KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

DIREKTORAT KEPELABUHANAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN TRANSPORTASI LAUT
DI INDONESIA
 DAFTAR ISI
1. FAKTA-FAKTA SINGKAT KONDISI TRANSPORTASI LAUT DI INDONESIA
2. DASAR KEBIJAKAN PELAYARAN DI INDONESIA DAN ORGANISASI PENYELENGGARAAN PELABUHAN
3. FAKTA-FAKTA SINGKAT KONDISI TRANSPORTASI LAUT DI INDONESIA
4. TANTANGAN STRATEGIS INDONESIA DALAM MENGEMBANGKAN TRANSPORTASI LAUT
5. ARAHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN DI INDONESIA
6. IMPLEMENTASI SINERGI PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENGEMBANGAN PELABUHAN
DI INDONESIA

2
 KONSTELASI NEGARA INDONESIA
 Populasi : 261,9 Juta  Area Yuridis : 7,8 Juta Km²
 Pertumbuhan Pend : 1,34%  Area Yuridis Laut : 5,9 Juta Km²
 IPM : 70,8 • Laut Nusantara : 2,9 Juta Km²
 PDRB : 13.588,8 Triliun • Laut Teritorial : 0,3 Juta Km²
 PDRB Per Kapita : 51,9 Juta • ZEE : 2,7 Juta Km²
 Pertumbuhan Eko : 5,1%  Luas Daratan : 1,9 Juta Km²
 Provinsi : 34 Provinsi
 Jumlah Pulau : 17.504 Pulau
SOSIAL-EKONOMI  Garis pantai 94.156 km (No 4 terpanjang
setelah Kanada, AS dan Rusia)
 Strategis antara 2 benua (Asia dan
Australia
 Memiliki 3 ALKI
GEOSPASIAL

Sumber: Buku Statistik Indonesia 2018 (BPS-2019) dan sumber lain

3
 LOGISTIC COMPETITIVENESS NEGARA INDONESIA

GLOBAL COMPETITIVENESS INDEX (GCI) LOGISTIC PERFORMANCE INDEX (LPI)

TAHUN PERINGKAT (Dari 137) PERINGKAT SESUAI INDIKATOR

PERINGKAT
TAHUN PELAYARAN KUALITAS LOGISTIK
(Dari) INFRASTRUKTUR
2015 - 2016 37 INTERNASIONAL & KOMPETENSI

2016 - 2017 41 2014 53 (160) 56 74 41

2017 - 2018 36 2016 63 (160) 73 71 55

TERDIRI DARI 12 PILAR: 2018 46 (160) 54 42 44

Institusi, Infrastruktur, Lingk
Makroekonomi, Kesehatan & Pend Dasar,
Pend Tinggi, Efisiensi Pasar Barang,
Efisiensi Pasar Tenaga Kerja, Pasar
Finansial, Kesiapan Teknologi, Skala Pasar,
Kepuasan Berbisnis, dan Inovasi
(Infrastruktur di peringkat 52)
LPI DITETAPKAN BERDASARKAN 6 KOMPONEN:
Efisiensi dari customs dan border management clearance, Kualitas perdagangan
& infrastruktur transportasi, Kemudahan dalam menentukan biaya
pengangkutan melalui laut yang kompetitif, Kompetensi dan kualitas pelayanan
di bidang logistik, Kemampuan dalam melacak dan memonitor pengiriman
barang dan Frekuensi pelayaran yang memuaskan pengguna jasa

Sumber: World Bank and World Economic Forum - 2019

4
 COMPETITIVENESS INDONESIA
BERDASARKAN INDIKATOR BIDANG MARITIM

PENGARUH INDONESIA SECARA GLOBAL - 2017 VOLUME PETI KEMAS INDONESIA - 2017
Scrapping Kapal 0,12%
2014 11.273.450 TEUs
Pembangunan Kapal 0,10%

