Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara tropis yang kaya akan sumber daya alam
terutama tumbuhan. Hutan yang terbentang di belasan ribu pulau yang ditumbuhi
berbagai jenis flora dan fauna, yang kadang tidak dapat dijumpai di bagian bumi
lainnya, dan merupakan salah satu negara MegaBiodiversity (kekayaan akan
keanekaragaman hayati ekosistem, sumber daya genetika, dan spesies yang sangat
berlimpah). Tidak kurang dari 47 jenis ekosistem alam yang khas sampai jumlah
spesies tumbuhan berbunga yang sudah diketahui, sebanyak 11 % atau sekitar
30.000 jenis dari seluruh tumbuhan berbunga di dunia. Sayangnya, banyak jenis
tumbuhan tertentu, mengalami kepunahan. Sampai saat ini, Pusat Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya Bogor- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
serta tiga cabangnya baru mengoleksi 20% total jenis tumbuhan yang ada di
Indonesia (Narto2011).
Masyarakat Indonesia memiliki tradisi penggunaan obat-obat tradisional
yang berasal dari alam sebagai alternative untuk menyembuhkan penyakit. Cara
penyajianya salah satunya dengan merebusnya atau meletakan simplisia yang
sudah ditumbuk halus pada bagian tubuh yang sakit. perkembangan obat
tradisional semakin meningkat seiring dengan slogan “back to nature” sehingga
banyak yang tertarik untuk meneliti khasanah tumbuhan negeri ini.
Kurangnya informasi ilmiah mengenai komponen-kompenen kimia yang
terdapat dalam tanaman untuk obat tradisional ini mengakibatkan nilai ekonomi
dari tanaman-tanaman ini sangat rendah.Selain itu penggunaannya yang biasanya
menggunakan dosis tidak tepat bisa mengakibatkan efek yang tidak diinginkan.
Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu propinsi di indonesia yang
berada pada bagian tengah kepulauan Nusa Tenggara dengan luas area total
20153,15 km. Kondisi geografis dan keadaan wilayah NTB yang masih banyak
hutan dimungkinkan banyak ditemukan berbagai jenis tanaman yang digunakan
oleh masyarakat sebagai obat tradisional, baik digunakan secara langsung maupun

1
diolah terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai obat. Salah satu jenis tanaman
yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat adalah daging biji buah kadara
(caesaphinia bonduc).
Kadara (caesaplhinia bonduc) banyak terdapat di daerah pulau Sumbawa
khususnya daerah Bima dan Dompu. Masyarakat secara tradisional menggunakan
biji kadara untuk menyembuhkan malaria, kencing manis(Diabetes melitus), batu
ginjal. Menurut pengalaman masyarakat pengobatan menggunakan biji buah
kadara mempunyai efek penyembuhan yang baik. Masyarakat mengkonsumsi
buah kadara (caesaplhiniabonduc) ini dengan cara di goreng tanpa menggunakan
minyak sampai gosong lalu dipecahkan untuk diambil bijinya kemudian
dikonsumsi secara langsung.

Untuk membuktikan data-data empiris tersebut perlu dilakukan uji secara


ilmiah untuk mengidentifikasi senyawa yang berfungsi sebagai penyembuh
beberapa penyakit tersebut, atas dasar itu peniliti ingin melakukan penelitian uji
kualitatif dan uji kuantitaif terhadap ekstrak daging biji buah kadara (caesaphinia
bonduc).

1.2 Rumusan Masalah


1. Senyawa aktif apa yang terkandung dalam ekstrak daging biji buah kadara
dengan uji kualitatif
2. Berapa kadar senyawa alkaloid dan tannin yang terkandung dalam ekstrak
biji kadara dengan uji kuantitatif
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui senyawa aktif apa yang terkandung dalam ekstrak daging biji
kadara dengan uji kualitatif.
2. Mengetahui berapa kadar senyawa alkaloid dan tannin yang terkandung
dalam ekstrak daging biji buah kadara dengan uji kuantitatif.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat diambil
manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan informasi tentang senyawa senyawa aktif apa yang

2
terkandung dalam daging biji buah kadara.
2. Memberikan informasi tentang berapa kadar senyawa alkaloid dan
tannin yang terkandung dalam daging biji buah kadara.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat sebagai perwujudan tri dharma perguruan tinggi,
yaitu pendidikan,penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

1.5 Keaslian penelitian


Berdasarkan penelitian kusrahman asep, dkk pada tahun 2012 yang
berjudul ISOLASI, KARAKTERISASI SENYAWA AKTIF DAN UJI
FARMAKA EKSTRAK BIJI KEBIUL (CAESALPHNIABONDUC) PADA
MENCIT (Mus musculus) SERTA PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN KIMIA DI SMAN 1 BENGKULU SELATAN dengan metode
eksperimental. Ektraks biji kebiul mengandung Alkaloid, Flavonoid, Saponin,
Steroid dan Triterpenoid.. Isolat fraksi etil asetat berwarna kuning kecoklatan,
seperti minyak, mengandung gugus – OH dengan serapan 3010,31 cm-1, gugus C–
H alifatik yang muncul pada bilangan gelombang 2927,34 cm-1, ada cicin aromatis
yang ditunjukkan dengan serapan 3010,31 cm-1

Berdasarkan penelitian Uyatmi yesi, dkk pada tahun 2016 yang berjudul
PEMATAHAN DORMANSI BENIH KEBIUL (CAESALPHINIA BONDUC)
DENGAN BERBAGAI METODE. Biji kebiul banyak digunakan oleh
masyarakat Bengkulu Selatan sebagai obat untuk pengobatan berbagai pernyakit
seperti malaria, sakit kepala, kencing manis, batu ginjal dan batu empedu. Benih
kebiul ini memiliki kulit yang tebal dan keras sehingga sulit untuk berkecambah.
Ada berbagai cara perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan yaitu skrafikasi
dan stratifikasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 – Januari
2016. Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini diantaranya perendaman
dalam air dengan suhu 300C selama 0 jam, 5 jam, 10 jam, dan 15 jam.
Perendaman dalam air panas dengan suhu 1000C selama 5 jam, 10 jam, dan 15

3
jam. Stratifikasi hangat dengan kelembapan udara (RH) 100% dengan suhu 400C
selama 5 hari, 10 hari, dan 15 hari. Variabel yang diamati dalam penelitian ini
daya kecambah, kecepatan berkecambah, muncul epikotil, tinggi tanaman, dan
panjang akar.Hasil penelitian memberikan pengaruh nyata terhadap variabel daya
kecambah, kecepatan berkecambah, muncul epikotil, dan tinggi tanaman.Metode
perlakuan pematahan dormansi benih memberikan pengaruh terhadap berbagai
variabel yang diuji. Metode perlakuan kulit benih (PD 11) menunjukkan metode
terbaik, semua variabel yang diuji yaitu daya kecambah 100%, kecepatan
berkcambah 1.43, muncul epikotil sebesar 10%, tinggi tanaman sebesar 13.64 cm
dan panjang akar 6.16 cm.

