Anda di halaman 1dari 6

HOSPITALITY RS

Dosen :

Dr. dr. Grace Rumengan, MARS

oleh :
Annisa Umi Kalsum 176080102
Dwi Puspa Nazer 176080111
Gina Sonia 176080093
Meryl Esther 176080098
Nurillah Isnaeni Yusuf 176080110

PROGRAM PASCASARJANA
MARS
UNIVERSITAS RESPATI
JAKARTA
2019
Hubungan Kepuasan Pasien dari Kualitas Makanan Rumah Sakit dengan Sisa Makanan
di RSUD Kota Semarang
I. Daftar Masalah
1) Upaya peningkatan mutu makanan dan mutu pelayanan rumah sakit hingga saat
ini, terkesan belum terlaksana secara maksimal, 15,4% pasien yang dirawat di RS
Hasan Sadikin Bandung meninggalkan sisa makanan antara 25%-50%.
2) Pada tahun 2005, di RS DR. Sardjito, presentase sisa makanan terbesar terdapat
pada sayur yaitu 23,1%.
3) Pada tahun 2006, di RSUD Kota Salatiga, presentase sisa makanan terbesar ada
pada lauk nabati yaitu 40%.
4) Hasil survey pendahuluan di RSUD Kota Semarang menunjukkan bahwa tingkat
kepuasan terhadap variasi menu makanan, cara penyajian, ketepatan waktu
menghidangkan, keadaan tempat makan, dan sikap serta perilaku petugas masih
kurang.

II. Penyelesaian Masalah Berdasarkan Jurnal

Untuk menghasilkan masakan yang berkualitas baik, maka bahan makanan perlu
disiapkan dan diolah dengan cara yang tepat.

III. Kesimpulan

Penilaian rasa, penampilan, dan variasi menu yang disajikan oleh pihak rumah
sakit menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa tidak puas. Hal ini
ditunjukkan dengan sisa makanan yang ada adalah sebanyak 57,4%. Keadaan ini dapat
terjadi salah satunya karena keadaan sakit yang diderita oleh pasien. Tidak adanya
hubungan antara kepuasan pasien terhadap rasa dengan sisa makanan. Tidak adanya
hubungan antara kepuasan pasien terhadap variasi menu dengan sisa makanan. Akan
tetapi, ada hubungan antara kepuasan pasien terhadap penampilan makanan dengan sisa
makanan.

IV. Saran

Perlu diadakannya pelatihan lebih lanjut kepada pegawai rumah sakit, untuk
meningkatkan kemampuan memasak dan teknik pengolahan serta penataan makanan.
V. Komentar Menurut Teori

Pengembangan pelayanan gizi telah di bahas di dalam PERMENKES No. 78


tentang PGRS (Pelayanan Gizi Rumah Sakit). Pada sub bab Pengawasan dan
Pengendalian Mutu Pelayanan Gizi, dijelaskan bahwa pada dasarnya terdapat 4 langkah
yang dapat dilakukan dalam pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan, yaitu :

a. Penyusunan standar, baik standar biaya, standar performance mutu,


standar kualitas keamanan produk, dsb
b. Penilaian kesesuaian, yaitu membandingkan dari produk yang dihasilkan
atau pelayanan yang ditawarkan terhadap standar tersebut
c. Melakukan koreksi bila diperlukan, yaitu dengan mengoreksi penyebab
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
d. Perencanaan peningkatan mutu, yaitu membangun upaya-upaya yang
berkelanjutan untuk memperbaiki standar yang ada

Empat langkah tersebut merupakan acuan akreditasi dalam mencapai standar evaluasi
dan pengendalian mutu pelayanan gizi rumah sakit (Standar Pelayanan RS, 2007).
Dengan mengacu pada peraturan tersebut maka sebaiknya RSUD Kota Semarang
melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap pelayanan makanan yang telah dilakukan
selama ini dan mengambil langkah selanjutnya seperti :
1) Memberikan pelatihan kepada tenaga pemasak untuk dapat mengolah
makanan menjadi lebih baik dari segi penampilan dan rasa.
2) Tenaga gizi juga dapat menambahkan variasi menu agar pasien tidak
bosan, jika anggaran memungkinkan sebaiknya tenaga gizi membuat
siklus menu 15 hari.
3) Memberikan pelatihan soft skill kepada pramusaji agar dapat melayani
pasien dengan lebih ramah.

Tingkat Kepauasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Makanan di Rumah Sakit
Umum (RSUD) Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

I. Daftar Masalah
Menurut penelitian awal yang dilakukan di RSUD Mamuju, rata-rata pasien
rawat inap menyatakan makanan yang disajikan tidak enak, terasa hambar, dan tidak
bervariasi, sehingga pasien tidak pernah menghabiskan makanan yang diberikan setiap
harinya. Bahkan ada diantara mereka yang tidak mau makan sama sekali dengan alasan
yang sama sehingga pasien mengakses makanan dari luar, baik dari rumah ataupun dari
warung, sehingga mengganggu pelaksanaan diet.

II. Penyelesaian Masalah Berdasarkan Jurnal


1) Petugas gizi diharapkan dapat mendampingi pekarya yang bertugas di bagian
pengolahan dan pendistribusian makanan.
2) Perlu dibuat standar nilai gizi makanan pasien dalam sehari untuk setiap kelas
perawatan.
3) Dijalankannya pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan di RSUD Mamuju.

