Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Praktikum


1. Untuk mengetahui apakah proses yang telah dilakukan berjalan dengan
baik.
2. Untuk menguji apakah sediaan steril yang telah dbuat memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.

1.2. Dasar Teori


Sediaan farmasetika terdiri dari sediaan steril dan sediaan non steril.
Sediaan non steril berbeda dengan sediaan steril, dimana sediaan non steril
adalah sediaan yang dalam pengerjaannya tidak memerlukan proses
sterilisasi, sedangkan sediaan steril adalah sediaan yang dalam pengerjaannya
memerlukan suatu proses dan tindakan sterilisasi. Sediaan steril harus
terbebas dari mikroorganisme, bebas dari komponen toksik dan memiliki
kemurnian yang tinggi karena disuntikkan melalui kulit atau membran
mukosa ke bagian dalam tubuh.Pada prinsipnya ini termasuk sediaam
parenteral, mata, dan irigasi (Lachman dkk., 2008).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik
yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi
jasad renik yang dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh
jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri. Steril menunjukkan
kondisi yang memungkinkan terciptanya kebebasan penuh dari
mikroorganisme dengan keterbatasan tertentu sedangkan aseptis
menunjukkan proses atau kondisi terkendali di mana tingkat kontaminasi
mikroba dikurangi sampai suatu tingkat tertentu di mana mikroorganisme
dapat ditiadakan pada suatu produk. Aseptis menunjukkan keadaan steril
yang “tampak” (Lachman dkk., 2008).Target suatu metode inaktivasi
tergantung dari metode dan tipe mikroorganisme yaitu tergantung dari asam
nukleat, protein atau membrane mikroorganisme tersebut. Agen kimia untuk
sterilisasi disebut sterilant (Pratiwi,2006).
2

Uji sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang sebelumnya


telah mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan. Hasilnya
membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dapat diulang secara efektif. Tetapi
umumnya disetujui bahwa kontrol yang dilaksanakan selama proses validasi
memberikan jaminan lebih efektifnya proses sterilisasi. Uji ini dilakukan
terhadap sampel yang dipilih untuk mewakili keseluruhan lot bahan tersebut.
Sampel bisa diambil dari kemasan atau wadah akhir suatu produk, atau
sebagai bagian dari tangki bulk cairan atau dari bahan bulk lainnya (Lachman
dkk., 2008).
Salah satu tujuan uji sterilisasi pembuatan sediaan steril adalah untuk
meminimalkan ketidakpercayaan terhadap pengujian produk akhir. Tiga
prinsip yang terlibat dalam proses uji sterilisasi sediaan steril adalah :
1) Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan
2) Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana
proses dan metode sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya terhadap
semua unit dari batch sediaan.
3) Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji
sterilitas sediaan akhir.
(Zinda, 2008)
Uji sterilitas bermanfaat untuk mengetahui validitas proses sterilisasi
dan melakukan kontrol kualitas sediaan steril. Uji ini harus direncanakan
dengan baik untuk menghindari hasil positif palsu. Positif palsu dapat terjadi
karena kontaminasi lingkungan maupun kesalahan yang dilakukan oleh
personil. Lingkungan harus didesain sesuai dengan persyaratan ruang steril
yang telah ditetapkan oleh Farmakope terutama mengenai jumlah
mikroorganisme maupun jumlah partikel yang hidup di udara. Media yang
digunakan untuk uji sterilitas hendaknya dipersiapkan dengan baik dan telah
teruji kemampuannya di dalam menumbuhkan mikroorganisme yang dapat
berupa jamur maupun bakteri. Uji sterilisasi menurut Farmakope Indonesia
Edisi IV dapat dilakukan dengan dua prosedur pengujian yang terdiri dari
metode inokulasi langsung ke dalam media uji dan metode teknik
filtrasimembran. Prosedur berikut dapat digunakan untuk menetapkan apakah
3

