakan untuk

temperatur tinggi dan sistem gel-nya sangat dipengaruhi oleh kadar air

serta sifat dasar alamiah dari minyaknya.

Fluida perekah berbahan dasar emulsi biasanya jenis fluida

ini digunakan hanya untuk lapisan karbonat. Emulsi asam HCl

digunakan sebagai fluida perekah pada formasi bertekanan tinggi

(diatas 250 0F). Untuk temperatur di bawah 250 0F,digunakan asam

HCl dengan konsentrasi tinggi (± 28%). Konsentrasi HCl yang

diperlukan, bergantung pada jenis batuan karbonat yang akan

direkahkan. Untuk bisa memilih jenis fluida perekah yang

tepat,harus dilakukan uji coba laboratorium dengan cara

memompakan berbagai jenis fluida yang mungkin. Dalam pemilihan

jenis cairan perekah, hal- hal yang harus dipertimbangkan adalah sbb

1. Sifat – sifat alamiah dari batuan yang akan direkahkan, contohnya

ialah :

2. Sifat kimiawi batuan : batuan pasir dan batuan karbonat

3. Sifat fisik batuan : tekanan rekah batuan, sifat fisik

kebasahan,temperatur, tekanan overborden, dll

4. Jenis fluida yang terkandung dalam batuan. Jenis kandungan

fluida dalam batuan cenderung mempengaruhi sifat fluida

perekah

5. Ekonomis, efektif dan aman.


10

Temperatur dan tekanan formasi harus ddijadikan

sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis proppant, jenis

fluida perekah, konsentrasi bahan kimia (additive) pengontrol sifat

fisik fluida perekah. Untuk jenis fluida perekah berbahan dasar

minyak, konsentrasi fluid loss serta fluid friction additive yang

diperlukan akan semakin banyak dengan makin bertambahnya

temperatur. Sedangkan untuk fluida perekah berbahan dasar asam,

pada temperatur tinggi perlu ditambahkan “ thickening additive”

karena kontur acid gel akan pecah pada temperatur yang tinggi. Hal

yang sama juga akan terjadi pada fluida perekah dengan bahan dasar

air, tetapi pengaruh temperatur tersebut tidak sebesarpada bahan dasar

asam atau minyak.

Viskositas dan spesific gravity (Sg) fluida perekah akan

bertambah dengan bertambahnya tekanan. Keadaan ini harus

diperhitungkan pada waktu penentuan viskositas dan spesific gravity

(Sg) fluida perekah di permukaan. Bila tekanan formasi rendah, yang

perlu diperhatikan ialah, fluida perekah harus mudah dikeluarkan

kembali setelah operasi selesai dilakukan. Apabila formasi

mengandung minyak berat (aspal dan parafin), jangan digunakan

fluida perekah berbahan dasar minyak yang mempunyai 0API yang

tinggi, karena dapat menyebabkan pengendapan aspal dan parafin.

Oleh karena itu fluida perekah berbahan dasar air sangat lazim
11

dan bagus digunakan untuk berbagai jenis minyak, karena

mempunyai sifat fluid disperse yang tinggi.

Untuk batuan formasi yang bersifat dibasahi minyak ( oil

wet formation), sebaiknya digunakan minyak sebagai fluida

perekah karena untuk mencegah terjadinya penurunan permeabilitas

realatif minyak serta kemungkinan terjadinya water blocking. Hal

lain yang harus diperhatikan adalah efek pencampuran antara fluida

perekah dengan fluida formasi. Apakah tidak akan terjadi emulsi

stabil atau pengendapan bahan kimia (scale). Untuk itu diperlukan

penelitian di laboratorium terlebih dahulu.

2.3.3 Pengontrolan Sifat – Sifat Fisik Fluida Perekah

Dalam penggunaan fluida perekah, ada 3 hal utama

yang harus dikontrol, yaitu :

1. Kehilangan cairan pada formasi (fluid loss)

2. Kekentalan (viscositas)

3. Kehilangan tekanan akibat gesekan dengan dinding pipa

(friction loss)

Fluid loss yang kecil akan menghasilkan efisiensi yang

baik untuk penekanan terhadap formasi, sehingga dapat dicapai

luas daerah perekahan yang besar karena fluida yang masuk ke

formasi sedikit. Untuk mengontrol kehilangan fluida dapat

dilakukan dengan menambahkan bahan pengontrol kehilangan

fluida ( fluid loss control additive), dengan konsentrasi yang sesuai


12

dengan sifat – sifat batuan formasi, temperatur dan tekanan dasar

sumur. Adapun sifat dari additive ini ialah :

1. Sangat efektif pada konsentrasi rendah.

2. Tidak reaktif pada konsentrasi rendah.

3. Dapat dialirkan melalui pipa saluran mudah dikeluarkan

dari formasi.

Pada umumnya fluid loss control additive yang

biasa digunakan adalah :

1. Silica Flour.

2. Silica Flour dan Polymer.

3. Oil Solube Resin.

4. Oil Solube Resin dan Natural Polymer.

5. Emulsions.

6. Insoluble Gases.

Daya penetrasi fluida rekah dipengaruhi oleh viskositas fluida

rekah dan densitasnya, selain itu, viskositas juga mempengaruhi

kapasitas pembawaan proppant ke dalam rekahan.

Adapun viskositas dari fluida perekah harus diperbesar karena :

1. Untuk menambah daya rekahan

2. Memperkecil fluid loss

3. Menambah kapasitas pembawaan proppant ke dalam

rekahan Cairan dengan viskositas tinggi mempunyai

kemampuan penetrasi yang baik, sehingga dapat menghasilkan


13

lebar rekahan yang besar. Kapasitas pembawaan proppant juga

semakin baik bila viskositas fluida perekah tinggi, sehingga

dapat menghasilkan pendorong proppant ke dalam rekahan yang

baik.Viskositas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kehilangan

tekanan yang besar dan memperberat kerja pompa. Apabila terlalu

rendah dan mengakibatkan terjadinya akumulasi proppant

didalam lubang bor. Untuk itu, harus ditentukan viskositas yang

paling efektif untuk perekahan. Untuk mengontrol viskositas fluida

perekah dapat dilakukan dengan menambah “Gelling Agent”.

Beberapa “Gelling Agent” yang biasa digunakan untuk fluida

perekah bahan dasar air ialah :

1. Guar Gum.

2. Hydroxyethyl Cellulose.

3. Polyacrylamide.

Untuk mengefektifkan daya pompa atau mengurangi daya

pompa yang diperlukan untuk perekahan, besar gesekan yang

terjadi antara fluida perekah harus sekecil mungkin. Untuk itu

dapat dilakukan dengan menambahkan material friction reducing.

Berikut ini ialah jenis friction reducing yang sering digunakan :

1. Untuk fluida berbahan dasar minyak : Fatty Acid Soap – Oil

Gel dan Linier High – Molecular – Weight Hydrocarbon

Polymer.
14

2. Untuk fluida berbahan dasar air : Guar Gum, Essentially

Polyacrylamide, Partially Hydrolize Polyacrylamide, dan

Cellulose.

Apabila fluida perekah yang digunakan adalah jenis fluida

perekah berbahan dasar air, maka additive yang perlu ditambahkan

lagi ialah :

1. Bactericide : berperan untuk melindungi polimer dari

perusakan bakteri formasi. Hanya perlu ditambahkan ke

dalam fluida perekah jika ditambahkan polimer.

2. Surfactant : berperan untuk merekahan tegangan

permukaan dan tekanan kapiler di dalam ruang – ruang

berpori. Pada fluida perekah berbahan dasar air ditambahkan

additive ini.

3. Scale Removal Additive : berperan sebagai pencegah tejadinya

scale (pengendaan calcium carboate dan calcium sulfate) pada

tubing maupun peralatan lain.


