Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PRAKTIK MANAJEMEN

PENGKAJIAN EMPAT PILAR METODE PRAKTIK KEPERAWATAN


PROFESIONAL (MPKP) DAN PERENCANAAN INOVASI
DI RUANG JANGER RUMAH SAKIT DAERAH MANGUSADA

OLEH:
KELOMPOK SGD 1
Kadek Dwi Irmayanti (1502105010)
I Dewa Ayu Alit Maharani Laras (1502105012)
I Gede Abdi Sarya Permana (1502105016)
Ni Kadek Diah Widiastiti Kusumayanti (1502105017)
Rika Septiani (1502105020)
Elizabeth Marques Leite (1502105030)
Nyoman Adi Arta (1502105038)
Ni Made Sinta Febrina (1502105043)
Ni Wayan Kuslinda Sari (1502105048)
Ni Kadek Devi Budi Cahyani (1502105049)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penugasan yang berjudul Laporan Praktik
Manajemen Pengkajian Empat Pilar Metode Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) dan Perencanaan Inovasi di Ruang Janger Rumah Sakit Daerah
Mangusada. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan laporan ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada:

1. Dr. dr. I Ketut Suyasa, Sp.B, Sp.OT (K), sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2. Dr. dr. Putu Ayu Asri Damayanti, S.Ked., M.Kes, sebagai Koordinator Program
Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
3. Ns. Ni Putu Emy Darma Yanti, S.Kep., M.Kep sebagai koordinator mata kuliah
Manajemen Keperawatan yang telah memberikan bantuan dan bimbingan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini tepat waktu
4. Direktur RSD Mangusada yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
praktik klinik Manajemen Keperawatan pada instansi yang dipimpin
5. Ns. I Komang Alit Susilayasa, S.Kep sebagai Kepala Ruang Janger RSD
Mangusada beserta jajarannya yang telah memberikan bantuan dan bimbingan
selama melaksanakan praktik klinik
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menerima berbagai saran dan masukan untuk perbaikan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Denpasar, 1 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan.............................................................................................................. 2
1.3 Manfaat............................................................................................................ 3
1.4 Tempat/Ruangan dan Waktu ............................................................................ 3
BAB 2 PENGKAJIAN DAN ANALISIS DATA
2.1 Gambaran Umum RS ....................................................................................... 4
2.2 Gambaran Umum Ruangan .............................................................................. 6
2.3 Denah Ruangan ................................................................................................ 8
2.4 Pengkajian dan Analisa Data ............................................................................ 8
2.4.1 Pengkajian Kepala Ruangan .......................................................................... 8
2.4.2 Pengkajian Perawat Pelaksana ....................................................................... 16
2.4.3 Pengkajian Tambahan ................................................................................... 19
2.5 Analisis SWOT ................................................................................................ 21
2.6 Diagram Cartesius ............................................................................................ 32
BAB 3 PERENCANAAN
3.1 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 34
3.2 Prioritas Masalah ............................................................................................. 34
3.3 Rencana Strategis (Renstra) Kegiatan MPKP ................................................... 35
3.4 Rencana Pelaksanaan Program Inovasi ............................................................. 36
3.5 POA Penyelesaian Masalah .............................................................................. 40
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................. 44
4.1 Simpulan.......................................................................................................... 44
4.2 Saran................................................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengkajian Pilar Management Approach di Ruang Janger...................... 9


Tabel 2.2 Pengkajian Pilar Compensatory Reward di Ruang Janger....................... 12
Tabel 2.3 Pengkajian Pilar Professional Relationship di Ruang Janger .................. 14
Tabel 2.4 Pengkajian Pilar Patient Care Delivery di Ruang Janger ........................ 15
Tabel 2.5 Pengkajian Perawat Pelaksana di Ruang Janger ..................................... 16
Tabel 2.6 Analisis SWOT...................................................................................... 21
Tabel 3.1 Identifikasi Masalah di Ruang Janger RSD Mangusada.......................... 34
Tabel 3.2 Prioritas Masalah di Ruang Janger RSD Mangusada .............................. 35
Tabel 3.3 Plan of Action ....................................................................................... 40

4
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal dinas SGD 1 di ruang Janger


Lampiran 2 : Denah Ruangan Janger
Lampiran 3 : Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 4 : Jurnal Inovasi

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit salah satunya ditentukan oleh mutu
pelayanan keperawatan. Profesionalitas perawat diketahui sangat penting untuk
dipertahankan guna mencapai peningkatan mutu pelayanan yang ditetapkan (Kohler,
2012). Adanya peningkatan mutu diketahui berhubungan dengan kepuasan pasien
yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas pelayanan rumah sakit
dalam mencapai visi misi yang ditetapkan (Nursalam, 2014).

Pelaksanaan layanan keperawatan tidak terlepas dari fungsi manajemen keperawatan


yang dilaksanakan secara efisien dan efektif. Metode penugasan merupakan suatu
sistem yang akan diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan meningkatkan derajat
kesehatan pasien. Adanya Metode Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
merupakan salah satu cara yang dapat diterapkan guna mengetahui profesionalitas
perawat dalam memanajemen asuhan keperawatan.

Penilaian profesionalitas perawat berdasarkan MPKP secara spesifik difokuskan pada


professional value yang terdiri dari pengkajian empat pilar MPKP. Pengkajian empat
pilar MPKP merupakan pengkajian yang berkesinambungan sehingga bila ditemukan
kekurangan dalam penerapan pada salah satu bagian maka dapat mempengaruhi
kinerja pelayanan keperawatan secara keseluruhan (Nursalam, 2014). Pengkajian
empat pilar MPKP secara garis besar merupakan pengkajian empat sudut pandang
pelayanan keperawatan yang terdiri dari management approach, compensatory
reward, professional relationship serta patient care delivery. Adanya proses
pengkajian MPKP diketahui dapat membantu suatu instansi untuk mengetahui
masalah apa saja yang terjadi dalam tatanan keperawatan professional (Nursalam,
2014). Perumusan masalah melalui hasil data pengkajian yang tepat dapat
mempermudah pemilihan solusi yang berujung pada perencanaan inovasi yang
relevan.

1
Rumah Sakit Daerah (RSD) Mangusada merupakan salah satu instansi pelayanan
kesehatan yang berada di Kabupaten Badung. RSD Mangusada diketahui memiliki
jenis dan fasilitas pelayanan berupa rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, layanan
penunjang, layanan unggulan dan fasilitas lain yang berkualitas. Salah satu ruang
rawat inap yang terdapat di RSD Mangusada adalah Ruang Janger.

Terwujudnya perawat yang profesional merupakan salah satu misi Ruang Janger
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Pengkajian empat pilar MPKP yang telah
dilakukan diharapkan dapat menjabarkan masalah apa saja yang ada dalam tatanan
manajemen keperawatan Ruang Janger. Hal ini diharapkan pula berkesinambungan
dengan perencanaan inovasi yang relevan dalam menanggulangi masalah di ruangan
tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka kami bermaksud untuk melakukan
pengkajian beserta analisis inovasi berdasarkan metode empat pilar MPKP guna
mengetahui bagaimana gambaran penerapan management approach, compensatory
reward, professional relationship serta patient care delivery dalam mendukung
profesionalitas perawat Ruang Janger beserta perencanaan inovasi yang tepat terkait
data pengkajian yang terinterpretasi.

1.2 Tujuan
Berdasarkan paparan diatas maka tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis inovasi yang relevan
terhadap tatanan pelayanan keperawatan di Ruang Janger RSD Mangusada
berdasarkan empat pilar MPKP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui gambaran penerapan empat pilar MPKP dalam pelayanan
keperawatan di Ruang Janger RSD Mangusada
b. Untuk mengetahui gambaran analisis SWOT pengkajian empat pilar MPKP
dalam pelayanan keperawatan di Ruang Janger RSD Mangusada

2
c. Untuk mengetahui gambaran rencana strategis kegiatan MPKP berdasarkan hasil
pengkajian empat pilar MPKP yang telah dilakukan di Ruang Janger RSD
Mangusada
d. Untuk mengetahui gambaran perencanaan inovasi yang sesuai berdasarkan data
pengkajian empat pilar MPKP yang telah dilakukan di Ruang Janger RSD
Mangusada

1.3 Manfaat
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.3.1 Bagi Pasien
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pasien selama
pemberian asuhan keperawatan dilakukan.
1.3.2 Bagi Perawat
Memperkaya wawasan mengenai manajemen pelayanan kesehatan di rumah sakit
sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan.
1.3.3 Bagi Rumah Sakit
Memberi sumbangan pemikiran kepada pihak rumah sakit untuk digunakan sebagai
bahan pedoman dan pertimbangan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
sehingga mutu pelayanan dan visi misi rumah sakit dapat dipertahankan.

1.4 Tempat/Ruangan dan Waktu


1.4.1 Tempat/Ruangan
Kegiatan praktik lapangan manajemen keperawatan terkait pengkajian dan analisis
empat pilar MPKP dilaksanakan di Ruang Janger, RSD Mangusada, Kabupaten
Badung, Bali.
1.4.2 Waktu
Kegiatan praktik lapangan manajemen keperawatan terkait pengkajian dan analisis
empat pilar MPKP dilakukan selama lima hari, yaitu dari 25 Maret 2019 sampai 29
Maret 2019.

3
BAB 2
PENGKAJIAN DAN ANALISIS DATA

2.1 Gambaran Umum RS


Rumah Sakit Daerah Mangusada merupakan salah satu rumah sakit yang berada di
Kabupaten Badung yang diketahui mulai diresmikan pada 4 September 2002. Rumah
Sakit Daerah Mangusada merupakan rumah sakit yang terletak di Jalan Raya Kapal
Kabupaten Badung. Rumah sakit yang dikepalai oleh dr. I Nyoman Gunarta, MPH
selaku direktur rumah sakit ini diketahui memiliki prinsip pelayanan berupa 4S yaitu
Senyum, Sapa, Servis, Simpati. Adanya prinsip pelayanan tersebut sejalan dengan
motto Rumah Sakit Daerah Mangusada yang menyatakan bahwa “Kesehatan Anda
adalah Kebahagiaan Kami”.

Rumah Sakit Daerah Mangusada diketahui memiliki 995 orang tenaga kerja yang
terdiri dari 13 orang tenaga kerja manajemen struktural; 24 orang dokter umum; 42
orang dokter spesialis; 5 orang dokter sub spesialis; 4 orang dokter gigi; 1 orang
dokter spesialis; 415 orang perawat; 86 orang bidan; 9 orang apoteker; 20 orang
asisten apoteker; 15 orang analis farmasi; 1 orang farmasi klinik; 19 orang
nutrisionis; 5 orang fisioterapis; 13 orang radiographer; 5 orang sanitarian; 2 orang
psikologi; 19 orang tenaga laboratorium; 283 orang staf administrasi dan 14 orang
tenaga supir dan ambulance.

Rumah Sakit Daerah Mangusada merupakan salah satu rumah sakit yang melayani
pasien umum (membayar sendiri) dan pasien pengguna jaminan kesehatan (JKBM,
JKN, dsb.). Rumah Sakit Daerah Mangusada diketahui memiliki jenis dan fasilitas
pelayanan yang terdiri rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, layanan penunjang,
layanan unggulan dan fasilitas lain.

2.1.1 Visi dan Misi


RSD Mangusada dalam memberikan pelayanan kesehatan memiliki visi dan misi
sebagai berikut:

4
a. Visi
Visi RSD Mangusada adalah “Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dengan
Pelayanan yang Profesional, Inovatif dan Berbudaya Menuju Standar
Internasional”
b. Misi
Misi RSD Mangusada terdiri dari tiga hal diantaranya:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berfokus pada keselamatan
pasien
2. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan serta
pengabdian kepada masyarakat
3. Melaksanakan tata kelola administrasi rumah sakit yang baik.

2.1.2 Fasilitas Pelayanan


Terdapat beberapa jenis fasilitas pelayanan yang berada di RSD Mangusada
diantaranya:
a. Rawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Kamar Bersalin merupakan fasilitas RSD
Mangusada yang memberikan pelayanan 24 jam khususnya untuk pasien-pasien
dengan kondisi gawat darurat (emergency). Tenaga medis dan paramedis RSD
Mangusada yang menaungi ruangan ini diketahui telah bersertifikat ATLS,
ACLS, BTCLS, BHD.
b. Rawat Jalan
Pelayanan medik rawat jalan RSD Mangusada dilayani oleh 22 Poliklinik yang
terdiri dari: Klinik Anak, Klinik Anastesi, Klinik Bedah Digestif, Klinik Bedah
Plastik, Klinik Bedah Saraf, Klinik Bedah, Klinik Fisioterapi, Klinik Gigi dan
Mulut, Klinik Penyakit Dalam, Klinik jantung, Klinik Jiwa/Psikiatri, Klinik
Kebidanan dan Kandungan, Klinik Kulit dan Kelamin, Klinik Mata, Klinik
PMTCT, Klinik Filter, Klinik Saraf, Klinik THT, Klinik Urologi, Klinik VCT,
Klinik Adiksi, dan Klinik TB Dots.
c. Rawat Inap

5
Pelayanan rawat inap RSD Mangusada terdiri dari lima ruangan perawatan biasa
(Margapati, Janger, Oleg, Kecak dan Janger), ruang perawatan Intensif (ICU,
ICCU, HCU, NICU) dan ruang VIP/Paviliun dengan total kapasitas tempat tidur
sebanyak 238 buah.
d. Layanan Unggulan
RSD Mangusada saat ini diketahui telah memiliki fasilitas hemodialisa,
endoscopy, trauma center dan tim disaster sebagai fasilitas unggulannya.
e. Layanan Penunjang
Dalam menunjang pelayanan kesehatan, RSD Mangusada telah memiliki fasilitas
berupa laboratorium, radiologi, instalasi farmasi, instalasi gizi yang saat ini telah
beroperasional baik.
f. Fasilitas Lain
Adapun fasilitas lain yang terdapat di RSD Mangusada diantaranya: ambulance,
rekam medis serta pemulasaraan jenazah.

