Anda di halaman 1dari 58

BAB II

DASAR TEORI

1.1. Teori Gelombang

Gelombang adalah suatu gejala terjadinya penjalaran suatu gangguan

melewati suatu medium, dimana setelah gangguan itu lewat keadaan medium

akan kembali ke keadaan semula, seperti sebelum gangguan itu datang (Tipler,

1998).

Gangguan/ getaran-getaran ini tidaklah acak, seperti dalam getaran-getaran

thermal, tetapi berurutan, gerakan-gerakan osilasi yang dibangkitkan oleh sumber

luar. Sebuah sumber secara tipikal (disebut transduser) adalah satu atau lebih

kristal yang digerakkan dengan cara memberikan tegangan listrik agar bergetar

dan diberi hubungan dengan permukaan sisi permukaan sisi luar pembungkusnya.

Maka seperti pergerakan partikel-partikel permukaan, ikatan partikel-partikel

yang bersebelahan berubah sehingga bergerak. Dalam hal ini getaran-getaran

mekanik bergerak sangat cepat melalui medium.

Medium merupakan sekumpulan partikel yang saling berinteraksi dimana

gangguan tersebut merambat. Partikel digunakan untuk mendeskripsikan sebuah

volume medium yang sangat kecil dimana semua atom-atom dapat dianggap

mempunyai gaya-gaya fisik yang sama. Jika pergerakan suatu partikel dalam

medium pentranmisian ultrasonik dilihat secara seksama, partikel terlihat bergerak

mundur dan maju dengan jumlah kecil. Sebuah bentuk umum dari getaran adalah

pergerakan harmonik sederhana atau pergerakan sinusoidal.


1.2. Klasifikasi Gelombang

Gelombang berdasarkan medium tempat perambatannya dapat dibedakan

menjadi dua bagian, yaitu:

1. Gelombang mekanik, yaitu gelombang merambat melalui medium yang dapat

mengalami deformasi atau medium elastik. Contoh dari gelombang ini adalah

gelombang bunyi (akustik), gelombang pada permukaan air dan gelombang

pada tali.

2. Gelombang non mekanik atau gelombang elektromagnetik. Gelombang ini

tidak memerlukan medium karena dapat merambat pada ruang hampa.

Perubahan yang diakibatkan bukan perubahan mekanik. Contoh dari

gelombang elektromagnetik adalah gelombang mikro, gelombang infra merah

dan sinar tampak.

2.2.1. Gelombang Mekanik

Salah satu gelombang yang mudah dibayangkan adalah gelombang

mekanik (mechanical wave). Gelombang seperti ini menyebabkan terjadinya

gerak pada medium tempat perambatannya.

Menurut Resnick dan Halliday (1996), gelombang mekanik berasal di

dalam pergeseran dari suatu bagian medium elastis dari kedudukan normalnya.

Karena sifat–sifatnya elastik dari medium, maka gangguan tersebut

ditransmisikan dari suatu lapisan ke lapisan berikutnya, akibatnya gelombang atau

gangguan tadi akan bergerak maju melalui medium tersebut. Perlu diperhatikan

bahwa medium itu sendiri tidak bergerak secara keseluruhan bersama-sama gerak

gelombang tersebut, tetapi hanya berosilasi titik keseimbangannya.


Sifat- sifat medium yang menentukan cepat rambat sebuah gelombang

melalui medium tersebut adalah inersia dan elastisitas. Elastisitas akan

menimbulkan gaya-gaya pemulih pada setiap bagian medium yang dipindahkan

dari kedudukan keseimbangannya dan inersia yang akan menyatakan bagaimana

bagian yang dipindahkan dari medium ini akan menanggapi gaya-gaya pemulih.

Semua medium, seperti udara, air dan baja memiliki sifat elastisitas dan inersia

sehingga dapat mentransmisikan gelombang mekanik.

Selain penggolongan berdasarkan sifat–sifat di atas, gelombang dapat

diklasifikasikan dengan meninjau gerak partikel materi dengan arah perambatan

gelombang seperti terkait pada Gambar 2.1, antara lain adalah:

1. Gelombang transversal (transversal waves), yaitu gelombang yang arah

perambatan gelombangnya tegak lurus dengan arah getaran medium

gelombang merambat. Contoh: jika sebuah tali vertikal di bawah tegangan

dibuat berosilasi bolak-balik disebuah ujung, maka gelombang transversal

akan berjalan sepanjang tali tersebut: gangguan bergerak sepanjang tali tetapi

pertikel-partikel tali bergetar di dalam arah yang tegak lurus terhadap arah

penjalaran gangguan.

2. Gelombang longitudinal (longitudinal waves) adalah gelombang yang arah

rambatannya searah dengan getaran medium gelombang merambat. Contoh:

jika sebuah pegas vertikal di bawah tegangan dibuat berosilasi ke atas dan ke

bawah disebuah ujung, maka sebuah gelombang longitudinal berjalan

sepanjang pegas tersebut, koil-koil tersebut bergetar bolak-balik di dalam arah

dimana gangguan berjalan sepanjang pegas.


Gambar 2.1. Gelombang transversal pada tali (kiri) dan gelombang longitudinal

pada pegas (kanan)

(Resnick dan Halliday, 1996)

2.2.1.1. Gelombang Bunyi (Akustik)

Bunyi adalah rangsangan yang menggetarkan organ telinga (pendengaran)

manusia, sehingga manusia mendengar rangsangan atau getaran yang disebabkan

oleh rangsangan tersebut.

Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis longitudinal. Gelombang

bunyi tersebut dapat dijalarkan di dalam benda padat, benda cair dan gas. Partikel-

partikel bahan yang mentransmisikan sebuah gelombang itu berosilasi di dalam

arah penjalaran gelombang itu sendiri (Resnick dan Halliday, 1996).

Gelombang bunyi ini merupakan getaran molekul – molekul zat dan saling

beradu satu sama lain namun demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan

gelombang serta mentramisikan energi bahkan tanpa terjadi perpindahan partikel

(Resnick dan Halliday, 1992). Apabila gelombang bunyi merambat mencapai

batas permukaan maka gelombang bunyi tersebut akan mengalami transmisi dan

refleksi.
Berdasarkan jangkauan frekuensi, maka gelombang akustik/ bunyi dapat

diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Gelombang infrasonik (infrasonic waves), yaitu gelombang yang mempunyai

jangkauan frekuensi yang sangat rendah sehingga tidak dapat terdengar oleh

telinga manusia. Batas maksimum frekuensi gelombang infrasonik sekitar 20

Hz.

2. Gelombang sonik (sonic waves), yaitu gelombang mekanik yang mempunyai

jangkauan frekuensi yang dapat terdengar oleh manusia antara 20 Hz sampai

20 kHz. Jangkauan frekuensi seperti ini dinamakan audio range.

3. Gelombang ultrasonik (ultrasonic waves), yaitu gelombang mekanik yang

mempunyai jangkauan frekuensi sangat tinggi sehingga tidak dapat terdengar

oleh manusia. Batas frekuensinya diatas 20 kHz.

2.2.1.1.1. Gelombang Ultrasonik

Menurut Sukarno (2010), pada dasarnya ultrasonic adalah gelombang

suara yang memiliki frekuensi di atas batas pendengaran manusia. Frekuensi batas

pendengaran manusia berbeda-beda untuk setiap orang. Namun pada umumnya

frekuensi batas pendengaran manusia adalah dari 20 Hz – 20 kHz. Dan

gelombang ultrasonic memiliki frekuensi lebih dari 20 kHz. Sampai saat ini,

frekuensi gelombang ultrasonic telah mencapai 1 GHz dan jika melebihi frekuensi

1 GHz maka disebut hypersonic.

Dari Gambar 2.2. terlihat spektrum dari gelombang ultrasonic beserta

aplikasinya. Pada frekuensi 10 kHz – 150 kHz, ultrasonic dipakai untuk

komunikasi beberapa binatang seperti kelelawar dan lumba-lumba. Jika pada


frekuensi ini dayanya ditingkatkan maka ultrasonic dapat dipakai untuk

membantu proses pembersihan (cleaner) beberapa material misalkan perhiasan.

Untuk aplikasi medical imaging dibutuhkan frekuensi dari 1 MHz sampai dengan

20 MHz misalkan seperti yang dipakai untuk ultrasonografi (USG). Demikian

pula untuk aplikasi lainnya membutuhkan range frekuensi tersendiri.

Gambar 2.2. Spektrum aplikasi gelombang ultrasonik

(Cheeke, 2002)

Dalam bukunya Cheeke (2002), menyebutkan setidaknya ada dua fitur

unik yang dimiliki oleh gelombang ultrasonik :

1. Gelombang ultrasonic merambat lebih pelan 100.000 kali daripada gelombang

elektromagnetik. Hal ini memudahkan untuk memperoleh informasi waktu,

variabel delay, dan lain-lainnya pada saat gelombang ultrasonic merambat.

2. Gelombang ultrasonic mudah masuk melewati bahan yang tidak bisa dilewati

oleh cahaya. Karena gelombang ultrasonic cukup murah, sensitif dan reliabel

maka dapat dimanfaatkan untuk mengetahui bentuk gambar topografi dari

bahan yang tidak tembus cahaya.


2.2.1.1.1.1. Perambatan Gelombang Ultrasonik

Gelombang ultrasonik yang dihasilkan oleh transduser dapat berupa

sinyal pulsa atau sinyal kontinu, tergantung pada tegangan yang diinputkan pada

transduser. Mode apa yang akan dipakai tergantung pada metode tes yang akan

digunakan.

Karakteristik gelombang ultrasonik yang melalui medium mengakibatkan

getaran partikel dengan medium amplitudo sejajar dengan arah rambat secara

longitudinal sehingga menyebabkan partikel medium membentuk rapatan (strain)

dan tegangan (stress). Proses kontinu yang menyebabkan terjadinya rapatan dan

regangan di dalam medium disebabkan oleh getaran partikel secara periodik

selama gelombang ultrasonik melaluinya (Resnick dan Halliday, 1992).