15

2.4 Propping agent (Proppant )

Propping agent (Proppant) ialah suatu material pengganjal celah

hasil perekahan yang dihantarkan ke dalam rekahan oleh fluida perekah.

Fungsi utama dari proppant ini ialah mengisi celah – celah setelah

proses perekahan dilakukan agar celah tersebut tidak kembali pada bentuk

semula.

2.4.1 Fungsi Propping agent

Salah satu yang dianggap paling penting dalam

berhasil tidaknya pekerjaan perekahan hidrolik ialah pemilihan

jenis dan ukuran proppant yang harus digunakan.

Berdasarkan fungsi utamanya, proppant harus memiliki sifat sbb

1. Berbentuk bulat dan simetris

2. Mempunyai specific gravity antara 0,8 s/d 3.0

3. Berdiameter cukup besar

4. Mempunyai compressive strength tinggi

5. Memiliki ukuran butiran yang seragam

6. Inert atau mudah bercampur terhadap semua jenis fluida

formasi dan treating chemicals

2.5 Jenis-Jenis Hydraulic Fracturing

Pada hydraulic fracturing terdapat berbagai jenis. Pemilihan jenis-

jenis ini dipilih tergantung dari karakteristik formasi yang meliputi


16

permeabilitas, faktor skin, sensitifitas fluida dan kekuatan formasinya.

Berikut ini adalah jenis-jenis dari hydraulic fracturing:

2.5.1 Low Permeability Fracturing

Low permeability fracturing sering digunakan pada formasi

sumur gas dengan permeabilitas yang sangat rendah. Dengan kisaran

harga permeabilitas pada formasi ini, yaitu antara 1 mD sampai 1

µD. Fracturing jenis ini juga dapat digunakan pada sumur minyak

dengan nilai permeabilitas yang rendah walaupun nilai

permeabilitasnya dua kali lebih besar daripada permeabilitas sumur

gas.

Pada penggunaan low permeability fracturing, rekahan di

rancang dengan konduktifitas yang rendah tetapi memiliki area

permukaan yang besar, dimana pada formasi ini terjadinya leakoff

cenderung lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan permeabilitas

batuan yang sangat rendah. Oleh karena itu, penggunaan hydraulic

fracturing jenis ini memiliki volume fluida dan proppant yang

cukup besar, walaupun konsentrasi proppant secara keseluruhan

pada fluida relatif rendah. Treatment jenis ini memiliki volume pad

yang rendah dan biasanya cukup kuat serta mampu menjaga

viskositas pad untuk waktu yang lama.


17

2.5.2 High Permeability Fracturing

Fracturing dengan formasi high permeability proses

perpindahan fluida batuan menuju rekahan cenderung lebih mudah.

Bagian yang sulitnya adalah membuat rekahan lebih konduktif

daripada formasi disekitar area lubang bor.

Formasi dengan permeabilitas yang tinggi mempunyai leakoff

fluid yang sangat tinggi sehingga volume pad menjadi bagian yang

penting pada treatment ini. Formasi dengan permeabilitas yang

tinggi dapat dilakukan dengan kombinasi treatment berdasarkan

karakteristik formasinya, yaitu:

a. Frack and pack treatment, treatment jenis ini digunakan

pada formasi unconsolidated.

b. Skin by pass treatment, treatment jenis ini digunakan pada

formasi dengan permasalahan skin damage.

2.6 Peralatan Hydraulic Fracturing

Pada metode stimulasi Hydraulic Fracturing (Perekahan Hidrolik)

terdapat beberapa peralatan-peralatan yang dapat digunakan, yang mana

peralatan tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, antara lain:

2.6.1 Surface Equipment

1. Water Tank

Berfungsi untuk menampung fluida dasar (fresh water) sebelum

nantinya akan dihisap oleh blender kedalam mixing tub.


18

2. Frac Blender

Berfungsi untuk mencampurkan fluida dasar, proppant (pasir),

dan berbagai jenis additive lainnya didalam mixing tub.

3. Sand Silo

Berfungsi untuk menampung proppant (pasir) sebelum nantinya

akan dicampurkan didalam mixing tub.

4. Frac Pump

Berfungsi untuk memompakan fluida treatment pada saat

merekahkan formasi.

5. Treating Line

Berfungsi sebagai pengantar fluida treatment dari pompa menuju

sumur melalui wellhead.

6. Control Cabin

Berfungsi sebagai monitoring screen, radio control dan terdapat

fracturing simulator software.

2.6.2 Subsurface Equipment

1. Tubing / Drill Pipe

Berfungsi untuk menghantarkan aliran fluida treatment hingga

sampai ke kedalaman yang diinginkan.

2. Packer

Berfungsi untuk mengisolasi area antara lubang sumur (cased

hole atau open hole) dan tubing/drill pipe.


19

2.7 Prosedur Stimulasi Hydraulic Fracturing

Eksekusi dari hydraulic fracturing pada sumur yaitu dimulai dengan

melakukan Quality Control, Tubing Pickle, Pressure Test, Step Rate Test

(Step Up Test & Step Down Test), Mini Fracturing, Main Fracturing dan

Flushing.

2.7.1 Quality Control

Quality control fluida perekahan merupakan pengujian kelayakan

sample fluida perekah yang telah dibuat sehingga sample cocok

terhadap sumur yang akan direkahkan. Adapun pengujian kualitas

tersebut terdiri dari uji mutu air, bacteria test, crosslink test, static

breaker test dan breaker test dengan PVS rheometer brookfield.

2.7.2 Tubing Pickle

Tubing Pickle bertujuan membersihkan tubing string dengan

memompakan pickle treatment HCl (asam klorida) dan memompakan

displace bbl CF (kalifornium).Kemudian mensirkulasikan menuju

ground pit dan dinetralkan menggunakan soda ash hingga pH sampai

7. Setelah itu, dilakukannya pressure test.

2.7.3 Pressure Test

Merupakan test tahap awal dari operasi hydraulic fracturing,

yang dilakukan dengan memberikannya tekanan selama beberapa

menit yang dimana bagian ujung tubing dipasang plug untuk menahan

pressure. Tujuan dari tubing pressure test adalah untuk mengetahui

ada atau tidaknya kebocoran pada tubing, sehingga apabila terdapat


20

kebocoran pada tubing, maka dapat segera diganti sebelum tahapan

fracturing lainnya dilakukan. Setelah seluruh rangkaian tubing telah

di test dan hasilnya tidak terdapat kebocoran maka tahap selanjutnya

adalah release plug.

2.7.4 Step Rate Test (Step Up Test & Step Down Test)

Step Rate Test merupakan pengujian laju fluida yang

dilakukan secara bertahap. Tujuan dari test ini adalah untuk

mengetahui laju injeksi pada saat batuan mulai rekah serta untuk

mengetest kekuatan dari pipa, pompa, serta packer. Sehingga pada

Step Up test perlu diatur laju injeksi yang meningkat sedikit demi

sedikit secara bertahap ini berfungsi untuk menentukan tekanan saat

batuan mulai pecah (breakdown pressure) serta rate pemompaan

untuk perpanjangan rekahan (pressure extension rate). Hasil plot

antara tekanan tubing (psi) dengan laju injeksi (bpm) dimana

menunjukkan titik perpotongan yang di hasilkan yaitu fracture

extention. Setelah step up test dilanjutkan step down dengan rate

menurun secara bertahap dan cepat, Step down test digunakan

terutama untuk mengetahui adanya hambatan di sekitar lubang

sumur baik yang disebabkan oleh adanya hambatan di perforasi

(perforation friction) maupun akibat tortuosity. Test ini biasanya

dilakukan sebelum tahap pelaksanaan minifrac.