Throughput Petikemas 1,84% 2015 11.900.763 TEUs

Kepemilikan Kapal 1,02%

Kapal Berbendera Indonesia 1,09% 2016 12.031.671 TEUs

Garis Pantai 5,82%

Impor Barang 0,87%

2017 13.849.762 TEUs
Ekspor Barang 0,95% 1,84% dari total volume secara global - Peringkat 12 (2017)
PDRB 1,26% VOLUME TERBESAR ADALAH CHINA (213.719.924 TEUs) ATAU 28,4% VOLUME GLOBAL

Populasi 3,50%
PROYEKSI KARGO DI INDONESIA (JUTA TON) BERDASARKAN RIPN
VOLUME PETI KEMAS DUNIA - 2017 599,0 214,5 182,1 126,6 960,2 413,2 293,2 477,7
Curah Kering

752.704.435 Curah Cair

General Cargo

698.329.000
691.957.719 Peti Kemas
684.429.000

651.201.000

2013 2014 2015 2016 2017

2012 2030
Sumber: UNCTAD, World Bank, RIPN - 2019
5
DASAR HUKUM DAN ISU STRATEGIS
PENYELENGGARAAN PELAYARAN

6
TANTANGAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI LAUT DI INDONESIA
GEOSPASIAL KEBIJAKAN-INSTITUSIONAL
 7,8 Juta km2 Area Yuridis  Tumpang tindih kebijakan
 5,9 Juta km2 Area Yuridis Laut  Integrasi antar stakeholder
 34 Provinsi  Transportasi laut bersifat
 17.504 Pulau multidimensi
 94.156 km Garis Pantai  Ego Sektoral

SOSIAL-EKONOMI VARIABEL TRANSPORTASI

 255,5 Juta Penduduk  Integrasi intra dan antar moda
 Disparitas wilayah (KBI dan  Konektifitas antar infrastruktur
KTI) transportasi
 Biaya logistik tinggi  Industri pelayaran
 Pendanaan/Pembiayaan  Sumber Daya Manusia

SINGAPURA TANTANGAN GEOSTRATEGIS - GEOPOLITIK MALAYSIA

MISAL :
- PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
- PERKEMBANGAN INDUSTRI PERKAPALAN (UKURAN KAPAL)
- RENCANA STRATEGIS MARITIM NEGARA LAIN

7
 KEBIJAKAN TRANSPORTASI LAUT
DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI NAWA CITA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MEMEGANG PERANAN PENTING DALAM

MENDUKUNG IMPLEMENTASI NAWA CITA MELALUI KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TRANSPORTASI LAUT

1. MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN TRANSPORTASI

MULTIMODA PEMBANGUNAN TRANSPORTASI MULTIMODA
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
NAWA CITA TRANSPORTASI LAUT
DAN MENDUKUNG SISLOGNAS, KAWASAN INDUSTRI
2. MELAKUKAN UPAYA KESEIMBANGAN ANTARA
TRANSPORTASI YANG BERORIENTASI NASIONAL DENGAN
TRANSPORTASI YANG BERORIENTASI LOKAL DAN
KEWILAYAHAN.
3. MEMBANGUN SISTEM DAN JARINGAN TRANSPORTASI YANG
TERINTEGRASI UNTUK MENDUKUNG INVESTASI PADA
KORIDOR EKONOMI, KAWASAN INDUSTRI KHUSUS,
KOMPLEKS INDUSTRI, DAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN
LAINNYA DI WILAYAH NON-KORIDOR EKONOMI
4. MENINGKATKAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN DALAM
PENYELENGARAAN TRANSPORTASI
5. MENGEMBANGKAN SARANA DAN PRASARANA
TRANSPORTASI YANG RAMAH LINGKUNGAN

