Referat Tatalaksana ALO 1
Referat Tatalaksana ALO 1
Oleh:
1310311020
Fakhry Mar-Fathani
1210312081
Gangeswary 1210314002
Gunaseelan 1010314006
Hanifah 1030313049
Preseptor:
PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
kurnia-Nya sehingga referat yang berjudul “Tatalaksana Udem Paru” ini bisa kami selesaikan
dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai Atrial
Fibrillasi, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUP Dr. M.Djamil Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Citra Kiki Krevani, SpJP sebagai preseptor dan
dokter-dokter residen jantung yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan saran,
perbaikan, dan bimbingan kepada kami. Kami ucapkan juga terima kasih kepada rekan-rekan
sesama dokter muda dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan referat
ini yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu disini.
Dengan demikian, kami berharap semoga referat ini bisa menambah, wawasan,
pengetahuan, dan meningkatkan pemahaman semua pihak tentang Tatalaksana Udema Paru.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR .......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................5
BAB 1 PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi…………….......................................................................8
2.4 Patofisiologi….……………...................................................................10
2.6 Diagnosis…………….............................................................................14
2.7 Tatalaksana……………..........................................................................17
BAB 3 KESIMPULAN……………………………………………………………….....29
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................30
3
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I
PENDAHULUAN
disebabkan oleh ekstravasasi fluida dari pembuluh darah paru ke interstitium dan alveoli
kardiogenik. Cardiogenic pulmonary edema (CPE) adalah kejadian yang cukup sering
terjadi dan berpotensi menjadi kondisi mematikan yang sering ditemui dalam bagian
gawat darurat. Penderita CPE, pada kenyataannya, memiliki angka kematian di rumah
sakit sebesar 15% sampai 20%, dan angka kematian yang mungkin lebih tinggi lagi bila
kondisinya dikaitkan dengan miokard akut infark (AMI) atau disfungsi katup akut.1
Menurut penelitian pada tahun 1994, terdapat 74,4 juta penderita edema paru di
dunia. Di Jerman terdapat sekitar 6 juta penduduk. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita
edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika
Penyakit edem paru ditemukan pertama kali di Indonesia pada tahun 1971. Sejak
itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden
tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR)=35,19 per 100.000 penduduk dan
CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 19,24 (tahun 2002) dan
6
Dengan angka mortalitas yang cukup tinggi dan kejadian yang cenderung
meningkat ini, maka dirasa perlu untuk membahas mengenai udem paru kardiogenik ini
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Edema paru akut adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan pengelolaan
langsung. Edema paru ini ditandai dengan dyspnoea dan hipoksia sebagai hasil dari akumulasi
Edema paru dapat didefinisikan sebagai peningkatan cairan paru-paru yang disebabkan
oleh ekstravasasi fluida dari pembuluh darah paru ke interstitium dan alveoli paru-paru. Udem
Paru umumnya diklasifikasikan sebagai nonkardiogenik dan kardiogenik. (CPE) adalah hal yang
sering terjadi dan berpotensi menjad kondisi mematikan sering ditemui dalam pengobatan
darurat. Banyak kondisi baik secara langsung atau tidak langsung mengarah pada perkembangan
edema paru. Terlepas dari penyebab utama CPE, semua pasien yang mengembangkan CPE harus
didiagnosis dan dikelola dengan cepat. Pasien CPE dapat berkembang menjadi kegagalan
2.2 Epidemiologi
Penyakit edem paru ditemukan pertama kali di Indonesia pada tahun 1971. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di
Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan meningkat
baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan
incidence rate (IR)=35,19 per 100.000 penduduk dan CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun
tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99
8
Penderita CPE memiliki angka kematian di rumah sakit sebesar 15% sampai
20%, dan angka kematian yang mungkin lebih tinggi lagi bila kondisinya dikaitkan dengan akut
miokard infark (AMI) atau disfungsi katup akut.1 Menurut penelitian pada tahun 1994, terdapat
74,4 juta penderita edema paru di dunia. Di Jerman terdapat sekitar 6 juta penduduk. Di Inggris
sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara
komprehensif. Di Amerika Serikat sekitar 5,5 juta penduduk menderita edema. 2 Tingkat
kematian satu tahun untuk pasien rumah sakit dengan edema paru akut sekitar 40%. Data yang
dilaporkan di Australia dari 2011-12 memperkirakan bahwa 96 700 orang dewasa mengalami
gagal jantung, dengan dua pertiga dari jumlah ini setidaknya berusia 65 tahun. Kebanyakan
pasien dengan penyakit kronis gagal jantung ini akan memiliki setidaknya satu episode akut
Penyebab umum adalah eksaserbasi akut gagal jantung kiri kronis. Kegagalan kronik
jantung kiri biasanya adalah hasil gagal jantung kongestif (CHF) atau kardiomiopati Eksaserbasi
akut gagal LV kronis dapat terjadi karena pengobatan atau ketidakpatuhan diet (misalnya,
penghentian obat diuretik, asupan garam berlebih, dan sebagainya) atau dari akut iskemia
jantung.1
9
Faktor pencetus5 :
• Aritmia
Perikarditis
• Endokarditis
2. Kelebihan cairan
4. Ketidakpatuhan terhadap:
5. Emboli Paru
• Septicemia
• Anemia
• Tirotoksikosis
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi udem paru akut tergambar pada gambar 2. Pada paru normal, cairan
bergerak terus menerus keluar dari pembuluh darah ke ruang interstisial sesuai dengan
perbedaan masing-masing tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik protein, serta permeabilitas
10
membran kapiler. Saat tekanan interstisial paru melebihi tekanan pleura, cairan bergerak
melintasi pleura viseral, menciptakan efusi pleura. Karena permeabilitas endothelium kapiler
tetap normal, cairan saringan yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein rendah.
Penghapusan cairan dari ruang udara paru tergantung pada transportasi aktif natrium dan klorida
di seluruh epitel alveolar pembatas. Situs utama reabsorpsi natrium dan klorida adalah saluran
ion epitel yang terletak di membran apikal alveolar epitel tipe I dan II sel dan epitel saluran
napas distal. Sodium aktif diekstrusi ke ruang interstisial dengan cara Na +/ K +-ATPase terletak
di membran basolateral dari sel tipe II. Air mengikuti secara pasif, mungkin melalui aquaporins,
yaitu saluran air yang ditemukan terutama pada sel epitel alveolar tipe I.5
Disfungsi sistolik dan diastolik jantung kiri, menyebabkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tekanan diastolik akhir, yang menyebabkan peningkatan cairan paru. Selama siklus
ini, aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang terjadi sebagai akibat peningkatan tekanan
diastolik akhir dan menghasilkan efek simpatis meningkat. Hipoksia dan peningkatan kerja
pernafasan pada pasien yang dalam kecemasan, yang juga menyebabkan peningkatan produksi
katekolamin dan efek simpatik. Oleh karena itu, pada tingkat yang paling dasar, hasil akhir dari
siklus ini adalah membiarkan jantung kiri berusaha dengan sia-sia untuk memompa sistemik
yang resistensi vascular nya sangat tinggi (peningkatan afterload), mengakibatkan curah jantung
yang buruk. Sementara itu, saringan sisi kanan terus berlanjut (preload over) menghasilkan
cairan interstisial pulmoner yang lebih besar. Siklus ini akhirnya menyebabkan edema paru,
11
Gambar 1. Patofisiologi Udem Paru Akut 5
12
2.5 Manifestasi klinis
Secara umum manifestasi dari udem paru adalah dispneu dan hipoksia sekunder oleh
akumulasi cairan dalam paru yang mengganggu pertukaran gas dan kerja paru. 3
Stadium 1
Pada stadium 1, tekanan atrium kiri yang meningkat menyebabkan distensi dan pembukaan
pembuluh paru kecil. Pada tahap ini, pertukaran gas darah tidak memburuk, atau bahkan sedikit
meningkat.