2.2 Gambaran Umum Ruang Janger


Ruang Janger sebelumnya merupakan Ruang Sandat yang sudah ada sejak 31
Oktober 2011 namun mulai beroperasi pada November 2011 dengan spesifikasi
perawatan khusus pasien bedah. Pada April 2013, dengan diadakannya pembangunan
gedung baru, maka untuk kegiatan operasional Ruang Janger dipindahkan ke lantai 3
gedung C di RSD Mangusada.

Kapasitas tempat tidur ruang Janger sebanyak 59 tempat tidur utama dan tambahan 5
tempat tidur. Ruang Janger merupakan ruang perawatan kelas I, II, dan kelas III.
Ruang Janger memiliki 12 ruang perawatan . kamar 5 dan kamar 8 merupakan kamar
perawatan kelas I dengan masing-masing terdapat 2 tempat tidur, kamar Janger 6
dipakai untuk ruang perawat, kamar Janger 7 dipakai untuk penyimpanan alat
perawatan, kamar Janger 10 menjadi ruang kemoterapi dengan 4 tempat tidur, Janger
4 merupakan kamar perawatan kelas II dengan 6 tempat tidur dan kamar Janger
1,2,3,8,9 menjadi kamar perawatan kelas III dengan 7 tempat tidur dengan masing-
masing 1 tempat tidur tambahan.

6
Ruang rawat pasien Janger masing-masing dilengkapi dengan 1 meja dan 1 kursi dan
fasilitas kamar mandi pasien. Ruangan administrasi berbeda dengan ruangan kepala
ruangan maupun ruangan perawat. Nurse station atau ruang jaga perawat adalah
tempat yang digunakan untuk perawat dalam melakukan pencatatan medis klien,
sedangkan tempat melakukan pencampuran obat yang akan diberikan kepada pasien
dan tempatnya berada disamping nurse station. Ruang Janger memiliki satu ruangan
untuk jaga dokter.

Ruang Janger memiliki alur penerimaan pasien yang mengikuti alur rumah sakit,
berawal dari kunjungan pasien ke IGD ataupun pasien dari poliklinik yang memang
dijadwalkan untuk melakukan operasi dan mendapatkan persetujuan rawat inap.
Setelah menuju ke ruang Janger, pasien langsung ditempatkan pada tempat tidur yang
kosong yang sebelumnya telah disiapkan. Petugas melanjutkan melakukan
pengkajian, membuat rencana tindakan serta melakukan implementasi sesuai kondisi
pasien.

Tenaga medis yang membantu dalam proses perawatan pasien di Ruang Janger terdiri
dari dokter, perawat, fisioterapi, dan ahli gizi. Jumlah perawat yang ada di ruang
Janger sebanyak 42 orang yang terdiri dari 7 S1/Ners, 35 orang D3 keperawatan.
Dokter biasanya melakukan visite pada pagi hari mulai pukul 08.00-14.00 WITA,
namun ada beberapa divisi yang melakukan visite pada sore hari seperti interna
khusus hemodialisa.

Visi ruang Janger yaitu memberikan pelayanan bedah dan kemoterapi yang
profesional, inovatif, dan berbudaya berdasarkan Standar Nasional Akreditas Rumah
Sakit (SNARS). Misi ruang Janger yaitu memberikan pelayanan perawatan pasien
sesuai standar melalui pendekatan kekeluargaan, memastikan pelayanan yang
diberikan oleh tenaga yang kompeten dan profesional, menerapkan budaya
keselamatan pasien, dan tempat praktek tenaga kesehatan dan penelitian khususnya
keperawatan menuju lebih profesional. Prinsip pelayanan ruang Janger “SALAM”
(Sapa, Antar, Layani, Ampu, Mampu). Motto ruang Janger “We are family care

7
patient” (merawat seperti keluarga sendiri). Keyakinan dasar pegawai yaitu
swadarma hidup, tat twam asi, bekerja dalam team work.

Ruangan Janger semenjak dibuka untuk merawat pasien dengan BOR 84,35%, LOS
4,95, dan TOI 0,82. Metode penugasan perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan kepada pasien, di ruang Janger menggunakan metode primer modifakasi
tim. Komunikasi pada saat laporan kondisi pasien, serah terima pasien antar shift dan
serah terima pasien antar ruangan menggunakan SBAR untuk meningkatkan
kesinambungan perawatan dan pengobatan serta menjaga keselamatan pasien.

2.3 Denah Ruang Janger


Gambar denah ruang janger terlampir (lampiran 2).

2.4 Pengkajian dan Analisa Data


Pengkajian dilakukan terhadap kepala ruangan, wakil kepala ruangan, serta perawat
pelaksana yang bertugas di Ruang Janger RSD Mangusada. Pengumpulan data
dilakukan melalui metode observasi, wawancara, dan telaah dokumen. Analisis data
yang digunakan adalah analisis SWOT.

2.4.1 Pengkajian Kepala Ruangan


Pengkajian kepala ruangan pada kegiatan praktik keperawatan manajemen di Ruang
Janger RSD Mangusada meliputi empat pilar nilai professional keperawatan.

a. Pilar 1: Management Approach


Pendekatan manajemen (management approach) sebagai pilar praktik profesional
yang pertama, diterapkan dalam bentuk fungsi manajemen yang terdiri dari;
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), dan
pengendalian (controlling).

8
Tabel 2.1 Pengkajian Pilar Management Approach di Ruang Janger
Dilaksanakan
No Jenis Kegiatan
Ya Tidak
Fungsi Perencanaan
1 Merencanakan jumlah, jenis, & mutu tenaga perawatan, serta tenaga √
lain sesuai kebutuhan ruang rawat yang berada di wilayah tanggung
jawabnya
2 Merencanakan jumlah dan jenis peralatan keperawatan yang √
diperlukan sebagai penunjang tercapainya pelayanan di ruang rawat
yang berada di wilayah tanggung jawabnya
3 Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan yang akan √
diselenggarakan sesuai kebutuhan klien
4 Merencakan pembinaan dan pengembangan karier ketua tim dan √
perawat pelaksana melalui pendidikan serta latihan berjenjang
5 Merencanakan penambahan peralatan keperawatan sesuai kebutuhan √
ruangan
6 Merencanakan pengadaan SAK dan SOP minimal 10 kasus besar di √
ruangan untuk diterapkan oleh seluruh ketua tim dan perawat
pelaksana
7 Merencanakan penilaian kualitas pelayanan keperawatan di ruangan √
dengan menggunakan indikator mutu seperti BOR, ALOS, NDR,
GDR dan TOL
8 Merencanakan pertemuan rutin dengan ketua tim dan perawat √
pelaksana secara terjadwal
9 Merencanakan supervisi keperawatan kepada ketua tim dan perawat √
pelaksana secara terjadwal
10 Menyusun permintaan kebutuhan rutin, alat, obat dan bahan yang √
diperlukan di unit rawat inap
Fungsi Pengorganisasian
1 Membuat struktur organisasi ruangan yang dapat menunjang √
pelaksanaan pelayanan keperawatan (Misal: Metode Primer)
2 Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga √
lainnya di ruang rawat yang berada di dalam wilayah tanggung
jawabnya sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku
3 Mengembangkan struktur organisasi dengan menggunakan model √
pendekatan lini dan staf
4 Menyampaikan aspirasi perawat di ruangan yang menjadi tanggung √
jawabnya melalui bidang keperawatan atau komite keperawatan
5 Melakukan penghitungan kebutuhan tenaga perawat di ruangan yang √
menjadi tanggung jawabnya
6 Sistem penghitungan tenaga perawat yang digunakan adalah standar √
Depkes, Gillies, atau Douglas
Fungsi Kepersonaliaan
1 Berperan dalam pelaksanaan seleksi penerimaan tenaga keperawatan √
sesuai jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan rumah sakit
2 Memberikan program orientasi kepada tenaga perawatan baru atau √
tenaga lainnya yang akan bekerja di ruang rawat yang menjadi
tanggung jawabnya
Fungsi Pengarahan
1 Memberikan pengarahan dan motivasi kepada tenaga keperawatan √
untuk melaksanakan pelayanan keperawatan sesuai ketentuan standar

9
2 Mengoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara √
bekerjasama dengan berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan
keperawatan di ruang rawat tersebut
3 Mengatur dan mengoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu √
dalam keadaan siap pakai
4 Mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventarisasi dalam unit √
kerjanya
5 Mempertahankan dan meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan √
tentang perkembangan klien dan kegiatan lain yang dilakukan secara
tepat dan benar
6 Melakukan pendelegasian secara tertulis sesuai standar jika sedang √
bertugas keluar atas kepentingan kedinasan
7 Memotivasi perawat dengan dukungan positif untuk meningkatkan √
semangat kerja
8 Melakukan penyelesaian konflik antar staf perawatan secara persuasif √
9 Melakukan supervisi secara berkala sesuai jadwal dan atau sewaktu- √
waktu kepada ketua tim dan perawat pelaksana
Fungsi Pengendalian
1 Melaksanakan penilaian kinerja perawat secara berkala √
2 Mengendalikan pelaksanaan peraturan/ tata tertib pelayanan √
keperawatan yang berlaku di ruangan
3 Mengendalikan pendayagunaan peralatan keperawatan secara efektif √
dan efisien
4 Menilai mutu pelayanan keperawatan dengan melakukan audit √
dokumentasi keperawatan di ruangan
5 Melakukan penilaian kualitas pelayanan rumah sakit di ruangan yang √
menjadi tanggung jawabnya dengan menggunakan indikator mutu
seperti BOR, ALOS, NDR, GDR, dan TOL
6 Menampung dan menanggulangi usul dan keluhan tentang masalah- √
masalah tenaga perawatan dan pelayanan
7 Mengklarifikasi/ mengelompokkan klien di ruang rawat menurut √
tingkat kegawatan, infeksi, dan non infeksi untuk memudahkan
perawatan

Komentar:
1. Perencanaan jumlah, jenis dan mutu tenaga keperawatan dilakukan oleh pihak
atas, sehingga distribusi kebutuhan tenaga perawat bergantung pada atasan bukan
dari kebutuhan ruangan

2. Perencanaan kebutuhan dan jenis kegiatan pada klien ditentukan oleh masing-
masing PP

3. Perencanaan pembinaan dan pengembangan karir dipilih oleh kepala ruangan


secara acak bukan sesuai kebutuhan dari bidang keperawatan

10
4. Penambahan peralatan dilakukan oleh bagian inventaris yaitu wakil kepala
ruangan

5. Ruang Janger hanya memiliki SOP saja dan pelaksanaan tindakan kurang sesuai
dengan SOP yang ada, sementara itu untuk SAK Ruang Janger belum memiliki

6. Supervisi belum dilakukan secara maksimal dan belum sesuai dengan SOP
supervisi

7. Metode penugasan yang digunakan di Ruang Janger yaitu metode Modular


dikarenakan SDM yang kurang memadai dimana hanya ada 7 perawat Ners dan
35 perawat D3, selain itu dari pasien yang dikelola sebanyak 14-16 pasien per PP

8. Penghitungan kebutuhan tenaga perawat diatur oleh komite perawat

9. Hasil penghitungan kebutuhan tenaga perawat di Ruang Janger yang dibutuhkan


oleh ruangan adalah 56 orang perawat kecuali kepala ruangan

10. Kepala ruangan tidak ikut terlibat dalam pemilihan tenaga perawat, tenaga
perawat dipilih oleh pihak komite perawat dan masing-masing ruangan hanya
menerima distribusi dari pihak komite

11. Pendelegasian tugas dari kepala ruangan belum dilakukan secara tertulis hanya
melalui lisan atau menggunakan sosial media untuk informasi pendelegasian

12. Supervisi dilakukan secara general per ruangan ketika diperlukan

13. Penilaian mutu dan audit dokumentasi keperawatan dilakukan oleh komite mutu
rumah sakit

14. Penilaian BOR, ALOS, NDR, GDR, dan TOI

11
b. Pilar 2: Compensatory Reward

Sistem penghargaan pada tenaga keperawatan atau Compensatory Reward yaitu


kegiatan yang dilakukan stakeholder instansi yang memberikan peluang pada perawat
untuk mendapatkan kompensasi berupa penghargaan sesuai dengan apa yang
dikerjakan sehingga kemampuan perawat dalam melakukan praktek professional
dapat dipertahankan dan ditingkatkan (Nursalam, 2014).