8
 RENCANA STRATEGIS (SASARAN-STRATEGI) DASAR DAN IMPLEMENTASI PERENCANAAN

RENCANA SASARAN BIDANG TRANSPORTASI LAUT

PEMBANGUNAN  MENINGKATNYA KAPASITAS SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI DAN
NAWA CITA
JANGKA MENENGAH KETERPADUAN SISTEM TRANSPORTASI MULTIMODA DAN ANTARMODA
(RPJMN) 2015 - 2019 RENCANA STRATEGIS
 MENINGKATNYA KINERJA PELAYANAN DAN INDUSTRI TRANSPORTASI NASIONAL
(RENSTRA)
 MENINGKATNYA TINGKAT KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENYELENGGARAAN
KEMENTERIAN PELAYANAN TRANSPORTASI
RENCANA STRATEGIS PERHUBUNGAN 2015
 MENURUNNYA EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) DI SEKTOR TRANSPORTASI
NASIONAL/RENCANA RENCANA TERKAIT - 2019
 TERSEDIANYA LAYANAN TRANSPORTASI SERTA KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DI
PENGEMBANGAN LAIN (SEKTORAL PERDESAAN, PERBATASAN NEGARA, PULAU TERLUAR, DAN WILAYAH NON
INFRASTRUKTUR MAUPUN DAERAH) KOMERSIAL LAINNYA
PRIORITAS

STRATEGI IMPLEMENTASI SASARAN

 MENINGKATKAN KINERJA PELAYANAN MELALUI PENCAPAIAN ON TIME PERFORMANCE (OTP)  MENINGKATNYA KINERJA
SESUAI STANDAR YANG DITETAPKAN PELAYANAN PRASARANA
 MENINGKATKAN PENYEDIAAN PEDOMAN/STANDAR DAN PROSEDUR PELAYANAN PRASARANA TRANSPORTASI LAUT RENCANA STRATEGIS
TRANSPORTASI LAUT KHUSUSNYA DI BIDANG KEPELABUHANAN DAN PENGERUKAN  MENINGKATNYA KAPASITAS (RENSTRA)
 MENINGKATKAN PENYEDIAAN SISTEM DAN INFORMASI DI BIDANG KEPELABUHANAN DAN PRASARANA TRASPORTASI DIREKTORAT
LAUT DAN MEMENUHI
PENGERUKAN KEPELABUHANAN
PERSYARATAN HIRARKI
 MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PELABUHAN PERINTIS DAN NON PERINTIS PELABUHAN 2015 - 2019
 MENINGKATKAN PEMENUHAN PERSYARATAN ALUR PELAYARAN/KOLAM PELABUHAN  MENINGKATNYA LAYANAN
 MENINGKATKAN INVESTASI DI BIDANG KEPELABUHANAN DAN PENGERUKAN ANGKUTAN LAUT PADA
 MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PELABUHAN PADA WILAYAH TERTINGGAL DAN PERBATASAN WILAYAH TERTINGGAL DAN
NEGARA PERBATASAN NEGARA

9
 PENGEMBANGAN TRANSPORTASI LAUT
KONSEPSI INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM SEBAGAI TULANG PUNGGUNG PENGEMBANGAN WILAYAH

DIPERLUKAN UPAYA
PENGEMBANGAN
KAWASAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DI WILAYAH
TIMUR INDONESIA DENGAN
DIDUKUNG PELAYANAN
TRANSPORTASI LAUT
SEBAGAI TULANG
PUNGGUNG DISTRIBUSI
INDONESIA TERLETAK PADA LOKASI STRATEGIS DALAM
LOGISTIK YANG
RUTE PERDAGANGAN DUNIA MENGINGAT 90%
PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI JALUR LAUT PELAYANAN TRANSPORTASI LAUT DOMESTIK MASIH MENGHUBUNGKAN
DIMANA 40% -NYA MELEWATI WILAYAH PERAIRAN TERPUSAT PADA WILAYAH YANG MEMILIKI AKTIFITAS WILAYAH BARAT DAN TIMUR
INDONESIA EKONOMI TINGGI YAITU DI WILAYAH BARAT INDONESIA INDONESIA SEHINGGA
MESKIPUN KARAKTERISTIK KEPULAUAN DI WILAYAH MAMPU MENURUNKAN
PERKEMBANGAN SEKTOR MARITIM NASIONAL MASIH TIMUR INDONESIA TELAH MENJADIKAN TRANSPORTASI
BIAYA LOGISTIK GUNA
SANGAT TERBATAS. UNTUK MENJADI SEBUAH NEGARA LAUT SEBAGAI TULANG PUNGGUNG AKTIVITAS
MARITIM, INDONESIA HARUS MAMPU PERGERAKANNYA MEMPERCEPAT
MENGOPTIMALKAN WILAYAH LAUT SEBAGAI BASIS PEMERATAAN
PENGEMBANGAN KEKUATAN EKONOMI, GEOPOLITIK, PEREKONOMIAN
BUDAYA BAHARI MAUPUN PERTAHANAN KEAMANAN