Stadium 2
Pada tahap 2, cairan dan koloid berpindah dari kapiler paru ke interstitium paru, namun
peningkatan pengeluaran aliran inisial limfatik secara efisien dapat menghilangkan cairan.
Penyaringan cairan dan zat terlarut yang terus berlanjut dapat mengganggu kapasitas drainase
limfatik. Dalam tahap ini, cairan awalnya dikumpulkan di kompartemen interstisial yang relatif
sesuai, yang umumnya merupakan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, terutama di
zona dependen.
Akumulasi cairan di interstitium dapat membahayakan saluran udara kecil, yang menyebabkan
hipoksemia ringan. Hipoksemia pada tahap ini jarang untuk meperbesar takiknea. Takipnea pada
tahap ini terutama disebabkan oleh stimulasi reseptor kapiler juxtapulmonar (tipe J), yang
merupakan ujung saraf non-myelin yang terletak di dekat alveoli. Reseptor tipe J terlibat dalam
13
Stadium 3
Pada tahap 3, karena filtrasi cairan terus meningkat dan pengisian ruang interstisial yang longgar
terjadi, cairan terakumulasi di ruang interstisial yang relatif berlebih. Ruang interstisial bisa
berisi cairan hingga 500 mL. Dengan akumulasi lebih lanjut, cairan tersebut melintasi epitel
alveolar ke alveoli, yang menyebabkan banjir alveolar. Pada tahap ini, kelainan pada pertukaran
gas akan muncul, kapasitas vital dan volume pernafasan lainnya berkurang secara substansial,
2.6 Diagnosis
a. Anamnesis6
Pasien datang dengan gambaran klinis gagal jantung kiri dengan onset tiba-tiba karena sesak
napas dan gelisah. Penderita paling sering mengeluh sesak napas dan keringat dingin yang banyak.
Pasien dengan gejala onset bertahap (misalnya, di atas 24 jam) sering melaporkan dispnea on exertion,
Batuk adalah keluhan yang sering dan mungkin memberi petunjuk awal untuk memburuknya
edema paru pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri kronis. Sputum berbusa mungkin akan muncul
pada penyakit berat. Kadang-kadang, suara serak bisa terjadi akibat kompresi yang melumpuhkan nervus
laryngeal rekuren dari atrium kiri yang membesar, seperti pada stenosis mitral (Ortner sign). Nyeri dada
harus diwaspadai terhadap kemungkinan iskemia miokard akut / infark atau diseksi aorta dengan
b. Pemeriksaan fisik6
14
Temuan fisik pada pasien dengan CPE adalah takipnea dan takikardia. Pasien terlihat gelisah,
sistolik LV parah dan kemungkinan syok kardiogenik. Ekstrem yang dingin bisa mengindikasikan curah
Auskultasi paru-paru biasanya menunjukkan ronkhi dan juga wheezing. Ronkhi biasanya
Temuan kardiovaskular biasanya distensi vena jugularis. Pada auskultasi akan muncul S3,
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji etiologi edem paru.
Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar
protein, urinalisa gas darah, enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide (BNP). BNP
dan prekursornya pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai edem paru kardiogenik
pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan dengan pulmonary artery occlusion
pressure, left ventricular end-diastolic pressure dan left ventricular ejection fraction. Pemeriksaan BNP
ini menjadi salah satu tes diagnosis untuk menegakkan gagal jantung kronis berdasarkan pedoman
d. Radiologi6
Rontgen dada sangat membantu dalam membedakan CPE dari penyebab paru lain yang
15
- Pembesaran hati
- Aliran darah terbalik
- Garis kerley
- Edema Basilar
- Absence of air bronchograms
e. Ekokardiografi6
Ekokardiogram merupakan alat diagnostik penting dalam menentukan etiologi edema paru.
Ekokardiografi dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi sistolik dan diastolik LV, serta fungsi katup,
dan untuk menilai penyakit perikardial. Hal ini sangat membantu dalam mengidentifikasi etiologi
Alur
diagnosa juga
bisa dilihat
pada gambar
3.