21

2.7.5 Mini Frac

Setelah dilakukan step rate test (step up test dan step down test),

eksekusi selanjutnya adalah kegiatan mini frac. Tujuan dari mini frac

sendiri adalah untuk memberikan informasi sebaik mungkin di dalam

formasi,yaitu mencari tau seberapa banyak pasir yang mampu masuk

kedalam formasi dengan menginjeksikan fluida treatment tanpa

proppant. Mini Frac dilakukan sebelum pemompaan yang sebenarnya

dan dirancang untuk sedekat mungkin dengan pemompaan yang

sebenarnya, tanpa dilakukannya pemompaan proppant. Data dari mini

frac, kita bisa mendapatkan properties dari rock mechanical dan fluid

leak off dari tekanan matching design pada tekanan surface yang

sebenarnya. Data yang diperoleh adalah ISIP (Instantaneous Shut In

Pressure), clossure pressure, stress gradient dan fluid efficiency.

Pencocokan tekanan merupakan semua tentang membuat simulator

memprediksi respon tekanan yang sama sebagai reaksi sebenarnya

diproduksi oleh formasi. Setelah pencocokan tekanan dilakukan,

komputer akan memprediksi respon tekanan yang sangat mirip dari

kepekaan sifat batuan (sensitivity of rock properties) dan parameter

leak off.
22

2.7.6 Main Frac

Setelah mengetahui semua data yang ada di dalam lubang sumur

melalui step rate test dan mini frac, maka dilakukan verifikasi desain

awal dengan data-data tersebut yang banyak menghasilkan volume

fluida yang dibutuhkan, kepastian parameter-parameter fluida dan

volume proppant yang akan digunakan. Setelah itu, dilakukan

eksekusi utama dalam hydraulic fracturing, yaitu main fracturing.

2.7.7 Flushing

Setelah dilakukan main frac, maka dilakukan flushing atau

displace dengan slickwater berupa KCl 4% dengan final presssure.

Flushing ini bertujuan untuk mendorong proppant yang telah dialirkan

ke dalam sumur agar masuk ke dalam formasi rekahan. Setelah itu,

menghentikan pemompaan dengan menunggu fluida perekah mencair

dan mengamati tekanan yang terjadi.


DAFTAR ISI
halaman
Cover................................................................................................................. i
Abstrak.............................................................................................................. ii
Lembar Orisinalitas........................................................................................... iii
Lembar Pengesahan........................................................................................... iv
Kata Pengantar................................................................................................... v
Daftar isi............................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................... 1
Tema..................................................................................................... 2
Tujuan................................................................................................... 2
Manfaat................................................................................................. 2
BAB II DASAR TEORI
Prinsip Dasar.......................................................................................... 3
Mekanisme Perekahan Batuan............................................................... 5
Fluida Perekah....................................................................................... 6
Propping Agent..................................................................................... 15
Jenis hydraulic fracturing..................................................................... 15
Peralatan hydraulic fracturing............................................................... 17
Prosedur Stimulasi hydraulic fracturing............................................... 19
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Pendahuluan.......................................................................................... 23
Pengambilan data.................................................................................. 23
Pengolahan Data.................................................................................... 23
Diagram alir.......................................................................................... 24

vi
BAB IV GAMBARAN PERUSAHAAN.................................................... 25
BAB V PEMBAHASAN
Data.................................................................................................. 26
Pemilihan jenis hydraulic fracturing............................................... 31
Pemilihan jenis proppant................................................................. 32

vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat produksi, lazimnya sangat banyak ditemukan permasalahan
yang dapat menghambat proses pengangkatan fluida dari dalam sumur ke
permukaan (proses produksi minyak) yang di karenakan masalah teknis
(alat) maupun non teknis (reservoir). Dalam hal ini, diperlukan suatu
pengerjaan stimulasi atau perangsangan pada sumur tersebut agar tetap
dapat memproduksikan fluida terus – menerus.
Adapun tujuan dari stimulasi ini ialah tidak lain untuk
meningkatkan produktivitas sumur itu sendiri. Ada beberapa jenis
stimulasi yang dapat dilakukan, namun pada kali ini jenis stimulasi yang
dipilih ialah dengan cara peretakan batuan secara hidrolik (hydraulic
fracturing) dengan tujuan untuk memperbesar permeabilitas batuan,
sehingga diharapkan fluida dari reservoir dapat masuk ke dalam lubang
bor dengan akumulasi yang relatif stabil seperti sebelum dilakukan proses
stimulasi.
Adapun faktor-faktor yang mendasari pemilihan
hydraulic fracturing adalah :
• Cadangan reservoir tersebut masih relatif ekonomis.
• Kondisi permeabilitas batuannya relatif rendah.
• Tekanan yang terakumulasi di dalam lapisan formasi masih relatif
besar.

Faktor-faktor tersebut merupakan faktor utama dipilihnya


perekahan hidrolik batuan untuk merangsang produktivitas sumur
produksi. Adapun keadaan sumur tersebut setelah dilakukan stimulasi jenis
perekahan hidrolik batuan ini ialah :
• Meningkatkan permeabilitas sumur (fluida relatif mudah untuk
mengalir ke dalam lubang sumur).
• Memperbaiki zona damage akibat proses produksi sebelumnya.

1
2

• Mengurangi fines atau produksi pasir yang dapat merusak peralatan


produksi.
Proses pengerjaan perekahan hidrolik batuan ini di harapkan
untukdapat mendongkrak produktivitas sumur itu kembali. Sehingga
sumur tersebut masih dapat diproduksikan dan tidak meninggalkannya.
1.2 Tema
Tema laporan tugas ini adalah mengenai proses perekahan batuan
hidrolik untuk meningkatkan tingkat produksi suatu sumur dengan cara
memperbesar permeabilitas batuannya . Adapun judul spesifik yang
diambil ialah “Metode Hydraulic Fracturing Menggunakan MLF-P3D”.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui dan memahami pekerjaan Hydraulic Fracturing.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui metode Hydraulic Fracturing menggunakan
software FracCade.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
1. Dapat mengaplikasikan metode Hydraulic Fracturing.
1.4.2 Manfaat Bagi Akamigas Balongan
1. Tersusunnya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan nyata di
lapangan.
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Prinsip Dasar

Hydraulic fracturing ialah cabang dari proses stimulasi sumur

dengan tujuan memperbesar pemeabilitas batuan dan mulai populer sekitar

tahun 1948 dan sejak tahun 1980 keatas mulai meningkat kembali

karena penggunaan pada formasi yang permeabilitas yang besar. Pada saat

ini hydraulic fracturing bukan saja digunakan untuk meningkatkan

produksi dengan menembus zona damage dan meningkatkan permeabilitas

namun juga digunakan untuk menahan fines atau produksi pasir pada

formasi yang berpermeabilitas besar.

Hydarulic fracturing didefinisikan sebagai suatu cara untuk

meningkatkan produktivitas lapisan penghasil hidrokarbon dengan cara

perekahan lapisan tersebut secara hidrolik. Untuk melakukan perekahan

digunakan cairan perekah yang dipompakan ke permukaan reservoir hingga

melampaui batas kekuatan batuan maksimum dengan pemompaan fluida

dengan tekanan yang sangat tinggi. Setelah terjadi rekahan, pemompaan

cairan hidrolik masih dilanjutkan agar rekahan yang terjadi bertambah lebar

dan memanjang jauh kedalam batuan. Untuk menghindari tertutupnya

kembali rekahan tersebut, sebagai tahap terakhir pada cairan perekah yang

di injeksikan ditambahkan material pengganjal atau biasa disebut proppant

(propping agent). Propping agent ini akan terbawa masuk kedalam rekahan

dan akan mengisi seluruh bagian rekahan. Bila semua proppant telah

3
4

dipompakan kedalam sumur, maka pemompaan dihentikan. Meskipun

pemompaan dihentikan, proppant akan tetap berada pada rekahan. Dengan

demikian didalam rekahan batuan terisi proppant yang permeabilitasnya

lebih baik dari permeabilitas batuan formasi. Sebagai pemilihan sumur

untuk di lakukan hydraulic fracturing ialah sumur dengan karakteristik

“Damage Ratio” yang kecil.