Berdasarkan penelitian yuska dkk 2018 yang berjudul FRAKSINASI


DAN SKRINING FRAKSI BIJI KEBIUL (Caesalpinia bonduc (L) ROXB)
DENGAN METODE KLT (KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS) Pengobatan
penyakit dengan menggunakan tanaman obat tradisional telah dikenal masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu. Sebagian masyarakat lebih menyukai pengobatan
dengan tumbuhan obat dari pada obat sintetis. Biji Kebiul (Caesalpinia bonduc (L)
Roxb) merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai obat oleh
masyarakat seperti antioksidan, antibakteri, antiinflamasi dan antifungi. Penelitian
ini dilakukan secara fraksinasi untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terdapat didalam kandungan fraksi dengan menggunakan beberapa pelarut.
Metode pembuatan ekstrak dengan maserasi dan diuapkan dengan rotari
evaporator lalu dilakukan fraksinasi dengan menggunakan tiga pelarut
berdasarkan kepolarannya yaitu polar (aquadest), non polar (n-heksan) dan
semipolar (etil asetat), lalu dilakukan uji organoleptis, rendemen, kemudian
dilakukan skrining fitokimia serta uji penegasan dengan menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil skrining fitokimia yang didapatkan pada
fraksinasi aquadest dan n-heksan mengandung senyawa flavonoid dan fraksinasi
etil asetat mengandung senyawa flavonoid dan saponin. Sedangkan hasil uji
penegasan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada fraksi aquadest,
n-heksan dan etil asetat didapatkan hasil positif yaitu flavonoid.

4
BAB II
TINJAUAN PUTSAKA

2.1 Kadara (caesalphinia bonduc)


Tanaman kadara (caesalphinia bonduc) hidup di hutan yang lembab
dengan tanah basah, terlindung oleh tanaman besar sehingga sinar matahari
agak terhalang. Tekstur tanah lembut seperti tanah liat, tanaman ini banyak
ditemukan diperbatasan hutan lindung dengan hutan tanaman rakyat (daerah
perkebunan tradisional penduduk di sekitar hutan).
2.1.1 Taksonomi Tumbuhan kadara(caesalphinia bonduc)

Gambar 1.tanaman kadara (Asep Kusrahman 2012)


Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Caesalpniaceae
Genus : Caesalpnia
Spesies : Caesalpniae Bonduc(L) Roxb

2.1.2 Morfologi Tanaman Kadara


1. Daun

5
Berbentuk oval, ujung tumpul pada tanaman muda dan ujung
runcing pada tanaman tua, posisi daun sejajar memiliki
tangkai daun, pertulangan daun.

Gambar 2.Bentuk daun Tanaman Tanaman kadara(Asep


Kusrahman 2012).
2. Batang
Batang menjalar sepanjang batang dipenuhi dengan duri, warna
kulit batang muda hijau sedang batang yang sudah tua
berwarna coklat, merambat pada batang lain, panjangnyadapat
mencapai puluhan meter

Gambar 3. Batang kadara(Asep Kusrahman 2012)

6
3. Buah Kadara
Buah muda berwarna hijau dan jika tua berwarna coklat tua, buah
dipenuhi dengan duri yang tajam. Dalam tiap buah terdapat 4 – 6 biji.
daging biji buah kadara berbentuk bulat, biji kadara muda berwarna
hijau dengan kulit biji yang lunak sedangkan biji kadara tua memiliki
berwarna abu- abu dan kulit biji yang sangat keras.

Gambar 4.Bentuk buah kadara (Asep Kusrahman 2012)

Daging biji kadara terasa pahit dan kelat Pada saat biji telah
matang maka kelopak akan pecah dan biji-biji akan terhambur keluar
cukup jauh dari cangkangnya.

Gambar 5.Bentuk buah kadara setelah pecah(Asep Kusrahman


2012)

7
2.1.3 Habitat Alami Tanaman kadara
(Asep kusrahman 2012) Tanaman kadara
(caesalphniabonduc) hidup di hutan yang lembab dengan tanah
basah, terlindung oleh tanaman besar sehingga sinar matahari agak
terhalang. Tekstur tanah lembut seperti tanah liat, tanaman ini
banyak ditemukan diperbatasan hutan lindung dengan hutan
tanaman rakyat (daerah perkebunan tradisional penduduk di sekitar
hutan).

2.1 Kegunaan Biji Kadara di Masyarakat


Masyarakat suku Mbojo di Kabupaten Bima dan Dompu telah
lama menggunakan biji buah kadara untuk mengobati berbagai penyakit.
Proses penggunaan biji kadara sebagai obat yaitu dengan di goreng tanpa
menggunakan minyak dengan wajan tanah sampai gosong untuk
mengambil daging bijinya kemudian dikonsumsi untuk obat ( asep
kusrahman 2012).
Beberapa penyakit yang dapat diobatai dengan serbuk biji kadara
antara lain :
1. Penyakit malaria (menggigil)
2. Penyakit kencing manis (dibetes melitus)
3. Darah tinggi
4. Kencing batu (sakit pinggang)

2.2 Uji Kualitatif


Untuk mengetahui kandungan senyawa fitokimia dalam suatu
simplisia maka diperlukan uji indentifikasi, analisa kualitatif terhadap
senyawa hasil metabolit sekunder (Alkaloid, Terpenoid/Steroid, dan
Flavonoid) sebagai berikut :
2.3.1 Uji terhadap Alkaloid
Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi
tanaman yang mengandung alkaloid yaitu :

8
1) Prosedur Wall, meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan
tanaman kering yang direfluks dengan 80% etanol. Setelah
dingin dan disaring, residu dicuci dengan 80% etanol dan
kumpulan filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan
dalam air, disaring, diasamkan dengan asam klorida 1% dan
alkaloid diendapkan baik dengan pereaksi Mayer atau dengan
Siklotungstat. Bila hasil tes positif, maka konfirmasi tes
dilakukan dengan cara larutan yang bersifat asam dibasakan,
alkaloid diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika larutan
asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut di
atas, ini berarti tanaman mengandung alkaloid. Fasa basa berair
juga harus diteliti untuk menentukan adanya alkaloidquartener
(asep kusrahman 2012 ).

2) Prosedur Kiang-Douglas agak berbeda terhadap garam


alkaloid yang terdapat dalam tanaman (lazimnya sitrat, tartrat
atau laktat).Bahan tanaman kering pertama-tama diubah
menjadi basa bebas dengan larutan encer amonia. Hasil yang
diperoleh kemudian diekstrak dengan kloroform, ekstrak
dipekatkan dan alkaloid diubah menjadi hidrokloridanya
dengan cara menambahkan asam klorida 2N. Filtrat larutan
berair kemudian diuji terhadap alkaloidnya dengan menambah
pereaksi Mayer, Dragendorff atau Bauchardat. Perkiraan
kandungan alkaloid yang potensial dapat diperoleh dengan
menggunakan larutan encer standar alkaloid khusus seperti
brusin (asep kusrahman 2012).

