Anda di halaman 1dari 44

Tausyiah275

November 20, 2005


Tata Cara Sholat Jenazah
Masuk Kategori: HOT NEWS, Fiqh
Berawal dari pertanyaan seorang teman yg baru melayat(+menyholatkan) jenazah,
ternyata dia kebingungan ttg bacaan di raka’at takbir ke-3 dan ke-4 dari sholat jenazah
ini. Well…sebenarnya artikel ini sudah aku siapkan sejak lama, tapi sehubungan dg
pertanyaan temanku itu, aku muat sekarang saja. Semoga bermanfaat
Shalat Jenazah merupakan shalat yang tidak perlu ruku’ dan sujud. Yang kita lakukan
hanyalah berdiri, takbir sebanyak empat kali dengan diselingi bacaan dan doa tertentu
lalu salam.
Rukun Shalat Jenazah
Shalat jenazah itu terdiri dari 8 rukun.
1. Niat
Shalat jenazah sebagaimana shalat dan ibadah lainnya tidak dianggap sah kalau tidak
diniatkan. Dan niatnya adalah untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.(QS. Al-Bayyinah :
5).
Rasulullah SAW pun telah bersabda dalam haditsnya yang masyhur :
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya setiap amal itu
tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai niatnya.”(HR. Muttafaq Alaihi).
Niat itu adanya di dalam hati dan intinya adalah tekad serta menyengaja di dalam hati
bahwa kita akan melakukan shalat tertentu saat ini.
2. Berdiri Bila Mampu
Shalat jenazah tidak sah bila dilakukan sambil duduk atau di atas kendaraan (hewan
tunggangan) selama seseorang mampu untuk berdiri dan tidak ada uzurnya.
3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi
ketika menyolatkan jenazah.
Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib)
dan beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)
Najasyi dikabarkan masuk Islam setelah sebelumnya seorang pemeluk nasrani yang taat.
Namun begitu mendengar berita kerasulan Muhammad SAW, beliau akhirnya
menyatakan diri masuk Islam.
4. Membaca Surat Al-Fatihah
5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
6. Doa Untuk Jenazah
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :Bila kalian menyalati jenazah, maka
murnikanlah doa untuknya. (HR. Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).
Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’
madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi.
Ada juga artikel lain yg menuliskan:
Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu.
7. Doa Setelah Takbir Keempat
Misalnya doa yang berbunyi :

Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laMandi Junub


Sebab-sebab Mandi Junub
1. Keluarnya mani dan cairan yang dihukumi mani, seperti cairan yang meragukan
sebelum istibra'. Ciri-ciri mani adalah cairannya keluar memuncrat dengan syahwat dan
setelah itu badan menjadi lemas, kecuali bagi orang yang sakit dan wanita cukup dengan
adanya syahwat atau e.
2. Jima' (bersebadan), sekalipun tidak ejakulasi. Jima' terjadi dengan masuknya bagian
atas zakar (hasyafah) ke dalam atau .

Hukum-hukum Junub
Perkara-perkara yang kesahannya tergantung pada mandi junub :
1. Shalat dengan semua macamnya kecuali shalat jenazah
2. Thawaf
3. Puasa Ramadhan dan puasa qadha Ramadhan artinya seorang yang dengan sengaja
menunda mandi sampai waktu subuh, maka puasanya batal.
Perkara-perkara yang diharamkan bagi orang yang junub :
1. Menyentuh tulisan Alquran, nama Allah, Sifat-sifat dan Asma-Nya, juga nama para
nabi dan para imam.
2. Masuk ke dalam Masjid Al-Haram ( di Mekah dan Madinah)
3. Menetap di dalam masjid
4. Meletakkan sesuatu di dalam masjid sekalipun dari luar atau sambil lewat.
5. Membaca surat-surat 'azhimah yakni surat Al-'Alaq, An-Najm, As-Sajdah, dan
Fushilat.
Perkara-perkara yang dimakruhkan bagi yang junub :
1. Makan
2. Minum
3. Membaca lebih dari tujuh ayat selain dari surat-surat 'azhimah
4. Menyentuh kulit dan kertas Alquran
5. Tidur
6. Memakai daun pacar
7. Berjima'
8. Membawa mushhaf.

Cara-cara Mandi Junub


1. Niat. Dalam niat harus ikhlas
2. Membasuh permukaan kulit.
- Jika ada penghalang sampainya air ke kulit maka wajib dihilangkan dan jika seseorang
mempunyai rambut atau bulu yang tebal, maka wajib memasukkan jari-jarinya ke tengah
rambut /bulu sehingga air sampai ke kulit.
- Tidak diharuskan membasuh bagian dalam mata, hidung, telinga dan lainnya.
3. Tertib bagi yang mandi tartibi (yakni membasuh seluruh kepala, termasuk leher.
Kemudian membasuh/menyiram badan sebelah kanan termasuk leher dan
membasuh/menyiram badan sebelah kiri termasuk leher juga.
- Kemaluan dan pusar masuk kepada dua bagian badan (kanan dan kiri)
- Setelah tertib dilakukan sebaiknya membasuh/menyiram seluruh tubuh sekaligus.

Syarat-syarat Mandi Junub


1. Air yang mutlak (suci dan menyucikan)
2. Air yang mubah (bukan air milik orang lain atau tanpa seizin pemiliknya)
3. Mandi sendiri (tidak dimandikan orang lain) kecuali bagi yang tidak mampu.
4. Tidak ada yang menghalangi penggunaan air, seperti sakit.
5. Tempat air yang suci.
- Setelah mandi wajib tidak diwajibkan wudhu untuk shalat
- Jika di tengah mandi wajib, keluar angin, sah mandinya, tetapi wajib wudhu untuk
shalat.
- Jika seorang yang junub shalat lalu ragu-ragu apakah sebelum shalat, mandi atau tidak,
maka shalatnya dianggap sah. Tetapi untuk shalat berikutnya harus mandi lagi.
- Jika banyak penyebab mandi baik mandi wajib ataupun sunnah, maka cukup mandi
sekali saja untuk seluruhnya.

Tujuan-tujuan Mandi
Pertama, untuk sahnya perbuatan seperti shalat dan bagian-bagiannya yang tertinggal
karena lupa (kecuali shalat jenazah), thawaf, dan puasa di bulan Ramadhan dan puasa
Qadha.
Kedua, untuk diperbolehkannya atau tidak diharamkannya melakukan sebuah perbuatan
seperti menyentuh nama (isim) Allah dan sifat-sifat-Nya yang tertentu, menyentuh nama
para Nabi as. dan para Imam as., masuk ke dalam Mesjid Haram (di Mekah dan
Madinah), menetap di mesjid-mesjid, meletakkan sesuatu di dalam mesjid, dan membaca
surat-surat 'Azhimah (yaitu surat yang mengandung ayat sajdah seperti surat An-Najm,
Fushshilat, As-Sajdah dan Al-'Alaq).

Catatan-catatan
1. Jika ragu-ragu tentang bagian dari anggota-anggota mandi setelah melakukannya,
seperti jika seseorang ragu-ragu tentang kesahan badan sebelah kanan setelah ia
membasuhnya, maka anggaplah sah.
2. Jika seseorang berhadas kecil (seperti kentut, kencing, buang air) di tengah-tengah
mandi, maka teruskanlah mandinya dan setelah mandi hendaknya wudhu.
3. Jika seorang yang sedang junub melaksanakan shalat, kemudian ragu-ragu apakah dia
sudah mandi atau belum, maka anggaplah shalatnya sah dan hendaknya mandi untuk
melakukan shalat-shalat berikutnya. Tetapi jika keraguan itu muncul di tengah-tengah
shalat, maka shalatnya batal dan wajib baginya mengulangi shalat setelah mandi.
4. Segala jenis mandi tidak bisa menggantikan wudhu kecuali mandi junub.
5. Seorang yang pada badannya terdapat jabirah (luka yang dibalut / diperban) kemudian
dia berhadas besar (seperti junub), maka hendaknya dia mengusapkan air ke atas jabirah
itu dan membasuh anggota badan yang sehat dan hendaknya mandi secara tartibi, bukan
irtimasy (lihat buletin Al-Jawad No.12 Tahun I).

Hukum-hukum Tentang Mayat


Seorang yang telah tampak padanya tanda-tanda mati (sekarat) diwajibkan menunaikan
hak-hak Allah seperti shalat, puasa, dan lain-lain serta hak-hak manusia seperti
melunaskan utang dan mengembalikan amanat kepada para pemiliknya. Jika dia tidak
dapat menjalankan kewajiban-kewajiban itu, maka dia wajib memberikan wasiat.

Hukum Mayat
1. Di saat sakratul maut.
Di saat seorang sedang sakratul maut diwajibkan dipalingkan ke arah kiblat, dengan cara
terlentang di atas punggungnya yang jika dia duduk maka posisinya menghadap kiblat.
Memalingkan mayat ke arah kiblat hukumnya fardhu kifayah.
2. Memandikan mayat.
- Memandikan mayat hukumnya fardhu kifayah (mayat anak-anak atau dewasa) kecuali :
a. Bayi keguguran yang belum berusia empat bulan. Bayi ini tidak wajib dimandikan
tetapi cukup dibalut dengan kain lalu dikuburkan. Adapun jika sudah berusia empat bulan
maka mayat bayi dimandikan, dikafani, dan dikuburkan.
b. Seorang syahid yang dibunuh demi membela Islam, tidak wajib dimandikan dan tidak
wajib dikafani. Dia cukup dikuburkan dengan bajunya. Gugurnya kewajiban mandi dan
kafan bila seorang syahid mati di tengah berkecamuknya perang.

