Anda di halaman 1dari 34

Pelajaran ngaji ulumul qur’an :

mengenal bacaan untuk lafad

hu ( ُ‫ ـه‬/ ُ‫) ه‬
hi ( ِ‫ ـه‬/ ِ‫) ه‬
mengapa dibaca pendek,
mengapa dibaca panjang,
dan mengapa dimatikan bacaannya.
Kaidah nomer 1 :
Lafad hu dibaca pendek, apabila sebelum-
nya ada huruf berharokat dan sesudahnya
ada huruf bersukun. Contoh :

ُ‫لَـهُ الْمُلْك‬
terdapat di surat Al Baqoroh 247
Kaidah nomer 2 :
Lafad hu dibaca pendek, apabila sebelum-
nya ada huruf bersukun dan sesudahnya
ada huruf bersukun. Contoh :

ُ‫مِنِـهُ الْمَاء‬
terdapat di surat Al Baqoroh 74
Kaidah nomer 3 :
Lafad hu dibaca panjang, apabila sebelum-
nya ada huruf berharokat dan sesudahnya
ada huruf berharokat. Contoh :

َ‫حوِلَـهُ ذَهَب‬
َ
terdapat di surat Al Baqoroh 17
Berdasarkan kaidah nomer 3 yakni lafad hu
dibaca panjang apabila sebelumnya ada huruf
berharokat dan sesudahnya ada huruf ber-
harokat, tapi kecuali untuk satu-satunya ayat yg
lafad hu dibaca pendek (alias tidak sesuai deng-
an kaidah) yakni surat Az Zumar 7 :
ِ‫َورِضَـهُ لَـ ُكم‬
harusnya lafad hu dibaca panjang berbunyi
yardhohuu lakum, tapi khusus di ayat tersebut
dibaca pendek berbunyi yardhohu lakum,

jawabannya ada dua sudut pandang, yakni


ditinjau dari ilmu alatnya dan ulumul qur’annya :
menurut ilmu alatnya, lafad yardhohu, aslinya
terdiri dari dua kata : yardhoo + hu.
ُ‫ َو ِرضَاه‬/ ُ‫ هُ = َورِضبـه‬+ ‫َو ِرضَى‬
aslinya lafad yardhoo dibaca panjang karena
berakhiran huruf alif maqshuuroh, yg letaknya se-
belum lafad hu, tapi huruf alif tsb disembunyikan /
dihilangkan, mengapa dihilangkan?, jawabannya
bisa diketahui dari sudut pandang ulumul qur’an.
menurut ulumul qur’annya, jika ada huruf alif
antara bunyi yardho dan hu ( ُ‫) َو ِرضَاه‬, maka
berarti ada satu huruf berwujud alif itu sendiri yg
keberadaannya menjadi pembatas antara
yardhoo terhadap hu.

N/B : coba dibaca kembali materi tentang


fungsinya huruf alif pembatas.
jika ada huruf alif pembatas antara yardhoo
terhadap hu, maka berkesan bahwa perbuatan
Alloh berupa sikap meridhoi kesyukuran kalian
tidaklah bisa langsung tercapai,

karena ada sesuatu yang menghalangi Alloh


sehingga Alloh tidak bisa berbuat langsung, alias
Alloh terhalangi oleh sesuatu,
Al Qur’an punya uslub (gaya bahasa) tersendiri
untuk menjaga keagungan sifat keTuhanan bagi
Alloh, yakni bahwa jika Alloh berbuat maka tidak
ada yang bisa menghalangi perbuatanNya,
bahkan penghalangnya satu huruf sekalipun akan
dilenyapkan / dihilangkan olehNya, itulah hikmah-
nya mengapa satu huruf alif pembatas tersebut
dihilangkan / tidak tertulis.
begitu pula jika lafad hu dibaca panjang, maka
berkesan bahwa ada penghalang bagi perbuatan
Alloh terhadap kalian yakni penghalangnya
berupa bacaan madd, alias ada nada satu
harokat / satu ketukan yang letaknya antara lafad
hu dan lakum, sehingga Alloh tidak bisa
langsung memberikan keridhoanNya bagi kalian,
itulah hikmahnya mengapa lafad hu dibaca
pendek agar langsung washol ke lafad lakum.
Kaidah nomer 4 :
Lafad hi dibaca panjang, apabila sebelum-
nya ada huruf berharokat dan sesudahnya
ada huruf berharokat. Contoh :

‫مِثـِلِـهِ وَ ا ِد ُعوِا‬
terdapat di surat Al Baqoroh 23
Kaidah nomer 5 :
Lafad hi dibaca pendek, apabila sebelum-
nya ada huruf bersukun dan sesudahnya
ada huruf bersukun. Contoh :

ُّ‫عَلَوِـهِ الْحَق‬
terdapat di surat Al Baqoroh 282
Kaidah nomer 6 :
Lafad hi dibaca pendek, apabila sebelum-
nya ada huruf berharokat dan sesudahnya
ada huruf bersukun. Contoh :

َ‫لِـعِبَادِهِ الْكُ ْفر‬


terdapat di surat Al Zumar 7
Kaidah nomer 7 :
Lafad hi dibaca pendek, apabila sebelum-
nya ada huruf bersukun dan sesudahnya
ada huruf berharokat. Contoh :