bahan farmakope yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji
sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi (untuk
penggunaan prosedur uji sterilisasi sebagai bagian dari pengawasan mutu di
pabrik, seperti yang tertera pada Sterilisasi dan Jaminan Sterilitas Bahan.
a. Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media uji
Uji pada cairan, pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet
atau jarum suntik steril. Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu
bahan dari tiap wadah uji ke dalam tabung media. Campur cairan dengan
media tanpa aerasi berlebihan. Inkubasi dalam media sesuai dengan
prosedur umum selama tidak kurang 14 hari. Amati pertumbuhan pada
media secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-
4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir masa uji. Jika
zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya
pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual,
pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi media
yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian
dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total
waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.
b. Prosedur Uji Menggunakan Penyaringan Membran
Jika teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang
dapat diuji dengan cara inokulasi langsung ke dalam media uji, uji tidak
kurang dari volume dan jumlah seperti yang tertera pada pemilihan
spesimen uji dan masa inkubasi.
Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari satu
perangkat yang dapat memudahkan penanganan bahan uji secara aseptic
dan membran yang telah diproses dapat dipindahkan secara aseptik untuk
inokulasi ke dalam media yang sesuai atau satu perangkat yang dapat
ditambahkan media steril ke dalam penyaringnya dan membran diinkubasi
in situ. Membran yang sesuai umumnya mempunyai porositas 0,45m
dengan diameter lebih kurang 47mm, dan kecepatan penyaringan air 55
mL sampai 75 mL per menit pada tekanan 70cmHg. Unit keseluruhan
dapat dirakit dan disterilkan bersama dengan membrane sebelum
digunakan atau membrane dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja
4

yang dapat mempertahankan karakteristik penyaring dan menjamin


sterilitas penyaring dan perangkatnya. Jika bahan uji berupa minyak,
membran dapat disterilkan terpisah dan setelah melalui pengeringan unit
dirakit secara aseptic (Depkes RI, 1995).
Tidak seperti syarat banyak sediaan yang lain, syarat sterilitas adalah
nilai yang mutlak. Secara historis, pertimbangan sterilitas bersandar pada uji
sterilitas lengkap yang resmi, namun pada akhirnya pengujian sterilitas
mengalami banyak batasan.Batasan yang paling nyata dari uji sterilitas ini
adalah uji yang dekstruktif, sehingga hal ini tergantung pada pemilihan
sampel secara acak dari keseluruhan lot. Syarat suatu sediaan dikatakan steril,
apabila Sterility Assurance Level(SAL) dengan probabilitas sama atau lebih
baik dari 10-6, artinya dalam satu juta sediaan yang disterilkan hanya boleh
maksimum 1 yang tidak steril.Bila proses pembuatan produk menggunakan
teknik aseptik (aseptic processing) maka SAL = 10-4, artinya dalam sepuluh
ribu sediaan yang disterilkan hanya boleh maksimum 1 yang tidak steril
(Lukas, 2006).
Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi,
memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah
mikroba, dimana dalam proses pembuatannya harus disterilisasi dan
menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada media.
Dalam Farmakope Edisi IV, disebutkan terdapat 3 media yang dapat
digunakan dalam uji sterilitas sediaan, yaitu media tioglikolat cair, media
tioglikolat alternatif (untuk alat yang mempunyailumen kecil), dan Soybean-
Casein Digest Medium. Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan
yang nyata dalam semua wadah media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7
hari. Uji sterilitas dinyatakan tidak absah, jika media uji menunjukkan respon
pertumbuhan yang tidak memadai. Media segar tidak digunakan dalam waktu
2 hari, simpan dalam tempat yang gelap, lebih baik pada suhu 2ºC hingga
25ºC. Jika media siap pakai disimpan dalam wadah yang tidak tertutup
kedap, dapat digunakan selama tidak lebih dari 1 bulan, dengan ketentuan
media uji dalam kurun waktu 7 hari sebelum penggunaan dan indikator warna
5

