Anda di halaman 1dari 3

Menjadi seorang dosen memang menjadi impian banyak orang.

Namun, tidak semua orang bisa


mencapainya. Ada berbagai ujian dan cobaan yang harus dihadapi untuk menjadi seorang dosen.
Motivasi yang tinggi sangat diperlukan dalam setiap prosesnya. Pada kali ini, penulis berkesempatan
untuk mewawancarai salah seorang dosen Geofisika yaitu Bapak Herlan Darmawan. Penulis
mendapatkan banyak pelajaran dari wawancara kali ini dan semoga teman-teman Geofisika yang lain
juga dapat memetik manfaatnya. Berikut rangkuman hasil wawancara dengan narasumber.

N : “Begini Pak, dulu Pak Herlan pernah bercerita jika saat pertengahan kuliah S1 itu belum terlalu
serius. Nah bagaimana ceritanya ketika itu sampai sekarang lulus S3, Pak?”
PH : “Jadi ketika itu, setelah non-Seismic saya mengevaluasi diri saya. Saat saya melihat IPK saya, Ya
Allah. Kalau begini saya harus berubah. Alasan saya sederhana, saya nanti tidak dapat pekerjaan.
Jadi dulu ketika zaman saya ada standar IPK itu harus 3 untuk semua perusahaan minyak. Mimpi
mahasiswa Geofisika zaman dulu itu pasti ingin kerja di perusahaan minyak karena gajinya
tinggi. Akan tetapi, jalan hidup berkata lain. Ketika setekah non-Seismic saya mulai merancang
strategi kuliah. Setelah momen perubahan ini, IPK saya naik. Saya mendapat cumlaude, hampir
semua nilai saya mendapat A. Hal itu, dapat mengatrol banyak IPK saya. Akan tetapi, saya belum
puas dengan pencapaian tersebut. Saya harus memastikan IPK saya berada di zona aman untuk
seleksi berkas dokumen kerja. Ketika diangkatan saya dulu, saat awal semester itu tidak serius,
tetapi diakhir kita serius belajar. Jadi ketika sudah tahu akan skripsi, kita jarang bertemu. Kalau
pun bertemu hanya dimalam hari untuk sekedar curhat mengenai masalah skripsi dan masalah
patah hati.
Setelah lulus saya tipe orang yang tidak suka gabut. Menurut saya gabut satu sampai
dua bulan itu tidak masalah, tetapi setelah itu saya merasa menjadi bodoh. Kalau kamu seperti
itu terus, maka kamu tidak akan tau apa-apa. Beruntungnya saya saat itu, saya bisa membantu
penelitian. Saya membantu Pak Budi picking velocity untuk interpretasi data Seismic. Jadi pesan
saya, ketika kamu lulus nanti ikutilah penelitian dosen. Hal ini bertujuan untuk belajar tanpa
harap imbalan, jadi nanti bisa dimasukan ke CV mu. Sehingga ketika orang perusahaan melihat
CV mu, kamu akan dianggap sebagai orang yang memiliki etos kerja yang tinggi. Perusahaan
sekarang tidak mencari orang yang keminter, tetapi mencari orang yang haus akan pengalaman,
akan ilmu pengetahuan, dan penasarannya tinggi. Itulah yang mereka cari.”
N : “Kalau boleh tahu, bagaimana carannya agar bisa ikut dalam penelitian dosen ya, Pak?.”
PH : “Ya, kamu datang saja ke dosen tersebut. Misalnya kamu dateng ke saya. Lalu kamu bertanya,
‘apa yang bisa saya bantu, Pak?’. Nanti dosen akan menjawab dengan senang hati.”
N : “Setelah lulus S1, bagaimana cerita bapak?”
PH : “Jadi setelah lulus, saya menyebar apply di berbagai perusahaan minyak. Seingat saya CGG,
Pertamina, dan Schlumberger. Pada saat itu yang diterima adalah temen saya, Mas Jimbu.
Kemudian ada lowongan S2 di Geografi. Sebenarnya saya kurang sreg dari segi linearitas
keilmuannya. Akan tetapi, karena bapak saya seorang dosen dan dekan Fakultas Geografi, saya
akhirnya memutuskan untuk mendaftar daripada saya menganggur. Kebetulan ada
beasiswanya juga. Saat awal kuliah saya merasa malas, karena saya punya cita-cita untuk kuliah
S2 di Turki. Namun, saya harus menunggu satu tahun lagi untuk bisa kuliah di sana. Seminggu
sebelum deadline S2 Geografi, saya baru medaftar. Banyak sekali dokumen2 yang harus
disiapkan. Alhamdulillah saya lolos. Saya ambil Geoinformasi untuk manajemen bencana.
