Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUHAN ASUHAN KEPERAWATAN DAN

INSTRUMENTASI TEKNIK APPENDIKTOMY


DI RSUD BANGIL

Oleh :
Asharini Dwi Juniarti
NIM. 1501460006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
D4 KEPERAWATAN MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi Apendisitis

Appendicitis adalah
peradangan pada usus buntu
(appendiks), atau radang pada
appendiks vermiformis yang
terjadi secara akut. Usus
buntu merupakan penonjolan
kecil yang berbentuk seperti
jari, yang terdapat di usus
besar, tepatnya di daerah
perbatasan dengan usus halus.
Usus buntu mungkin
memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang
penting. Appendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui
dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Appendiks
merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2
ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya
dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka
dapat mempermudah timbulnya appendicitis (radang pada appendiks). Di dalam
appendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang
banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada appendiks terdapat
arteria apendikularis yang merupakan endartery. Appendicitis sering terjadi pada
usia antara 10-30 tahun.

2. Etiologi Apendisitis
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid
b. Adanya fekalit (masa keras dari feses) dalam lumen appendiks
c. Tumor appendiks
d. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
e. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica. Menurut penelitian,
epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut
akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional
appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

3. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan
akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen
kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu
maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini
disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi
prefesional disebut appendikssitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum
dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat
appendikkularis. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih
panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua
mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

4. Klasifikasi
Apendik dapat dibagi atas dua bagian yaitu.
a. Apendik Akut : jarang ditemui pada anak dibawah 5 tahun dan orang tua diatas
50 tahun. Apendicitis akut dapat dibagi atas tiga bagian :
1) Apendicitis acut focalik atau segmentalis Terjadi pada bagian distal yang
meradang seluruh rongga apendiks sepertiga distal berisi nanah.
2) Apendicitis acut purulenta diffusa Pembentukan nanah yang berlebihan jika
radangnya lebih hebat dan dapat terjadi mikrosis dan pembusukan yang
disebut appendicitis gangrenous. Pada appendicitis gangrenous dapat terjadi
perfulasi akibat mikrosis kedalam rongga perut dan mengakibatkan
peritonitis.
3) Apendicitis acut traumatic. Disebabkan oleh karena trauma karena
kecelakaan pada operasi didapatkan tampak lapisan eksudat dalam rongga
maupun permukaan.
b. Appendicitis kronik. Appendicitis kronik dibagi atas dua bagian antara lain :
1) Appendicitis cronik focalis Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat
yang melingkar, sehingga dapat menyebabkan stenosis.
2) Appendicitis cronik obliterative Terjadi fibrosis yang luas sepanjang
appendiks pada jaringan sub mukosa dan sub serosa, sehingga terjadi
obliterasi (hilangnya lumen) terutama dibagian distal dengan menghilangnya
selaput lender pada bagian tersebut.