Gelombang ultrasonik di dalam material dapat merambat dengan tiga

macam pola gelombang yang sering digunakan, yaitu gelombang longitudinal,

gelombang transversal, gelombang permukaan atau Rayleigh waves.

Gelombang longitudinal merupakan gelombang yang paling sering

digunakan untuk pengujian ultrasonik. Kelebihan gelombang ini adalah

kemampuannya yang dapat merambat di dalam zat cair dan gas, sama baiknya

seperti pada material solid. Mekanisme gelombang ini adalah perambatannya

sejajar dengan arah gerakan atom yang digetarkan.

Gelombang transversal merupakan jenis gelombang yang juga sering

digunakan, tetapi tidak seperti gelombang longitudinal, gelombang ini sulit

merambat dalam zat cair dan gas, karena karakternya yang kurang elastis dan

dibutuhkan gaya yang kuat pada partikel untuk berosilasi. Gelombang ini dapat

terjadi apabila gelombang ultrasonik merambat pada arah yang tegak lurus,
dengan vibrasi yang bergerak ke atas dan ke bawah, pada arah dan bidang gerakan

atom yang digetarkan. Ilustrasi dari gelombang ini secara skematis ditunjukkan

pada Gambar 2.3. yang menunjukkan pergerakan partikel berpengaruh terhadap

rambatan dari gelombang longitudinal dan transversal.

Gambar 2.3. Pergerakan partikel akibat gelombang longitudinal (kiri) dan

gelombang transversal (kanan) (k arah pergerakan gelombang, 𝓵 jarak antara atom

yang bersebelahan)

(Still, 2010)

2.2.1.1.1.2.Karakteristik Gelombang Ultrasonik

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa gelombang suara

merambat bergantung kepada vibrasi-vibrasi atau gerakan dari partikel-partikel

didalam material, hal ini dikarenakan massa-massa dari partikel atom dan

konstanta pegas dari setiap material berbeda-beda. Gelombang ultrasonik dapat

digambarkan sebagai kumpulan osilasi dengan jumlah yang tidak terbatas atau

partikel-partikel yang terhubung secara elastis. Setiap partikel saling dipengaruhi

oleh pergerakan partikel lain disebelahnya dan masing-masing inersia atau

kelembaman dan elastis akan mengembalikan gaya pada setiap partikelnya

(Anonim², 2009).
Gambar 2.4. Ilustrasi hukum hook’s

(Anonim², 2009).

Perambatan gelombang ultrasonik didalam suatu material memiliki

karakter yang reflektif atau memantul, apabila dihubungkan dengan teori fisika

gelombang, maka dapat dianalogikan dengan hukum Hook (Hook's Law) pada

ilustrasi pegas (Gambar 2.4). Massa pada pegas memiliki frekuensi gema tunggal

(single resonant frequency), ditentukan oleh nilai konstanta pegas k dan massanya

m. Di bawah batas elastis setiap material, terdapat hubungan yang linear antara

pergerakan partikel (particle displacement) dan gaya untuk partikel kembali ke

titik setimbangnya. Linieritas ini dijelaskan dengan hukum Hook.

Hukum Hook menjelaskan bahwa gaya balik dari pegas proporsional pada

panjang ketika pegas mengalami peregangan atau tertarik, dan bergerak pada arah

berlawanan. Hukum Hook dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐹 = − 𝑘𝑥 (2.1)

Dimana:

F = gaya pegas

k = konstanta pegas

x = jarak pergerakan partikel


Dari perumusan diatas dapat dijelaskan bahwa F merupakan gaya yang

ditimbulkan pegas, k merupakan konstanta pegas, dan x adalah perubahan panjang

pada partikel pegas. Hukum Hook juga berhubungan dengan hukum II Newton,

dimana dikatakan bahwa gaya yang diberikan pada material akan diseimbangkan

oleh massa dan percepatan partikelnya. Perumusan hukum II Newton adalah

sebagai berikut:

𝐹 =𝑚𝑎 (2.2)

2.2.1.1.1.3.Frekuensi, Kecepatan dan Panjang Gelombang

Panjang gelombang (λ) adalah jarak yang ditempuh gelombang suara

dalam satu getaran. Frekuensi (f) adalah banyaknya gelombang yang bergetar

dalam waktu satu detik. Periode adalah waktu yang dibutuhkan gelombang

menempuh satu panjang gelombang dan sebanding dengan 1/f. Kecepatan

gelombang suara (c) adalah jarak yang dilalui oleh gelombang persatuan waktu

dan sebanding dengan panjang gelombang dibagi dengan periode. Karena periode

dan frekuensi berbanding terbalik, maka hubungan antara kecepatan, panjang

gelombang, dan frekuensi untuk gelombang ultrasonik adalah :


𝑐
𝜆=𝑓 (2.3)

Dimana: λ = panjang gelombang (m), c = kecepatan gelombang suara

(m/s), dan f = frekuensi gelombang suara (Hz).

Kecepatan ultrasonik ini akan sangat bergantung pada medium

perambatannya dan akan berbeda pada medium yang berbeda. Sedangkan

hubungan matematis antara kecepatan gelombang dengan karakteristik medium

perambatan adalah sebagai berikut :


𝐸
𝑐= (2.4)
𝜌

Dimana: E adalah modulus elastisitas dan ρ adalah massa jenis/densitas

medium. Besaran frekuensi dari ultrasonik yang ditembakkan dari suatu

transduser ultrasonik tidak akan berpengaruh pada perubahan dari kecepatan

perambatannya pada suatu medium.

2.2.1.1.1.4.Impedansi Akustik

Impedansi akustik (Z) dari suatu material didefinisikan sebagai perkalian

antara kerapatan (ρ) dengan kecepatan rambat gelombang suara (c).

𝑍=𝜌𝑐 (2.5)

Dimana: Z adalah impedansi akustik (kg/m²s), ρ adalah massa

jenis/densitas (kg/m³) dan c adalah laju gelombang (m/s).

Nilai impedansi akustik ini berperan penting dalam hal:

a. Menentukan transmisi dan refleksi dari gelombang suara pada batasan dua

material yang memiliki impedansi akustik yang berbeda

b. Desain pada transduser ultrasonik

c. Menaksir tingkat penyerapan suara pada suatu medium

Impedansi akustik merupakan sifat yang dimiliki medium perambatan

gelombang suara dan bukan dari sifat gelombang (Anonim¹, 2008).

Arti fisis dari impedansi akustik menerangkan nilai hambatan terhadap

aliran dari suatu sistem. Volume aliran merupakan perkalian antara kecepatan dari

suatu elemen dengan luas penampangnya. Ketika medium yang berdekatan

memiliki impedansi akustik yang hampir sama, hanya sedikit energi yang
direfleksikan. Impedansi akustik memiliki peran menetapkan transmisi dan

refleksi gelombang di batas antara medium yang memiliki impedansi akustik yang

berbeda.

2.2.1.1.1.5.Atenuasi

Ketika gelombang suara melewati suatu medium, intensitasnya semakin

berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Hal yang menyebabkan pelemahan

gelombang adalah proses refraksi, hamburan, dan absorbsi. Absorbsi adalah

penyerapan energi suara oleh medium dan diubahnya menjadi energi bentuk lain.

Hal ini menyebabkan pulsa ultrasonik yang bergerak melewati suatu zat akan

mengalami kehilangan energi.

Besarnya energi yang diabsorbsi sebanding dengan koefisien pelemahan

dan tebalnya medium yang dilalui. Setiap medium memiliki koefisien pelemahan

yang berbeda-beda. Semakin kecil koefisien pelemahan maka semakin baik

medium itu sebagai media penghantar. Penyerapan energi gelombang ultrasonik

akan mengakibatkan berkurangnya amplitudo gelombang ultrasonik.

Atenuasi berguna untuk menjelaskan fenomena berkurangnya intensitas

gelombang ultrasonik. Besar amplitudo setelah mengalami atenuasi adalah:

𝐴 = 𝐴0 𝑒 −𝑎𝑧 (2.6)

Dimana Ao adalah amplitudo awal. Amplitudo (A) adalah amplitudo yang

tereduksi setelah gelombang berjalan dengan jarak sejauh z. α adalah koefisien

atenuasi. Secara umum, atenuasi sebanding dengan kuadrat frekuensi gelombang.


2.3. Sejarah Ultrasonic Machining (USM)

Zat padat yang keras selalu kaku, kuat dan tahan aus. Di sisi lain biasanya

zat padat yang keras menunjukkan perpatahan variabel stasis dan sensitivitas

tinggi terhadap kerusakan mesin. Ketika di muat dengan kekuatan tarik zat padat

keras lewat dari batas elastis untuk fraktur suatu perilaku bahan yang selalu gagal,

dengan bertambahnya perluasan retakan dari suatu bahan. Sehingga zat padat

yang keras biasanya rapuh, karena zat padat keras memiliki kapasitas kecil untuk

mengubah energi elastis menjadi deformasi plastis pada temperatur tertentu

(Dieter,1988). Zat padat rapuh dan keras dapat diklasifikasikan dalam empat

kelompok yaitu:

1. Mineral

2. Polycrystalline

3. Keramik (tradisional dan modern)

4. Kristal

5. Gelas amorphus

Mineral sering digunakan sebagai bahan baku dalam produksi dalam

berbagai macam produk seperti amplas, batu permata, logam dan paduan, kristal

sintesis yang diproduksi pada skala besar dan lain-lain. Keramik dan gelas banyak

digunakan untuk pembuatan produk yang sering kita gunakan di kehidupan

sehari-hari. Keramik di zaman modern ini telah di adopsi sebagai bahan

fungsional dan rekayasa struktural (Chiang et al. 1997). Keramik fungsional dan

kristal secara luas digunakan dalam produksi listrik, eletronik, magnetik dan

kompenen optik untuk sistem kerja tinggi seperti transduscer, resonator, aktuator

dan sensor (Fraden, 1996).