10
 INTEGRASI DAN SINERGI PENGEMBANGAN TRANSPORTASI LAUT

PERAN PEMERINTAH PERAN BADAN USAHA

SINERGI ANTAR PEMERINTAH DAN ASPEK TERKAIT

PERAN PEMERINTAH DAERAH PERAN PEMERINTAH PUSAT ASPEK LAIN TERKAIT
KOMITMEN (REGULASI DAN KEBIJAKAN PENDUKUNG) KEBIJAKAN DAN REGULASI PENDUKUNG PENGEMBANGAN LOGISTIC CENTERS
Seluruh pemangku kepentingan di tataran Pemerintah Komitmen dilakukan dalam bentuk dukungan kebijakan Sebagai penguatan konsep konektivitas dalam rangka
1 Daerah harus memiliki komitmen yang sama dalam 5 dan regulasi yang mapu menjamin pelaksanaan rencana 8 efektifitas dan efisiensi
pengembangan wilayah dan dilakukan secara pengembangan berjalan terintegrasi
terintegrasi
PENYEDIAAN LAHAN DAN JALAN AKSES ALOKASI PENDANAAN PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KONEKTIVITAS
Pemerintah Daerah memiliki kewajiban dalam Perlu dukungan alokasi pembangunan melalui dana melalui:
2 penyediaan lahan untuk pengembangan infrastruktur 6 APBN disamping partisipasi Pemda melalui dana APBD 9  Konektivitas infrastruktur (pelabuhan ke pusat logistik
pelabuhan dan pendukungnya termasuk jalan akses dsb)
 Teknologi informasi
JAMINAN KARGO DUKUNGAN NON TEKNIS LAIN HARMONISASI REGULASI DAN PENGUATAN
Perlu pengembangan dan inisiatif daerah dalam Perlu intervensi dalam rangka menunjang PROFESIONALISME DAN KOORDINASI ANTAR
3 7 10
membentuk pusat-pusat pengembangan baru serta pengembangan demand, pola operasional pelayaran dan STAKEHOLDERS
pusat bangkitan kargo dari potensi wilayah yang dimiliki insentif disinsentif yang bersifat fiskal maupun non fiskal
DUKUNGAN NON TEKNIS LAIN PENGUATAN DAN PENINGKATAN SHIPPING
Perlu intervensi dalam rangka menunjang LINE/OPERATOR PELAYARAN GUNA MENJAMIN
4 pengembangan demand, pola operasional pelayaran 11 INTEGRASI DAN SISTEM DISTRIBUSI KARGO
dan insentif disinsentif yang bersifat fiskal maupun non
fiskal
11
 12 PILAR UTAMA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI LAUT
BERDASARKAN KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN GLOBAL DAN INDUSTRI MARITIM

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN (KHUSUSNYA OLEH SWASTA) HARUS BERORIENTASI KEPADA KECENDERUNGAN DEMAND SECARA GLOBAL

PERLU PERENCANAAN YANG MATANG DENGAN BERORIENTASI KEPADA POTENSI DAN PERHITUNGAN KELAYAKAN (FINANSIAL DAN EKONOMI) YANG
TEPAT (MEMERLUKAN OUTLINE BUSSINESS CASE DAN FINANCIAL BUSSINESS CASE YANG DITETAPKAN SECARA KOMPREHENSIF)

