Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN

INDIKATOR MUTU PELAYANAN GIZI

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK FADHILA

2017
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat ALLAH SWT, kami mengucapkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah
memberikan kekuatan dan bimbingan serta hidayah dalam menyelesaikan Pedoman Pelayanan Gizi
Rumah Sakit untuk Unit Gizi RSIA Fadhila, sehingga dapat dipergunakan sebagai pedoman pelayanan
gizi yang berkualitas bagi pengelola pelayanan gizi dirumah sakit maupun dimasyarakat.
Banyak Faktor yang mempengaruhi masalah gizi di rumah sakit diantaranya adalah perkiraan
kebutuhan gizi pasien yang tidak akurat, koordinasi yang kurang antar tim kesehatan, seperti monitoring
dan pencatatanberat badan dan tinggi badan yang tidak dilaksankan, asupan makanan yang kurang, tingkat
beratnya penyakit dan status gizi awal masuk rumah sakit merupakan penyebab menurunnya keadaan gizi.
Status gizi akan menjadi optimal bila tubuh memperoleh cukup gizi dan digunakan secara efisien.
Asupan zat gizi yang baik bagi pasien yang dirawat inap dirumah sakit sangat diperlukan untuk membantu
mempercepat proses penyembuhan pasien, memperpendek lama hari rawat, mencegah timbulnya
komplikasi, menurunkan mortalitas dan morbiditas, yang pada akhirnya dapat menghemat biaya
pengobatan. Peran pelayanan gizi rawat jalan juga merupakan hal yang penting dilaksankan. Konseling
gizi pada pasien rawat jalan mempercepat proses penyembuhan.
Pelayanan gizi merupakan salah satu pelayanan yang memiliki peranan sangat penting dalam
pelayanan kesehatan dirumah sakit. Bersama dengan pelayanan yang lain, pelayanan gizi yang baik
menjadi salah satu penunjang sebuah rumah sakit dalam penilaian standar akreditasi yang mengacu pada
Joint Commission International (JCI), oleh karena itu diharapkan dengan semakin baiknya pelayanan gizi
yang diberikan oleh sebuah Rumah Sakit, maka semakin baik pula standar akreditasi rumah sakit tersebut.
Pedoman Pelayanan Gizi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan gizi di
rumah sakit dan menjalankan Undang-Undang nomor 38 tahun 2009 tentang kesehatan yang
mengamanatkan upaya perbaikan gizi masyarakat yang ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perorangan
dan masyarakat.
Pedoman Pelayanan Unit Gizi adalah sebagai bahan acuan dan tolok ukur kita dalam
melaksanakan pelayanan gizi secara optimal dan berdaya guna.
Dengan mengacu pada Pedoman Pelayanan Unit Gizipara teman sejawat dan para medis dapat memahami
tugas serta tata laksana di bagian masing-masing di lingkungan UnitGizi.
Dengan ini saya juga menyampaikan terima kasih atas bantuan pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan Pedoman Pelayanan Unit Gizi.

Batusangkar , Juli 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Dengan kondisi persaingan yang semakin tinggi antar rumah sakit, setiap rumah sakit
saling berpacu untuk memperluas pasarnya. Harapan adanya perluasan pasar secara langsung
adalah meningkatnya penjualan sehingga rumah sakit akan memiliki lebih banyak konsumen
(pasien). Namun rumah sakit selaku produsen haruslah memahami bahwa semakin banyak
konsumen maka rumah sakit akan semakin sulit memahami konsumennya secara teliti, terutama
tentang suka atau tidaknya konsumen terhadap barang dan jasa yang ditawarkan beserta alasan-
alasan yang mendasar.

Rumah sakit yang mampu bersaing dalam pasar adalah rumah sakit yang mampu
menyediakan produk atau jasa berkualitas. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk terus
melakukan perbaikan terutama pada kualitas pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar seluruh
barang atau jasa yang ditawarkan akan mendapat tempat yang baik dimata masyarakat selaku
konsumen dan calon konsumen.

Mutu adalah faktor yang mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentu pelanggan, bukan
ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Mutu berdasar atas pengalaman nyata
pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkanya, dijanjikankan
atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama sekali dan selalu
menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif.

Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur yaitu fenomena yang dapat diukur. Indikator
mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan
berkaitan dengan struktur, proses, dan outcomes. Metode berupa adanya standar operasional
prosedur masing-masing unit, dan sebagainya, indikator proses berupa memberikan petunjuk
tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga
kesehatan dalam menjalankan tugasnya, apakah telah sebagaimana mestinya sesuai dengan
prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya standar, indikator
outcomes merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu input dan proses seperti
BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lainya seperti : angka kesembuhan penyakit, angka kematian
48 jam, angka infeksi nosokomial, komplikasi keperawatan dan sebagainya.