Syarat-syarat Orang yang Memandikan


1. Baligh
2. Berakal
3. Beriman
4. Sesama jenis kelamin antara yang memandikan dengan yang dimandikan kecuali :
a. Anak kecil yang usianya belum lebih dari tiga tahun.
b. Suami – isteri. Masing-masing boleh memandikan yang lain.
c. Mahram. Jika tidak ada orang yang sejenis kelamin dengan mayat, maka saudara
mahramnya boleh memandikannya.

Cara Memandikan Mayat


1. Menghilangkan benda-benda najis dari badan mayat.
2. Dimandikan tiga kali : pertama, dimadikan dengan air yang dicampuri daun bidara
(sidr), kemudian dimandikan dengan air yang dicampuri kapur barus dan terakhir
dimandikan dengan air murni.
Adapun cara memandikannya dengan tiga macam air tersebut sama dengan cara mandi
junub, yaitu terlebih dahulu membasuh kepala dan lehernya, kemudian membasuh badan
sebelah kanan (yakni badan bagian kanan dari pusar ke samping kanan dan dari leher
sampai ke kaki) dan membasuh badan sebelah kiri.
Beberapa Masalah Yang Berkaitan Dengan Memandikan Mayat
1. Jika kesulitan (berhalangan) mendapatkan daun bidara atau kapur barus atau keduanya,
maka ada beberapa gambaran. Pertama, [bila] yang tidak ada adalah daun bidara, maka
dimandikan dengan air murni sebagai ganti air yang dicampuri daun bidara, kemudian
dimandikan dengan air yang dicampuri kapur barus dan dimandikan dengan air murni.
Kedua, [bila] yang tidak ada adalah kapur barus, maka dimandikan dengan air yang
dicampuri daun bidara, kemudian dengan air murni sebagai ganti air yang dicampuri
dengan kapur barus dan dimandikan dengan air murni. Ketiga, [bila] yang tidak ada
adalah keduanya ( daun bidara dan kapur barus), maka dimandikan tiga kali dengan air
murni semuanya.
2. Jika tidak ada air untuk memandikan mayat, maka ditayammumi sebanyak tiga kali
sebagai ganti ketiga mandi tersebut. Mayat yang terluka atau terbakar boleh
ditayammumi jika memandikannya akan menyebabkan kulitnya terkelupas.
3. Jika tidak terdapat air yang cukup kecuali untuk satu kali mandi saja, maka jika yang
ada adalah daun bidara, maka dimandikan dengan air yang dicampuri daun bidara,
kemudian ditayammumi dua kali sebagai ganti mandi dengan air campuran kapur barus
dan mandi dengan air murni. Dan jika daun bidara tidak ada, maka dimandikan dengan
air murni sebagai ganti air yang dicampur dengan daun bidara, dan kemudian
ditayammumi dua kali sebagai ganti air campuran kapur barus dan air murni.
4. Jika tidak terdapat air yang cukup kecuali untuk dua kali mandi saja, maka ada
beberapa gambaran:
Pertama, jika yang ada adalah daun bidara saja, maka dimandikan dengan air daun
bidara kemudian dengan air murni sebagai ganti air campuran kapur barus kemudian
ditayammumi sebagai ganti air murni.
Kedua, Jika yang ada adalah kapur barus saja, maka dimandikan dengan air murni
sebagai ganti air campuran daun bidara, kemudian dimandikan dengan air kapur barus
kemudian ditayammumi sebagai ganti mandi dengan air murni.
Ketiga, Jika daun bidara dan kapur barus ada, maka dimandikan dengan air yang
dicampur daun bidara dan air yang dicampur kapur barus kemudian ditayammumi
sebagai ganti mandi dengan air murni.

Mengkafani Mayat
1. Cara Mengkafani Mayat : Mengkafani mayat hukumnya fardhu kifayah dan kafan
harus terdiri dari tiga helai kain ; mi'zar ( kain yang menutupi antara pusar dan lutut),
qomish ( kain yang menutupi antara dua bahu sampai betis ) dan izar ( kain yang
menutupi seluruh badan ).
2. Syarat-syarat kain kafan : a. Kain yang mubah ( tidak boleh menggunakan kain milik
orang lain kecuali kalau diizinkan), b. Kain yang suci ( tidak boleh menggunakan kain
yang terkena najis atau terbuat dari barang najis, seperti kulit bangkai ), c. Kain kafan
tidak terbuat dari sutra, walaupun mayat itu wanita atau anak kecil, d. Kain kafan tidak
terbuat kulit binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya.

Tahnith Mayat
Men-tahnith mayat hukumnya fardhu kifayah, baik mayat itu anak kecil atau besar.
Tahnith mayat dilakukan setelah memandikan.
Tahnith adalah mengusapkan kapur barus di tujuh anggota sujud ( dahi, perut kedua
telapak tangan, kedua lutut dan kedua ibu jari telapak kaki ).

Menshalati Mayat
Menshalati mayat muslim hukumnya fardhu kifayah dan tidak boleh menshalati mayat
kafir.
a. Cara Shalat Mayat adalah setelah niat bertakbir lima kali; setelah takbir pertama
mengucapkan dua kalimat syahadat; Setelah takbir kedua membaca shalawat; Setelah
takbir ketiga mendoakan kaum muslimin dan muslimat, dan mukminin dan mukminat;
Setelah takbir keempat mendoakan mayat; dan kemudian takbir kelima sebagai penutup
shalat.
b. Dalam pelaksanaan shalat mayat tidak ada azan, iqamat, ruku', sujud, tasyahhud dan
salam.

Syarat-syarat Shalat Mayat.


1. Niat.
2. Menentukan mayat yang akan dishalati, misalnya shalat mayat ini.
3. Menghadap kiblat.
4. Shalat sambil berdiri
5. Meletakan mayat didepan orang yang shalat dengan posisi terlentang di atas
punggungnya dan kepala mayat terletak di sebelah kanan orang yang shalat.
6. Antara orang yang shalat dengan mayat tidak ada penghalang.
7. Jarak antara orang yang shalat dengan mayat tidak terlalu jauh.
8. Salah satu diantara keduanya tidak lebih tinggi posisinya atau lebih rendah.
9. Shalat dilakukan setelah memandikan, mengkafani dan men-tahnith.
Dalam pelaksanaan shalat mayat tidak disyaratkan suci dari hadas (berwudhu).

Menguburkan Mayat
Menguburkan mayat muslim hukumnya fardhu kifayah. Caranya adalah meletakan
badannya di dalam lubang kubur sambil menghadap kiblat dengan berbaring di atas
samping kanan dan kemudian menutupinya dengan tanah sehingga aman dari binatang
buas dan baunya tidak tercium oleh manusia.

Shalat Jenazah
Shalat jenaza hukumnya wajib kifayah bagi setiap muslim. Apabila telah ada seorang
muslim yang melakukan shalat jenazah untuknya, maka gugurlah kewajiban itu
menshalatinya bagi yang lain. Shalat jenazah harus dilakukan dengan niat qurbatan ilallah
(mendekatkan diri pada Allah).

Tata Cara Shalat Jenazah


Shalat jenazah terdiri dari lima takbir. Pelaksanaannya, setelah takbir pertama bacalah
dua kalimat syahadat. Setelah takbir kedua, bacalah shalawat kepada Rasulullah Saww.
Setelah takbir ketiga bacalah doa untuk kaum muslimin. Setelah takbir keempat, bacalah
doa khusus untuk jenazah, kemudian bacalah takbir kelima sebagai penutup shalat
jenazah.
Secara ringkas, cara pelaksanaan shalat jenazah tersebut adalah:
Setelah niat dan menentukan (nama dan jenis kelamin) jenazah yang akan
dishalatkannya, maka lakukanlah serangkaian bacaan dan amalan berikut ini,
Takbir pertama,