Damage Ratio adalah perbandingan antara permeabilitas nyata

terhadap permeabilitas semula. Permeabilitas absolut asli diperoleh dari

data re, sedangkan permeabilitas nyata diperoleh dari dari uji tekanan

dalam bentuk permeabilitas efektif. Rekahan yang dihasilkan dapat

menembus zona yang rusak (damage zone) dan mungkin pula dapat

menghubungkan daerah yang porous permeabel dengan lubang sumur yang

semula terhalang oleh suatu penghalang (barrier). Karena permeabilitas

rekahan lebih besar daripada permeabilitas formasi, maka aliran fluida dari

reservoir menuju lubang sumur\akan lebih lancar. Perbaikan

permeabilitas ini juga akan memperbesar daerah penyerapan sumur

(drainage area). Hasil stimulasi dengan cara hydraulic fracturing

tergantung dari karakteristik batuan, cara penyelesaian sumur dan

keberhasilan dari proses hydraulic fracturing itu sendiri. Adapun

keberhasilan operasi hydraulic fracturing itu sendiri sangat bergantung

pada penentuan parameter perekah, yaitu : tekanan hidrolik yang diberikan,

pemilihan jenis fluida perekah dan pemilihan jenis maupun ukuran proppant

sebagai material pengganjalnya.


5

2.2 Mekanisme Perekahan Batuan

Untuk dapat merekahan batuan reservoir, batuan tersebut harus

diberi tekanan hidrolik sampai melebihi kekuatan dan gaya - gaya yang

mempertahankan keutuhan dari batuan itu. Ada dua gaya utama yang

mempertahankan keutuhan batuan untuk tidak rekah, yaitu gaya vertikal dan

horizontal. Apabila gaya horizontal yang mempertahankan keutuhan

batuan lebih kecil dari gaya vertikalnya, maka batuan tersebut akan dapat

direkahan dengan arah vertikal. Besar tekanan hidrolik untuk

memecahkan batuan pada umumnya berkisar antara 600 psi – 1000 psi

untuk setiap 1000 ft kedalaman. Tekanan rekah batuan formasi tergantung

dari :

• Kekuatan batuan pembentuk formasi. Semakin besar tensil strength

dan compressional strength batuan, semakin besar pula tekanan

rekah yang dibutuhkan.

• Tekanan overborden. Semakin dalam lapisan, maka semakin besar

pula tekanan formasi dan semakin besar pula tekanan rekah

yang dibutuhkan.

• Permeabilitas batuan formasi. Penetrasi fluida perekah ke dalam

formasi semakin efektif bila permeabilitas batuan semakin besar.

Hal ini akan mempermudah proses batuan tersebut.

• Keseragaman lapisan. Lapisan – lapisan yang terbentuk dari

batuan yang mempunyai sifat – sifat fisik yang seragam akan

semakin mudah untuk direkahkan.


6

• Diameter lubang sumur. Sumur dengan diameter

besar akan memperbesar proses perekahan batuan. Hal ini karena

lapisan batuan sudah mengalami damage yang cukup besar.

2.3 Fluida Perekah

Fluida perekah pada umumnya ialah suatu cairan yang digunakan

untuk menghantarkan daya pompa ke batuan formasi, dan juga befungsi

sebagai pembawa material pengganjal (proppant) ke dalam hasil rekahan.

2.3.1 Pemilihan Jenis Fluida Perekah

Pemilihan fluida perekah yang tepat untuk pengerjaan

ini adalah syarat mutlak. Fluida yang digunakan harus

memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:

1. Stabil pada temperatur formasi.

2. Tidak menyebabkan kerusakan terhadap formasi.

3. Tingkat kehilangan cairan (Filtration loss) kecil.

4. Kehilangan tekanan karena gesekan dengan pipa

(casing,tubing) rendah.

5. Mempunyai kemampuan yang efektif untuk membawa

proppant (material pengganjal) ke dalam batuan.

6. Dapat dikeluarkan dengan mudah setelah operasi perekahan

selesai.

7. Tidak membentuk emulsi yang stabil dengan fluida sumur.

8. Mudah didapat, ekonomis dan relatif mudah dipompakan.


7

2.3.2 Jenis Fluida Perekah

Fluida perekah berbahan dasar air dapat digunakan pada

reservoir minyak maupun gas dengan kapasitas pemompaan tinggi.

Adapun keuntungan fluida berbahan dasar air yaitu :

1. Tidak ada bahaya kebakaran yang ditimbulkan.

2. Murah dan mudah didapat.

3. Mempunyai friction loss rendah.

4. Mudah dan sangat efektif untuk di “ treat” dengan friction

loss additive.

5. Mempunyai viskositas rendah, sehingga mudah untuk

dipompakan (hal ini sangat menguntungkan terutama pada

kapasitas injeksi yang tinggi dan kondisi aliran turbulen).

6. Mempuntai spesific gravity (Sg) tinggi, sehingga relatif

terhadap minyak. Dengan demikian tekanan hidrostatiknya

besar dan mengurangi tekanan pompa yang diperlukan untuk

perekahan.

7. Mempunyai daya pengangkutan yang baik terhadap proppant

ke dalam rekahan.

Adapun kerugiannya ialah sbb :

1. Kurang efektif tehadap formasi bertekanan rendah.

2. Kurang efektif untuk batuan formasi yang bersifat dibasahi

minyak (water wet formation) .


8

Fluida Perekah Berbahan Dasar Minyak Fluida perekah

jenis ini tidak dapat digunakan untuk reservoir gas, karena sangat

berpotensi terjadi kebakaran. Ada beberapa jenis fluida perekah

berbahan dasar minyak yaitu :

1. Napalm Gel : bahan dasar yang digunakan ialah kerosen atau

minyak diesel atau crude oil, yang dipadatkan dengan

penambahan napalm (allumunium fatty acid salt). Gel

ini mempunyai viskositas tinggi dan mampu membawa

proppant dan fluid loss-nya rendah

2. Viscous Refined Oil : mudah didapatkan (dari refinery) dan

dapat dihasilkan kembali sebagai hasil produksi.

Viskositasnya akan berkurang apabila bercampur dengan

fluida formasi, sehingga mudah dikeluarkan kembali setelah

operasi perekahan selesai.

3. Crude Oil : minyak mentah yang pekat dan kental dapat

digunakan sebagai fluida perekah setelah ditambah fluid loss

agent. Additive yang digunakan biasanya ialah Adormite Mark

II (sulfonated Alkylbenzene)

4. Gelled Oil : fluida perekah ini merupakan hasil campuran

minyak air dengan sedikit fatty acid soap dan caustic sehingga

dapat berbentuk gel.

Adapun jenisnya yang paling sering digunakan ialah gelled oil,

karena selain mudah didapat, koefisien geseknya terhadap dinding


9

pipa realtif kecil. Namun jenis fluida ini tidak dapat digunakan untuk

temperatur tinggi dan sistem gel-nya sangat dipengaruhi oleh kadar air

serta sifat dasar alamiah dari minyaknya.