Selanjutnya indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria, seperti indikator status gizi
dapat lebih dispesifikkan menjadi : tinggi badan, berat badan anak.

1) Latar Belakang
Indikator mutu rumah sakit ini akan mencerminkan mutu pelayanan dari rumah sakit.
Fungsi dari penetapan indikator tersebut antara lain sebagai alat untuk melaksanakan manajemen
kontrol dan alat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan
untuk masa yang akan datang. Jenis-jenis indikator mutu pelayanan rumah sakit

Pelayanan Gizi rumah sakit bagi pasien rawat jalan dan rawat inap untuk memperoleh
makanan dan gizi yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang maksimal. Pelayanan yang bermutu
dirumah sakit akan membantu mempercepat penyembuhan pasien yang berarti pula akan
memperpendek lama hari rawat sehingga dapat menghemat biaya pengobatan. Keuntungan lain,
jika pasien cepat sembuh adalah mereka dapat segera kembali mencari nafkah untuk diri sendiri
dan keluarganya. Hal ini sejalan dengan perkembangan IPTEK di bidang kesehatan, dimana terapi
gizi sangat berperan dalam proses dalam kesembuhan pasien. Ruang lingkup kegiatan pokok
pelayanan yaitu:

a. Penyelenggaraan makanan
b. Pelayanan gizi rawat inap
c. Pelayanan gizi rawat jalan
d. Penelitian dan pengembangan gizi

Pelayana gizi dirumah sakit dikatakan bermutu jika memenuhi 3 komponen mutu yaitu
a. Pengawasan dan pengendalian mutu untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman
b. Menjamin kepuaasan konsumen
c. Assesmen yang berkualitas
Dalam Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (Depkes RI, 2008), ditetapkan bahwa
indikator standar Pelayanan gizi meliputi:
a. Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien (100%)
b. Sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien (≤20%)
c. Tidak ada kesalahan pemberian diet (100%)

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum:
Pelayanan gizi rumah sakit adalah terciptanya sistem pelayanan gizi rumah sakit dengan
memperhatikan berbagai aspek gizi dan penyakit, serta metupakan bagian dari pelayanan
kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan gizi
rumah sakit.
b. Tujuan khusus:
1. Tersedianya menu makanan sesuai dengan yang direncanakan berdasarkan jenis konsumen
yang dilayani dan jenis makananya.
2. Tersediannya makanan sesuai kebutuhan gizi pasien berdasarkan standar yang telah
ditetapkan dan cita rasa makanan.
3. Tersediannya makanan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan memenuhi standar
sanitasi.
4. Termonitonya asuhan gizi rawat inap melalui asupan gizi pasien, sisa makanan yang tidak
termakan oleh pasien, keterlambatan pemberian diit pasien dan tidak adanya kesalahan
dalam pemberian makanan pasien
5. Adanya peningkatan pemberian pengetahuan gizi kepada pasien, keluarga dan pengunjung
rumah sakit melalui konsultasi gizi dan penyuluhan gizi dan kesehatan secara berkala.
6. Terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan
unit gizi
BAB II
TATA LAKSANA