16
Gambar 2. Algoritme Diagnosa5
2.7 Tatalaksana
Tujuan pengelolaan udem paru akut adalah reduksi gejala, pengurangan kelebihan cairan
ekstraselular, peningkatan hemodinamik, perbaikan oksigenasi arteri dan perfusi yang baik
mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas, perfusi organ), sedangkan penyebab
utama juga harus diselidiki dan diobati sesegera mungkin bila memungkinkan. Prinsip
1) Oksigen
Pada kasus ringan oksigen bisa diberikan dengan kanul hidung atau masker muka
(face mask). Continuous positive airway pressure (CPAP) sangat membantu pada
pressure ventilation (NPPV) pada edema paru akut kardiogenik. Kedua teknik tersebut dipakai
untuk menurunkan need for endotracheal intubation (NETI) dan kematian dibandingkan
standard medical therapy (SMT), serta tidak menunjukkan peningkatan risiko infark miokard
akut. CPAP dianggap sebagai intervensi pertama dari NPPV yang tidak menunjukkan khasiat
yang lebih baik bahkan pada pasien dengan kondisi lebih parah, tetapi lebih murah dan lebih
17
2) Obat-obatan
a. Obat-obatan yang menurunkan preload
Nitrogliserin (NTG) dapat menurun-kan preload secara efektif, cepat, dan efeknya
dapat diprediksi. Pemberian NTG secara intra vena diawali dengan dosis rendah
diuresis dan venodilatasi. Dosis furosemide dapat diberikan per oral 20-40 mg/hari
pada keadaan yang ringan hingga 5-40 mg/jam secara infus pada keadaan yang
berat.7,8
Morfin sulfat digunakan untuk menu-runkan preload dengan dosis 3 mg secara intra
load, serta memperbaiki volume sekuncup dan curah jantung. Pemberian secara intra
vena (enalapril 1,25 mg) ataupun sublingual (captopril 25 mg) akan memperbaiki
keluhan pasien. Pada suatu meta analisis didapati bahwa pemberian ACE inhibitors
7,8
akan menurunkan angka mortalitas.
c. Obat-obatan golongan inotropik
Obat-obatan golongan inotropik diberikan pada edema paru kardiogenik yang
7,8
µg/kg/menit.
18
Gambar 3. Algoritma Manajemen Edema/Kongesti Paru Akut11
Berikut adalah algoritma penatalaksanaan edem paru akut kardiogenik berdasarkan PERKI
1. Pada pasien yang telah mendapatkan pengobatan diuretic, dosis yang direkomendasikan
sebesar 2,5x dari dosis oral yang biasanya diberikan. Dapat diulang jika diperlukan.
2. O2 saturasi dengan pulse oximeter <90 atau PaO2<60 dapat diberikan yang terkait
dengan peningkatan resiko mortalitas jangka pendek. Oksigen tidak boleh digunakan
secara rutin pada pasien non hipoksemia karena menyebabkan vasokonstriksi dan
tergantung respon (titrasi dosis dibatasi jika terdapat takikardia, aritmia atau iskemik).
19
Dosis>20 mikrogr/kg/menit jarang sekali diperlukan. Bahkan dobutamine mungkin
memiliki aktivitas vasodilator ringan sebagai akibat dati stimulasi beta-2 adrenoseptor.
6. Pasien harus diobservasi ketat secara regular (gejala, denyut dan ritme jantung SpO2,
tergantung respon, biasanya titrasi naiknya dosis dibatasi oleh hipotensi. Dosis>100
(produksi urine >100 ml/jam dalam 2 jam pertama), peningkatan saturasi O2 dan
biasanya terjadi peurunan denyut jantung dan frekuensi pernafasan yang seharusnya
terjadi dalam 1-2 jam pertama. Aliran darah perifer juga dapat meningkatkan seperti yang
ditandai oleh penurunan vasokonstriksi kulit, peningkatan suhu kulit, dan perbaikan
dyspnea), komorbiditas (misalnya nyeri dada akibat iskemia miokard), dan efek samping
dan paru, denyut dan irama jantug, tekanan darah, perfusi perifer, frekuensi pernafasan
serta usaha pernafasan. EKG (ritme/iskemia dan infark) dan kimia darah/ hematologi
(anemia, gangguan elektrolit, gagal ginjal) juga harus diperiksa. Pulse oxymetry (atau
pengukuran gas darah arteri) harus diperiksa dan diperiksakan ekokardiografi jika belum
dilakukan.
