Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU NUTRISI TERNAK NON-RUMINANSIA II

Evaluasi Manajemen Pemberian Pakan Ternak Burung Puyuh


Di Peternakan Burung Puyuh Bapak Samsul

Oleh :
Dian Tria Fatmila 165050101111099
Sri Rahayu 165050101111106
Herdika Dwi Ahmedy 165050101111107
Ria Veronicha BR Ginting 165050101111117
Erma Yusmita Rahmadhani 165050101111140

Kelompok C5

LABORAROTORIUM NUTRISI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena karunia dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Nutrisi Ternak Non-Ruminansia II.

Laporan ini membahas tentang manajemen pemberian pakan burung puyuh yang
didasarkan pada studi lapang di peternakan burung puyuh. Penulisan laporan ini
tidak lepas dari bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak atas
dukungan, bantuan, serta kerjasamanya hingga terselesaikannya laporan ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih perlu perbaikan untuk menjadi lebih
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharap saran dan kritik yang membangun.
Semoga hasil dan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 24 Februari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Isi Halaman
Sampul..................................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
Daftar Tabel......................................................................................................... iv
Daftar Gambar ......................................................................................................v
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................2
1.3. Tujuan ...........................................................................................................2
1.4. Manfaat ........................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Kebutuhan Nutrisi Ternak ............................................................................3
2.2. Bahan Pakan yang Digunakan ......................................................................3
2.3. Ketersediaan Bahan Pakan ...........................................................................3
2.4. Kandungan Nutrisi ........................................................................................4
2.5. Formulasi Pakan ...........................................................................................4
2.6. Teknik Pencampuran Pakan .........................................................................4
2.7. Teknologi dan Pengolahan Pakan ................................................................3
2.8. Kebutuhan Pakan perhari ..............................................................................4
2.9. Metode Pemberian Pakan .............................................................................4
2.10. Frekuensi Pemberian Pakan .......................................................................4
2.11. Evaluasi Pemberian Pakan .........................................................................4
BAB III Materi dan Metode
3.1. Waktu dan Lokasi .........................................................................................6
3.2. Gambaran Umum .........................................................................................7
3.3. Metode Kegiatan ..........................................................................................9
3.4. Variabel Pengamatan ....................................................................................9
3.5. Batasan Istilah ...............................................................................................9
BAB IV Hasil dan Pembahasan
4.1. Kebutuhan Nutrisi Ternak ............................................................................3
4.2. Bahan Pakan yang Digunakan ......................................................................3
4.3. Ketersediaan Bahan Pakan ...........................................................................3
4.4. Kandungan Nutrisi ........................................................................................4

3
4.5. Formulasi Pakan ...........................................................................................4
4.6. Teknik Pencampuran Pakan .........................................................................4
4.7. Teknologi dan Pengolahan Pakan ................................................................3
4.8. Kebutuhan Pakan perhari ..............................................................................4
4.9. Metode Pemberian Pakan .............................................................................4
4.10. Frekuensi Pemberian Pakan .......................................................................4
4.11. Evaluasi Pemberian Pakan .........................................................................4
BAB IV Hasil dan Pembahasan
5.1. Kesimpulan ...................................................................................................3
4.2. Saran ..............................................................................................................3
Daftar Pustaka .....................................................................................................13

4
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh ....................................................................4

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Kebutuhan Nutrisi Ternak (NRC 1994) ......................................................4

6
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Kebutuhan Nutrisi Ternak (NRC 1994) ......................................................4

7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia merupakan salah satu hal
menyebabkan prospek dunia peternakan semakin cerah. Dengan
meningkatnya jumlah penduduk, maka konsumsi terhadap protein hewani
akan meningkat pula. Apalagi di tunjang dengan kesadaran masyarakat akan
arti pentingnya nilai gizi yang menyebabkan konsumsi komoditi hasil
peternakan akan mengalami peningkatan.
Usaha peternakan yang banyak diminati oleh masyarakat saat ini salah
satunya adalah peternakan unggas. Hal ini dikarenakan peternakan unggas
merupakan usaha yang dapat diusahakan mulai dari skala usaha rumah tangga
hingga skala usaha besar. Salah satu peternakan unggas yang saat ini kembali
diminati oleh masyarakat adalah peternakan puyuh.
Burung puyuh memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.
Hewan ini merupakan binatang liar yang hidup di gunung-gunung. Namun
beberapa puluh tahun terakhir, ternyata burung liar ini sudah bisa dijinakkan
dan dibudidayakan, serta dikembangkan secara komersial. Pengembangan
burung puyuh sangat cocok untuk usaha kecil, menengah hingga ke
peternakan besar. Hal ini dikarenakan beberapa keunggulan yang dimiliki
oleh ternak puyuh diantaranya kemampuan produksi telurnya cepat dan
tinggi. Selain itu, untuk memelihara burung puyuh secara komersial tidak
terlalu rumit perawatannya serta jauh lebih mudah dan efisien dibandingkan
dengan memelihara ayam.
Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat, Jawa
Timur, dan Jawa Tengah. Usaha peternakan mempunyai prospek untuk
dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha
peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi
pendapatan bagi banyak masyarakat pedesaan di Indonesia. Salah satunya
yaitu dengan beternak burung puyuh bisa dijadikan sebagai usaha sampingan
atau profesi. Sebab telur maupun daging burung puyuh, kini mulai digemari
masyarakat dari berbagai kalangan. Tetapi, tingkat produktivitasnya masih
jauh dari mencukupi permintaan pasar, karena masih banyak orang yang
belum mengetahui prospek, cara beternak, memperoleh bibit dan
pemeliharaannya dengan cara komersial. Padahal kehadiran burung puyuh ini
telah dikenal orang sejak lama. Hanya dahulu banyak orang memeliharanya
sebatas hobi dan tidak dikembangkan secara bisnis.
Dalam usaha ternak puyuh banyak permasalahan yang dihadapi para
peternak, terutama peternak yang masih baru. Jika peternak telah menguasai
seluk-beluk burung puyuh, setiap permasalahan tentu akan mudah diatasi.
Sebelum memulai usaha betenak puyuh seorang peternak harus harus