Pelayanan gizi di rumah sakit dapat dikatakan berkualitas, bila hasil pelayanan mendekati hasil
yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku. Mutu pelayanan gizi
mencerminkan kinerja unit gizi, sehingga manajemen dapat menilai apakah organisasi berjalan sesuai
jalurnya atau tidak, dan sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam rangka
perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang.
A. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai atau mengukur mutu pelayanan gizi
adalah
1. Indikator berdasarkan kegawatan, terdiri dari :
a. Kejadian Sentinel (sentinel event)
1) Merupakan indikator untuk mengukur suatu kejadi yang tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
2) Misalnya : kejadian keracunan makanan, adanya benda asing dalam makanan, pasien
menerima diet yang salah, dsb
b. Rated Based
1) Merupakan indikator untuk mengukur proses pelayanan pasien atau keluaran (outcome)
dengan standar yang diharapkan dapat berkisar 0-100%.
2) Misalnya % pasien yang diare atau kurang gizi karena mendapat dukungan enteral, %
diet yang dipesan sesuain dengan preskripsi, dsb
2. Indikator berdasarkan pelayanan yang diberikan, terdiri dari:
a. Indikator Proses,
1) Merupakan indikator yang mengukur elemen pelayanan yang disediakan oleh institusi
yang bersangkutan.
2) Misalnya : % pasien beresiko gizi yang mendapat asesmen gizi, % makanan yang tidak
dimakan, % pasien yang di asesmen gizi dan ditindaklanjuti dengan asuhan gizi oleh
dietisien dalam waktu 48 jam setelah masuk rumah sakit, dsb
b. Indikator Struktur
1) Merupakan indikator yang menilai ketersediaan dan penggunaan fasulitas, peralatan,
kualifikasi profesional, struktur organisasi, dan kegiatan pelayanan gizi.
2) Misalnya : % penilaian dan evaluasi status gizi oleh ahli gizi, % Higiene sanitasi dan
keselamatan kerja sesuai standar, dsb.
c. Indikator outcome
1) Merupakan indikator untuk menilai keberhasilan intervensi gizi yang diberikan.
Indikator ini yang paling sulit dibuat tetapi paling berguna dalam menjelaskan efektifitas
pelayanan gizi. Agar berguna , maka indikator ini haruslah berhubungan langsung
dengan kegiatan pelayanan gizi.
2) Misalnya : % obesitas yang turun berat badannya 2 kg/bulan setelah konseling gizi.
3. Indikator yang mencerminkan arah dari penampilan
1) Indikator yang diinginkan merupakan indikator , untuk penilaian penampilan yang
diingikan mendekati 100%. Dalam pelayanan gizi dan dietetik, banyak kondisi yang
memerlukan kepatuhan sampai mendekati 100%. Misalnya:dokumentasi asuhan gizi
lengkap, akurat dan relevan, kunjungan awal dietisien pada pasien baru 24-48 jam setelah
pasien masuk rumah sakit, memberikan konseling gizi pada pasien yang berdiet, dsb.
2) Indikator yang tidak diharapkan yaitu indikator untuk menilai suatu kondisi yang kadang-
kadang tidak diharapkan. Ambang batas untuk indikator dibuat 0% sebagai upaya agar
kondisi tersebut tidak terjadi. Misalnya: keluhan pasien rawat inap terhadap kesalahan
pemberian diet, tidak ada etiket/barkot identitas pasien (nama, tanggal lahir, No rekamedis)
pada makanan yang diberikan,dsb.
B. Beberapa indikator dalam penilaian mutu pelayanan gizi memilikiprofil indikator, yang berguna
dalam pelaksanaan pengumpulan data sampai dengan penilaian indikator mutu seperti dibawah ini:
a. Ketepatan waktu pemberian makanan dan ketepatan penyediaan makanan pada pasien adalah
sebagai berikut:
1) Dimensi mutu meliputi efektifitas, akses dan kenyamanan
2) Memiliki tujuan yaitu tergambarnya efektifitas pelayanan unit gizi