Pereaksi Mayer mengandung kalium iodida dan merkuri


klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat
dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat
mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium iodida
dan iod. Pereaksi asam silikotungstat mengandung kompleks

9
silikon dioksida dan tungsten trioksida.Berbagai pereaksi
tersebut menunjukan perbedaan yang besar dalam hal
sensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda. Ditilik dari
popularitasnya, formulasi Mayer kurang sensitif dibandingkan
pereaksi Wagner atau Dragendorff (asep kusrahman 2012).

Reaksi Pengendapan
Pada reaksi pengendapan, filtrat diuapkan terlebih
dahulu di atas penangas air untuk menghilangkan atau
menguapkan pelarut yang telah bercampur dengan alkaloid.
Kemudian, sisa filtrat yang telah diuapkan dilarutkan dalam
HCl 2N. Penambahan HCl berfungsi untuk membentuk garam
alkaloid sehingga alkaloid dapat tertarik dari larutannya.
Alkaloid dalam bentuk garamnya inilah yang nantinya akan
bereaksi dengan reagent atau larutan pereaksi dan membentuk
endapan. Adapun larutan pereaksi yang digunakan antara lain
(asep kusrahman 2012 ).
1. WagnerLP
2. Mayer LP dan DragendroffL
Reaksi Warna
Pada reaksi ini, sebelum ditetesi dengan larutan pereaksi,
sampel terlebih dahulu diuapkan di atas penangas air dengan
menggunakan cawan porselen. Hal ini juga bertujuan untuk
menguapkan pelarut yang telah bercampur dengan alkaloid.
Pada uji warna ini, digunakan 3 pereaksi, yaitu asam sulfat P,
asam nitrat P, dan Erdman LP (asep kusrahman 2012).
Untuk mendeteksi alkaloid secara kromatografi digunakan sejumlah
pereaksi. Pereaksi yang sangat umum adalah pereaksi Dragendorff,
yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk senyawa
alkaloid. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa beberapa sistem
tak jenuh, terutama koumarin dan α-piron, dapat juga memberikan
noda yang berwarna jingga dengan pereaksi tersebut. Pereaksi umum

10
lain tetapi kurang digunakan adalah asam fosfomolibdat,
jodoplatinat, uap jod, dan antimon (III) klorida. (Jurnal farmasi
metode pemisahan elektroforesis Kapiler).
Kebanyakan alkaloid bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut
tanpa membedakan kelompok alkaloid. Sejumlah pereaksi khusus
tersedia untuk menentukan atau mendeteksi jenis alkaloid
khusus.Pereaksi Ehrlich (p-dimetilaminobenzaldehide yang
diasamkan) memberikan warna yang sangat karakteristik biru atau
abu-abu hijau dengan alkaloid ergot.Pereaksi serium amonium sulfat
(CAS) berasam (asam sulfat atau fosfat) memberikan warna yang
berbeda dengan berbagai alkaloid indol.Warna tergantung pada
kromofor ultraungu alkaloid.
Campuran feriklorida dan asam perklorat digunakan untuk
mendeteksi alkloid Rauvolfia. Alkaloid Cinchona memberikan warna
jelas biru fluoresen pada sinar ultra ungu (UV) setelah direaksikan
dengan asam format dan fenilalmin dapat terlihat dengan ninhidrin.
Glikosida steroidal sering dideteksi dengan penyemprotan vanilin-
asam fosfat. Pereaksi Oberlin-Zeisel, larutan feri klorida 1-5% dalam
asam klorida 0,5 N, sensitif terutama pada inti tripolon alkaloid
kolkisin dan sejumlah kecil 1 μg dapat terdeteksi.
2.3.4 Uji terhadap Saponin (terpenoid/steroid)
Tri susilowati (2016) Saponin adalah suatu golongan
gliosida yang larut dalam air dan mempunyai karateristik, dapat
membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai
kemamampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin
mempunyai toksisitas yang sangat tinggi. Berdasarkna strukturnya
saponin dapat dibedakan atas dua macam yaitu, saponin yang
mempunyai rangka steroid dan saponin yang mempunyai rangka
triterpenoid. Berdasarkan strukturnya saponin memberikan reaksi
warna merah atau hijau dengan pereaksi Libermann-Burhard (LB)

2.3.5 Uji Terhadap Flavonoid


Flavonoid adalah sekelompok senyawa polifenol yang

11
terdapat dalam tanaman. Pada tanaman, flavonoid memiliki
beragam fungsi, diantaranya dapat berfungsi sebagai antioksidan,
antimikrobial, fotoreseptor, dan skrining cahaya. Flavonoid
terutama dalam bentuk turunan glikosilat bertanggung jawab atas
pemberian warna pada daun, bunga, dan buah (Simamora 2011).
1 ml filtrat ekstrak simplisia diuapkan, sisanya dilarutkan
dalam 2 ml larutan etanol 95%. Tambahkan 500 mg serbuk seng
dan 2 ml larutan HCl 2N, diamkan selama 1 menit. Lalu
tambahkan 10 tetes asam klorida (HCl) pekat, diamkan selama 2 –
5 menit, jika terbentuk warna merah menunjukan bahwa ektrak
mengandung senyawa golongan flavonoid (Dudi 2007).
2.3.6 Uji Terhadap Tannin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dan
memiliki batang sejati. Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu
tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi
hampir terdapat disemua tumbuhan paku- pakuan dan
gymnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae terutama
pada tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis, penyebarannya
terbatas hanya pada tumbuhan berkeping dua. Tetapi kedua jenis
tanin ini banyak dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang sama.
Sebagian besar tumbuhan yang banyak mengandung tanin akan
dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang
pahit. Salah satu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai
penolak hewan pemakan tumbuhan (Harborne 1987).
Sampel yang akan diuji didihkan dengan 20 ml air lalu
disaring. Ditambahkan beberapa tetes feriklorida 1% dan
terbentuknya warna coklat kehijauan atau biru kehitaman
menunjukkan adanya tannin (Marlinda dkk, 2012).