‫فِوِـهِ هُدّى‬
terdapat di surat Al Maidah 46
Berdasarkan kaidah nomer 7 yakni Lafad hi
dibaca pendek, apabila sebelumnya ada huruf
bersukun dan sesudahnya ada huruf berharokat,
tapi kecuali untuk satu-satunya ayat yg lafad hi
dibaca panjang (alias tidak sesuai dengan
kaidah) yakni surat Al Furqon 69 :
‫فِوِـهِ مُهَانّا‬
harusnya lafad hi dibaca pendek berbunyi fiihi
muhaanan, tapi khusus di ayat tersebut dibaca
panjang berbunyi fiihii muhaanan,

jawabannya ada dua sudut pandang, yakni


ditinjau dari ilmu alatnya dan ulumul qur’annya :
menurut ilmu alatnya,

lafad yg berjenis kata kerja, ada yg disebut


dengan istilah fi’il muta’addi (kata kerja yg
butuh objek),

sedangkan kata kerja yg butuh objek, terdiri


dari dua macam yakni diistilahkan

- ma’lum (kata kerja aktif),


- maj-hul (kata kerja pasif),
contoh kata kerja aktif :
ِ‫ ُوضَاعِف‬/ ُ‫ضَا َعفَ ُوضَاعِف‬
artinya : melipat gandakan

contoh kata kerja pasif :


ِ‫ ُوضَاعَف‬/ ُ‫ض ِو ِعفَ ُوضَاعَف‬
ُ
artinya : dilipat gandakan
contoh kata kerja aktif
yg artinya : melipat gandakan

Al Baqoroh 261 :
lipat ganda yg berkonotasikan positif yakni
pemberian pahala.
contoh kata kerja aktif
yg artinya : melipat gandakan

Al Baqoroh 245 :
lipat ganda yg berkonotasikan positif yakni
pemberian rizqi.
contoh kata kerja aktif
yg artinya : melipat gandakan

Al Hadid 11 :
lipat ganda yg berkonotasikan positif yakni
pemberian pahala.
contoh kata kerja aktif
yg artinya : melipat gandakan

At Taghobun 17 :
lipat ganda yg berkonotasikan positif yakni
pemberian pahala.
contoh kata kerja aktif
yg artinya : melipat gandakan

An Nisa’ 40 :
lipat ganda yg berkonotasikan positif yakni
pemberian pahala.
contoh kata kerja pasif
yg artinya : dilipat gandakan

Hud 20 :
lipat ganda yg berkonotasikan negatif yakni
pemberian siksa.
contoh kata kerja pasif
yg artinya : dilipat gandakan

Al Ahzab 30 :
lipat ganda yg berkonotasikan negatif yakni
pemberian siksa.
contoh kata kerja pasif
yg artinya : dilipat gandakan

Al Furqon 69 :
lipat ganda yg berkonotasikan negatif yakni
pemberian siksa.
menurut ulumul qur’annya :
susunan kalimat di setiap ayat punya uslub
(gaya bahasa) tersendiri untuk menjaga
keagungan sifat keTuhanan bagi Alloh,
yakni jika lipat ganda berkonotasikan positif
maka redaksi ayatnya memakai kata kerja
aktif (melipat gandakan)
ِ‫يُضَاعِف‬
agar bermuatan ajaran bahwa Alloh punya
sifat Pengasih Penyayang Pemberi rahmat
berupa pemberian lipat gandanya pahala.
begitu pula jika lipat ganda berkonotasikan
negatif maka redaksi ayatnya memakai kata
kerja pasif (dilipat gandakan)
ِ‫يُضَاعَف‬
agar bermuatan ajaran bahwa Alloh Maha
Suci dari sifat seperti manusia,

misalnya sifat Pemarah Pendendam


Penyiksa berupa pemberian lipat gandanya
siksaan.
jika kalimat yg bergaris merah tersebut
tertulis dengan kata kerja aktif seperti ini :
َ‫يُضَاعِفِ لَـهُ الْ َعذَاب‬
artinya :
Dia melipat gandakan siksa baginya.
maka berkesan bahwa Alloh itu Pemarah,
pendendam, Penyiksa.
maka dari itulah ayat tersebut memakai
kata kerja pasif yakni yudhoo’af yg artinya
dilipat gandakan siksa baginya.

agar perhatian kita mengarah kepada


kemasan siksanya, bukan mengarah kepa-
da siapa yg menyiksanya.
sedangkan kemasan siksanya adalah lipat
gandanya sampai dua kali lipat, sebagai-
mana diisyaratkan oleh surat Al Ahzab 30 :
untuk menggambarkan dua kali lipatnya
siksaan, maka Dhomir hi dirubah dua kali
lipat ketukannya / bacaannya, dari satu
harokat menjadi dua harokat, alias dibaca
panjang, sebagai gambaran begitu panjang-
nya (lamanya) waktu tersiksanya dalam
Neraka.
jadi, lafad hi dibaca panjang, dengan dua
kali lipat ketukan harokat bacaannya,

karena untuk menggambarkan dua kali


lipatnya siksaan di Neraka.
‫فِوِـهِ مُهَانّا‬

Anda mungkin juga menyukai