ُ ‫مدا ً َر‬
ُ ‫سو‬
(ِ‫ل الله‬ َّ ‫ح‬
َ ‫م‬ َّ َ ‫شهَد ُ أ‬
ُ ‫ن‬ ْ َ ‫ه اِل ّ الله وَا‬
َ ‫ن ل اِل‬
َ ْ َ ‫ه أکْبَُر( ا‬
ْ ‫شهَد ُ أ‬ ُ ‫الل‬
(Allah Mahabesar),aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Takbir kedua,
َّ ‫ح‬
( ٍ‫مد‬ َ ‫م‬
ُ ‫ل‬ َّ ‫ح‬
ِ ‫مد ٍ وَآ‬ َ ‫م‬ ِّ ‫ص‬
ُ ‫ل عَلی‬ َّ ُ‫ه أکْبَُر( اَللَّه‬
َ ‫م‬ ُ ‫الل‬
(Allah Mahabesar), ya Allah, curahkanlah rahmat-Mu kepada Nabi Muhammad Saww.
dan keluarga Muhammad.
Takbir Ketiga,
(‫ت‬
ِ ‫منَا‬ ُ ْ ‫ن وَال‬
ِ ‫مؤ‬ َ ْ ‫منِي‬
ِ ‫مؤ‬ َّ ُ‫ه أکْبَُر( اَللَّه‬
ُ ْ ‫م اغْفِْر لِل‬ ُ ‫الل‬
(Allah Mahabesar), Ya Allah, ampunilah seluruh dosa dan kesalahan kaum mukmini laki-
laki dan kaum mukmin perempuan.
Takbir Kempat,
(‫ت‬
ِ ِّ ‫مي‬ َّ ُ‫ه أکْبَُر( اَللَّه‬
َ ْ ‫م اغْفِْر لِهَذا ال‬ ُ ‫الل‬
(Allah Mahabesar), Ya Allah, ampunilah seluruh dosa dan kesalahan jenazah ini.
Takbir kelima, "Allahu Akbar" dan selesailah shalat jenazah tersebut.
Hukum-hukum Menguburkan Mayat
1. Hukum menguburkan mayat Muslim adalah wajib kifayah.
Yang dimaksud menguburkan ialah menyembunyikan mayat di dalam lubang tanah. Oleh
karena itu, menyembunyikannya di dalam tumpukan tanah tidak sah. Lubang kubur itu
hendaknya dapat menjaga jasad mayat dari binatang buas dan baunya tidak menyebar ke
luar.
2. Mayat yang mati di lautan, jika tidak bisa diantar ke daratan, maka setelah dimandikan,
dikafani dan dishalati, diletakkan di atas papan yang dibebani barang yang berat
kemudian dibuang ke laut.
3. Posisi mayat ketika dikuburkan menghadap kiblat, yakni membaringkannya ke sebelah
kanan.
4. Biaya penguburan diambil dari uang warisan sebelum dibagikan.
5. Anggota tubuh mayat yang terpisah hendaknya dikuburkan bersama dalam satu lubang.
6. Jika seseorang mati di dalam sumur dan tidak bisa dikeluarkan, juga tidak bisa
dipalingkan ke kiblat, maka dibiarkan di dalam sumur saja, lalu sumur itu ditutup
sehingga menjadi kuburannya.
7. Menguburkan mayat tidak boleh di tanah milik orang lain.
8. Mayat kafir tidak boleh dikuburkan di pekuburan kaum Muslimin. Demikian pula tidak
boleh menguburkan mayat Muslim di pekuburan kaum kafir.

Hal-hal yang Disunahkan dalam Penguburan.


1. Kedalaman kuburan sesuai dengan tinggi badan si mayat.
2. Membuat lubang lahad di tanah yang keras (yaitu membuat lubang seukuran mayat di
dinding kuburan yang mengarah ke kiblat) atau syaq di tanah yang lentur (membuat
lubang seukuran mayat di dalam lubang kuburan).
3. Sebelum dikuburkan di dalam kuburan, mayat laki-laki hendaknya diletakkan pada
arah kakinya, sedangkan mayat perempuan pada arah kiblat. 4. Hendaknya mayat
dikuburkan tidak sekaligus.
5. Ikatan-ikatan kain kafan dilepas setelah diletakkan di dalam kuburan.
6. Bagian mukanya dibuka dan pipinya menempel ke tanah dan punggungnya disanggah
dengan bantal dari tanah agar tidak terlentang badannya.
7. Orang yang turun ke bawah kuburan hendaknya bersuci, kepalanya terbuka dan
kancingnya terbuka.
8. Selain keluarga yang muhrim hendaknya melemparkan dengan punggung telapak
tangannya.
9. Mentalqininya dengan akidah-akidah yang hak setelah diletakkan di dalam kuburan
dan sebelum diuruk.
10. Meninggikan kuburan setinggi empat jari rapat atau renggang.
11. Mencipratkan air di atas kuburannya dari kepala sampai kaki.
12. Meletakkan tangan di atas kuburan dengan merenggangkan jari-jari sambil menekan,
dan membacakan surah Al-Qadr tujuh kali serta memintakan ampun untuknya.
a taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu
(maaf pren, sms-ku kemarin tidak lengkap doanya…ini yg lengkapnya…)
8. Salam
Jadi secara urutannya adalah sebagai berikut :
1. Takbiratul Ihram seperti biasa
**Membaca Al-Fatihah
2. Takbir
** Membaca Shalawat kepada Nabi SAW : Allahumma Shalli ‘Alaa Muhamad?
3. Takbir
** Membaca Doa : Allahummaghfir lahu war-hamhu . . .
4. Takbir
** Membaca Doa : Allahumma Laa Tahrimnaa Ajrahu
Mengucap Salam

RISALAH JENAZAH

Oleh : Iyyas
A. MUQODDIMAH.
Segala puji bagi Alloh yang telah
memberikan karunia Nya kepada ummat
manusia agar supaya manusia
mensyukurinya.
Sholawat beriring salam selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad
Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, demikian
juga kepada keluarga dan sahabat –
sahabatnya serta para pengikut-
pengikutnya yang masih istiqomah
dengan ajaran-ajarannya.
Alloh Ta’ala berfirman
“Setiap yang bernyawa pasti akan
merasakan kematian”. (Q.S Ali Imron
:185 ).
Wahai saudara yang menyadari akan arti
kehidupan. Mati adalah sesuatu yang
pasti bagi kita, tentunya kita
menginginkan agar mayat kita diurus
dengan benar sesuai dengan ajaran Rosul
Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Nah….!
Kalau kita menginginkan agar mayat kita
diurus orang lain, maka hendaknya kita
juga harus bisa mengurus jenazah,
bagaimana cara mempersiapkan
pemandian bagi jenazah,
memandikannya, mengkafaninya,
mensholatkan, sampai kita
menguburkannya. Maka kami coba
untuk membuat risalah jenazah yang
kami sarikan dan kami nukilkan dari
kitab Al Wijaazah fi Tajhiizi Al Janaazah
karangan Abdurrohman bin Abdulloh Al
Ghaits.
B. MEMANDIKAN JENAZAH.
a. Orang yang berhak memandikan
jenazah.
1. Jika mayyit telah mewasiatkan kepada
seseorang untuk memandikannya, maka
orang itulah yang berhak.
2. Jika mayyit tidak mewasiatkan, maka
yang berhak adalah ayahnya atau
kakeknya atau anak laki-lakinya atau
cucu-cucunya yang laki-laki (kalau
mayatnya laki-laki, kalau perempuan
maka dari jenis putri).
3. Jika tidak ada yang mampu, keluarga
mayyit boleh menunjuk orang yang
amanah lagi terpercaya buat
mengurusnya.

b. Tempat memandikan mayyit harus


tertutup baik dinding maupun atapnya.
c. Dianjurkan agar yang memandikan
jenazah memilih 2 orang dari
keluarganya.

d. Perlengkapan bagi yang memandikan


jenazah.
1. Penutup hidung.
2. Memakai pelindung tubuh agar tidak
terkena kotoran-kotoran seperti sisa air
perasan daun bidara dan kapur barus.
3. Sarung tangan.
4. Sepatu bot berlaras tinggi.

e. Cara menyediakan perasan daun


bidara.
1 Gelas besar : 4 liter
8 lt + 2 gls air perasan daun bidara
12 lt + 3 gls air perasan daun bidara
16 lt + 4 gls air perasan daun bidara
20 lt + 5 gls air perasan daun bidara

f. Cara menyediakan air dan kapur


barus.
Setiap 4 liter air dicampur dengan 2
potong kapur barus 1 :