Dua dekade terakhir ini terlihat kebangkitan luar biasa dalam penggunaan

keramik yang modern dalam aplikasi struktural seperti roller dan bantalan geser,

mesin diesel adiabtik, alat pemotong dll. Proses pembentukan dan sintering

keramik yang konvensional tidak selalu memberikan akurasi dimensi yang tinggi

dan kualitas permukaan yang bagus untuk komponen yang fungsional dan

strukutral. Oleh karena itu dikembangkan teknologi mesin yang presisi, yang

digunakan untuk pembuatan komponen yang presisi, hemat biaya, kualitas yang

baik untuk memproduksi zat padat yang rapuh dan keras. Ultrasonic machining

menawarkan solusi untuk mempermudah dalam proses permesinan bahan yang

keras dan rapuh seperti kristal, gelas, dan keramik. Dan untuk meningkatkan

operasional yang kompleks, dan untuk memberikan bentuk yang rumit dan profil

kerja yang rumit. Oleh karena itu mesin ini digunakan untuk proses pemotongan

bahan yang keras dan rapuh yang tidak bisa dilakukan oleh mesin konvensional.

Mesin ini sebenarnya melakukan metode pemotongan dengan menggunakan

partikel abrasif tersuspensi dalam cairan, atau dengan tool berlian berlapis yang

berputar. Jenis ini biasanya dikenal dengan nama ultrasonic machining stasioner

(USM) dan ultrasonic machining rotary (RUM).

2.4. Pengertian Ultrasonic Machining

Ultrasonic machining (USM), adalah salah satu jenis proses permesinan

non-konvensional yang menggunakan campuran air dan partikel abrasive yang

biasa disebut dengan slurry. Slurry nantinya akan disemprotkan dengan

kecepatan tinggi ke suatu titik diantara tool dan benda kerja, proses pemakanan

benda kerja sendiri terjadi dengan cara menggetarkan tool pada amplitudo yang
rendah sekitar 10-60 micron meter dan frekuensi tinggi antara 18-40 kHz. Untuk

mengubah energi elektrik dengan frekuensi tinggi menjadi getaran mekanik

digunakan transduser, kemudian untuk memusatkan getaran dan meningkatkan

amplitudo menuju tool digunakan horn/sonotrode/tool holder. Tool nantinya akan

berosilasi dengan arah tegak lurus terhadap permukaan benda kerja yang

selanjutnya partikel abrasif akan mengikis sedemikian rupa sehingga dihasilkan

bentuk yang sesuai dengan bentuk negatif tool yang digunakan seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Skema komponen ultrasonic machining

(El-Hofy, 2005)
Seperti penjelasan diatas untuk menghasilkan keadaan tertentu maka tool

akan didorong ke bawah dengan pemberian gaya pemakanan secara perlahan.

Namun demikian jarak antara tool dan benda kerja harus tetap terjaga sehingga

dapat dialirkan cairan campuran air dan material abrasive yang akan mengikis

benda kerja. Vibrasi amplitudo harus terus-menerus dijaga agar gap antara tool

dan benda kerja tetap pada kondisi ideal yaitu pada jarak sedikit lebih besar dari

ukuran butir partikel abrasive yang hendak dilewatkan. Setelah proses pemakanan

terjadi oleh material abrasive, tatal yang terbentuk nantinya akan di dorong dan

dialirkan kembali menuju ke bak penampungan bersama dengan slurry. Setelah

itu slurry akan dipompakan kembali menuju benda kerja untuk melakukan proses

permesinan.

2.5. Bagian–bagian Utama Ultrasonic Machining

Dari bentuk fisik, tampilan dan juga struktur mekanik dari ultrasonic

machining pada umumnya memilki kemiripan dengan mesin bor maupun mesin

milling, akan tetapi terdapat beberapa fitur-fitur tambahan pada ultrasonic

machining seperti terdapatnya saluran slurry yang digunakan untuk

menyemprotkan cairan dan juga partikel abrasive pada benda kerja.

Gambar 2.6. menunjukkan bagian-bagian pada ultrasonik machining

(USM) seperti transduser (magnetostriktive atau piezoelektrik),

horn/sonotrode/tool holder, tool, generator ultrasonic dan sistem slurry (campuran

air dengan partikel abrasive), tangki/penampung slurry, pompa slurry dan saluran

slurry.
Ultrasonic generator

Gambar 2.6. Bagian-bagian ultrasonik machining (Type:sonic mill, USA)

(Bhatnagar dan Srivatsan, 2009)

2.5.1. Generator Ultrasonik

Generator ultrasonik mengubah energi listrik yang pada umumnya

memiliki arus bolak-balik dengan frekuensi rendah 50 atau 60 Hz menjadi energi

listrik pada frekuensi tinggi ultrasonik atau diatas 20.000 Hertz.

Untuk membangkitkan gelombang ultrasonik pada frekuensi tinggi diatas

20.000 Hertz dibutuhkan beberapa peralatan elektronik diantaranya yaitu power

supply, internal sine-wave generator dan power amplifier.

2.5.1.1. Power Supply

Power supply atau catu daya adalah sebuah peralatan penyedia tegangan

atau sumber daya untuk peralatan elektronika dengan prinsip mengubah tegangan
listrik yang tersedia dari jaringan distribusi transmisi listrik ke level yang

diinginkan sehingga berimplikasi pada pengubahan daya listrik.

1. Power Supply Tipe Linier

Beberapa fungsi yang masuk dalam proses pengubahan daya AC ke

DC adalah sebagai berikut:

a. Pengubahan tegangan, berfungsi untuk mengubah tegangan listrik yang

tersedia dari jaringan distribusi transmisi listrik ke level yang diinginkan

b. Penyearah, sebagai pengubah arah tegangan atau voltase dari AC ke DC

c. Filter atau penyaring, bertugas sebagai pembersih gelombang keluaran

dari riak (ripple) yang berasal dari proses penyearahan

d. Pengaturan, bertujuan untuk mengendalikan tegangan keluaran sehingga

menjadi stabil walaupun terjadi variasi atau perubahan pada suhu, beban,

maupun tegangan masukan dari jaringan transmisi listrik.

Idealnya, pengubahan daya ke DC memiliki karateristik seperti

misalnya efisiensi 100%, gelombang keluaran yang tetap (constant output)

walaupun dihadapkan pada variasi dari voltase transmisi (untuk power supply

DC), arus pada beban, maupun suhu. Karakteristik ideal lainnya adalah tidak

memiliki impedansi pada terminal keluaran (zero impedance output) untuk

setiap jenjang frekuensi, dan juga tidak memiliki gangguan (noise) maupun

ripple pada gelombang keluaran.

Pada gambar dibawah ini (Gambar 2.7. dan Gambar 2.8.) dapat dilihat

dua buah contoh rangkaian yang umum dipakai untuk menghasilkan daya DC

dari daya AC, yaitu rangkaian dengan konfigurasi Center-Tapped

Transformer dan Penyearah Bridge (Bridge Rectifier). Kedua contoh tersebut


memakai penyearah jenis gelombang penuh (full wave rectifier) yang

mengakibatkan tingkatan ripple yang minimum pada gelombang keluaran.

Gambar 2.7. Rangkaian dengan konfigurasi Center-Tapped Transformer

Gambar 2.8. Rangkaian dengan konfigurasi Penyearah Bridge (Bridge

Rectifier)

2. Power Supply Tipe Switching

Power supply jenis ini menggunakan metode yang berbeda dengan

power supply linier. Pada jenis ini, tegangan AC yang masuk ke dalam

rangkaian langsung disearahkan oleh rangkaian penyearah tanpa

menggunakan bantuan transformer. Cara menyearahkan tegangan tersebut

adalah dengan menggunakan frekuensi tinggi antara 10 KHz hingga 1 MHz,

dimana frekuensi ini jauh lebih tinggi daripada frekuensi AC yang sekitar 50

Hz. Pada power supply tipe switching biasanya diberikan rangkaian umpan

balik agar tegangan dan arus yang keluar dari rangkaian ini dapat dikontrol

dengan baik.
Power Supply tipe switching menjadi semakin populer pemakaiannya

karena tipe ini memberikan penyediaan daya DC yang efisiensi dan densitas

dayanya sangat tinggi dibandingkan dengan tipe linear. Untuk lebih jelasnya,

beberapa perbandingan antara kedua tipe tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbandingan power supply tipe linier dan tipe switching

Spesifikasi Tipe Linier Tipe Switching

Pengaturan Beban
0,02-0,01% 0,1-1,0%
(Load regulatorion)

Variasi Gelombang Keluaran


0,5-2 mVrms 25-100 mVp-p
(Output Ripple)

Variase Voltase Masukan


+/- 10% +/- 50%
(Input Voltage Range)

Efisiensi 40-55 % 60-80 %

(Sutrisno, 2011)

3. Transformator

Transformator (trafo) adalah alat yang digunakan untuk menaikkan

atau menurunkan tegangan bolak-balik (AC). Transformator terdiri dari 3

komponen pokok yaitu: kumparan pertama (primer) yang bertindak sebagai

input, kumparan kedua (skunder) yang bertindak sebagai output, dan inti besi

yang berfungsi untuk memperkuat medan magnet yang dihasilkan (Malvino,

1994).

Prinsip kerja dari sebuah transformator adalah ketika kumparan primer

dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik, perubahan arus listrik pada


kumparan primer menimbulkan medan magnet yang berubah. Medan magnet

yang berubah diperkuat oleh adanya inti besi dan dihantarkan inti besi ke

kumparan sekunder, sehingga pada ujung-ujung kumparan sekunder akan

timbul ggl induksi. Efek ini dinamakan induktansi timbal-balik.