Pendaftaran S2 itu bertepatan dengan pembukaan untuk dosen Geofisika. Ketika itu saya
bingung bagaimana cara membagi waktunya. Sebenanarnya waktu itu saya tidak diterima jadi
dosen Geofisika. Waktu itu saya menjadi urutan nomor 5, tetapi temen saya yang urutan 1
sampai 4 diterima kerja semua. Akhirnya saya yang diterima dan menandatangani kontrak.”
N : “Kalau boleh tahu kenapa bapak waktu itu ambil S2 di Geografi?”
PH : “Saat itu, sebenarnya saya tidak mau kuliah di Geografi, tetapi daripada menganggur makanya
saya ambil. Jadi ketika saya ambil ilmu kebencanaan, disitu ilmu saya bisa dipakai. Kamu tau kan,
Indonesia sekarang bagaimana? Bencana terus. Bahkan dulu belum ada BNPB. Singkat cerita
saya belajar tentang remote sensing, seperti memakai data satelit untuk monitoring. Dan ketika
saya S3, ilmu remote sensing saya gunakan. Ilmu itu saya combine dengan ilmu Geofisika,
numerical model. Jadi setelah lulus S2 saya mengajar dulu di Geofisika selama dua tahun.
Setelah itu tahun 2013 saya berangkat ke Jerman.”
N : “Kalau motivasi bapak untuk ambil S3 itu apa ya, Pak?”
PH : “Karena saya merasa ilmu saya masih kurang. Selain itu, banyak yang beranggapan S3 itu
susah. Saya beruntung, waktu itu saya dapat infromasi dari pembimbing. Saya diminta untuk
mendaftar beasiswa di DAD. DAD itu seperti Kemenristekdikti nya Jerman. Jadi jauh-jauh hari
saya ambil beasiswa. Saya sudah mulai persiapan. Saat itu, kemampuan bahasa Inggris saya
jelek. Kemudian saya belajar. Alhamdulillah saya diterima DAD dan istri saya diterima LPDP. Saya
dan istri saya sama-sama mendapat 1000 Euro perbulan. Oh iya, pada tahun 2013 saya menikah.
Jadi ketika saya lulus Geografi tahun 2012, istri saya menantang saya. Setelah sidang saya
ditanya, kamu berani nikah tidak? Kalau waktu itu saya menganggur, maka saya bisa menolak.
Tetapi karena saya sudah diterima menjadi dosen di Geofisika, akhirnya saya menikah. Jika
kamu ingin sukses, maka carilah pasangan yang bisa mendorong karirmu. Istri saya sangat
membantu saya ketika kuliah S2. Dia sangat support saya, bahkan pernah dia pernah
mengerjakan tugas saya. Dan ketika lulus S2, istri saya sangat medorong saya untuk segera
ambil S3. Kami mempunyai mimpi untuk bisa kuliah di luar negeri bersama. Jadi ketika kamu
mengerjakan skripsi, tetapi pacarmu malah ngambek maka harus dipertanyakan.”
N : “Memang dari awal sudah ada komitmen begitu apa bagaimana, Pak?”
PH : “Memang sudah dari awal saya komitmen begitu. Kuliah S3 di luar negeri itu berat. Tekanannya
berat. Tidak hanya dari pembimbingnya sendiri, dari beasiswanya pun juga. Jika kamu kehabisan
beasiswa tetapi kuliah belum selesai kamu mau bagaimana? Pressure dari keluarga juga ada.
Saya itu paham, jika ada orang S3 diajak ngobbrol tapi tidak nyambung saya paham. Jadi di
Jepang itu ada yang terkena Skizofrenia, ada orang yang kuliah S3, dia seperti melihat Yakuza-
Yakuza yang menggunakan kapak. Padahal ketika itu sedang ikut dalam konferensi. Itu murni
karena pressure. Kalau di Jerman sendiri banyak yang stress, ada yang menangis, pingsan saat
seminar, dan lain-lain. Bentuknya bisa bermacem-macem. Namun, saya tidak terlalu
memilikirkannya. Saya punya prinsip untuk selalu berusaha semaksimal mungkin, berdoa, dan
minta doa restu orang tua. Jadi ketika kamu merasa, aku kok begini ya? Mintalah doa orang tua.
Yakinlah, kalau didoakan orang tua itu, kamu akan jadi orang yang beruntung. Berusaha dulu,
kamu juga harus memikirkan beberapa planning. Misal kamu pengen IPK cumlaude, maka kamu
rancang strategi. Misalnya ambil mata kuliah yang nilainya gampang. Terus ambil mata kuliah
yang bener-bener sesuai dengan kemampuanmu. Mencari soal-soal ujian tahun lalu, dan jangan
bolos. Rencana saya ketika S3 adalah ikut apa yang dikatakan pembimbing. Saya mencoba, jika
