Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sofiyan

Asal Sekolah : Mts Qothrotul Falah

1. Najis
a. Najis Mukhaffafah (ringan) seperti air kencing anak lelaki yang berusia kurang dari
dua tahun dan tidak mengkonsumsi sesuatu selain air susu ibu.
b. Najis Mutawassitah (sedang ) seperti darah ,nanah, muntah, tahi, air kencing orang
dewasa, wadi, bangkai, madzi, cairan yang memabukkan, susu dan mani binatang
yang tidak halal dimakan.
c. Najis Mughallazah ( berat ) seperti air liur/air kencing ajing atau babi dan atau
keturunanya , atau segala sesuatu yang berhubungan dengan anjing atau babi
Hadas

Hadats

a. Hadats kecil : segala sesuatu yang membatalkan wudhu


Contohnya : kentut,kencing,buang air besar, keputihan, pingsan,tidur, menyentuh
kemaluan dengan telapak tangan, gila, bersentuhan dengan yang bukan mahram.
b. Hadats besar : Segala sesuatu yang mewajibkan mandi besar
Contohnya : Bersetubuh, haidh, nifas, wiladah,istihadah, keluar mani.
2. Shalat
a. Rukun shalat
1. Niat
2. Berdiri bagi yang kuasa
3. Takbiratul ihram
4. Membaca fatihah
5. Ruku dan thuma`ninah
6. I`tidal dan thuma`ninah
7. Sujud dua kali dengan thuma`ninah
8. Duduk diantara dua sujud degan thuma`ninah
9. Duduk untuk tasyahud akhir
10. Membaca tasyahud akhir di waktu duduk pada raka`at terakhir
11. Membaca shalawat atas Nabi SAW setelah tasyahut akhir
12. Mengucapkan salam yang pertama
13. Tertib
b. Syarat Wajib Shalat
1. Islam
2. Berakal Sehat
3. Baligh
4. Telah mengetahui dakwah tentang shalat
5. Tidak dalam keadaan haid atau nifas
c. Syarat Sah Shalat
1. Suci badan dari hadats
2. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
3. Menutup aurat
4. Telah masuk waktu shalat
5. Menghadap kiblat
d. Sunah-sunah Shalat
1. Sunah Ab`adh
 Tasyahud awal
 Membaca shalawat pada tasyahud awal
 Membaca shalawat atas keluarga Nabi SAW pada tasyahud akhir
 Membaca qunut pada shalat subuh dan shalat witir pada pertegahan hingga
akhir ramadhan
2. Sunah Haiat
 Mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu ketika takbiratul ihram
 Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika sedekap
 Memandang ke tempat sujud
 Membaca do`a iftitah
 Tuma`ninah (diam sejenak) sebelum atau sesudah membaca surat al-Fatihah
 Membaca lafald “amin” sesudah membaca surat al-Fatihah
 Membaca surat selain surat al-Fatihah setelah membaca surat al-Fatihah
 Memperhatikan/mendengarkan bacaan imam (bagi makmum)
 Mengeraskan suara pada dua rakaat pertama salat Magrib, Isya dan Subuh
 Membaca takbir intiqa setiap ganti gerakan, kecuali ketika berdiri dari ruku
 Membaca sami’allahu liman hamidah ketika i`tida
e. Perkara yang membatalkan shalat
1. Berbicara dengan sengaja
2. Bergerak dengan banyak (3 kali gerakan atau lebih berturut-turut)
3. Berhadas
4. Meninggalkan salah satu rukun salat dengan sengaja
5. Terbuka auratnya
6. Merubah niat
7. Membelakangi kiblat
8. Makan dan minum
9. Tertawa
10. Murtad
3. Tata cara pelaksanaan shalat dua hari raya ( Idain)
1. Dilaksanakan secara berjamaah
2. Tidak didahului adzan dan iqomat
3. Jumlah raka`atnya 2 raka`at
4. Membaca takbir tujuh kali pada raka`at pertama, dan takbir lima kali pada raka`at kedua
5. Imam mengeraskan bacaan
6. Setelah shalat id dilanjutkan degan khutbah
4. Perbedaan pandangan ulama tentang pelaksanaan shalat jum`at
a. Khutbah dengan Bahasa Arab
Para ulama mazhab berbeda pendapat dalam masalah khutbah, apakah khutbah harus
disampaikan dengan bahasa arab? Dalam hal ini, mereka berpendapat. Hanafiyah
mengatakan bahwa khutbah dengan selain bahasa Arab adalah dibolehkan, baik ia
mampu berbahasa Arab ataupun tidak, jamaahnya orang Arab ataupun bukan Arab.