Tabel 2.2 Pengkajian Pilar Compensatory Reward di Ruang Janger


Dilaksanakan
No Jenis Kegiatan
Ya Tidak
1 Melaksanakan pembinaan dan pengembangan karier tenaga perawatan √
melalui pendidikan dan latihan berjenjang.
2 Mengupayakan dan memperhatikan kesejahteraan tenaga perawatan dan √
tenaga lain yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk
meningkatkan semangat kerja.
3 Memberikan reward bagi perawat dengan kinerja baik/ berprestasi. √
4 Memberikan punishment bagi perawat dengan kinerja kurang baik. √

Komentar:
1. Kepala Ruangan menyatakan bahwa setiap perawat sangat berpeluang untuk
dapat mengembangkan jenjang karirnya dan melanjutkan pendidikan
keperawatannya. Hal ini terbukti bahwa terdapat empat orang perawat associate
yang saat ini sedang melanjutkan studinya ke jenjang Ners. Kepala Ruangan
menyatakan terdapat persyaratan yang harus dipenuhi perawat jika ingin
dipromosikan ke jenjang lebih lanjut. Berdasarkan SK Direktur dengan No.
Dokumen 03.02.01.29, adapun syarat yang harus dipenuhi perawat jika ingin
dipromosikan menjadi perawat primer diantaranya: 1) Minimal merupakan PNS
Gol. D; 2) Berpendidikan minimal D3 Keperawatan/Kebidanan; 3) Dinilai
memiliki motivasi, dedikasi dan prestasi kerja serta kemampuan memimpin
baik oleh atasan langsung bidang keperawatan; 4) Sehat fisik dan mental.
2. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terkait kesejahteraan tenaga
perawat, kepala ruangan mengaku bahwa ia selalu menerapkan asas kerjasama
dalam kepemimpinannya. Selama observasi yang dilakukan dari tanggal 25
maret – 29 maret kepala ruangan mampu menerapkan kerjasama antar perawat

12
lainnya dengan saling tolong – menolong antar sesama seperti untuk melakukan
morning report kepala ruangan melimpahkan tugasnya kepada perawat lainnya
dan perawat lainnya mampu menjalankan tugasnya, selain hal tersebut seperti
pertemuan yang ada di rumah sakit perawat mampu bekerja sama satu sama lain
serta dalam memberikan pelayanan kepada pasien kerjasama tersebut mampu
diterapkan. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kerjasama
di ruangan antar anggota sangat diperhatikan oleh kepala ruangan.
3. Terkait reward, kepala ruangan menyatakan bahwa tiap bulan terdapat penilaian
perawat terbaik atau yang disebut dengan Best Nurse of the Month dan kepala
ruangan memberikan reward lainnya berupa coklat, namun hal tersebut tidak
dilanjutkan dikarenakan kesibukan kepala ruangan. Penilaian perawat associate
terbaik tersebut didasarkan pada penilaian kinerja yang dilakukan oleh kepala
ruangan yang diusulkan oleh perawat primer.
4. Sejauh ini kepala ruangan menyatakan belum pernah menerapkan sanksi berat
sebagai bentuk pelanggaran terhadap anggotanya selama menjabat. Hal ini
dikarenakan anggota perawat ruangan janger ia rasa masih patuh terhadap tata
tertib yang ada. Jikalau dirasa pernah melakukan kesalahan, kepala ruangan
langsung menegur dan mengkonfirmasi terkait kondisi tersebut dan
memberikan teguran dan masukan.

c. Pilar 3: Professional Relationship


Hubungan professional yang dimaksud adalah hubungan dalam pemberian pelayanan
keperawatan (tim kesehatan) dalam penerima palayanan keperawatan (klien dan
keluarga). Pada pelaksanaannya hubungan professional secara internal artinya
hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan kesehatan misalnya antara
perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan dan lain–lain. Sedangkan
hubungan professional secara eksternal adalah hubungan antara pemberi dan
penerima pelayanan kesehatan (RSUD Puri Husada, 2016).

13
Tabel 2.3 Pengkajian Pilar Professional Relationship di Ruang Janger
Dilaksanakan
No Jenis Kegiatan
Ya Tidak
1 Menggunakan komunikasi terbuka antara kepala ruangan dengan ketua √
tim atau staf perawat pelaksana.
2 Mengadakan pertemuan berkala dengan pelaksana keperawatan dan √
tenaga perawatan lainnya yang berada di wilayah tanggung jawabnya.
3 Mengadakan kerjasama dan memelihara hubungan baik dengan kepala √
ruang rawat lainnya, kepala bidang, kepala bagian, kepala instalasi dan
jajaran direksi rumah sakit
4 Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, √
klien, dan keluarga sehingga memberi ketenangan.
5 Mengadakan pendekatan kepada tiap klien yang dirawat untuk √
mengetahui keadaannya dan menampung keluhan, serta membantu
memecahkan masalah yang dihadapinya.
6 Menjaga perasaan klien agar merasa aman dan terlindungi selama √
pelaksanaan pelayanan berlangsung.
7 Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindungi selama √
pelaksanaan pelayanan berlangsung.
8 Mengatur dan mengoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan di ruang √
rawat yang berada di wilayah tanggung jawabnya.

Komentar:
1 Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terlihat bahwa kepala ruangan
menerapkan komunikasi terbuka dengan ketua tim atau staf perawat pelaksana
dan mengadakan pertemuan berkala dengan pelaksana keperawatan dan tenaga
perawatan lainnya yang berada di wilayah tanggung jawabnya.
2 Selain itu, guna menjaga kenyamanan kinerja antar perawat, Kepala Ruangan
Janger memliki metode tersendiri untuk meminimalisir terjadinya konflik antar
anggotanya dan ruang Janger menciptakan dan memelihara suasana kerja yang
baik antara klien, dan keluarga sehingga memberi ketenangan, di ruang janger
mengadakan kerjasama dan memelihara hubungan baik dengan kepala ruang
rawat lainnya, kepala bidang, kepala bagian, kepala instalasi dan jajaran direksi
rumah sakit.

14
d. Pilar 4: Patient Care Delivery
Patient Care Delivery merupakan bagian dari empat pilar MPKP yang memuat
pengkajian berdasarkan kualitas jasa layanan keperawatan kepada pasien (Nursalam,
2014).

Tabel 2.4 Pengkajian Pilar Patient Care Delivery di Ruang Janger


Dilaksanakan
No Jenis Kegiatan
Ya Tidak
1 Menerapkan pemberian asuhan keperawatan sesuai standar (SAK dan SOP) 
yang ada di ruangan.
2 Mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP) sesuai 
dengan SDM yang ada (Misal. Metode Primer)
3 Memberikan penyuluhankesehatan terhadap klien dalam batas 
wewenangnya.
4 Mendampingi visite dokter untuk memeriksa klien dan mencatat program 
pengobatan, serta menyampaikan kepada staf untuk melaksanakannya.
Komentar:
1. Menurut kepala ruangan ruang janger, pemberian asuhan keperawatan sudah
sesuai dengan standar SAK dan SOP namun berdasarkan yang kami observasi
tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat disana masih banyak yang
tidak sesaui standar SOP seperti tidak memakai sarung tangan saat mengambil
tindakan memasang infus, dan tidak mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan.

2. Model praktik keperawatan professional yang digunakan di ruang janger adalah


metode modular

3. Pemberian penyuluhan kesehatan disana lebih banyak tentang pendidikan pre


dan post op serta waktu control dan pengambilan obat ketika pasien pulan.
Penyuluhan kesehatan yang diberikan disana tidak membahas tentang penyakit-
penyakit yang umum seperti hipertensi diabetes dan lain-lain.

4. Kepala ruangan tidak mendampingi visite dokter tetapi perawat pelaksana atau
perawat primer yang berjaga saat shift tersebut yang mendampingi dokter saat
melakukan visite.

15
2.4.2 Pengkajian Perawat Pelaksana
Pengkajian perawat pelaksana yang dilakukan kelompok kami menggunakan metode
wawancara dan observasi dalam pengumpulan datanya.

Tabel 2.5 Pengkajian Perawat Pelaksana di Ruang Janger


No. Jenis Kegiatan Dilaksanakan
Ya Tidak
1 Mempersiapkan dan memelihara kebersihan ruang rawat dan √
lingkungannya.
2 Menerima klien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. √
3 Memelihara peralatan perawatan medis agar selalu dalam keadaan √
siap pakai.
4 Melaksanakan program orientasi kepada klien tentang ruang rawat √
inap dan lingkungannya, peraturan/tata tertib yang berlaku, fasilitas
yang ada dan cara penggunaannya, serta kegiatan rutin sehari-hari.
5 Menciptakan hubungan kerja sama yang baik (therapeutic √
relationship) dengan klien dan keluarga.
6 Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan klien sesuai standar. √
7 Menyusun rencana keperawatan sesuai standar. √
8 Memberikan intervensi keperawatan kepada klien sesuai kebutuhan √
dengan cara :
a. Memberikan rasa aman kepada klien yang meliputi,
mencegah terjadinya bahaya kecelakaan, luka, komplikasi,
khususnya kepada klien yang mengalami gangguan
kesadaran.
b. Melaksanakan tindakan pengobatan sesuai program
pengobatan.
c. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada klien dan
keluarga mengenai penyakitnya.
9 Melaksanakan tindakan rehabilitasi klien agar dapat segera mandiri √
10 Membantu merujuk klien kepada petugas kesehatan atau institusi √
pelayanan kesehatan lain yang lebih mampu untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan atau menyelesaikan masalah kesehatan yang
tidak dapat ditanggulanginya.
11 Melakukan pertolongan pertama kepada klien dalam keadaan darurat √
secara tepat dan benar. Selanjutnta segera melaporkan tindakan yang
telah dilakukan kepada dokter penanggung jawab ruangan.
12 Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai standar. √
13 Memantau dan menilai kondisi klien. Selanjutnya melakukan √
tindakan yang tepat berdasarkan hasil pemantauan tersebut.
14 Membantu petugas yang lain dalam memelihara lingkungan yang √
sehat.
15 Menciptakan hubungan kerja sama yang baik dengan anggota tim √
kesehatan (dokter, ahli gizi, analis, pekarya kesehatan, dll) di unit
kerjanya.
16 Membantu tim kesehatan dalam membahas kasus keperawatan dan √
upaya peningkatan mutu di unit kerjanya.
17 Melaksanakan tugas pagi, sore, malam, dan libur secara bergilir √
sesuai jadwal dinas.
18 Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antarpetugas, √

16
klien, dan keluarganya sehingga tercipta ketenangan.
19 Mengikuti pertemuan berkala yang dilaksanakan oleh kepala ruangan. √
20 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang keperawatan, √
misalnya melalui pertemuan ilmiah.
21 Melaksanakan dan memelihara sistem pencatatan dan pelaporan √
pelayanan keperawatan yang tepat dan benar, sehingga tercipta suatu
sistem informasi yang dapat dipercaya/akurat.
22 Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara √
lisan maupun tertulis saat pergantian dinas.
23 Melaksanakan perawatan klien yang dalam keadaan sakratul maut √
dan merawat jenazah sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku.
24 Menyiapkan klien yang akan pulang, meliputi : √
a. Menyediakan formulir untuk penyelesaian administratif,
seperti :
 Surat izin pulang
 Surat keterangan istirahat rumah sakit
 Petunjuk diet
 Resep obat untuk di rumah jika diperlukan
 Surat rujukan atau pemeriksaan ulang
 Surat keterangan lunas pembayaran dan lain-lain.
b. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada klien dan
keluarganya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan klien,
mengenai :
 Diet
 Pengobatan yang perlu dilanjutkan dan cara
penggunaannya
 Pentingnya pemeriksaan ulang di rumah sakit,
puskesmas, atau institusi pelayanan kesehatan lainnya
 Cara hidup sehat, seperti pengaturan istirahat, makanan
yang bergizi, atau bahan pengganti sesuai dengan
keadaan sosial ekonomi.
c. Melatih klien menggunakan alat bantu yang dibutuhkannya,
seperti :
 Rolstoel
 Tonggal penyangga
 Protesa
d. Melatih klien melaksanakan tindakan keperawatan di rumah,
misalnya :
 Merawat luka
 Melatih anggota gerak
 Pengaturan diet
e. Mengantar klien yang akan pulang sampai di pintu keluar
ruang perawatan.

25 Memegang teguh rahasia jabatan. √


Komentar:
1. Poin 1 : pemeliharaan kebersihan di ruang rawat ini menjadi tanggung jawab
seluruh perawat, pasien, dan keluarga. Dibantu juga beberapa orang cleaning
service.

17
2. Poin 3 : peralatan perawatan, misalnya set perawatan luka, setelah digunakan
akan direndam dalam box yang berisi cairan klorin sebelum dilakukan
sterilisasi di CSSD RSUD Badung. Di ruang rawat inap Janger juga
menerapkan sentralisasi obat, setiap obat pasien akan diletakkan di lemari dan
box yang telah diisi nomor ruangan rawat, nomor bed, dan nama pasien.
Selain memiliki ruangan tindakan dan penyimpanan alat-alat, biasanya
peralatan perawatan juga diletakkan di troli masing-masing PP untuk
memudahkan saat mengambil dan penggunaan alat.
3. Poin 4 : program orientasi klien di ruangan biasanya dilakukan di nurse
station kepada salah satu perwakilan keluarga.
4. Poin 7 : rencana keperawatan dibuat berdasarkan form-form diagnosa dan
renpra yang telah disediakan. Jadi, perawat hanya tinggal menyocokkan
dengan kondisi pasien,
5. Poin 8 : intervensi keperawatan biasanya diberikan sesuai dengan kebutuhan
dan program yang sudah ditetapkan. Risiko jatuh sudah dikaji dari awal, tetapi
untuk pasien-pasien yang benar-benar risiko tinggi saja dipasangkan gelang,
Disini pemakaian gelang risiko jatuh jarang diberikan. Untuk pemberian
penyuluhan jarang dilakukan, hanya KIE sedikit misalnya post operasi KIE
pasien kalau masih mual belum boleh minum. Kalau efek anastesi sudah tidak
dirasakan, boleh minum sedikit-sedikit.
6. Poin 9 : untuk rehabilitasi, misalnya yang membutuhkan fisioterapi, langsung
dikomunikasikan dengan fisioterapis.
7. Poin 13 : setelah pemantauan ke pasien, kalau ada perubahan kondisi wajib
untuk melapor ke dokter DPJPnya dan selanjutkan dilakukan diskusi untuk
tindakan selanjutnya.
8. Poin 15 : kerja sama dengan anggota tim kesehatan menggunakan metode
SBAR.
9. Poin 16 : disini jarang dilakukan ronde keperawatan, hanya operan per-PP dan
laporan ke dokter DPJP.