saya tidak bisa, saya mengusulkan metode lain. Ketika itu, saya diminta untuk memodelkan
cuaca di puncak Merapi. Pak Numeri sudah menemukan softwarenya, namun setelah saya
telusuri itu akan memakan waktu lama, dan akan memakan waktu Phd saya. Jika nanti beasiswa
saya sudah habis tetapi kuliah saya belum selesai bagaimana nanti, pakai uang siapa nanti?. Jadi
saya ada paper tentang analisis lereng dengan numerik, maka saya mengusulkan untuk
mengambil itu. Jadi ketika kamu nanti lulus S3 kamu nanti jadi peneliti yang independen, kreatif,
dapat founding dari usahamu sendiri. Singkat cerita begitu S3 saya di Jerman, saya bisa
dikatakan lulus tepat waktu. Masuk pada Oktober 2014, kemudian 27 september 2018 saya
sidang dan lulus tepat empat tahun. Predikatnya sama seperti temen saya yang lulusan S2
Oxford. Saya juga ada main-mainnya, tidak kuliah terus. Misalnya selesai kuliah saya main bola.
Jadi begitulah cerita saya dari S1 sampai S3.”
N : “Jadi dalam kuliah itu tidak ada yang benar benar linear dari S1 sampai S3 ya, Pak?”
PH : “Kalau saya S2 sampai S3 nya linear. Cuma S1 nya saja yang kurang. Tapi tidak masalah. Jadi
menurut saya yang penting kalian itu belajar. Skripsi itu adalah tempat kalian mencurahkan
untuk menulis karya ilmiah, perlakukan seperti seorang pacar. Nanti kalo kamu skripsi kamu
bilang, aku punya pacar baru namanya skripsi, hehe. Ini sedikit motivasi juga, jadi zaman saya
dan zaman kalian berbeda. Jadi zaman saya Geofisika yang bersaing hanya Geofisika UGM
dengan ITB. Sekarang sudah banyak sekali Geofisika, mahasiswanya bertambah, persaingannya
juga bertambah berat. Jadi bagaimana cara meningkatkan kapabilitas kalian? Jadi zaman
sekarang itu saya melihat bahwa kalian bisa bersaing dengan lulusan luar negeri, seperti
Harvard, Stanford, Oxford. Tidak perlu takut, caranya bagaimana? Caranya adalah dengan
belajar pelan-pelan. Kalian cari beasiswa-beasiswa banyak sekarang misal LPDP. Kalian lihat
syaratnya. Misal IELTS harus 7, maka kalian harus belajar sampai dapet segitu. Dulu saya latian
dengan menonton film How I Meet Your Mothers (comedian series) tidak pakai subtitle. Awalnya
saya tidak paham. Tapi lama-kelamaan saya merasaan kelucuannya juga, saya nonton semua
seriesnya. Dulu saya tidak bisa mengikuti orang Inggris berbicara. Setiap hari saya nonton itu,
jangan malah nonton drama korea, hehe. Saya tonton terus sampai IELTS saya jadi 6. Kemudian
saya juga mendengarkan musik-musik berbahasa Inggris. Lalu untuk writing kamu juga harus
latihan menulis dan reading kalian harus membaca jurnal. Memang pusing, tetapi lama-
kelamaan pasti bisa. Namanya juga proses, ya. Nanti jika di luar negeri, kemampuan bahasa
Inggris kalian lama-lama akan improve dengan sendirinya. Itu motivasi dari saya. Kemampuan
berbahasa Inggrisnya harus ditingkakan kalau ingin bersaing secara global. Jika kalian ingin
bekerja di perusahaan multinasional kalian juga tetap butuh bahasa Inggris.”
N : “Pak kalau boleh tahu, ketika S1 nilainya bisa naik itu resepnya bagaimana?”
PH : “Kalau saya, yang utama itu adalah dari kesadaran. Kesadaran bahwa saya harus bersaing
dengan Geofisika ITB, misalnya. Bahkan dengan teman sesama angkatan nanti ketika kamu
lulus. Tipsnya semangat dan sadar kalau kalian harus terus belajar. Belajar tidak hanya di kelas,
kalian bisa belajar dimana saja. Menulis itu juga belajar. Jadi sebelum belajar saya pasti menulis
di hvs. Intinya adalah belajar. Jadi pasang target. Di lock, lalu eksekusi, dan kalian harus
memenejemen kuliahnya, strateginya diatur. Intinya adalah kamu harus belajar. Main-main
boleh, tetapi nanti pada suatu titik kamu harus sadar bahwa kamu tidak akan bisa mengubah
dunia sebelum kamu bisa mengubah diri kamu sendiri.”

Anda mungkin juga menyukai