memenuhi syarat. Jika disimpan dalam wadah tertutup kedap, media dapat
digunakan selama tidak lebih dari 1 tahun, dengan ketentuan fertilitas media
uji setiap 3 bulan dan indikator warna memenuhi syarat (Depkes RI, 1995).
Berikut merupakan komposisi masing-masing media serta manfaat
masing-masing komponen:
1. Thioglikolat cair (Fluid Thioglycolate Media)
Tabel 1.1 Tabel Bahan Media Thioglikolat Cair (Fluid Thioglycolate Media)
Nama Bahan Jumlah Fungsi
L-sistin P 0,5 Antioksidan
Agar 0,75 Nutrient dan konsistensi
NaCl 2,5 Bahan pengisotonis
Glukosa 5,5 Nutrient
Ekstrak Ragi 5,0 Nutrient
Digesti Pankreas Kasein P 15,0 Nutrient
Na-Tioglikolat/ 0,5 mL Antioksidan
Asam Tioglikolat 0,3 mL Antioksidan
Larutan Na-resazurin 1,0 mL Indikator redoks
Air 1000 mL
pH 7,1 ± 0,2
Cara pembuatan media di atas adalah sebagai berikut.
1. Dicampur dan dipanaskan semua bahan hingga larut.
2. Diatur pH larutan hingga setelah sterilisasi 7,1 ± 0,2, menggunakan
natrium hidroksida 1 N.
3. Jika perlu saring selagi panas menggunakan kertas saring.
4. Media ditempatkan dalam tabung yang sesuai, yang memberikan
perbandingan permukaan dengan kedalaman media sedemikian rupa
sehingga tidak lebih dari setengah bagian atas media yang mengalami
perubahan warna sebagai indikasi masuknya oksigen pada akhir masa
inkubasi.
5. Disterilisasi dalam autoklaf. Jika lebih dari sepertiga bagian atas terjadi
warna merah muda, media dapat diperbaiki satu kali dengan
pemanasan di atas tangas air atau dalam uap yang mengalir bebas
hingga warna merah muda hilang.
6. Media siap digunakan jika tidak lebih dari sepersepuluh bagian atas
media berwarna merah muda.Gunakanlah media Tioglikolat Cair untuk
inkubasi dalam kondisi aerob
(Depkes RI, 1995).
6

2. Thioglikolat alternatif
Tabel 1.2 Tabel bahan media thioglikolat alternatif
Nama Bahan Jumlah Fungsi
L-sistin P 0,5 Antioksidan
NaCl 2,5 Bahan pengisotonis
Glukosa 5,5 Nutrient
Ekstrak Ragi 5,0 Nutrient
Digesti Pankreas Kasein P 15,0 Nutrient
Na-Tioglikolat/ 0,5 mL Antioksidan
Asam Tioglikolat 0,3 mL Antioksidan
Air 1000 mL
pH 7,1 ± 0,2
Cara pembuatan medium di atas adalah: panaskan semua bahan dalam
wadah yang sesuai hingga larut. Campur, dan jika perlu, atur pH larutan

hingga setelah sterilisasi 7,1 0,2 mnggunakan natrium hidroksida 1 N.

Saring jika perlu, tempatkan dalam tabung yang sesuai dan sterilisasi dengan
uap air. Media dibuat segar atau dipanaskan di tangas uap dan didinginan saat
akan digunakan. Gunakan Media Tioglikolat Alternatif dengan cara yang
menjamin kondisi anaerob selama masa inkubasi (Depkes RI, 1995).

3. Soybean Casein Digest / Trypticase Soy Broth (TSB)


Tabel 1.3 Tabel bahan media soybean casein digest
Nama Bahan Jumlah Fungsi
NaCl 0,5 Bahan pengisotonis
Digesti Pankreas Kasein P 17 Nutrient
Digesti Peptic Tepung Kedelai 3,0 Nutrient
K-Fosfat Dibasa 2,5 Buffer
Glukosa 2,5 Nutrient
Air 1000 mL
pH 7,3 ± 0,2
(Depkes RI,1995)
Cara pembuatan media di atas adalah sebagai berikut.
1. Dilarutkan semua bahan padat dalam air, hangatkan hingga larut.
2. Dinginkan larutan hingga suhu kamar, dan jika perlu atur pH larutan
hingga setelah sterilisasi 7,3±0,2 menggunakan natrium hidroksida 1
N.
7

3. Disaring jika perlu, dan bagikan dalam tabung yang sesuai. Sterilisasi
dengan uap air.
4. Gunakan Soybean-Casein Digest Medium untuk inkubasi dalam
kondisi aerob.
(Depkes RI, 1995).

