Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ILMU PENYAKIT BAKTERIAL DAN MIKAL

“ATROPIC RHINITIS PADA BABI”

OLEH

KELOMPOK 3

YOHANA SIMAMORA (1709010008)

ZAKI .A.A MUBARAQ (1709010011)

LIDYA OLU LANDO (1709010016)

ARIF SYARIF M KODA (1709010028)

FILIPE M. DOS SANTOS (1709010059)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Atropic Rhinitis” dalam rangka memenuhi tugas terstruktur dengan tim dosen pengampu
mata kuliah Ilmu Penyakit Bakterial dan Mikal program studi kedokteran hewan. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari teman-
teman mahasiswa seangkatan tahun 2017 dan orang tua yang selalu memberikan dukungan
moral pada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Serta penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat di
masyarakat.

Kupang, Mei 2019


DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I Pendahuluan

1.1. Kata Pengantar


1.2. Rumusan masalah
1.3. Tujuan penulisan

Bab II Pembahasan

A. Etiologi
B. Epidemologi
C. Pengenalan penyakit
D. Pengendalian

Bab III Penutup

Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Kata Pengantar
Bakteri Pasteurella adalah salah satu bakteri tipe zoonosis yang berukuran 0,7 x 0,5
x 1 mikron. Bentuk dasarnya adalah kokobasil atau bisa dibilang berbentuk seperti
bambu juga. Bakteri ini termasuk bakteri gram-positif. Pasteurella juga termasuk bakteri
non-motil. Jadi waktu infasinya saat ada di peredaran darah. Pasteurella termasuk ke
dalam ordo Pasteurellales yang familinya adalah Pasteurellaeae. Ada 4 spesies dari genus
Pasteurella ini, diantaranya adalah Pasteurella multotida, Pasteurella haemolitica,
Pasteurella pneumotropca dan Pasteurella ureae.

Bakteri ini punya suatu kapsul yang terdiri dari 5 kapsul + 6 serotipe. Kapsul itu
antara lain adalah” A,B, D, E, dan F” dengan komposisi kapsul terbanyak yang
menimbulkan Pasteurellosis kapsul nantinya yang berfungsi sebagai tameng pasteurella
sewaktu ada sel fagositosis yang menyerang. Di Pasteurella multocida sendiri, kapsul B
dan E bisa juga menyebabkan septikemia hemoragik di berbagai hewan mamalia. Di sapi
sendiri yang mengalami penyakt ini banyak ditemukan serotype 6B dan 6E. Penyebaran
penyakit selain masalah gizi buruk juga bisa melalui kontak langsung antara ternak yang
terinfeksi dengan ternak sehat, melalui pakan dan minum yang terkontaminasi kotoran
dari hidung dan mulut ternak yang terinfeksi dan faktot-faktor predisposisi
(kecenderungan dari sesuatu dapat menimbulkan penyakit). Pencegahan terhadap
penyakit causa pasteurella yaitu dengan cara pemberian pakan yang bergizi tinggi,
melakukan sanitasi pada lingkungan sekitar serta pemberian vaksinasi secara berkala
yang terprogram sesuai ketentuan dari penyuluh peternakan.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:

a. Bagaimana etiologi dari penyakit Atropic Rhinitis pada Babi?


b. Bagaimana epidemologi penyakit Atropic rhinitis pada babi?
c. Bagaimana pengenalan penyakit Atropic Rhinitis pada babi?
d. Bangaimana pengendalian penyakit Atropic Rhinitis pada babi?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Mengetahui etiologi dari penyakit Atropic Rhinitis pada Babi
b. Mengetahui epidemologi penyakit Atropic rhinitis pada babi
c. Mengetahui pengenalan penyakit Atropic Rhinitis pada babi
d. Mengetahui pengendalian penyakit Atropic Rhinitis pada babi

BAB II

PEMBAHASAN
Atropic rhinitis adalah penyakit menular pada babi yang ditandai dengan adanya sekresi
hidung yang bersifat purulen, disertai perubahan bentuk hidung berupa moncong
hidungmembengkok, atropi tulang turbinatum dan perubahanproduktifitas. Atripic Rhinitis
kemungkinan telah tersebar diseluruh dunia.