Fluida perekah berbahan dasar emulsi biasanya jenis fluida

ini digunakan hanya untuk lapisan karbonat. Emulsi asam HCl

digunakan sebagai fluida perekah pada formasi bertekanan tinggi

(diatas 250 0F). Untuk temperatur di bawah 250 0F,digunakan asam

HCl dengan konsentrasi tinggi (± 28%). Konsentrasi HCl yang

diperlukan, bergantung pada jenis batuan karbonat yang akan

direkahkan. Untuk bisa memilih jenis fluida perekah yang

tepat,harus dilakukan uji coba laboratorium dengan cara

memompakan berbagai jenis fluida yang mungkin. Dalam pemilihan

jenis cairan perekah, hal- hal yang harus dipertimbangkan adalah sbb

1. Sifat – sifat alamiah dari batuan yang akan direkahkan, contohnya

ialah :

2. Sifat kimiawi batuan : batuan pasir dan batuan karbonat

3. Sifat fisik batuan : tekanan rekah batuan, sifat fisik

kebasahan,temperatur, tekanan overborden, dll

4. Jenis fluida yang terkandung dalam batuan. Jenis kandungan

fluida dalam batuan cenderung mempengaruhi sifat fluida

perekah

5. Ekonomis, efektif dan aman.


10

Temperatur dan tekanan formasi harus ddijadikan

sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis proppant, jenis

fluida perekah, konsentrasi bahan kimia (additive) pengontrol sifat

fisik fluida perekah. Untuk jenis fluida perekah berbahan dasar

minyak, konsentrasi fluid loss serta fluid friction additive yang

diperlukan akan semakin banyak dengan makin bertambahnya

temperatur. Sedangkan untuk fluida perekah berbahan dasar asam,

pada temperatur tinggi perlu ditambahkan “ thickening additive”

karena kontur acid gel akan pecah pada temperatur yang tinggi. Hal

yang sama juga akan terjadi pada fluida perekah dengan bahan dasar

air, tetapi pengaruh temperatur tersebut tidak sebesarpada bahan dasar

asam atau minyak.

Viskositas dan spesific gravity (Sg) fluida perekah akan

bertambah dengan bertambahnya tekanan. Keadaan ini harus

diperhitungkan pada waktu penentuan viskositas dan spesific gravity

(Sg) fluida perekah di permukaan. Bila tekanan formasi rendah, yang

perlu diperhatikan ialah, fluida perekah harus mudah dikeluarkan

kembali setelah operasi selesai dilakukan. Apabila formasi

mengandung minyak berat (aspal dan parafin), jangan digunakan

fluida perekah berbahan dasar minyak yang mempunyai 0API yang

tinggi, karena dapat menyebabkan pengendapan aspal dan parafin.

Oleh karena itu fluida perekah berbahan dasar air sangat lazim
11

dan bagus digunakan untuk berbagai jenis minyak, karena

mempunyai sifat fluid disperse yang tinggi.

Untuk batuan formasi yang bersifat dibasahi minyak ( oil

wet formation), sebaiknya digunakan minyak sebagai fluida

perekah karena untuk mencegah terjadinya penurunan permeabilitas

realatif minyak serta kemungkinan terjadinya water blocking. Hal

lain yang harus diperhatikan adalah efek pencampuran antara fluida

perekah dengan fluida formasi. Apakah tidak akan terjadi emulsi

stabil atau pengendapan bahan kimia (scale). Untuk itu diperlukan

penelitian di laboratorium terlebih dahulu.

2.3.3 Pengontrolan Sifat – Sifat Fisik Fluida Perekah

Dalam penggunaan fluida perekah, ada 3 hal utama

yang harus dikontrol, yaitu :

1. Kehilangan cairan pada formasi (fluid loss)

2. Kekentalan (viscositas)

3. Kehilangan tekanan akibat gesekan dengan dinding pipa

(friction loss)

Fluid loss yang kecil akan menghasilkan efisiensi yang

baik untuk penekanan terhadap formasi, sehingga dapat dicapai

luas daerah perekahan yang besar karena fluida yang masuk ke

formasi sedikit. Untuk mengontrol kehilangan fluida dapat

dilakukan dengan menambahkan bahan pengontrol kehilangan

fluida ( fluid loss control additive), dengan konsentrasi yang sesuai


12

dengan sifat – sifat batuan formasi, temperatur dan tekanan dasar

sumur. Adapun sifat dari additive ini ialah :

1. Sangat efektif pada konsentrasi rendah.

2. Tidak reaktif pada konsentrasi rendah.

3. Dapat dialirkan melalui pipa saluran mudah dikeluarkan

dari formasi.

Pada umumnya fluid loss control additive yang

biasa digunakan adalah :

1. Silica Flour.

2. Silica Flour dan Polymer.

3. Oil Solube Resin.

4. Oil Solube Resin dan Natural Polymer.

5. Emulsions.

6. Insoluble Gases.

Daya penetrasi fluida rekah dipengaruhi oleh viskositas fluida

rekah dan densitasnya, selain itu, viskositas juga mempengaruhi

kapasitas pembawaan proppant ke dalam rekahan.

Adapun viskositas dari fluida perekah harus diperbesar karena :

1. Untuk menambah daya rekahan

2. Memperkecil fluid loss

3. Menambah kapasitas pembawaan proppant ke dalam

rekahan Cairan dengan viskositas tinggi mempunyai

kemampuan penetrasi yang baik, sehingga dapat menghasilkan


13

lebar rekahan yang besar. Kapasitas pembawaan proppant juga

semakin baik bila viskositas fluida perekah tinggi, sehingga

dapat menghasilkan pendorong proppant ke dalam rekahan yang

baik.Viskositas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kehilangan

tekanan yang besar dan memperberat kerja pompa. Apabila terlalu

rendah dan mengakibatkan terjadinya akumulasi proppant

didalam lubang bor. Untuk itu, harus ditentukan viskositas yang

paling efektif untuk perekahan. Untuk mengontrol viskositas fluida

perekah dapat dilakukan dengan menambah “Gelling Agent”.

Beberapa “Gelling Agent” yang biasa digunakan untuk fluida

perekah bahan dasar air ialah :

1. Guar Gum.

2. Hydroxyethyl Cellulose.

3. Polyacrylamide.

Untuk mengefektifkan daya pompa atau mengurangi daya

pompa yang diperlukan untuk perekahan, besar gesekan yang

terjadi antara fluida perekah harus sekecil mungkin. Untuk itu

dapat dilakukan dengan menambahkan material friction reducing.

Berikut ini ialah jenis friction reducing yang sering digunakan :

1. Untuk fluida berbahan dasar minyak : Fatty Acid Soap – Oil

Gel dan Linier High – Molecular – Weight Hydrocarbon

Polymer.
14

2. Untuk fluida berbahan dasar air : Guar Gum, Essentially

Polyacrylamide, Partially Hydrolize Polyacrylamide, dan

Cellulose.

Apabila fluida perekah yang digunakan adalah jenis fluida

perekah berbahan dasar air, maka additive yang perlu ditambahkan

lagi ialah :

1. Bactericide : berperan untuk melindungi polimer dari

perusakan bakteri formasi. Hanya perlu ditambahkan ke

dalam fluida perekah jika ditambahkan polimer.

2. Surfactant : berperan untuk merekahan tegangan

permukaan dan tekanan kapiler di dalam ruang – ruang

berpori. Pada fluida perekah berbahan dasar air ditambahkan

additive ini.

3. Scale Removal Additive : berperan sebagai pencegah tejadinya

scale (pengendaan calcium carboate dan calcium sulfate) pada

tubing maupun peralatan lain.


15

2.4 Propping agent (Proppant )

Propping agent (Proppant) ialah suatu material pengganjal celah

hasil perekahan yang dihantarkan ke dalam rekahan oleh fluida perekah.

Fungsi utama dari proppant ini ialah mengisi celah – celah setelah

proses perekahan dilakukan agar celah tersebut tidak kembali pada bentuk

semula.