8
memahami tiga unsur produksi yaitu manajemen (pengelolaan usaha),
breeding (pembibitan) dan feeding (pakan).
Puyuh mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan lebih lanjut
sebagai alternatif sumber protein hewani yang murah. Hal ini mengingat
pemeliharaan puyuh membutuhkan modal yang relatif kecil bila
dibandingkan dengan pemeliharaan komoditas unggas lainnya karena siklus
hidupnya yang pendek dan tidak memerlukan lahan yang luas. Produk utama
dalam usaha peternakan puyuh adalah telur puyuh, sedangkan daging puyuh
masih dijadikan sebagai produk sampingan. Daging puyuh didapat dari puyuh
jantan hasil penetasan yang telah diseleksi atau dari puyuh betina afkir.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kebutuhan pakan yang dibutuhkan puyuh untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya ?
2. Bagaimana kandungan nutrisi dalam pakan puyuh ?
3. Bagaimana metode pemberian pakan pada ternak puyuh ?
4. Bagaimana frekuensi pemberian pakan pada puyuh ?
1.3. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang sudah dirumuskan, tujuan penulisan
makalah ini yaitu :
1. Mengetahui kebutuhan pakan yang dibutuhkan puyuh untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya.
2. Mengetahui kandungan nutrisi dalam pakan puyuh.
3. Mengetahui metode pemberian pakan pada ternak puyuh.
4. Mengetahui frekuensi pemberian pakan pada puyuh.
1.4. Manfaat
Agar pembaca dapat mengetahui kebutuhan pakan yang diperlukan ternak
puyuh sehingga kebutuhan nutrisinya tercukupi. Selain itu juga dapat
menambah wawasan tentang metode dan frekuensi pemberian pakan pada
puyuh.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebutuhan Nutrisi Ternak


Pakan yang diberikan kepada puyuh haruslah memenuhi kebutuhan nutrisi
burung puyuh untuk memenuhi hidup pokok dan produksi telur. Hal yang
sangat penting dalam pemeliharaan puyuh adalah pakan yang lengkap dan
cukup untuk memenuhi kebutuhan puyuh (Widyatmoko et al, 2013 dalam
Latif, dkk., 2017). Nutrisi yang dibutuhkan harus terdapat dalam pakan,
kekurangan salah satu nutrisi yang diperlukan akan memberikan dampak
buruk (Listiyowati dan Kinanti., 2005 dalam Hidayat., 2016).
Adapun kebutuhan nutrisi burung puyuh dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh.
Nutrisi Starter dan Grower Layer Bibit
Energi Metabolisme (kkal/kg) 2800,00 2600,00 2800,00
Protein (%) 27,00 20,00 24,00
Calsium (%) 0,65 3,75 2,30
Phosphor (%) 0,65 1,00 1,00
Sodium (%) 0,09 0,00 0,15
Magnesium (mg) 600,00 500,00 400,00
Sumber : NRC (1994) dalam Hidayat., (2016)
Protein merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk
peningkatan produktivitas terutama produksi telur dan daging (Ngatman,
dkk., 2018).
2.2. Bahan Pakan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pakan jadi
komersial puyuh starter-grower (0-5 minggu) dan layer (masa produksi),
yang diproduksi oleh PT Comfeed Indonesia, vitastress dan obat bila
diperlukan. Kandungan gizi pakan puyuh untuk periode starter dan grower
mengandung Protein Kasar (PK) : 25% dan Energi Metabolis (EM) : 2900
Kkal/kg, sedangkan pakan puyuh layer mengandung Protein Kasar : 20%
dan Energi Metabolis : 2600 Kkal/kg (Hertamawati dan Hariadi, 2011).
Bahan pakan yang meliputi bekatul, jagung giling, bungkil kedelai, bungkil
kelapa, tepung ikan, Poultry Meat Meal (PMM), Bahan pakan berupa
bekatul, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, PMM dibuat dalam
bentuk crumble agar tidak jauh berbeda dengan bentuk jagung yang
berbentuk butiran (Zahra dkk, 2012).
2.3. Ketersediaan Bahan Pakan
Berkembangnya industri peternakan terutama unggas menyebabkan
meningkatnya permintaan terhadap pakan ternak tersebut karena industri
pakan ternak memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) berhubungan
dengan output pakan yang digunakan sebagai makanan ternak dan

10
keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang berhubungan dengan
kebutuhan akan input pakan terutama jagung. Kebutuhan akan input pakan
ternak yang menuntut ketersediaan bahan baku pakan yang memadai baik
jumlah, kualitas, kuantitas, delivery serta kontinuitasnya yang tidak mampu
dipenuhi oleh pasokan dalam negeri, sehingga produsen besar masih banyak
mengandalkan bahan baku pakan impor (Septiani dan Alexandi, 2014).
Ketersediaan pakan merupakan masalah utama yang dihadapi oleh peternak
puyuh. Penyediaan pakan pabrik didominasi oleh pakan jadi dengan merek
dagang tertentu sehingga peternak sangat tergantung pada penyediaan pakan
oleh pabrik tersebut. Permasalahan selalu muncul ketika ketersediaan pakan
dari pabrik tidak diperoleh dan harus membeli dari luar kota dengan harga
tinggi. Demikian pula pemilihan bahan pakan yang tersedia di desa serta
ukuran pakan menentukan ketersediaan dan palatabilitas ternak (Wardah
dan Sopandi, 2015).
Ketersediaan bahan pakan berpengaruh pada dua segi yaitu segi biologis
dan segi ekonomis. Keberadaan bahan pakan yang tidak kontinyu untuk
memenuhi kebutuhan menyebabkan frekuensi perubahan formula pakan
yang lebih sering. Jika hal ini terjadi maka dari segi biologis, khususnya
bagi unggas sangat peka terhadap perubahan bahan pakan yang diberikan.
Dari segi ekonomis penyediaan bahan pakan yang tidak kontinyu mungkin
akan membawa konsekuensi berupa tingginya biaya produksi, yang pada
akhirnya menyebabkan tingginya bahan pakan jadi. Oleh karena itu, hal
tersebut perlu menjadi bahan pertimbanagan dalam menentukan lokasi
pabrik pakan ternak (Natsir dkk, 2018).
2.4. Kandungan Nutrisi Pakan
2.5. Formulasi Pakan
Umumnya pakan puyuh merupakan pakan konsentrat yang telah
diformulasikan sesuaikan dengan kebutuhannya dan siap untuk dikonsumsi.
Ransum tersebut terdiri dari dua macam bahan pakan atau lebih yang telah
disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak selama 24 jam. Sehingga dengan
penyediaan pakan yang telah diransum tidak dapat terketahui pakan
kesukaan puyuh dan kebutuhan puyuh yang sebenarnya (Zahra, dkk., 2012).
2.6. Teknik Pencampuran Pakan
2.7. Teknologi dan Pengolahan Pakan