g. Persiapan sebelum memandikan


jenazah.
1. Menutup aurat simayyit dengan
handuk besar mulai pusar sampai dengan
lututnya (laki-laki dan perempuan sama)
.
2. Melepas pakaian yang masih melekat
ditubuhnya.
Caranya :
Pakaian :
a) Dimulai dari lengan sebelah kanan
kearah kiri
b) Selanjutnya dari lobang baju (krah)
kebawah
c) Setelah itu bagian depan ditarik
dengan perlahan dari bawah handuk
penutup auratnya. (ini kalau mayyit
mengenakan gamis atau baju panjang,
kalau hanya kemeja cukup buka
kancingnya).
Celana :
a) Digunting sisi sebelah kanan dari atas
sampai kebawah lalu sebelah kiri
b) Setelah itu bagian depan ditarik
dengan perlahan dengan tetap menjaga
handuk penutup.
Pakaian belakang mayyit :
- Tubuh mayyit dibalik ke sebelah kiri,
pakaian digeser kekiri.
- Setelah itu dibalikkan lagi kekanan
3. Menggunting kuku tangan dan kaki
kalau panjang .
4. Mencukur bulu ketiak, kalau tidak
lebat dicabut saja.
5. Merapikan kumis.
6. Membersihkan hidung dan mulut serta
menutupnya dengan kapas ketika
dimandikan lalu dibuang setelah selesai
h. Memandikan jenazah.
1. Bersihkan isi perut dengan tangan kiri
yang telah terbalut
Angkat sedikit tubuh mayyit, tekan
perutnya perlahan-lahan sebanyak tiga
kali hingga keluar, bersihkan kotoran itu
dengan kain pembersih kemudian siram.
2. Wudhukan jenazah.
a) Bacalah basmallah.
b) Cuci tapak tangan mayyit 3 X.
c) Bersihkan mulut dan hidungnya 3 X
d) Wajah dan tangan kanan lalu kiri
sampai dengan siku.
e) Kepala dan kedua telinganya.
f) Kaki kanan kemudian kirinya.
3. Cara menyiram air perasan daun
bidara.
a) Siram kepala dan wajahnya dengan
perasan dengan buihnya dulu.
b) Basuh tubuh bagian kanan dari
pundak ketelapak kaki sebelah kanan
terus kearak kiri.
c) Ulangi sekali lagi.
4. Menyiram dengan air kapur barus
(caranya Idem).
5. Keringkan (usap) tubuh mayyit dari
atas kebawah. Usahakan menggunakan
handuk yang halus.
Rambut wanita dikepang menjadi tiga.
Wajib berwudhu bagi yang memandikan
dan dianjurkan mandi setelah selesai.
C. MENGKAFANI JENAZAH.
a. Ukuran kain kafan yang digunakan.
Ukurlah lebar tubuh jenazah. Jika lebar
tubuhnya 30 cm, maka lebar kain kafan
yang disediakan adalah 90 cm. 1 : 3.
b. Ukurlah tinggi tubuh jenazah.
1. Jika tinggi tubuhnya 180 cm, maka
panjang kain kafannya ditambah 60 cm.
2. Jika tinggi tubuhnya 150 cm, maka
panjang kain kafannya ditambah 50 cm.
3. Jika tinggi tubuhnya 120 cm, maka
panjang kain kafannya ditambah 40 cm.
4. Jika tinggi tubuhnya 90 cm, maka
panjang kain kafannya ditambah 30 cm.
5. Tambahan panjang kain kafan
dimaksudkan agar mudah mengikat
bagian atas kepalanya dan bagian
bawahnya.
c. Tata cara mengkafani.
1. Jenazah laki-laki.
Jenazah laki-laki dibalut dengan tiga
lapis kain kafan. Berdasar dengan hadits.
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam
dikafani dengan 3 helai kain sahuliyah
yang putih bersih dari kapas, tanpa ada
baju dan serban padanya, beliau dibalut
dengan 3 kain tersebut.
a. Cara mempersiapkan tali pengikat
kain kafan.
1. Panjang tali pengikat disesuaikan
dengan lebar tubuh dan ukuran kain
kafan. Misalnya lebarnya 60 cm maka
panjangnya 180 cm.
2. Persiapkan sebanyak 7 tali pengikat.
( jumlah tali usahakan ganjil). Kemudian
dipintal dan diletakkan dengan jarak
yang sama diatas usungan jenazah.
b. Cara mempersiapkan kain kafan.
3 helai kain diletakkan sama rata diatas
tali pengikat yang sudah lebih dahulu ,
diletakkan diatas usungan jenazah,
dengan menyisakan lebih panjang di
bagian kepala.
c. Cara mempersiapkan kain penutup
aurat.
1. Sediakan kain dengan panjang 100 cm
dan lebar 25 cm ( untuk mayyit yang
berukuran lebar 60 cm dan tinggi 180
cm), potonglah dari atas dan dari bawah
sehingga bentuknya seperti popok bayi.
2. Kemudian letakkan diatas ketiga helai
kain kafan tepat dibawah tempat duduk
mayyit, letakkan pula potongan kapas
diatasnya.
3. Lalu bubuhilah wewangian dan kapur
barus diatas kain penutup aurat dan kain
kafan yang langsung melekat pada tubuh
mayyit.
d. Cara memakaikan kain penutup
auratnya.
1. Pindahkan jenazah kemudian bubuhi
tubuh mayyit dengan wewangian atau
sejenisnya. Bubuhi anggota-anggota
sujud.
2. Sediakan kapas yang diberi wewangian
dan letakkan di lipatan-lipatan tubuh
seperti ketiak dan yang lainnya.
3. Letakkan kedua tangan sejajar dengan
sisi tubuh, lalu ikatlah kain penutup
sebagaimana memopok bayi dimulai dari
sebelah kanan dan ikatlah dengan baik.
e. Cara membalut kain kafan :
1. Mulailah dengan melipat lembaran
pertama kain kafan sebelah kanan,
balutlah dari kepala sampai kaki .
2. Demikian lakukan denngan lembaran
kain kafan yang kedua dan yang ketiga.
f. Cara mengikat tali-tali pengikat.
1. Mulailah dengan mengikat tali bagian
atas kepala mayyit dan sisa kain bagian
atas yang lebih itu dilipat kewajahnya
lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri.
2. Kemudian ikatlah tali bagian bawah
kaki dan sisa kain kafan bagian bawah
yang lebih itu dilipat kekakinya lalu
diikat dengan sisa tali itu sendiri.
3. Setelah itu ikatlah kelima tali yang lain
dengan jarak yang sama rata. Perlu
diperhatikan, mengikat tali tersebut
jangan terlalu kencang dan usahakan
ikatannya terletak disisi sebelah kiri
tubuh, agar mudah dibuka ketika jenazah
dibaringkan kesisi sebelah kanan dalam
kubur.
4. Mengkafani jenazah wanita.
Jenazan wanita dibalut dengan lima helai
kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain,
sebuah baju kurung dan selembar sarung
beserta kerudungnya. Jika ukuran lebar
tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm,
maka lebar kain kafannya 150 cm dan
panjangnya 150 ditambah 50 cm.
Adapun panjang tali pengikatnya adalah
150 cm, disediakan sebanyak tujuh utas
tali, kemudian dipintal dan diletakkan
sama rata di atas usungan jenazah.
Kemudian dua kain kafan tersebut
diletakkan sama rata diatas tali tersebut
dengan menyisakan lebih panjang
dibagian kepala.
a. Cara mempersiapkan baju kurungnya.
1. Ukurlah mulai dari pundak sampai
kebetisnya, lalu ukuran tersebut
dikalikan dua, kemudian persiapkanlah
kain baju kurungnya sesuai dengan
ukuran tersebut.
2. Lalu buatlah potongan kerah tepat
ditengah-tengah kain itu agar mudah
dimasuki kepalanya.
3. Setelah dilipat dua, biarkanlah
lembaran baju kurung bagian bawah
terbentang, dan lipatlah lebih dulu
lembaran atasnya (sebelum dikenakan
pada mayyit, dan letakkan baju kurung
ini di atas kedua helai kain kafannya ).
lebar baju kurung tersebut 90 cm.
b. Cara mempersiapkan kain sarung.
Ukuran kain sarung adalah : lebar 90 cm
dan panjang 150 cm. Kemudian kain
sarung tersebut dibentangkan diatas
bagian atas baju kurungnya.
c. Cara mempersiapkan kerudung.
Ukuran kerudungnya adalah 90 cm x90
cm. Kemudian kerudung tersebut
dibentangkan diatas bagian atas baju
kurung.
d. Cara mempersiapkan kain penutup
aurat.
1. Sediakan kain dengan panjang 90 cm
dan lebar 25 cm.
2. Potonglah dari atas dan dari bawah
seperti popok.
3. Kemudian letakkanlah diatas kain
sarungnya tepat dibawah tempat
duduknya, letakkan juga potongan kapas
diatasnya.
4. Lalu bubuhilah wewangian dan kapur
barus diatas kain penutup aurat dan kain
sarung serta baju kurungnya.
e. Cara melipat kain kafan.
Sama seperti membungkus mayat laki-
laki.
f. Cara mengikat tali.
Sama sepert membungkus mayat laki-
laki.
Catatan :
1. Cara mengkafani anak laki-laki yang
berusia dibawah tujuh tahun adalah
membalutnya dengan sepotong baju yang
dapat menutup seluruh tubuhnya atau
membalutnya dengan tiga helai kain.
2. Cara mengkafani anak perempuan
yang berusia dibawah tujuh tahun adalah
dengan membalutnya dengan sepotong
baju kurung dan dua helai kain.
D. MENYOLATKAN JENAZAH.
Dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu
bersabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi
Wasallam : Barangsiapa yang menghadiri
penyelenggaraan jenazah hingga ikut
menyalatkannya, maka ia memperoleh
pahala satu qiroth. Adapun yang
menghadirinya sampai jenazah tersebut
dikebumikan, maka ia memperoleh
pahala dua qirath. Ditanyakan kepada
beliau apakah dua qirath itu?. Beliau
menjawab Seperti dua gunung besar.
(H.R. Bukhori Muslim).
1. Tata cara menyolatkan jenazah.
a) Kepala jenazah berada disebelah
kanan imam dengan menghadap kiblat.
b) Jika jenazah laki-laki imam berdiri
sejajar dengan kepala jenazah, jika
perempuan imam berdiri sejajar dengan
pusar jenazah.
c) Kalau jenazah lebih dari satu dan