2.4 Uji Kuantitatif


Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk

12
mengetahui kadar suatu zat (Svehla, 1985). Analisa kuantitatif berkaitan
dengan penetapan beberapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung
dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang sering kali
dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun sebagian kecil atau
sebagian besar sampel yang di analisis (Day dan Underwood, 2002).
Pengertian lain dari analisa kuantitatif adalah analisa yang bertujuan
untuk mengetahui jumlah kadar senyawa kimia dalam suatu bahan atau
campuran bahan (Sumardjo, 1997).
2.4.1 Motode konvensional
Metode dalam analisa kuantitatif konvensional dibedakan
menjadi 2 bagian: metode gravimeter, yaitu penetapan kadar suatu
unsur atau senyawa berdasarkan berat, tetapnya dengan cara
penimbangan. Cara dilakukan dengan unsur atau senyawa yang
diselidiki dan bahan yang menyusunnya. Bagian terbesar yang
dilakukan metode gravimetri adalah perubahan unsur berat
tetapnya. Berat senyawa selanjutnya dapat dianalisa berdasarkan
jenis senyawa (khoppar, 1990). Metode volumetri, adalah analisa
kuantitatif yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah
larutan baru yang lebih diketahui kadarnya. Dengan mengetahui
jumlah larutan baru yang ditambahkan dan reaksinya berjalan
secara kuantitatif sehingga senyawa yang dianalisis dapat dihitung
jumlahnya (Sumardjo, 1997).
Volumetri merupakan suatu cara analisis kuantitatif dan
reaksi kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya
direaksikan dengan zat lainnya telah diketahui konsentrasinya
sampai tercapai suatu titik ekuivalensi hingga kepekatan zat yang
kita cari dapat dihitung. Larutan yang kita ketahui konsentrasinya
dengan teliti disebut larutan standar. Larutan ini biasanya
diteteskan dari buret ke dalam erlenmeyer yang mengandung
reaksinya selesai. Proses ini dinamakan titrasi. Titik dimana terjadi
perubahan karena indikator disebut titik titrasi. Titik ini seharusnya

13
jatuh pada titik yang bersamaan, tetapi hal ini sulit karena kesulitan
dalam mencari indikator yang pH intervalnya mendekati pH
ekuivalen. Perbedaan antara titik ekuivalen dengan titik titrasi
disebut kesalahan titrasi (Day dan Underwood, 2002). Indikator
adalah asam organik lemah atau basa organik lemah yang dalam
larutan akan terionisasi sebagian dimana warna yang terionisasi
berbeda dengan warna yang tak terionisasi (Sumardjo, 1994).
Analisis volumetri merupakan suatu analisa untuk
menentukan suatu volume larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui. Biasanya untuk mengukur volume larutan standar
tersebut harus ditambahkan dengan melalui alat yang disebut buret.
Proses penambahan larutan standar ke dalam larutan yang
ditentukan sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi
(Lehninger, 1995).
Reaksi dalam volumetri dibedakan menjadi 3: (1) Reaksi
netralisasi adalah suatu proses terbentuknya garam dari reaksi asam
dan basa. Contoh reaksi: HCl + NaOH  NaCl + H2O. (2) Reaksi
pengendapan atau pembentukan senyawa kompleks. Reaksi
meliputi pembentukan ion-ion kompleks atau pembentukan
molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan (Khoppar, 1990).
Contoh reaksi: AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3, KCN +
AgNO3  K{Ag(CN)2} + KNO3, K{Ag(CN)2} +
AgNO3  Ag{(CN)2} + KNO3. (3) Reaksi oksidasi-reduksi
(redoks).Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung secara serentak,
dimana jumlah elektron yang dilepaskan pada oksidasi harus sama
dengan elektron yang didapatkan pada reduksi, Contoh reaksi:
2FeCl3 + SnCl2 2FeCl2 + SnCl4. (Surakiti, 1989).Analisa
volumetri dapat dibedakan menjadi: (1) Asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri: bila yang diketahui konsentrasi asamnya. Alkalimetri
adalah apabila konsentrasi basanya diketahui. (2)
Oksidimetri dibagi menjadi dua yaitu permanganametri dan

14
kromatometri. Permanganametri sebagai oksidatornya adalah
KMnO4. Reaksinya: MnO4- + 8H+  Mn2+ + 4H2O. Kromatometri
bila kita mamakai oksidator K2Cr2O7. Reaksinya: Cr2O72- +
14H+  Cr. (3) Kalorimetri adalah titrasi dengan iodium secara
tidak langsung. Iodometri adalah titrasi dengan iodium secara
langsung. Reaksinya: I2 + 2S2O32-  2I- +S4O62- I2 + 2e-  2I- I +
e-  I- (Day, dan Underwood, 2002).
2.4.2 Metode instrument
1. Spektrofotometri UV-VIS
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik
ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780)
dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri
UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan
kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995 dalam Sjahid, 2008).

Gambar 10. Alat spektrofotometri uv-vis (rohman 2007)


1) Sumber cahaya
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki
panacaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi.
Sumber cahaya pada spektrofotometer UV-Vis ada dua
macam:
a. Lampu Tungsten (Wolfram), Lampu ini digunakan untuk

15
mengukur sampel pada daerah tampak. Bentuk lampu ini
mirip dengna bola lampu pijar biasa. Memiliki panjang
gelombang antara 350-2200 nm. Spektrum radiasianya berupa
garis lengkung. Umumnya memiliki waktu 1000jam
pemakaian.
b. Lampu DeuteriumLampu ini dipakai pada panjang
gelombang 190-380 nm. Spektrum energy radiasinya lurus,
dan digunakan untuk mengukur sampel yang terletak pada
daerah uv. Memiliki waktu 500 jam pemakaian.
1) Wadah Sampel
kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan dan
karenanya kebanyakan wadah sampel adalah sel untuk
menaruh cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Sel
itu haruslah meneruskan energy cahaya dalam daerah spektral
yang diminati: jadi sel kaca melayani daerah tampak, sel
kuarsa atau kaca silica tinggi istimewa untuk daerah
ultraviolet. Dalam instrument, tabung reaksi silindris kadang-
kadang diginakan sebagai wadah sampel. Penting bahwa
tabung-tabung semacam itu diletakkan secara reprodusibel
dengan membubuhkan tanda pada salah satu sisi tabunga dan
tanda itu selalu tetaparahnya tiap kali ditaruh dalam
instrument. Sel-sel lebih baik bila permukaan optisnya datar.
Sel-sel harus diisi sedemikian rupa sehingga berkas cahaya
menembus larutan, dengan meniscus terletak seluruhnya diatas
berkas. Umumnya sel-sel ditahan pada posisinya dengan
desain kinematik dari pemegangnya atau dengan jepitan
berpegas yang memastikan bahwa posisi tabung dalam ruang
sel (dari) instrument itu reprodusibel.

16
2) Monokromator
Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya
polikromatis menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan
komponen panjang gelombang tertentu. Bagian-bagian
monokromator, yaitu :
a. Prisma
Prisma akan mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar
mungkin supaya di dapatkan resolusi yang baik dari radiasi
polikromatis.
b. Grating (kisi difraksi)
Kisi difraksi memberi keuntungan lebih bagi proses
spektroskopi. Dispersi sinar akan disebarkan merata, dengan
pendispersi yang sama, hasil dispersi akan lebih baik. Selain
itu kisi difraksi dapat digunakan dalam seluruh jangkauan
spektrum.
c. Celah optis
Celah ini digunakan untuk mengarahkan sinar monokromatis
yang diharapkan dari sumber radiasi. Apabila celah berada
pada posisi yang tepat, maka radiasi akan dirotasikan melalui
prisma, sehingga diperoleh panjang gelombang yang
diharapkan.
d. Filter
Berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga
cahaya yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang
sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih.
3) Detektor
Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan.
Sinar kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan
dalam rekorder dan ditampilkan dalam bentuk angka-angka pada
reader (komputer). Detector dapat memberikan respons terhadap
radiasi pada berbagai panjang gelombang Ada beberapa cara