Sebelum media digunakan untuk uji sterilitas, pada media dilakukan


terlebih dahulu uji fertilitas untuk mengetahui kemampuan media untuk
menumbuhkan bakteri.
Tabel 1.4. Pemilihan Spesimen Uji dan Masa Inkubasi(Depkes RI, 1995)

Uji fertilitas dilakukan dengan cara menginokulasi duplo wadah tiap media
secara terpisah dengan 10 mikroba hingga 100 mikroba viable dari tiap galur yang
tertera dalam tabel, dan diinkubasi pada kondisi yang sesuai.Media uji memenuhi
syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata dalam semua wadah media yang
diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari (Depkes RI, 1995).
Uji sterilitas dapat dilakukan dengan inokulasi langsung ke dalam media
uji atau dengan teknik penyaringan membran. Uji sterilitas dinyatakan tidak
absah, jika media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai. Uji
sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin menggunakan penyaring
membrane, merupakan metode pilihan (Depkes RI, 1995).
8

Karena sifat bahan yang akan diuji bervariasi dan faktor lain yang
mempengaruhi pada waktu melakukan uji sterilitas maka perlu diperhatikan
ketentuan berikut dalam melakukan uji sterilitas.
1. Cara Membuka Wadah
Bersihkan permukaan luar ampul dan tutup vial dan tutup botol menggunakan
bahan dekontaminasi yang sesuai, dan ambil isi secara aseptic. Jika isi vial
dikemas dalam hampa udara, masukkan udara steril dengan alat steril yang
sesuai, seperti alat suntik dengan jarum yang dilengkapi bahan penyaring
untuk sterilisasi.
2. Pemilihan Spesimen Uji dan Masa Inkubasi
Untuk bahan cair, gunakan volume bahan dan media untuk setiap unit
dan jumlah wadah per media tidak kurang dari seperti yang tertera pada tabel
di bawah ini.
Tabel 1.5 Jumah Bahan Cair untuk Uji Sterilitas (Depkes RI, 1995)

Jika kuantitas isi cukup, bahan dapat dibagi dan ditambahkan pada kedua
media. Jika volume setiap wadah tidak cukup untuk kedua media, gunakan wadah
sejumlah dua kali. Untuk bahan selain cairan, uji 20 unit bahan dengan masing-
masing media. Untuk bahan yang hanya lumennya harus steril, bilas lumen
dengan sejumlah media yang sesuai hingga diperoleh kembali tidak kurang dari
15 mL media (Depkes RI, 1995).
9

Jika tidak dinyatakan lain, inkubasi campuran uji dengan media Fluid
Thioglycollate(FTM) atau FTM alternative selama 14 hari pada 30-35°C dan
dengan Soybean Casein Digest(SCD) pada suhu 20-25°C (Depkes RI, 1995).

3. Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media Uji


a. Cairan
Pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum
suntik steril. Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap
wadah uji ke dalam tabung media. Campur cairan dengan media tanpa
aerasi berlebihan. Inkubasi dalam media tertentu seperti yang tertera pada
Prosedur Umum, selama tidak kurang dari 14 hari. Amati pertumbuhan
pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3
atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir dari
masa uji.
Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau
tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara
visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi
media yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak
pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama
total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.
b. Salep dan minyak yang larut dalam isopropyl miristat
Pilih 20 wadah yang mewakili, dibagi atas 2 kelompok terdiri dari
10 wadah, dan perlakuakan tiap kelompok sebagai berikut. Secara aseptik
pindahkan 100 mg dari tiap wadah dari 10 wadah ke dalam labu berisi 100
ml pembawa air steril yang dapat mendispersi homogen bahan uji dalam
seluruh campuran cairan. Pemilihan bahan pendispersi yang bercampur
dengan pembawa air, dapat berbeda sesuai dengan sifat salep atau minyak.
Sebelum digunakan secara rutin, uji bahan pendispersi untuk memastikan
bahwa kadar yang digunakan tidak mempunyai efek antimikroba yang
bermakna selama selang waktu inkubasi. Campur 10 ml alikot dari
campuran cairan yang diperoleh dengan 80 ml tiap media.
10