PORT INDUSTRIES SHIPPING INDUSTRIES SUPPORTING INDUSTRIES

Investasi untuk pelabuhan (khususnya Investasi industri perkapalan untuk Pengembangan logistic centers/dry ports
1 pelabuhan baru dengan kedalaman 5 menjawab tantangan perkembangan 8 sebagai penguatan konsep konektivitas
memadai sesuai perkembangan kapal) teknologi perkapalan dalam rangka efektifitas dan efisiensi
World-class Operation diperlukan Penguatan integrasi bidang perkapalan Penguatan dan pengembangan
untuk meningkatkan kinerja dan dengan pelabuhan melalui konektivitas melalui:
2 pelayanan pelabuhan 6 pengembangan sistem jaringan dan pola 9 - Konektivitas infrastruktur (pelabuhan
pengembangan yang terpadu ke pusat logistic dsb)
- Teknologi informasi
Regulasi harus mendukung 2 hal Pengembangan industri galangan kapal Harmonisasi regulasi
utama: sebagai komponen pendukung industri
3 7 10
- Landlord dan konsesi perkapalan
- Proses distribusi kargo
Tarif Pelabuhan harus kompetitif Penguatan profesionalisme dan
4 11
koordinasi antar stakeholders
12 Peningkatan SDM

12
 RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL
LOKASI & HIERARKI - KEBIJAKAN UTAMA
SAMPAI 2020
636 PELABUHAN MELAYANI ANGKUTAN LAUT :
 28 PELABUHAN UTAMA
 164 PELABUHAN PENGUMPUL
 166 PELABUHAN PENGUMPAN REGIONAL
 278 PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL

1321 RENCANA LOKASI PELABUHAN

55 TERMINAL (BAGIAN DARI PELABUHAN UMUM)

SESUAI KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KP 432 TAHUN

2017 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL

KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL diarahkan dalam upaya:

1. MENDORONG INVESTASI SWASTA 5. MENCIPTAKAN KERANGKA KERJA HUKUM DAN PERATURAN YANG TEPAT SERTA FLEKSIBEL
2. MENDORONG PERSAINGAN 6. MEWUJUDKAN SISTEM OPERASI PELABUHAN YANG AMAN, TERJAMIN SERTA OPTIMAL
3. PEMBERDAYAAN PERAN PENYELENGGARA PELABUHAN 7. MENINGKATKAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
4. TERWUJUDNYA INTEGRASI PERENCANAAN 8. MENGEMBANGKAN SUMBERDAYA MANUSIA

13
 SKENARIO PENGEMBANGAN PELABUHAN
DI INDONESIA
PADA TAHUN 2020 LALU LINTAS PETI KEMAS INDONESIA AKAN
MENINGKAT LEBIH DARI DUA KALI LIPAT VOLUME TAHUN 2009 DAN
PEMERINTAH MERENCANAKAN PROSENTASE INVESTASI SWASTA
AKAN KEMBALI MENINGKAT DUA KALI LIPAT PADA TAHUN 2030 TERMASUK PEMDA MELALUI BADAN USAHA PELABUHAN SEMAKIN BESAR
KE DEPAN DENGAN MEMBERIKAN KESEMPATAN SELUAS-LUASNYA DENGAN
PENGEMBANGAN TERMINAL PETI KEMAS SANGAT DIPERLUKAN DI
DIDUKUNG IKLIM INVESTASI YANG BAIK
BERBAGAI LOKASI PELABUHAN
TOTAL PEMERINTAH SWASTA
PERTUMBUHAN LALU LINTAS CURAH KERING DAN CAIR YANG LEBIH NO TAHAP
RENDAH MENUNJUKKAN BAHWA TOTAL TONASE MUATAN HANYA US$ US$ US$
% % %
AKAN MENINGKAT SAMPAI DENGAN 50% PADA TAHUN 2020 DAN 50% MILYAR MILYAR MILYAR
LAGI PADA TAHUN 2030