A. ETIOLOGI

Pada bentuk parah dan progresif, penyebab penyakit ini adalah Pasteurella multocida
yang toksigenik disertai atau tidak disertai dengan Bordetella bronchoseptica. Bentuk ringan
sampai sedang, disebabkan oleh Bordetella bronchoseptica saja, atau disertai oleh flora
normal pada hidung.

Bordetella bronchoseptica adalah bakteri berbentuk batang atau choccobacillus, Gram


negatif. Bakteri ini motil, tidak berspora dan bersifat aerob. Secara eksperimental telah
dibuktikan bahwa Bordetella bronchoseptica sendiri dapat menimbulakn atropfi turbinatum
bila ditularkan secara inta nasal pada anak babi Specifik Pathogenic Free (SPF) umur dibaah
tiga minggu.

Pasteurella multocida adalah bakteri yang pada awalnya dianggap sebagai bakteri penyebab
kedua pada atropic rhinitis, tetapi belakangan diketahui merupakan penyebab utama atropic
rhinitis pada babi.

B. EPIDEMOLOGI

1. Spesies rentan

Atropic rhinitis merupakan penyakit khas pada babi dari berbagai umur namun demikian
gejala klinis lebih banyak ditemukan pada babi muda.

2. Pengaruh lingkungan
Keparahan penyakit erat hubungannya dengan cara pengelolaan intensif misalnya
pemeliharaan babi dalam jumlah banyak dalam ruangan terbatas (over stocking) hygiene
kandang dan lingkungannya yang tidak memadai.

3. Sifat penyakit

Rhinitis ini menyebabkan peradangan pada jaringan di dalam hidung yang umumnya
bersifat ringan. Selama proses infeksi secara perlahan tulang turbinatum hidung akan rusak
dan dapat mengecil (atrofi) atau menjadi terdistorsi. Kondisi ini jarang menyebabkan
penyakit klinis pada hewan dewasa, tetapi jika babi terinfeksi sejak lahirakan meyebabkan
distorsi pada muka di masa dewasanya.

Ada dua bentuk penyakit, yaitu:

a. Ringan dan non-progresif dimana infeksi atau iritasi terjadi selama 2 sampi 3
minggu, namun radang tidak berkembang sehingga tulang turbinatum dapat
kembali ke bentuk normal.
b. Penyakit serius menyebabkan Rhinitis Atrofi Progresif (PAR) dimana bakteri
P. Multocidia akan memproduksi racun menyebabkan peradangan yang terus
menerus dan progresif sehingga menyebakan terjadinya atrofi jaringan dan
distorsi hidung. PAR dapat menyerang baik pada babi yangs sedang menyusui
atau pada babi yang sedang tumbuh. Bila kelompok babi telah terinfeksi,
semua ternak akan menunjukan beberapa derajat non-progresif rhinitis atrofi.
4. Cara penularan

Penularan terjadi secara aerosol, dari babi tertular ke babi sehat, melalui droplet yang
dikeluarkan babi tertular saat bersin. Penularan dapat terjadi pada semua umur dari beberapa
hari samapi minggu. Induk babi yang tertular secara kronis akan menularkan penyakit pada
anak-anak babi secara kontak langsung lewat hidung mereka.

5. Faktor predisposisi

Faktor-faktor manajemen dan lingkingan seperti cara pemeliharaan tidak intensif. Ternak
terlalu padat, ventilasi kurang, dan higiene makanan kurang baik, dapat merupakan
predisposisi terjadinya penyakit atripic rhinitus.

6. Distribusi penyakit
Sejauh ini atropic rhinitis belum pernah dilaporkan di Indonesia. Namun demikian dengan
perkembangan peternakan babi dan mobilitas ternak yang cukup pesat belakangan ini,
keberadaan atropic rhinitis harus diwaspadai

C. PATOGENESIS

Patogen yang bertanggungjawab terhadapa atropic rhinitis dapat menyebar dari babi
karier ke babi atau dari induk kepada anaknya yag baru lahir. Babi dapat terinfeksi karena
menurunnnya level antibodi maternal saat tumbuh dewasa. P. Multicoda berkolonisasi dalam
nasal setelah babi sembuh AR.