5. Gejala Klinis
Ada beberapa gejala awal yang khas yakni nyeri yang dirasakan secara samar
(nyeri tumpul) di daerah sekitar pusar. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan
kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan
tanda-tanda yang khas pada appendicitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney. Nyeri
perut ini akan bertambah sakit apabila terjadi pergerakan seperti batuk, bernapas
dalam, bersin, dan disentuh daerah yang sakit. Nyeri yang bertambah saat terjadi
pergerakan disebabkan karena adanya gesekan antara visera yang meradang sehingga
menimbulkan rangsangan peritonium. Selain nyeri, gejala appendicitis akut lainnya
adalah demam derajat rendah, mules, konstipasi atau diare, perut membengkak dan
ketidakmampuan mengeluarkan gas. Gejala-gejala ini biasanya memang menyertai
appendicitis akut namun kehadiran gejala-gejala ini tidak terlalu penting dalam
menambah kemungkinan appendicitis dan begitu juga ketidakhadiran gejala-gejala ini
tidak akan mengurangi kemungkinan appendicitis. Pada kasus appendicitis akut yang
klasik, gejala-gejala permulaan antara lain :
a. Rasa nyeri atau perasaan tidak enak disekitar umbilikus ( nyeri tumpul).
Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dan
mungkin terdapat nyeri tekan disekitar titik Mc Burney. Rasa sakit semakin
meningkat, sehingga pada saat berjalan pun penderita akan merasakan sakit yang
mengakibatkan badan akan mengambil sikap membungkuk pada saat berjalan.
Nyeri yang dirasakan tergantung juga pada letak appendiks, apakah di rongga
panggul atau menempel di kandung kemih sehingga frekuensi kencing menjadi
meningkat. Nyeri perut juga akan dirasakan bertambah oleh penderita bila
bergerak, bernapas dalam, berjalan, batuk, dan mengejan. Nyeri saat batuk dapat
terjadi karena peningkatan tekanan intra-abdomen.
b. Muntah, mual ,dan tidak ada nafas umakan. Secara umum setiap radang yang
terjadi pada sistem saluran cerna akan menyebabkan perasaan mual sampai
muntah. Meskipun pada kasus appendicitis ini, tidak ditemukan mekanisme pasti
mengapa dapat merangsang timbulnya muntah.
c. Demam ringan ( 37,5° C – 38,5° C ) dan penderita umumnya merasa sangat
lelah. Proses peradangan yang terjadi akan menyebabkan timbulnya demam,
terutama jika kausalnya adalah bakteri. Inflamasi yang terjadi mengenai seluruh
lapisan dinding appendiks. Demam ini muncul jika radang tidak segera mendapat
pengobatan yang tepat.
d. Diare atau konstipasi. Peradangan pada appendiks dapat merangsang peningkatan
peristaltik dari usus sehingga dapat menyebabkan diare. Infeksi dari bakteri akan
dianggap sebagai benda asing oleh mukosa usus sehingga secara otomatis usus
akan berusaha mengeluarkan bakteri tersebut melalui peningkatan peristaltik.
Selain itu, appendicitis dapat juga terjadi karena adanya feses yang keras
(fekolit). Pada keadaan ini justru dapat terjadi konstipasi. Pada beberapa keadaan,
appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi yang lebih parah.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
b. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing
(Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan
terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg
Sign).
c. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk
menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang
terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada
apendisitis pelvika.
d. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang
meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,
maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada
apendisitis pelvika.

7. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada kasus apendisitis berupa uji laboratorium dan
diagnostik, antara lain :
a. Hitung darah lengkap (complete blood count, CBC) Pemeriksaan laboratorium
umumnya menunjukan jumlah eukosit yang meningkat akibat adanya respon
fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme. Pada apendisitis
akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi namun hasil Hb
(hemoglobin) biasanya tetap normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada
keadaan apendisitis infiltrat. Hasil umum yang biasanya mengindikasikan adanya
apendisitis :
1) Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3
2) Netrofil meningkat 75 %
3) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi.
b. Urinalisis Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk menyingkirkan infeksi saluran
kemih, dan adanya keton digunakan sebagai penanda penyakit. Pemerikasaan
urine juga penting dilakukan untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
c. Pemeriksaan foto abdomen Saat dilakukan pemeriksaan sinar-X abdomen,
kurang dari 25% kasus akan memperlihatkan fekalit yang berkalsifikasi. Hasil
pemeriksaan sinar-X lain yang didapatkan meskipun tidak spesifik antara lain
penurunan pola gas, batas udara-cairan, pengaburan bayangan psoas, obliterasi
tanda bantalan lemak, dan lengkungan skoliotik kea rah kanan. (Schwartz, 2004)
d. Ultrasonografi Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan fekalit tidak berkalsifikasi,
apendiks tidak berperforasi, serta abses apendiks (Sowden, 2009)

8. Kriteria Diagnosis
Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes
laboratorium. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi:
a. Gambaran klinis yang mengarah ke appendicitis seperti Nyeri di sekitar
umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea,
dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan
bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan
b. Demam lebih dari 37,50C
c. Laboratorium : lekositosis yaitu lekosit > 10.000 /dl biasanya pada perforasi
terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).
d. USG yang mungkin di temukan pada pemeriksaan ini :
1) Lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm
2) Ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar
3) Tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu
4) Perubahan pericaecal.
5) Massa pada appendix
e. Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium
sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
f. CT scan : dilakukan jika di duga terdapat perforasi atau pembentukan abses
karena akan memberikan karakteristik yang yang tepat terhadap massa inflamasi,
luas dan lokasinya.
9. Penatalaksanaan
Terdapat dua tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi apendisitis
diantaranya :
a. Konserfatif
1) Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
2) Antibiotik
3) Pengisapan cairan melalui pipa nasogastrik
b. Operatif Dilakukan pembedahan pada apendiks (Apendiktomi)
1) Sebelum operasi
 Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun
peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen
dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
 Intubasi bila perlu
 Antibiotik
2) Operasi apendiktomi/ laparotomy
3) Pascaoperasi Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuki mengetahui
terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gannguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien di
puasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya dalam perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5jam lalu naikkan
30ml/ja. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk
duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien
dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jaritan dapat diangkat
dan pasien diperbolehkan pulang.
c. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi Bila tidak ada fasilitas bedah berikan
penatalaksanaan bedah dalam peritonitis akut. Dengan demikian gejala
apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi dapat
berkurang.