Hanabilah mengatakan bahwa khutbah itu tidak sah selain bahasa Arab bagi orang yang
mampu berbahasa Arab, baik jamaahnya orang Arab atau bukan Arab. Tetapi, jika
seorang khatib tidak mampu berbahasa Arab, maka dibolehkan. Syafi’iyah mengatakan
bahwa rukun-rukun khutbah harus disampaikan dengan bahasa Arab. Adapun tambahan
dari rukun-rukun tersebut boleh menggunakan selain bahasa Arab. Malikiyah
mengatakan bahwa khutbah harus disampaikan dengan bahasa Arab sekalipun
jamaahnya bukan orang Arab yang tidak mengerti bahasa Arab. Jika tidak ada yang bisa
berbahasa Arab, maka gugurlah kewajiban salat Jumat dari mereka.
b. Adzan Jumat
Dalam fikih Islam, Sulaiman Rasyid mengungkapkan bahwa berdasar pendapat yang
mu’tamad bahwa azan Jumat hanya satu kali, yaitu sewaktu khatib sudah duduk di atas
mimbar. Berdasarkan keterangan dari Imam Syafi’i, bahwa ia berkata: “Seorang yang saya
percaya mengabarkan kepada saya bahwa azan jumat itu di masa Nabi saw. dan masa
khalifah Abu Bakar dan Umar adalah satu kali. Maka setelah khalifah ketiga (Utsman),
ketika itu orang sudah bertambah banyak, maka disuruh azan sebelum imam duduk di
mimbar. Sejak waktu itu, terjadilah keadaan azan seperti sekarang.
c. Jumlah Orang yang Hadir pada Salat Jumat
Para imam mazhab sepakat bahwa salat Jumat itu tidak sah dilakukan, kecuali dengan
berjamaah. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat tentang jumlah jamaah yang sah
untuk salat Jumat. Menurut Malikiyah batas minimal jumlah jamaah yang sah untuk salat
Jumat adalah dua belas orang laki-laki selain imam. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa
jamaah yang sah untuk salat Jumat adalah tiga orang selain imam sekalipun mereka tidak
menghadiri khutbah Jumat. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa jamaah
yang sah untuk salat Jumat adalah empat puluh orang yang memenuhi syarat Jumat
sekalipun dengan imamnya.
d. Hari Raya pada Hari Jumat
Apabila hari raya seperti Idul Fitri atau Idul Adha bertepatan pada hari Jumat, maka
kewajiban salat Jumat menjadi gugur bagi mereka yang telah ikut salat Ied. Akan tetapi,
kewajiban salat Zuhur mereka tidak menjadi gugur. Artinya, mereka tetap diharuskan
melaksanakan salat Zuhur. Namun, ada sebagian pendapat meski tidak populer dan
hanya berdasarkan pendapat seorang sahabat yang menyatakan bahwa barang siapa
telah ikut bersalat Id pada hari Jumat, maka tidak ada lagi kewajiban salat Jumat maupun
salat Zuhur. Mereka berpegang pada ucapan Ibnu alZubair yang dirawikan oleh Abu
Daud: “ Dua hari raya berhimpun pada hari ini.” lalu ia (Ibnu Zubair) melaksanakan salat
Id dua rakaat di pagi hari, dan tidak menambahkan apa pun selainnya, sampai saat ia
melaksanakan salat Asar. Bagaimana pun juga, penyelenggaraan salat Jumat tetap
dianjurkan agar dapat dihadiri oleh mereka yang bersalat Id terlebih kepada yang tidak
sempat bersalat Id. Hal ini didasarkan oleh riwayat dari Zaed bin Arqam bahwa Rasulullah
saw. salat Id kemudian meringankan (meninggalkan) salat jumat dan bersabda: Barang
siapa yang menghendaki salat Jumat, maka hendaklah salat Jumat. (Hadis Riwayat
Khamsah dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim.). Dalam riwayat lain,
dinyatakan bahwa boleh meninggalkan salat Jumat karena telah menunaikan salat Id,
tetapi kebanyakan para sahabat tetap menunaikan salat Jumat sebagaimana hadis dari
Ibnu Abbas r.a. berkata: Telah berkumpul pada hari kamu ini dua Id, barang siapa yang
menghendaki salat Jumat, maka salat Jumat sudah dianggap cukup, tetapi kami termasuk
orang-orang yang menunaikan salat Jumat juga. (HR. Ibnu Majah).

# WALLAHU A`LAM BISHAWAB #

Anda mungkin juga menyukai