2.8. Kebutuhan Pakan perhari


2.9. Metode Pemberian Pakan
Pemberian pakan dapat dilakukan secara terbatas dan tidak terbatas (ad
libitum). Dampak dari pemberian pakan secara tidak terbatas akan membuat
biaya pada periode pemeliharaan menjadi tinggi dan kegemukan.
Kegemukan akan berdampak pada rendahnya produksi telur (Hertamawati,
2006 dalam Suryadi, dkk., 2018). Program pembatasan pemberian pakan

11
melalui metode pemuasaan telah banyak diterapkan di industri ayam broiler
maupun ayam petelur namun belum banyak diterapkan pada usaha ternak
puyuh. Holt et, al (2000) dalam Susanti, dkk., (2015), pemuasaan selama 4
hari mampu memproduksi telur dan bobot badan yang sebanding dengan
program pemuasaan selama 10 hari. Utami dan Riyanto (2002), melaporkan
bahwa pemuasaan pada puyuh berpengaruh terhadap prsentase karkas dan
non karkas. Selanjutnya Gubali, Harimurti dan Yuwanto (2001), Maxwell,
(2010) dalam Susanti, dkk., (2015) menyatakan, bahwa selama lima hari
terjadi penurunan bobot badan, namun berakibat positif terhadap organ
reproduksi dan produksi telur.
Pemeliharaan dengan metode pemberian pakan secara free choice feeding
menurut Emmans (1978) dalam Zahra, dkk., (2012), dengan pemberian
pakan secara bebas pilih pada ayam petelur dapat memberikan kesempatan
yang lebih besar dalam menentukan nutrient yang diperlukan bagi
kebutuhan fisiologisnya.
2.10. Frekuensi Pemberian Pakan
Proporsi pemberian pakan pada suhu rendah dari pada proporsi pemberian
pakan pada temperatur tinggi akan maksimal untuk membentuk jaringan
dan akan menghindarkan dari cekaman panas (Fijana et al., 2012 dalam
Rani, dkk., 2017). Frekuensi pemberian pakan pada pembatasan pakan
terjadi menurun dibandingkan dengan pemberian pakan secara ad-libitum.
Hal ini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup pokok dan
produksi ayam, karena penurunan konsumsi protein (Iqbal et al., 2012
dalam Rani, dkk., 2017). Cekaman panas yang dialami ayam selama 6 jam
memberikan pengaruh negatif pada performan ayam (Toplu et al., 2014
dalam Rani, dkk., 2017).
2.11. Evaluasi Pemberian Pakan
a. Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Pertambahan bobot badan merupakan cerminan kualitas pakan yang
diberikan (Panjaitan, dkk., 2012). Nilai konversi pakan puyuh jantan dan
betina terbaik terjadi pada umur 1 minggu. Konversi pakan adalah
jumlah pakan yang dihabiskan untuk tiap satuan produksi (pertambahan
bobot badan) (Panjaitan, dkk., 2012).
b. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan puyuh dihitung dengan mengurangi antara pakan
pemberian dan pakan sisa (Maknun et al. 2015 dalam Latif, dkk., 2017).
Rumus Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) :

𝑅𝑎𝑛𝑠𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚) − 𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟𝑎𝑚)

12
Menurut Setiawan (2006), puyuh dalam mengkonsumsi ransum
dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas serta kandungan energi yang
berada di dalam pakan tersebut (Panjaitan, dkk., 2012).

c. Efisiensi Pakan
Dalam pemeliharaan, satu kandang berjumlah 40 ekor puyuh per meter
persegi sehingga sebaiknya menggunakan perbandingan 1 ekor jantan
dan 2-4 ekor betina. Perbandingan ini perlu diperhatikan untuk
memastikan semua betina telah dikawini oleh puyuh pejantan, juga
berpengaruh terhadap kepadatan kandang yang berdampak pada tingkat
konsumsi dan efisiensi pakan (Listiyowati dan Roospitasari, 2009 dalam
Achmanu, dkk., 2011).
Konversi pakan adalah kemampuan puyuh dalam mengkonversi pakan
menjadi telur (Maknun et al. 2015 dalam Achmanu, dkk., 2011).
Perhitungan konversi pakan dilakukan setiap seminggu.
Rumus Konversi pakan :
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟)
Angka konversi kecil menunjukkan penggunaan pakan yang efisien
sedangkan angka konversi besar menunjukkan penggunaan pakan yang
tidak efisien (Panjaitan, dkk., 2012).
d. FCR
Konversi pakan adalah kemampuan puyuh dalam mengkonversi pakan
menjadi telur (Latif dkk., 2017). Samudra dkk., (2016) juga mengatakan
bahwa Feed Conversion Ratio atau konversi pakan merupakan ratio
jumlah pakan yang dikonsumsi (feed intake) dengan produksi telur yang
dihasilkan dalam satuan yang sama. perhitungan konversi pakan
digunakan untuk mengevaluasi kualitas serta kuantitas dari pakan yang
diberikan dan dikonversikan dengan produksi dalam 1 kg telur yang
nantinya akan di analisa lebih lanjut dari segi biaya produksi.
e. IOFC
IOFC adalah pendapatan yang diperoleh dari selisih penjualan telur
dan biaya pakan (Latif, dkk., 2017). Semakin tinggi nilai IOFC akan
semakin baik pula pemeliharaan yang dilakuan, karena tingginya IOFC
berarti penerimaan yang didapat dari hasil penjualan juga semakin
tinggi. Nilai IOFC dipengaruhi jumlah produksi telur, harga jual telur
dan biaya pakan (Siahaan, dkk., 2013).
f. HDP dan Eggmass
 HDP
Produksi telur harian atau Hen day production (HDP) merupakan
salah satu ukuran produktivitas puyuh petelur yang diperoleh
dengan membagi jumlah telur dengan jumlah puyuh saat itu.
HDP dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

13
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 𝐻𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 (𝐵𝑢𝑡𝑖𝑟)
HDP = 𝑋 100% (Setiawati,
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑦𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
dkk., 2016).