18
10. Poin 17 : kadang-kadang shift dinas berubah, karena terdapat beberapa
perawat yang sedang hamil. Jadi, biasanya jadwal ditukar atau double shift
mengingat disini juga kekurangan tenaga perawat.

2.4.3 Pengkajian Tambahan


a. Menerapkan komunikasi dengan Metode SBAR antar perawat maupun dengan
petugas kesehatan lainnya.
Komunikasi SBAR diterapkan di ruang Janger untuk membuat komunikasi yang
efektif antar perawat maupun antara perawat dengan petugas lainnya yang terlibat
di RSD Mangusada. Selain itu SOP mengenai komunikasi SBAR juga terdapat di
ruang Janger.
b. Adanya evaluasi dari Tim KKPRS
Salah satu lembaga yang ada di rumah sakit Mangusada ada tim PKRS yang
berada dibawah naungan Humas. Masing-masing ruangan memiliki pelaksana
PKRS biasanya kegiatannya diadakan setiap bulan dengan tema-tema tertentu dan
lebih sering kegiatan yang dilakukan yaitu penyuluhan. Adapun alur dari evaluasi
tim KKPRS ini adalah pertama menentukan tema penyuluhan, kemudian
mempersiapkan peserta penyuluhan, sarana dan prasarana, selanjutnya
berkoordinasi dengan Humas RSD Mangusada setelah itu baru akan dilakukan
penyuluhan.
c. Pembagian job description masing-masing perawat yang bertugas di ruangan
Pendokumentasian deskripsi tugas dari masing-masing perawat sudah terdapat di
ruangan. Di ruangan Janger metode penugasan yang diterapkan adalah metode
primer kombinasi tim hal tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi di
ruangan janger.
d. Melaporkan apabila terdapat insiden atau kejadian yang membahayakan
keselamatan kerja petugas kesehatan.
Kejadian yang terakhir terjadi di ruang Janger adalah Infeksi Daerah
Operasi(IDO). Sudah terdapat alur yang dilakukan bila ada pasien yang mengalami
IDO namun kejadian tersebut sudah terjadi 1 bulan setelah pasien dirawat di ruang

19
Janger. Akan tetapi untuk memperjelas alur pelaporan insiden yang dituangkan
dalam bentuk dokumen tertulis belumlah tersedia di ruangan, namun untuk
formulir pelaporan insiden kerjadian tidak diinginkan sudah tersedia di ruangan.
e. Protokol resiko jatuh untuk pasien belum diterapkan dengan sempurna
Berdasarkan hasil obeservasi, lingkungan perawatan belum diterapkan penggunaan
protocol resiko jatuh dan keselamatan pasien dengan baik. Penanda resiko jatuh
yang digunakan di ruang Janger hanya berupa gelang kuning. Berdasarkan hasil
pengkajian dengan pengkajian tertulis di rekam medis pasien yang memiliki resiko
jatuh dan dicocokkan dengan kondisi pasien tidak sesuai dengan SPO karena pada
kenyataan dilapangan penanda resiko jatuh seperti gelang kuning tidak di gunakan.
Berdasarkan hasil observasi di ruang perawatan tidak terdapat pegangan/pengaman
di kamar mandi pasien, serta tidak ada poster edukasi mengenai pencegahan jatuh
untuk pasien.
f. Proses pengadaan sarana dan prasarana di ruang Janger
Berdasarkan hasil wawancara bersama dengan kepala ruangan, terkait dengan
inventaris di ruangan dilakukan oleh wakil kepala ruangan. Sarana dan prasarana
di ruangan diajukan melalui pihak manajemen ruamah sakit, namun pengadaan
prasarana tersebut membutuhkan waktu yang relative lama tergantung kebutuhan
yang mendesak di masing-masing ruangan di RSD Mangusada.
g. Pengkajian kepuasan pasien
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan wakil kepala ruangan di ruang
Janger, kartu kepuasan pasien atau kuisioner kepuasan pasien dikaji setiap 6 bulan
atau menyesuaikan sesuai kebutuhan di ruangan tersebut. Ketersediaan kuisioner
difasilitasi oleh bagian humas rumah sakit dan kuisioner di letakkan di ners station
pada kotak kaca. Namun, pada hasil pengamatan tidak terdapat kuisioner kepuasan
pasien di nurse station.

20
2.5 Analisis SWOT
Tabel 2.6 Analisis SWOT
No Analisis SWOT Bobot Rating Bobot
x
Rating
1 Management Approach
Internal Factor
Strenght:
1. Merencanakan jumlah dan jenis peralatan keperawatan yang diperlukan sebagai penunjang 0,05 4 02
tercapainya pelayanan di ruang rawat yang berada di wilayah tanggung jawabnya
2. Merencakan pembinaan dan pengembangan karier ketua tim dan perawat pelaksana melalui 0,05 3 0,15
pendidikan serta latihan berjenjang
3. Merencanakan penilaian kualitas pelayanan keperawatan di ruangan dengan menggunakan 0,05 2 0,1
indikator mutu seperti BOR, ALOS, NDR, GDR dan TOL
4. Merencanakan pertemuan rutin dengan ketua tim dan perawat pelaksana secara terjadwal 0,05 3 0,15
5. Menyusun permintaan kebutuhan rutin, alat, obat dan bahan yang diperlukan di unit rawat inap 0,05 4 0,2
Fungsi Pengorganisasian
1. Membuat struktur organisasi ruangan yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan 0,05 2 0,1
keperawatan (Misal: Metode Primer)
2. Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lainnya di ruang rawat 0,03 2 0,06

21
yang berada di dalam wilayah tanggung jawabnya sesuai kebutuhan dan ketentuan yang
berlaku
3. Mengembangkan struktur organisasi dengan menggunakan model pendekatan lini dan staf 0,04 3 0,12
4. Menyampaikan aspirasi perawat di ruangan yang menjadi tanggung jawabnya melalui bidang 0,04 3 0,12
keperawatan atau komite keperawatan
5. Sistem penghitungan tenaga perawat yang digunakan adalah standar Depkes, Gillies, atau 0,04 2 0,08
Douglas
Fungsi Kepersonaliaan
1. Memberikan program orientasi kepada tenaga perawatan baru atau tenaga lainnya yang akan 0,05 3 0,15
bekerja di ruang rawat yang menjadi tanggung jawabnya

Fungsi Pengarahan
1. Memberikan pengarahan dan motivasi kepada tenaga keperawatan untuk melaksanakan 0,04 3 0,12
pelayanan keperawatan sesuai ketentuan standar
2. Mengoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerjasama dengan berbagai 0,03 2 0,06
pihak yang terlibat dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut
3. Mengatur dan mengoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu dalam keadaan siap 0,05 3 0,15
pakai
4. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventarisasi dalam unit kerjanya 0,03 2 0,06

22
5. Mempertahankan dan meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang 0,03 3 0,09
perkembangan klien dan kegiatan lain yang dilakukan secara tepat dan benar
6. Melakukan penyelesaian konflik antar staf perawatan secara persuasive 0,05 3 0,15
Fungsi Pengendalian
1. Melaksanakan penilaian kinerja perawat secara berkala 0,03 2 0,06
2. Mengendalikan pelaksanaan peraturan/ tata tertib pelayanan keperawatan yang berlaku di 0,05 2 0,1
ruangan
3. Mengendalikan pendayagunaan peralatan keperawatan secara efektif dan efisien 0,05 4 0,2
4. Menilai mutu pelayanan keperawatan dengan melakukan audit dokumentasi keperawatan 0,05 2 0,1
di ruangan
5. Menampung dan menanggulangi usul dan keluhan tentang masalah-masalah tenaga 0,05 3 0,15
perawatan dan pelayanan
6. Mengklarifikasi/ mengelompokkan klien di ruang rawat menurut tingkat kegawatan, 0,05 3 0,15
infeksi, dan non infeksi untuk memudahkan perawatan

Total: 2,62
Weakness:
1. Tidak merencanakan jumlah, jenis, & mutu tenaga perawatan, serta tenaga lain sesuai 0,1 3 0,3
kebutuhan ruang rawat yang berada di wilayah tanggung jawabnya

23
2. Tidak merencanakan dan menentukan jenis kegiatan yang akan diselenggarakan sesuai 0,1 2 0,2
kebutuhan klien
3. Belum merencanakan penambahan peralatan keperawatan sesuai kebutuhan ruangan 0,1 3 0,3
4. Tidak merencanakan pengadaan SAK dan SOP minimal 10 kasus besar di ruangan untuk 0,1 2 0,2
diterapkan oleh seluruh ketua tim dan perawat pelaksana
5. Tidak merencanakan supervisi keperawatan kepada ketua tim dan perawat pelaksana secara 0,1 2 0,4
terjadwal
6. Belum ada SAK di ruang Janger 0,1 2 0,3
7. Kekuragan tenaga perawat 0,1 1 0,1
8. Lama dan lambatnya penyediaan barang yang diamprah dari ruangan ke pihak rumah sakit. 0,1 1 0,1
Fungsi Pengorganisasian
1. Berperan dalam pelaksanaan seleksi penerimaan tenaga keperawatan tidak sesuai jumlah dan 0,1 2 0,3
jenis tenaga yang dibutuhkan rumah sakit
Fungsi Kepersonaliaan
1. Tidak berperan dalam pelaksanaan seleksi penerimaan tenaga keperawatan sesuai jumlah dan 0,05 2 0,2
jenis tenaga yang dibutuhkan rumah sakit
Fungsi Pengarahan
1. Tidak melakukan supervisi secara berkala sesuai jadwal dan atau sewaktu-waktu kepada ketua 0,05 2 0,1
tim dan perawat pelaksana

24
Fungsi Pengendalian
1. Tidak melakukan penilaian kualitas pelayanan rumah sakit di ruangan yang menjadi
tanggung jawabnya dengan menggunakan indikator mutu seperti BOR, ALOS, NDR,
GDR, dan TOL
Total: 2,5

Total : 2,62 – 2,5 = 0,12


S-W
External Factor
Oportunity
1. Sejak tahun 2013 rumah sakit mangusada telah menjadi rumah sakit dengan tipe B 0,5 2 1
2. Rumah sakit telah memiliki fasilitas kesehatan yang cukup baik 0,5 3 1,5
Total: 2,5
Treat
1. Terdapat rumah sakit lain yang telah memiliki management yang lebih baik dan dapat 1 2 2
mempengaruhi persepsi pasien mengenai kualitas asuhan keperawatan
Total: 2
O-T : 2,5 - 2 = 0,5
2 Compensatory

25
Internal Factor
Strength:
1. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan karier tenaga perawatan melalui pendidikan dan 0,5 4 2
latihan berjenjang
2. Mengupayakan dan memperhatikan kesejahteraan tenaga perawatan dan tenaga lain yang 0,5 4 2
berada di bawah tanggung jawabnya untuk meningkatkan semangat kerja.

Total=
1
Total: 4
Weakness: 0.5 3 1,5
1. Tidak memberikan reward bagi perawat dengan kinerja baik/ berprestasi
2. Tidak ada sanksi tegas untuk perawat yang datang terlambat 0,3 2 0,6
3. Tidak ada beasiswa untuk perawat dalam melanjutkan pendidikan. 0,2 2 0,4

Total=
1
Total :4 – 3,5 = 0,5
S-W

26
External Factor
Opportunity:
1. Terdapat pemenuhan SKP wajib 4 bagi setiap perawat sehingga dapat meningkatkan keinginan 0,5 3 1,5
untuk mengikuti pelatihan
2. Terdapat kampus yang membuka jalur non regular bagi perawat yang ingin melanjutkan 0,5 4 2
jenjang pendidikan
Total: 3,5
Treat
1. Peningkatan standar pendidikan perawat menjadi S1 dapat mengancam perawat yang belum 1 3 3
melanjutkan pendidikan hanya pada jenjang D3
Total: 3
O-T : 3,5 – 3 = 0,5
3 Professional Relationship
Internal factor
Strenght:
1. Menggunakan komunikasi terbuka antara kepala ruangan dengan ketua tim atau staf perawat 0,2 3 0,6
pelaksana.
2. Mengadakan pertemuan berkala dengan pelaksana keperawatan dan tenaga perawatan lainnya 0,2 2 0,4
yang berada di wilayah tanggung jawabnya.