Bordatella bronchiseptica memproduksi beberapa toksin dan adhesin yang mempunyai


peran dalam virulensi, terutama pada babi. Hanya satu protein membran luar pertaktin
(pertactin) sangat imunogenik, bisa menginduksi terbentuknya antibodi yang protektif
terhadap penyakit pada babi.

Patogenesis AR telah dipelajari dari suatu penelitian pada anak babi yang diinfeksi
dengan p. Multicoda strain-D, ke dalam bagian tengah rongga nasal. Dua hari sebelum
inokulasi, mukosa hidung sebelah kanan diinduksi iritasi menggunakan larutan asam asetat
lemah. Pada bagian tengah rongga tidak diberi perlakuan (kiri), pada bagian tengah rongga
hidung sebagai kontrol intrisik. Perubahan makroskopik dalam turbinet sudah terlihat ada hari
ketiga setelah inokulasi, atrofi turbunet terjadi setelah hari ketujuh. Pada hari ke-14 pasca
infeksi, teradi deviasi dari moncong dan atrofi turbinet hampir kompleks. Pada turbinet
kontrol, pada bagian tengah rongga nasal tumbuh normal.

Secara histologis, perubahan awal ditandai dengan terjadinya resorpsi tulang, yang
dimediasi oleh peningkatan jumlah osteoklas. Kemudian osteoklas menjadi menurun
jumlahnya, dan ada gangguan sintesis osteoid mulai Nampak. Secara ultrastructural, pada
osteoblast menunjukkan bentukan abnormal nuklear dan dilatasi pada reticulum endoplasmic.
Karena tidak ada reaksi inflamasi, maka diduga pada bentuk lanjut atropic rhinitis babi yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang diproduksi p.multocida (toksin) dapat merangsang
resorpsi tulang dan menekan sintensis osteoid.

Pasteurella multocida melakukan kolonisasi pada traktus respiratorius, dan dapat


menyebabkan kerusakan mukosa. Diikuti onfeksi oleh B. bronchiseptica yang menyebabkan
inflamasi pada rongga nasal, kemudian menghasilkan toksin dan menyebabkan penyakit. B.
bronchiseptica menghasilkan dermonecrotic toxin (DNT) yang menyebabkan atrofi turbine
pada AR

D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala klinis
Atropic rhinitis mempunyai dua manifestasi klinis yaitu bentuk ringan sampau sedang,
serta bentuk progresif dan parah. Gejala klinis yang mula-mula terlihat adalah babi berisn-
bersin kemudian diikuti oleh eksudat. Bersifat mukus keluar dari lubang hidung. Gejala
pertama ini sudah dapat dilihat pada anak babi umur 7 hari. Apabila penyakit menjadi lebih
parah dapat ditemukan lakrimasi dan sekriesi hidung berubah menjadi mukopurulen. Pada
tahap ini kerusakan tulang turbinatum terjadi. Kadang-kadang sekresi hidung disertai bercak-
bercak darah, sebagai akibat kerusakan pada tulang turbinatum. Apabila kerusakan tulang
turbinatum berlanjut, maka panjang dan diameter lubang hidung menjadi berkurang dan
terlihat dari kuar sebagai tulang hidung memendek dan melengkung. Kelainan ini
menyebabkan pertumbuhan anak babi terhambat karena kesulitan makan.

2. Patologi

Apabila dari kuar lubang hidung sudah terlihat membengkok, maka kelainan tulang
turbinatum mudah diduga. Dalam hal kelainan bentuk batang hidung tidak terlihat, maka
perlu dilakukan pemotongan memanjang (cross section) rongga hidung setinggi gigi premoral
kedua. Patologi yang menonjol adalah hipoplasia turbinatum nasalis. Dalam mukosa lubang
hidung ditemukan eksudat mukopurulen.

Gambar 1. Atropic Rhinitis pada babi. Babi ini mengalami destruksi total oada
lubang turbinatum hidung setelah infeksi alami oleh kuman tipe D
toksgenik P. multocida (sumber: Depertemen Patologi, Universitas
Guelph)
Gambar 2. Apabila dibandingakn
dengan gambar dua
turbinatum bagian atas
pada babi ke-5 dan ke-6,
rerlihat hanya pada sedikit jaringan turbinatum tidak beraturan yang
ditandai dengan adanya perluasan rongga udara.