2.4.1 Fungsi Propping agent

Salah satu yang dianggap paling penting dalam

berhasil tidaknya pekerjaan perekahan hidrolik ialah pemilihan

jenis dan ukuran proppant yang harus digunakan.

Berdasarkan fungsi utamanya, proppant harus memiliki sifat sbb

1. Berbentuk bulat dan simetris

2. Mempunyai specific gravity antara 0,8 s/d 3.0

3. Berdiameter cukup besar

4. Mempunyai compressive strength tinggi

5. Memiliki ukuran butiran yang seragam

6. Inert atau mudah bercampur terhadap semua jenis fluida

formasi dan treating chemicals

2.5 Jenis-Jenis Hydraulic Fracturing

Pada hydraulic fracturing terdapat berbagai jenis. Pemilihan jenis-

jenis ini dipilih tergantung dari karakteristik formasi yang meliputi


16

permeabilitas, faktor skin, sensitifitas fluida dan kekuatan formasinya.

Berikut ini adalah jenis-jenis dari hydraulic fracturing:

2.5.1 Low Permeability Fracturing

Low permeability fracturing sering digunakan pada formasi

sumur gas dengan permeabilitas yang sangat rendah. Dengan kisaran

harga permeabilitas pada formasi ini, yaitu antara 1 mD sampai 1

µD. Fracturing jenis ini juga dapat digunakan pada sumur minyak

dengan nilai permeabilitas yang rendah walaupun nilai

permeabilitasnya dua kali lebih besar daripada permeabilitas sumur

gas.

Pada penggunaan low permeability fracturing, rekahan di

rancang dengan konduktifitas yang rendah tetapi memiliki area

permukaan yang besar, dimana pada formasi ini terjadinya leakoff

cenderung lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan permeabilitas

batuan yang sangat rendah. Oleh karena itu, penggunaan hydraulic

fracturing jenis ini memiliki volume fluida dan proppant yang

cukup besar, walaupun konsentrasi proppant secara keseluruhan

pada fluida relatif rendah. Treatment jenis ini memiliki volume pad

yang rendah dan biasanya cukup kuat serta mampu menjaga

viskositas pad untuk waktu yang lama.


17

2.5.2 High Permeability Fracturing

Fracturing dengan formasi high permeability proses

perpindahan fluida batuan menuju rekahan cenderung lebih mudah.

Bagian yang sulitnya adalah membuat rekahan lebih konduktif

daripada formasi disekitar area lubang bor.

Formasi dengan permeabilitas yang tinggi mempunyai leakoff

fluid yang sangat tinggi sehingga volume pad menjadi bagian yang

penting pada treatment ini. Formasi dengan permeabilitas yang

tinggi dapat dilakukan dengan kombinasi treatment berdasarkan

karakteristik formasinya, yaitu:

a. Frack and pack treatment, treatment jenis ini digunakan

pada formasi unconsolidated.

b. Skin by pass treatment, treatment jenis ini digunakan pada

formasi dengan permasalahan skin damage.

2.6 Peralatan Hydraulic Fracturing

Pada metode stimulasi Hydraulic Fracturing (Perekahan Hidrolik)

terdapat beberapa peralatan-peralatan yang dapat digunakan, yang mana

peralatan tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, antara lain:

2.6.1 Surface Equipment

1. Water Tank

Berfungsi untuk menampung fluida dasar (fresh water) sebelum

nantinya akan dihisap oleh blender kedalam mixing tub.


18

2. Frac Blender

Berfungsi untuk mencampurkan fluida dasar, proppant (pasir),

dan berbagai jenis additive lainnya didalam mixing tub.

3. Sand Silo

Berfungsi untuk menampung proppant (pasir) sebelum nantinya

akan dicampurkan didalam mixing tub.

4. Frac Pump

Berfungsi untuk memompakan fluida treatment pada saat

merekahkan formasi.

5. Treating Line

Berfungsi sebagai pengantar fluida treatment dari pompa menuju

sumur melalui wellhead.

6. Control Cabin

Berfungsi sebagai monitoring screen, radio control dan terdapat

fracturing simulator software.

2.6.2 Subsurface Equipment

1. Tubing / Drill Pipe

Berfungsi untuk menghantarkan aliran fluida treatment hingga

sampai ke kedalaman yang diinginkan.

2. Packer

Berfungsi untuk mengisolasi area antara lubang sumur (cased

hole atau open hole) dan tubing/drill pipe.


19

2.7 Prosedur Stimulasi Hydraulic Fracturing

Eksekusi dari hydraulic fracturing pada sumur yaitu dimulai dengan

melakukan Quality Control, Tubing Pickle, Pressure Test, Step Rate Test

(Step Up Test & Step Down Test), Mini Fracturing, Main Fracturing dan

Flushing.

2.7.1 Quality Control

Quality control fluida perekahan merupakan pengujian kelayakan

sample fluida perekah yang telah dibuat sehingga sample cocok

terhadap sumur yang akan direkahkan. Adapun pengujian kualitas

tersebut terdiri dari uji mutu air, bacteria test, crosslink test, static

breaker test dan breaker test dengan PVS rheometer brookfield.

2.7.2 Tubing Pickle

Tubing Pickle bertujuan membersihkan tubing string dengan

memompakan pickle treatment HCl (asam klorida) dan memompakan

displace bbl CF (kalifornium).Kemudian mensirkulasikan menuju

ground pit dan dinetralkan menggunakan soda ash hingga pH sampai

7. Setelah itu, dilakukannya pressure test.

2.7.3 Pressure Test

Merupakan test tahap awal dari operasi hydraulic fracturing,

yang dilakukan dengan memberikannya tekanan selama beberapa

menit yang dimana bagian ujung tubing dipasang plug untuk menahan

pressure. Tujuan dari tubing pressure test adalah untuk mengetahui

ada atau tidaknya kebocoran pada tubing, sehingga apabila terdapat


20

kebocoran pada tubing, maka dapat segera diganti sebelum tahapan

fracturing lainnya dilakukan. Setelah seluruh rangkaian tubing telah

di test dan hasilnya tidak terdapat kebocoran maka tahap selanjutnya

adalah release plug.

2.7.4 Step Rate Test (Step Up Test & Step Down Test)

Step Rate Test merupakan pengujian laju fluida yang

dilakukan secara bertahap. Tujuan dari test ini adalah untuk

mengetahui laju injeksi pada saat batuan mulai rekah serta untuk

mengetest kekuatan dari pipa, pompa, serta packer. Sehingga pada

Step Up test perlu diatur laju injeksi yang meningkat sedikit demi

sedikit secara bertahap ini berfungsi untuk menentukan tekanan saat

batuan mulai pecah (breakdown pressure) serta rate pemompaan

untuk perpanjangan rekahan (pressure extension rate). Hasil plot

antara tekanan tubing (psi) dengan laju injeksi (bpm) dimana

menunjukkan titik perpotongan yang di hasilkan yaitu fracture

extention. Setelah step up test dilanjutkan step down dengan rate

menurun secara bertahap dan cepat, Step down test digunakan

terutama untuk mengetahui adanya hambatan di sekitar lubang

sumur baik yang disebabkan oleh adanya hambatan di perforasi

(perforation friction) maupun akibat tortuosity. Test ini biasanya

dilakukan sebelum tahap pelaksanaan minifrac.


21

2.7.5 Mini Frac

Setelah dilakukan step rate test (step up test dan step down test),

eksekusi selanjutnya adalah kegiatan mini frac. Tujuan dari mini frac

sendiri adalah untuk memberikan informasi sebaik mungkin di dalam

formasi,yaitu mencari tau seberapa banyak pasir yang mampu masuk

kedalam formasi dengan menginjeksikan fluida treatment tanpa

proppant. Mini Frac dilakukan sebelum pemompaan yang sebenarnya

dan dirancang untuk sedekat mungkin dengan pemompaan yang

sebenarnya, tanpa dilakukannya pemompaan proppant. Data dari mini

frac, kita bisa mendapatkan properties dari rock mechanical dan fluid

leak off dari tekanan matching design pada tekanan surface yang

sebenarnya. Data yang diperoleh adalah ISIP (Instantaneous Shut In

Pressure), clossure pressure, stress gradient dan fluid efficiency.