17
untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode
umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan
serapan ultra-violet. Banyak senyawa-senyawa organik menyerap
sinar UV dari beberapa panjang gelombang. Jika anda
menyinarkan sinar UV pada larutan yang keluar melalui kolom
dan sebuah detektor pada sisi yang berlawanan, anda akan
mendapatkan pembacaan langsung berapa besar sinar yang
diserap. Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah
senyawa tertentu yang melewati melalui berkas pada waktu itu.
Anda akan heran mengapa pelarut yang digunakan tidak
mengabsorbsi sinar UV. Pelarut menyerapnya! Tetapi berbeda,
senyawa-senyawa akan menyerap dengan sangat kuat bagian-
bagian yang berbeda dari specktrum UV. Misalnya, metanol,
menyerap pada panjang gelombang dibawah 205 nm dan air pada
gelombang dibawah 190 nm. Jika anda menggunakan campuran
metanol-air sebagai pelarut, anda sebaiknya menggunakan
panjang gelombang yang lebih besar dari 205 nm untuk mencegah
pembacaan yang salah dari pelarut
4) Visual display/recorder
Merupakan system baca yang memperagakan besarnya isyarat
listrik, menyatakan dalam bentuk % Transmitan maupun
Absorbansi.

Gambar 11. Cara kerja spektrofotometri (rohman 2007)


Prinsip Kerja
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang

18
bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke
monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada
fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya
polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-
berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan
pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi
tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap
(diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang
dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector
kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui
cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding
dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga
akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif.
2) Spektrofotometri inframerah (IR) sangat penting dalam kimia
modern, terutama (meskipun bukan satu-satunya) dalam daerah
organik. Spektrofotometer ini merupakan alat rutin untuk
mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawaan, dan
menganalisis campuran (Day and Underwood, 2001). Daerah
inframerah dan spektrum elektromagnetik meliputi
panjanggelombang kurang lebih antara 0,78 – 300 μm (12.000-10-
1cm), akan tetapi untukpenggunaan pengukuran serapan terbatas
pada daerah antara 4.000-670 cm-1(2,5 -15 μm). Spektrum
inframerah senyawa organic maupun anorganik merupakan sifat
fisik yang khas bagi senyawa-senyawa tersebut. (Isa, 2006).
3. HPLC (High Performa Liquid Chromatograpy)
Kromatografi Cair Berperforma Tinggi (high performance liquid
chromatography, HPLC) merupakan salah satu teknik
kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan
tinggi. Seperti teknik kromatografi pada umumnya, HPLC
berupaya untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan
afinitasnya terhadap zat padat tertentu. Cairan yang akan

19
dipisahkan merupakan fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa
diam (stasioner). Teknik ini sangat berguna untuk memisahkan
beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai
afinitas selektif antara fasa diam tertentu dan fasa gerak tertentu.
Dengan bantuan detektor serta integrator kita akan mendapatkan
kromatogram. Kromatorgram memuat waktu tambat serta tinggi
puncak suatu senyawa (ismail hendra 2007)

Gambar 12. Komponen HPLC (ismail hendra 2007)


Prinsip Dasar HPLC
HPLC adalah alat yang sangat bermanfaat dalam analisis. Prinsip
dasar dari HPLC adalah memisahkan setiap komponen dalam
sample untuk selanjutnya diidentifikasi (kualitatif) dan dihitung
berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut
(kuantitatif). Sebetulnya hanya ada dua hal utama yang menjadi
krusial point dalam metode HPLC. Yang pertama adalah proses
separasi/pemisahan dan yang kedua adalah proses identifikasi.
Dua hal ini mejadi faktor yang sangat penting dalam keberhasilan
proses analisa.
Menurut JULIA K., 1996 dalam ISMAIL HENDRA, 2007,
prinsip kerja dari HPLC adalah pemisahan absoprsi dan desorpsi
yang berulang kali dari komponen yang dipisahkan. Pada saat
komponen tersebut dibawa oleh fase gerak mengalir sepanjang

20
kolom. Pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan kecepatan
migrasi dari masing-masing komponen yang didasarkan oleh
adanya perbedaan koofisien distribusi dari komponen tersebut
antara kedua fasa.
HPLC secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi
dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui
kolom dibawah grafitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai
dengan 400 atm. Ini membuatnya lebih cepat. HPLC
memperbolehkan penggunaan partikel yang berukuran sangat
kecil untuk material terpadatkan dalam kolom yang mana akan
memberi luas permukaan yang lebih besar berinteraksi antara fase
diam dan molekul-molekul yang melintasinya. Hal ini
memungkinkan pemisahan yang lebih baik dari komponen-
komponen dalam campuran.
Perkembangan yang lebih luas melalui kromatografi kolom
mempertimbangkan metode pendeteksian yang dapat digunakan.
Metode-metode ini sangat otomatis dan sangat peka.
HPLC berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC menggunakan
kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran
partikel penunjang 50µm sedangkan laju aliran dipertinggi dengan
tekanan yang tinggi. Aplikasi analisis HPLC adalah untuk
penentuan kualitatif dan penentuan kuantitatif.
Prinsip dasar HPLC sebenarnya adalah dinamika dan migrasi
dengan menggunakan dua fasa. HPLC biasanya digunakan untuk
senyawa untuk yang berberat molekul tinggi dan tidak menguap,
dimana penyerapan semakin baik jika molekul berada pada bentuk
terkecil sehingga pemisahan pun juga akan semakin baik. Setelah
pemisahan ini, selanjutnya diidentifikasikan secara kualitatif dan
dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen
tersebut secara kuantitatif.
HPLC digunakan untuk analisa kualitatif didasarkan pada waktu

21
retensi untuk identifikasi. Identifikasi dapat diandalkan apabila
waktu retensi sampel dibandingkan dengan larutan standar.
4. Densitometri
Densitometri merupakan salah satu dari metode analisis
kuantitatif. Penetapan kadar suatu senyawa dengan metode ini
dilakukan dengan mengukur kerapatan bercak senyawa yang
dipisahkan dengan cara KLT (Hardjono, 1985).
Alat densitometri mempunyai sumber sinar yang
bergerak di atas bercak pemisahan pada lempeng kromatografi
yang akan ditetapkan kadar komponennya. Lazimnya lempeng
itu digerakkan menyusuri berkas sinar tersebut. Bercak yang
kecil dan intensif akan menghasilkan suatu puncak kurva
absorbsi yang sempit dan tajam, sebaliknya bercak yang lebar
akan menghasilkan puncak kurva absorbsi yang melebar dan
tumpul (Sudjadi, 1988).
Teknik pengukuran dapat didasarkan atas pengukuran
intensitas sinar yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang
dipantulkan (reflaktansi) atau intensitas sinar yang
difluoresensikan (fluoresensi). Teknik pengukuran berdasarkan
reflaktansi di mana sinar datang sebagian diserap dan sebagian
lagi dipantulkan (Mintarsih, 1990).
Sifat pemantulan akan menjadi sensitif dan selektif bila
sinar yang datang adalah monokromatis. Di sini, biasanya
dipilih sinar pada panjang gelombang yang diserap paling
banyak oleh noda yang diteliti. Banyaknya sinar yang
direfleksikan akan ditangkap oleh suatu alat yang disebut
reflection photomultiplier yang akan diteruskan ke pencatat
atau rekorder untuk diubah menjadi suatu puncak atau
kromatogram. Luas puncak atau tinggi puncak sesuai dengan
konsentrasi senyawa pada noda yang diukur kerapatannya.
Penelusuran bercak akan mendapatkan hasil yang baik apabila