MESKIPUN PERTUMBUHAN LALU LINTAS CURAH KERING DAN CAIR

TIDAK SEBESAR PETI KEMAS TETAP DIBUTUHKAN PENGEMBANGAN 1 2011-2015 12,212 100 5,202 42,6 7,010 57,4
TERMINAL DI BEBERAPA LOKASI STRATEGIS

2 2016-2020 12,389 100 3,423 27,6 8,965 72,4

3 2021-2030 22,464 100 6,281 28,0 16,183 72,0

KEBUTUHAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN

TOTAL 47,064 100 14,906 31,7 32,158 68,3

14
 PENGEMBANGAN PELABUHAN
DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI TOL LAUT

KONSEP TOL LAUT

/KUALA TANJUNG
 MEMPERKUAT JALUR PELAYARAN DENGAN TITIK
BERAT PADA INDONESIA BAGIAN TIMUR
 KONEKSI JALUR PELAYARAN DARI BARAT KE
TIMUR INDONESIA (KONEKTIVITAS)
 KEMUDAHAN AKSES NIAGA DARI NEGARA-
NEGARA PASIFIK BAGIAN SELATAN KE NEGARA
ASIA BAGIAN TIMUR
 PELAYARAN SECARA RUTIN DAN TERJADWAL
DARI BARAT SAMPAI KE TIMUR INDONESIA

5 PELABUHAN HUB

19 PELABUHAN FEEDER

>100 PELABUHAN SUB FEEDER UNTUK MENINGKATKAN KONEKTIVITAS

KUALA TANJUNG SEBAGAI PELABUHAN HUB INTERNASIONAL (BARAT)

BITUNG SEBAGAI PELABUHAN HUB INTERNASIONAL (TIMUR)

15
 TOL LAUT IMPLEMENTASI TRAYEK TOL LAUT 2019
SAMPAI 2019 TELAH BEROPERASI 18 TRAYEK TOL LAUT MAKSUD DAN TUJUAN:

 DALAM RANGKA MENJAMIN KETERSEDIAAN

BARANG (KEBUTUHAN POKOK HASIL PERTANIAN,
INDUSTRI DAN PETERNAKAN PERIKANAN SERTA
BARANG PENTING SEPERTI PUPUK, SEMEN, BESI
BAJA DSB) DAN UNTUK MENGURANGI DISPARITAS
HARGA BAGI MASYARAKAT
 MENJAMIN KELANGSUNGAN PELAYANAN
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN BARANG KE
DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN
PERBATASAN

IMPLEMENTASI TRAYEK TOL LAUT 2016

16
 INTEGRASI TOL LAUT DAN GERAI MARITIM/RUMAH KITA

FUNGSI:
SELAIN SEBAGAI DISTRIBUTOR/
CONSOLIDATOR/RETAIL, DIHARAPKAN PROGRAM
RUMAH KITA (SENTRA LOGISTIK) DAPAT
MEREKRUT PARA PEDAGANG (DILUAR
PEDAGANG/PEMAIN LAMA) DI DAERAH/LOKASI
HOMEBASE SENTRA LOGISTIK TERSEBUT
DEFINISI: ATAUPUN DI LUAR HOMEBASE/PELABUHAN YANG
BADAN USAHA YANG MENYELENGGARAKAN SECARA TER INTEGRITASI TEMPAT DISINGGAHI TOL LAUT/HINTERLAND YANG
PENYIMPANAN, PEMASARAN DAN PENDISTRIBUSIAN BARANG YANG DIANGKUT PELAKSANAANNYA DAPAT BERKOORDINASI
MELALUI MODA ANGKUTAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PEPRES 70/2017 DENGAN PEMERINTAH DAERAH SETEMPAT CQ
DINAS PERDAGANGAN