3) Mempunyai definisi operaisonal yaitu ketepatan waktu pemberian makanan kepada
pasien adalah ketepatan penyediaan makanan pada pasien sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan
4) Sumber data dari survey
5) Frekuensi pengumpulan data : 1 bulan
6) Periode analisis : 3 bulan
7) Numerator: jumlah pasien rawat inap yang disurvey yang mendapat makanan tepat
waktu dalam satu bulan
8) Denominator : jumlah seluruh pasien rawat inap yang disurvey
9) Standar nilai : ≥ 90%
10) Penanggungjawabnya adalah ahli gizi unit gizi rawat inap
b. Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien, dengan profil indikator sebagai berikut:
1) Dimensi mutu meliputi efektifitas dan efisien
2) Memiliki tujuan yaitu tergambarnya efektifitas dan efisiensi pelayanan unit gizi
3) Definisi operaisonal yaitu sisa makanan adalah porsi makanan yang tersisa yang tidak
dimakan oleh pasien (sesuai dengan pedoman asuhan gizi)
4) Sumber data dari survey
5) Frekuensi pengumpulan data : 1 bulan
6) Periode analisis : 3 bulan
7) Numerator: jumlah kumulatif porsi sisa makanan dari pasien yang survey
8) Denominator : jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
9) Standar nilai : ≥ 20%
10) Penanggungjawabnya adalah ahli gizi unit gizi rawat inap
c. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian diit dengan profil indikator sebagai berikut:
1) Dimensi mutu meliputi keamanan dan efisien
2) Memiliki tujuan yaitu tergambarnya kesalahan dan efisiensi pelayanan unit gizi
3) Mempunyai definisi operasional yaitu kesalahan dalam memberikan diit adalah
kesalahan dalam memberikan jenis diit
4) Sumber data dari survey
5) Frekuensi pengumpulan data : 1 bulan
6) Periode analisis : 3 bulan
7) Numerator: jumlah pemberian makanan yang disurvey dikurangi jumlah pemberian
makanan yang salah diit
8) Denominator : jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
9) Standar nilai : ≥ 100%
10) Penanggungjawabnya adalah ahli gizi unit gizi rawat inap
C. Beberapa contoh indikator mutu pelayanan gizi antara lain dibawah ini
a. Perencanaan asuhan gizi sesuai dengan standar pelayanan
1) Definisi
Prosentase rencana asuhan gizi yang dilaksanakan sesuai mdengan standar pelayanan
asuhan gizi.
Standar asuhan gizi:
a) Rencana assesmen/pengkajian dan asuhan gizi yang diberikan tepat waktu
b) Rencana asuhan gizi yang tercatat dalam Rekam Medik
c) Rencana asuhan direvisi sesuai dengan respon pasien
d) Monitoring pelaksanaan rencana asuhan dilakukankan
e) Kesesuaian intervensi dengan kondisi pasien Skor: 100%
2) Sumber data : Rekam Medik pasien
3) Prosedur :
a) Pilih rekam medik oasien secara random, maksimum 20 minimum 10 (10% dari rekam
medik pasien atau berdasarkan jenis diagnosa dan sebagainya, namun hasilnya valid,
spesifik untuk parameter yang dipilih)
b) Lakukan audit bedasarkan standar diatas
c) Jawaban “ya” menunjukkan sesuai dengan standar diatas, jawaban “tidak”
menunjukkan tidak sesuai dengan standar. Jawaban “tidak aplikatif” menunjukkan bila
tidak aplikatif untuk standar tersebut
d) Hitung dengan formula berikut:
Jumlah pernyataan “ya” + x 100 %
Jumlah catatan medik yang dikaji
e) Lakukan rekapitulasi dan tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak
f) Bila tidak mencapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tidak lanjutnya.
4) Frekuensi audit
dilakukan 1 kali setahun. Bila minimun skor tercapai, dilakukan 1 kali setahun. Bila skor
minimum tidak tercapai dilakukan audit berulang pada aspek yang perlu diperbaiki.