Gambar 2.9. Hubungan antara tegangan primer, jumlah lilitan primer,

tegangan sekunder, dan jumlah lilitan sekunder

Hubungan antara tegangan primer, jumlah lilitan primer, tegangan

sekunder, dan jumlah lilitan sekunder (Gambar 2.9), dapat dinyatakan dalam

persamaan:

𝑉𝑝 𝑁𝑝
= (2.7)
𝑉𝑠 𝑁𝑠

Keterangan :

Vp = tegangan primer (Volt)

Vs = tegangan sekunder (Volt)

Np = jumlah lilitan primer

Ns = jumlah lilitan sekunder

Berdasarkan perbandingan antara jumlah lilitan primer dan jumlah

lilitan skunder transformator ada dua jenis yaitu:

a. Transformator step up yaitu transformator yang mengubah tegangan

bolak-balik rendah menjadi tinggi, transformator ini mempunyai jumlah


lilitan kumparan sekunder lebih banyak daripada jumlah lilitan primer (Ns

> Np). Lihat skema pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Skema perbandingan lilitan transformator step up

b. Transformator step down yaitu transformator yang mengubah tegangan

bolak-balik tinggi menjadi rendah, transformator ini mempunyai jumlah

lilitan kumparan primer lebih banyak daripada jumlah lilitan sekunder (Np

> Ns). Lihat skema pada gambar 2.11.

Gambar 2.11. Skema perbandingan lilitan transformator step down

2.5.1.2. Amplifier Switching

Definisi umum dari amplifier adalah alat yang bisa meningkatkan

amplitodo sinyal input. Ada 2 jenis amplfier yang ada saat ini yaitu linear

amplifier dan switching amplifier . Contoh dari linear amplifier adalah amplifier

Class A, Class B dan Class AB. Sedangkan contoh switching amplifier adalah

Class D atau ada juga yang menyebut sebagai digital amplifier (Sukarno, 2010).

Switching amplifier pertama kali diajukan pada 1958, namun baru popular setelah

banyak perangkat mobile yang membutuhkan amplifier, misalkan HP, PDA,


notebook, car audio dan lain-lain. Keunggulan utama dari switching amplifier

adalah mampu mencapai efisiensi > 90 % serta penggunaan daya power supply

yang lebih efisien. Prinsip dasar dari switching amplfier sangat sederhana, sebagai

ilustrasi terlihat seperti pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Rangkaian lampu sederhana

Sebuah sumber tegangan 12 Volt dihubungkan ke sebuah lampu yang

memiliki hambatan 1 Ohm. Maka dengan menggunakan hukum Ohm kita bias

menghitung arus yang mengalir ke lampu yaitu sebesar 12 Amper. Dengan

menggunakan persamaan P = V I maka kita akan mendapatkan disipasi daya

lampu sebesar 144 Watt.

Jika lampu terlalu terang menyalanya maka cara termudah untuk

meredupkannya adalah dengan memasang sebuah hambatan sebelum lampu

seperti yang terlihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Rangkaian lampu ditambah dengan resistor


Dari gambar di atas dengan mudah kita dapat menghitung hambatan total

dalam rangkaian sebesar 2 Ohm, sehingga dengan hukum Ohm kita bisa

menghitung besarnya arus yang mengalir sebesar 6 Amper. Untuk tegangan di

lampu sekarang menjadi 6 Volt dan tegangan di resistor juga 6 Volt. Sehingga

disipasi daya lampu menjadi 36 Watt dan disipasi daya di resistor juga 36 Watt.

Jeleknya adalah bahwa disipasi daya yang ada di resistor akan dibuang dalam

bentuk panas, dan ini artinya ada daya yang terbuang secara percuma. Oleh karena

itu diperlukan cara lain untuk meredupkan lampu tampa ada daya yang terbuang.

Cara tersebut adalah dengan mengganti resistor dengan sebuah saklar seperti

terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Rangkaian lampu sederhana saat saklar terbuka

Agar sebuah saklar bisa meredupkan lampu maka saklar tersebut perlu

dibuka atau ditutup (on atau off) dengan kecepatan tertentu. Pada saat saklar

terbuka, maka lampu akan mati karena tidak ada arus yang mengalir menunju

lampu. Sedangkan jika saklar ditutup maka arus akan mengalir menuju lampu

sehingga lampu menyala, seperti yang terlihat pada Gambar 2.15.


Gambar 2.15. Rangkaian lampu sederhana saat saklar tertutup

Berbeda dengan menggunakan resistor, maka saklar tidak akan menyerap

daya listrik sehingga lampu memperoleh arus dan daya yang maksimum, dan

tidak ada daya terbuang akibat berubah menjadi panas. Kecerahan lampu

ditentukan oleh tegangan rata-rata yang diakibatkan oleh gerakan buka dan tutup

dari switch.

2.5.2. Transduser

Transduser merupakan alat yang dapat mengubah suatu bentuk besaran energi ke

bentuk besaran energi yang lain. Umumnya transduser bekerja mengubah energi listrik

menjadi mekanik atau mengubah besaran bukan listrik (seperti temperatur, bunyi dan

cahaya) akan menjadi suatu sinyal listrik. Transduser ultrasonik terdiri dari dua buah

kristal piezoelectric yang digunakan sebagai pemancar serta penerima dari gelombang

ultrasonik (Burczynki, 1982).

Secara umum ada dua macam transduser yang digunakan dalam proses

ultrasonik machining yaitu transduser magnetorestrictive dan transduser

piezoelectric.
2.5.2.1. Transduser Magnetostrictive

Transduser ultrasonik tipe magnetorestrictive bekerja dengan

memanfaatkan prinsip magnetisasi. Gambar 2.16. menunjukan prinsip kerja dari

transduser ultrasonic tipe magnetorestrictive.

Gambar 2.16. Prinsip kerja transducers ultrasonic tipe magnetorestrictive

(Kanegsberg, B. dan Kanegsberg, E., 2011)

Transduser magnetostriktif terdiri dari sebagian besar bahan nikel (atau

material magnetostriktif lainnya) lempengan logam paralel dengan salah satu

ujung dari masing-masing terpasang lempengan logam ke bagian permukaan

untuk bergetar. Sebuah kumparan kawat ditempatkan sekitar bahan

magnetostriktif. Ketika aliran arus listrik disuplai melalui kumparan kawat, terjadi

medan magnet (seperti jaringan listrik tegangan tinggi). Medan magnet ini

menyebabkan material magnetostriktif memendek atau memanjang, dengan

demikian transduser magnetostriktif menghasilkan gelombang ultrasonik yang

dihantarkan ke horn/sonotrode pada proses ultrasonic machining.

Transduser magnetostriktif (Gambar 2.17) memanfaatkan prinsip

magnetostriksi di mana bahan-bahan tertentu akan memanjang dan memendek di

dalam medan magnet bolak-balik. Energi listrik bolak balik dari generator
ultrasonik pertama-tama diubah menjadi bolak medan magnet melalui

penggunaan kumparan kawat. Medan magnet bolak-balik kemudian digunakan

untuk menginduksi getaran mekanis pada frekuensi ultrasonik dalam strip

resonansi nikel atau material magnetostrictive lainnya yang melekat pada

permukaan yang akan bergetar. Karena bahan magnetostrictive berperilaku

identik dengan medan magnet polaritas bolak-balik, frekuensi energi listrik

diterapkan untuk transduser adalah 1/2 frekuensi output yang diinginkan.

Transduser magnetostriktif pertama memasok sumber getaran ultrasonik yang

kuat untuk aplikasi listrik tinggi seperti aplikasi ultrasonik pembersih. Karena

kendala mekanik yang melekat pada ukuran fisik dari perangkat keras serta

komplikasi listrik dan magnetik, transduser daya tinggi magnetostrictive tidak

mampu beroperasi frekuensi di atas 20 kHz.

Gambar 2.17. Tranduser magnetostriktif

(Kaczmarek, 1976)

Transduser piezoelektrik, di sisi lain, dapat dengan mudah beroperasi

dengan baik berkisar MHz. Transduser magnetostriktif umumnya kurang efisien

daripada piezoelektrik. Hal ini terutama disebabkan bahwa transduser

magnetostriktif memerlukan konversi energi ganda dari listrik ke magnet dan


kemudian dari magnetik untuk mekanik. Sehingga menyebabkan beberapa

efisiensi hilang dalam setiap konversinya. pengaruh histeresis magnetik juga

mengurangi efisiensi dari transduser magnetostriktif.

2.5.2.2. Tranduser Piezoelektrik

Transduser tipe kedua adalah tipe piezoelectric yang mampu mengatasi

kekurangan-kekurangan pada transduser tipe magnetorestrictive. Berikut adalah

perbandingan antara transduser magnetostriktif dan transduser piezoelektrik

dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perbandingan antara magnetostiktif dan piezoelekrik transduser

Magnetostriktif Tranduser Piezoelektrik Tranduser

1. Efisiensi keseluruhan untuk 1. Efisiensi tranduser di mana

mengkonversi/ mengubah energi sebagian besar energi listrik

listrik menjadi energi mekanik dikonversi/diubah menjadi energi

rendah dan dalam beberapa kasus mekanik dan efisiensi secara

hanya 50-60%. keseluruhan dapat mencapai

hingga 90%

2. Tranduser ini berukuran besar 2. Tranduser ini relatif kecil dan

yang mungkin memerlukan ringan yang tidak memerlukan

metode pendinginan khusus untuk pendinginan yang signifikan.

menjaga komponen dalam Dapat diandalkan untuk operasi

temperatur operasi yang dapat jangka panjang.

diterima
3. Membutuhkan komponen 3. Stabil pada berbagai temperatur,

elektronik yang mahal dan besar tetapi dapat dipengaruhi oleh

yang mampu menahan temperatur penggunaan lama pada temperatur

operasi yang tinggi. tinggi.