17
 PERMASALAHAN STRATEGI MITIGASI PERMASALAHAN

UMUM PELABUHAN PANGKAL PELABUHAN SINGGAH RUMAH KITA

1. PENYELENGGARAAN TOL LAUT
(SEJAK FEB 2015) BELUM EFEKTIF
DALAM MENJANGKAU DAERAH
HINTERLAND-NYA
2. FASILITAS B/M BELUM TERSEDIA DI
BEBERAPA PELABUHAN SINGGAH,
CONTOH TAREMPA, DOBO, ROTE,
MENTAWAI, ENGGANO DLL.
3. BELUM ADANYA PEMANFAATAN IT
DALAM TATA KELOLA OPERASIONAL
TOL LAUT
4. BELUM ADANYA MANAJEMEN TATA
KELOLA ANTAR OPERATOR KAPAL DAN
ANTAR TRAYEK TOL LAUT
1. BARANG MUATAN TOL LAUT
SERING DATANG TERLAMBAT /
TIDAK SESUAI DENGAN JADWAL
KEDATANGAN DAN
KEBERANGKATAN KAPAL
2. ANTRIAN KAPAL TOL LAUT UNTUK
MELAKUKAN PEMUATAN BARANG
MENJADI LEBIH LAMA KARENA
KESIBUKAN DI PELABUHAN PANGKAL
(CONTOH: PLB. TANJUNG PRIOK DAN
TANJUNG PERAK)
3. BELUM ADANYA MANAJEMEN TATA
KELOLA ANTAR OPERATOR KAPAL DAN
ANTAR TRAYEK TOL LAUT.
1. PANJANG DERMAGA DI BEBERAPA 1. RUMAH KITA/GERAI MARITIM
PELABUHAN LEBIH PENDEK DARIPADA
PANJANG KAPAL SEHINGGA BELUM TERMANFAATKAN SECARA
MENGGANGGU KEGIATAN B/M OPTIMAL KARENA BARANG TELAH
2. WAKTU TUNGGU KAPAL LEBIH LAMA HABIS PADA PELABUHAN SINGGAH
KARENA TINGKAT PASANG SURUT
YANG TINGGI 2. BELUM ADANYA MANAJEMEN TATA
3. LEMAHNYA PENGAWASAN TERHADAP KELOLA ANTAR OPERATOR KAPAL
MUATAN TOL LAUT YANG DAN ANTAR TRAYEK TOL LAUT.
MENGAKIBATKAN JENIS KOMODITI
KURANG TERMONITOR
4. LOAD FACTOR KAPAL PADA BEBERAPA
RUAS SEKITAR 10% (CONTOH: RUAS
ENGGANO DAN SEBATIK)
5. BELUM ADANYA MANAJEMEN TATA
KELOLA ANTAR OPERATOR KAPAL DAN
ANTAR TRAYEK TOL LAUT

STRATEGI MITIGASI PERMASALAHAN

1. PELAKSANAAN PILOT PROJECT INTEGRASI 4 LEVEL KONEKTIVITAS PADA TITIK-TITIK TERTENTU DENGAN MELIBATKAN BUMN DAN SWASTA
2. SINERGI PROGRAM TOL LAUT DENGAN PROGRAM STRATEGIS LAIN TERKAIT DALAM RANGKA PENINGKATAN LOAD FACTOR
3. PENINGKATAN SISTEM MONITORING DAN PENGAWASAN SERTA OPTIMALISASI SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI GUNA MENUNJANG
MANAJEMEN LOGISTIK BERBASIS TI
4. INTEGRASI DAN KERJASAMA DENGAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN KHUSUSNYA BADAN USAHA SERTA PEMERINTAH DAERAH
TERMASUK SINKRONISASI KEBIJAKAN
18
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT KAPAL PELNI PENDUKUNG KONEKTIVITAS NASIONAL

1 26 TRAYEK DENGAN 26 ARMADA KAPAL PELNI YANG DILAKUKAN MELALUI SKEMA PSO

UKURAN KAPAL 500 – 3000 DWT DENGAN KAPASITAS ANGKUT TOTAL ± 32.500
2 PENUMPANG

19
PROFIL UMUM PELAYARAN PERINTIS DI INDONESIA

20
 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
DIREKTORAT KEPELABUHANAN

TERIMA KASIH