berlainan jenis kelamin, maka posisinya
sebagai berikut :
Barisan pertama dari imam adalah
jenazah laki-laki, kemudian anak laki-
laki kemudian jenazah wanita kemudian
anak perempuan.
2. Sholat jenazah dilakukan dengan
empat takbir, dan dianjurkan
mengangkat tangan disetiap takbir.
a) Takbir pertama baca taawudz dan
surat Al Fatihah.
b) Takbir kedua baca sholawat seperti
yang dibaca dalam tasyahud.
“Ya Alloh, Ampunilah kami baik yang
hidup maupun yang mati, yang hadir
maupun yang tidak hadir, yang kecil
maupun yang besar, yang laki-laki
maupun yang perempuan, Engkau Maha
Tahu tempat kami kembali dan tempat
istirahat kami. Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Ya Alloh, Barang siapa
yang Engkau hidupkan diantara kami,
maka hidupkanlah diatas islam, dan
barangsiapa yang Engkau wafatkan
kami, maka wafatkanlah kami dalam
keadaan diatas iman.
c) Takbir keempat membaca doa :
“ Ya Alloh, janganlah Engkau tahan
pahala bagi kami, dan jangan Engkau
timpakan musibah sepeninggalnya atas
kami. Anugrahkanlah Ampunan Mu bagi
kami dan baginya.
d) Kemudian salam kekanan dan kekiri.
Kalau jenazah wanita maka gantilah kata
“ Hu “ menjadi “ Ha “
E. MENGUBURKAN JENAZAH.
1. Tata cara menggali kubur.
a). Untuk orang besar adalah panjang
200 cm, kedalaman 130 cm, lebar 75 cm,
kedalaman lahat 55 cm, lebar lahat 50
cm, yang menjorok ke dalam dan keluar
25 cm.
b). Besar kecil ukuran kuburan
tergantung jenazahnya (disesuaikan).
2. Tata cara menguburkannya.
Hendaklah dua-tiga orang turun keliang
kubur, dan hendaklah orang yang kuat,
lalu dua lagi diatas tepat di sisi kubur
sebelah kiblat untuk membantu
menurunkan jenazah. Ketika
menurunkan hendaklah berdoa “
Bismillahi wa ‘ala millati rasulullah “ “
Dengan nama Alloh dan menurut
sunnHaji dan Umroh : Simbolitas,
Eksistensi, Status atau Perintah Tuhan?
Edo on January 8th, 2008
Kali ini bang Ersis berhasil dengan sukses memancing adrenalin saya untuk menulis, lagi.
Temanya mungkin sangat sensitif. Tentang Haji. Saya ingin menambahkan sedikit,
tentang Umroh.
Sebelum saya berkomentar, jelas, saya bukan seorang ahli kitab. Boro-boro haji. 3
kewajiban lainnya dalam Rukun Islam masih keteteran saya lakukan. Jelas tulisan ini
bukan untuk memancing kontroversi. Tulisan ini lebih kepada kegelisahan seorang awam
tentang kepatuhan atas Perintah Tuhan. Tulisan ini lebih meminta masukan dan perspektif
pembaca. Mengajak untuk berdiskusi. Memohon untuk mengajari saya dan memberikan
pemahaman yang lebih benar.
Saya terpancing sedemikian rupa atas judul posting bang Ersis : Kenapa Rasulullan
bukan Haji? Posting bang Ersis mengingatkan saya pada diskusi sekitar tahun 2002
dengan salah satu role model saya, kakak tertua saya, Adriano Rusfi. Kita mendiskusikan
tentang fenomena haji, kaitannya dengan krisis ekonomi yang menghantam Indonesia
tahun 1997-1998.
Kakak saya waktu itu mengeluarkan sebuah statement yang menurut saya, (sebagai salah
seorang yang saya anggap agamawan) sangat kontroversial. Dia bilang, bahwa
seharusnya, pemerintah harus berani berijtihad, bahwa dalam kondisi krisis, dilarang,
atau makruh untuk umroh dan naik haji bagi yang sudah pernah baik haji. Dalam kondisi
negara kritis, pemerintah harusnya berani berstatement, dilarang, atau makruh membeli
mata uang asing. Sungguh, saya kaget waktu itu. Kok beraninya? Lagi pula, apa
hubungannya agama dengan mata uang? apakah agama juga mengatur bursa efek?
Beliau memberikan argumentasi yang menurut saya sangat berdasar. Beliau juga
memberikan dasar-dasar dalam 2 pegangan ummat Islam : ALquran dan Hadist. Sayang,
mohon maaf, saya tidak memiliki ingatan yang bagus, dan memahami 2 kitab luar biasa
ini dengan baik. Saya hanya ingat logika berfikirnya.
Dasarnya, pertama : Yang diwajibkan hanya menunaikan ibadah Haji, dan Haji hanya
diwajibkan 1 kali. Umroh? tidak diwajibkan. Dan sangat jelas saya fikir bahwa hal wajib
yang diperintahkan berada dalam prioritas level 1 dibanding yang lainnya.
Kedua, dalam pandangan beliau, 5 rukun Islam itu jika diterapkan dalam pemerintahan
akan menciptakan sebuah tatanan bernegara dan bermasyarakat yang Madani.
Masyarakat yang sejahtera. Ketika puasa berjalan dan nilai-nilai dari aktivitas puasa itu
terimplementasikan : menimbulkan rasa empati, solidaritas, kebersamaan untuk
merasakan apa yang dirasakan orang lain dan dorongan untuk bersama-sama untuk
merayakan kebahagiaan. Begitupula dengan zakat. 2 ibadah ini sangat kental dengan
nilai-nilai sosial.
Dalam konteks ini, maka perlu dilihat pula sumber-sumber lainnya. Saya pernah bertanya
waktu itu, lebih wajib mana hukumnya, terutama bagi mereka yang mampu (karena orang
umroh dan naik haji) pergi umroh dengan membantu tetangga yang kesusahan, tetangga
yang besok tidak tahu harus makan apa?
Beliau menjawab tentang sebuah hadist yang menceritakan kebiasaan rasulullah, ketika
istrinya memasak, beliau sering membanyakkan kuahnya, dan membaginya dengan
tetangga. Karena, (saya lupa hukumnya) berdosalah kita, ketika kita hanya mengirim
baunya saja kepada tetangga. kalau urusan bau makanan saja berefek seperti itu, apa lagi
terkait urusan kebangsaan yang tengah berada dalam krisis?
Ilmu agama tidak bicara soal hubungan manusia dengan Tuhannya (hablumminallah) tapi
juga hubungan antar manusia (hablumminannas). Dimata beliaupun Alquran adalah kitab
yang universal. Salah satu buktinya adalah Alquran lebih banyak menghimbau seluruh
umat manusia (Ya ayyuhannas) daripada menghimbau orang-orang yang beriman/Islam
(ya ayyuhallazi na’amanu). Tuhan ummat Islam tidak hanya membicarakan ummat Islam,
tapi seluruh ummat manusia.
So, ketika negara tengah krisis, beranikah, atau bolehkah pemerintah melarang orang
untuk Umroh dan haji untuk kesekian kalinya?
Jika kembali kepada individu yang menjalankan ibadah tersebut, apakah yang dicari?
Benarnya menjalankannya atas dasar ibadah? atas dasar Lillahita’ala? Jika memang
targetnya adalah ibadah, tidak adakah ibadah yang nilainya lebih tinggi dari berumroh?
Lebih tinggi mana nilai ibadah umroh daripada menafkahi anak yatim? atau
dibandingkan dengan membantu korban banjir atau korban bencana lainnya?
Lalu bagaimana dengan pebisnis agama? maaf, mungkin bahasa saya tidak tepat.
Mungkin lebih baik saya membahasakan pihak-pihak yang menjalankan usaha untuk
membantu orang menjalankan ibadah. Bisnis ini dimata saya berbahaya tanpa sebuah
kekuatan moral dan akhlak. Karena kepentingannya berbeda. Bisnis jelas tujuannya profit
oriented. Ada promosi. ada publikasi. Bukan sekedar menunggu orang. Sementara,
ibadah adalah ibadah. Apakah tidak ada yang ikut karena dorongan promosi bisnis ini?
Belakangan bisnis ini banyak dikelola oleh tokoh-tokoh agama itu sendiri. Lalu
bagaimana hukumnya? Bagaimana sang agamawan membatasinya? Sebagai orang yagn
lebih memahami konsepsi ibadah, apa pandangan mereka?
Saya membahasakan diatas, diskusi ini terjadi terkait kondisi krisis bangsa Indonesia
tahun 1997-1998. Dan sekarang, sejak tahun 2004, bencana tidak henti-hentinya
menghantam Indonesia. Apakah saat ini kita, bangsa Indonesia, tidak berada dalam
kondisi krisis?
Anomalinya, jumlah orang yang naik haji dan umroh meningkat drastis. Jadi, wajar jika
orang bilang, Indonsia bukan negara miskin.
so, tulisan ini saya tutup dengan pertanyaan. Karena ini hanya pertanyaan dikepala saya.
bukan sebuah statement ahli. Akan sangat menyenangkan jika para tokoh agama, seperti
kang kurtubi bisa membantu menjawabnya.
bagaimana pendapat anda?
ah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. “
Jenazah dibaringkan diatas tubuhnya sebelah kanan dalam posisi miring, dengan
dihadapkan kearah kiblat, kenudian letakkan bantalan dari tanah atau potongan batu bata
dibawah kepalanya, setelah itu buka tali pengikatnya dan singkaplah kain kafan yang
menutupi wajahnya, kemudian lahat ditutup dengan batu atau cor-coran atau sejenisnya
dan usahakan kalau bisa jangan yang mudah terbakar seperti kayu atau sejenisnya, lalu
diturunkan kembali galian tanah kuburan. Boleh diberi sedikit gundukan, tapi tidak boleh
lebih dari satu jengkal, lalu berilah tanda dari batubata pada arah kepala dan kaki,
selanjutnya taburkan batu kerikil dan perciki dengan air supaya tanah menjadi lengket
dan padat.
F. PENUTUP.
Demikianlah yang dapat kita nukilkan dan ringkaskan kalau ada kesalahan dalam
penulisan atau penerangan