III. Kesimpulan
Nilai gizi makanan di RSUD masih sangat rendah, disebabkan karena rendahnya
anggaran APBD yang dialokasikan ke RS, kurangnya tenaga pekarya, dan belum ada
standar nilai gizi yang dibuat oleh Instalasi Gizi rumah sakit setempat. Hal ini
mengakibatkan tingkat kepuasan pasien pada penampilan makanan ada pada tingkat
tidak puas, suhu yang mempengaruhi rasa makanan ada pada tingkat tidak puas.

IV. Saran
Perlunya penambahan tenaga di instalasi gizi dan anggaran untuk biaya makan
minum pasien, sehingga nilai gizi makanan pasien tercukupi, di samping perlu dibuat
standar nilai gizi makanan dalam sehari, dan standar kualitas bahan makanan.

V. Komentar Menurut Teori


Menurut PERMENKES No. 78 tentang PGRS, pelayanan gizi di rumah sakit
dikatakan bermutu jika memenuhi 3 komponen mutu, yaitu :
1) Pengawasan dan pengendalian mutu untuk menjamin bahwa produk yang
dihasilkan aman
2) Menjamin kepuasan konsumen
3) Assessment yang berkualiatas
berdasarkan PERMENKES tersebut terlihat bahwa RSUD Mamuju tidak menjalankan
pengawasan dan pengendalian mutu, dan juga tidak menjamin kepuasan konsumen,
sehingga selama ini aspek-aspek dasar dari pelayanan makanan seperti rasa dan variasi
makanan menjadi kurang diperhatikan.
Pelayanan makanan dapat berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesembuhan
pasien di RS, oleh karena itu evaluasi dan perencanaan kegiatan untuk masa yang akan
datang pada pelayanan gizi harus selalu dilakukan, agar pelayanan dapat terus
ditingkatkan untuk memenuhi harapan pasien, sehingga pada akhirnya diharapkan pasien
akan puas dengan pelayanan yang disediakan.

Mutu Pelayanan Gizi dengan Tingkat Kepuasan Pasien di RS Islam Jemursari Surabaya
Tahun 2014

I. Daftar Masalah
1) Penyajian makanan pada orang sakit lebih kompleks dibandingkan dengna
penyajian makanan kepada orang yang sehat karena faktor nafsu makan dan
kondisi mental pasien yang berubah akibat penyakit yang dideritanya, aktifitas
fisik yang berkurang serta reaksi obat – obatan.
2) Pembatasan ataupun larangan untuk mengkonsumsi beberapa jenis makanan
tertentu yang menjadi kesukaan pasien sehubungan dengan penyakitnya,
disamping waktu makan, besar porsi dan rasa makanan yang berbeda dapat
mempengaruhi kepuasan pasien dalam menerima pelayanan gizi di rumah sakit.

II. Penyelesaian Masalah Berdasarkan Jurnal


1) Mutu pelayanan gizi rumah sakit bisa diukur dari penyelenggaraan pelayanan
yang memiliki kualitas yang baik tetapi bila dilihat dari pandangan pasien yaitu
membandingkan kualitas pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang
diterima.
2) Cara yang tepat untuk melakukan perbaikan tentang tanggapan pasien tersebut
dengan pro aktif terhadap keluhan dan harapan pasien dengan cara melakukan
survei kepuasan pelanggan, sistem keluhan dan saran.
3) Hal ini bisa membantu penyedia jasa untuk memberikan pelayanan yang bermutu
baik dan pelanggan puas terhadap jasa yang disediakan, serta pelanggan dapat
mempergunakan kembali jasa pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut.

III. Kesimpulan
1) Pasien yang dirawat ≥ 3 hari dengan jenis diit TKTP di ruang Teratai RS Islam
Jemursari Surabaya sebagian besar menyatakan mutu pelayanan gizi rumah sakit
baik.
2) Pasien yang dirawat ≥ 3 hari dengan jenis diit TKTP di ruang Teratai RS Islam
Jemursari Surabaya hampir setengahnya menyatakan puas terhadap mutu
pelayanan gizi rumah sakit.
3) Ada hubungan mutu pelayanan gizi rumah sakit dengan tingkat kepuasan pasien
di ruang Teratai RS Islam Jemursari Surabaya.

IV. Komentar Menurut Teori


Jurnal ini membahas mutu makanan berdasarkan tampilan makanan dan petugas
yang mendistribusikan makanan tersebut. Aspek-aspek yang dinilai adalah :
1) Kebersihan alat makan
2) Kesesuaian alat makan dengan menu yang disediakan
3) Penempatan menu yang terpisah-pisah sehingga terlihat rapih
4) Kesopanan dan keramahan petugas
5) Penampilan petugas yang rapih
Dari hal-hal tersebut terlihat bahwa pada RS Islam Jemursari Surabaya mutu
pelayanan gizi sudah dirasakan cukup baik oleh hampir seluruh responden. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Wijono (2000) bahwa jika struktur atau input (sarana fisik
perlengkapan dan peralatan) di suatu pelayanan kesehatan baik kemungkinan besar mutu
pelayanan pun akan baik pula.
Jika kita mengacu pada PERMENKES No. 78 tentang PGRS, pelayanan gizi di
rumah dapat dikatakan berkualitas, bila hasil pelayanan mendekati hasil yang diharapkan
dan dilakukan sesuai dengan standard dan prosedur yang berlaku. Indikator mutu
pelayanan gizi mencerminkan mutu kinerja instalasi gizi dalam ruang lingkup
kegiatannya (pelayanan asuhan gizi, pelayanan makanan, dsb), sehingga manajemen
dapat menilai apakah organisasi berjalan sesuai jalurnya atau tidak, dan sebagai alat
untuk mendukung pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk
masa yang akan datang

Anda mungkin juga menyukai