Gambar 3. Tulang turbinatum terlihat kecil dan tidak beraturan, hanya berupa
serpihan tulang trabekula. Trabekula digantikan oleh jaringan oleh
jaringan fibrosis.

3. Diagnosa

Diagnosa didasarkan pada perubahan histopatologi pada pemerikasaan tulang turbinatum,


isolasi dan identifikasi bakteri penyebab. Perubahan histopatologi termasuk penggantian
jaringanfibrosa pada lempeng conchae bagian bawah, terkadang diikuti dengan peradangan
dan perubahan reparatif. Isolasi P. multocida dan B. Bronchosepticasebagai penyebab harus
disertai dengan deteksi toksin.

4. Diagnosa banding
Atropic rhinitis pada babi terutama bentuk ringan sampai sedang, dapat dikelirukan
denganinfeksi saluran pernapasan yang lain, misalnya swine influensa.

5. Pengambilan dan pengiriman spesimen

Swab (usapan kapas) dari hidung atau tonsil merupakan spesimen yang baik untuk tujuan
isolasi bakteri penyebab. Apabila jarak antara tempat pengambilan spesimen dengan
laboratorium agak jauh spesimen diatas perlu dimasukan ke dalam media transport atau
garam fisiologis.

E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan

B. bronchoseptica sensitif terhadap sulfonemida. Preparat sulfa yang digunakan ialah


Sulfamethazine dalam makana atau sodium sulfathiazole dalam air minum. Sulfamethazine
dengan dosis 100-125 g per ton pakan cukup efektif untuk mengobati atropic rhinitus.
Sodium sulfathiazole dengan dosis 0,33-0,5 g/ 3,8 liter air minum disarankan untuk
pengobatan penyakit ini. Untuk menuntaskan infeksi B. Bronchoseptica pada anak babi
memerlukan sekurang-kurangnya 5 minggu, sedangkan pada hewan yang lebih tua
memerlukan waktu sekitar 4 minggu.

2. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan

Pencegahan atropic rhinitisdapat dengan cara vaksinasi. Vaksin yang digunakan


merupakan kombinasi B. bronchoseptica dan P. multocida. Induk babi tang difaksinasi pada
waktu bunting, akan memberikan kekebalan kepada anaknya lewat kolostru. Imunisasi pada
anak babi dapat menghindarkan anak babi dari gejala rhinitis dan mengurangi kejadian
atropic rhinitis pada babi.
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Atropic rhinitis adalah penyakit menular pada babi. Penyebab penyakit ini adalah
Pasteurella multocida yang toksigenik disertai atau tidak disertai dengan Bordetella
bronchoseptica. Rhinitis ini menyebabkan peradangan pada jaringan di dalam hidung yang
umumnya bersifat ringan. Ada dua bentuk penyakit, yaitu ringan dan non-progresif dan
penyakit serius menyebabkan Rhinitis Atrofi Progresif (PAR). Penularan terjadi secara
aerosol, melalui droplet yang dikeluarkan babi tertular saat bersin. Penularan dapat terjadi
pada semua umur dari beberapa hari sampai minggu. Apabila dari kuar lubang hidung sudah
terlihat membengkok, maka kelainan tulang turbinatum mudah diduga. Pengobatannya dapat
dengan beberapa preparat sulsa dan pengendaliannya dapat dengan vaksinasi.

3.2. SARAN

Penulis dan pembaca diharapkan dapat lebih mempelajari lebih tentang penyakit atropi
rhinitis dan juga penyakit-penyakit causa pasteurella lainnya untuk menambah pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA

Hodgson, Jennie., dkk. 2009. Textbook for Veterinary Microbiology (VETS3040) and
Animal Disease (VETS3038). Faculty of Veterinary Science University of Sidney
Smith BP 2002. Large Animal Internal Medicine. Moaby An Affiliate of Elsevier Science, St
Louis London Philadelphia Australia
Subronto dan Tjhajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi Veteriner:
Farmacodinamica dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta Indonesia
Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia) Penyakit Kulit (Integumentum)
Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidal, dan Prion. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta Indonesia

Anda mungkin juga menyukai