22
dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena
perubahan konsentrasi pada bercak sedikit saja sudah dapat
terdeteksi (Mintarsih, 1990).
Pada beberapa alat TLC scanner, sudah dilengkapi alat
pemroses data atau mikro komputer sehingga tinggi puncak
dapat langsung dicatat sebagai data sekaligus dengan
bercaknya dan dapat pula dicatat langsung sebagai kadarnya,
melalui teknik pemrogaman tertentu (Mintarsih, 1990).
Penelusuran bercak dapat dilakukan secara horisontal
maupun vertikal (scanning horizontal atau scanning vertical).
Penelusuran bercak secara horisontal dapat dilakukan satu
persatu atau apabila satu pelat bercak yang diperoleh segaris
semua maka dapat dilakukan penelusuran untuk semua bercak
sekaligus sedangkan cara penelusuran vertikal, hanya dapat
dilakukan satu per satu (Mintarsih, 1990).
Pelat yang digunakan untuk KLT-densitometri
sebaiknya digunakan pelat buatan pabrik karena pada pelat
buatan sendiri fase diamnya kurang kompak, sehingga akan
mempengaruhi hasil penelusuran dengan densitometri yaitu
berupa puncak yang lebar dan kasar. Puncak yang lebar
disebabkan kurang kompaknya fase diam sedangkan puncak
yang kasar disebabkan permukaan pelat yang kurang rata
(Mintarsih, 1990).
Terdapat dua cara penetapan dengan alat densitometer.
Pertama, setiap kali penelitian ditotolkan dengan sediaan baku
dari senyawa yang bersangkutan dan dielusi dalam satu
lempeng, kemudian AUC (luas daerah di bawah kurva) sampel
dibandingkan dengan AUC zat baku. Kedua, dengan membuat
kurva baku hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC
(Supardjan, 1987).

23
2.5 Ekstrak Dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang di peroleh dengan mengekstrasi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut di uapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah di tetapkan (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan senyawa dari tumbuh-
tumbuhan, hewan-hewan. Pada proses ekstraksi dapat digunakan sampel
dalam keadan segar atau yang telah dikeringkan tergantung pada sifat
tumbuhan yang ingin diisolasi. Metode ekstraksi dibagi menjadi 3 cara
yaitu: ekstraksi dengan menggunakan pelarut cara dingin, destilasi uap
dan cara ekstrak lainya meliputi ekstraksi berkesinambungan,
superkritikal karbondioksida, ekstraksi ultrasonic serta ekstraksi energy
listrik (Depkses RI, 2011)

2.5.1 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut Cara Dingin


1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi prinsip
metode dengan pencapaian dilakukan pengadukan kontinyu (terus-
menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah di lakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya (Depkes RI, 2000). Dalam proses maserasi (untuk ekstrak
cairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak
dengan pelarut yang disimpan dalam wadah tertutup yang kemudian
dilakukan pengadukan pada periode waktu tertentu, sampai zat
tertentu dapat terlarut. Metode ini paling cocok diginakan untuk
senyawa yang termolabil (Tiwari dkk, 2011).

24
Gambar 6. Alat maserasi (Emi hartati 2016)
Keterangan :
A : Bejana untuk maserasi berisi bahan yang sedang dimaserasi.
B: Tutup
C: Pengaduk yang digerakkan secara mekanik.
Prinsip kerja
Pelarut akan menembus kedalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, sehingga akan larut karena adanya perbedan konsentrasi antara
larutan zat aktif didalam sel dengan yang diluar sel, maka senyawa
kimia yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang
sehingga terjadi kesinambungan konsentrasi antara larutan didalam
sel dan larutan diluar sel. Kecuali dinyatakan lain, dilakukan dengan
merendam 10 bagian simplisia atau serbuk dengan derajat kehalusan
tertentu, dimasukan ke dalam bejana tambahkan pelarut sebanyak 70
bagian sebagai penyari, tutup dan biarkan 3-5 hari pada tempat yang
terlindung cahaya. Diaduk berulang-ulang serta diperas, cuci ampas
dengan cairan penyari secukupnya hingga mendapatkan maserasi
sebanyak 100 bagian, pindahkan kedalam bejana tertutup dan biarkan
ditempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari (josephanie liauw
2016).
Prosedur Kerja
1) 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan
kedalam bejana, lalu dituangi 75 bagian cairan penyari, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang
diaduk.

25
2) Setelah 5 hari, sari diserkai, ampas diperas
3) Ampas ditambah cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai,
sampai diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian
4) Setelah itu, sari dipekatkan dengan cara diuapkan pada tekanan
rendah dan suhu 50°C hingga konsentrasi yang dikehendaki.
Kelemahan dari metode maserasi adalah :
1) Proses penyarian tidak sempurna, karena zat aktifnya hanya
mampu terekstraksi sebesar 50% saja.
2) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
3) Penyarianya kurang sempurna (dapat terjadi kejenuhan cairan
penyari sehingga kandungan kimia yang tersari terbatas).
Kelebihan metode maserasi adalah :
1) Alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.
2) Biaya operasionalnya relatif rendah.
3) Prosesnya relatif hemat penyari.
4) Tanpa pemanasan.
Kelemahan dari metode maserasi adalah :
1) Proses penyarian tidak sempurna, karena zat aktifnya hanya
mampu terekstraksi sebesar 50% saja.
2) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
3) Penyarianya kurang sempurna (dapat terjadi kejenuhan cairan
penyari sehingga kandungan kimia yang tersari terbatas).

2. Perkolasi
Perkolasi adalah ektraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan.proses
terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak). Terus menerus
sampai di peroleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan
(Depkes RI, 2000)

26
Gambar 7. Alat perkolasi (Emi hartati 2016)
Keterangan :
A : Perkolator
C: Keran
G: Botol perkolat
Prinsip
1) Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori.
2) Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai
mencapai keadaan jenuh.
3) Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan
cairan diatasnya, dikurangi oleh daya kapiler yang cenderung untuk
menahan.
Prosedur Kerja
Menurut Farmakope indonesia, penyarian dengan metode perkolasi
dilakukan sebagai berikut :
1) Membasahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan
derajat halus yang cocok dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan
penyari
2) Dimasukkan kedalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam
3) Kemudian massa dipindahkan sedikit-demi sedikit kedalam perkolator
sambil tiap kali ditekan-tekan hati-hati
4) Setelah itu, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan
penyari mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis
cairan penyari.