10. Komplikasi
a. Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai
32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum
terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala menyangkut demam sampai 37,7
derajat celcius atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri abdomen secara
kontinyu.
b. Tromboflebitis supuratif adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang
mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya yang bersifat
akut.
c. Abses subfrenikus merupakan pengumpulan cairan antara diafragma dan hati
atau limfa.
d. Obstruksi intestinal dalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik Potensial komplikasi post op. Apendesitis
dan pencegahan
e. Peritonitis Observasi terhadap adanya nyeri tekan abdomen, demam, muntah,
kekakuan abdomen, takikardia, lakukan penghisapan nasogastrik konstan,
perbaiki dehidrasi sesuai program, berikan preparat antibiotik sesuai program.
f. Abses pelvis dan lumbal Evaluasi adanya anoreksia, demam menggigil dan
diaforesis. Observasi adanya diare, yang dapat menunjukan abses pelvis, siapkan
pasien untuk pemeriksaan rektal, siapkan pasien untuk prosedur drainase
operatif.
g. Abses subfrenik (abses bawah diafragma) Kaki pasien terhadap adanya
menggigil, demam dan diaforesis, siapkan untuk pemeriksaan sinar-x, siapkan
drainasi bedah terhadap abses.
h. Illeus (paralirik dan mekanis) Kaji bising usus, lakukan intubasi dan pengisapan
nasogastrik, ganti cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program,
siapkan pembedahan bila ileus mekanis ditegakan

B. ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS


1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Status perkawinan
5) Agama
6) Suku/bangsa
7) Pendidikan
8) Pekerjaan
9) Pendapatan
10) Alamat
11) Dan nomor register.
b. Identitas penanggung jawab
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat kesehatan saat ini Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut
kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang
lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
2) Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah
kesehatan klien sekarang.
e. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
f. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi
vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
g. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
h. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang.
i. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam
pergerakkan, sakit pada tulang, dan sendi.
j. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar
getah bening.
k. Data psikologis: klien nampak gelisah.
 Klien mengeluh nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
 Klien mengeluh mual
 Klien mengatakan tungkai kanan tidak dapat diluruskan
 Klien mengatakan diare atau konstipasi Sesudah operasi
 Kien mengeluh nyeri daerah operasi
 Klien mengatakan lemas
 Klien mengeluh haus
 Klien mengeluh pusing Data Obyektif Sebelum operasi
 Nyeri tekan di titik Mc. Berney
 Tidak nafsu makan
 Muntah dan perut kembung
 Spasme otot
 Takhikardi, takipnea
 Pucat, gelisah
 Bising usus berkurang atau tidak ada
 Demam 38 - 38,5 C Sesudah operasi
 Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
 Terpasang infuse
 Bising usus berkurang
 Selaput mukosa mulut kering
 Mual, kembung
l. Pola-Pola Fungsi Kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)
1) Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup
akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
2) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu
makan selama sakit, Keluarga mengatakan saat masuk RS px hanya mampu
menghabiskan ⅓ porsi makanan, Saat pengkajian keluarga mengatakan px
sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan intravena.
3) Pola eliminasi Mengkaji pola BAK dan BAB px
4) Pola aktifitas dan latihan Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik, tetapi px mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan
berjalan.
5) Pola istirahat Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau,
terus gelisah.
6) Pola kognitf dan perseptual (sensoris) Adanya kondisi kesehatan
mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami
tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit, px mampu memberikan
penjelasan tentang keadaan yang dialaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri Pola emosional px sedikit terganggu karena
pikiran kacau dan sulit tidur.
8) Peran dan tanggung jawab Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga
kesehatan fisik pasien.
9) Pola reproduksi dan sexual Mengkaji perilaku dan pola seksual pada px
10) Pola penanggulangan stress Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya, px merasakan pikirannya kacau. Keluarga px
cukup perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien,
maka pasien akan menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu, dimana px dan keluarga percaya bahwa masalah px murni masalah
medis dan menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas kesehatan.