4. Dipengaruhi oleh medan 4. Tidak terpengaruh oleh medan

elektromagnetik sekitarnya yang elektromagnetik eksternal.

membatasi penggunaannya untuk

lingkungan tersebut.

5. Membutuhkan tempat generator 5. Sederhana, dapat diandalkan, dan

yang besar yang dapat membatasi sangat kuat. Dapat digunakan

fleksibilitas penggunaan untuk dalam berbagai bidang aplikasi

banyak aplikasi. industri, obat-obatan, dan

kedirgantaraan.

6. Tipe frekuensi operasi kurang dari 6. Dapat dirancang untuk berbagai

30kHz yang membatasi frekuensi berdasarkan persyaratan

penggunaan dalam aplikasi aplikasi.

frekuensi tinggi.

(Al-Budairi, 2012)

Pada tahun 1880 Curie bersaudara (Pierre dan Jacques Curie) menemukan

efek piezoelectrik langsung (direct piezoelectric effect) pada kristal kuarsa

tunggal. Dibawah tekanan, kuarsa menghasilkan muatan listrik/tegangan dari

kuarsa atau material lain. Kata “piezo” berasal dari bahasa Yunani yang artinya

“tekanan”; oleh karena itu arti asli dari kata piezoelectricity adalah “tekanan
listrik”. Material menunjukkan fenomena sebaliknya memiliki regangan geometris

yang sebanding dengan medan listrik yang diterapkan. Hal ini disebut dengan efek

piezoelektrik terbalik (inverse piezoelectric effect), ditemukan oleh Gabriel

Lippmann pada tahun 1881 (Uchino, 2010). Contoh-contoh bahan piezoelektrik

antara lain : Kristal kuarsa (SiO), Amonium Dihidrogen Fhosphat (ADF),

Tourmalin, Lithium Sulfate (LH), Lead Zirconate Titanate (PZT), dan lain-lain.

Gambar 2.18. Efek piezoelektrik langsung (atas) dan efek piezoelektrik terbalik

(bawah)

(Kumar, 2013)

Gambar 2.18. menunjukan efek piezoelektrik dari material, yang

digunakan sebagai dasar dari transducers tipe piezoelectric. Gambar (a) ketika

tidak ada gaya yang diberikan, Gambar (b) ketika material diberi gaya tarik,

material menghasilkan tegangan listrik, Gambar (c) ketika material diberi gaya

tekan, material menghasilkan tegangan listrik yang berlawanan, Gambar (d)

ketika material tidak diberi tegangan listrik, Gambar (e) ketika material diberi

tegangan listrik, material memanjang, Gambar (f) ketika material diberi tegangan

listrik yang berlawanan, material memendek.


Inti dari sebuah transduser piezoelektrik adalah lempeng tunggal atau

ganda material keramik piezoelektrik, biasanya material Timbal Zirkonat Titanat

(PZT), terjepit di antara elektroda yang terdapat sumber titik untuk kontak listrik.

Perakitan keramik dikompresi antara blok logam (satu aluminium dan satu baja)

untuk mengetahui kompresi dengan kekuatan tinggi. Ketika tegangan dialirkan di

seluruh keramik melalui elektroda, material keramik piezoelektrik akan

mengalami perubahan bentuk memanjang atau memendek (tergantung pada

polaritas) karena perubahan kisi strukturnya. Dengan ini perubahan bentuk

material keramik piezoelektrik menyebabkan gelombang suara untuk

menyebarkan ke tool holder/ horn.

Transduser piezoelektrik mengkonversi energi listrik bolak-balik secara

langsung menjadi energi mekanik melalui penggunaan efek piezoelektrik di mana

material tertentu berubah dimensi ketika energi listrik pada frekuensi ultrasonik

dipasok ke transduser oleh ultrasonik generator. Energi listrik diaplikasikan pada

transduser elemen piezoelektrik yang bergetar. Getaran ini diperkuat oleh massa

resonansi transduser dan diarahkan ke front mass melalui lempengan material

piezoelektrik.

Transduser piezoelektrik memiliki beberapa komponen utama yang antar

komponen bertumpuk satu sama lain atau sering disebut sandwitch atau transduser

Langevin, transduser tipe ini memiliki beberapa komponen utama yaitu back

mass, electrode, piezoelektrik ring, front mass, baut dan ring, serta insulator

sebagai pengaman agar tidak terjadi arus pendek seperti terlihat pada Gambar

2.19.
Gambar 2.19. Transduser Langevin piezoelektrik konvensional

(Prokic, 2004)

2.5.3. Tool Holder / Sonotrode/ Horn Ultrasonic Machining

Menurut Bagiasna dan Yoewono (1985), terdapat suatu proses

penyampaian getaran yang berasal dari transduser kepada pahat melalui

pemegang pahat (tool holder). Prinsip yang dipergunakan adalah; prinsip

resonansi diantara transduser dengan pemegang pahat. Prinsip inilah yang

mempengaruhi desain dari pada tool holder. Resonansi antara kedua bagian ini

sedemikian rupa sehingga:

1. Tool holder beresonansi pada frekuensi yang sama dengan frekuensi

transduser.

2. Terjadi osilasi elastis pada arah longitudinal pada tool holder dengan

maksimum amplitudo pada ujung yang berisi pahat.

Ada tiga bentuk tool holder/horn yang digunakan pada proses ultrasonic

machining (USM) yaitu conical, exponential, dan catenoidal seperti pada gambar

2.20.
Gambar 2.20. Bentuk tool holder ultrasonik machining dengan distribusi

stress/tegangan dan amplitudo getaran terhadap panjang komponen

(MacBeath, 2006)

2.5.3.1.Desain Eksponensial Tool Holder

Ketika gelombang suara melewati suatu medium, intensitasnya semakin

berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Hal yang menyebabkan pelemahan

gelombang adalah proses refraksi, hamburan, dan absorbsi. Absorbsi adalah

penyerapan energi suara oleh medium dan diubahnya menjadi energi bentuk lain.

Besarnya energi yang diabsorbsi sebanding dengan koefisien pelemahan

dan tebalnya medium yang dilalui. Setiap medium memiliki koefisien pelemahan

yang berbeda-beda. Semakin kecil koefisien pelemahan maka semakin baik

medium itu sebagai media penghantar. Penyerapan energi gelombang ultrasonik

akan mengakibatkan berkurangnya amplitudo gelombang ultrasonik.

Untuk mengatasi hal tersebut maka dirancang eksponensial tool holder

untuk mengatasi berkurangnya intensitas gelombang dengan semakin

bertambahnya kedalaman/bertambah panjang dan untuk menngkatkan amplitudo

gelombang ultrasonik. Gambar 2.21. menunjukkan bentuk eksponensial tool

holder untuk USM.


Gambar 2.21. Bentuk eksponensial tool holder USM

(Pandey dan Shan, 1980)

K = Rasio Transformasi-amplification ratio

(2.7)

Dimana :

𝐷0 = Diameter yang lebih besar

d = Diameter yang lebih kecil

𝑆0 = Area bagian yang lebih besar

𝑆1 = Area bagian yang lebih kecil

Indek Taper untuk exponensial tool holder :

ln ⁡
(𝐾)
𝛽= (2.8)
𝐿

Nilai K dapat dicari dari pertimbangan kondisi permesinannya dan

properties dari material magnestrictive K = 3 sampai 4 untuk fine

machining/permesinan yang halus dan 4 sampai 5 untuk rough

machining/permesinan kasar.
Panjang dari konsentrator/tool holder (L) biasanya untuk half wave (n = 1)

atau full wave (n = 2).

Panjang dari exponensial tool holder dapat dihitung sebagai berikut:

nC ln (𝐾) 2
𝐿= 1+ (2.9)
𝑓 2𝜋𝑛

Dan variasi dari D dapat dicari dengan

𝐷 = 𝐷0 𝑒𝑥𝑝−𝛽𝑋 (2.10)

Ini disebut dengan Hukum perubahan bentuk.

Pengecekan harus dilakukan untuk memastikan apakah frekuensi operasi

melebihi frekuensi kritis (𝑓𝑐 ).

𝑓𝑐 diperoleh dari :

𝛽𝐶
𝑓𝑐 = (2.11)
2𝜋

Ketika f > 1,5× 𝑓𝑐 maka concentrator/horn akan bekerja sangat

memuaskan/satisfactorily (Pandey dan Shan, 1980).

2.5.4. Pahat (Tool)

Menurut Bagiasna dan Yoewono (1985), keuntungan dari pada proses

USM jika dilihat dari segi desain pahat adalah terletak pada kesederhanaan

pahatnya. Untuk suatu lubang dengan penampang yang tidak teratur maka bentuk

penampang pahat yang dipergunakan dalam proses USM ini sama dengan bentuk

penampang lubang tersebut.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam desain pahat untuk proses

USM :
1. Material pahat

Material pahat yang keras dan getas, misalnya : Carbide dan baja

perkakas yang dikeraskan memberikan hasil yang kurang memuaskan

sedangkan material yang lunak, misalnya : kuningan dan alumunium juga

memberikan hasil yang tidak baik. Pada yang pertama, karena proses

tumbukkan pada frekuensi ultrasonik oleh material rapuh, maka mudah terjadi

serpihan-serpihan halus pada permukaan pahat. Sedangkan pada yang kedua,

karena abrasive yang keras akan mengikis permukaan pahat menyebabkan

proses keausan pahat.

Baja karbon memiliki sifat-sifat yang terletak diantara kedua sifat

ekstrim di atas sehingga material ini yang paling sering dipergunakan.