27
5) Perkolator ditutup dan biarkan selama 24 jam
6) Selanjutnya, cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1ml/menit
7) Tambahkan cairan penyari berulang-ulang secukupnya, hingga selalu
terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia, hingga jika 500 mg
perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalka sisa.
8) Perkolat kemudian disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada
suhu tidak lebih dari 50°C hingga konsistensi yang dikehendaki.
Kelemahan metode
1) Cairan penyari lebih banyak.
2) Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara
terbuka.
Kelebihan metode
1) Tidak terjadi kejenuhan.
2) Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga
zat seperti terdorong untuk keluar dari sel).

2.5.2 Ekstrasi Dengan Menggunakan Pelarut Cara Panas

1. Refluk

ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu


tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk mengektraksi
bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan (Emi hartati 2016)

Gambar 8. Alat refluk (Emi hartati 2016)

28
Keterangan :
1. labu dasar bulat : sebagai tempat zat cair dipanaskan
2. kondensor spiral : mendinginkan uap larutan
3. kassa asbes : untuk meratakan panas
4. pembakar Bunsen : untuk memanaskan larutan dalam labu dasar bulat
5. kaki tiga : untuk menyangga labu dasar bulat, kondensor saat proses
pemanasan
6. statif : untuk menyangga kondensor dan labu dasar bulat
7. klem : untuk menahan kondensor spiral dan labu dasar bulat
8. selang masuk : sebagai penghubung air masuk dari sirkulator menuju
kondensor
9. selang keluar : sebagai penghubung keluarnya air dari kondensor
menuju ember
10. sirkulator : alat untuk mensirkulasikan air
11. ember : sebagai tempat menyimpan air
12. batu didih : alat untuk mencegah terjadinya bumpin.
Prinsip kerja
pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun
akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam
bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam
wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas
oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis
senyawa anorganik karena sifatnya reaktif.

Prosedur kerja
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan
penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun
kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang

29
berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut
dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3- 4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan.
Kelemahan dan kelebihan
1) Kelemahannya yaitu butuh volume total pelarut yang besar dan
sejumlah manipulasi operator.
2) Kelebihannya yaitu digunakan untuk mengekstraksi sampel2 yang
memiliki tekstur kasar.
2. Soxhlet
Soxhletasi adalah proses untuk menghasilkan ekstrak cair yang
dilanjutkan dengan proses penguapan. Pada cara ini pelarut dan simplisia
ditempatkan secara terpisah. Sokhletasi digunakan untuk simplisia
dengan khasiat yang relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan (Emi
hartati 2016).

Gambar 9. Alat soklet (Emi hartati 2016)


Keterangan :
1) Kondenser berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat
proses pengembunan.
2) Timbal berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil.
3) Pipa F berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap
dari proses penguapan.
4) Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya
penuh kemudian jatuh kelabu alas bulat maka hal ini dinamakan satu

30
siklus.Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah sampel dan
pelarutnya.
5) Hot plate berfungsi sebagai pemanas larutan.
Prinsip kerja
Penyarian secara terus-menerus sehingga penyarian lebih sempurna
dengan memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai
maka pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya
pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau
mempunyai titik didih yang rendah.
Prosedur kerja
1) Serbuk kering yang akan diekstraksi, diletakkan dalam kantong
sampel yang terletak pada alat ekstraksi (tabung sokhlet).
2) Tabung sokhlet yang berisi kantong sampel diletekkan diantara labu
destilasi dan pendingin, disebelah bawah dipasang pemanas.
3) Pelarut ditambahkan melalui bagian atas alat sokhlet
4) Pemanas dihidupkan. Pelarut dalam labu didih menguap dan
mencapai pendingin, berkondensasi dan menetes ke atas kantong
sampel sampai mencapai tinggi tertentu / maksimal (sama tinggi
dengan pipa kapiler)
5) Pelarut beserta zat yang terasari didalamnya akan turun ke labu didih
melalui pipa kapiler
6) Pelarut beserta zat tersari pada labu didih akan menguap lagi dan
peristiwa ini akan terjadi berulang-ulang sampai seluruh zat yang ada
dalam sampel tersari sempurna (ditandai dengan pelarut yang
melewati pipa kapiler tidak berwarna dan dapat diperiksa dengan
pereaksi yang cocok.

31
Kelemahan metode
1) Waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama, sehingga
kebutuhan energinya tinggi, dan bahan terekstraksi yang terakumulasi
dalam labu mengalami beban panas dalam waktu yang cukup lama.
2) Pemanasan berlebih terhadap kandungan kimia dalam serbuk,
sehingga tidak cocok untuk zat kimia yang termolabil.
3) Jumlah bahan terbatas (30-50 gram).
4) Tidak bisa dengan penyari air (harus solvent organik), sebab titik
didih air 100°C harus dengan pemanasan tinggi untuk
menguapkannya.
5) Memerlukan energi listrik.
Kelebihan metode
1) Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung
diperoleh hasil yang lebih pekat
2) Serbuk simplisia disari oleh penyari yang murni sehingga dapat
menyari zat aktif lebih banyak Penyari dapat diteruskan sesuai dengan
keperluan tanpa menambah volume cairan penyari.
3. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontiniu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar.Secara umum dilakukan
pada suhu 40-500C (Emi hartati 2016)
Keuntungan dari pemanasan
1) Kekentalan pelarut berkurang, sehingga dapat mengakibatkan
berkurangnya lapisan2 batas.
2) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat.
3) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan
berbanding terbalik dengan kekentalan.
4. Infudasi / Dekok
Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan
nabati. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia

32
dengan air, pada suhu 90°C selama 15 menit. Sedangkan dekok adalah
sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan pelarut
air pada suhu 90°C selama 30 menit.

Gambar 10. Alat infudasi/dekok (Emi hartati 2016)

Keterangan :
A : Panci berisi bahan dan air
B : Tangas air
Prinsip kerja
Untuk melakukan proses infusa, maka kita harus mempersiapkan 1 unit
panci yang terdiri dari 2 buah panci yang saling bisa ditumpuk (panci-
tim)
1) Panci yang diatas digunakan untuk menaruh bahan yang akan
diekstraksi (tentu bersama pelarutnya, yaitu air, masing-masing
dengan takaran tertentu), sementara panci bawah diisi air, maksudnya
digunakan sebagai pemanas panci atas, sehingga panas yang diterima
panci atas tidak langsung berhubungan.
Prosedur kerja
1) Membasahi baku / simplisia dengan air ekstra, biasanya dengan air 2x
bobot bahan, untuk bunga 4x bobot bahan dan untuk karagen 10x
bobot bahan.
2) Dipanaskan bahan dalam aquadest (10x bobot bahan + air ekstra)
selama 15 menit pada suhu 90°C sampai 98°C.
Kelemahan dari metode

33
1) Sari yang dihasilkan tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan
kapang.
Kelebihan dari metode
1) Peralatan sederhana, mudah dipakai.
2) Biaya murah.
3) Dapat menyari simplisia dengan pelarut air dalam waktu singkat.