 Egg Mass
Egg mass (massa telur) merupakan hasil pembagi antara
bobot telur dengan jumlah ayam yang menunjukan tingkat
efesiensi dari produksi untuk tiap hari. Semakin tinggi produksi
telur maka semakin tinggi pula nilai egg mass nya, disebabkan
oleh total produksi telur semakin meningkat pada awal siklus
pertama berproduksi. Penggunaan massa telur (egg mass)
dibandingkan jumlah telur merupakan cara menyatakan
perbandingan kemampuan produksi antar kelompok atau galur
unggas oleh akibat pemberian makanan dan program pengelolaan
yang lebih baik (Siahaan, dkk., 2013). Massa telur dihitung dari
produksi telur harian dikalikan bobot telur dibagi jumlah populasi.
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝐵𝑢𝑡𝑖𝑟)𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Massa Telur = (Maknun,
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑦𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑒𝑘𝑜𝑟)
dkk., 2012)

Produksi massa telur dipengaruhi oleh produksi telur dan


bobot telur. Bobot telur dipengaruhi oleh jenis atau tipe puyuh.
Temperatur lingkungan dan konsumsi ransum juga dapat
mempengaruhi bobot telur. Peningkatan temperatur lingkungan
dapat menurunkan ukuran telur dan kualitas kerabang telur . Telur
puyuh memiliki bobot telur sekitar 10 gram (sekitar 8% dari bobot
badan induk). Bobot telur semakin meningkat seiring pertambahan
umur puyuh (Kusbiyantari dkk., 2017). Setiawati, dkk., (2016)
menyatakan bahwa nilai egg mass tergantung dari persentase
produksi telur hariand an berat telur. Apabila egg mass meningkat
maka produksi telur meningkat, sebaliknya egg mass turun
produksi telur menurun .

14
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi


3.2. Gambaran Umum
a. Lokasi
b. Nama Pemilik
c. Komoditas Ternak
d. Perkandangan
e. Asal Mula Usaha
Pak Samsul memulai usahanya mulai dari starter hingga afkir pada
tahun 2014 dengan populasi 1000 ekor puyuh. Kemudian Pak Samsul
mengembangkan usaha ternak puyuhnya menjadi 2000 ekor. Peternak
memilih usaha puyuh dikarenakan modalnya kecil, produksinya cepat
dan tidak membutuhkan tempat yang luas.
f. Lama Usaha
Usaha ternak puyuh milik Pak samsul sudah berjalan 5 tahun yaitu
dimulai pada tahun 2014 hingga kini.
3.3. Metode Kegiatan
Metode yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi untuk memperoleh data-data yang akurat.
a. Observasi, merupakan suatu metode untuk meneliti masalah guna
memperoleh fakta-fakta yang diperlukan untuk data pengamatan.
b. Wawancara, upaya yang dilakukan untuk mendapatkan informasi,
keterangan atau pendapat yang diperlukan untuk data pengamatan
melalui proses tanya jawab secara langsung dengan narasumber.
c. Dokumentasi, merupakan tektik pengumpulan data atau dokumen
dalam bentuk gambar, video dan lainnya.
3.4. Variabel Pengamatan
Variabel Pengamatan yang diamati dalam kegiatan praktikum ini adalah
manajemen pemberian pakan burung puyuh meliputi :
a. Kebutuhan Nutrisi Ternak
b. Bahan Pakan yang Digunakan
c. Ketersediaan Bahan Pakan
d. Kandungan Nutrisi
e. Formulasi Pakan
f. Teknik Pencampuran Pakan
g. Teknologi dan Pengolahan Pakan
h. Kebutuhan Pakan perhari
i. Metode Pemberian Pakan
j. Frekuensi Pemberian Pakan
k. Evaluasi Pemberian Pakan

15
3.5. Batasan Istilah
a. Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan
digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi.
b. Efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertamabahan bobot badan
yang diahsilkan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi.
c. Food Convertion Ratio atau disingkat FCR adalah perbandingan antara
berat pakan yang sudah diberikan dalam siklus periode dengan berat
total (biomass) yang dihasilkan saat dilakukan sampling.
d. Income over feed cost adalah selisih dari total penerimaan dengan total
biaya ransum digunakan selama pembesaran ternak.
e. Hen day production (HDP) merupakan presentase produksi telur harian.
f. Hen Housed Production (HHP) merupakan presentase produksi telur
jumlah puyuh yang dikandangkan.
g. Egg mash adalah hubungan antara berat telur dengan produksi telur
harian (HDP).