27
3. Mengadakan kerjasama dan memelihara hubungan baik dengan kepala ruang rawat lainnya, 0,2 3 0,6
kepala bidang, kepala bagian, kepala instalasi dan jajaran direksi rumah sakit
4. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, klien, dan keluarga 0,2 2 0,4
sehingga memberi ketenangan
5. Menjaga perasaan klien agar merasa aman dan terlindungi selama pelaksanaan pelayanan
berlangsung. 0,1 3 0,3
6. Mengatur dan mengoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat yang berada di
wilayah tanggung jawabnya. 0,1 2 0,2

Total=
1
Total: 2,5
Weakness:
1. Tidak mengadakan pendekatan kepada tiap klien yang dirawat untuk mengetahui keadaannya 0,5 2 1
dan menampung keluhan, serta membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
2. Kurang menjaga perasaan klien agar merasa aman dan terlindungi selama pelaksanaan 0,5 1 0,5
pelayanan berlangsung.
Total:1
Total: 2,5 – 1,5= 1

28
S-W
External factor
Opportunity:
1. Penentuan tugas yang baik antara fisioterapi dan perawat memberikan dampak baik pada 1 4 4
kualitas pelayanan masing-masing tenaga kesehatan
Total: 4
Treat:
1. Tidak terdapat komunikasi yang baik ketika tenaga kesehatan lain telah melakukan intervensi 1 3 3
sesuai bidangnya
Total: 3
O-T: 4 – 3 = 1
Patient Care Delivery
Internal Factor
Strenght:
1. Menerapkan pemberian asuhan keperawatan sesuai standar (SAK dan SOP) yang ada di 0,5 2 1
ruangan.
2. Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap klien dalam batas wewenangnya 0,5 3 1,5

Total:1

29
Total: 2,5
Weakness:
1. Belum mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP) sesuai dengan SDM 0,5 2 1
yang ada (Misal. Metode Primer)
2. Tidak mendampingi visite dokter untuk memeriksa klien dan mencatat program pengobatan, 0,5 2 1
serta menyampaikan kepada staf untuk melaksanakannya.
3. Penulisan ASKEP kurang sempurna
4. Pasien belum menggunakan gelang resiko jatuh
Total: 2,5- 2 =0,5
S-W
External Factor
Opportunity:
1. Kepuasan pasien cukup baik terkait dengan pelayanan yang diberikan perawat 0,25 3 0,75
2. Terdapat fasilitas yang baik terkait untuk keperluan transport pasien 0,25 4 1
3. Menerima penggunaan asuransi kesehatan berupa BPJS dan Kartu Badung Sehat 0,25 4 1
4. Akses menuju rumah sakit cukup mudah karena berada di tengah kota 0,25 3 0,75
Total: 3,5
Treat:
1. Terdapat ekstra bed yang tidak memiliki privasi yang layak bagi pasien 1 3 3

30
Total: 3
O-T: 3,5 – 3 = 0,5

31
2.6 Diagram Cartesius

K.3 (strategi K.1 (strategi


WO atau SO atau
ubah strategi) progresif)

K.4 (strategi K.2 (strategi


WT atau ST atau
bertahan) diversifikasi)

Penjelasan :
1. Management Approach
Selisih total kekuatan - total kelemahan = S – W = X (2,62 – 2,5 = 0,12) Selisih
total peluang - total ancaman = O – T = Y (2,5 – 2,0 = 0,5)
Jadi, nilai x dan y adalah 0,12 dan 0,5. Berdasarkan analisis swot pilar
management approach Ruang Janger ini berada pada kuadran 1.
2. Compensatory
Selisih total kekuatan - total kelemahan = S – W = X (4– 3,5 = 0,5)
Selisih total peluang - total ancaman = O – T = Y (3,5 – 3,0 = 0,5)
Jadi, nilai x dan y adalah 0,5 dan 0,5. Berdasarkan analisis swot pilar
compensatory Ruang Janger ini berada pada kuadran 1.
3. Professional Relationship
Selisih total kekuatan - total kelemahan = S – W = X (2,5 – 1,5 = 1,0)
Selisih total peluang - total ancaman = O – T = Y (4 – 3 = 1)
Jadi, nilai x dan y adalah 1,0 dan 1,0. Berdasarkan analisis swot pilar professional
relationship Ruang Janger ini berada pada kuadran 1.
4. Patient Care Delivery
Selisih total kekuatan - total kelemahan = S – W = X (2,5 – 2,0 = 0,5)
Selisih total peluang - total ancaman = O – T = Y (3,5 – 3 = 0,5)
Jadi, nilai x dan y adalah 0,5 dan 0,5. Berdasarkan analisis swot pilar patient care
delivery Ruang Janger ini berada pada kuadran 1.

32
Berdasarkan analisis swot 4 pilar model praktik keperawatan profesional yang
terdiri dari pilar management approach, compensatory reward, profesional
relationship dan patient care delivery di Ruang Janger berada pada kuadran 1.
Pada kuadran I terdapat strategi strength opportunities atau progresif, dimana
menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Posisi ini membuktikan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang. Rekomendasi
taktik yang diberikan ialah progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan
mantap. Sehingga benar-benar dimungkinkan untuk terus menjalankan ekspansi,
memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal dengan
meningkatkan kekuatan dan peluang yang telah dijabarkan pada tabel analisis swot
serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang kemungkinan terjadi.

33
BAB 3
PERENCANAAN

3.1 Identifikasi Masalah


Berdasarkan data pengkajian yang telah dianalisis, maka didapatlah rumusan masalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Identifikasi Masalah di Ruang Janger RSD Mangusada
Sumber Daya Rumusan Masalah
Management Approach Inovasi apa yang harus direncanakan
agar supervisi dan kebutuhan tenaga
keperawatan di Ruangan Janger
dilakukan secara terjadwal dan
terpenuhi?
Compensatory Reward Bagaimakah keberlanjutan pemberian
reward kepada perawat terbaik setiap
bulannya?
Profesional Relationship Inovasi apa yang harus direncanakan
agar pendekatan kepada pasien dapat
terjalin dengan baik dan mampu
meningkatkan keamanan serta
kenyamanan pasien?
Patient Care Delivery Tidak terkaji masalah pada bagian ini

34
3.2 Prioritas Masalah
Berdasarkan hasil perumusan masalah yang terkaji, berikut merupakan prioritas
masalah di Ruang Janger. Prioritas masalah ini dinilai berdasarkan perspektif
kelompok dengan bimbingan dan persetujuan kepala ruangan.
Tabel 3.2 Prioritas Masalah di Ruang Janger RSD Mangusada
Skor Analisis SWOT Prioritas
Masalah Internal Eksternal Kondisi
Ke-
Management 0,12 0,5 1 Diagram Cartesius
Approach Kuadran 1 = Pada kuadran I
terdapat strategi strength
opportunities atau progresif.
Compensatory 0,5 0,5 3 Diagram Cartesius
Reward Kuadran 1 = Pada kuadran I
terdapat strategi strength
opportunities atau progresif.
Professional 1 1 2 Diagram Cartesius
Relationship Kuadran 1 = Pada kuadran I
terdapat strategi strength
opportunities atau progresif.
Patient Care 0,5 0,5 4 Diagram Cartesius
Delivery Kuadran 1 = Pada kuadran I
terdapat strategi strength
opportunities atau progresif.

3.3 Rencana Strategis (Renstra) Kegiatan MPKP


1. Perencanaan untuk melakukan pemasangan CCTV dan monitoring terkait
kepatuhan cuci tangan perawat.
2. Melakukan diskusi tentang cara berkomunikasi terapeutik dengan tenaga
kesehatan lain.
3. Menerapkan kembali sistem reward berupa nurse of the month.
4. Peningkatan dan perawatan fasilitas di Ruang janger RSD Mangusada.

35
3.4 Rencana Pelaksanaan Program Inovasi
3.4.1 Latar Belakang
Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Hospital Acquired Infection
(HAIS) adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien dirawat di
rumah sakit (WHO, 2013). Sumber lain mendefinisikan HAIS merupakan infeksi
yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat 3x24
jam. Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam masa
inkubasi (Depkes RI, 2012). HAIS bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit
yang telah dideritanya. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien
merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya HAIS, karena infeksi ini dapat
menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga
ataupun dari petugas ke pasien (Rikayanti, 2014).

Menurut Bea betty (2012) mengemukakan HAIS di rumah sakit disebabkan


kurangnya kepatuhan para tenaga kesehatan terhadap prosedur pencegahannya,
termasuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan medis terhadap
pasien. Rata-rata, kepatuhan tenaga kesehatan di Indonesia dalam hal mencuci tangan
hanya sekitar 20%-40%. Cuci tangan merupakan suatu upaya atau tindakan
membersihkan tangan dengan menggunakan sabun antiseptik pada saat mencuci
tangan dengan air mengalir atau bisa juga menggunakan handrub yang mengandung
alkohol sesuai dengan langkah-langkah sistematis yang ditentukan untuk mengurangi
jumlah bakteri yang tersebar di tangan. Berdasarkan penelitian WHO, praktik cuci
tangan yang sesuai dengan aturannya dapat mengurangi resiko infeksi nosokomial
hingga 40%.

Dalam penerapan kepatuhan cuci tangan di sebuah rumah sakit khususnya di ruang
rawat inap perlu adanya pengawasan dari pihak-pihak tertentu seperti kepala ruangan
dan tim pengendalian mutu yang ada di rumah sakit tersebut. Pengawasan ini
memiliki tujuan yaitu memantau perawat untuk tetap melakukan cuci tangan five
moment yang sesuai standar pelayanan keperawatan. Selain melakukan pengawasan

36
kepala ruangan bisa melakukan supervisi terhadap perawat yang belum atau salah
dalam melakukan cuci tangan.

3.4.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya inovasi berupa pengawasan kepatuhan cuci tangan
dengan menggunakan CCTV adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Meningkatkan Angka kepatuhan cuci tangan pada perawat sehingga mengurangi
terjadinya penularan infeksi di ruang rawat inap janger.
b. Tujuan Khusus
1. Mengawasi setiap tindakan yang dilakukan perawat khususnya dalam melakukan
cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan di ruang rawat
inap janger.
2. Memudahkan kepala ruangan dalam melakukan supervisi kepatuhan perawat
dalam mencuci tangan untuk meningkatkan kinerja dalam memberikan asuhan
keperawatan.

3.4.3 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diberikan dari pengawasan kepatuhan cuci tangan
dengan menggunakan CCTV yaitu:
a. Bagi Pasien
Meningkatnya angka kepatuhan perawat dalam mencuci tangan akan menurunkan
angka terjadinya infeksi dan penularan penyakit tambahan ke pasien sehingga lama
perawatan pasien dirumah sakit bisa lebih cepat karena tidak mendapat penyakit
tambahan dari ruangan tersebut.
b. Bagi Perawat
Pengawasan kepatuhan cuci tangan melalui CCTV memiliki manfaat bagi perawat
yaitu menurunkan HAIS sehingga melindungi perawat dari infeksi yang ada di
ruangan. sehingga dapat berpengaruh pada kinerja yang ditampilkan perawat lebih
optimal dan berkualitas sesuai dengan harapan pasien dan keluarga.

37
c. Bagi Rumah Sakit
Pengawasan kepatuhan cuci tangan melalui CCTV memiliki manfaat bagi rumah
sakit yaitu menurunkan angkan kejadian HAIS di rumah sakit sehingga bisa
meningkatkan akreditasi dan pelayanan yang diberikan.

3.4.4 Deskripsi Program


Monitoring dengan menggunakan CCTV merupakan salah satu strategi dari The Joint
Commision yang dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan pada tenaga kesehatan.
(Ramadhanti, 2017) CCTV adalah sistem pengamatan modern yang didasarkan pada
realtime monitoring kamera televisi online. (Evgeni, et al 2017) CCTV dapat
merekam dan menampilkan gambar pada waktu dan tempat tertentu dimana CCTV
itu dipasang. Monitoring dengan CCTV memungkinkan pengamatan yang lebih luas
di lingkungan sekitar yang terpasang CCTV (GSI CCTV, 2018).

CCTV adalah metode yang tepat, dapat diandalkan, dan netral untuk pengamatan dari
hand hygiene. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Evgeni, et al (2017) menemukan
bahwa pengamatan secara rahasia dengan CCTV dapat menggantikan observasi
langsung dimana dengan metode ini terjadi peningkatan kepatuhan cuci tangan
sebanyak 50%. Observasi penilaian kepatuhan cuci tangan dilakukan oleh minimal
dua orang petugas pengendali infeksi atau IPCLN (Infection Prevention and Control
Link Nurse) yang telah berpengalaman dalam pengendalian infeksi, perawat ruangan
dan empat orang mahasiswa. Hasil yang dicatat adalah jumlah peluang untuk
melakukan kebersihan tangan. Tingkat kepatuhan dianalisis per sesi dan perjumlah
yang diamati. Data observasi diperoleh langsung dari hasil pengamatan CCTV yang
telah dikumpulkan dan dicatat (Evgeni, et al 2017).

3.4.5 Prosedur
Adapun prosedur program inovasi monitoring kepatuhan cuci tangan dengan CCTV
di ruang Janger adalah:

38
1. Kepala ruangan membuat permohonan permintaan alat berupa CCTV
sejumlah minimal 10 CCTV
2. Meminta bantuan teknisi rumah sakit untuk melakukan pemasangan CCTV
3. Memilih lokasi strategis untuk pemasangan CCTV (pintu masuk ruangan)
4. Memonitoring perilaku 5 moments cuci tangan perawat melalui rekaman
CCTV
5. Melakukan observasi dari hasil rekaman CCTV yang telah dikumpulkan pada
tiap sesi atau shiftnya
6. Penilaian kepatuhan dilakukan oleh pihak IPCLN, perawat ruangan, dan
perwakilan mahasiswa yang sedang melakukan praktek yang paham dengan 5
moments cuci tangan
7. Evaluasi tingkat kepatuhan dilakukan setiap harinya oleh kepala ruangan yang
didapatkan dari hasil observasi.