Halaman Utama > Definisi Haji

Definisi Haji:
Secara etimologis, haji berarti pergi menuju tempat yang diagungkan.
Secara terminologis berarti beribadah kepada Allah dengan melaksanakan manasik haji,
yaitu perbuatan tertentu yang dilakukan pada waktu dan tempat tertentu dengan cara yang
tertentu pula.

Definisi ini disepakati oleh seluruh mazhab.


, kami mohon maaf. Saran dan kritik para pembaca kami butuhkan, karena kami juga
manusia biasa yang tak pernah luput dari salah, dosa dan lupa. Allahu A`lam Bishawwab

posted by saad at 9:19

Halaman Utama > Hukum dan Dalilnya


Haji hukumnya fardu bagi lelaki dan wanita sekali seumur hidup.

Dalil dari Alquran :


‫ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيل ومن كفر فإن الله غني عن العالمين‬.

Artinya: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam."
Allah Taala mewajibkan haji bagi kaum muslimin pada tahun ke sembilan Hijrah. Nabi
saw. melakukan haji hanya sekali, yaitu haji wada.

Dalil dari hadis:

Rasulullah saw. bersabda, " Islam didirikan di atas lima dasar."


Dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersab

Halaman Utama >Fardu Haji

Fardu:

Fardu adalah semua pekerjaan yang harus dilakukan, sah haji bergantung kepadanya dan
tidak dapat diganti dengan dam. Fardu mencakup rukun dan syarat.

Fardu Haji 4, yaitu:


1. Ihram
2. Wukuf di Arafah
3. Tawaf Ifadah
4. Sai antara Safa dan Marwa

Seluruh mazhab sepakat tentaSyarat-syarat haji menurut Mazhab Hanafi


1. Islam, haji tidak wajib bagi orang kafir, hajinya tidak sah.
2. Akal, tidak wajib bagi orang gila dan hajinya tidak sah.
3. Balig, tidak wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan antara
yang baik dan yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang
bersangkutan belum bebas dari fardu haji.
4. Merdeka, tidak wajib haji bagi budak.
5. Sehat jasmani.
6. Memiliki bekal dan sarana perjalanan.
7. Perjalanan aman.
Tambahan bagi wanita:
1. Harus didampingi suami atau mahramnya.
2. Tidak dalam keadaan iddah, baik karena cerai maupun kematian suami.

Syarat haji menurut Mazhab Maliki


1. Islam, haji tidak wajib bagi orang kafir dan hajinya tidak sah.
2. Akal, tidak wajib bagi orang gila dan hajinya tidak sah.
3. Balig, tidak wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan antara
yang baik dengan yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang
bersangkutan belum bebas dari fardu haji.
4. Merdeka, tidak wajib haji bagi budak.
5. Kemampuan
Tambahan bagi wanita:
Tidak disyaratkan adanya suami atau mahram tapi boleh melaksanakan haji bila ada
teman
yang dianggap aman, baik bagi wanita muda atau tua.

Syarat-syarat haji menurut Mazhab Syafi'i


1. Islam, haji tidak wajib bagi orang kafir, hajinya tidak sah.
2. Merdeka, tidak wajib haji bagi budak.
3. Taklif (sudah mukallaf, yaitu berkewajiban melaksanakan syariat)
4. Kemampuan, dengan syarat sebagai berikut:
a. Ada perbekalan, makanan dan lain-lain untuk pergi dan pulang.
b. Ada kendaraan
Perbekalan yang dibawa harus kelebihan dari pembayaran hutang dan biaya keluarga
c.
yang ditinggalkan di rumah.
d. Dengan kendaraan yang sudah jelas bahwa tidak akan mengalami kesulitan.
e. Perjalanan aman.
Tambahan untuk wanita:
Ada pendamping yang aman dengan seorang wanita muslimah yang merdeka dan
tepercaya.

Syarat-syarat haji menurut Mazhab Hambali


1. Islam, haji tidak wajib bagi orang kafir dan hajinya tidak sah.
2. Akal, tidak wajib bagi orang gila, hajinya tidak sah.
3. Balig, tidak wajib bagi bayi tetapi bila sudah mumayyiz (bisa membedakan yang baik
dengan yang buruk) hajinya diterima. Namun demikian setelah dewasa yang
bersangkutan belum bebas dari fardu haji.
4. Merdeka, tidak wajib haji bagi budak.
5. Kemampuan
Tambahan bagi wanita:
Harus diikuti oleh mahramnya atau orang yang haram menikahinya selamanya.
ng fardu dan wajib di dalam haji.
da, " Tidak ada balasan haji mabrur kecuali surga. "
Seterusnya Rasulullah saw. bersabda, " Barangsiapa melaksanakan haji tanpa melakukan
kejahatan seksual dan tidak melakukan tindakan kefasikan, maka ia kembali seperti saat
dilahirkan oleh ibunya. "
Juga sabda Rasulullah saw., "Wahai manusia! Sesungguhnya telah
difardukan kepadamu haji, oleh sebab itu berhajilah." Kemudian
seorang lelaki berdiri dan bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah setiap
tahun‫ "؟‬Rasulullah saw. diam sampai pertanyaan tersebut diulang tiga
kali. Kemudian beliau bersabda, "Kalau aku jawab (Ya) maka akan wajib
dan kamu sekalian tidak akan mampu melaksanakannya."
Umat Islam sepakat bahwa haji adalah rukun Islam yang ke lima, hukumnya adalah
fardu. Menurut mayoritas ulama, fardunya tidak bersifat segera, tetapi dapat ditunda dari
awal wak

Halaman Utama > Wajib haji

Wajib:

Wajib adalah semua pekerjaan yang harus dilakukan, bila ditinggalkan, maka harus
membayar dam.

Wajib Haji 7, yaitu:


1. Ihram dari mikat
2. Wukuf di Arafah
3. Bermalam di Mazdalifah
4. Bermalam di Mina
5. Mencukur atau memotong rambut, mencukur lebih afdal
6. Melempar jumrah
7. Tawaf wada'

Seluruh mazhab sepakat tentang fardu dan wajib di dalam haji


tu mampu melaksanakannya

Halaman Utama > Sunah Haji

Sunah:

Sunah menurut mazhab Syafi'i adalah semua pekerjaan yang diperintahkan Allah tetapi
tidak bersifat jazim (tegas), diberi pahala orang yang melaksanakannya, tidak disiksa
orang yang meninggalkannya. Sunah, man
Haji Tamattu`

Yaitu melaksanakan umrah pada bulan-bulan haram, kemudian melaksanakan haji di tahun yang sama. Dalam hal ini,
seorang muslim yang hendak melaksanakan haji tamattu` hendaknya berniat tamattu` sejak ia
melangkahkan kaki meniggalkan negerinya, dengan berniat umrah saja seterusnya berihram
dan mengucapkan:
‫لبيك اللهم بعمرة متمتعا بها إلى الحج‬
‫ نويت العمرة وأحرمت بها لله تعالى‬،‫ وتقبلها مني‬،‫اللهم إِني أريد العمرة فيسرها لى‬
Artinya, " Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah dengan umrah dan haji secara tamattu`, Ya Allah!
Aku hendak melaksanakan umrah, berilah kemudahan bagiku dan terimalah umrahku, Aku
berniat ihram untuk umrah karena Allah Taala. "
Sesampainya di Mekah, melaksanakan tawaf tujuh putaran dan Sai antara Safa dan Marwa tujuh putaran juga, lantas
tahallul dari ihram dengan mencukur atau menggunting rambut. Selanjutnya tetap dalam kondisi tidak ihram sampai hari
Tarawiyah yaitu tanggal 8 Zulhijah. Pada saat itu, dia mulai berihram haji dari tempat tinggalnya
dan mengucapkan:
‫ نويت الحج وأحرمت به لله تعالى‬،‫ وتقبله مني‬،‫لبيك حجا اللهم إِني أريد الحج فيسره لى‬
Artinya, " Aku penuhi panggilanmu untuk haji, Ya Allah ! Aku hendak melaksanakan haji, berilah
kemudahan bagiku dan terimalah hajiku. Aku berniat ihram untuk haji karena Allah Taala. "
Kemudian bertalbiah dan dilanjutkan dengan doa:
‫ ل شريك لك‬،‫ إن الحمد والنعمة لك والملك‬،‫ لبيك ل شريك لك لبيك‬،‫لبيك اللهم لبيك‬
Artinya, " Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,
aku penuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, segala nikmat dan segala kekuasaan
hanyalah untuk-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. "
‫ شيء حرمته على المحرم وأبتغي‬،‫ من الطيب والنساء‬،‫ وجسدي وجميع جوارحي‬،‫اللهم إني أحرم لك شعري وبشري‬
‫ يا رب العالمين‬،‫بذلك وجهك الكريم‬
Artinya, " Ya Allah! Demi Engkau aku haramkan rambutku, kulitku, tubuhku, dan seluruh
anggota badanku dari wewangian dan wanita, sesuatu yang Engkau haramkan bagi orang yang
sedang ihram. Aku melakukannya semata-mata hanya karena-Mu, Wahai Tuhan semesta alam. "
Selanjutnya melaksanakan semua amalan yang harus dilaksanakan dalam haji ifrad. Untuk yang melaksanakan haji
Tamattu` diwajibkan membayar dam karena ia telah bersenang-senang melaksanakan umrah pada bulan-bulan haram.
Allah Taala berfirman yang artinya, " Siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (dia
wajib menyembelih) kurban yang mudah didapat."
Tawaf umrah bagi yang berhaji tamattu` tidak perlu didahului dengan tawaf qudum. Setelah tahallul pertama (setelah
melontar jumrah aqabah dan bercukur) langsung melaksanakan tawaf ifadah dan Sai antara Safa dan Marwa. Ini adalah
pendapat sebagian besar ulama. Adapun menurut mazhab Hanafi, bagi orang yang berhaji tamattu` dan belum membawa
binatang ternak, tidak dikenakan dam tetapi jika telah membawa binatang ternak maka hukumnya seperti haji qiran.