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kebutuhan Nutrisi Ternak


Burung puyuh merupakan salah satu komoditas unggas dwiguna yang dapat
menghasilkan telur dan daging. Oleh sebab itu, untuk menjaga kualitas dan
kuantitas produksi diperlukan pakan yang dapat memenuhi kebutuhan
burung puyuh. Selain itu defisiensi nutrisi harus dihindari dalam
pemeliharaan burung puyuh agar tidak mengganggu produksi. Sesuai
dengan Latif, dkk., (2017) yang menyatakan bahwa pakan yang diberikan
kepada puyuh haruslah memenuhi kebutuhan nutrisi burung puyuh untuk
memenuhi hidup pokok dan produksi telur. Hal yang sangat penting dalam
pemeliharaan puyuh adalah pakan yang lengkap dan cukup untuk memenuhi
kebutuhan puyuh (Widyatmoko et al, 2013 dalam Latif, dkk., 2017).
Pertnyataan di atas juga didukung oleh pernyataan Hidayat., (2016) bahwa
Nutrisi yang dibutuhkan harus terdapat dalam pakan, kekurangan salah satu
nutrisi yang diperlukan akan memberikan dampak buruk (Listiyowati dan
Kinanti., 2005 dalam Hidayat., 2016).
Pemilihan pakan yang tepat dapat mempengaruhi keberhasilan dalam
pemeliharaan burung puyuh. Pakan umumnya dibedakan menjadi beberapa
jenis berdasarkan kebutuhan nutrisi setiap fase. Protein merupakan salah
satu nutrisi yang cruscial dalam pemilihan pakan. Sesuai dengan Ngatman,
dkk., (2018) yang menyatakan bahwa protein merupakan salah satu nutrisi
yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan produktivitas terutama produksi
telur dan daging.
Berdasarkan fase pemeliharaan burung puyuh dapat dikelompokkan
kebutuhan nutrisi burung puyuh sehingga pemberian pakan dapat diberikan
sesuai dengan proporsi yang akan berdampak positif pada produktivitas
burung puyuh. kebutuhan nutrisi burung puyuh sesuai fase dapat dilihat
pada tabel NRC yang menjadi salah satu acuan formulasi pakan yang valid.
Pada tabel tersebut terdapat beberapa nutrisi yang menjadi acuan utama
dalam formulasi dan pemilihan pakan burung puyuh, antara lain energi
metabolisme, dan protein. Kebutuhan EM burung puyuh fase layer memiliki
angka yang lebih rendah dibandingkan fase starter dan grower. Sesuai
dengan tabel NRC (1994) dalam Hidayat., (2016), kebutuhan EM fase layer
yaitu 2600,00 kkal/kg sedangkan fase starter dan grower kebutuhan EM
sebesar 2800,00 kkal/kg.
4.2. Bahan Pakan yang Digunakan
Bahan pakan yang digunakan oleh Pak Samsul yaitu pakan jadi yang di
produksi oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia (JCI). Pak Samsul
menggunakan pakan jadi mulai dari puyuh starter hingga puyuh diafkir. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Hertamawati dan Hariadi (2011) bahan-bahan

17
yang digunakan dalam penelitian meliputi pakan jadi komersial puyuh
starter-grower (0-5 minggu) dan layer (masa produksi), yang diproduksi
oleh PT Comfeed Indonesia, vitastress dan obat bila diperlukan. Kandungan
gizi pakan puyuh untuk periode starter dan grower mengandung Protein
Kasar (PK) : 25% dan Energi Metabolis (EM) : 2900 Kkal/kg, sedangkan
pakan puyuh layer mengandung Protein Kasar : 20% dan Energi Metabolis :
2600 Kkal/kg.
Bahan baku yang digunakan oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia (JCI) yaitu
jagung kuning, SBM, MBM, CGM, wheat bran, palm olein, asam amino
esensial, mineral esensial, premix dan vitamin. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Zahra dkk. (2012) bahan pakan yang meliputi bekatul, jagung
giling, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, Poultry Meat Meal
(PMM), Bahan pakan berupa bekatul, bungkil kedelai, bungkil kelapa,
tepung ikan, PMM dibuat dalam bentuk crumble agar tidak jauh berbeda
dengan bentuk jagung yang berbentuk butiran.
4.3. Ketersediaan Bahan Pakan
Ketersediaan bahan pakan sering menjadi kendala karena mahalnya harga
pakan akibat sebagian bahan pakan tersebut masih didatangkan dari luar
negeri seperti tepung ikan, jagung dan bungkil kedelai, sehingga
meningkatkan biaya produksi. Peternak harus menyediakan pakan yang
banyak dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga kebutuhan pakan
tetap tersedia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Septiani dan Alexandi
(2014) berkembangnya industri peternakan terutama unggas menyebabkan
meningkatnya permintaan terhadap pakan ternak tersebut karena, industri
pakan ternak memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) berhubungan
dengan output pakan yang digunakan sebagai makanan ternak dan
keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang berhubungan dengan
kebutuhan akan input pakan terutama jagung. Kebutuhan akan input pakan
ternak yang menuntut ketersediaan bahan baku pakan yang memadai baik
jumlah, kualitas, kuantitas, delivery serta kontinuitasnya yang tidak mampu
dipenuhi oleh pasokan dalam negeri, sehingga produsen besar masih banyak
mengandalkan bahan baku pakan impor.
Kesulitan dalam menyediakan pakan secara berkesinambungan, baik jumlah
maupun kualitasnya, dapat menurunkan produktivitas ternak. Pak Samsul
menggunakan pakan jadi untuk ternak puyuhnya dari awal usaha sampai
saat ini, sehingga Pak Samsul sangat tergantung pada penyedian pakan dari
pabrik tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wardah dan Sopandi
(2015) Ketersediaan pakan merupakan masalah utama yang dihadapi oleh
peternak puyuh. Penyediaan pakan pabrik didominasi oleh pakan jadi
dengan merek dagang tertentu sehingga peternak sangat tergantung pada
penyediaan pakan oleh pabrik tersebut. Permasalahan selalu muncul ketika
ketersediaan pakan dari pabrik tidak diperoleh dan harus membeli dari luar

18
kota dengan harga tinggi. Demikian pula pemilihan bahan pakan yang
tersedia di desa serta ukuran pakan menentukan ketersediaan dan
palatabilitas ternak.
Ketersediaan bahan pakan harus tercukupi untuk menunjang performa dari
bobot badan burung puyuh, sehingga peternak harus menyediakan pakan
dalam waktu lama dan jumlah yang banyak. Pak Samsul menggunakan
pakan jadi untuk ternak puyuhnya. Pakan jadi tersebut diproduksi oleh JCI
yang mana pabrik tersebut harus menyediakan pakan untuk memenuhi
kebutuhan dari konsumen-konsumennya. Harga bahan pakan merupakan
pertimbangan utama bagi peternak. Semakin murah harga suatu bahan
pakan, maka akan semakin menarik bagi peternak. Harga bahan pakan
unggas bervariasi bergantung pada beberapa hal, antara lain jenis bahan
pakan, kebijakan pemerintah dalam bidang pakan ternak, impor bahan
pakan, kondisi panen dan tingkat ketersediaan bahan pakan tersebut pada
suatu daerah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Natsir dkk, (2018)
ketersediaan bahan pakan berpengaruh pada dua segi yaitu segi biologis dan
segi ekonomis. Keberadaan bahan pakan yang tidak kontinyu untuk
memenuhi kebutuhan menyebabkan frekuensi perubahan formula pakan
yang lebih sering. Jika hal ini terjadi maka dari segi biologis, khususnya
bagi unggas sangat peka terhadap perubahan bahan pakan yang diberikan.
Dari segi ekonomis penyediaan bahan pakan yang tidak kontinyu mungkin
akan membawa konsekuensi berupa tingginya biaya produksi, yang pada
akhirnya menyebabkan tingginya bahan pakan jadi. Oleh karena itu, hal
tersebut perlu menjadi bahan pertimbanagan dalam menentukan lokasi
pabrik pakan ternak.
4.4. Kandungan Nutrisi Pakan
4.5. Formulasi Pakan
4.6. Teknik Pencampuran Pakan
4.7. Teknologi dan Pengolahan Pakan
4.8. Kebutuhan Pakan perhari
4.9. Metode Pemberian Pakan
4.10. Frekuensi Pemberian Pakan
4.11. Evaluasi Pemberian Pakan
a. Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Keberhasilan pemeliharaan burung puyuh dapat dilihat dari
pertambahan bobot badan burung puyuh. Adanya peningkatan bobot
badan mengindikasikan bahwa pakan yang diberikan memiliki kualitas
yang baik sehingga dapat mengoptimalkan produktivitas burung puyuh.
Selain itu, keberhasilan pemeliharaan burung puyuh dapat dilihat juga
dari tingkat uniformity dari bobot badan burung puyuh untuk melakukan
evaluasi bahwa manajemen pemberian pakan sudah baik dalam
pemeliharaan burung puyuh. Sesuai dengn Panjaitan, dkk., (2012) yang

19
menyatakan bahwa Pertambahan bobot badan merupakan cerminan
kualitas pakan yang diberikan.
Evaluasi efisiensi pakan juga dapat diindikasikan dari konversi pakan
tiap burung puyuh terhadap nilai satuan produksi sebagai contoh
pertambahan bobot badan. Dari data tersebut maka dapat dismipulkan
seberapa efisien pakan yang telah diberikan kepada burung puyuh
sehingga dapat mengoptimalkan produktivitas burung puyuh. Sesuai
dengan Panjaitan, dkk., (2012) yang menyatakan bahwa Nilai konversi
pakan puyuh jantan dan betina terbaik terjadi pada umur 1 minggu.
Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dihabiskan untuk tiap satuan
produksi (pertambahan bobot badan).
b. Konsumsi Pakan
Evaluasi terhadap pemeliharaan burung puyuh dapat dilihat berdasarkan
konsumsi pakannya. Untuk mengetahui berapa banyak pakan yang
dikonsumsi oleh burung puyuh, peternak harus menimbang berapa
banyak pakan yang diberikan untuk burung puyuh dan pakan yang sisa,
sehingga dapat diketahui hasil akhir pakan yang dikonsumsi. Sesuai
dengan Latif, dkk., (2017) yang menyatakan bahwa Konsumsi pakan
puyuh dihitung dengan mengurangi antara pakan pemberian dan pakan
sisa.
Rumus Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) :

𝑅𝑎𝑛𝑠𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚) − 𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟𝑎𝑚)

Terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan


burung puyuh. Konsumsi pakan burung puyuh dapat dikategorikan
tinggi atau pun rendah berdasarkan hasil akhir dari selisih pakan yang
diberikan dengan sisa pakan. Faktor yang mempengaruhi antara lain,
palatabilas rendah, dan kesehatan burung puyuh terganggu serta sudah
tercukupinya kebutuhan EM burung puyuh. Sesuai dengan Panjaitan,
dkk., (2012) yang menyatakan bahwa Menurut Setiawan (2006), puyuh
dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas
serta kandungan energi yang berada di dalam pakan tersebut.
c. Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan dipengaruhi berbagai macam faktor, salah satunya
kepadatan kandang. Berdasarkan data yang didapatkan dari narasumber,
Pak Samsul, kandang burung puyuh miliknya diisi 50 ekor burung
puyuh per kotak yang berukuran 1 x 1,5 m. Jumlah tersebut dinilai
cukup padat sehingga menurunkan daya konsumsi pakan burung puyuh
yang mengakibatkan manajemen pemberian pakan kurang efisien.
Sesuai dengan Achmanu, dkk., (2011) yang menyatakan bahwa dalam
pemeliharaan, satu kandang berjumlah 40 ekor puyuh per meter persegi

20
sehingga sebaiknya menggunakan perbandingan 1 ekor jantan dan 2-4
ekor betina. Perbandingan ini perlu diperhatikan untuk memastikan
semua betina telah dikawini oleh puyuh pejantan, juga berpengaruh
terhadap kepadatan kandang yang berdampak pada tingkat konsumsi
dan efisiensi pakan.
Evaluasi efisiensi pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
konversi pakan. Penggunaan konversi pakan sebagai dasar perhitungan
karena dari hasil konversikan dapat diketahui nilai atau kemampuan
burung puyuh dalam mengkonversikan pakan menjadi produk, sebagai
contohnya adalah telur. Sesuai dengan Achmanu, dkk., (2011) yang
menyatakan bahwa Konversi pakan adalah kemampuan puyuh dalam
mengkonversi pakan menjadi telur (Maknun et al. 2015 dalam
Achmanu, dkk., 2011). Perhitungan konversi pakan dilakukan setiap
seminggu.
Rumus Konversi pakan :
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟)
Perhitungan yang dilakukan mendapatkan nilai akhir yang dapat
disimpulkan. Besar atau kecilnya nilai konversi pakan dapat
membuktikan seberapa tinggi tingkat efisiensi pakan yang diberikan
oleh peternak kepada burung puyuh. semakin tinggi nilai konversi pakan
maka semakin tidak efisien pakan tersebut untuk burung puyuh. Faktor-
faktor yang memungkinkan tingginya konversi pakan dapat diperhatikan
dan diperbaiki sehingga keberhasilan pemeliharaan dapat dicapai. Sesuai
dengan Panjaitan, dkk., (2012) menyatakan bahwa angka konversi kecil
menunjukkan penggunaan pakan yang efisien sedangkan angka konversi
besar menunjukkan penggunaan pakan yang tidak efisien.
d. FCR
Latif, dkk., ( 2017) menyatakan bahwa Konversi pakan adalah
kemampuan puyuh dalam mengkonversi pakan menjadi telur .
Samudra dkk., (2016) juga mengatakan bahwa Feed Conversion Ratio
atau konversi pakan merupakan ratio jumlah pakan yang dikonsumsi
(feed intake) dengan produksi telur yang dihasilkan dalam satuan yang
sama.Nilai konversi pakan menggambarkan efisiensi pakan yang baik
pada puyuh dalam mencerna pakan yang diberikan untuk menghasilkan
produksi telur. Rumus untuk menghitung konversi pakan yaitu :

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟)


FCR = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟)

Cara I
Jumlah populasi puyuh : 2.000 ekor

21
Konsumsi Pakan = 25 gram/ekor/hari , diperoleh dari 1 hari konsumsi
pakan puyuh 50 kg untuk 2000 ekor, sehingga 50 : 2.000= 0,025 kg =
25 gram/ekor/hari
Total konsumsi pakan = 25 gram x 2.000 ekor = 50.000 gram/ hari = 50
kg/hari
Total Produksi Telur = 18 kg/ hari
Berat telur puyuh per biji 10 gram
1 kg telur puyuh berisi 94 butir

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 (𝑘𝑔)


FCR = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
50 𝑘𝑔
= = 2,5
20 𝑘𝑔
Cara II
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 20.000 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Massa telur = 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑢𝑦𝑢ℎ (𝑒𝑘𝑜𝑟) = 2.000 (𝑒𝑘𝑜𝑟) = 10 gram/ekor

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟) 25 𝑔𝑟𝑎𝑚


FCR = = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟 = 2,5
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑒𝑘𝑜𝑟)

Konversi pakan pada peternakan puyuh pak Samsul sebesar 2,5


yang artinya burung puyuh membutuhkan 2,5 kg pakan untuk
menghasilkan 1 kg telur. Semakin tinggi angka konversi pakan
menunjukkan pakan kurang efisien, sebaliknya jika semakin kecil
angka konversi pakan berarti penggunaan pakan semakin efisien. Hal
ini sesuai dengan pendapat Samudra dkk., (2016) yang menyatakan
bahwa perhitungan konversi pakan digunakan untuk mengevaluasi
kualitas serta kuantitas dari pakan yang diberikan dan dikonversikan
dengan produksi dalam 1 kg telur yang nantinya akan di analisa lebih
lanjut dari segi biaya produksi.

e. IOFC
Latif, dkk., ( 2017) menyatakan bahwa IOFC adalah pendapatan
yang diperoleh dari selisih penjualan telur dan biaya pakan, sehingga
salah satu cara untuk menilai apakah suatu bahan makanan cukup
ekonomis dan menguntungkan atau sebaliknya adalah dengan
menghitung pendapatan kotor (IOFC). Rumus untuk menghitung IOFC
yaitu :

IOFC= Penjualan telur – biaya pakan

Total Produksi Telur = 18 kg/ hari


Harga Telur = Rp. 24.000/kg
Total Penjualan Telur = 18 kg X Rp. 24.000
= Rp. 432.000/ hari
Total Pakan = 50 kg/hari
Harga Pakan = Rp. 302.500/hari
IOFC = (Total Penjualan telur) – (Total biaya pakan)
= Rp. 432.000 - Rp. 302.500
= Rp. 129.500

22
Nilai IOFC pada peternakan pak Samsul sebesar Rp. 129.500.
Nilai IOFC tersebut didapatkan dari jumlah pendapatan dari penjualan
telur dikurangi dengan biaya pakan. Semakin tinggi nilai IOFC
menunjukan semakin tinggi pendapatan yang di dapatkan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Siahaan, dkk., (2013) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi nilai IOFC akan semakin baik pula pemeliharaan yang
dilakuan, karena tingginya IOFC berarti penerimaan yang didapat dari
hasil penjualan juga semakin tinggi. Nilai IOFC dipengaruhi jumlah
produksi telur, harga jual telur dan biaya pakan

f. HDP dan Eggmass


 HDP

Produksi telur harian atau Hen day production (HDP)


merupakan salah satu ukuran produktivitas puyuh petelur yang
diperoleh dengan membagi jumlah telur dengan jumlah puyuh
saat itu (Setiawati, dkk., 2016). HDP dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 𝐻𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 (𝐵𝑢𝑡𝑖𝑟)
HDP = 𝑋 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑦𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟

Perhitungan :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 𝐻𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 (𝐵𝑢𝑡𝑖𝑟)
HDP = 𝑋 100% =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑦𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
1.692
𝑥 100% = 84,6 %
2.000

Hen day production pada peternakan Pak Samsul sebesar


84,6 %. Nilai tersebut di peroleh dari jumlah produksi telur harian
dibagi dengan jumlah puyuh petelur yang kemudian dikalikan 100%.
Pada dasarnya HDP yang tinggi umumnya diiringi dengan
pemberian pakan yang mencukupi kebutuhan hidup pokok dan
produksi.
 Egg Mass
Egg mass (massa telur) merupakan hasil pembagi antara
bobot telur dengan jumlah ayam yang menunjukan tingkat
efesiensi dari produksi untuk tiap hari (Siahaan, dkk., 2013). Massa
telur dihitung dari produksi telur harian dikalikan bobot telur dibagi
jumlah populasi.
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝐵𝑢𝑡𝑖𝑟)𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Massa Telur = (Maknun,
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑦𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑒𝑘𝑜𝑟)
dkk., 2012)