39
3.5 POA Penyelesaian Masalah
PLAN OF ACTION PELAKSANAAN KEGIATAN MENCUCI TANGAN

Masalah : Tingkat Kepatuhan Perawat Mencuci Tangan Masih Sangat Rendah


Bulan : April-Mei 2019

Tabel 3.3 Plan of action pelaksanaan kegiatan mencuci tangan di Ruang Janger RSD Mangusada
PELAKSANAAN PENANGGUNG
TARGET (MINGGU) JAWAB
NO URAIAN KEGIATAN TUJUAN SASARAN PENCAPAIAN
1 2 3 4 1 2 3 4
Nyoman Adi Arta
A PERSIAPAN
1 Menyiapkan perangkat Untuk Seluruh Tersedianya
CCTV (monitor CCTV, memantau perawat di sarana berupa
video recorder digital perilaku ruangan CCTVsebagai
atau DVR, kamera perawat dalam media
CCTV, adapter dan mencuci pemantauan
power supply, kabel tangan perilaku perawat
power, crimp kabel,
kabel coaxial, dan
konektor RF)
2 Untuk Seluruh Tersedia poster (6
Menyiapkan poster 6 meningkatkan perawat di langkah mencuci
langkah mencuci tangan motivasi ruangan tangan dan 5
dan 5 moment mencuci perawat untuk momen mencuci
tangan mencuci tangan)
tangan

40
3 Untuk Seluruh Tersedia tim
Membentuk tim membantu perawat di monitoring dan
monitoring dan evaluasi memonitor dan ruangan evaluasi untuk
untuk memantau mengevaluasi para perawat
pelaksanaan hand perilaku dalam kepatuhan
hygiene perawat kepatuhan cuci mencuci tangan
tangan seluruh
perawat di
ruangan

B PELAKSANAAN
1 Melakukan pengkajian Membantu Seluruh Setiap perawat
dan analisis penyebab untuk perawat di diberikan
rendahnya tingkat menganalsis ruangan kesempatan untuk
kepatuhan mencuci dan menggali mengajukan
tangan perawat penyebab pendapat
masih mengenai
rendahnya ketidakpatuhan
kepatuhan mereka dalam
perawat dalam mencuci tangan
mencuci
tangan

2 Memberikan informasi Memberikan Seluruh Setiap perawat


terkait adanya informasi dan perawat di mendapatkan
pemasangan CCTV dan meningkatkan ruangan informasi dengan
tujuannya sebagai sarana motivasi jelas dan benar
pemantauan perilaku perawat untuk mengenai
perawat dalam kepatuhan melakukan program

41
mencuci tangan cuci tangan pemantauan
yang benar kepatuhan cuci
tangan perawat
melalui CCTV

Melakukan uji coba Seluruh


pemantauan selama satu Mengetahui perawat di Setiap perawat
3 bulan ada-tidaknya ruangan berpartisipasi
perubahan aktif dalam uji
perilaku coba tersebut
perawat dalam
mencuci
tangan

Memberi reward kepada Seluruh


perawat yang memiliki Mempertahan- perawat di Setiap perawat
4 tingkat kepatuhan tinggi kan maupun ruangan memahami
dalam mencuci tangan lebih pentingnya cuci
meningkatkan tangan dan
kembali adanya
motivasi peningkatan
perawat dalam kepatuhan
melaksanakan perawat dalam
kepatuhan mencuci tangan
mencuci
tangan
Melakukan monitoring Seluruh
melalui monitor maupun Mengetahui perawat di Tim monitoring

42
5 secara langsung untuk ada-tidaknya ruangan dapat mengetahui
memantau perilaku perubahan pihak-pihak yang
perawat selama uji coba perilaku dan sudah maupun
mencatat belum
pihak-pihak melaksanakan
yang sudah peningkatan
maupun belum kepatuhan cuci
melaksanakan tangan serta
peningkatan sebagai bahan
kepatuhan cuci evaluasi di akhir
tangan bulan pelaksanaan
uji coba
C MONITORING DAN
EVALUASI Melakukan
1 evaluasi terhadap Untuk Seluruh Tingkat
pelaksanaan uji coba memantau perawat di kepatuhan
selama sebulan kelangsungan ruangan perawat mencuci
program tangan
selama satu meningkat.
bulan dan
mengetahui
keberhasilan
program

43
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan diketahui Ruang Janger dalam
menerapkan Metode Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) telah berjalan dengan
cukup baik. Analisis swot berdasarkan 4 pilar model praktik keperawatan profesional
yang terdiri dari pilar management approach, compensatory reward, profesional
relationship dan patient care delivery di Ruang Janger berada pada kuadran 1. Pada
kuadran I terdapat strategi strength opportunities atau progresif, dimana menciptakan
strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Posisi ini
membuktikan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang.
Adapun rencana inovasi yang dapat disarankan adalah perencanaan pengawasan
kepatuhan cuci tangan dengan CCTV serta perlunya perhitungan kepuasan pasien
melalui kuisioner secara berkala untuk mendapat akurasi data pelayanan mengenai
mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil tersebut diharapkan perencanaan inovasi dapat berjalan lancer dan
dalam pengembangan laporan tersebut diharapkan dapat meningkatkan aspek – aspek
pengkajian sehingga didapat data yang akurat.

44
DAFTAR PUSTAKA

Betty bea septiari (2012) Infeksi nosokomial. Penerbit nuha medica. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011.


Jakarta: Depkes RI.

Evgeni, et al. (2017). American Journal of Infection Control. Monitoring the hand
hygiene compliance of health care workers in a general intensive care unit:
Use of continuous closed circle television versus overt observation. Volume
45, Nomor 8. Page: 849-854

GSI CCTV. (2017). Pengertian CCTV serta perangkat-perangkat di dalamnya.


Diakses dari: https://www.gsicctv.co.id/pengertian-cctv-serta-perangkat-
perangkat-didalamnya/

Kohler, P. (2012). Nursing Management 3rd Edition. Diperoleh melalui


https://pdfs.semanticscholar.org/ pada 26 Maret 2019

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2015. Manajemen keperawatan: Aplikasi dalam praktek keperawatan


professional. Jakarta: Salemba Medika

Pitman, S. 2011. Handbook for clinical supervisor: nursing post graduate


programme. Dublin: Royal Collage of surgeon in Ireland

Ramadhanti, A. (2017). Pemanfaatan CCTV dalam Meningkatkan Kepatuhan Cuci


Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Cempaka RSUD Budhi Asih Jakarta.
Diakses dari:
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail
&act=view&typ=htmlext&buku_id=131770&obyek_id=4&unitid=&jenis_id=

Rikayanti, Arta.2014.Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku mencuci tangan


petugas kesehatan di rumah sakit umum daerah badung tahun 2013.

RSUD Puri Husada. (2016). Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).


Retrived from: rsudpurihusada.inhilkab.go.id/model-praktik-keperawatan-
profesional-mpkp diaksek tanggal 28 Maret 2019

Suarli, S dan Bahtiar. (2009). Manajemen keperawatan dengan pendekatan praktis.


Jakarta: Erlangga.
Lampiran 2. Denah Ruangan Janger

To T P

Nu Ruang
rse Ruang Linen
Rua St Mahasiswa
ng ati
Alat

Ruang
Kepala
Ruangan
Ruang
Perawat

Nu
rse
St
ati
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan
ARTICLE IN PRESS
American Journal of Infection Control ■■ (2017) ■■-■■

Contents lists available at ScienceDirect


American Journal of Infection Control American Journal of
Infection Control

j o u r n a l h o m e p a g e : w w w. a j i c j o u r n a l . o r g

Major Article
Monitoring the hand hygiene compliance of health care workers in a
general intensive care unit: Use of continuous closed circle
television versus overt observation
Evgeni Brotfain MD a,*,
a
Ilana Livshiz-Rivena PhD, RN b,c, Alexander
d
Gushansky RN b, b
Alexander Erblat RN , Leonid Koyfman MD , Tomer Ziv PhD , Lisa Saidel-Odes MD ,
Moti Klein MD a, Abraham Borer MD b
a Department of Anesthesiology and Critical Care, General Intensive Care Unit, Soroka University Medical Center, Ben-Gurion University of the Negev, Beer
Sheva, Israel
b
Infection Control and Hospital Epidemiology Unit, Soroka University Medical Center, Ben-Gurion University of the Negev, Beer-Sheva, Israel
c
Department of Nursing, Recanati School for Community Health Professions, Ben-Gurion University of the Negev, Beer Sheva, Israel
d
Department of Statistical Analysis, Tel Aviv University, Tel Aviv, Israel

Key Words: Introduction: A variety of hand hygiene monitoring programs (HHMPs) have come into use in hospi-
tals throughout the world. In the present study, we compare continuous closed circle television (CCTV)
Public health with overt observation for monitoring the hand hygiene compliance of health care workers (HCWs) in a
Infection control program general intensive care unit (GICU).
Critically ill patients Methods: This is a cross-sectional and comparative study. In this study, we use a novel hand hygiene CCTV
monitoring system for hand hygiene performance monitoring. The study population incorporated all the
GICU HCWs, including registered nurses, staff physicians, and auxiliary workers.
Results: All HCWs of our GICU were observed, including ICU registered nurses, ICU staff physicians, and
auxiliary workers participated in the present study. Overall, each observer team did 50 sessions in
each arm of the study. Total number of hand hygiene opportunities was approaching 500 opportunities.
The compliance rates when only overt observations were performed was higher than when only covert ob-
servations were performed with a delta of approximately 10% (209 out of 590 [35.43%] vs 130 out of 533
[24.39%]; P < .001). Both methods of observations (overt and covert [CCTV]) demonstrated excellent re-
liability (intraclass correlation coefficient [ICC], 0.96 [0.93-0.98] of overt and ICC, 0.81 [0.69-0.89] for
covert, respectively). However, the correlation between both methods was found weak in simultaneous
ses- sions (ICC, 0.40 [0.62-0.107]).
Conclusion: We demonstrated that CCTV is an appropriate, reliable, and neutral method for observa-
tion of hand hygiene. However, there is no clear basis for incorporating a CCTV observation modality
into a health care system that already operates an overt observation program. We have shown that CCTV meth-
odology records a different distribution of opportunities for performing hand hygiene and of
actual performances of hand hygiene compared with overt observation.
© 2017 Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology, Inc. Published by Elsevier
Inc. All rights reserved.

* Address correspondence to Evgeni Brotfain, MD, Department of Anesthesiology and Critical Care, Soroka Medical Center, Ben Gurion University of the Negev, Beer Sheva,
Israel.
E-mail address: bem1975@gmail.com (E. Brotfain). EB
and ILR contributed equally to this work.
EB participated in study design, data collection, data analysis, data interpretation, and writing. ILR participated in the literature search, study design, data
collection, data analysis, and data interpretation. AG participated in data collection, and performed the statistical analysis and data interpretation. LK participated
in the design of the study, performed the statistical analysis, and helped to revise the manuscript. AE participated in the design of the study, performed the
statistical analysis, and helped to revise the manuscript. TZ participated in the sequence alignment and drafted the manuscript. LS-O participated in the design of the
study, performed the statistical anal- ysis, and helped to revise the manuscript. MK participated in the design of the study, coordination, and helped to draft the
manuscript. AB participated in the design of the study, performed the statistical analysis, and helped to revise the manuscript. All authors read and approved the
manuscript.
Conflicts of interest: None to report.

0196-6553/© 2017 Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology, Inc. Published by Elsevier Inc. All rights
reserved. http://dx.doi.org/10.1016/j.ajic.2017.03.015
ARTICLE IN PRESS
2 E. Brotfain et al. / American Journal of Infection Control ■■ (2017) ■■-■■
Health care-associated infections (HAIs) are major causes of mor- METHODS
bidity and mortality, especially in intensive care units
(ICUs) throughout the world.1-3 HAIs in ICUs are reported to
influence up to 37% of the critically ill population.1-4 Study design
Contamination of the hands of health care workers (HCWs)
engendered by touching the skin of patients during routine care
or coming into contact with objects in the patient environment The study design was cross-sectional and comparative. It incor-
is considered to play a leading role in patient-to-patient porates 3 arms: direct overt double appraisal simultaneous
transmission of pathogens and to be a main factor in the observational sessions, covert simultaneous double appraisal
transmission of HAIs in ICUs.5-9 Consequently, hand hygiene is an
extremely important measure in the prevention of HAIs3,4 and it is
among the most effective intervention for reducing the inci-
dence of HAIs in critically ill ICU patients.5-9 Despite the
evidence of its effectiveness, the overall hand hygiene
compliance of HCWs remains low.10 Ongoing education of HCWs and
continuous moni- toring of HCW hand hygiene performance have
both been shown to be of primary importance in preventing the
spread of HAIs.3,4,10
As a result, a variety of hand hygiene monitoring programs
(HHMPs) have come into use in hospitals throughout the world.1,10
HHMPs are of 2 types: direct overt observation programs carried
out by trained infection control personnel or by students,
family
members, and patients and indirect monitoring programs using elec-
tronic hand-held devices, electronic monitoring systems,
or
apparatuses for measuring hand hygiene product consumption.11-13
The World Health Organization (WHO) published hand hygiene
guidelines for HCWs in 2009 along with a multidimensional model
for improving hand hygiene compliance in health care settings.1
It
also published a methodology manual for monitoring hand hygiene
for use by workers, trainers, and observers of hand hygiene
practices.13 The guidelines focus on 5 “moments of
opportunity”
(henceforth also referred to as indications) for performing
hand
hygiene in routine patient care situations. The 5 indications are
before
patient contact, before an aseptic procedure, after suspected
ex-
posure to body fluids, after patient contact, and after touching
objects
in the environment surrounding a patient (ie, the patient zone).
These
guidelines were adopted by numerous health care \countries,14 in-
cluding the Israel Ministry of Health (MOH).15
The direct, overt observation method, performed by a by trained
observer, is described in the WHO manual13,14 and has been ac-
cepted by experts as the gold standard16 for monitoring the hand
hygiene compliance of HCWs. During the monitoring process the
observer is required to stand in proximity to the HCWs under ob-
servation without interfering in their activity. Shortly after the
WHO
publication of the hand hygiene guidelines and its manual for
ob-
servers, the Israel MOH distributed a circular instructing all
health
care facilities to initiate compliance with the 5 hand hygiene
indi-
cations and to conduct overt observation processes to ensure
compliance.15
In 1995 American College of Critical Care Medicine published
guidelines for ICU design with recommendations of direct or
indi-
rect (eg, by video monitor) visualization by HCWs. In our ICU, a
closed
circle television (CCTV) patient monitoring system was recently
in-
stalled. The CCTV system allows indirect remote observation of the
ICU patients and their surrounding environment.
The present study compares the hand hygiene compliance rates
of HCWs in a general ICU (GICU) using the standard direct obser-
vational method with those recorded using the new covert CCTV
observation system.
observations using CCTV, and overt versus covert simultaneous
double appraisal observations.

Ethical approval

The Human Research and Ethics Committee at Soroka Medical


Center, Beer-Sheva, Israel approved this study (0333-15-SOR).

Setting

Soroka Medical Center is a 1,000-bed tertiary-care


university teaching hospital located in southern Israel and
servicing a popu- lation of more than 500,000. Our GICU has 16
beds and is staffed by 6 physicians and 30 nurses and
auxiliaries. Each patient’s unit was a single occupant room
and each was equipped with a CCTV camera located above the
entrance that enabled observation on a remote screen of the
events in each patient’s room.

Participants

The study population incorporated all the GICU HCWs, includ-


ing registered nurses, staff physicians, and auxiliary workers.
The informed consent was accepted from all HCWs.
HCWs who were not involved in the daily management of crit-
ically ill GICU patients were excluded.

Observation methods

All observation sessions were conducted by a trained observer


during morning or evening shifts using the hand hygiene compli-
ance 2,15form recommended by the WHO1 and mandated by the Israel
MOH. The observation sessions lasted 10-30 minutes. During each
observation session, the number of “moments of opportunity” and
the number of actual15 hand hygiene performances were recorded on
the designated form. Subsequently, the hand hygiene compli- ance
rates were calculated for each observer in each observational
session.

Observers

The observation team consisted of 2 nurses experienced in in-


fection control, an intensive care nurse, an intensive care
specialist physician, and 4 students employed as hand hygiene
observers by the infection control and prevention unit of the
medical center.
The observers were divided into 2 teams of 4 each (team A and
team B). The observers were unaware to which team they be-
longed. Only 1 researcher (ILR) was aware of the affiliation of
the observers.

Variables

The recorded outcomes were the number of opportunities to


perform hand hygiene; the actual hand hygiene compliance of the
HCWs at these opportunities. The compliance rates were ana-
lyzed per session and per total number of observed opportunities.

CCTV

CCTV is a modern observation system based on online\real-


time television camera monitoring. It is used in the GICU at
Soroka Medical Center to observe each patient’s unit. The CCTV
system did not make recordings of the relevant events so all the
observations were performed in real time.
ARTICLE IN PRESS
E. Brotfain et al. / American Journal of Infection Control ■■ (2017) ■■-■■ 3
Data sheet Table 1
Overall number of opportunities for hand hygiene and compliance rates in simul-
taneous double appraisal observations
Observation data derived from both the direct and the CCTV
methods were collected and recorded on standard blank observa- Number of Overall
Observation sessions
tion report forms issued by the infection control unit at
compliance rate‡
Soroka Overt observations*
Medical Center and based on the WHO recommendations. Team A 50
209/590 (35.4%)
Addressing potential sources of bias Team B
226/593 (38.1%)
Covert observations†
All observers were trained in a standard similar manner before Team A 50
the study began. Training included several parallel
independent double appraisal observation sessions and also 130/533 (24.3%)
discussions of dis- agreements concerning the evaluation of Team B
observed HCW hand hygiene behavior until agreement was 125/537 (23.2%)
achieved. Overt vs covert observations
Blinding was used to ensure that the observers were unaware Overt 44
to which group they had been assigned in the overt and covert 195/457 (42.7%)
double appraisal observations. Only 1 researcher (ILR) was aware Covert
of the affiliation of the observers.
148/357 (41.6%)
Total number of recorded hand hygiene opportunities 3,067
Sample size *Overt simultaneous double appraisal observations.
†Covert simultaneous double appraisal observations.
‡Total number of hand hygiene performed/total number of opportunities observed
The sample size for the number of observation sessions was cal-
× 100.

Table 2
Intraclass reliability coefficient of 50 double appraisal overt sessions and 50
covert double appraisal sessions of 2 independent observers of health care workers
in their performance of bedside clinical tasks
culated using WINPEPI software (Brixton Health, www.brixtonhealth Observers Observers
Observation team A team B Correlation
.com). A minimum of 35 parallel double sessions was needed to eval-
uate the intraclass reliability coefficients (ICCs) assuming a Overt observations
value
of 0.85 and a 95% confidence interval width of 0.2. Each arm in- Number of hand hygiene*
opportunities per session
11.8 ± 6.42 11.86 ± 5.76 0.96 (0.93-0.98)
cluded between 44 and 50 double appraisal sessions. The minimal Number of hand hygiene
number of observed opportunities to perform hand hygiene was 200, as activities performed per 4.18 ± 2.70 4.52 ± 3.09 0.92 (0.86-0.95)
recommended by the WHO for reporting hand hygiene session
compliance.1 Compliance† per session 36.96 ± 19.99 38.81 ± 19.53 0.89 (0.82-
0.94) Covert observations
Number of hand hygiene* 10.66 ± 2.57 10.74 ± 2.46 0.81 (0.69-0.89)
Statistical analysis opportunities per session
Number of hand hygiene
activities performed per 2.6 ± 1.78 2.5 ± 1.70 0.94 (0.89-
Agreement between 2 observers in the double appraisal ses- session 0.96)
sions was performed using ICCs and Bland-Altman plots. An acceptable
correlation coefficient for hand hygiene opportunities, Compliance† per session (%) 24.94 ± 16.48 24.48 ± 16.90 0.83 (0.73-0.90)
perfor- mance of hand hygiene, and total compliance was 0.75 or NOTE. Values are presented as mean ± standard deviation or intraclass correlation
higher. ICC results of 0.60-0.70 were considered to signify good coefficient (95% confidence interval). All correlation tests were statistically
correlation and results of 0.75-1.00 to signify excellent signifi- cantly (P < .001).
correlation. The χ2 test was used to compare overall hand hygiene *Mean of differences = the difference between 2 observers calculated separately each
session.
opportunities and observed compliance rates. Statistical analysis †Compliance = hand hygiene activities performed / opportunities × 100.
was calculated using R version
3.2.3 (R Foundation for Statistical Computing, Vienna, Austria)
and SPSS version 23 (IBM-SPSS Inc, Armonk NY) software was used for
statistical analysis. A P value < .05 was considered significant. Bland-Altman plots of the solely overt simultaneous sessions (Fig 1A)
demonstrated that there was good interobserver agreement for each
RESULTS pair of observers. The reliability of the direct overt
observation method was thus established.
The observations were performed between March 2014 and June
2016. The total number of hand hygiene opportunities observed in Reliability of the covert CCTV observation method
the double appraisal overt sessions and the double appraisal
covert Correspondingly, the covert double appraisal sessions demon-
strated high ICC rates of 0.81-0.94 (Table 2). Bland-Altman plots
sessions was approximately 500. More than 300 such opportuni- of the covert simultaneous sessions (Fig 1 B) demonstrated that
ties were observed in the overt versus covert sessions (Table there was good interobserver agreement between each pair of
observ- ers. The reliability of the covert CCTV observational method
1). was thus also established.
Overall, 144 simultaneous double appraisal observational ses-
sions yielded complete data sets. Those included 3,067 recorded Simultaneous overt-covert session
opportunities for hand hygiene (Table 1). Fifty sessions were
used The overt versus covert simultaneous observational sessions
to establish the reliability of the overt direct-observation yielded ambiguous results. On first analysis, there appeared to be
method, an encouraging similarity of overall compliance rates, ranging around
42% (Table 1). The average compliance rate per session was 42.47% in
and 50 additional sessions were used to establish the overt observation and of 41.83% in covert observation when si-
reliability of multaneous overt-covert observation was performed (Table 3).
the covert CCTV method (Table 2).

Reliability of the direct observation method

All the double appraisal overt sessions were found to be


suffi- ciently correlated, with the number of observed
opportunities, the number of hand hygiene performances, and the
derived compli- ance per session, as signified by ICC rates of
0.89-0.96 (Table 2).
ARTICLE IN PRESS
4 E. Brotfain et al. / American Journal of Infection
Control ■■ (2017) ■■-■■

Fig 1. (A) Bland-Altman plot of the overt hand hygiene observations of 50 double appraisal overt sessions. (B) Bland-Altman plot of the covert double appraisal of
hand hygiene observations, 50 sessions. (C) Bland-Altman plot of the overt versus covert double simultaneous appraisal of hand hygiene compliance, 50 sessions. (D)
Bland- Altman plot of the overt versus covert double simultaneous appraisal of hand hygiene opportunities, 50 sessions.

Despite the similarity in the compliance rates, the ICC rates regard to identification of opportunities to perform hand hygiene
dem- onstrated lower than optimal correlations, ranging from 0.40
for the number of observed hand hygiene opportunities, through (Fig 1 C and D).
0.74 for number of observed hand hygiene performances to 0.52 for the
com- pliance rates (Table 3). Moreover, the Bland-Altman plots
illustrate the low correlation between the 2 measurement
techniques in Comparison of indications during the overt versus covert
simultaneous sessions
Table 3
Correlation between covert versus overt hand hygiene observations: Intraclass re-
The lower than optimal and insufficient correlations noted in
liability coefficients of double appraisal 50 sessions, with 2 independent the overt versus covert simultaneous sessions required an
covert observers of health care workers’ bedside clinical tasks assessment of the distributions of indications observed by each
method of ob- servation (Table 4).
Although the overall hand hygiene compliance rates observed
Overt Covert
by the overt and covert simultaneous methods were similar, we
observations observations found a significant difference in the before patient contact
Number of hand hygiene 11.74 ± 7.19
Correlation
8.22 ± 4.22 0.40 (0.62- indication
opportunities per session
0.107) (Table 4). The compliance rates documented via CCTV observa-
tions for this indication were significantly higher using the
Number of hand hygiene 4.3 ± 2.96 3.34 ± 2.39 0.74 (0.50- direct observation.
actions performed per 0.86) The number of opportunities observed by direct observation in
session
Compliance* per session (%) 42.47 ± 24.64 41.83 ± 24.32 0.52 (0.28-0.70) the after contact with the patient zone situation was 1.68
NOTE. Values are presented as mean ± standard deviation or intraclass correlation times higher than the number observed by CCTV (131 vs 78
coefficient (95% confidence interval). Mean of differences = the difference between opportuni- ties, respectively).The proportions of performances of
2 observers calculated separately each session. All correlation tests were hand hygiene were similar: 74 out of 131 performances (56.49%)
statisti- cally significantly (P < .001).
observed by the direct method versus 45 out of 78 (57.69%) by the
*Compliance = hand hygiene activities performed / opportunities × 100. CCTV method.
ARTICLE IN PRESS
E. Brotfain et al. / American Journal of Infection Control ■■ (2017) ■■-■■ 5
Table 4 comparing the 2 methods. We took into account that the natural
Overall hand hygiene compliance* rates by indications in 44 of covert and overt behavior of HCWs is subject to a consistent bias when it is
si- multaneous observations sessions mea- sured by an overt observer who is clearly watching them in
their
Overt/direct Covert/closed circle clinical environment.18-20 As expected, the compliance rates of HCWs
P
Observation observations television observations in the covert observation situation were significantly lower than
value in the overt situation with a delta of approximately 10% (Table 5).
This expected delta may be explained by the Hawthorne effect on
Before patient contact 19/65 (29.23%) 18/33 (54.53%) HCWs
< .05
Before aseptic contact 12/72 (16.67%) 7/54 (12.96%)
.62
After suspected exposure 37/114 (32.46%) 30/122 (24.59%)
.20 who are being overtly observed, as demonstrated by numerous
to body fluids
After patient contact 53/75 (70.67%) 48/70 (68.57%) studies.20-23
.86
After contact with 74/131 (56.49%) 45/78 (57.69%) The main purpose of our study was to assess the relationship
patient surrounding between overt and covert observation in simultaneous sessions in
Total documentation of .87
hand hygiene performed accord with the direct-overt observation instructions of the WHO
195/457 (42.67%) 148/357 (41.46%) .78 and of the Israel MOH.1,14,15 Our question was: Does CCTV observa-
NOTE. Values are presented as hand hygiene performed / opportunities × 100. In a
of measuring hand hygiene compliance we established the basis for
case of more than 1 indication to perform hand hygiene, only the first indication
is
presented.
*Exact significance (2-sided).

Table 5
Comparison of hand hygiene compliance* of nonsimultaneous sessions

Overt observations Covert observations


P value Team A 209/590 (35.43%) 130/533 (24.39%)
< .001
Team B 226/593 (38.11%) 125/537 (23.28%) < .001

NOTE. Compliance are presented as hand hygiene performed / opportunities × 100.


*χ2 test significance (2-sided).

The observation rates recorded by the 2 methodologies for the 3


other indications were found to be similar.

Nonsimultaneous overt-covert comparison

The HCW compliance rates found by solely overt observation were


significantly higher than the rates found by solely covert
observa- tion, with a delta of approximately 10% (Table 5). This
comparison was performed by recording the difference between the
results ob- tained by the same team when it performed solely overt
observation compared with the results obtained when it performed
solely covert observation in the double appraisal sessions.

DISCUSSION

The use of HHMPs has emerged as a significant clinical tool


for evaluating for enabling feedback of hand hygiene performance
by HCWs.13 In our hospital, we use an overt direct hand hygiene
moni- toring. In accord with general Israeli hospital
1
practice, we have adopted the WHO guidelines as the standard for
monitoring HCW hand hygiene compliance rates.15-17 Certified infection
preventionists (IPs) are responsible for the validation and
training of all the ob- servers in our hospital.
In this study, we compare a novel hand hygiene CCTV monitor-
ing system with direct overt observations of hand hygiene
performance. The CCTV system was found to be a reliable tool for
monitoring hand hygiene performance. The mean compliance rates
per session in the double appraisal covert sessions using the
CCTV
method were 24.94 (16.48%) and 24.48 (16.90%) in teams A and B,
respectively, (Table 2) giving an excellent ICC of 0.83 (0.73-
0.90).
Similarly, the reliability assessment of the direct overt
method
of observation showed higher compliance rates, with means of
36.96 ± 19.99 and 38.81 ± 19.53 per session in teams A and B, re-
spectively, giving an excellent ICC of 0.89 (0.82-0.94) (Table 2).
This
high correlation coefficient confirmed our previous belief in the
re-
liability of the direct overt method of observation.
By evaluating the reliability of the direct and indirect
methods
tion measure the same number of events as direct observation?
The answer to our question turns out to be complicated. The ICC
of the simultaneous covert versus overt double appraisal sessions
of hand hygiene performance of HCWs carrying out bedside clin-
ical tasks as monitored by 2 independent observers was lower than
the acceptable level (0.52, with a range of 0.28-0.70) (Table 3). The
WHO discusses the required association between 2 observers of HCW
behavior in kappa statistics.1 They consider that the optimal
agree-
ment between the 2 observers should be complete or nearly
complete. We used the ICC to assess the degree of agreement and
although we expected the same excellent correlation, in fact we did
not achieve the expected correlation.
The low ICC value that we found signifies that our newly pro-
posed observation method for measuring hand hygiene performance
(the CCTV system) apparently yields dissimilar results in
assess-
ing the number of opportunities and the actual number of hand
hygiene performances at each session compared with the results
obtained by the direct observer method. Even if the overall com-
pliance rates were similar, the distribution of opportunities and
hand
hygiene behaviors turned out to be different. After analyzing
the
distribution of opportunities and compliance rates as per each
in-
dication (Table 4) we found that there was a 2-fold difference in
the
recorded number of before-patient contact indications by direct overt
observation compared with the indirect observation results (65
vs 33, respectively), yet the number of observed hand hygiene
performances remained similar by both methods (19 vs 18 perfor-
mances, respectively). This might be achieved by placing the CCTV
at a different angle of sight or location. It might correct this
small
number of indications before patient contact and before aseptic
contact. This disproportion resulted in finding that a
significantly
lower compliance rate was recorded by the overt method for the
before patient contact indication. The third indication (after
sus-
pected exposure to body fluids) showed similar results, as did the
fourth indication (after patient contact). The fifth indication
(after
contact with patient zone) revealed that 1.6 times more opportu-
nities were observed by the overt observer method compared with
the covert CCTV method. However, the percentage of compliance
for this indication remained similar (56.49% and 57.69%, respectively).
In general, it may be noted that overt observations yielded 1.28
times more opportunities than covert ones (457 vs 357). This may
have been due to the quality of the CCTV camera, their angula-
tion, or their location above the entrance to the patient’s room,
and
any of these factors may have prevented clear visualization of some
of the opportunities to perform hand hygiene. On the other hand,
when HCWs did perform hand hygiene, both types of observers
tended to record these performances and probably succeeded in cor-
relating them with the correct indications.
The positive effectiveness of HHMPs can be assessed by docu-
menting a relative increase in HCW compliance or by recording a
change for the better in the clinical outcomes of the
hospitalized
patients (as reflected in a decrease in the number of HAIs).8-11
A variety of electronic devices for compliance measurement, such
ARTICLE IN PRESS
6 E. Brotfain et al. / American Journal of Infection Control ■■ (2017) ■■-■■
as electronic handwash and dispenser counters, devices for mea- 2. World Alliance for Patient Safety. The global patient safety challenge 2005-
surement and audit of product volume, contact-modified Wi-Fi 2006 “clean care is safer care”. Geneva: World Health Organization Press;
2005.
badges to detect alcohol vapors, radiofrequency identification badge 3. Gould DJ, Drey NS, Moralejo D, Grimshaw J, Chudleigh J. Interventions to improve
systems, and automated hand hygiene monitoring networks (eg, hand hygiene compliance in-patient care. J Hosp Infect 2008;68:193-202.
MedSense; General Sensing Limited, Hong Kong SAR, China).19-24 Ad- 4. Allegranzi B, Pittet D. Role of hand hygiene in healthcare-associated
infection prevention. J Hosp Infect 2009;73:305-15.
ditionally, some novel HHMPs use video-based observational 5. Siegel JD, Rhinehart E, Jackson M, Chiarello L. Guideline for isolation
devices.25-27 However, none of them used CCTV. precautions: preventing transmission of infectious agents in health care
The potential advantages of the CCTV method for assessing the settings. Am J Infect Control 2007;35:65-164.
6. Eggimann P, Harbarth S, Constantin MN, Touveneau S, Chevrolet JC, Pittet D.
hand hygiene compliance of HCWs include its validity in part, Impact of a prevention strategy targeted at vascular-access care on
due to its ability to diminish the Hawthorne effect and the incidence of infections acquired in intensive care. Lancet 2000;355:1864-8.
ease with which it permits the observer to switch settings (eg, to 7. O’Grady NP, Alexander M, Dellinger EP, Gerberding JL, Heard SO, Maki DG, et al.
Guidelines for the prevention of intravascular catheter-related infections.
follow HCWs as they move from room to room). MMWR Recomm Rep 2002;51:1-29.
Disadvantages of the CCTV system are its restricted area of ob- 8. Pronovost P, Needham D, Berenholtz S, Sinopoli D, Chu H, Cosgrove S. An
servation (only a patient’s immediate area is visualized), the intervention to decrease catheter-related bloodstream infections in the ICU.
presence of black areas where the observer cannot see what HCWs are N Engl J Med 2006;335:2725-32.
9. Mangram AL, Horan TC, Pearson ML, Silver LC, Jarvis WR. (1999) Hospital
doing if they stand under the camera, and the financial cost of the Infection Control Practices Advisory Committee. Guideline for prevention
method. Also, the study design precluded the ability to evaluate of surgical site infection. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:247-78.
sampling error because of the variability between different HCWs 10. Walker JL, Sistrunk WW, Higginbotham MA, Burks K, Halford L, Goddard L, et al.
while they were being observed in the ICU. Hospital hand hygiene compliance improves with increased monitoring and
Additionally, it is noteworthy that during the period of the immediate feedback. Am J Infect Control 2014;42:1074-8.
study the compliance rates detected by the infection control 11. Pan SC, Tien KL, Hung I-C, Lin Y-J, Sheng W-H, Wang M-J, et al. Compliance of
unit in the GICU ranged from 50%-60%. In contrast, the compliance health care workers with hand hygiene practices: independent advantages of
rate in the overt observation part in the current study was overt and covert observers. PLoS ONE 2013;8:e53746.
between 35% and
42% (Table 1). This difference may stem from the fact that 12. Srigley JA, Lightfoot D, Fernie G, Michael Gardam M, Muller MP. Hand hygiene
differ- ent HCWs were observed in each of the observational monitoring technology: protocol for a systematic review. Syst Rev 2013;2:101-8.
sessions and it might be explained by sampling bias. 13. World Health Organization. Hand hygiene technical reference manual: to be used
Our study has several important limitations. The CCTV moni- by health-care workers, trainers and observers of hand hygiene practices. Geneva:
toring system had no ability to make recordings for future World Health Organization Press.; 2009 Available from: http://apps.who.int/iris/
reference and hence we were not able to retrospectively reassess bitstream/10665/44196/1/9789241598606_eng.pdf. Accessed June 1, 2016.
the data. Furthermore, the study design precluded the ability to 14. Allegranzi B, Gayet-Ageron A, Damani N, Bengaly L, McLaws ML, Moro ML, et al.
evaluate sam- pling error because of the HCW personnel varied
greatly during the ICU observation period. Global implementation of WHO’s multimodal strategy for improvement of hand
The direct overt method of observation of hand hygiene prac- hygiene: a quasi-experimental study. Lancet Infect Dis 2013;13:843-51.
tice is the prevailing gold standard, and whereas our study does 15. Israel Ministry of Health. Hand hygiene in medical institutions [in
not succeed in undermining its status, our findings do appear to Hebrew].
once again raise questions as to the ability of any observation Circular 2-0709. Jerusalem: Ministry of Health 2009; Available from http://
method- ology to depict actual hand hygiene compliance rates. www.health.gov.il/hozer/mr24_2009.pdf. Accessed June 1, 2016.
Based on the final analysis, we believe that despite its limitations 16. Boyce JM. Measuring healthcare worker hand hygiene activity: current practices
the CCTV method is intrinsically reliable and valid, because of
its ability to neutral- ize the Hawthorne effect, and that it is and emerging technologies. Infect Control Hosp Epidemiol 2011;32:1016-
more accurate in portraying the reality of hand hygiene than the 28.
overt observer method. 17. Hagel S, Reischke J, Kesselmeier M, Winning J, Gastmeier P, Brunkhorst FM, et al.
Quantifying the Hawthorne effect in hand hygiene compliance through
comparing direct observation with automated hand hygiene monitoring. Infect
CONCLUSIONS Control Hosp Epidemiol 2015;36:957-62.
18. McGuckin M, Govednik J. Patient empowerment and hand hygiene, 1997-2012.
Our study demonstrated that CCTV is an appropriate, reliable, J Hosp Infect 2013;84:191-9.
and neutral method for observation of hand hygiene. However, there 19. Marra AR, Edmond MB. New technologies to monitor healthcare worker hand
is no clear basis for incorporating a CCTV observation modality hygiene. Clin Microbiol Infect 2014;20:29-33.
into a health care system that already operates an overt 20. Storey SJ, FitzGerald G, Moore G, Knights E, Atkinson S, Smith S, et al. Effect
observation program. We have shown that CCTV methodology records of
a differ- ent distribution of opportunities for performing hand
hygiene and of actual performances of hand hygiene compared with a contact monitoring system with immediate visual feedback on hand hygiene
overt ob- servation. Hence, we suggest that covert observations compliance. J Hosp Infect 2014;88:84-8.
using CCTV can replace direct overt observation only if 21. Pineles LL, Morgan DJ, Limper HM, Weber SG, Thom KA, Perencevich EN, et al.
baseline comparisons of the 2 systems have been performed. Accuracy of a radiofrequency identification (RFID) badge system to monitor hand
hygiene behavior during routine clinical activities. Am J Infect
Control
References 2014;42:144-7.
22. Ward MA, Schweizer ML, Polgreen PM, Gupta K, Reisinger HS, Perencevich EN.
1. World Health Organization. WHO guidelines on hand hygiene in health care. Automated and electronically assisted hand hygiene monitoring systems:
Geneva: World Health Organization Press; 2009.
a systematic review. Am J Infect Control 2014;42:472-8.
23. Cheng VCC, Tai JWM, Ho SKY, Chan FWJ, Hung KN, Ho PL, et al. Introduction of
an electronic monitoring system for monitoring compliance with Moments 1
and 4 of the WHO “My 5 Moments for Hand Hygiene” methodology. BMC Infect
Dis 2011;11:151-64.
24. Swoboda SM, Earsing K, Strauss K, Lane S, Lipsett PA. Electronic monitoring and
voice prompts improve hand hygiene and decrease nosocomial infections in an
intermediate care unit. Crit Care Med 2004;32:358-63.
25. Nishimura S, Kagehira M, Kono F, Nishimura M, Taenaka N. Handwashing before
entering the intensive care unit: what we learned from continuous video-camera
surveillance. Am J Infect Control 1999;27:367-9.
26. Armellino D, Hussain E, Schilling ME, Senicola W, Eichorn A, Dlugacz Y, et
al.
Using high-technology to enforce low-technology safety measures: the use of
third-party remote video auditing and real-time feedback in healthcare. Clin
Infect Dis 2012;54:1-7.
27. Rowlands J, Yeager MP, Beach M, Patel HM, Huysman BC, Loftus RW. Video
observation to map hand contact and bacterial transmission in operating rooms.
Am J Infect Control 2014;42:698-701.

Anda mungkin juga menyukai