Inkubasi dalam media tertentu seperti yang tertera pada Prosedur


Umum, selama tidak kurang dari 14 hari. Amati pertumbuhan pada media
secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau
ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji.
Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau
tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara
visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi
media yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak
pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama
total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal (Depkes RI,
1995).
Selain 3 media yang telah disebutkan di atas, pada uji sterilitas dapat
juga digunakan media nutrient agar (NA). Nutrien agar adalah medium umum
untuk uji air dan produk dairy.NA juga digunakan untuk pertumbuhan
mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian
mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang
dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. NA merupakan salah satu media
yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air,
sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan
sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.
Untuk komposisi nutrien agar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g,
air desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain
dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit. Kemudian
siapkan wadah sesuai yang dibutuhkan (Zinda, 2008).
Media segar tidak digunakan dalam waktu 2 hari, simpan dalam tempat
yang gelap, lebih baik pada suhu 2o hingga 25o. Jika media siap pakai
disimpan dalam wadah yang tidak tertutup kedap, dapat digunakan selama
tidak lebih dari 1 bulan, dengan ketentuan media uji dalam kurun waktu 7 hari
sebelum penggunaan dan indikator warna memenuhi syarat. Jika disimpan
dalam wadah tertutup kedap, media dapat digunakan selama tidak lebih dari 1
11

tahun, dengan ketentuan fertilitas media uji setiap 3 bulan dan indicator warna
memenuhi syarat (Depkes RI, 1995).
Komposisi Nutrien Agar per liter :Agar 15,0 gram, Peptone 5,0 gram,
NaCl 5,0 gram, Yeast Extract 2,0 gram, Beef Extract 3,0 gram. pH 7,4 ± 0,2
pada 25oC.Media ini digunakan untuk kultivasi dan pemeliharaan varietas
yang luas dari mikroorganisme. Pembuatan media nutrien agar yaitu :
1. Tambahkan komponen-komponen tersebut ke dalam air destilasi
atau deionisasi.
2. Tambahkan air destilasi atau deionisasi hingga volume 1,0 L.
3. Aduk hingga merata.
4. Panaskan sambil diaduk hingga mendidih.
5. Pindahkan ke tube atau labu.
6. Sterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada tekanan 15 lbs

suhu 121oC.
7. Media dituangkan ke cawan petri steril atau tube, tunggu hingga
dingin dan mengeras.
(Atlas, 2005)
Parameter uji sterilitas dapat dilihat dari nilai D, nilai Z, dan nilai F.
a. Nilai D
Nilai D adalah waktu (untuk pemaparan panas atau kimiawi) atau
dosis (untuk pemaparan radiasi) yang dibutuhkan populasi mikroba untuk
turun satu titik (penurunan 90%, atau satu unit logaritma). Nilai D dapat
dihitung secara sistematis:
U
D
log No - log Nu

Dimana U adalah waktu atau dosis pemaparan pada kondisi tertentu,


No adalah populasi mikroba pada tahap awal, dan Nu adalah populasi
mikroba setelah menerima pemaparan bahan pensteril selama waktu U dan
sebanyak dosis U. Sebagai contoh, setelah 5 menit pemaparan produk sampai
11emperature 121oC, populasi mikroba berkurang dari 2 x 105 sampai 6 x 103 .
Sehingga nilai D pada 121oC adalah:
12

5 min
D121 =  3,28 min
log (2x105 ) - log (6x103 )

Jadi pada 121oC, populasi mikroba berkurang 90% setiap 3,28 menit.
Nilai D telah ditentukan secara tepat untuk berbagai mikroorganisme
yang terdapat pada lingkungan tertentu (permukaan padat atau cair) pada
12emperature tertentu untuk sterilisasi panas, dan pada pemaparan langsung
pada penyinaran cobalt-60. Nilai D tidak dapat ditentukan secara tepat untuk
mikroorganisme yang terpapar pada zat gas seperti etilen oksida karena
interaksi panas yang kompleks, konsentrasi gas, dan kelembaban nisbi. Nilai
D untuk sterilisasi gas dihitung bila kemungkinan panas dan kelembaban
tetap konstan, hanya membedakan konsentrasi gas.
(Lachman dkk, 2008)
b. Nilai Z
Nilai Z adalah banyaknya derajat yang dibutuhkan (C atau F) untuk 1
log pengurangan dalam nilai D. Dapat dihitung dengan rumus:
T1 - T2
Z
log D1 - log D 2