2. Luasnya permukaan kerja pada pahat

Permukaan kerja yang kecil (sempit) menghasilkan metal removal

yang lebih cepat dibandingkan dengan permukaan kerja yang luas.

3. Panjang pahat

Umumnya panjang pahat maksimum berkisar antara : 38 sampai 60

mm.

2.5.4.1.Mekanisme Pemakanan Pahat (Tool Feeding Mechanism)

Menurut Bagiasna dan Yoewono (1985), umumnya metoda yang

dipergunakan dalam mekanisme pemakanan pahat ini adalah :

1. Pemakanan karena efek gravitasi (gravity feed mechanism)

2. Pemakanan karena efek pegas (spring-loaded feed mechanism)


Selain mekanisme pemakanan pahat dengan efek gravitasi dan efek pegas,

terdapat sistem lain yang memanfaatkan tekanan dari fluida yaitu sistem

pneumatis maupun hidrolis seperti terkait Gambar 2.22.

Gambar 2.22. Mekanisme gerak pemakanan pahat pada USM

(a) Counter weight pulley system, (b) Counter weight lever system, (c) Spring-

loaded system, (d) Pneumatic or hydraulic system

(Pandey dan Shan, 1980)

Menurut Bagiasna dan Yoewono (1985), beberapa persyaratan untuk

mekanisme pemakanan pahat:

1. Pergerakan pemakanan pahat yang perlahan, sehingga pahat bisa berfungsi

dengan baik didalam menyampaikan energi tumbukan kepada abrasive.

2. Bila proses pengerjaan selesai pahat bisa bergerak kembali keposisi semula.

Hal ini bisa dicapai misalnya melengkapi sistem dengan limit-switch.

Mekanisme pemakanan pahat dengan mempergunakan system pneumatis

maupun hidrolis ternyata memberikan hasil yang tidak memuaskan.


2.5.5. Abrasive Slurry

Menurut Bagiasna dan Yoewono (1985), peranan dari pada fluida

pembawa (slurry):

1. Untuk membawa partikel-partikel abrasive

2. Untuk membawa pergi gram-gram halus hasil pengerjaan

3. Sebagai pendingin untuk benda kerja maupun untuk pahat

Material dari pada partikel-partikel abrasive dalam proses USM:

1. Boron Karbida (𝐵4 𝐶)

2. Silikon Karbida (SiC)

3. Aluminium Oksida/alumina (𝐴𝑙2 𝑂3 )

Dari ketiga material tersebut di atas, maka yang paling sering

dipergunakan adalah boron karbida karena beberapa alasan sebagai berikut:

1. Boron Karbida adalah material yang keras sekali, sekitar 1,5-2 kali lebih keras

daripada Silikon Karbida.

2. Tahan terhadap efek benturan maupun tumbukan.

3. Dapat memotong lebih cepat dari pada partikel abrasive lainnya.

4. Proses pemotongannya lebih presisi dan surface finish yang lebih sempurna.

Dalam proses USM fluida pembawa adalah cairan dan dalam hal ini bisa

berupa air (𝐻2 𝑂), fluida dalam kelompok benzene, campuran gliserin, light oil.

Untuk membantu adanya reaksi kimia dalam proses USM ini maka fluida

dicampur dengan additive kimia.

Ada suatu pertimbangan yaitu semakin kasar ukuran butir partikel abrasive

akan mempercepat proses pengerjaan material tetapi surface finish yang


dihasilkan tidak sebaik bila digunakan partikel yang halus. Gambar 2.23.

menunujukkan pengaruh ukuran partikel terhadap Material Removal Rate (MRR).

Gambar 2.23. Pengaruh grit size/ukuran partikel abrasive terhadap MRR

(Kazantsev, 1973)

Menurut Samal (2009), boron karbida sejauh ini adalah abrasive dengan

cutting/pengikisan tercepat dan cukup umum digunakan. Alumunium oksida dan

silicon karbida juga digunakan. Boron karbida sangat mahal sekitar 29 kali lebih

tinggi dibandingkan dengan alumunium oksida atau silicon karbida. Abrasive ini

dibawa bersama air slurry dengan 30-60% volume abrasive. Bila menggunakan

tool yang besar-luas, konsentrasi dibuat rendah untuk menghindari kesulitan

sirkulasi. Karakteristik yang paling penting dari abrasif yang sangat

mempengaruhi Material Removal Rate dan surface finish adalah grit size dan

grain size. Setelah eksperimen ditentukan bahwa tingkat maksimum permesinan

dicapai apabila grain size/ukuran butir sebanding dengan amplitudo tool. Ukuran

grit dari 200-400 digunakan untuk operasi roughing dan 800-1000 untuk

finishing. Rata-rata ukuran partikel dalam micron meter dapat dilihat pada Tabel

2.3.
Tabel 2.3. Rata-rata ukuran partikel dalam mikron meter untuk ukuran grit

yang berbeda

Average particle size Average particle size


Grit Size Grit Size
(µm) (µm)

180 86 400 23

220 66 500 16

240 63 600 8

280 44 800 7

320 32 900 6

(Bangalore, 2001)

2.5.6. Material pada USM

Menurut Singh (2006), sebenarnya tidak ada batasan untuk berbagai

material yang dapat dimesin oleh proses USM, USM dapat diaplikasikan pada

material ulet seperti baja lunak, tembaga, dan kuningan tetapi USM paling cocok

untuk operasi permesinan pada material keras, material rapuh yang tidak praktis

untuk diproses dengan metode lainnya. Secara umum, USM tidak

direkomendasikan pada material kerja yang lebih lunak dari Rockwell Hardness

Number HRC 45. Ultrasonic machining dapat digunakan untuk logam dan non-

logam, konduktor listrik atau non-konduktor. Teknik pengeboran ultrasonik

sangat cocok untuk material keras seperti tungsten carbide, titanium karbida,

keramik dan berlian. Material yang menunjukkan kekerasan tinggi dan yang

memiliki impact brittleness dapat berhasil dimesin dengan teknik ini. Material

tersebut diantaranya adalah germanium, ferit, glass dan quartz. Material-material


ini sering tidak dapat menahan kekuatan yang dibutuhkan untuk mekanikal

working biasa.

Material yang berhasil dimesin oleh ultrasonik machining dengan efisien

ditunjukkan tabel 2.4.

Tabel 2.4. Material yang berhasil dimesin dengan proses USM

Aluminium Garnet Sapphire

Aluminium Oxide Germanium Silicon Carbide

Barium Titanate Glass Silicon Nitride

Beryllium Oxide Glass Bonded Mica Stainless Steel

Boron Carbide Graphite Stellite

Boron Composites Hardened Steel Tool Steel

Brass High Pressure Laminates Ti-alloys

Calcium Limestone Tungsten

Carbides Lithium-fluoride Tungsten Carbide

Carbon Micarata Thorium Oxide

Ceramics Molybdenum Uranium Carbide

Composites Mother of Pearl Zirconium Oxide

Cold Rolled Steel Plaster of Paris Diamond

Febony Quartz Fiber-reinforced

Ferrite Ruby Plastic

(Jatinder Kumar, 2009)


2.5.7. Material Removal Rate (MRR)

Gambar 2.24. menunjukkan mekanisme material removal lengkap USM,

yang melibatkan tiga tindakan yang berbeda:

1. Teknik abrasi oleh localized direct hammering dari butir abrasive yang

terjebak antara alat penggetar (vibration tool) dan permukaan benda kerja

yang berdekatan.

2. Microchipping oleh dampak bebas dari partikel yang melintasi celah

permesinan dan menumbuk benda kerja pada lokasi secara acak.

3. Erosi permukaan kerja dengan kavitasi dalam aliran slurry.

Kontribusi relatif dari efek kavitasi dilaporkan kurang dari 5 persen dari

total material removal. Mekanisme yang dominan terlibat dalam USM semua

bahan adalah direct hummering (penumbukan langsung). Material yang lunak dan

lembut seperti mild steel sering mengalami deformasi plastis pertama dan yang

kemudian dihapus pada tingkat yang lebih rendah.

Gambar 2.24. Mekanisme Material Removal Pada USM

(Thoe et al., 1995)

Dalam kasus material keras dan rapuh seperti kaca, pada tingkat

permesinan tinggi, peran yang dimainkan oleh impact bebas perlu untuk dicatat.

Ketika permesinan material berpori seperti grafit, mekanisme erosi diperkenalkan.


Tingkat material removal, di USM, tergantung, pertama-tama, pada frekuensi

getaran alat (vibration tool), tekanan statis (static pressure), ukuran dari daerah

yang dimesin, dan material abrasif dan material benda kerja. Material Removal

Rate dan karenanya machinability USM tergantung pada brittlenesss

criterion/kriteria kerapuhan yang merupakan rasio pemotongan ke perpatahan

kekuatan material. Menurut Tabel 2.5 glass memiliki machinability lebih tinggi

daripada logam dengan kekerasan serupa. Selain itu, karena kriteria kerapuhan

yang rendah dari baja, yang lebih lunak, digunakan sebagai tool material. Gambar

2.25. merangkum parameter penting yang mempengaruhi performa USM, yang

terutama berhubungan dengan tool, material benda kerja, abrasive, kondisi

permesinan, dan mesin ultrasonik (Jain dan Jain, 2001).

Gambar 2.25. Faktor yang mempengaruhi performa USM

(El-Hofy, 2005)
Tabel 2.5. Nilai relatif permesinan suatu material dengan proses USM

Work material Relative removal rate (%)

Glass 100

Brass 66

Tungsten 4,8

Titanium 4,0

Steel 3,9

Chrome steel 1,4

(El-Hofy, 2005)

2.6. Aplikasi Ultrasonic Machining

Permesinan ultrasonik menawarkan perpaduan unik dari kemampuan,

kualitas dan kompatibilitas bahan untuk keramik, karbida dan bahan keras lainya.