2.6 Kerangka Berpikir


Dalam penelitian ini kerangka berpikir peneliti seperti diagram berikut :

Biji buah kadara

Ekstraksi daging biji


buah kadara

Uji kualitatif Uji kuantitatif

34
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan
trueeksperimental yang dianalisis dengan metode kualitatif dan kuntitatif.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Fitokimia, Farmakologi,
dan Steril Universitas Muhammadiyah Mataram. Penelitian ini dilaksanakan
pada periode juli 2019.

3.3 Pengambilan sampel


Sampel diperoleh dari kebun yang berada di Desa Teke Kecematan
Palibelo Kabupaten Bima NTB.

3.4 Pengolahan sampel


Biji buah kadara (caesalphiniabonduc) di goreng menggunakan wajan
tanah sampai gosong, selanjutnya diblender. Kemudian serbuk ditimbang
berat sampel yang diperoleh yaitu 500 gram.

3.5 Instrumen Penelitian


3.5.1 Alat penelitian
1. Erlenmeyer
2. Gelas ukur
3. Corong pisah
4. Corong kaca
5. Bejana
6. Lumpang porselin
7. Kertas saring
8. Pipet tetes

35
9. Timbangan analitik

3.5.2 Bahan penelitian


1. Serbuk daging biji buah kadara
2. Etanol
3. Pereaksi mayer
4. Pereaksi dragendoff
5. Magnesium
6. Hcl
7. H2SO4

3.6 ProsedurPenelitian
3.6.1 Uji Kualitatif
1. Uji alkaloid dilakukan dengan mengambil masing-masing 2 mL
sampel daging biji buah kadara yang telah diekstraksi dengan pelarut
etanol ke dalam 2 buah tabung reaksi yang berbeda. Setelah itu
masing-masing ekstrak ditambah dengan 5 tetes reagen Dragendroff.
Jika masing-masing larutan terbentuk endapan jingga maka positif
mengandung alkaloid. Selanjutnya utuk pengujian Alkaoid dengan
menggunakan reagen mayer dilakukan dengan cara mengambil
masing-masing sebanyak 2 mL sampel daging biji buah kadara yang
telah diekstraksi dengan pelarut etanol ke dalam 2 buah tabung reaksi
yang berbeda. Setelah itu masing-masing ekstrak ditambah 3 tetes
asam klorida pekat dan 5 tetes reagen Mayer. Jika masing-masing
larutan terbentuk endapan putih maka sampel positif mengandung
alkaloid (Mustikasari & Ariyani, 2010)
2. Uji flavonoid dilakukan dengan cara mengambil masing-masing
sebanyak 2 mL sampel ekstrak daging biji buah kadara yang telah
diekstraksi dengan etanol, kemudian dipanaskan kurang lebih 5 menit.
Setelah dipananaskan masing-masing ditambahkan dengan 0,1 gram
logam Mg dan 5 tetes HCl pekat. Jika maisng-masing larutan terbentuk
warna kuning jingga sampai merah, maka positif mengandung

36
flavonoid (Mustikasari & Ariyani, 2010)
3. Uji terpenoid dilakukan dengan cara mengambil masing-masing
sebanyak 2 mL sampel ekstrak daging biji buah kadara yang telah
diekstraksi dengan etanol. Setelah itu masing-masing ekstrak,
ditambahkan dengan 3 tetes HCl pekat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Jika
masing-masing larutan terbentuk warna merah atau ungu maka positif
mengandung terpenoid (Septianingsih, 2013)
4. Uji steroid dilakukan dengan cara mengambil masing-masing
sebanyak 2 mL sampel ekstrak biji buah kadara yang telah diekstraksi
dengan pelarut etanol. Setelah itu masing-masing ekstrak ditambahkan
dengan 3 tetes HCl pekat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Jika masing-
masing larutan terbentuk warna hijau maka positif mengandung steroid
(Septianingsih, 2013)
5. Uji tanin dilakukan dilakukan dengan cara mengambil masing-masing
sebanyak 2 mL sampel daging biji buah kadara yang telah diekstraksi
dengan pelarut etanol, kemudian dipanaskan kurang lebih 5 menit.
Setelah dipanaskan masing-masing ditambahkan beberapa tetes FeCl3
1%. Jika masing-masing larutan terbentuk warna coklat kehijauan atau
biru kehitaman maka positif mengandung tanin (Marlinda dkk, 2012).
6. Uji saponin dilakukan dengan cara sampel daging biji buah kadara
yang telah diekstraksi dengan pelarut etanol dididihkan dengan 20 ml
air dalam penangas air. Filtrat dikocok dan didiamkan selama 15
menit. Terbentuknya busa yang stabil berarti positif terdapat saponin
(Marlinda dkk, 2012)..

3.6.2 Uji kuantitatif


1. Penetapan kadar Tannin total
Penentuan Tannin dilakukan dengan cara menimbang sampel daging
biji buah kadara ekstrak etanol 1 g dilarutkan dalam 1 mL metanol dan
ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 5 kali replikasi dengan volume
masing-masing 10 μL. Setelah pengembangan pelat KLT, bercak yang

37
diperoleh diukur dengan KLT-Densitometer untuk mendapatkan AUC.
(martono sudibyo dkk 2013)

2. Penetapan kadar Alkaloid total


Penentuan alkaloid dilakukan dengan cara menimbang sampel daging
biji buah kadara ekstrak etanol 3 g dilarutkan dalam 1 mL metanol dan
ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 5 kali replikasi dengan volume
masing-masing 10 μL. Setelah pengembangan pelat KLT, bercak yang
diperoleh diukur dengan KLT-Densitometer untuk mendapatkan AUC.
(martono sudibyo dkk 2013)

3.7 Ekstraksi daging biji buah kadara


Ekstraksi daging biji buah kadara dilakukan dengan cara saleh chaerul
(2009) yang telah dimodifikasi sebagai berikut : 500 gram serbuk halus daging
biji buah kadara diekstraksi dengan cara maserasi 2 x 48 jam jam
menggunakan pelarut etanol 70% (2 x 500 ml), di simpan ditempat yang
terlindung dari sinar matahari sambil sesekali dikocok, kemudian saring
menggunakan kertas saring. Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan
menggunakan evaporator.

3.8 Analisa Data


Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif. Data hasil uji
kualitatif dan kuantitatif ekstrak daging biji buah kadara dikumpulkan dan
ditabulasi.

3.9 Alur Penelitian

38
Biji buah Kadara yang sudah di goreng tanpa
minyak kelapa dengan menggunakan wajan yang
terbuat dari tanah, kemudian daging biji buah kadara
diblender sehingga menjadi serbuk selanjutnya
diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dengan
menggunakan metode maserasi

Uji kualitatif Uji kuantitatif

Uji Tannin
Uji
Alkaloid

Uji Uji Uji Uji steroid Uji terpenoid Uji tannin


flavonoid alkaloid saponin

39
40
41

Anda mungkin juga menyukai