Pencocokan tekanan merupakan semua tentang membuat simulator

memprediksi respon tekanan yang sama sebagai reaksi sebenarnya

diproduksi oleh formasi. Setelah pencocokan tekanan dilakukan,

komputer akan memprediksi respon tekanan yang sangat mirip dari

kepekaan sifat batuan (sensitivity of rock properties) dan parameter

leak off.
22

2.7.6 Main Frac

Setelah mengetahui semua data yang ada di dalam lubang sumur

melalui step rate test dan mini frac, maka dilakukan verifikasi desain

awal dengan data-data tersebut yang banyak menghasilkan volume

fluida yang dibutuhkan, kepastian parameter-parameter fluida dan

volume proppant yang akan digunakan. Setelah itu, dilakukan

eksekusi utama dalam hydraulic fracturing, yaitu main fracturing.

2.7.7 Flushing

Setelah dilakukan main frac, maka dilakukan flushing atau

displace dengan slickwater berupa KCl 4% dengan final presssure.

Flushing ini bertujuan untuk mendorong proppant yang telah dialirkan

ke dalam sumur agar masuk ke dalam formasi rekahan. Setelah itu,

menghentikan pemompaan dengan menunggu fluida perekah mencair

dan mengamati tekanan yang terjadi.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam mengerjakan laporan tugas akhir ini, penulis menggunakan

beberapa metode untuk mendukung penyusunan dan kajian yang dilaksanakan,

antara lain :

3.1 Pendahuluan

Dengan cara melakukan kajian dengan buku referensi serta paper nasional

maupun internasional yang berhubungan dengan materi hydraulic fracturing.

3.2 Pengambilan Data

Data yang dibutuhkan dalam kajian tugas akhir ini meliputi depth, jenis

komplesi, permeabilitas, porositas, payzone depth, lithology formasi, dan tentunya

well profile yang didapat dari hasil survey geologist.

3.3 Pengolahan Data

Data-data yang telah didapat, kemudian diolah dengan jenis fluida beserta

proppant yang hendak kita pakai. Kita korelasikan data data tersebut ke software

FracCade sehingga kita bis mengetahui keefektifan penggunaan fluida dan

proppant-nya.

23
DIAGRAM ALIR
PENDAHULUAN

PENGUMPULAN DATA

JENIS FLUIDA PEREKAH:


DATA SUMUR: JENIS
• 105 lb/k HEC w/0,2% J PROPPANT:
• Depth
503+20PPTJ464
• Lithology • 16/20
• YF 130 D
• Letak payzone NAPTALITE
• YF 120 D
• Jenis komplesi • 16/30
• Permeabilitas JENIS FLUSH:
CERAMAX P
• Porositas • 12/20
• WF 130
• Diameter lubang ARIZONA
• 105 lb/k HEC w/0,2% J
sumur • 16/30 BM
503+20PPTJ464
• P dan T POLAND
• YF 130 D
• Saturasi • 10 ppg (21,5%)CaCl2
• SG Brine
• Kompresibilitas
batuan
• Mekanika batuan

PENGOLAHAN DATA:

• Mengkorelasikan jenis fluida


dengan proppant
• Mengkorelasikan flush
• Mengkorelasikan data
tersebut dengan keadaan
lubang sumur
• Diameter perforasi
• Chart kecocokan formasi
dengan fluida dan proppant

HASIL:
Fluida+Proppant+flush
yang dipake cocok

24
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Stimulasi yang baik dengan cairan fraktur viskositas tinggi

adalah layak dan menguntungkan dalam banyak situasi. Cairan

viskositas tinggi menghasilkan fraktur lebar yang dapat dipertahankan

dengan proppants besar untuk memberikan fraktur konduktivitas tinggi.

Tes-tes lapangan dan studi-studi laboratorium telah menunjukkan bahwa

adalah mungkin untuk:

1. Memberikan cairan yang sangat sarat pasir, viskositas tinggi ke

permukaan formasi dengan kehilangan tekanan rendah di pipa.

2. Menghasilkan fraktur lebar dengan cairan viskositas tinggi, karena

penurunan kehilangan cairan dan peningkatan penurunan tekanan pada fraktur.

3. Meningkatkan konduktivitas fraktur dengan menggunakan pasir besar

di fraktur lebar atau dengan membawa pasir jauh ke dalam formasi.

4. Merangsang reservoir permeabilitas tinggi dan rendah.

22
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 DATA

Sebelum melakukan pengolahan data mengenai stimulasi hydraulic


fracturing menggunakan metode MLF-3D pada software FracCade, data yang
harus diketahui terlebih dahulu yaitu data sumur.

DATA SUMUR

Nama sumur : X-120

Nama field : Oasis

Nama formasi : Sahara 102

Total MD : 5000 ft

Hole size : 8,5”