b. Keberhasilan konseling gizi


1) Definisi:
i. Prosentase perubahan sign dan simptoms dari problem gizi pada kunjungan awal
terhadap target pada kunjungan-kunjungan konseling berikutnya.
2) Sign dan simptoms meliputi antara lain riwayat diet, antropometri, hasil
laboratorium, hasil pemeriksaan fisik dan klinis.
3) Skor = 100%
4) Formula :
i. ∑ pasien dgn perubahan sign simptoms menjadi baik x 100%
a. ∑ pasien yang diberikan konseling
5) Frekuensi audit : setiap tahun

c. Ketepatan diet yang disajikan


1) Definisi:
Prosentase ketepatan diet yang disajikan sesuai dengan diet order dan rencana asuhan
2) Skor : 100 %
3) Prosedur :
a) Pilih pasien-pasien kurang gizi (minimum 4 maks 20) untuk dilakukan evaluasi
b) Catat rencana intervensi diet yang terdapat dalam rekam medik, catat order diet sesuai
dengan diet yang diminta ke ruang produksi makanan dan observasi diet yang
disajikan.
c) Jawaban “ya” bila order diet sesuai dengan diet yang disajikan;Jawaban “tidak” bila
terjadi sebaliknya Jawaban “ pengecualian”, bila ketidak sesuaian tersebut
karenasesuatu hal yang mendasar (perubahan diet menjelang waktu makan, atau
pasien menolak makanan)
d) Lakukan rekapitulasi dan tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak
e) Bila tidak mencapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tindak lanjutnya
4) Frekuensi audit
Bila ketepatan memenuhi skor 100%, maka diaudit kembali 1 tahun. Bila belum mencapai
skor dicari penyebabnya, ditindak lanjuti dan diaudit kembali
d. Ketepatan penyajian makanan
1) Definisi:
2) Prosentase ketepatan dan keakuratan makanan yang disajikan yang sesuai standar yang
di sepakati.
3) Minimum skor : ketepatan penyajian makanan dipasien 100%.
4) Prosedur:
a) Amati penyajian makan pasien, gokuskan pada 4 aspek dibawah ini:
i. Apakah alat makan lengkap sesuai dengan standar yang ditetapkan?
ii. Apakah menu yang disajikan sesuai dengan siklus menu yang berlaku atau
menu yang diminta pasien?
iii. Apakah porsi yang di sajikan sesuai dengan standar porsi yang ditetapkan?
iv. Apakah penampilan makanan yang disajikan secara keseluruhan baik?
(kebersihan, menarik, penataan makanan sesuai alat)
b) Jawaban “Ya” bila sesuai, dan jawaban “tidak” bila tidak sesuai.
c) Hitung jawaban dengan formula dibawah ini:
∑ jawaban Ya x 100%
4
i. Lakukan rekapitulasi dan tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak
ii. Bila tidak tercapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tindak
lanjutnya
Frekuensi audit:
Bila skor minimun skor tercapai, dilakukan 12 kali dalam setahun. Bila skor
minimun tidak tercapai dilakukan audit berulang pada aspek yang perlu diperbaiki.
e. Ketepatan cita rasa
1) Definisi:
Prosentase cita rasa (aroma, suhu, penampilan, rasa dan tekstur) hidangan yang dapat
diterima atau sesuai dengan dietnya
2) Minimum skor : ketepatan cita rasa makan 100%
3) Prosedur
a) Panelis memilih hidangan yang akan diaudit
b) Pesankan hidangan dari dapur, pasrikan menu/hidangan tersebut sesuai dengan
yang disajikan ke pasien
c) Pastikan terdapat jenis hidangan yang merupakan modifikasi bentuk makanan dan
terapi diet
i. Jawaban “Ya” bila cita rasa dapat diterima panelis dan :tidak” bila tidak dapat
diterima panelus
ii. Hitung dengan formula dibawah ini:

∑ jawaban “Ya” x 100%


∑ menu yang di audit x 5
iii. Tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak
iv. Lakukan rekapitulasi dari beberapa pasien dan tentukan kesimpulan secar
keseluruhan apakah skor minimum tercapai atau tidak
v. Bila tidak mencapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tindak
lanjutnya.
4) Frekuensi audit:
Bila minimum skor tercapai, dilakukan 12 kali dalam setahun. Bila skor minimum tidak
tercapai dilakukan audit berulang pada aspek yang diperbaiki.
f. Sisa Makanan Pasien
1) Definisi:
Prosentasi makanan yang dapat dihabiskan dari satu atau lebih waktu makan
2) Skor maksimal: 80 %
3) Prosedur :
a) Pilih pasien/menu yang akan diaudit. Pasien tidak boleh diberiyahu akan diaudit
b) Minta penyaji tidak membereskan meja pasien sebelum audit selesai atau bila
pasien telah selesai makan, pindahkan baki pasien ketroli terpisah untuk diamati
auditor
c) Amati dan catat estimasi sisa makanan yang terdapat dalam baik:
d) Penuh = menggambarkan makanan utuh (tidak dimakan)
¾ porsi = Menggambarkan sisa makanan ¾ porsi awal
½ porsi =Menggambarkan sisa makanan ½ porsi awal
¼ porsi = Menggambarkan sisa makanan ¼ porsi awal
0 porsi = Menggambarkan tidak ada sisa makanan
e) Hitung skor bila,
Penuh dikalikan 0
¾ porsi dikalikan 1
½ porsi dikalikan 2
¼ porsi dikalikan 3
0 porsi dikalikan 4
f) Formula :
Total nilai x 100%
Jumlah jenis menu x 4
g) Tentukan apakah skor minimum tercapai atau tidak
h) Lakukan rekapitulasi dari beberapa pasien dan tentukan kesimpulannya secara
keseluruhan apakah skor minimum tercapai atau tidak
4) Frekuensi audit
Bila tidak tercapai skor minimum, lakukan identifikasi masalah dan tindak lanjutnya.
BAB III

PENUTUP

Indikator mutu ini disusun sebagai panduan bagi unit Gizi dalam melaksanakan
manajemen kontrol dan alat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan
kegiatan pelayanan gizi untuk masa yang akan datang. Dengan tujuan agar tiap kegiatan dalam
pelayanan gizi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Fadhila, dapat dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan.
Kegiatan dalam indikator mutu pelayanan gizi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Fadhila dapat
berhasil apabila ada dukungan dari seluruh unit gizi, unit terkait dan unsur pimpinan.

Direktur

dr. Loly Gusvita Reni, MARS

Anda mungkin juga menyukai