11. Produksi urine < 100 ml/jam dalam 1-2 jam pertama adalah respon awal pemberian
alternative (emboli paru misalnya), masalah mekanis akut, dan penyakit katup yang berat
20
(terutama stenosis aorta). Kateterisasi artei paru dapat mengnditifikasi pasien dengan
tekanan pengisian ventrikel kiri yang tidak adekuat (lebih tepat dalam menyesuaikan
terapi vasoaktif)
13. Balon pompa intra aorta atau dukungan sirkulasi mekanik lainnya harus dipertimbangkan
fisiologis tertentu (misalnya saturasi oksigen) pada pasien dengan edema paru akut.
Namun, penelitian RCT besar yang terbaru menunjukan bahwa ventilasi non-invasif
tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan angka kematian bila
dibandingkan dengan terapi standar, termasuk nitrat (dalam 90% dari pasien) dan opiate
(di 51% dari pasien). Hasil ini berbeda dengan penelitian dari metaanalisis sebelumnya
dengan studi yang lebih kecil. Ventilasi non-invasif dapat digunakan sebagai terapi
tambahan untuk meringanan gejala pada pasien dengan edem paru dan gangguan
pernafasan parah atau pada pasien yang kondisinya gagal membaik dengan terapi
ventrikel kiri adekuat (baik disimpulkan atau diukur secara langsung) maka mulai infus
dopamine 2,5 mikrogram/kg/menit. Dosis yang lebih tinggi tidak dianjurkan untuk
meningkatkan diuresis
21
18. Jika langkah 17 dan 18 tidak menghasilkan diuresis yang adekuat dan pasien tetap terjadi
Selain itu, terapi definitif pada udem paru akut juga dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 4.Terapi Definitif Udem Paru Akut 4
22
• Infus adrenalin
• Antagonis Vasopressin (conivaptan, tolvaptan)
• Vasodilator (natrium nitroprusside)
• Inotrop (untuk syok kardiogenik atau keadaan hipoperfusi dengan SBP <90 mmHg)
- stimulator beta-adrenergik (dobutamin, dopamin)
- Penghambat phosphodiesterase (milrinone, enoximone)
• Ultrafiltrasi
• Dukungan mekanis (misalnya intra-aortic balloon pump) untuk kejutan kardiogenik
Setelah keadaan pasien stabil, direncanakan juga perawatan post akut.
Penyebab utama paru akut pasien edema harus diobati Ini termasuk mengulas obat-
obatan mereka untuk melihat apakah ada obat-obatan, seperti obat non-obat antiinflamasi
steroid, verapamil atau diltiazem, bisa saja berkontribusi pada masalah ini. Pemantauan
tambahan termasuk bobot harian, dan pengukuran elektrolit serum dan ginjal fungsi juga
dianjurkan. Jika ada bukti fraksi ejeksi yang berkurang dan kronis gagal jantung maka
dipertimbangkan.3
Hal-hal yang termasuk kedalam perencanaan perawatan post akut diantaranya :
• Rencana pengelolaan terstruktur
• Perawatan berbasis tim sesuai kebutuhan dan akses
• Edukasi dan support untuk pasien dan perawat
• Penilaian rumah dan dukungan masyarakat
• Gaya hidup
- berhenti merokok
- diet: ikuti panduan Heart Foundation, tidak ditambahkan garam
- pembatasan cairan: maksimal 2 L / hari (1,5 L / hari jika CHF berat)
- alkohol: tidak lebih dari satu unit per hari
- latihan: program individual
• Investigasi
- echocardiogram: wajib untuk semua pasien pasca-AhF
- EKG, profil lipid, glukosa, fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi tiroid, studi besi, Fbe
• Pemantauan: pemantauan diri pasien (gejala, berat badan, tekanan darah)
• Pemeriksaan oleh dokter (frekuensi yang ditentukan oleh tingkat keparahan dan
stabilitas CHF):