Haji Qiran

Yaitu menyatukan ihram untuk umrah dan haji pada satu kali bepergian. Niat ihram untuk
umrah dan haji dalam waktu yang sama dari miqat sambil mengucapkan:‫لبيك حجا وعمرة‬
Artinya, " Aku penuhi panggilan-Mu haji dan umrah." Orang yang sedang berhaji qiran,
sesampainya di Mekah langsung melaksanakan tawaf tujuh putaran, dengan berlari-lari kecil dalam tiga putaran
pertama, kemudian Sai antara Safa dan Marwa. Selanjutnya menurut mazhab Hanafi dia memulai ibadah hajinya seperti
haji ifrad tetapi menurut sebagaian besar ulama, haji qiran cukup dengan satu tawaf dan satu Sai, jika sudah selesai ia
bertahallul dari umrah dan haji sekaligus.

Haji Ifrad

Yaitu melakukan ihram hanya untuk haji dengan niat haji sejak dari rumah di kampung asalnya. Memulai ihram untuk
haji dilakukan dari miqat dengan mengucapkan:
‫اللهم إني أريد الحج فيسره لى وتقبله مني‬
Artinya, "Ya Allah! Sesungguhnya aku berniat melaksanakan haji, berikanlah kemudahan dan
terimalah hajiku, " kemudian membaca talbiah. Sesampainya di kota Mekah, dia langsung pergi
menuju Masjidil haram. Di saat melihat Kakbah disunatkan bertakbir dan bertalbiah. Bagi yang bukan penduduk Mekah
diwajibkan melaksanakan tawaf qudum tujuh putaran, dengan menyelendangkan kain ihramnya --ke pundak kanan
sampai menutupnya dan membiarkan pundak kiri terbuka--, pada tiga putaran pertama tawaf. Menurut sebagian besar
ulama, disunatkan lari-lari kecil, sedangkan menurut mazhab Maliki, lari-lari kecil pada tiga putaran pertama ini
hukumnya wajib. Khusus untuk penduduk Mekah atau yang mukim di Mekah tidak wajib melaksanakan tawaf qudum.
Seletah tawaf, dilanjutkan dengan Sai antara Safa dan Marwa sebanyak tujuh kali, setelah itu menetap di Mekah, dalam
keadaan ihram hingga tiba saat berangkat ke Mina pada hari Tarwiah (tanggal 8 Zulhijah). Wukuf di Mina sampai waktu
salat Subuh hari Arafah (tanggal 9 Zulhijah), kemudian menuju Arafah dan wukuf di sana. Salat Zuhur dan Asar
dilaksanakan pada waktu Zuhur (Jamak taqdim). Ketika matahari mulai terbenam, jamaah haji bertolak menuju
Muzdalifah dan melaksanakan salat Magrib dan Isya (jamak takhir) serta bermalam di sana. Ketika matahari terbit di
pagi hari raya Kurban, mereka bertolak menuju Mina untuk melontar Jumrah Aqabah. Jamaah haji baru berhenti
membaca talbiah bersamaan dengan lontaran pertama. Kemudian boleh menyembelih kurban, --opsional-- pada saat ini
atau langsung menggunting rambut. Dengan demikian telah halal baginya segala yang dilarang ketika ihram kecuali
berhubungan dengan wanita (bersenggama). Setelah itu berangkat menuju Mekah untuk melaksanakan tawaf Ziarah
sebanyak tujuh putaran. Bagi yang belum melaksanakan Sai ketika melakukan tawaf qudum, ia berkewajiban
melaksanakannya antara Safa dan Marwa setelah tawaf ziarah ini. Setelah itu sudah halal baginya bersenggama dengan
wanita. Kemudian kembali ke Mina untuk mabit (bermalam) sampai melontar tiga jumrah baik dua kali lontaran
(tanggal 11 dan 12 Zulhijah) maupun tiga kali melontar (ditambah tanggal 13 Zulhijah). Selanjutnya berangkat menuju
Mekah untuk melaksanakan tawaf wada`.

dub, mustahab dan tathawwu' adalah kata-kata sinonim yang memiliki satu arti.

Sunah Haji:
1. Mandi ketika hendak ihram
2. Membaca talbiah
3. Tawaf Proses Tata Cara Pernikahan Yang Islami
Karya : Salmah Machfoedz

prayoga.net - Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang


akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah
Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara
yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.

Pada risalah yang singkat ini, kami akan mengungkap tata cara penikahan sesuai dengan
Sunnah Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah
kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah). Sehingga orang-orang yang mengamalkannya
akan berjalan di atas landasan yang jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini
kebenaran yang dilakukannya. Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah
mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana mencari calon pendamping hidup
sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun sederhana tetapi penuh barakah
dan tetap terlihat mempesona. Islam juga menuntun bagaimana memperlakukan calon
pendamping hidup setelah resmi menjadi sang penyejuk hati.
Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat.

Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah

I. Minta Pertimbangan

Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk
menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita
tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal
ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan
pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh
seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik
agamanya.

II. Shalat Istikharah

Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia


melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam
mengambil keputusan.

Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk
dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan
untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang
mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting.
Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup.
Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.

III. Khithbah (peminangan)

Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka


hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari
wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia
direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana
memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:

1. Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki
dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut
haram dini kahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami
atau ipar dan lain-lain).
2. Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang
meminang pinangan saudaranya.

Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi
seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya, dan tidak halal pula
meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu
meninggalkannya." (HR. Jamaah)

Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki
untuk meminangnya.

IV. Melihat Wanita yang Dipinang

Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang
dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang
meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala
menjatuhkan pilihan pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam:

"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia
mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya." Jabir
berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa
melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu
Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832).
Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di
antaranya adalah:

1. Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.


2. Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang
meminangnya.

V. Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:

a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.


b. Adanya ijab qabul.

Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima.
Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya,
kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud
dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan
mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah
perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut
sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu
ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata:
"Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya."
Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya
dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah
mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-
Quran dan Sahl menerimanya.

c. Adanya Mahar (mas kawin)

Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya


menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam
mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan.
Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-
lebihan dalam memintanya.

Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: "Sebaik-baik
mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih
Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)

d. Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah
sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-
Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 1836).Wali yang mendapat prioritas pertama
di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada
barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah,
kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya
atau hakim.

e. Adanya Saksi-Saksi

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-
Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh
Al-Albani no. 7557).

Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan
khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.

VI. Walimah

Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa
sallam kepada Abdurrahman bin Auf:

"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)

Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah,


sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa
yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-
Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi 7/262
dari Ibnu Umar).

Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat kepada
Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau
menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau
menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu.

Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang Nabi shallallahu
`alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar
maka beliau keluar dan bersabda:

"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar." (HR.
An-Nasai dan Ibnu Majah, shahih, lihat Al-Jamius Shahih mimma Laisa fis Shahihain
4/318 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii).
Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai
berikut:

1. Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk- nya) seperti yang
dibawakan oleh Anas radliallahu `anhu, katanya:

Dari Anas radliallahu `anhu, beliau berkata: "Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam


telah menikahi Shafiyah dengan maskawin pembebasannya (sebagai tawanan perang
Khaibar) dan mengadakan walimah selama tiga hari." (HR. Abu Yala, sanad hasan,
seperti yang terdapat pada Al-Fath 9/199 dan terdapat di dalam Shahih Bukhari 7/387
dengan makna seperti itu. Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthaharah oleh Al-Albani
hal. 65)

2. Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya sesuai dengan
wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

"Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan jangan makan makananmu
kecuali seorang yang bertaqwa." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-
Hakim dari Abi Said Al-Khudri, hasan, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 7341 dan
Misykah Al-Mashabih 5018).

3. Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf
ekonominya. Keterangan ini terdapat dalam hadits Al-Bukhari, An-Nasai, Al-Baihaqi dan
lain-lain dari Anas radliallahu `anhu. Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
kepada Abdurrahman bin Auf:

"Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)

Akan tetapi dari beberapa hadits yang shahih menunjukkan dibolehkan pula mengadakan
walimah tanpa daging. Dibolehkan pula memeriahkan perkawinan dengan nyanyi-
nyanyian dan menabuh rebana (bukan musik) dengan syarat lagu yang dinyanyikan tidak
bertentangan dengan ahklaq seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
Dari Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita menemui seorang pria Anshar. Nabi
shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Aisyah, mengapa kalian tidak
menyuguhkan hiburan? Karena kaum Anshar senang pada hiburan." (HR. Bukhari 9/184-
185 dan Al-Hakim 2/184, dan Al-Baihaqi 7/288). Tuntunan Islam bagi para tamu
undangan yang datang ke pesta perkawinan hendaknya mendoakan kedua mempelai dan
keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaih wa
sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan doa:
"Mudah-mudahan Allah memberimu berkah. Mudah-mudahahan Allah mencurahkan
keberkahan kepadamu dan mudah - mudahan Dia mempersatukan kalian berdua dalam
kebajikan." (HR. Said bin Manshur di dalam Sunannya 522, begitu pula Abu Dawud
1/332 dan At-Tirmidzi 2/171 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 89)
Adapun ucapan seperti "Semoga mempelai dapat murah rezeki dan banyak anak" sebagai
ucapan selamat kepada kedua mempelai adalah ucapan yang dilarang oleh Islam, karena
hal itu adalah ucapan yang sering dikatakan oleh Kaum jahiliyyah.

Dari Hasan bahwa Aqil bin Abi Thalib menikah dengan seorang wanita dari Jisyam. Para
tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyyah: "Bir rafa wal banin." Aqil bin Abi
Thalib mencegahnya, katanya: "Jangan kalian mengatakan demikian karena Rasulullah
melarangnya." Para tamu bertanya: " Lalu apa yang harus kami ucapkan ya Aba Zaid?"
Aqil menjelaskan, ucapkanlah: "Mudah- mudahan Allah memberi kalian berkah dan
melimpahkan atas kalian keberkahan." Seperti itulah kami diperintahkan. (HR. Ibnu Abi
Syaibah 7/52/2, An-Nasai 2/91, Ibnu Majah 1/589 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf
hal. 90)

Demikianlah tata cara pernikahan yang disyariatkan oleh Islam. Semoga Allah Taala
memberikan kelapangan bagi orang- orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk yang
benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah Rasulullah
shallallahu alaih wa sallam. Mudah-mudahan mereka digolongkan ke dalam hamba-
hamba yang dimaksudkan dalam firman-Nya: "Yaitu orang-orang yang berdoa: Ya Rabb
kami, anugerahkan kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami). Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan:
74).
qudum buat pelaku haji ifrad atau qiran
4. Bermalam di Mina pada malam Arafah
5. Lari kecil dan membuka bahu kanan ketika tawaf qudum
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu
adanya:
1. Rasa suka sama suka dari kedua calon mempelai
2. Izin dari wali
3. Saksi-saksi (minimal dua saksi yang adil)
4. Mahar
5. Ijab Qabul
• Wali
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling
berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya
ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian
saudara seayah, kemudian paman. [1]
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur
ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan
selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak),
sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak
memiliki hak wali.” [2]
Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita
sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan menjaga masa depan mereka.
Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali
yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh bagi seorang wanita
menikah tanpa wali, dan apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah),
pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita
itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka
berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai
wali.” [3]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali.” [4]
Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” [5]
Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang gadis atau
janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.
Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits-hadits di atas yang shahih dan
juga berdasarkan dalil dari Al-Qur’anul Karim.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa ‘iddahnya, maka
jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila
telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang
dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari
Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu
tidak mengetahui.” [Al-Baqarah : 232]
Ayat di atas memiliki asbaabun nuzul (sebab turunnya ayat), yaitu satu riwayat berikut
ini. Tentang firman Allah: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka,” al-
Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, Telah menceritakan kepadaku Ma’qil bin Yasar,
sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Ia berkata,
“Aku pernah menikahkan saudara perempuanku dengan seorang laki-laki, kemudian laki-
laki itu menceraikannya. Sehingga ketika masa ‘iddahnya telah berlalu, laki-laki itu
(mantan suami) datang untuk meminangnya kembali. Aku katakan kepadanya, ‘Aku telah
menikahkan dan mengawinkanmu (dengannya) dan aku pun memuliakanmu, lalu engkau
menceraikannya. Sekarang engkau datang untuk meminangnya?! Tidak! Demi Allah, dia
tidak boleh kembali kepadamu selamanya! Sedangkan ia adalah laki-laki yang baik, dan
wanita itu pun menghendaki rujuk (kembali) padanya. Maka Allah menurunkan ayat ini:
‘Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka.’ Maka aku berkata, ‘Sekarang
aku akan melakukannya (mewalikan dan menikahkannya) wahai Rasulullah.’” Kemudian
Ma‘qil menikahkan saudara perempuannya kepada laki-laki itu.[6]
Hadits Ma’qil bin Yasar ini adalah hadits yang shahih lagi mulia. Hadits ini merupakan
sekuat-kuat hujjah dan dalil tentang disyaratkannya wali dalam akad nikah. Artinya, tidak
sah nikah tanpa wali, baik gadis maupun janda. Dalam hadits ini, Ma’qil bin Yasar yang
berkedudukan sebagai wali telah menghalangi pernikahan antara saudara perempuannya
yang akan ruju’ dengan mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama-sama ridha.
Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat yang mulia ini (yaitu surat al-Baqarah ayat 232) agar
para wali jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika wali bukan syarat, bisa saja
keduanya menikah, baik dihalangi atau pun tidak. Kesimpulannya, wali sebagai syarat
sahnya nikah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah berkata, “Para ulama berselisih tentang
disyaratkannya wali dalam pernikahan. Jumhur berpendapat demikian. Mereka
berpendapat bahwa pada prinsipnya wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri.
Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas tentang perwalian.
Jika tidak, niscaya penolakannya (untuk menikahkan wanita yang berada di bawah
perwaliannya) tidak ada artinya. Seandainya wanita tadi mempunyai hak menikahkan
dirinya, niscaya ia tidak membutuhkan saudara laki-lakinya. Ibnu Mundzir menyebutkan
bahwa tidak ada seorang Shahabat pun yang menyelisihi hal itu.” [7]
Imam asy-Syafi’i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin
walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Maka nikahnya bathil (tidak sah).’”[8]
Imam Ibnu Hazm rahimahullaah berkata, “Tidak halal bagi wanita untuk menikah, baik
janda maupun gadis, melainkan dengan izin walinya: ayahnya, saudara laki-lakinya,
kakeknya, pamannya, atau anak laki-laki pamannya…” [9]
Imam Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata, “Nikah tidak sah kecuali dengan wali.
Wanita tidak berhak menikahkan dirinya sendiri, tidak pula selain (wali)nya. Juga tidak
boleh mewakilkan kepada selain walinya untuk menikahkannya. Jika ia melakukannya,
maka nikahnya tidak sah. Menurut Abu Hanifah, wanita boleh melakukannya. Akan
tetapi kita memiliki dalil bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pernikahan tidak sah, melainkan dengan adanya wali.”
• Keharusan Meminta Persetujuan Wanita Sebelum Pernikahan
Apabila pernikahan tidak sah, kecuali dengan adanya wali, maka merupakan kewajiban
juga meminta persetujuan dari wanita yang berada di bawah perwaliannya. Apabila
wanita tersebut seorang janda, maka diminta persetujuannya (pendapatnya). Sedangkan
jika wanita tersebut seorang gadis, maka diminta juga ijinnya dan diamnya merupakan
tanda ia setuju.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta perintahnya. Sedangkan
seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta ijinnya.” Para Shahabat
berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah ijinnya?” Beliau menjawab, “Jika ia diam
saja.” [11]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwasanya ada seorang gadis yang
mendatangi Rasulullah shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengadu bahwa ayahnya telah
menikahkannya, sedangkan ia tidak ridha. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menyerahkan pilihan kepadanya (apakah ia ingin meneruskan pernikahannya, ataukah ia
ingin membatalkannya). [12]
• Mahar
“Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai
pemberian yang penuh kerelaan.” [An-Nisaa’ : 4]
Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya dengan
sebab pernikahan.
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus
dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan
tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan
keridhaannya.
Syari’at Islam yang mulia melarang bermahal-mahal dalam menentukan mahar, bahkan
dianjurkan untuk meringankan mahar agar mempermudah proses pernikahan.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah
rahimnya.” [13]
‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.”
‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” [14]
Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh
membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. [15]
• Khutbah Nikah
Menurut Sunnah, sebelum dilangsungkan akad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu,
yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat. [16] Adapun teks Khutbah
Nikah adalah sebagai berikut:
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan
kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan
amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar
taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” [Ali ‘Imran
: 102]
“Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri
yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan
(peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguh-nya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu.” [An-Nisaa' : 1]
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang benar, nis-caya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan meng-ampuni
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang
dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab : 70-71]
Amma ba’du: [17]

Anda mungkin juga menyukai