m. Patofisiologi berhubungan dengan penyimpangan KDM

Hiperplasia folikel limfoid


Fekalit, Tumor, Cacing, Erosi Parasit Perangsangan N. Vagal

Obstruksi/ bendungan lumen apendiks Mual – Muntah

Peningkatan produksi mukus apendik Intake inadekuat

Peningkatan tekanan intra lumen apendik Gangguan pemenuhan nutrisi

Menghambat aliran limfe dan obstruksi


aliran vena perubahan status kesehatan

Erosi dan peradangan apendik kurang pengetahuan


(Apendicitis)
cemas
Reaksi sensitifitas histamin & bradikinin

perangsangan baroreseptor
Stimulasi nociseptor

Peningkatan suhu tubuh


Nyeri

Tindakan pembedahan
Gangguan rasa nyaman
Nyeri
Terputusnya kontinuitas jaringan (luka)

Port dientree kuman


Resiko tinggi infeksi

APENDIKTOMI Insisi/ perlukaan


(Apendicitis)

proses pembedahan Terputusnya kontinuitas/ kerusakan jaringan


saraf dan pembuluh darah

kurang pengetahuan
Port dientere kuman

cemas
Penggunaan alat
yang tidak steril/
Penggunaan tehnik aseptik
alat-alat elektro yang tidak tepat
surgical

Resti infeksi
Resti cidera

2. Diagnosa Keperawatan
a. Sebelum operasi :
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan atau devicit
volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan (mual, muntah).
2) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
b. Intraoperasi
1) Resti Infeksi berhubungan dengan tindakan aseptik yang tidak tepat/
kesterilan alat yang tidak dijaga.
2) Resti cidera berhubungan dengan penggunaan alat electro surgical.
c. Setelah operasi :
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat (integritas kulit yang tidak utuh)
3. Intervensi Keperawatan
a. Sebelum operasi :

Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelah dilakukan perawatan
selama 2X24 jam dengan kriteria:
a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit.
d. VS normal.
e. Skala nyeri 0-5
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan Sebagai data dasar dalam menentukan
durasi nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan relaksasi Tehnik distraksi diharapkan dapat
mengalihkan perhatian dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik igunakan sebagai anti nyeri
maupun sedatif yang sesuai. dan sedasi digunakan untuk merelaksasi
dan meningkatkan kenyamanan klien.

Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.


Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang
dengan kriteria:
a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang.
b. Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya
c. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhi
ansietasnya.
d. Pasien kooperatif terhadap tindakan.
e. Ekspresi wajah Nampak rileks.
1. Bantu pasien mengekspresikan Ansietas berkelanjutan dapat
perasaan marah, kehilangan dan takut memberikan dampak serangan jantung
2. Kaji tanda ansietas verbal dan Reaksi verbal/nonverbal dapat
nonverbal. Damping pasien dan menunjukan rasa agitasi, marah dan
berikan tindakan bila pasien gelisah.
menunjukan tindakan merusak.
3. Jelaskan tentang prosedur pembedahan Pasien yang teradaptasi dengan tindakan
sesuai jenis operasi. pembedahan yang akan dilalui akan
merasa lebih nyaman.
4. Beri dukungan prabedah Hubungan yang baik antara perawat
dengan pasien akan mempengaruhi
penerimaan pasien akan pembedahan.
5. Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan Mengurangi rangsangan eksternal yang
nyaman agar pasien bisa beristirahat. tidak diperlukan.
7. Tingkatkan control sensasi pasien Control sensasi pasien dalam
menurunkan ketakutan dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan
sumber-sumber koping (pertahanan diri)
yang positif, membantu relaksasi dan
tehnik-tehnik pengalihan dan
memberikan dan memberikan respon
balik yang positif.
8. Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan
rutin dan aktivitas yang diharapkan
9. Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan
mengungkapkan ansietasnya terhadap kehaatiran yang tidak
diekspresikan.
10. Beri privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekpresikan
terdekat perasaan, menghilangkan rasa cemas
dan perilaku adaptasi. Kehadiran
keluarga dan teman-teman yang dipilih
pasien untuk memenuhi aktivitas
pengalih.
11. Kolaborasi: Berikan anticemas sesuai indikasi,
contohnya Diazepam

b. Intra operasi

Resti infeksi b.d. tindakan aseptik yang tidak tepat/ kesterilan alat yang tidak dijaga.
Tujuan: klien akan menunjukan bebas dari resiko infeksi setelah dilakukan tindakan selama
30 menit dengan kriteria:
a. Memastikan indikator steril sudah sesuai.
b. Malakukan tehnik aseptik.
c. Penutupan luka secara steril.
1. Perhatikan indikator yang ditempel pada Indikator akan berubah warna pada proses
packing instrumen sebelum membuka atau pensterilan alat. Memastikan kesterilan
menggunakan. alat.
2. Pastikan urutan dan tata cara scrubing, Menjaga keadaan aseptik dan mencegah
gawning dan glowing secara tepat. terjadinya infeksi silang pada pasien.
3. Buka packing dengan posisi steril setelah Menjaga kesterilan alat tetap terjaga.
mengenakan gaun dan sarung tangan steril.
4. Pastikan meja instrumen telah dialas Menjaga kesterilan alat.
dengan linen steril sekurang2nya dua lapis
5. Perhatikan agar alat tidak terkontaminasi Menjaga kesterilan alat.
atau tersentuh benda lain yang tidak steril,
tutup instrumen yang telah ditata dengan
linen steril.
6. Kolaborasi pemberian antibiotika yang Antibiotika sebagai anti kuman yang
sesuai. mencegah infeksi.

c. Setelah operasi

Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan
selama 2X24 jam dengan kriteria:
a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit.
d. VS normal.
e. Skala nyeri 0-5

1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan Sebagai data dasar dalam menentukan
durasi nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan relaksasi Tehnik distraksi diharapkan dapat
mengalihkan perhatian dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik igunakan sebagai anti nyeri
maupun sedatif yang sesuai. dan sedasi digunakan untuk merelaksasi
dan meningkatkan kenyamanan klien.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
(integritas kulit yang tidak utuh)
Tujuan: klien akan menunjukan pertahanan tubuh adekuat dengan kriteria:
a. Suhu tubuh normal
b. Tidak ada pus atau nanah pada luka
c. Luka kering
d. Leukosit normal

1. Kaji dan pantau bentuk dan Membantudalam menentukan tehnik dan


karakteristik luka proses penanganan luka yang sesuai.
2. Lakukan perawatan luka secara aseptik Meminimalisir dan mencegah masuknya
mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi.
3. Ganti pembalut/perban sesuai indikasi Menjaga kebersihan dan kesterilan luka
4. Anjurkan klien untuk makan makanan Protein dan albumin dianjurkan dalam
bergizi. proses penyembuhan luka.
5. Pantau vital sign Memntau perubahan dan tanda infeksi
sedini mungkin.
6. Kolaborasi pemberia antibiotika Antbiotika sebagai anti kuman yang
dapat mencegah perkembangan kuman
endogen dan eksogen yang dapat
menyebabkan infeksi pada luka.
LAPORAN PENDAHULUAN TEKNIK INSTRUMENTASI

KONSEP DASAR
A. Definisi
Appendicitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur.
Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks).
Appendicitis kronis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Brunner and Sudarth, 2010).
Appendicitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
(Brunner and Sudarth, 2010).
Apendictomy adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengangkat
apendiks.

B. Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis, yaitu :
1. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis
akut
2. Hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid
3. Timbuan tinja/feces yang keras (fekalit)
4. Tumor apendiks
5. Cacing ascaris
6. Benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan
sumbatan.

C. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di
lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi
pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi.
Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi
dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu
menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda
namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi
lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani yakni:
1. Perforasi denganpembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

PERSIAPAN
A. Persiapan Lingkungan ( Ruangan dan Elektronik/Elektromedik )
1. Ruangan sudah bersih dan siap pakai
2. Meja operasi siap pakai
3. Lampu operasi siap pakai
4. Suction siap pakai
5. Meja instrumen disiapkan
6. Meja mayo disiapkan
7. Suhu ruangan diatur
8. Tempat sampah medis dan non medis

B. Persiapan Alat ( basic set dan ekstra set)


1 Scalp blade & handle (hand fat mess) no. 3 : 1
:1
2 Metzenboum scissor (gunting metzenboum) : 1
3 Surgical scissors (gunting kasar) : 1
4 Tissue forceps (pinset chirurgis) : 2
5 Dissecting forceps (pinset anatomis ) : 2
6 Dissecting forceps long (pinset anatomis panjang) : 1
7 Washing and dressing forcep (desinfeksi klem) : 1
8 Towel clamp (duk klem) : 5
9 Delicate hemostatic forceps pean (mosquito klem pean bengkok ) : 1
10 Hemostatic forceps pean (klem pean manis) : 1
11 Delicate haemostatic forceps pean(Klem pean bengkok sedang) : 4
12 Haemostatic forceps kocher curved (Klem kocher bengkok sedang) : 4
13 Hemostatic forceps koeher straight (koeher sedang lurus) : 2
14 Needle holder (nald voeder) : 2
15 Retractor us army (langenbeck) : 2
16 Bebcok (klem apendik) : 1

Persiapan di meja instrument :


a. Instrument
1. Couter monopolar :1
2. Bengkok (kidney tray) :2
3. Kom/ cuching :2
b. Linen
1. Scort steril :6
2. Doek besar/doek sedang :4
3. Doek kecil :6
4. Sarung meja mayo :1
5. Handuk kecil :6

C. Persiapan Bahan Habis Pakai


1. Mess no. 10 :1
2. Handscoen steril : secukupnya
3. Iodine Povidone 10% : secukupnya
4. Cairan NS : 1 flash
5. Kassa : 10 buah
6. Deppers : 5 buah
7. stell deper : secukupnya
8. Foley catether no.16 : 1 buah
9. Urobag : 1 buah
10. Jelly : secukupnya
11. Spuit 10 cc : 1 buah
12. Underpad on sterile/sterile : 1/1 buah
13. Benang mersilk 2-0 :1
14. Benang vicryl 2-0 :1
15. Benang monosin 3-0 :1
16. Supratule : 1 lembar
17. Hypafix : secukupnya

D. Persiapan Pasien
1. Persetujuan operasi (informed consent)
2. Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi
3. Vital sign dalam batas normal
4. Marking area operasi
5. Posisi pasien supine
6. Pastikan pasien tidak memakai perhiasan ( yang berhubungan dengan
logam ) dan gigi palsu.

