Dosen Pembimbing
Disusun Oleh :
Seprianto Pariakan
1965050103
FAKULTAS KEDOKTERAN
JAKARTA
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Definisi . 2
2.2 Epidemiologi............................................................................................. 3
2.3 Klasifikasi.................................................................................................. 4
2.4 Etiologi...................................................................................................... 7
2.5 Presentasi Klinis ....................................................................................... 8
2.6 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 10
2.6.1 Pemeriksaan Penunjang : Ultrasonografi.................................................. 11
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang : CT Scan............................................................ 14
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang : MRI.................................................................. 18
2.7 Tatalaksana................................................................................................ 23
III. KESIMPULAN 25
DAFTAR PUSTAKA 27
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kista bilier adalah sebuah kondisi dilatasi yang terjadi pada berbagai
bagian dari traktus biliaris. Kondisi ini berkisar 1% dari total keseluruhan kelainan
duktus biliaris dengan populasi terdampak paling sering adalah ras asia dan
populasi wanita. Diagnosis ini merupakan masalah klinis penting bagi dokter
dalam berbagai bidang seperti pediatri, gastroenterologi, radiologi dan juga bidang
bedah.
Berbagai presentasi klinis dapat muncul pada kista biliaris yang tentu
muncul maka penegakan diagnosis terhadap kista bilier menjadi salah satu hal
terpenting dalam membantu menentukan jenis terapi yang tepat untuk pasien.
Berbagai modalitas radiologi dapat digunakan seperti USG, CT Scan, MRI, dll.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Kista biliaris adalah kondisi dilatasi pada berbagai bagian dalam saluran
duktus biliaris. Prevalensi kista biliaris berkisar 1% dari total gangguan biliaris
benigna. Kista biliaris banyak terjadi pada populasi Asia dengan populasi wanita
patologis ini sekitar 1:1000 pada populasi Asia dan cenderung lebih rendah pada
populasi ras di negara barat yaitu sekitar 1:100.000. Kondisi ini biasanya
merupakan kondisi kongenital yang dibawa sejak lahir meskipun pada sekitar
Berdasarkan literatur, keganasan pada traktur biliaris terjadi sekitar 2,5% - 28%
pasien dewasa pasca melakukan reseksi radikal pada kista biliaris saat usia muda.
Beberapa komplikasi lain yang juga berkaitan dengan kista biliaris adalah
2
Tingginya komplikasi yang terjadi pada usia dewasa dibandingkan dengan
usia anak pada pasien duktus biliaris menunjukan luasnya spektrum masalah
medis yang melibatkan berbagai bidang seperti pediatri, bedah, radiologi serta
II.2 Epidemiologi
dengan bayi perempuan lebih berisiko mengalami kista duktus biliaris dengan
Duktus biliaris tidak hanya berdampak pada pasien anak, tetapi juga pada
populasi pasien dewasa. Sekitar 60% pasien dengan kista duktus biliaris dapat
terdiagnosis pada saat dekade pertama kehidupan, dengan 20% di antaranya tidak
3
1985 hingga 2002 dan telah menjalan pengobatan. Di antara 51 pasien tersebut, 41
laki (20%). Rata – rata usia sampel tersebut adalah 37,3. Berdasarkan ras, total 13
pasien memiliki ras Asia (25%) dan 38 pasien memiliki ras Kaukasian (75%).3
Penelitian lain dilakukan oleh Ortiz et al, dengan melihat prevalensi kista
biliaris pada populasi dewasa di Meksiko antara tahun 1989 hingga 2015.