Treatment pump through : Tubing

BHS temperature : 120 0F

Surface temperature : 80 0F

Tubing N80

MD : 2500 ft

OD/ID : 3,5” / 2,75” #12,7lb/ft

Collapse pressure : 15306 psi

Burst pressure : 15000 psi

Casing K55

MD : 200 ft

OD/ID : 13,375” / 12,615” #54,5 lb/ft

26
27

Collapse pressure : 1130 psi

Burst pressure : 2730 psi

Casing K55

MD : 3000 ft

OD/ID : 9,625” / 8,921” #36 lb/ft

Collapse pressure : 2020 psi

Burst pressure : 3520 psi

Casing P110

MD : 4995 ft

OD/ID : 7” / 6,094” #32 lb/ft

Collapse pressure : 10760 psi

Burst pressure : 12460 psi

DATA PAYZONE 1

Top TVD : 2775 ft

Top MD : 2775 ft

Gross height : 20 ft

Leakoff height : 20 ft

Net height : 20 ft

Spacing : 160 Acres

Rock type : Limestone

Porosity :6%
28

Permeability : 11 md

Fracture gradient : 0,642 psi/ft

Minimum In-situ Stress : 1775 psi

Reservoir pressure : 1265 psi

Young’s modulus : 1000E+06 psi

Poison’s ratio : 0,25

Fracture toughness : 1200 psi in 0,5

Rock Compressibility : 4,49E-4 1/psi

Total Compressibility : 7,49E-4 1/psi

Specific Gravity : 2,71

Embedment Strenght : 60000 psi

Saturations

Gas : 85 %

Oil :0%

Water : 15 %

Heat Capacity : 0,239 Btu/lbm/dF

Thermal Cond : 1,156 BTU/ft/h/Df

DATA PAYZONE 2

Top TVD : 3075 ft

Top MD : 3075 ft

Gross height : 15 ft
29

Leakoff height : 15 ft

Net height : 15 ft

Spacing : 160 Acres

Rock type : Limestone

Porosity :6%

Permeability : 11 md

Fracture gradient : 0,642 psi/ft

Minimum In-situ Stress : 1979 psi

Reservoir pressure : 1443 psi

Young’s modulus : 1000E+06 psi

Poison’s ratio : 0,25

Fracture toughness : 1200 psi in 0,5

Rock Compressibility : 4,31E-4 1/psi

Total Compressibility : 6,31E-4 1/psi

Specific Gravity : 2,71

Embedment Strenght : 60000 psi

Saturations

Gas : 80 %

Oil :0%

Water : 20 %

Heat Capacity : 0,239 Btu/lbm/dF

Thermal Cond : 1,156 BTU/ft/h/dF


30

DATA PAYZONE 3

Top TVD : 3390 ft

Top MD : 3390 ft

Gross height : 30 ft

Leakoff height : 30 ft

Net height : 30 ft

Spacing : 160 Acres

Rock type : Limestone

Porosity :6%

Permeability : 11 md

Fracture gradient : 0,642 psi/ft

Minimum In-situ Stress : 2186 psi

Reservoir pressure : 1559 psi

Young’s modulus : 1000E+06 psi

Poison’s ratio : 0,35

Fracture toughness : 1200 psi in 0,5

Rock Compressibility : 4,31E-4 1/psi

Total Compressibility : 6,31E-4 1/psi

Specific Gravity : 2,71

Embedment Strenght : 60000 psi


31

Saturations

Gas : 90 %

Oil :0%

Water : 10 %

Heat Capacity : 0,239 Btu/lbm/dF

Thermal Cond : 1,156 BTU/ft/h/dF

5.2 Pemilihan Jenis Hydraulic Fracturing

Pada hydraulic fracturing terdapat berbagai jenis. Pemilihan jenis-

jenis ini dipilih tergantung dari karakteristik formasi yang meliputi

permeabilitas, faktor skin, sensitifitas fluida dan kekuatan formasinya.

Berikut ini adalah jenis-jenis dari hydraulic fracturing:

5.2.1 Low Permeability Fracturing

Low permeability fracturing sering digunakan pada formasi

sumur gas dengan permeabilitas yang sangat rendah. Dengan

kisaran harga permeabilitas pada formasi ini, yaitu antara 1 mD

sampai 1 µD. Fracturing jenis ini juga dapat digunakan pada sumur

minyak dengan nilai permeabilitas yang rendah walaupun nilai

permeabilitasnya dua kali lebih besar daripada permeabilitas sumur

gas.

5.2.2 High Permeability Fracturing

Fracturing dengan formasi high permeability proses

perpindahan fluida batuan menuju rekahan cenderung lebih mudah.


32

Bagian yang sulitnya adalah membuat rekahan lebih konduktif

daripada formasi disekitar area lubang bor. Formasi dengan

permeabilitas yang tinggi mempunyai leakoff fluid yang sangat

tinggi sehingga volume pad menjadi bagian yang penting pada

treatment ini.

5.3 Pemilihan Jenis Fluida Perekah dan Proppant

Dalam laporan tugas akhir ini, kita menggunakan fluida perekah antara

lain, dimana contoh, kita mengambil 2 sample ( 1 berhasil dan 1 gagal) :

 105 lb/k HEC w/0,2% J 503+20PPTJ464

 10 ppg (21,5%) CaCl2 Brine

 YF 130 D

 WF 130

 YF 120 D

Sedangkan proppant yang digunakan yaitu :

 16/20 NAPTALITE

 16/30 Ceramax P

 12/20 Arizona

 16/30 BM Poland
33

5.3.1 Pengujian sumur menggunakan fluida perekah 105 lb/k HEC

w/0,2% J 503+20PPTJ464 dengan proppant 16/20 NAPTALITE

(flush : WF 130)

Dari pengujian tersebut didapat data setiap payzone, yang

menyatakan hydraulic fracturing ini berhasil seperti dibawah ini :

PAYZONE 1

Initial fracture top TVD : 2775 ft

Initial fracture bottom TVD : 2775 ft

EOJ hyd half-length : 135,8 ft

ACL Prop half-length : 135,8 ft

Initial inj rate : 9,5 bbl/min

EOJ rate : 12,5 bbl/min

EOJ efficiency : 0,751

EOJ net pressure : 1873 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 43660 md.ft

Effective fcd : 29,2

Average prop width : 0,791”

Slurry volume : 556,1 bbl

Fluid volume : 17806 gal

Pad volume : 2583 gal

Proppant mass : 120889 gal


34

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 3250 psi

PAYZONE 2

Initial fracture top TVD : 3075 ft

Initial fracture bottom TVD : 3090 ft

EOJ hyd half-length : 55,5 ft

ACL Prop half-length : 55,5 ft

Initial inj rate : 2 bbl/min

EOJ rate : 0,5 bbl/min

EOJ efficiency : 0,277

EOJ net pressure : 1856 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 14518 md.ft

Effective fcd : 23,8

Average prop width : 0,331”

Slurry volume : 48,4 bbl

Fluid volume : 1733 gal

Pad volume : 701 gal

Proppant mass : 6517 gal

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 50,8 min


35

Max surface pressure : 3250 psi

PAYZONE 3

Initial fracture top TVD : 3390 ft

Initial fracture bottom TVD : 3419,9 ft

EOJ hyd half-length : 79,1 ft

ACL Prop half-length : 79,1 ft

Initial inj rate : 3,5 bbl/min

EOJ rate : 2 bbl/min

EOJ efficiency : 0,378

EOJ net pressure : 1837 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 21691 md.ft

Effective fcd : 24,9

Average prop width : 0,55”

Slurry volume : 156,9 bbl

Fluid volume : 5461 gal

Pad volume : 1761 gal

Proppant mass : 24596 gal

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 3250 psi


36

Hasil pengujian menggunakan software FracCade


37
38

5.3.2 Pengujian sumur menggunakan fluida perekah YF 13O D dan

proppant 16/30 BM Poland (flush : 10 ppg (21,5%)CaCl2 Brine)

PAYZONE 1

Initial fracture top TVD : 2775 ft

Initial fracture bottom TVD : 2775 ft

EOJ hyd half-length : 198,2 ft

ACL Prop half-length : 198,2 ft

Initial inj rate : 9 bbl/min

EOJ rate : 14,4 bbl/min

EOJ efficiency : 0,750

EOJ net pressure : 720 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 16874 md.ft

Effective fcd : 7,7

Average prop width : 0,309”

Slurry volume : 599,6 bbl

Fluid volume : 19186 gal

Pad volume : 2998 gal

Proppant mass : 130656 gal

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 2319 psi


39

PAYZONE 2

Initial fracture top TVD : 3075 ft

Initial fracture bottom TVD : 3090 ft

EOJ hyd half-length : 63,8 ft

ACL Prop half-length : 63,8 ft

Initial inj rate : 1,8 bbl/min

EOJ rate : 0,1 bbl/min

EOJ efficiency : 0,075

EOJ net pressure : 603 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 3898 md.ft

Effective fcd : 5,6

Average prop width : 0,134”

Slurry volume : 32,4 bbl

Fluid volume : 1210 gal

Pad volume : 527 gal

Proppant mass : 3319 gal

Total pump time : 37,4 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 2319 psi


40

PAYZONE 3

Initial fracture top TVD : 3390 ft

Initial fracture bottom TVD : 3419,9 ft

EOJ hyd half-length : 101,1 ft

ACL Prop half-length : 101,1 ft

Initial inj rate : 4,2 bbl/min

EOJ rate : 0,6 bbl/min

EOJ efficiency : 0,146

EOJ net pressure : 679 psi

EOJ NWB pressure : 0 psi

EOJ perf friction pressure : 0 psi

Effective Cond : 9830 md.ft

Effective fcd : 8,8

Average prop width : 0,261”

Slurry volume : 129,3 bbl

Fluid volume : 4604 gal

Pad volume : 1475 gal

Proppant mass : 18027 gal

Total pump time : 50,8 min

Pad time : 7,9 min

Max surface pressure : 2319 psi


41

Hasil pengujian menggunakan software FracCade


42
DAFTAR PUSTAKA

file:///E:/AKAMIGAS%20MATERI%20KULIAH/STIMULASI%20sem%2

04%202019/kiel1970.pdf

A New Hydraulic Fracturing Process Othar M. KM, SPE-AIME, Esso Production


ResearchCo.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai