pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking
Skill (HOTS) merupakan program yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK)
dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan.
Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran
berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill
(HOTS).
Related
Tujuan Pembelajaran HOTS (High Order Thinking Skill)
Besaran Dana Program Indonesia Pintar (PIP)/KIP SD, SMP, SMA dan SMK
Berdasarkan Permendikbud Nomor 5 2018
Fungsi dan Prinsip Bimbingan dan Konseling
Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal sebagai Higher
Order Thinking Skill (HOTS) dipicu oleh empat kondisi.
a. Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik dan tidak
dapat digunakan di situasi belajar lainnya.
b. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat diubah,
melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari
lingkungan belajar, strategi dan kesadaran dalam belajar.
c. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki atau spiral menuju
pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
d. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran, kemampuan
analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah satunya dari Resnick
(1987) adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan,
membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas
mental yang paling dasar. Keterampilan ini juga digunakan untuk menggarisbawahi berbagai
proses tingkat tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom.
Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat
rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat (remembering), memahami
(understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam
keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analysing), mengevaluasi
(evaluating), dan mencipta (creating).
Selain 3 model yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, guru juga
diperbolehkan mengembangkan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model
pembelajaran yang lain, seperti Cooperative Learning yang mempunyai berbagai metode seperti:
Jigsaw, Numbered Head Together (NHT), Make a Match, Think-Pair-Share (TPS), Example
notExample, Picture and Picture, dan lainnya.
Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep- konsep pada
permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep Higher Order Thinking Skills (HOT’s),
keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and
Schmidt).
Karakteristik yang tercakup dalam PBL menurut Tan (dalam Amir, 2009) antara lain:
1. masalah digunakan sebagai awal pembelajaran;
2. biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara
mengambang (ill-structured);
3. masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple-perspective);
4. masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah
pembelajaran yang baru;
5. sangat mengutamakan belajar mandiri;
6. memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja, dan
7. pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Karakteristik ini menuntut peserta
didik untuk dapat menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, terutama kemampuan
pemecahan masalah.
Pada PBL guru berperan sebagai guide on the side daripada sage on the stage. Hal ini
menegaskan pentingnya bantuan belajar pada tahap awal pembelajaran. Peserta didik
mengidentifikasi apa yang mereka ketahui maupun yang belum berdasarkan informasi dari buku
teks atau sumber informasi lainnya. Sintak model Problem-based Learning menurut Arends
(2012) sebagai berikut:
a. Orientasi peserta didik pada masalah
b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
c. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah