Anda di halaman 1dari 27

MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM PETELUR DI

PETERNAKAN BAPAK JUNAIDI DESA TELKUNG,


KECAMATAN JUNREJO RT.04, RW 07

Praktikum Manajemen Produksi Ternak Non Ruminansia

Oleh :
Kelompoh H5
Dian Efrida Riyanitami 175050101111144
Helfrita Situmorang 175050101111155
Anisa Aulia Rohmah 175050101111159
Enrico Billy Fermi Yudo S. 175050107111003
Madani Prasetya 175050107111014

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah dari praktikum manajemen produksi
ternak non ruminansia 2019 sesuai dengan waktu yang diberikan.
Dalam penyusunan makalah sesuai dengan materi-materi yang ada dan keadaan
social. Makalah ini disusun atas bantuan beberapa pihak dalam mencari sumber-sumber
peternak yang kami kunjungi. Oleh karenanya kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Junaidi selaku peternak yang kami kunjungi di Desa Telkung kec. Junrejo, RT
04, rw 07.
2. Dosen pengampu dan tim asisten manajemen produksi ternak non ruminasia 2019.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan penulis mohon saran dan kritik yang membangun.

Malang, 27 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ....................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
2.1 Pakan ........................................................................................................................... 3
2.2 Perkandangan............................................................................................................... 4
2.3 Pencegahan Penyakit ................................................................................................... 5
2.4 Produksi dan Pemasaran .............................................................................................. 6
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................................... 8
3.1 Identitas Peternak ........................................................................................................ 8
3.2 Profil Peternak ............................................................................................................. 8
3.3 Pakan Ternak ............................................................................................................... 9
3.4 Sistem Perkandangan................................................................................................... 12
3.5 Pencegahan Penyakit ................................................................................................... 14
3.6 Hasil Produksi.............................................................................................................. 15
3.7 Pemasaran .................................................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 18
4.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 18
4.2 Saran ............................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 21

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Ayam petelur milik Bapak Junaedi ..................................................................................... 9

2. Model Perkandangan ayam petelur ..................................................................................... 13


3. Sistem batteray ayam petelur ............................................................................................... 13

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Data formulasi pakan ayam petelur ..................................................................................... 9

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Foto kunjungan dengan peternak......................................................................................... 21

2. Foto bersama di kandang ..................................................................................................... 21

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan protein hewani di Indonesia saat ini sangat tinggi, seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk serta kesadaran masyarakat bahwa protein hewani
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan gizi. Protein hewani menjadi sangat penting karena
mengandung asam-asam amino yang mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan
manusia sehingga akan lebih mudah dicerna dan lebih efisien pemanfaatannya. Ayam petelur
merupakan salah satu komoditi ternak penyumbang protein hewani yang mampu
menghasilkan produk yang bergizi tinggi. Tingkat nilai gizi dari hasil produksi ayam petelur
mengacu pada kualitas telur baik
Kunci kesuksesan dalam usaha peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh tiga faktor
utama yaitu penyediaan bibit unggul, pemenuhan kebutuhan pakan dan manajemen
pemeliharaan yang baik. Ketiga faktor produksi tersebut merupakan satu kesatuan sistem,
apabila salah satu faktor terabaikan atau kurang mendapat perhatian maka penanganan
terhadap faktor yang lain tidak dapat memberikan hasil yang maksimal.
Ayam petelur yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia dalam memproduksi telur
masih kalah dengan ayam petelur yang didatangkan dari luar negeri. Ayam dalam negeri atau
sering kita kenal dengan sebutan ayam kampung atau ayam buras, kemampuan bertelur
berkisar 46 butir per tahun, sedangkan ayam petelur kemampuan bertelurnya mencapai 180
butir per tahun. Seiring dengan permintaan pasar yang ada di dalam negeri akan kebutuhan
telur dan perkembangan teknologi persilangan sehingga ayam petelur dalam negeri sudah
dapat menyamai ayam petelur dari luar negeri yang berkemampuan produksi telur jauh lebih
tinggi dari ayam buras.
Pakan merupakan sumber utama energi bagi ternak yang berupa energi bruto, di
mana dalam tubuh ternak sebagian dari energi bruto terbuang dalam feces, urine dan sebagian
lagi merupakan energi metabolis. Manajemen pemeliharaan juga sangat penting dalam
memelihara ayam petelur, dari manajemen kandang, sanitasi, pencegahan penyakit,
pengobatan, dll. Pakan memegang peranan 60%, Bibit memegang peranan 25 % sedangkan
untuk manajemen pemeliharaan memegang peranan 15%. Jadi, jika salah satu bermasalah,
maka produksi telur juga akan bermasalah. Untuk mengetahui manajemen pemeliharaan
lebih lanjut, penulis akan menjelaskan hasil wawancara kepada seorang peternak bernama
bapak Junaidi yang memiliki ± 8000 ekor yang lokasinya berada di Desa Telkung Kec.
Junrejo, kota Batu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana manajemen pemberian pakan yang baik menurut bapak Junaidi?
2. Bagaimana manajemen perkandangan yang baik menurut bapak Junaidi?
3. Bagaimana manajemen pencegahan penyakit menurut bapak Junaidi?
4. Kemana hasil produksi dan pemasaran produk bapak Junaidi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui manajemen pemberian pakan oleh bapak Junaidi
2. Untuk mengetahui manajemen perkandangan oleh bapak Junaidi
3. Untuk mengetahui manajemen pencegahan penyakit oleh bapak Junaidi
4. Untuk mengetahui arah hasil produksi dan pemasaran produk oleh bapak Junaidi

1
1.4 Manfaat
Diharapkan pembaca laporan praktikum ini dapat mengetahui secara umum manajemen
pada ayam petelur milik bapak Junaidi dan dapat mengimplementasikan pada usaha
peternakannya dan juga dapat menambah wawasan pembaca.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pakan
Kebutuhan pakan untuk ayam petelur, kebutuhan pakan dihitung dari jumlah pakan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg telur. Untuk ayam petelur dibutuhkan 2,5 kg pakan
untuk 1 kg telur. Rataan kebutuhan pakan ayam ras petelur selama 5 bulan sebelum berproduksi
adalah 6,5 kg per ekor dan kebutuhan pakan untuk periode ini dapat dihitung. Wilayah dominan
kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras petelur (layer) terdapat di 10 propinsi. Kebutuhan
jagung untuk pakan ayam ras petelur dapat dipenuhi, terutama pada delapan provinsi yang
merupakan sentra produksi jagung nasional. Untuk Kalimantan Barat, jagung dapat
didatangkan dari dua provinsi terdekat, yaitu Jawa Barat atau Lampung. Dari perusahaan pakan
yang saat ini beroperasi di Indonesia, PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI) adalah
perusahaan utama dalam industri ini dengan market share sebanyak 31,2% dari total industri
pakan Indonesia dengan fokus bisnis pada pakan ayam dan ikan (Swastika, D. K.S., A. Agustian
dan T. Sudaryanto. 2011).
Ayam petelur yang memperoleh nutrisi cukup akan menghasilkan produktivitas tinggi
dan berkualitas. Berbagai macam bahan pakan yang umum diberikan pada ayam petelur yaitu
bekatul, jagung dan konsentrat. Jagung memeiliki keunggulan dan kaya energi serta berkaroten
tinggi sehingga memberikan warna kuning pekat pada telur, sedangkan kelemahan dari jagung
adalah harga yang terikat dengan musim, jika musim panen harga jagung relatif murah namun
jika bukan musim panen harga jagung tinggi. Solusinya adalah menggunakan bahan pakan
alternatif yang lebih murah misalnya adalah bekatul. Bekatul merupakan bahan pakan asal hasil
samping yang diperoleh dari lapisan luar beras pecah dalam proses terakhir untuk menghasilkan
beras, mengandung bagian endosperm dan sedikit bagian kulit pecah gabah yang memiliki
kandungan protein 12%, lemak kasar 13% dan serat kasar 3%. Bekatul termasuk pada bahan
pakan sumber energi dan memiliki harga yang relatif murah sehingga peternak dalam
menambahkan bekatul pada pakan melebihi 40% karena harapan mampu menekan biaya
produksi. Kandungan yang tinggi akan serat kasar serta memiiliki anti nutrisi berupa asam fitat.
Asam fitat ini dpat mempengaruhi penyerapan mineral khusunya fosfor didalam saluran
pencernaan ayam sehingga akan berdampak pada produksi telur dan menghambat pertumbuhan
ternak. Namun pengaruh tersebut belum dapat dipahami oleh peternak karena belum adanya
hasil penelitian yang menjelaskan efek penggunaan bekatul dengan level tinggi terhadap
performance produksi ternak. Ayam strain Isa Brown yang dipakai dalam penelitian ini (Farid,
M., E. Widodo dan M. H. Natsir. 2019).
Ayam petelur merupakan salah satu komoditi ternak penyumbang protein hewani yang
mampu menghasilkan produk yang bergizi tinggi. Tingkat nilai gizi dari hasil produksi ayam
petelur mengacu pada kualitas telur baik kualitas eksternal dan internal. Faktor kandungan
pakan ayam petelur terutama calcium. Kandungan calcium pakan memegang peranan penting
pada proses kalsifikasi kerabang telur (Harmayanda, P. O. A,. D. Rosyidi dan O. Sjofjan. 2016).
Ayam petelur yang sedang berproduksi membutuhkan Ca yang tinggi dalam ransum,
yaitu sekitar 3%-4%. Kebutuhan Ca tidak dapat dipenuhi hanya dari bahan sumber protein,
energi dan premix dalam ransum, sehingga perlu ditambahkan bahan yang kaya akan Ca. Selain
kaya Ca, dalam tepung batu Bukit Kamang juga terkandung beberapa jenis mineral mikro
esensial dalam konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu mangan (Mn) 205 ppm, besi (Fe) 295 ppm
3
dan selen (Se) 388 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi ransum ayam
petelur dengan mineral mikro berpengaruh positif terhadap produksi dan kualitas telur dan daya
tahan tubuh ternak mineral mikro biasanya diberikan dalam bentuk garam anorganik, seperti
sulfat, oksida dan karbonat dengan tujuan untuk mencegah defi siensi dan memungkinkan
ternak untuk mencapai produktivitas sesuai dengan potensi genetiknya. Berdasarkan hal
tersebut jika tepung batu Bukit Kamang diperkaya dengan Zn, Cu, dan I, produk ini akan dapat
memenuhi kebutuhan mineral mikro. Kulit kerang dan tepung batu merupakan sumber mineral
Ca yang sangat baik dan banyak dipakai untuk pakan unggas. Tepung batu Bukit Kamang juga
berfungsi ganda, disamping sebagai sumber mineral, tepung batu juga berfungsi sebagai grit,
yang membantu proses pencernaan makanan di dalam rempela (gizard), sehingga dapat
meningkatkan efi siensi penggunaan ransum. Ukuran partikel tepung batu yang optimal untuk
ayam petelur adalah 0,5-2,0 mm, kulit kerang yang digiling kasar tidak dapat menggantikan
fungsi grit, meskipun diberikan dalam bentuk gilingan kasar. Selanjutnya, ukuran partikel
tepung batu yang lebih besar juga berpengaruh positif terhadap performa ayam. Tepung batu
dengan ukuran partikel yang lebih besar akan tinggal lebih lama di dalam rempela. Kondisi ini
memungkinkan pelepasan Ca secara perlahan-lahan dari rempela ke usus halus untuk diserap,
sehingga pasokan mineral Ca pada ayam lebih terjamin. Pengaruh ukuran partikel ini baru tidak
nyata terlihat terhadap produksi dan kualitas kerabang telur jika ayam telah memasuki periode
akhir produksi dan pasokan Ca dalam ransum mencukupi (Khalil, 2010).
Biji-bijian penyuling kering jagung dengan solubles (DDGS) adalah produk sampingan
dari produksi etanol. Selama 2010, Industri etanol AS menghasilkan 33,4 juta metrik ton produk
penyuling, mendorong penggunaan DDGS dalam pakan unggas. Kering butir penyuling dengan
solubles bukan merupakan bahan baru untuk unggas, dan telah tersedia selama beberapa dekade
sebagai produk sampingan dari industri pembuatan bir. Penyuling kering biji-bijian dengan
pelarut diakui sebagai sumber yang berharga energi, protein, asam amino, vitamin yang larut
dalam air, asam linoleat, xantofil, dan mineral untuk diet unggas. 10% DDGS ke pakan ayam
tidak mempengaruhi produksi telur dan parameter kualitas telur. Suplementasi hingga 15%
DDGS dapat digunakan dalam pakan, jagung DDGS hingga 15% tidak mempengaruhi produksi
dan kualitas telur dan berkurang biaya pakan. Tidak ada perbedaan dalam produksi telur ayam
setiap hari diamati di antara pakan pada 25% DDGS, Penggunaan DDGS dalam pakan unggas
rendah, yang mungkin disebabkan oleh tingginya persentase serat kasar, tidak enak, belerang
konten, variabilitas nutrisi yang tinggi (terutama lisin), dan proporsi tinggi asam lemak tak
jenuh ganda dari DDGS. Vitamin E adalah antioksidan seluler yang sangat diperlukan dan dapat
membantu respon imun dalam ayam dengan melindungi limfosit, makrofag, dan sel-sel lain
terhadap kerusakan oksidatif (Jiang, W., L. Zhang , and A. Shan. 2013).
2.2 Perkandangan
Kandang merupakan tempat ternak melakukan aktivitas produksi, sehingga kenyamanan
dan bentuk kandang perlu diperhatikan supaya ternak merasa nyaman dan tidak mengganggu
proses produksi. dan dikhawatirkan akan menurunkan produktivitasnya. Kenyamanan
bergantung pada suhu kandang. Suhu kandang yang terlalu tinggi akan menyebabkan ayam
petelur menjadi kurang nyaman dan juga menurunkan kualitas telur yang dihasilkan (Setiawati,
dkk. 2016).
Kandang pemeliharaannya menggunakan sistem batteray, yaitu kandang berbentuk
sangkar yang disusun berderet, setiap ruangan kandang hanya dapat menampung satu-dua ekor

4
ayam keuntungan kandang sistem battery ini yaitu tingkat produksi individual dan kesehatan
masing-masing ayam dapat dikontrol, memudahkan pengontrolan pakan ayam kanibalisme
ayam dapat dihindari dan penyakit tidak mudah menjalar dari satu ayam ke ayam yang lainnya
(Nurcholis, dkk. 2009).
Sistem kandang slat merupakan sistem kandang yang lantainya terbuat dari bilah-bilah
bambu, atau kayu atau kawat yang memiliki celah-celah sehingga kotoran jatuh ke bawah.
Keuntungan dari lantai renggang ini adalah keadaan lantai selalu bersih, dan pertukaran udara
akan semakin bagus karena lantai juga berfungsi sebagai lubang ventilasi (Putri, A.M., dkk.
2017).
Jika keadaan udara di dalam kandang diatur baik, dengan menggunakan ventilasi yang
sempurna, maka pemakaian makanan akan lebih ekonomis atau optimal. Keadaan terlampau
dingin, kebutuhan energy akan meningkat dan sebaliknya keadan udara yang terlampau tinggi
akan menimbulkan gangguan metabolisme, akhirnya produksi merosot. Hal ini berarti
penggunaan makanan tidak optimal lagi, yang akhirnya bias mengurangi keuntungan (Zulfikar,
2013).
Banyak produsen telur yang memiliki kecenderungan untuk menggunakan kandang
dengan kapasitas maksimum untuk meningkatkan jumlah ayam tiap sekat. Hal ini didasarkan
pada asumpsi dimana pendapatan yang diterima bisa meningkat dengan bertambahnya populasi
ayam dan juga total produksi telur tiap sekat terlepas dari dampak buruk yang bisa ditimbulkan
dengan meningkatnya kepadatan tiap sekat (Kakhki, et al., 2018).
2.3 Pencegahan Penyakit
Kriteria lokasi peternakan dan konstruksi kandang yang termasuk dalam sistem
biosecurity diantaranya peternakan dibangun pada kawasan yang cukup terisolasi, dimana
jaraknya minimum 1 – 1,5 km dari lokasi peternakan ayam yang terdekat dan fasilitas lain yang
dapat memudahkan terjadinya kontaminasi. Dibangun pada satu kawasan yang mudah
dijangkau dari segi transportasi, sehingga memudahkan pengangkutan hasil ternak dan sarana
peternakannya. Membuat pagar yang memadai, yang berfungsi untuk mencegah masuknya
ternak liar atau orang yang tidak dikehendaki ke dalam lingkungan area peternakan
(Purwaningsih, 2014).
Tindakan pembersihan meliputi pembuangan secara fisik materi materi asing seperti ;
debu, tanah, materi-materi organik misalnya kotoran, darah, secret dan mikroorganisme. Bila
melakukan pembersihan secara baik maka akan mengurangi jumlah mikroorganisme sebanyak
80 % Ada dua langkah proses pembersihan yaitu : 1). Pembersihan kering : menggunakan sapu,
sikat, kain atau tekanan udara untuk menghilangkan debu atau materi organic kering. Hati hati
terhadap resiko aerosolisasi virus dan 2). Pembersihan basah yaitu menggunakan
detergen/sabun dan air, dengan cara membasahi dan menggosok tempat yang dibersihkan untuk
menghilangkan materi organik serta kotoran dan lemak. Pembersihan basah mengurangi resiko
terjadinya aerosolisasi. Hasil pembersihan semakin baik dengan menggunakan detergen/sabun,
air hangat (Ardana dkk, 2011).
Sanitasi yang dilakukan meliputi membersihkan alas kandang dari kotoran ayam,
membersihkan tempat minum ayam, dan membersihkan tempat pakan ayam. Tindakan sanitasi
ini dilakukan setiap 2 hari sekali. Sanitasi atau kebersihan kandang dan peralatan sangat
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada kandang ayam. Kandang yang jarang
dibersihkan, tempat makan atau minum unggas yang kotor, kandang yang tidak terkena sinar

5
matahari merupakan kondisi yang sangat disukaibakteri sehingga bakteri bisa tumbuh dengan
subur. (Rudiansyah, dkk. 2015)
Menjaga kebersihan kandang dan lingkungan, dengan membersihkan kandang dan
penyemprotan menggunakan desinfektan minimal satu kali dalam seminggu. Kejadian kasus
flu burung sangat terkait dengan faktor perilaku dan lingkungan. Faktor lingkungan, sanitasi,
dan hygiene terutama berhubungan erat dengan keberadaan kuman penyakit, dan proses
penularan. (Kasnodihardjo dan K. Friskarini, 2013)
Biosecurity memiliki tiga komponen utama: isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi.
Biosecurity harus ditingkatkan untuk mengurangi penyakit pecahnya. Biosecurity tidak hanya
akan mempertahankan lingkungan yang baik tetapi juga meminimalkan penyakit menular dan
zoonosis dan kemudian meningkat kesehatan masyarakat. (Lestari, et.al, 2011)
2.4 Produksi dan Pemasaran
Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya.
Dikarenakan ayam petelur mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai
usaha peternakan karena memiliki kemampuan yang menguntungkan yaitu mempunyai telur
yang nilai gizi tinggi dan rasa yang lezat. Telur merupakan produk peternakan yang
memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003).
Ayam ras petelur dapat memproduksi telur sekitar 250 - 300 butir per tahun (Walukow dkk,
2017).
Ayam petelur mulai berproduksi ketika mencapai umur 22 minggu. Umur tersebut,
tingkat produksi telur baru mencapai sekitar 5% dan selanjutnya akan terus mengalami
peningkatan secara cepat hingga mencapai puncak produksi yaitu sekitar 94-95% dalam kurun
waktu ± 2 bulan (umur 25 minggu). Produksi telur diketahui telah mencapai puncaknya apabila
selama 5 minggu berturut-turut persentase produksi telur sudah tidak mengalami peningkatan
lagi. Sesuai dengan pola siklus bertelur, maka setelah mencapai puncak produksi, sedikit demi
sedikit jumlah produksi mulai mengalami penurunan secara konstan dalam jangka waktu cukup
lama (selama 52-62 minggu sejak pertama kali bertelur). Laju penurunan produksi telur secara
normal berkisar antara 0,4-0,5% per minggu. Pada saat ayam berumur 82 minggu, jumlah
produksi telah berada di bawah angka 50% dan pada kondisi demikian bisa dikatakan ayam
siap diafkir (Salang dkk, 2015).
Sektor komersil menggunakan strain ayam petelur unggul yang berproduksi telur tinggi,
sedangkan breed-breed asli berproduksi rendah yang tidak ditingkatkan mendominasi pada
sector tradisional. Sektor komersil dikategorikan ke dalam perusahaan skala kecil yang
memelihara hingga 20.000 ayam, skala menengah (20.000 hingga 50.000 ayam) dan skala besar
(>50.000 ayam). Penyebaran layer terkonsentrasi pada negara bagian timur karena transportasi
yang lebih baik dan dekatnya dengan pasar (Moreki and Montsho, 2011).
Hasil utama dari budidaya ayam petelur adalah berupa telur yang dihasilkan oleh ayam.
Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini bertujuan agar kerusakan isi telur yang
disebabkan oleh virus dapat terhindar/terkurangi. Pengambilan pertama pada pagi hari antara
pukul 10.00-11.00; pengambilan kedua pukul 13.00-14.00; pengambilan ketiga (terakhir)
sambil mengecek seluruh kandang dilakukan pada pukul 15.00-16.00. (Zulfikar, 2012).
Produksi telur dapat dinyatakan dengan ukuran hen day egg production (HDP) dan egg
mass. HDP yang tinggi umumnya diiringi dengan pemberian pakan yang mencukupi kebutuhan
hidup pokok dan produksi. Produksi telur harian (hen day egg production) merupakan salah

6
satu ukuran produktivitas ayam petelur yang diperoleh dengan membagi jumlah telur dengan
jumlah ayam saat itu. Nilai egg mass tergantung dari persentase produksi telur harian dan berat
telur. Apabila egg mass meningkat maka produksi telur meningkat, sebaliknya egg mass turun
produksi telur menurun (Setiawati dkk, 2016).
Dalam konteks sistem pemasaran telur maka perlu dikaji manfaat dari jaringan sosial di
dalam rantai pemasaran telur untuk melihat peran jaringan sosial tersebut dalam memasok
kebutuhan telur di pasar. Sementara itu, jaringan sosial sendiri menyediakan potensi yang
signifikan untuk mendorong pertumbuhan pembangunan di pedesaan. Strategi distribusi
peternak ayam petelur terdiri dari tiga macam, yaitu:(1) Dijual sendiri yaitu hasil produksi telur
langsung di distribusikan peternak ke pasar maupun konsumen akhir; (2) Diambil oleh
pedagang perantara yaitu hasil produksi telur langsung diambil oleh pedagang perantara
kemudian pedagang perantara tersebut mendistribusikan ke pasar atau konsumen akhir; (3)
Dijual sendiri dan diambil oleh pedagang perantara yaitu cara sistem distribusi ini dengan
menggabungkan keduanya yang biasanya dipengaruhi oleh faktor waktu (Purba K.R., dkk.
2018).
Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya.
Dikarenakan ayam petelur mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai
usaha peternakan karena memiliki kemampuan yang menguntungkan yaitu mempunyai telur
yang nilai gizi tinggi dan rasa yang lezat. Telur merupakan produk peternakan yang
memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003).
Ayam ras petelur dapat memproduksi telur sekitar 250 - 300 butir per tahun (Walukow dkk,
2017).
Saluran pertama adalah proses pemasaran dari produsen langsung ke konsumen.
Dengan harga jual yang harus dibayarkan oleh konsumen seharga Rp. 1.200,-/butir. Di kota
ternate sendiri, diseluruh pasar penjualan telur dikenakan harga perbutir dan bukan perkilogram
telur (Hamka, 2014).
Pemasaran merupakan proses kegiatan menyalurkan produk dari produsen ke
konsumen. Subsistem pemasaran dari agribisnis peternakan ayam ras petelur yakni kegiatan-
kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas peternakan berupa telur segar. Peternak
yang telah menghasilkan produk menginginkan telur-telur yang dihasilkannya diterima oleh
konsumen. Saluran pemasaran telur yang biasa dilakukan oleh lembaga pemasaran di
Kabupaten Sidrap umumnya menggunakan tiga macam saluran, yaitu : Peternak,produsen,
pedagang besar, pengecer dan konsumen. Saluran distribusi semacam ini banyak digunakan
oleh produsen, dan dinamakan sebagai saluran disribusi tradisional. Disini, produsen hanya
melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada
pengecer, pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen
dilayani pengecer saja. (Mappingau dan Esso, 2011)
Telur ayam untuk konsumsi manusia sangat bergizi, enak, murah, dan umumnya
tersedia di seluruh dunia. Di area tertentu di dunia, konsumen semakin tertarik pada
kesejahteraan dan spesialisasi ayam telur. Dalam upaya memenuhi permintaan konsumen,
produsen telah mulai memasarkan telur ayam yang dipelihara dalam sistem produksi alternatif,
dan dengan peningkatan kandungan gizi. (Lordelo, et.al, 2017)

7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Identitas Peternak
Nama Responden : Bapak Junaidi
Alamat : Desa Tlekung kecamatan Junrejo RT 04 RW 07
Umur : 49 Tahun
Lama Berternak : 14 tahun
No. HP : 085857423795
Bapak Junaidi merupakan salah satu peternak ayam petelur yang berada di daerah tersebut.
Usaha peternakan ayam petelur merupakan usaha utama yang dijalankan oleh Bapak Junaidi
bersama Isteri. Usaha ternak ayam petelur dijalankan dengan dibantu oleh Isteri dan karyawan
Bapak Junaidi. Lokasi usaha ternak ayam petelur berada sekitar 500 meter dari rumah Bapak
Junaidi dengan memanfaatkan lahan kosong dekat sawah yang berada di daerah itu. Lokasi
kandang ini sangat dekat dengan rumah Bapak Junaidi. Jumlah ayam petelur yang dipelihara
Bapak Junaidi berjumlah 8000 ekor.
3.2 Profil Ternak
Jenis ternak yang ada di peternakan Bapak Junaidi adalah ayam petelur dengan strain
Lohman dan Isa Brown. Strain Lohman merupakan jenis strain yang banyak dipelihara di
Indonesia. Lohman merupakan strain ayam petelur yang diproduksi oleh Multibreeder Adirama
Indonesia. Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna cokelat seperti caramel, bulu putih
disekitar leher dan diujung ekor. Ayam ini dapat bertelur umur 18 minggu dan menghasilkan
produksi telur yang yang banyak serta dapat bertelur sampai 60 kg/ 1000 ekor ayam. Hal ini
sebanding dengan pendapat Sutrisna dan Sofyan (2018) yang menyatakan bahwa ayam petelur
strain Lohman produksi telur cukup banyak dan dapat menghasilkan banyak daging, sehingga
disebut ayam tipe dwiguna. Produksi telur ayam jenis Lohman mencapai kurang lebih 200-250
butir per tahun. Sedangkan strain Isa Brown merupakan ayam ras yang diciptakan di Inggris
tahun 1972. Ayam jenis strain Isa Brown ini memiliki produktivitas yang cukup tinggi. Ayam
isa brown merupakan strain ayam ras petelur modern. Fase umur ayam petelur dibagi menjadi
4 fase yaitu starter umur 0--6 minggu , grower 6--14 minggu , pullet 14--20 minggu , layer 21-
-75 minggu. Setiap fase memerlukan nutrisi yang berbeda sesuai dengan keperluan tubuh untuk
mendapatkan performa optimal. Hal ini sebanding dengan pendapat Jesuyon (2017)
menyatakan bahwa ayam Isa Brown memiliki fase umur starter, grower, pullet 14 – 20 minggu,
dan layer. Dan setiap fase tersebut membutuhkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan pada
tubuh ayam pada strain Isa Brown. Strain isa brown mulai berproduksi umur 18--19 minggu,
rata-rata berat telur 62,9 g dan bobot badannya 2,01 g. Keunggulan isa brown yaitu
 Tingkat keseragaman tinggi
 Dewasa kelamin yang merata
 Produksi tinggi
 Kekebalan tubuh tinggi
 Ketahanan terhadap iklim baik. Hal ini sebanding dengan pendapat Dirgahayu, dkk
(2016) menyatakan bahwa kemampuan metabolisme ayam dipengaruhi oleh
kemampuan adaptasi ayam tersebut terhadap stres. Salah satu kelebihan strain Isa
Brown dan Lohmann Brown adalah ketahanan yang baik terhadap iklim

8
Ayam Isa Brown memiliki periode bertelur pada umur 18--80 minggu, daya hidup 93,2
, FCR 2,14, puncak produksi mencapai 95 , jumlah telur 351 butir, rata – rata berat telur 63,1 g
butir. Awal bertelur pada umur 18 minggu dengan berat telur 43 g. Bobot telur ayam isa brown
mulai meningkat saat memasuki umur 21 minggu, umur 36 minggu, dan relatif stabil di umur
50 minggu. Hal ini sebanding dengan pendapat Dirgahayu, dkk (2016) yang menyatakan bahwa
periode bertelur ayam strain Isa Brown terjadi pada umur 18--80 minggu, puncak produksi
mencapai 95%, jumlah telur 351 butir, rata–rata berat telur 63,1 g/butir, bobot telur pada awal
bertelur pada umur 18 minggu dengan bobot telur 43 g. Umur ataupun phase pada peternakan
ayam bapak Junaidi berumur 1 tahunan. Alasan memilih bibit yaitu karena yang tersedia dari
bibit yang berada di Jawa Timur hanya bibit tersebut dan memiliki produktivitas yang tinggi.
Hal ini sebanding dengan pendapat Nurcholis, dkk (2009) yang menyatakan bahwa strain
Lohman dan strain Isa Brown dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan, pertimbangan
yang lain adalah efisiensi produksi yang cukup tinggi dan menghasilkan telur yang baik. Asal
bibit itu sendiri yaitu berasal dari Rokphand dan Comfeed.
Peternakan Bapak Junaidi memilih bibit yang sudah besar bukan yang masih DOC,
dimana DOC merupakan anak ayam yang masih berumur satu hari sedangkan Bapak Juanidi
membeli ayam yang sudah memiliki umur 11 minggu dan siap untuk bertelur. Dan pada
peternakan ayam pak junaidi memiliki ayam petelur sebesar ± 8000 ekor. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Salele, C.C.L.,dkk. (2014) yang berpendapat bahwa Perusahaan CV.
Nawanua Farm merupakan perusahaan warisan keluarga yang didirikan pada tahun 1987
dengan populasi awal ternak ayam ras petelur sebanyak 1000 ekor. Tahun 2013 perusahaan
tersebut memiliki populasi ternak ayam ras petelur sebanyak 21.000 ekor dan memiliki luas
lahan sebesar 2 hektar. Sedangkan perusahaan UD. Kakaskasen Indah merupakan perusahaan
milik sendiri yang didirikan pada tahun 1986 dengan populasi awal ternak ayam ras petelur
sebanyak 1500 ekor. Tahun 2013 memiliki populasi ternak ayam ras petelur sebanyak 60.000
ekor dan memiliki luas lahan sebesar 4 hektar. Harga bibit ayam ras petelur (DOC) yang dibeli
baik UD.

Gambar 1. Ayam Petelur milik Bapak Junaidi

3.3 Pakan Ternak


Tabel 1 Data formulasi pakan
Nama bahan pakan 11-18 50 afkir
minggu minggu
jagung 459,6 kg 515 kg 522 kg
Bekatul 275 kg 169 kg 157 kg
Polard 15 kg 14,55 kg 3,9 kg
BKK 198,5 kg 171,5 kg 173,5 kg
MBM 20 kg 61,2 kg 56,7 kg

9
PMM 15 kg 5 kg 5 kg
Tepung batu 15 kg 22 kg 30 kg kg
Grit kerang 1 kg 40 kg 50 kg
Garam 1 kg 1,75 kg 1,9 kg
Minyak goreng 20 liter 20 liter 20 liter
Premix KW5-L 10 kg 5 kg 5 kg
DCP - 2,5 kg 2,5 kg
Methionine - 1,25 kg 1,25 kg
Enzim 0,5 kg O,5 kg 0,5 kg
Soda 0,5 kg 0,5 kg 0,5 kg
Viud vital 0,5 kg 0,5 kg 0,5 kg
Giotox 0,5 kg 0,5 kg 0,5 kg
Mol toxbin 0,5 kg 0,5 kg 0,5 kg
Vitamin c 1,5 ons 1,5 ons 1,5 ons
Cryomasin 0,25 kg 0,25 kg 0,25 kg
Total 1034,35 1093 1033
Pakan dalam peternakan memakan biaya yang paling mahal hampir 60-70%. Oleh karena
itu peternak yang kami kunjungi (bapak junaidi) meramu sendiri pakan yang akan diberikan
pada ternaknya. Bapak junaidi memberikan pakan sebesar 120 gram untuk strain Lohman, dan
115 gram untuk isa Brown. Pemberian pakan diberikan satu kali sehari pada jam tiga sore
dengan diikuti lampu yang mulai dinyalakan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat (Swastika,
D. K.S. dkk.2011) yang menyatakan bahwa Kebutuhan pakan untuk ayam petelur, kebutuhan
pakan dihitung dari jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg telur. Untuk ayam
petelur dibutuhkan 2,5 kg pakan untuk 1 kg telur. Rataan kebutuhan pakan ayam ras petelur
selama 5 bulan sebelum berproduksi adalah 6,5 kg per ekor dan kebutuhan pakan untuk periode
ini dapat dihitung. Wilayah dominan kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras petelur (layer)
terdapat di 10 propinsi. Kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras petelur dapat dipenuhi,
terutama pada delapan provinsi yang merupakan sentra produksi jagung nasional. Untuk
Kalimantan Barat, jagung dapat didatangkan dari dua provinsi terdekat, yaitu Jawa Barat atau
Lampung.
Bapak junaidi meramu pakan sendiri dengan komposisi Jagung 459,6 (11-18 minggu), 515
(50 minggu), dan untuk afkir yaitu 522. Sedangkan bekatul diberikan sebanyak 275 (11-18
minggu), 169 (50 minggu), dan untuk afkir sebanyak 157. Denganstrain yang dibibitkan oleh
bapak junaidi adalah strain isa brown dan Lohman. Hal ini sesuai dengan pendapat (Farid,
M.dkk.2019) yang menyatakan bahwa Ayam petelur yang memperoleh nutrisi cukup akan
menghasilkan produktivitas tinggi dan berkualitas. Berbagai macam bahan pakan yang umum
diberikan pada ayam petelur yaitu bekatul, jagung dan konsentrat. Jagung memeiliki
keunggulan dan kaya energi serta berkaroten tinggi sehingga memberikan warna kuning pekat
pada telur, sedangkan kelemahan dari jagung adalah harga yang terikat dengan musim, jika
musim panen harga jagung relatif murah namun jika bukan musim panen harga jagung tinggi.
Solusinya adalah menggunakan bahan pakan alternatif yang lebih murah misalnya adalah
bekatul. Bekatul merupakan bahan pakan asal hasil samping yang diperoleh dari lapisan luar
beras pecah dalam proses terakhir untuk menghasilkan beras, mengandung bagian endosperm

10
dan sedikit bagian kulit pecah gabah yang memiliki kandungan protein 12%, lemak kasar 13%
dan serat kasar 3%. Bekatul termasuk pada bahan pakan sumber energi dan memiliki harga
yang relatif murah sehingga peternak dalam menambahkan bekatul pada pakan melebihi 40%
karena harapan mampu menekan biaya produksi. Kandungan yang tinggi akan serat kasar serta
memiiliki anti nutrisi berupa asam fitat. Asam fitat ini dpat mempengaruhi penyerapan mineral
khusunya fosfor didalam saluran pencernaan ayam sehingga akan berdampak pada produksi
telur dan menghambat pertumbuhan ternak. Namun pengaruh tersebut belum dapat dipahami
oleh peternak karena belum adanya hasil penelitian yang menjelaskan efek penggunaan bekatul
dengan level tinggi terhadap performance produksi ternak. Ayam strain Isa Brown yang dipakai
dalam penelitian ini.
Kebutuhan kalsium pada Pakan sangat penting untuk kerabang telur sehingga pemberiaan
kalsium pada pakan sangat penting. Dan untuk memenuhi kebutuhan energi Pak junaidi
memberikan kalsium dalam bentuk tepung batu, dan grit kerang. Yang diberikan dengan
komposisi terbesarnya adalah pada tepung batu sedangkan grit kerang hanya diberikan sedikit
sekai. Hal ini sesuai dengan pendapat Harmayanda, P. O. A., dkk. 2016 yang menyatakan
bahwa Ayam petelur merupakan salah satu komoditi ternak penyumbang protein hewani yang
mampu menghasilkan produk yang bergizi tinggi. Tingkat nilai gizi dari hasil produksi ayam
petelur mengacu pada kualitas telur baik kualitas eksternal dan internal. Faktor kandungan
pakan ayam petelur terutama calcium. Kandungan calcium pakan memegang peranan penting
pada proses kalsifikasi kerabang telur.
Pemberian tepung batu pada pemberian racikan pakan yang dilakukan bapak junaidi yaitu
15 (11-18 minggu), sedangkan 22 untuk (50 minggu), dan untuk afkir yaitu 30. Sedangkan
untuk grit kerang yaitu 1 (11-18 minggu), 1.75 untuk (50 minggu), dan untuk afkir yaitu1,9.
Hal ini dilakukan bapak junaidi untuk memenuhi kebutuhan kalsium untuk ayam petelur. Hal
ini sesuai dengan pendapat (Khalil, 2010) yang menyatakan bahwa Ayam petelur yang sedang
berproduksi membutuhkan Ca yang tinggi dalam ransum, yaitu sekitar 3%-4%. Kebutuhan Ca
tidak dapat dipenuhi hanya dari bahan sumber protein, energi dan premix dalam ransum,
sehingga perlu ditambahkan bahan yang kaya akan Ca. Selain kaya Ca, dalam tepung batu Bukit
Kamang juga terkandung beberapa jenis mineral mikro esensial dalam konsentrasi yang cukup
tinggi, yaitu mangan (Mn) 205 ppm, besi (Fe) 295 ppm dan selen (Se) 388 ppm. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa suplementasi ransum ayam petelur dengan mineral mikro berpengaruh
positif terhadap produksi dan kualitas telur dan daya tahan tubuh ternak mineral mikro biasanya
diberikan dalam bentuk garam anorganik, seperti sulfat, oksida dan karbonat dengan tujuan
untuk mencegah defi siensi dan memungkinkan ternak untuk mencapai produktivitas sesuai
dengan potensi genetiknya. Berdasarkan hal tersebut jika tepung batu Bukit Kamang diperkaya
dengan Zn, Cu, dan I, produk ini akan dapat memenuhi kebutuhan mineral mikro. Kulit kerang
dan tepung batu merupakan sumber mineral Ca yang sangat baik dan banyak dipakai untuk
pakan unggas. Tepung batu Bukit Kamang juga berfungsi ganda, disamping sebagai sumber
mineral, tepung batu juga berfungsi sebagai grit, yang membantu proses pencernaan makanan
di dalam rempela (gizard), sehingga dapat meningkatkan efi siensi penggunaan ransum. Ukuran
partikel tepung batu yang optimal untuk ayam petelur adalah 0,5-2,0 mm, kulit kerang yang
digiling kasar tidak dapat menggantikan fungsi grit, meskipun diberikan dalam bentuk gilingan
kasar. Selanjutnya, ukuran partikel tepung batu yang lebih besar juga berpengaruh positif
terhadap performa ayam. Tepung batu dengan ukuran partikel yang lebih besar akan tinggal

11
lebih lama di dalam rempela. Kondisi ini memungkinkan pelepasan Ca secara perlahan-lahan
dari rempela ke usus halus untuk diserap, sehingga pasokan mineral Ca pada ayam lebih
terjamin. Pengaruh ukuran partikel ini baru tidak nyata terlihat terhadap produksi dan kualitas
kerabang telur jika ayam telah memasuki periode akhir produksi dan pasokan Ca dalam ransum
mencukupi.
Untuk memenuhi kebutuhan protein bapak junaidi menggunakan mbm, pmm sedangkan
untuk memenuhi energi menggunakan jagung dan jika mineral menggunakan tepung batu, grit
kerang , garam , premix. Dan untuk tenak bapak juanidi vitamin yang diberikan berupa vitamin
C. Dan masih banyak beberapa bahan lagi untuk meracik pakan contonya giotox yang
digunakan untuk anti jamur, cyromasin untuk mencegah lalat, dan ada penambahan enzim
untuk mengurangi bau pada ayam petelur. Hal ini tidak sebanding dengan pendapat (Jiang, W.,
dkk. 2013) yang menyatakan bahwa Biji-bijian penyuling kering jagung dengan solubles
(DDGS) adalah produk sampingan dari produksi etanol. Selama 2010, Industri etanol AS
menghasilkan 33,4 juta metrik ton produk penyuling, mendorong penggunaan DDGS dalam
pakan unggas. Kering butir penyuling dengan solubles bukan merupakan bahan baru untuk
unggas, dan telah tersedia selama beberapa dekade sebagai produk sampingan dari industri
pembuatan bir. Penyuling kering biji-bijian dengan pelarut diakui sebagai sumber yang
berharga energi, protein, asam amino, vitamin yang larut dalam air, asam linoleat, xantofil, dan
mineral untuk pakan unggas. 10% DDGS ke pakan ayam tidak mempengaruhi produksi telur
dan parameter kualitas telur. Suplementasi hingga 15% DDGS dapat digunakan dalam pakan,
jagung DDGS hingga 15% tidak mempengaruhi produksi dan kualitas telur dan berkurang
biaya pakan. Tidak ada perbedaan dalam produksi telur ayam setiap hari diamati di antara pakan
pada 25% DDGS, Penggunaan DDGS dalam pakan unggas rendah, yang mungkin disebabkan
oleh tingginya persentase serat kasar, tidak enak, belerang konten, variabilitas nutrisi yang
tinggi (terutama lisin), dan proporsi tinggi asam lemak tak jenuh ganda dari DDGS. Vitamin E
adalah antioksidan seluler yang sangat diperlukan dan dapat membantu respon imun dalam
ayam dengan melindungi limfosit, makrofag, dan sel-sel lain terhadap kerusakan oksidatif.
3.4 Sistem Perkandangan
Kandang ayam petelur memiliki fungsi sebagai tempat perlindungan panas dan hujan.
Kandang juga tempat ayam petelur melakukan produksi, sehingga kenyamanan kandang harus
diperhatikan agar ayam petelur yang tinggal didalamnya tidak terganggu dalam proses
produksinya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang yakni suhu
kandang. Suhu kandang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ayam petelur menjadi kurang
nyaman sehingga menyebabkan produksinya menurun. Hal ini sesuai dengan Setiawati, dkk.
(2016) yang menyatakan kandang merupakan tempat ternak melakukan aktivitas produksi,
sehingga kenyamanan dan bentuk kandang perlu diperhatikan supaya ternak merasa nyaman
dan tidak mengganggu proses produksi. dan dikhawatirkan akan menurunkan produktivitasnya.
Kenyamanan bergantung pada suhu kandang. Suhu kandang yang terlalu tinggi akan
menyebabkan ayam petelur menjadi kurang nyaman dan juga menurunkan kualitas telur yang
dihasilkan.

12
Gambar 2 Sistem perkandangan ayam peterlur
Kandang yang dipergunakan oleh Bapak Junaedi adalah jenis kandang battery dengan
bentuk atap semi monitor yang terbuat dari asbes. Sistem kandang battery memberikan
keuntungan yaitu energy yang dikeluarkan ayam tidak banyak yang terbuang karena ukurannya
disesuaikan oleh ukuran ayam. Energy yang digunakan ayam hanya untuk produktivitasnya
sehingga pakan yang dikonsumsi dapat dicerna secara maksimal. Kandang battery berbentuk
sangkar yang disusun berderet, tiap ruangan kandang hanya menampung satu-dua ekor ayam.
Kandang dibuat dengan dinding terbuka sehingga memungkinkan adanya pertukaran udara dna
uap panas. Hal ini sesuai dengan Nurcholis, dkk. (2009) yang menyatakan kandang
pemeliharaannya menggunakan sistem batteray, yaitu kandang berbentuk sangkar yang disusun
berderet, setiap ruangan kandang hanya dapat menampung satu-dua ekor ayam keuntungan
kandang sistem battery ini yaitu tingkat produksi individual dan kesehatan masing-masing
ayam dapat dikontrol, memudahkan pengontrolan pakan ayam kanibalisme ayam dapat
dihindari dan penyakit tidak mudah menjalar dari satu ayam ke ayam yang lainnya.
Bapak Junaedi menggunakan lantai kandang terbuat dari bilah – bilah bambu yang
memiliki celah – celah sehingga kotoran ayam langsung jatuh ke bawah. Keuntungan kandang
ayam yang memiliki lantai renggang adalah lantai akan selalu dalam keadaan bersih, mudah
dalam membersihkan kotoran dan pertukaran udara semakin bagus. Hal ini sesuai dengan Putri,
A.M. , dkk (2017) yang menyatakan sistem kandang slat merupakan sistem kandang yang
lantainya terbuat dari bilah-bilah bambu, atau kayu atau kawat yang memiliki celah-celah
sehingga kotoran jatuh ke bawah. Keuntungan dari lantai renggang ini adalah keadaan lantai
selalu bersih, dan pertukaran udara akan semakin bagus karena lantai juga berfungsi sebagai
lubang ventilasi.

Gambar 3 Sistem Batteray ayam petelur


Kandang milik bapak Junaedi menggunakan atap semi monitor, setengah terbuka dengan
atap seng. Atap seng dipilih untuk menghindari stress tinggi tterhapa ayam dan pemilihan atap
kandang semi monitor juga untuk memberikan ventilasi udara yang baik. Ventilasi udara yang
baik untuk ayam dapat meningkatkan produksi karena penyerapan energi dari pakan dapat
secara optimal, sehingga tidak menimbulkan gangguan metabolisme. Hal ini sesuai Zulfikar
(2013) yang menyatakan jika keadaan udara di dalam kandang diatur baik, dengan
menggunakan ventilasi yang sempurna, maka pemakaian makanan akan lebih ekonomis atau

13
optimal. Keadaan terlampau dingin, kebutuhan energy akan meningkat dan sebaliknya keadan
udara yang terlampau tinggi akan menimbulkan gangguan metabolisme, akhirnya produksi
merosot. Hal ini berarti penggunaan makanan tidak optimal lagi, yang akhirnya bias
mengurangi keuntungan.
Kepadatan ayam yang dimiliki oleh bapak Junaedi disesuaikan dengan ukuran kandang,
setiap kandang memiliki ukuran yang berbeda beda. Sehingga kepadatan ayamnyapun juga
memiliki perbedaan di setiap kandang. Total populasi ayam yang dimiliki oleh bapak Junaedi
adalah 8.000 ekor ayam petelur. Hal ini tidak sesuai dengan Kakhki, et al., (2018) yang
menyatakan banyak produsen telur yang memiliki kecenderungan untuk menggunakan kandang
dengan kapasitas maksimum untuk meningkatkan jumlah ayam tiap sekat. Hal ini didasarkan
pada asumpsi dimana pendapatan yang diterima bisa meningkat dengan bertambahnya populasi
ayam dan juga total produksi telur tiap sekat terlepas dari dampak buruk yang bisa ditimbulkan
dengan meningkatnya kepadatan tiap sekat.
3.5 Pencegahan Penyakit
Keadaan peternakan Pak Junaidi yang karena kandang terletak dekat dengan pemukiman
warga yang hanya berjarak 200-500 meter dari. Hal ini tidak baik untuk sistem biosecurity serta
penanganan pencegahan penyakit. Hal tersebut kurang sesuai dengan Purwaningsih (2014)
menyatakan bahwa Kriteria lokasi peternakan dan konstruksi kandang yang termasuk dalam
sistem biosecurity diantaranya peternakan dibangun pada kawasan yang cukup terisolasi,
dimana jaraknya minimum 1 – 1,5 km dari lokasi peternakan ayam yang terdekat dan fasilitas
lain yang dapat memudahkan terjadinya kontaminasi. Dibangun pada satu kawasan yang mudah
dijangkau dari segi transportasi, sehingga memudahkan pengangkutan hasil ternak dan sarana
peternakannya. Membuat pagar yang memadai, yang berfungsi untuk mencegah masuknya
ternak liar atau orang yang tidak dikehendaki ke dalam lingkungan area peternakan.
Perlakuan peternak dalam sistem sanitasi pada kandang melakukan pembersihan secara
kering maupun basah. Hal ini sesuai dengan Ardana, dkk (2011) tindakan pembersihan meliputi
pembuangan secara fisik materi materi asing seperti ; debu, tanah, materi-materi organik
misalnya kotoran, darah, secret dan mikroorganisme. Bila melakukan pembersihan secara baik
maka akan mengurangi jumlah mikroorganisme sebanyak 80 % Ada dua langkah proses
pembersihan yaitu : 1). Pembersihan kering : menggunakan sapu, sikat, kain atau tekanan udara
untuk menghilangkan debu atau materi organic kering. Hati hati terhadap resiko aerosolisasi
virus dan 2). Pembersihan basah yaitu menggunakan detergen/sabun dan air, dengan cara
membasahi dan menggosok tempat yang dibersihkan untuk menghilangkan materi organik serta
kotoran dan lemak. Pembersihan basah mengurangi resiko terjadinya aerosolisasi. Hasil
pembersihan semakin baik dengan menggunakan detergen/sabun, air hangat.
Sanitasi kandang dilakukan oleh Bapak Junaedi dengan membersihkan kandang dari
kotoran ayam, membersihkan tempat pakan dan minum. Apabila kandang jarang dibersihkan
akan berpenaruh terhadap terjadinya penyakit pada kandang ayam, yang berpotensi akn
menular ke ayam. Hal ini sesuai dengan Rudiansyah, dkk. (2015) yang menyatakan sanitasi
yang dilakukan meliputi membersihkan alas kandang dari kotoran ayam, membersihkan tempat
minum ayam, dan membersihkan tempat pakan ayam. Tindakan sanitasi ini dilakukan setiap 2
hari sekali. Sanitasi atau kebersihan kandang dan peralatan sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit pada kandang ayam. Kandang yang jarang dibersihkan, tempat makan atau

14
minum unggas yang kotor, kandang yang tidak terkena sinar matahari merupakan kondisi yang
sangat disukaibakteri sehingga bakteri bisa tumbuh dengan subur.
Penyemprotan desinfektan dilakukan minimal 1 kali dalam seminggu guna menjaga
kebersihan kandang dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan Kasnodihardjo dan K. Friskarini,
(2013) yang menyatakan menjaga kebersihan kandang dan lingkungan, dengan membersihkan
kandang dan penyemprotan menggunakan desinfektan minimal satu kali dalam seminggu.
Kejadian kasus flu burung sangat terkait dengan faktor perilaku dan lingkungan. Faktor
lingkungan, sanitasi, dan hygiene terutama berhubungan erat dengan keberadaan kuman
penyakit, dan proses penularan.
Komponen dalam biosecurity harus selalu dipenuhi dan selalu dikontrol untuk
mengurangi pertumbuhan penyakit dan meminimalkan penyakit menular dari manusia ke
ternak ataupun dari ternak ke manusia. Hal ini sesuai dengan Lestari, et.al, (2011) yang
menyatakan biosecurity memiliki tiga komponen utama: isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi.
Biosecurity harus ditingkatkan untuk mengurangi pecahnya penyakit. Biosecurity tidak hanya
akan mempertahankan lingkungan yang baik tetapi juga meminimalkan penyakit menular dan
zoonosis dan kemudian meningkat kesehatan masyarakat.
3.6 Hasil Produksi
Walukow, K.S dkk (2017) menyatakan bahwa Ayam petelur merupakan ayam yang
dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Dikarenakan ayam petelur mempunyai potensi yang
cukup besar untuk dikembangkan sebagai usaha peternakan karena memiliki kemampuan yang
menguntungkan yaitu mempunyai telur yang nilai gizi tinggi dan rasa yang lezat. Telur
merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan
gizi masyarakat. Ayam ras petelur dapat memproduksi telur sekitar 250 - 300 butir per tahun.
Hal ini sesuai dengan keadaan dipeternak bahwa jumlah produksi per hari yaitu 60 kg dihasilkan
dari 1000 ekor ayam sehingga tiap ekor ayam mampu memproduksi 270-320 butir per tahun.
Ayam petelur ini memang diternak untuk diambil telurnya. Sedangkan ketika sudah memasuki
masa afkir maka ayam petelur atau ayam layer ini dapat dimanfaatkan sebagai ayam konsumsi.
Menurut Salang, F dkk (2015) Ayam petelur mulai berproduksi ketika mencapai umur 22
minggu . Umur tersebut, tingkat produksi telur baru mencapai sekitar 5% dan selanjutnya akan
terus mengalami peningkatan secara cepat hingga mencapai puncak produksi yaitu sekitar 94-
95% dalam kurun waktu ± 2 bulan (umur 25 minggu). Produksi telur diketahui telah mencapai
puncaknya apabila selama 5 minggu berturut-turut persentase produksi telur sudah tidak
mengalami peningkatan lagi. Sesuai dengan pola siklus bertelur, maka setelah mencapai puncak
produksi, sedikit demi sedikit jumlah produksi mulai mengalami penurunan secara konstan
dalam jangka waktu cukup lama (selama 52-62 minggu sejak pertama kali bertelur). Laju
penurunan produksi telur secara normal berkisar antara 0,4-0,5% per minggu. Pada saat ayam
berumur 82 minggu, jumlah produksi telah berada di bawah angka 50% dan pada kondisi
demikian bisa dikatakan ayam siap diafkir. Hal ini sesuai dengan praktikum bahwa ayam akan
mencapai produksi tertinggi ketika sudah berumur 22 minggu hingga 27 minggu. Biasanya pada
umur tersebut tingkat produktivitasnya mampu mencapai 95%. Ketika umur sudah memasuki
90 - 100 minggu biasanya produktivitas ayam sudah menurun dan itu tandanya ayam sudah siap
untuk diafkirkan.
Menurut Moreki, J.C. and T. Montsho (2011) Industri unggas secara luas diklasifikasikan
ke dalam sektor komersial dan tradisional. Sektor komersial menggunakan strain ayam petelur

15
unggul yang berproduksi telur tinggi, sedangkan breed-breed asli berproduksi rendah yang
tidak ditingkatkan mendominasi pada sector tradisional. Sektor komersial dikategorikan ke
dalam perusahaan skala kecil yang memelihara hingga 20.000 ayam, skala menengah (20.000
hingga 50.000 ayam) dan skala besar (>50.000 ayam). Penyebaran layer terkonsentrasi pada
negara bagian timur karena transportasi yang lebih baik dan dekatnya dengan pasar. Hal ini
sesuai karena peternak yang kami survei memiliki 8000 ayam yang termasuk dalam peternakan
skala produktivitas kecil. Sedangkan apabila memiliki lebih dari 20000 masuk dalam skala
produktivitas besar.
Zulfikar (2012) menyatakan bahwa hasil utama dari budidaya ayam petelur adalah berupa
telur yang dihasilkan oleh ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini bertujuan
agar kerusakan isi telur yang disebabkan oleh virus dapat terhindar/terkurangi. Pengambilan
pertama pada pagi hari antara pukul 10.00-11.00; pengambilan kedua pukul 13.00-14.00;
pengambilan ketiga (terakhir) sambil mengecek seluruh kandang dilakukan pada pukul 15.00-
16.00. Hal tersebut sesuai dengan manajemen pemanenan ternak Pak Junaidi dengan frekuensi
pengambilan 3 kali dalam sehari pada waktu pagi antara pukul 09.00-10.00, siang, dan sore
hari.
Setiawati, dkk (2016) menyatakan produksi telur dapat dinyatakan dengan ukuran hen
day egg production (HDP) dan egg mass. HDP yang tinggi umumnya diiringi dengan
pemberian pakan yang mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Produksi telur harian
(hen day egg production) merupakan salah satu ukuran produktivitas ayam petelur yang
diperoleh dengan membagi jumlah telur dengan jumlah ayam saat itu. Nilai egg mass
tergantung dari persentase produksi telur harian dan berat telur. Apabila egg mass meningkat
maka produksi telur meningkat, sebaliknya egg mass turun produksi telur menurun. Hal ini
sesuai manajemen ternak Pak Junaidi yaitu memperhatikan produktivitas telur dengan ukuran
hen day egg production (HDP) dan egg mass.
3.7 Pemasaran
Dalam pemasaran yang dilakukan oleh peternakan bapak juanidi pemsaran dilakukan
dengan cara menjual telur sendiri dan ada juga yang setelah pemanenan telur tersebut diambil
oleh pedagang. Hal ini sesuai dengan pendapat (Purba., K. R. dkk. 2018) yang menyatakan
bahwa Dalam konteks sistem pemasaran telur maka perlu dikaji manfaat dari jaringan sosial di
dalam rantai pemasaran telur untuk melihat peran jaringan sosial tersebut dalam memasok
kebutuhan telur di pasar. Sementara itu, jaringan sosial sendiri menyediakan potensi yang
signifikan untuk mendorong pertumbuhan pembangunan di pedesaan. Strategi distribusi
peternak ayam petelur terdiri dari tiga macam, yaitu:(1) Dijual sendiri yaitu hasil produksi telur
langsung di distribusikan peternak ke pasar maupun konsumen akhir; (2) Diambil oleh
pedagang perantara yaitu hasil produksi telur langsung diambil oleh pedagang perantara
kemudian pedagang perantara tersebut mendistribusikan ke pasar atau konsumen akhir; (3)
Dijual sendiri dan diambil oleh pedagang perantara yaitu cara sistem distribusi ini dengan
menggabungkan keduanya yang biasanya dipengaruhi oleh faktor waktu.
Peternakan bapak junaidi produk yang dipasarkan berupa telur ayam petelur dengan tujuan
agar memperoleh profit yang maksimal, dengan pemasaran yang dilakukan dengan menjual
sendiri ataupun diambil oleh pedagang. Hal ini sesuai dengan pendapat (Walukow., dkk. 2017)
yang menyatakan bahwa Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil
telurnya. Dikarenakan ayam petelur mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan

16
sebagai usaha peternakan karena memiliki kemampuan yang menguntungkan yaitu mempunyai
telur yang nilai gizi tinggi dan rasa yang lezat. Telur merupakan produk peternakan yang
memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat .Ayam ras petelur
dapat memproduksi telur sekitar 250 - 300 butir per tahun.
Pada peternakan bapak junaidi yaitu pemasarannya ada dua cara yaitu yang pertama
langsung kepada konsumen, harga yang diberikan biasanya sedikit lebih murah karena tidak
melalui pihak ke tiga. Sedangkan cara ke dua ialah dipasarkan kepada pedagang lalu ke
konsumen. Biasanya harganya ketika sudah ditangan konsumen akan naik atau sedikit lebih
mahal karena melalui pihak ke tiga untuk melakukan pemasaran atau transaksi.Hal ini sesuai
dengan pendapat (Hamka. 2014) yang menyatakan bahwa Saluran Pemasaran I Saluran pertama
adalah proses pemasaran dari produsen langsung ke konsumen. Dengan harga jual yang harus
dibayarkan oleh konsumen seharga Rp. 1.200,-/butir. Di kota ternate sendiri, diseluruh pasar
penjualan telur dikenakan harga perbutir dan bukan perkilogram telur. Saluran Pemasaran II
Saluran Kedua adalah proses pemasaran telur ayam ras dari Produsen - Pedangan Besar -
Konsumen. Pada saluran pemasaran kedua ini harga yang harus dibayarkan oleh masing-
masing saluran adalah pedagang besar membayar perputir telur seharga Rp.1.200,- dan
konsumen yang melakukan pembelian pada pedangan besar dengan biaya sebesar Rp 1.400,-
/butir.
Peternak yang telah menghasilkan produksi menginginkan telur yang dihasilkan dapat
diterima oleh konsumen dan mempunyai harga sesuai. Saluran pemasaran telur yang dilakukan
oleh bapak Junaedi, dimulai dari peternak, pengepul, pedagang besar, pengecer dan konsumen.
Hal ini sesuai Mappingau dan Esso (2011) yang menyatakan pemasaran merupakan proses
kegiatan menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Subsistem pemasaran dari agribisnis
peternakan ayam ras petelur yakni kegiatan-kegiatan untuk memperlancar pemasaran
komoditas peternakan berupa telur segar. Peternak yang telah menghasilkan produk
menginginkan telur-telur yang dihasilkannya diterima oleh konsumen. Saluran pemasaran telur
yang biasa dilakukan oleh lembaga pemasaran di Kabupaten Sidrap umumnya menggunakan
tiga macam saluran, yaitu : Peternak,produsen, pedagang besar, pengecer dan konsumen.
Saluran distribusi semacam ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan sebagai
saluran disribusi tradisional. Disini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar
kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer, pembelian oleh pengecer dilayani
pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
Telur ayam adalah salah satu sumber protein yang mudah didapat di seluruh dunia dan
dijual dengan harga yang murah. Sehingga permintaan telur terus meningkat. Untuk memenuhi
kebutuhan konsumen akan permintaan telur, peternak melakukan peningkatan kandungan gizi
guna meningkatkan produksi telur. Hal ini sesuai Lordelo, et.al. (2017) yang menyatakan Telur
ayam untuk konsumsi manusia sangat bergizi, enak, murah, dan umumnya tersedia di seluruh
dunia. Di area tertentu di dunia, konsumen semakin tertarik pada kesejahteraan dan spesialisasi
ayam telur. Dalam upaya memenuhi permintaan konsumen, produsen telah mulai memasarkan.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Pencegahan penyakit yang dilakukan oleh peternak dengan memberikan vaksin
secara rutin.
2. Pemberian pakan pada ternak dilakukan sekali yaitu saat sore.
3. Kandang yang digunakan tipe baterai dengan bentuk kandang panggung.
4. Pemasaran yang dilakukan melalui distributor.
5. Jumlah produksi perhari yang diterima oleh sebanyak 60kg/1000 ekor ayam.
6. Waktu produksi dilakukan pada pagi hari.

4.2 Saran
Peternak perlu memasarkan lebih jauh untuk telur yang dihasilkan. Supaya tidak ada
penumpukan telur pada saat-saat tertentu seperti lebaran. Sehingga pendapatan peternak
dapat terus mengalir dan tidak terjadi penumpukan telur.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ardana, I. B. K. 2011. Strategi Pencegahan Penyakit Infeksius pada Peternakan Broiler


Berbasis Laboratorium. 3(1) : 51-59.
Dirgahayu, F. I., D. Septinova, dan K.Nova. 2016. Perbandingan Kualitas Eksternal Telur
Ayam Ras Strain Isa Brown Dan Lohmann Brown. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu.
4(1): 1-5.
Farid, M., E. Widodo., dan M. H. Natsir. 2019. Identifikasi Pengaruh Maksimal Level Bekatul
Terhadap Penampilan Produksi Ayam Petelur. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis. 2(2):59-
64.
Harmayanda, P.O.A., D. Rosyidi., dan O. Sjofjan. 2016. Evaluasi Kualitas Telur Dari Hasil
Pemberian Beberapa Jenis Pakan Komersial Ayam Petelur.J-Pal. 7(1): 25-32.
Hamka. 2014. Analisis Efisiensi Pemasaran Telur Ayam Ras Di CV. Cipta Aksara Kelurahan
Kastela Kecamatan Kota Ternate Selatan. Jurnal Ilmiah Agribisnis Dan Perikanan. 7(2)
: 1-7.
Jiang, W., L. Zhang., and A. Shan. 2013. The effect of vitamin E on laying performance and
egg quality in laying hens fed corn dried distillers grains with solubles. Poultry
Science:2956-2964.
Jesuyon, O. M. A.. 2017. Comparison Of Early Sexual Maturity Characteristics Between Bovan
Nera and Isa Brown Parent Stock Layer Strains as Influenced By 10-Week Body Weight.
Nigeria International Poultry Summit : 161-165.
Kakhki, A. M., Bakhshalinejad R., Anderson K.E., dan Golian A. 2018. Effect of High and Low
Stocking Density on Age of Maturity, Egg Production, Egg Size Distribution in White
and Brown Layer Hens: A Meta-analysis. Poultry Science Journal. 6(1): 71-87.
Kasnodihardjo dan K. Friskarini. 2013. Sanitasi Lingkungan Kandang, Perilaku, dan Flu
Burung. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 8(3) : 139-144.
Khalil. 2010. Penggunaan Formula Mineral Lokal dalam Ransum Ayam Petelur. Media
Peternakan. 33(2): 115-123.
Lestari, V. S., S. N. Sirajuddin and K. Kasim. 2011. Adoption of Biosecurity Measures by Layer
Smallholders. J.Indonesian Trop.Anim.Agric. 36(4) : 297-302.
Lordelo, M.,E. Fernandes, R. J. B. Bessa, and S. P. Alves. 2017. Quality of eggs from different
laying hen production systems, from indigenous breeds and specialty eggs. Poultry
Science. 96:1485–1491.
Mappigau,P. and A. Sawe Ri Esso.2011. Analisis Strategi Pemasaran Telur Pada Peternakan
Ayam Ras Skala Besar di Kabupaten Sidrap. Jurnal AGRIBISNIS. X (3):14-31.
Moreki, J.C. and T. Montsho. 2011. A Review Of Egg Production In Botswana. Journal Of
World’s Poultry Research. 1(1) : 4-6.
Nurcholis, D. Hastuti dan B. Sutiono. 2009. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Ras Petelur
Periode Layer di Populer Farm Desa Kuncen Kecamatan Mijen Kota Semarang.
MEDIAGRO. 5 (2) : 38-49.
Purba, K. R., S. P. Syahlani, F. T. Haryadi, S. Andarwati, dan A. R. S. Putra. 2018. Analisis
Model Jaringan Sosial Rantai Pemasaran Telur Ayam Ras di Yogyakarta. Jurnal
Sain Peternakan Indonesia. 13(3):295-302.

19
Putri, A. M., Muhaerlin, dan Ita W. N.. 2017. Pengaruh Sistem Lantai dan Tingkat Kepadatan
Kandang Terhadap Performance Produksi Ayam Arab Jantan Periode Grower. Jurnal
Ternak Tropika. 18(2): 64-73.
Purwaningsih, D. L. 2014. Peternakan Ayam Ras Petelur di Kota Singkawang. Jurnal Online
Mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura. 2 (2) : 74-89.
Rudiyansyah, A. I., N. E. Wahyuningsih dan E. Kusumanti. 2015. Pengaruh Suhu, Kelembaban,
dan Sanitasi terhadap Keberadaan Bakteri Eschericia Coli dan Salmonella di Kandang
Ayam pada Peternakan Ayam Broiler Kelurahan Karanggeneng Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 3(2) : 196-201.
Salang, F., L. Wahyudi, E. D. Queljoe dan D. Y. Katili. 2015. Kapasitas Ovarium Ayam Petelur
Aktif. Jurnal Mipa Unsrat. 4(1) : 99-102.
Salele, C. C. L., B. Roimpandey, M. T. Massie dan P. O. V. Waleleng.2014. Analisis
Penggunaan Faktor Produksi Pada Perusahaan Ayam Ras Petelur (Studi Kasus Pada
UD. Kakaskasen Indah dan Cv. Nawanua Farm). Jurnal Zootek. 34 : 1-14.
Setiawati, T., R. Afnan dan N. Ulupi. 2016. Performa Produksi dan Kualitas Telur Ayam
Petelur pada Sistem Litter dan Cage dengan Suhu Kandang Berbeda. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 4(1) : 197-203.
Sutrisna, R. dan M. S. Sholeh. 2018. Performa Ayam Hasil Persilangan (F2) Yang Diberi
Ransum Kadar Protein dan Dosis Herbal Berbeda. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu.
6(2): 117-121.
Swastika, D. K. S., A. Agustian., dan T. Sudaryanto. 2011. Analisis Senjang Penawaran dan
Permintaan Jagung Pakan Dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik
Pakan, Dan Populasi Ternak Di Indonesia. Informatika Pertanian. 20(2): 65-75
Walukow, K. S., J. Laihad, J. R. Leke dan M. Montong. 2017. Penampilan Produksi Ayam Ras
Petelur MB 402 yang Diberi Ransum Mengandung Minyak Limbah Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis L). Jurnal Zootek. 37(1) : 123-124.
Zulfikar. 2013. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Kesmavet. –(-): 1-11

20
LAMPIRAN

Foto kunjungan dengan peternak

Foto bersama di kandang

21

Anda mungkin juga menyukai