(Lachman dkk, 2008)


c. Nilai F
Nilai F adalah waktu ekuivalensi pada temperatur 121 oC disalurkan
ke suatu unit produk yang dihitung dengan menggunakan harga z 10oC. Nilai
F dapat dihitung dengan rumus:
T - 121
F0  t  10 .................Persamaan 1
10
F0= D121 (log No – log Nu) ..... Persamaan 2
Nilai F0 pada persamaan 1 diperoleh dengan pengukuran fisik
temperatur produk dan substitusi temperatur itu untuk T dalam eksponen
tersebut. Menurut definisi, bila F0 digunakan, nilai z dianggap menjadi 10oC.
Ini berarti bahwa setiap peningkatan 10oC pada temperatur produk, nilai D
berkurang 90% atau 1 log satuan.
13

Persamaan 2 adalah persamaan F0 secara biologis, karena nilai F0


dihitung setelah penetapan nilai D121 dan produk muatan N0. Probabilitas
nonsterilitas pada tingkat berapapun yang diinginkan, biasanya minimum 10-
6
. Secara umum, persamaan 2 digunakan dalam dua keadaan. Pertama, bila
nilai D121, N0, Nu diketahui maka nilai F0 dapat dihitung. Contohnya, bila D121
= 1 menit, N0 = 102, dan Nu = 10-6, maka:
F0 = 1 menit (log 102 – log 10-6)
F0 = 8 menit
Kedua, bila D121, N0, dan F0 diketahui, tingkatnonsterilitas yang
diperoleh dapat dihitung. Misalnya, bila D121 = 2 menit, N0 = 102, dan F0 = 8
menit, maka:
 F 
N u  antilog  log N 0 - 0 
 D121 

 8
N u  antilog  log 10 2 - 
 2

Nu = 10-2
Pentingnya nilai F0 dalam validasi siklus sterilitas bisa diringkas
sebagai berikut:
1. F0 menghubungkan efisiensi pembunuhan dari proses tersebut pada tiap
temperatur dengan efek pembunuhan yang dihasilkan pada temperatur
sterilisasi yang diinginkan, 1210C.
2. F0 memberikan nilai kuantitatif tunggal yang menggambarkan waktu
pemaparan panas dari siklus tersebut, dengan waktu mana produk itu
dipaparkan ekuivalen dengan 1210C.
3. F0 menggabungkan andil dari bagian pemanasan dan pendinginan profil
temperatur-waktu selama suatu siklus dengan efek kematian keseluruhan
dari panas terhadap mikroorganisme.
4. F0 jika digunakan untuk menggambarkan efek letal terhadap
mikroorganisme pada tempat terdingin dalam pensteril, menyatakan
perkiraan yang paling konservatif dari derajat pengrusakan
mikroorganisme, sehingga merupakan kondisi paling aman untuk
menentukan waktu siklus.
14

Paling tidak ada tiga faktor yang mempengaruhi nilai F0. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
a. Karakteristik wadah termasuk ukuran, geometri, dan koefisien
pemindahan panas
b. Volume dan viskositas produk
c. Ukuran dan konfigurasi dari muatan batch dalam pensteril
Persamaan F dapat digunakan untuk sterilisasi panas kering, walaupun
kebanyakan bahan yang disterilkan dengan pemanasan kering dapat
mengalami siklus waktu-temperatur pembunuhan besar-besaran.
(Lachman dkk, 2008)
15

BAB II
PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan


 Alat
a. Cawan petri
b. Lampu bunsen
c. Ose
d. Corong gelas
e. Gelas beaker
f. Kertas saring
g. Batang pengaduk
h. Inkubator
i. Autoklaf
j. Pipet tetes
k. Aluminium foil
l. Plastik ikan
m. Lap

 Bahan
a. Aquadest
b. Alkohol 70%
c. Media Tioglikolat Cair
d. Soybean-Casein Digest Medium
e. Medium Instant Nutrien Agar