Penelitian tersebut mengikutkan sampel pasien usia di atas 16 tahun di salah satu
kista duktus biliaris dengan hanya 25 pasien yang berhasil didapatkan informasi
klinis. Terdapat 20 pasien wanita (80%) dan 5 pasien pria (20%) dengan rerata
usia mencapai 31,3 tahun. Gejala – gejala utama dari kista biliaris ini yang
biasanya dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri perut yang dirasakan 21 pasien
(84%) dan diikuti ikterik yang dialami 13 pasien (52%), mual dan muntah
mengalami trias presentasi klinis dari kista duktus biliaris yaitu ikterik, nyeri
II.3 Klasifikasi
terhadap ukuran, bentuk kista serta bagian duktus yang terdampak. Klasifikasi
pertama yang diusulkan untuk kista duktus biliaris adalah klasifikasi oleh Alonso-
duktus biliaris yang paling banyak digunakan hingga saat ini. Klasifikasi Todani
4
membagi kista duktus biliaris menjadi 6 jenis: (1) Tipe 1: Kista Soliter
Intrahepatik, IVa merujuk pada tipe kista fusiformis dan IVb merujuk pada tipe
5
Di antara kelima jenis tersebut, Kista Duktus Biliaris tipe I merupakan tipe
tersering dengan lokasi paling kerap terjadi pada duktus koledokus sehingga jenis
ini kerap disebut “kista duktus koledokus”. Distribusi tipe kista duktus biliaris
antara populasi dewasa dan populasi anak cenderung mirip kecuali pada kista
duktus biliaris tipe IV yang lebih banyak ditemukan pada dewasa dibandingkan
pada populasi anak. Duktus Biliaris Tipe I merupakan tipe tersering sesuai yang
telah disampaikan sebelumnya yaitu sebesar 79% total kasus kista duktus biliaris
diikuti kista duktus biliaris tipe IV sebesar 13%, kista duktus biliaris tipe III
sebesar 4% dan kista duktus biliaris tipe II sebanyak 3%. Kista duktus biliaris tipe
V atau Caroli’s disease merupakan tipe terjarang dengan prevalensi kurang dari
6
II.4 Etiologi
Etiologi kista duktus biliaris hingga saat ini masih banyak menimbulkan
perdebatan dan belum terdapat bukti saintifik tunggal yang dipercaya dan
disepakati sebagai etiologi kista duktus biliaris. Berbagai teori telah dikemukan
hipotesis Long Common Channel yang dikemukakan oleh Babbit. Junctio Duktus
refluks kembali ke sistem bilier. Hal ini diprediksi akan meningkatkan tekanan
intraduktal serta inflamasi pada lokasi tersebut. Hal ini akan secara simultan
menunjukan bahwa 60% hingga 96% pasien kista duktus biliaris memiliki junctio
Teori lain yang dianggap sebagai penyebab kista duktus biliaris adalah
teori obstruksi pada duktus koledokus sebagai faktor penyebab. Fungsi abnormal
pada sphincter Oddi ditemukan pada beberapa pasien dengan kista duktus biliaris.
inervasi autonom pada duktus koledokus menjadi inadekuat yang berujung pada
obstruksi fungsional dan dilatasi proksimal yang mirip terjadi pada Chaga’s
7
Kemungkinan adanya penyebab infeksi juga diprediksi memiliki peran
terjadinya kista duktus biliaris. Studi menunjukan adanya infeksi virus retroviral
RNA pada jaringan dari pasien dengan kista duktus koledokus. Infeksi tersebut
akan menyebabkan respons imun pada duktus koledokus yang dapat berujung
Tidak ditemukan adanya pola herediter genetis pada penyakit ini meskipun
keturunan dengan kista duktus biliaris. Sedangkan hormon seks dan gangguan
kista duktus biliaris meskipun prevalensi tertinggi penyakit ini terjadi pada wanita
dan pada bayi. Hal ini memungkinkan bahwa kista duktus biliaris tidak
disebabkan oleh penyebab tunggal dan cenderung memiliki berbagai etiologi dan
abdomen, dan ikterik. Trias presentasi klinis tersebut ditemukan pada sekitar 20 –
30% pasien. Dua dari tiga presentasi klinis tersebut terjadi pada 2/3 total pasien
kista duktus biliaris. Presentasi – presentasi klinis tersebut rata – rata muncul pada
Presentasi klinis setiap pasien dapat berbeda bergantung pada usia pasien.
Berdasarkan usia, presentasi klinis pasien kista duktus biliaris dapat dibagi
menjadi 2 secara garis besar yaitu pasien neonatal (<12 bulan) dan pasien
8
“dewasa” (>12 bulan). Saat prenatal, kista duktus biliaris biasanya terdiagnosis
pemeriksaan prenatal. Pada pasien neonatal (<12 bulan), gejala ikterik dan massa
abdomen adalah presentasi yang paling sering terjadi. Pada pasien “dewasa” (>12
bulan) presentasi klinis yang paling sering muncul adalah nyeri, demam, dan
seperti di atas, akan tetapi pasien justru mengalami gejala dari komplikasi yang
ditimbulkan kista duktus biliaris. Pasien dapat mengalami komplikasi dari kasus
kista duktus biliaris seperti cholangitis rekuren dan pankreatitis merupakan efek
hati juga akan memiliki imbas lebih lanjut seperti perdarahan gastrointestinal atas
Ruptur spontan kista duktus biliaris dapat terjadi pada 1% - 12% pasien.