Proses ini serbaguna, menawarkan fleksibilitas untuk memenuhi berbagai

persyaratan desain, dan hasil bagian berkualitas tinggi dengan kerusakan bawah

permukaan sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali selain itu tidak

menghasilkan HAZ (Heat Affected Zone) yang umumnya terjadi pada proses

permesianan lainya. Manfaat ini membuatnya menjadi sumber daya berharga

bagi, insinyur ilmuwan dan desainer beberapa aplikasi yang dapat dikerjakan

mengunakan USM antara lain:

1. Untuk proses permesinan lubang bulat dan tidak bulat dengan sumbu lurus

ataupun melengkung

2. Membuat ulir pada material yang keras melalui tool yang tepat dan pergerakan

dari benda kerja


3. Proses ini sukses digunakan untuk mengerjakan material silicon, germanium,

quartz, tool steel, synthetic ruby, dll

4. Pembuatan lubang/cavity pada material non-conductive

5. Untuk pembuatan lubang dalam jumlah besar namun dengan diameter kecil

6. Untuk melakukan berbagai operasi permesinan seperti grinding, drilling,

milling.

7. Dapat digunakan untuk melakukan proses pembentukan dies untuk drawing,

puncing, piercing dan blanking

8. Digunakan untuk pengeboran pada dunia kedokteran gigi

9. Dapat diguganakan untuk memotong berlian

2.7. Kelebihan dan Kekurangan Ultrasonic Machining

Menurut Singla (2013), keuntungan dari proses USM antara lain:

1. Dapat digunakan untuk proses permesinan material yang keras dan rapuh,

dimana sulit dikerjakan dengan tipe proses permesinan yang lain.

2. Dapat dengan mudah mengerjakan material non-konduktif seperti gelas,

keramik, dan batu semi-precious.

3. Mikro ultrasonic machining menghasilkan surface finish yang baik dan

dimensi/ukuran yang akurat.

4. Berbeda dengan proses non-tradisional lainnya, ultrasonic machining

(USM) tidak merusak benda kerja secara thermal.

Kekurangan dari proses USM:

1. Ultrasonik machining relative rendah Material Removal Rate (MRR),

secara keseluruhan kurang dari 50 mm kubik/menit


2. Tidak dapat membuat lubang yang dalam

3. Angka tool wear rate yang tinggi menyebabkan proses pergantian tool

berlangsung cepat

Dari berbagai hal yang telah disampaikan sebelumnya maka dapat

disimpulkan beberapa parameter penting dari kondisi operasi untuk proses

ultrasonic machining (USM) sebagai berikut:

Tabel 2.6. Rangkuman kondisi operasi untuk proses USM

Power 200-4000 W
Frequency 15-30 kHz (most commonly ~20kHz)
Abrasives
Type Cubic Boron nitride (very few cases)
Boron Carbide (specific applications)
Silicon Carbide (most commonly used)
Alumina (frequently)
Size Mesh 120-1200
Size: 06-142 µm
Concentration 20-60% by volume with water as medium
Oil is used for finishing operations.
Flow Max. 36.5 L/min.

Amplitude 05-70 µm
(for optimum results, amplitude should be equal to
mean abrasive particle diameter)
Static Force 0.45 to 5 kg, generally 4.5 kg
Tool Material Stainless Steel, Silver Steel, Monel, Molybdenum
Cutting gap 20-150 µm
Over-cut Twice the grit size (approx.)
Depth of Cut (max.) Up to 90 mm, normally 64 mm
Accuracy ± 25 µm
Taper 05 µm per mm
Surface Roughness 0.25 to 1.5 µm
Minimum size of the 76 µm.
hole drilled

(Jatinder Kumar, 2009)

2.8. Spray Nozzle

Spray nozzle adalah peralatan yang presisi yang memfasilitasi penyebaran

cairan/memecah cairan, larutan atau suspensi menjadi butiran cairan (droplets)

atau spray dan mendistribusikan secara merata pada objek yang dilindungi. Spray

nozzle digunakan untuk tiga tujuan: untuk menentukan butiran semprot (droplet

size), untuk mengatur flow rate (angka curah), dan mengatur distribusi semprotan,

yang dipengaruhi oleh pola semprotan, sudut semprotan, dan lebar semprotan.

Nozzle dibuat dalam bermacam-macam desain. Setiap tipe butiran cairan yang

khas dihasilkan oleh nozzle yang khas sesuai dengan kebutuhan.

2.8.1. Tipe-tipe Spray Nozzle

1. Centrifugal nozzle yaitu bentuk nozzle yang paling banyak dijumpai,

dibuat dengan sudut penyemprotan yang lebar dan dengan berbagai model

pola penyemprotan dan kapasitas.

2. Flooding nozzle yaitu menghasilkan semprotan dengan model semburan.

Nozzle ini disebut juga fan spray nozzle.

3. Two-fluid atomizer yaitu menghasilkan droplet yang sangat halus dan

menghindarkan pemborosan cairan, tetapi membuthkan tenaga yang lebih

besar daripada tipe-tipe yang lain.


4. Rotary atomizer yaitu digunakan untuk pekerjaan besar, menyemprotkan

cairan dalam jumlah besar dengan gaya sentrifugal dan mempunyai pola

penyebaran 360o.

2.8.2. Komponen-komponen Spray Nozzle

Sebagian besar spray nozzle terdiri dari beberapa komponen utama yaitu

badan/body nozzle, strainer atau saringan, spray tip (spuyer) dan penutup nozzle

yang digunakan untuk memegang spray tip, seperti terlihat pada Gambar 2.25.

Gambar 2.25. Komponen spray nozzle

(Deutche dan Poole, 1972)

2.8.3. Macam-macam Nozzle Sprayer

1. Cone nozzle (nozzle kerucut)

Cone nozzle menghasilkan semprotan yang halus, pola semprotan

yang dihasilkan berbentuk bulat (kerucut). Cone nozzle terdiri dari 2 tipe,

yaitu full cone nozzle dan hollow cone nozzle, seperti terlihat pada Gambar

2.26.
Gambar 2.26. Hollow cone nozzle (kiri) dan full cone nozzle (kanan)

(Grisso, 2013)

Full cone nozzle memiliki pola semprotan bulat penuh berisi,

biasanya digunakan untuk herbisida sedangkan hollow cone nozzle

menghasilkan semprotan berbentuk kerucut bulat kosong, biasanya

digunakan terutama untuk aplikasi insektisida dan fungisida.

2. Flat fan nozzle (nozzle kipas standar)

Standard flat fan nozzle menghasilkan pola semprotan berbentuk

oval (V) atau bentuk kipas dengan sudut tetap (65° – 110°) (Gambar 2.27).

Untuk mendapatkan sebaran droplet yang merata diusahakan melakukan

penyemprotan dengan saling tumpang tindih (overlapping). Digunakan

terutama untuk aplikasi herbisida, tetapi bisa juga digunakan untuk

fungisida dan insektisida.

Gambar 2.27. Flat fan nozzle

(Grisso, 2013)
Standard flat-fan nozzle biasanya beroperasi antara 30 sampai 60

pounds per square inch (psi), dengan rentang ideal antara 30 sampai 40 psi

(Grisso, 2013).

3. Even flat fan nozzle (nozzle kipas rata)

Even flat fan nozzle (Gambar 2.28) memiliki pola semprot

berbentuk garis dan menghasilkan butiran semprot yang tersebar merata.

Ukuran butiran semprot sedang hingga halus.

Even flat fan nozzle pada tekanan rendah digunakan untuk aplikasi

herbisida pada barisan tanam atau antar barisan tanam. Sedangkan pada

tekanan tinggi, digunakan untuk aplikasi insektisida pada pengendalian

vektor.

Gambar 2.28. Even flat fan nozzle

(Grisso, 2013)

4. Nozzle Polijet

Pola semprotan yang dihasilkan pada dasarnya berbentuk garis atau

cerutu untuk nozzle polijet (Gambar 2.29). Butiran semprot agak kasar

hingga kasar. Tidak atau sangat sedikit menimbulkan drift dan hanya

digunakan untuk aplikasi herbisida.


Gambar.2.29. Polijet nozzle

(Grisso, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A., Shahini, M. & Pak, A., 2009, An Approach to Design a High Power

Piezoelectric Ultrasonic Transducer, Journal of Electroceramics, vol. 22,

no. 4, pp. 369-382, 2009.

Abulnaga, B., 2002, Slurry System Handbook, McGraw-Hill Book Company,

NewYork.

Adithan, M. & Gupta, A.B., 2001, Manufacturing Technology, New Age

International Publisher, New Delhi, India.

Ahuja, I.P.S. & Singh, K.J., 2014, Ultrasonic Machining Processes-Review

Paper, Vol-2 Issue-3, ISSN 2348-2249.

Al-Budairi, H.D., 2012, Design and Analysis of Ultrasonic Horns Operating in

Longitudinal and Torsional Vibration, Thesis Doctor of Philosophy,

School of Engineering, College of Science and Engineering, University of

Glasgow, UK.

Amin, S.G., Ahmed, M.H. & Youssef, A.H., 1995, Computer-aided design of

Acoustic Horns for Ultrasonic Machining Using Finite Element Analysis,

Journal of Materials Processing Technology ,Vol. 55, pp. 254-260.

Anonim¹., 2008, Acoustic Impedance, https://www.nde-

ed.org/EducationResources/CommunityCollege/Ultrasonics/Physics/acous

ticimpedance.htm, Diakses pada 10 April 2015.

Anonim²., 2009, Sounds Propagation in Elastic Materials, https://www.nde-

ed.org/EducationResources/CommunityCollege/Ultrasonics/Physics/elasti

csolids.htm, Diakses pada 10 April 2015.