2.2 Sediaan yang Diuji


Tabel 1. Sediaan yang akan dilakukan uji sterilitas
No Jenis Sediaan Nama Sediaan Volume Volume
. Sediaan Sampel
1. Infus Dextrosa 5% REDTROSA 100 mL 10 mL
2. Injeksi Fenitoin EINSTOIN 5 mL 3 mL
3. Salep mata Kloramfenikol 1% AMIRUKOL 3,5 g 100 mg
16

2.3 Cara Kerja


a. Pembuatan Media Tioglikolat Cair
L-Sistin P 0,5 g
Natrium klorida P 2,5 g
Glukosa P (C6H12O6.H2O) 5,5 g
Agar P, granul (kadar air tidaklebih dari 15 %) 0,75 g
Ekstrak ragi P (larut dalam air) 5,0 g
Digesti pancreas kasein P 15,0 g
Natrium tioglikolat P atau 0,5 g
Asam tioglikolat P 0,3 mL
Larutan natrium resazurin P (1 dalam 1000) dibuat segar 1,0 mL
Air 1000 mL
pH setelah sterilisasi 7,1 ± 0,2
(Depkes RI, 1995)
Cara Pembuatan:
Campur dan panaskan hingga larut. Atur pH larutan hingga setelah
sterilisasi 7,1 ± 0,2, menggunakan natrium hidroksida 1 N. Jika perlu
saring selagi panas menggunakan kertas saring. Tempatkan media dalam
tabung yang sesuai, yang memberikan perbandingan permukaan dengan
kedalaman media sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari setengah
bagian atas media yang mengalami perubahan warna sebagai indikasi
masuknya oksigen pada akhir masa inkubasi.Sterilisasi dalam
autoklaf.Jika lebih dari sepertiga bagian atas terjadi warna merah muda,
media dapat diperbaiki satu kali dengan pemanasan di atas tangas air
atau dalam uap yang mengalir bebas hingga warna merah muda
hilang.Media siap digunakan jika tidak lebih dari sepersepuluh bagian
atas media berwarna merah muda.Gunakanlah media Tioglikolat Cair
untuk inkubasi dalam kondisi aerob (Depkes RI, 1995).

b. Pembuatan Soybean-Casein Digest Medium


Digesti pankreas kasein P 17,0 g
Digesti papaik tepung kedele 3,0 g
Natrium klorida P 5,0 g
Kalium fosfat dibasa P 2,5 g
Glukosa P (C6H12O6.H2O) 2,5 g
Air 1000 mL
pH setelah sterilisasi 7,3 ± 0,2
(Depkes RI, 1995)
Cara Pembuatan:
17

Larutkan semua bahan padat dalam air, hangatkan hingga larut.


Dinginkan larutan hingga suhu kamar, dan jika perlu atur pH larutan
hingga setelah sterilisasi 7,3 ± 0,2 menggunakan natrium hidroksida 1 N.
Saring jika perlu, dan bagikan dalam tabung yang sesuai. Sterilisasi
dengan uap air.
Gunakan Soybean-Casein Digest Medium untuk inkubasi dalam kondisi
aerob (Depkes RI, 1995).

c. Prosedur Uji Sterilitas Sediaan


a) Sediaan Cair
1. Disiapkan media tioglikolat cair dan soybean casein digest medium
dalam tabung media.
2. Dipindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum
suntik steril.
3. Diinokulasikan bahan uji (sampel infus dekstrosa 5% dan injeksi
fenitoin) sesuai volume yang tertera di atas, dari wadah uji ke
tabung media.
4. Dicampurkan cairan tersebut dengan media tanpa aerasi berlebihan
5. Inkubasi dalam media di atas selama tidak kurang dari 14 hari
(untuk media tioglikolat cair diinkubasi pada suhu 30o-35oC dan
soybean casein digest medium pada suhu 20o-25oC
6. Diamati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin
sekurang-kurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari
ke-7 atau hari ke-8, dan pada hari terakhir dari masa uji.
7. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau
tidaknya pertumbuhan mikroba tidak dapat ditentukan secara
visual, dipindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung
baru berisi media yang sama, sekurangnya 1 kal pada hari- ke-3
dan ke-7 sejak pengujian dimulai
8. Dilanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total
waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal
(Depkes RI, 1995)
b) Sediaan Semisolid
1. Disiapkan media tioglikolat cair dan soybean casein digest medium
dalam tabung media, masing-masing 80 mL.
18