Kondisi ini biasanya ditandai dengan nyeri abdomen akut, tanda peritonitis dan
pada pasien kista duktus biliaris tipe III dapat menunjukan presentasi obstruksi
pada lumen duodenum atau intususepsi. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah
kanker pasien tersebut sekitar 10% - 30% dan bertambah seiring usia.1
9
II.6 Pemeriksaan Penunjang
adanya fungsi hepar dan pemeriksaan kolestasis yang bersifat abnormal seperti
spesifik sehingga abnormalitas pada hasil pemeriksaan tersebut tidak dapat serta
radiologis yang dapat digunakan adalah pemeriksaan USG, CT Scan, dan MRI.
biliaris. USG merupakan pemeriksaan paling awal dan paling mudah yang dapat
akan menunjukan adanya massa kistik pada kuadran kanan atas. USG juga
untuk ibu hamil. Pemeriksaan CT Scan dan MRI juga kerap digunakan
10
pseudokista pankreatik, kista echinococcal, atau kistadenoma billier. Pemeriksaan
nyeri kuadran kanan atas dan ikterik. Beberapa kondisi yang dapat muncul
memiliki sensitifitas yang relatif rendah untuk mendeteksi adanya tumor yang
bilier paling baik dilakukan jika pasien dipuasakan antara 8 jam hingga 12 jam.
duodenum yang kosong membantu visualisasi yang lebih baik pada duktus
koledokus. Kedua, akan memicu pengisian cairan empedu pada vesica fellea
sehingga vesica felle lebih terdistensi dan memudahkan visualisasi vesica fellea
koledokus adalah posisi supinasi atau menghadap ke kanan dengan derajat elevasi
30º dengan visualisasi traktur biliaris paling baik dilakukan menggunakan probe
11
Pasien dengan kista duktus koledokus memiliki komunikasi abnormal
Refluks retrograd dari getah pankreas menuju ke duktus biliaris pada keadaan
Kista bilier Tipe IV merupakan jenis kista pada saluran bilier kedua yang
sering terjadi yaitu sebesar 30-40% dengan karakteristik dilatasi dari kedua
12
C
Pada kista duktus biliaris tipe V atau yang kerap disebut sebagai Caroli
terletak pada sekitar trias porta. Penampakan lain yang dapat muncuk adalah
penampakan dilatasi duktus intrahepatal dan ruang kistik kecil. Pasien dengan
Caroli Disease dapat berkembang menjadi stasis bilier, cholangitis, dan calculi
13
Gambar II.6 Penampakan Caroli Disease pada pemeriksaan ultrasonografi.5
II.6.2 Pemeriksaan Penunjang: CT Scan
kista duktus biliaris adalah CT Scan. Pemeriksaan ini kerap digunakan untuk
mengevaluasi hepar, dan deteksi adanya massa baik pada hepar maupun pada
duktus biliaris. Teknik yang saat ini disarankan dalam penggunaan CT Scan
lebih cepat dan mampu melakukan pemindaian dengan beberapa fase berbeda
(fase arterial, fase portal, fase delayed) sehingga menghasilkan pencitraan yang
lebih baik. Keunggulan lainnya adalah rerata volume parsial yang lebih rendah
abdomen dan pelvis setela administrasi material kontras secara oral maupun
intravena. Bahan yang paling sering digunakan adalah lohexol 120 ml yodium
dengan konsentrasi 350 mg/ml dan diinjeksi pada kecepatan 2 ml/detik hingga 3
ml/detik.6
CT Scan yang saat ini paling banyak digunakan untuk deteksi kista duktus
anatomis pada duktus biliaris secara lebih lengkap. Akan tetapi modalitas ini
14
Gambar II.7 Gambaran CT Scan kista biliaris tipe I7
CT Scan sebagai lesi kistik yang terisi cairan pada porta hepatis dan terhubung
terhadap struktur sekitar yang berhubungan dengan kondisi yang bersifat maligna.
dalam visualisasi duktus biliaris intrahepatal, duktus biliaris distal, dan kaput
pankreas.8, 9
15
Gambar II.8 Gambaran CT Scan kista biliaris tipe II
Pada pasien dengan kista duktus biliaris tipe IVA atau Caroli Disease,
dan ekstensi dari penyakit ini seperti adanya keterlibatan lesi difus hepatal
ataupun keterlibatan segmental. Hal ini menjadi penting terutama dalam terapi
kista duktus biliaris atau Caroli disease yang membutuhkan lobektomi segmental.