PROSEDUR TEKNIK INSTRUMENTASI


1. Sign in dilakukan di ruang premidikasi,dihadiri oleh semua tim operasi,
yang meliputi:
- Apakah pasien telah dikonfirmasikan identitas,area operasi, tindakan
operasi, dan lembar persetujuan?
- Apakah area operasi telah ditandai?
- Apakah mesin anestesi dan obat-obatan telah diperiksa kesiapannya?
- Apakah pulse oksimeter pada pasien telah berfungsi baik?
- Apakah pasien mempunyai riwayat alergi?
- Apakah ada penyulit airway atau resiko aspirasi?
- Apakah ada resiko kehilangan darah >500ml atau 7cc/kgBB ( anak )
2. Bantu memindahkan pasien ke ruang operasi dan langsung ke meja operasi,
3. Pasien di lakukan pembiusan SAB oleh petugas anesthesia, kemudian pasien
diposisikan supine, lalu perawat sirkuler memasang folley catether No. 16
4. Instrumentator melakukan surgical scrubing, gowning dan gloving, serta
membantu memakaikan baju operasi dan handscoen kepada operator dan
asisten.
5. Perawat sirkuler mencuci area operasi dengan larutan clorheksidine,
kemudian berikan duk kecil untuk lap kering.
6. Instrumentator memberikan desinfeksi klem dan cucing yang berisi
bethadine dan deppers kepada operator untuk dilakukan desinfeksi area
operasi
7. Melakukan drapping:
- Berikan 1 duk tebal untuk drapping ekstrimitas bawah
- Berikan 1 duk tebal lagi untuk ekstrimitas atas
- Berikan 2 duk besar untuk samping kiri dan kana lalu difiksasi setiap
sudut dengan duk klem.
8. Dekatkan meja instrumen dan meja mayo dengan daerah operasi, kemudian
pasang couter dan fiksasi dengan duk klem.
9. Time out, dibacakan oleh perawat sirkuler yang meliputi :
- Konfirmasi bahwa semua tim operasi telah memperkenalkan nama dan
tugas masing-masing.
- Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan dan area yang akan dioperasi.
- Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan paling tidak 60 menit
sebelum operasi.
- Antisipasi kejadian kritis bagi operator, anestesi dan instrumen
- Mengingatkan operator untuk memimpin doa sebelum dimulai incisi.
10. Instrumentator : Berikan mess no.10 yang sudah terpasang dan pincet
cirurgis pada operator untuk dilakukan incisi kulit.
11. Berikan muskuito dan kassa kering kepada asisten, jika ada perdarahan,
rawat perdarahan dengan couter.
12. Berikan doubel langenback untuk memperluas lapang operasi, kemudian
operator memperdalam incisi menggunakan couter sampai tanpak fascia.
13. Setelah tampak fascia, berikan mess no. 10 untuk membuka fascia terlebih
dahulu kemudian berikan doubel kocher untuk memegang sisi kiri dan kanan
fascia, setelah itu berikan gunting kasar untuk membuka fascia secara
memanjang.
14. Berikan klem pean manis untuk dilakukan spleet pada otot
15. Setelah muskulus oblikus internus dibuka dan peritonium kelihatan, berikan
doubel pincet anatomis, 1 buat operator dan 1 buat asisten untuk memegang
peritonium, lalu berikan mentzembaum untuk membuka peritonium. Setelah
peritonium dibuka, berikan 2 klem kockher untuk memegang peritonium.
16. Berikan pinset anatomis panjang untuk mencari sekum, setelah sekum
ketemu lalu dikeluarkan.
17. Berikan babckok (klem apendik) untuk memegang mesinterium pada ujung
apendik
18. Berikan klem bengkok untuk memegang meso apendik,lalu berikan gunting
metzenboum untuk memotong meso apendik sampai pada basis apendik,
kemudian berikan nalvoeder dan benang mersilk no. 2-0 untuk diligasi
19. Berikan 1 klem lagi untuk krus atau klem pangkal apendik, kemudian
berikan nalvoeder dan benang mersik 2-0 lagi untuk ligasi pangkal apendik
20. Setelah pangkal apendik terikat kuat,berikan mess yang sudah dicelupkan
bethadin untuk memotong pangkal apendik,kemudian berikan pinset
anatomis dan stell deper batadine untuk desinfeksi irisan pangkal apendik.
21. Setelah dipastikan tidak ada perdarahan dengan menggunakan kassa basah,
berikan 2 kocher lagi untuk memegang peritonium.
22. Sign out, dibacakan oleh perawat sirkuler yang meliputi :
- Jenis tindakan
- Kecocokan jumlah instrumen,kassa jarum sebelum dan sesudah operasi
- Label pada spesimen ( membacakan identitas pasien, jenis spesimen,
register, ruangan yang tertera pada label).
- Apakah ada permasalahan pada alat-alat yang digunakan.
- Instumen,anestesi dan operator : apa yang menjadi perhatian husus pada
masa pemulihan ( recovery ).
23. Berikan nalvoeder dan benang vicryl 2-0 untuk menjahit lapis demi lapis,
dari lapisan peritonium, otot, fascia, dan lemak
24. Berikan benang Monosin 3-0 untuk menjahit kulit hingga tertutup rapat
25. Bersihkan area operasi dari bekas darah menggunakan kasa basah dan kassa
kering.
26. Setelah bersih semua, tutup luka operasi dengan sufratul dan kassa kering
lalu dplester dengan hypavix.
27. Operasi selesai, rapikan pasien kembali
28. Merapikan alat-alat, dekontaminasi alat :
- Rendam alat pada larutan presept selama 10-15 menit
- Bersihkan menggunakan larutan cidezyme dengan menggunakan sikat
- Bilas pada air mengalir kemudian dikeringkan dan packing kembali
29. Inventarisasi bahan habis pakai pada depo farmasi.
DAFTAR PUSTAKA

Joanne McCloskey,dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United


States of America : Mosby

Kumpulan Materi Pelatihan Perawat Instrumen, 2015. Instalasi Bedah Sentral,


Malang

Mutaqin,Arif & Sari,Kumala.2013.Asuhan Keperawatan Perioperatif : Konsep,


Proses dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Banjar Masin : Salemba Medika

Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama.


Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.

Smeltzer. C. Suzanne (2010), Brunner and Suddarth’s textbook of Medical-Surgical


Nursing, (dr. H. Y. Kuncara. dkk: penerjemah), volume 2,edisi VIII, Jakarta:
EGC.

Sue Moorhead,dkk.2008 . Nursing Outcome Classification (NOC). United States of


American : Mosby

Anda mungkin juga menyukai