- gejala, berat badan, tekanan darah, status kardiorespirasi
- manajemen faktor risiko
- komorbiditas (terutama penyakit jantung iskemik, diabetes, PPOK, gangguan ginjal,
23
- Review pengobatan
- Patologi (urea, kreatinin, elektrolit, Fbe)
• Pengobatan yang ditunjukkan (* memperbaiki prognosis dan juga gejala)
- angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) *: semua pasien
dengan CHF (jika tidak ditolerir menggunakan angiotensin II receptor blocker)
- beta blocker *: pasien dengan gagal sistolik; (bisoprolol, carvedilol, metoprolol,
nebivolol)
- Frusemide: gejala kelebihan cairan
- spironolakton *: tambahkan jika kontrol gejala tidak memadai
- digoxin: pertimbangkan untuk atrial fibrillation, atau sebagai tambahan terapi untuk
irama sinus dengan CHF berat yang tidak terkontrol dengan baik
• Obat-obatan (kontraindikasi atau peringatan):
- verapamil dan diltiazem
- Penghambat NSAID atau siklooksigenase-2
- kortikosteroid
• Vaksinasi: influenza, pneumokokus
• Perangkat terapi untuk pasien dengan CHF sedang atau berat (ahli jantung akan menilai
Prediktor angka kematian di rumah sakit pada pasien yang mengalami edema paru kardiogenik3 :
Usia lanjut
24
Hipotensi
Penggunaan digoxin
Sakit dada
Anemia
Pada penelitian Roguin dkk pada tahun 2000, pasien dengan udem paru akut dalam
penelitian ini sebagian besar adalah lansia, dan memiliki IHD, hipertensi, diabetes dan
riwayat APOE sebelumnya. Kematian keseluruhan tinggi (di rumah sakit, 12%: 1 tahun,
40%). Disfungsi ventrikel kiri dikaitkan dengan tingginya mortalitas di rumah sakit, namun
25
BAB III
KESIMPULAN
Edema paru akut adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan pengelolaan
langsung. Edema paru ini ditandai dengan dyspnoea dan hipoksia sebagai hasil dari akumulasi
cairan di paru-paru yang mengganggu gas pertukaran dan kepatuhan paru-paru.Edema paru
dapat didefinisikan sebagai peningkatan cairan paru-paru yang disebabkan oleh ekstravasasi
fluida dari pembuluh darah paru ke interstitium dan alveoli paru-paru. Udem Paru umumnya
diklasifikasikan sebagai nonkardiogenik dan kardiogenik. (CPE) adalah hal yang sering terjadi
dan berpotensi menjad kondisi mematikan sering ditemui dalam pengobatan darurat. Banyak
kondisi baik secara langsung atau tidak langsung mengarah pada perkembangan edema paru.
Terlepas dari penyebab utama CPE, semua pasien yang mengembangkan CPE harus didiagnosis
dan dikelola dengan cepat. Pasien CPE dapat berkembang menjadi kegagalan pernafasan jika
terutama untuk mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas, perfusi organ), sedangkan
penyebab utama juga harus diselidiki dan diobati sesegera mungkin bila memungkinkan. Prinsip
26
DAFTAR PUSTAKA
Physician.2010; 39(12).
5. Ware LB, and Matthay MA. Acute Pulmonary Edema. New England Journal of Medicine.
2005;353(26).
7. Mattu A, Martinez JP, Kelly BS. Modern management of cardiogenic pulmonary edema.
8. Nieminen MS, Bohm M, Cowie MR, Drexler H, Filippatos GS, Jondeau G, et al.
Executive summary of the guidelines on the diagnosis and treatment of acute heart
27
9. Winck JC, Azevedo LF, Costa-Pereira A, Antonelli M, Wyatt JC. Efficacy and safety of
11. PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: Pengurus Pusat
12. Roguin A, et al. Long-term prognosis of acute pulmonary oedema--an ominous outcome.
28