16
penebalan dinding. Pemeriksaan CT Scan sangat disarankan terutama untuk
reaktif.9
menyeluruh. Metode CT Scan jenis ini memiliki sensitifitas sebesar 90% untuk
17
Gambar II.11: Penampakan CT Scan terhadap kista duktus biliaris non-komunikans10
melakukan deteksi dan karakterisasi lesi hepar fokal. Beberapa keuntungan yang
dan tidak adanya radiasi pengion, serta sekuens pencitraan yang membuat
tampilan pencitraan menjadi lebih cepat. Hinga saat ini kontras yang diizinkan
Protokol yang digunakan dalam pencitraan MRI terdiri dari axial spin-
dan pelvis. Ketebalan yang paling sering digunakan adalah dengan ketebalan 8
18
Gambar II.12 Gambaran MRI Potongan Coronal T2 kista bilier tipe I
19
Gambar II.14 Gambaran MRCP kista duktus biliaris tipe II
20
Gambar II.16 Gambaran MRI kista duktus biliaris tipe IV
sehingga didapatkan pencitraan yang lebih optimal. Metode baru ini dapat
dan evaluasi fungsional. Pemeriksaan ini dapat menjadi metode evaluasi anatomi
preoperatif yang bersifat aman jika dibandingkan dengan invasif lainnya dalam
seperti kebocoran empedu , ligasi duktus biliaris yang gagal serta adanya striktur.
21
dalam memberikan informasi fungsional lebih berkaitan dengan di mana lokasi
22
II.7 Tatalaksana
Prinsip tatalaksana pada kasus ini adalah deteksi sedini mungkin adanya kista
duktus biliaris. Deteksi yang dini membutuhkan moda – moda diagnostik yang
tepat sesuai dengan kebutuhan. Pada kista duktus biliaris tipe III, pilihan terapi
diikuti dengan sphincteroplasti. Akan tetapi, metode ERCP saat ini dianggap
cukup sebagai terapi. Metode reseksi komplit dipilih pada kasus kista duktus
biliaris tipe I dan tipe IVb. Tingkat kesuksesan metode ini pada kista duktus
biliaris jenis ini mencapai 92%. Sedangkan metode transplantasi dipilih pada
pasien dengan Caroli Disease sebagai satun – satunya terapi yang dapat
dilakukan. Hal ini disebabkan adanya fibrosis hepar kongenital dan sirosis bilier
23
Gambar II.19 Algoritma Tatalaksana Kista Duktus Biliaris14
24
BAB III
KESIMPULAN
patologis yang terjadi pada traktus biliaris. Kondisi ini dapat terjadi disebabkan
karena adanya refluks kembali getah empedu ke dalam sistem bilier yang jika
Gangguan ini banyak terjadi pada populasi Asia dan jenis kelamin Wanita.
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat adanya kista duktus biliaris adalah
lainnya. Pemeriksaan dan deteksi yang tepat mutlkak diperlukan untuk melakukan
diagnostik dan screening kista duktus biliaris yang relatif lebih murah dan mudah
mengingat sensitifitasnya cukup baik. Saat ini kedua moda tersebut telah banyak
25
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien kista duktus biliaris sangat
dilakukan yaitu seperti intervensi invasif, reseksi komplit hingga transplantasi jika
26
DAFTAR PUSTAKA
31.
5. Foley WD, Quiroz FA. The role of sonography in imaging of the biliary
6. Horton KM, Bluemke DA, Hruban RH, Soyer P, Fishman EK. CT and
1999;19(2):431-51.
7. Lee HK, Park SJ, Yi BH, Lee AL, Moon JH, Chang YW. Imaging features
2009;10(1):71-80.
27
9. Singham J, Yoshida EM, Scudamore CH. Choledochal cysts: part 2 of 3:
10. Lewis VA, Adam SZ, Nikolaidis P, Wood C, Wu JG, Yaghmai V, et al.
11. Seale MK, Catalano OA, Saini S, Hahn PF, Sahani DV. Hepatobiliary-
specific MR contrast agents: role in imaging the liver and biliary tree.
Radiographics. 2009;29(6):1725-48.
2013;19(32):5207.
28