Perhitungan :
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝐵𝑢𝑡𝑖𝑟)𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Massa Telur = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑦𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 (𝑒𝑘𝑜𝑟)
1692 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑥 20.000 𝑔𝑟𝑎𝑚
= = 16.920 gram
2.000 𝑒𝑘𝑜𝑟
= 16,92 kg/2000 ekor
= 8,46 gram/ekor

23
Atau cara II
Egg mass = Berat Telur x HDP
= 10 gram X 0,846 = 8,46 gram/ekor

Berdasarkan perhitungan, Egg mass yang diperoleh pada


peternakan Pak Samsul yaitu sebesar 8,46 gram/ekor. Nilai 8,46
didapatkan dari perkalian antara berat telur dengan HDP. Semakin
tinggi produksi telur maka semakin tinggi pula nilai egg mass
nya,dan sebaliknya semakin rendah produksi telur maka semakin
rendah pula nilai egg massnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Siahaan, dkk., (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
produksi telur maka semakin tinggi pula nilai egg mass nya,
disebabkan oleh total produksi telur semakin meningkat pada awal
siklus pertama berproduksi. Penggunaan massa telur (egg mass)
dibandingkan jumlah telur merupakan cara menyatakan
perbandingan kemampuan produksi antar kelompok atau galur
unggas oleh akibat pemberian makanan dan program pengelolaan
yang lebih baik. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Setiawati
dkk., (2016) yang menyatakan bahwa nilai egg mass tergantung dari
persentase produksi telur harian dan berat telur. Apabila egg mass
meningkat maka produksi telur meningkat, sebaliknya egg mass
turun produksi telur menurun. Produksi massa telur dipengaruhi oleh
produksi telur dan bobot telur. Bobot telur dipengaruhi oleh jenis
atau tipe puyuh. Temperatur lingkungan dan konsumsi ransum juga
dapat mempengaruhi bobot telur. Peningkatan temperatur
lingkungan dapat menurunkan ukuran telur dan kualitas kerabang
telur . Telur puyuh memiliki bobot telur sekitar 10 gram (sekitar 8%
dari bobot badan induk). Bobot telur semakin meningkat seiring
pertambahan umur puyuh (Kusbiyantari dkk., 2017) .

24
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. 2016. Eritrosit, Hemoglobin dan Hematokrit Burung Puyuh (Coturnix


coturnix japonica) Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Mengkudu
(Morinda citrifolia L.) dalam Ransum Komersil. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Purworejo.
Ngatman, T., Hanung, D. A. dan Rinawidiastuti. 2018. Produktivitas Burung
Puyuh Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Kenikir dalam Pakan
Komersial. Prosiding of the URECOL : 348-354.
Latif, S., Edjeng, S. dan Dwi, S. 2017. Performans Produksi Puyuh yang Diberi
Ransum Tepung Limbah Udang Fermentasi. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan. Vol. 27(3) : 44-53.
Rani, N., E. Suprijatna dan S. Kismiati. 2017. Pengaruh Frekuensi dan Periode
Pemberian Pakan Terhadap Efisiensi Penggunaan Protein Puyuh Betina
(Coturnix coturnix japonica). Jurnal Peternakan Indonesia. Vol. 19(1) :
1-9.
Zahra, A. A., D. Sunarti dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh Pemberian Pakan
Bebas Pilih (Free Choice Feeding) Terhadap Performans Produksi Telur
Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica). Animal Agricultural
Journal. Vol. 1(1) : 1-11.
Achamanu., Muharlien dan Salaby. 2011. Pengaruh Lantai Kandang (Renggang
dan Rapat) dan Imbangan Jantan-Betina Terhadap Konsumsi Pakan,
Bobot Telur, Konversi Pakan dan Tebal Kerabang pada Burung Puyuh.
Journal of Tropical Animal Production. Vol. 12(2) : 1-14.
Panjaitan, I., Anjar, S. dan Yadi, P. 2012. Suplementasi Tepung Jangkrik Sebagai
Sumber Protein Pengaruhnya Terhadap Kinerja Burung Puyuh
(Coturnix coturnix japonica). Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol.
15(1) : 8-14.
Natsir, M. H., E. Widodo Dan O. Sjofjan. 2018. Industri Pakan Ternak. Malang :
Ub Press.
Septiani, M Dan M. F. Alexandi. 2014. Struktur Perilaku Kinerja Dalam
Persaingan Industri Pakan Ternak Di Indonesia Periode Tahun 1986–
2010. Jurnal Manajemen & Agribisnis. 11(2) : 77-88.
Zahra, A.A., D. Sunarti Dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh Pemberian Pakan
Bebas Pilih (Free Choice Feeding) Terhadap Performans Produksi Telur
Burung Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica). Animal Agricultural
Journal. 1(1) : 1 – 11.
Hertamawati, R. T Dan M. Hariadi. 2011. Pembatasan Pakan Menunda Masak
Kelamin, Menuru Nkan Biometri Organ Reproduksi Dan Deposisi Lemak
Pada Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica ). Media Kedokteran Hewan.
24(1) : 55-58.

25
Wardah Dan T. Sopandi. 2015. Formulasi Dan Pembuatan Pakan Puyuh Menuju
Kemandirian Peternak Di Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon
Kabupaten Blitar. Jurnal Pengabdian Lppm Untag Surabaya. 1(2) : 119-
126.
Djoko, R dan E. Fitasari. 2017. Studi Teknologi Pakan Pada Usaha Ternak Puyuh
Petelur. Jurnal Akses Pengabdian Indonesia. Vol 1 (2) : 85-89.
Diwayani, R.M., D. Sunarti dan W. Sarengat. 2012. Pengaruh Pemberian Pakan
Bebas Pilih (Free Choice Feeding) Terhadap Performans Awal
Peneluran Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica). Animal
Agricultural Journal. Vol. 1 (1) : 23 – 32.

26
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Fieldtrip

27
Lampiran 2. Data Pengamatan

28

Anda mungkin juga menyukai