2. Secara aseptic dipindahkan 100 mg dari tiap wadah dari 10 wadah


ke dalam labu berisi 100 mL pembawa air steril yang dapat
mendispersi homogeny bahan uji dalam seluruh campuran cairan
(untuk 100 mg sediaan dari 1 wadah, sediaan dilarutkan denga 10
mL air steril
3. Dicampurkan 10 mL campuran tersebut dengan 80 mL media
(gunakan pipet atau jarum suntik steril).
4. Dicampurkan cairan tersebut dengan media tanpa aerasi berlebihan
5. Inkubasi dalam media di atas selama tidak kurang dari 14 hari
(untuk media tioglikolat cair diinkubasi pada suhu 30o-35oC dan
soybean casein digest medium pada suhu 20o-25oC
6. Diamati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin
sekurang-kurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari
ke-7 atau hari ke-8, dan pada hari terakhir dari masa uji.
7. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau
tidaknya pertumbuhan mikroba tidak dapat ditentukan secara
visual, dipindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung
baru berisi media yang sama, sekurangnya 1 kal pada hari- ke-3
dan ke-7 sejak pengujian dimulai
8. Dilanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total
waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal
(Depkes RI, 1995)

d. Pembuatan Medium Instant Nutrient Agar (pembuatan sebanyak 1


L)

Ditimbang sebanyak 23,5 gram medium instant nutrient agar.

Disuspensikan dalam aquades dan volume akhir dibuat 1000mL.

Dipanaskan suspensi tersebut sampai agar-agar menjadi matang.

Agar cair dimasukkan ke dalam medium tegak dan dibiarkan membeku.

e. Prosedur Kerja Uji Sterilitas pada Sediaan (menggunakan LAF)


19

Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) disiapkan terlebih dahulu.

Medium NA (nutrient agar) yang telah dibuat dalam cawan petri dibagi
menjadi 3 area yang sama besar dan diberi nomer 1-3.

Semua peralatan yang dibutuhkan dan sediaan yang akan diuji


dimasukkan dalam LAFC dan bunsen dinyalakan.

Diambil sampel dari sediaan sedikit saja.

Jarum ose dibakar pada nyala api bunsen hingga membara, kemudian
dicelupkan pada sampel sediaan.

Dilakukan strick pada media Nutrient Agar.

Sediaan pertama yang diuji adalah sediaan salep mata kloramfenikol 1%


(REVANIKOL), kemudian infus dextrosa 5% (LEVADROKSA), dan
yang terakhir adalah injeksi fenitoin (LEVATHOIN).

Untuk sediaan yang mengandung pengawet, terlebih dahulu dilakukan


pengenceran, sedangkan untuk sediaan salep mata, terlebih dahulu
dilarutkan dengan air steril kemudian di-strick menggunakan ose sesuai
prosedur di atas.

Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C selama 3 hari.

Diamati dan dihitung ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba pada daerah
strick yang telah dilakukan.
20

2.4 Penafsiran Hasil Uji Sterilitas


a. Tahap Pertama
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati
isi semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan
dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan,
maka bahan uji memenuhi syarat.
Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam
pemantauan fasilitas pengujian sterilitas, bahan yang digunakan,
prosedur pengujian dan kontrol negatif menunjukkan tidak memadai
atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian, tahap
pertama dinyatakan tidak absah dan dapat diulang.
Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahap
pertama tidak absah, lakukan tahap kedua.
b. Tahap Kedua
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah
Tahap pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media
dan periode inkubasi sama seperti yang tertera pada Tahap pertama. Jika
tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang diuji memenuhi
syarat.Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh membuktikan
bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa uji
pada Tahap kedua tidak abash karena kesalahan atau teknik aseptik tidak
memadai, maka Tahap kedua dapat diulang.

Anda mungkin juga menyukai