Anonim³., 2009, Wave Propagation, https://www.nde-

ed.org/EducationResources/CommunityCollege/Ultrasonics/Physics/wave

propagation.htm, Diakses pada 10 April 2015.

Anonim4 ., 2007, Transducers,

http://www.morgantechnicalceramics.com/sites/default/files/documents/pc

p_chapter6_a_.pdf, Diakses 16 maret 2015

Ashby, M. F., 1999, Material Selection in Mechanical Mechanical Design, 2nd

edition, Butterworth Heinemann, Oxford, UK.

ASM International., 1997, Materials Selection and Design Volume 20, Materials

Park, OH.

Bagiasna, K. & Yoewono, S., 1985, Proses-Proses Non Konvensional, Diktat

Kuliah Teknologi Mekanik II, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi

Bandung.

Bangalore, Hmt., 2001, Production Technology, Tata McGraw-Hill Education,

New Delhi.

Benedict, G. F., 1987, Nontraditional Manufacturing Processes, Manufacturing

engineering and materials processing Vol 19, Marcel Dekker INC, New

York, USA.

Bhatnagar, N. & Srivatsan, T.S., 2009, Processing and Fabrication of Advanced

Materials-XVII, I.K. International Publishing House, New Delhi, India

Burczynski, J., 1982, Introduction to The Use of Sonar Systems for Estimating

Fish Biomass, FAO Fisheries Thehnical Paper No. 191.

Cheeke, J.D.N., 2002, Fundamentals and Applications of Ultrasonic Wave,

Florida : CRC Press LLC.


Chiang, Y.M., Birnie III, D. & Kingery, W.D., 1997, Physical Ceramics, The

MIT Series in Materials Science and Engineering, Ed. J. Wiley and Sons,

8iInc, New York, USA, 522p.

Deutsch, A.E. & Poole, A.P., 1972, Manual of Pesticide Application Equipment,

Corvallis, International Plant Protection Center, Dept. of Agronomic Crop

Science, Oregon State University.

Dieter, G.E., 1988, Mechanical Metallurgy, SI Metric Edition, McGraw-Hill

Book, Singapore.

El-Hofy, H., 2005, Advanced Machining Processes:Non-traditional and Hybrid

Machining Processes, McGraw-Hill Prof Med/Tech, New York.

Fraden, J., 1996, Handbook of Modern Sensors, 2a ed., Ed. Springer, New York,

USA, 556.

Grisso, R.B., 2013, Nozzles: Selection and Sizing, Virginia Cooperative

Extension, Virginia Tech, Virginia State University, Publication 442-032.

Halliday, D., Resnick, R. & Krane, K.S., 1992, Physics, 4th ed Vol.1, Jhon Wiley

& Sons, New York.

Halliday, D dan Resnick, R., 1996, Fisika Jilid I, [penerj.] Pantur Silaban dan

Erwin Sucipto, Penerbit: Erlangga, Jakarta.

Jain, N.K. & Jain, V.K., 2001, Modeling of Material Removal in Mechanical Type

Advanced Machining Processes, a State of the Art, Journal of Machine

Tools and Manufacture, 41:573–635.

Kaczmarek, J., 1976, Principles of Machining by Cutting, Abrasion and Erosion,

Stevenage, U.K.: Peter Peregrines, Ltd.


Kanegsberg, B. & Kanegsberg, E., 2011, Handbook for Critical Cleaning:

Cleaning Agents and Systems, 2nd Edition, CRC Press Taylor & Francis

Group, New York.

Kazantsev, A.F., 1973, Ultrasonic Cutting, in L.D. Rozenberg (Ed). Physical

Principles of Ultrasonic Technology, Vol. 1, New York: Plenum Press,

pp.3–37.

Kramer, D., 1995, Ultrasonically Assisted Machining, Mech. Ind. Mater., Vol. 48,

pp. 15-21.

Kumar, J., 2009, Investigating The Machining Characteristics of Titanium Using

Ultrasonic Machining, Thesis Doctor of Philosophy, Department of

Mechanical Engineering Thapar University, Patiala, India.

Kumar, P., 2013, Piezo-Smart Roads, International Journal of Enhanced Research

in Science Technology & Engineering, Vol.2 Issue 6, hlm 65-70.

Kumar, S., 2014, Analysis on Ultrasonic Machining of Hydroxyapatite Bio-

Ceramics, Thesis Master of Production Engineering, Department of

Production Engineering, Jadavpur University, Kolkata, India.

Kumar, V., 2009, Ultrasonic Machining of Tungsten Carbide, Stellite and

Diamond, Thesis Doctor of Philosophy, Department of Mechanical

Engineering, Thapar University, Patiala, India.

MacBeath, A., 2006, Ultrasonic Bone Cutting, Thesis Doctor of Philosophy,

School of Engineering, College of Science and Engineering, University of

Glasgow, UK.

Malvino, A. P., 1994, Prinsip-Prinsip Elektronika, [trans.] M. Barmawi and M.O.

Tjia. Ketiga, Jakarta : Erlangga.


McGeough, J. A., 1988, Advanced Methods of Machining, Edisi berilustrasi,

Springer Science & Business Media, New York.

Merkulov L.G., 1957, Design of Ultrasonic Concentrations, Akusticheskiy

Zhurnal, Vol. 3, pp. 246-255.

Mishra, K., 2014, An Experimental Study and Parametric Optimization of

Ultrasonic Drilling on Silicon Nitride, Thesis Master of Production

Engineering, Department of Production Engineering, Jadavpur University,

Kolkata, India.

Nad, M., 2010, Ultrasonic Horn Design For Ultrasonic Machining Technologies,

Applied and Computational Mechanics, Trnava, Slovak Republic, 4 June,

hlm 79-88.

Neppiras, E., 1973, The Pre-stressed Piezoelectric Sandwich Transducer,

Ultrasonics International Conference, pp. 295-302, 1973.

Pandey, P. C. & Shan, H. S., 1980, Modern Machining Process, Edisi cetak ulang,

Tata Mc Graw Hill Education, New York.

Prokic, M., 2004, Piezoelectric Transducers Modeling and Characterization M.P.

Interconsulting Co., Switzerland.

Radmanovic, M. & Mancic, D., 2004, Design and Modelling of the Power

Ultrasonic Transducers, Faculty of Electronics in Niš, Serbia.

Samal, S.K., 2009, Study of Parameters of Ultrasonic Machining, Thesis

Bachelor of Technology Degree, Departement Mechanical Engineering

National Institute of Technology, Rourkela.


Seah K.H.W., Wong Y.S. & Lee T.C., 1993, Design of Tool Holders for

Ultrasonic Machining Using FEM, Journal of Materials Processing

Technology, Vol.37, No.1-4,pp.801-806.

Singh, J., 2013, Modeling, Analysis, Coding, Evaluation and Selection of

Ultrasonic Machining System, Thesis Master of Engineering, Department

of Mechanical Engineering, Thapar University, Patiala, India.

Singh, P., 2006, Experimental Investigation of Performance Characteristics Of An

Ultrasonic Machining Process, Thesis Master of Engineering, Department

of Mechanical Engineering, Thapar Institute of Engineering &

Technology, Patiala, India.

Singla, M., 2013, Ultrasonic Machining System-Modeling, Analysis, Evaluation

And Selection, Thesis Master of Engineering, Department of Mechanical

Engineering Thapar University, Patiala, India.

Stanasel, I. & Ardelean, F., 2010, The Parametric Design of The Ultrasonic

Exponential Horns, Nonconventional Technologies Review-no.4,

University Of Oradea, Faculty Of Managerial And Technological

Engineering.

Still, T., 2010, High frequency acoustics in Colloid-Based Meso-and

Nonstructures by Spontaneous Brillouin Light Scattering, Springer Theses

Ph.D Research, Springer Science+Business Media, Berlin Heidelberg.

Sukarno., 2010, Ultrasonik Generator Dengan Frekuensi Maksimum 100 kHz

Dan Daya 100 Watt Berbasis Mikrokontroler AVR ATTINY2313, Tesis,

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Magister Fisika,

Universitas Indonesia.
Sutrisno, T., 2011, Studi Karakteristik Tranduser Ultrasonik Berbahan

Piezoelektrik dan Rangkaian Amplifier Switching Terhadap Perubahan

Amplitudo dan Frekuensi 1 kHz-20 kHz, Skripsi, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Fisika, Universitas Indonesia.

Thoe, T. B., Aspinwal, D. K. & Wise, M.L.H., 1995, Towards Ultrasonic Contour

Machining, Int. Symp. for Electro Machining XI, Lausanne, Switzerland,

pp. 953–962.

Thoe, T. B., Aspinwall, D.K. & Wise, M.L.H., 1998, Review on Ultrasonic

Machining, Int. J. Mach. Tools Manufacture, Vol. 38, No. 4, pp. 239-

255.

Tipler, P.A., 1998, Fisika Untuk Sains dan Teknik, Edisi Ketiga, Jilid 1, (Alih

bahasa Dra. Lea Prasetio, M.Sc, Rohmad, W Adi, Ph.D), Penerbit:

Erlangga Jakarta.

Trisnobudi, A., 2000, Teori Ultrasonik, Catatan Kuliah, Penerbit ITB, Bandung.

Uchino, K., 2010, Advanced Piezoelectric Materials Science and Technology,

Woodhead Publishing Limited, Cambridge, UK.

Volkov, S. S., Garanin, I. N. & Kholopov, Y. V., 1998, Choice of Waveguide

Material for Ultrasonic Welding, Russian Ultrasonics, vol.28, no.3,

pp.102-8.

Warman., 2009, Slurry Pumping Handbook, Fifth Edition, Weir Slurry Group

Inc.

Youssef, H. A., El-Hofy, H. & Ahmed, M. H., 2012, Manufacturing Technology:

Materials, Processes, and Equipment, CRC Press Taylor & Francis

Group, New York.

Anda mungkin juga menyukai